Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

BATU BULI-BULI

Disusun untuk melaksanakan tugas kepanitraan klinik


di SMF Ilmu Bedah RSD dr. Soebandi Jember

Oleh :
Adhiningsih Yulianti, S.Ked
022010101004

SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
RSD dr.SOEBANDI JEMBER
2009
DAFTAR ISI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 1


1.1 Definisi ................................................................................... 1
1.2 Anatomi ................................................................................... 3
1.3 Etiologi ................................................................................... 5
1.4 Patofisiologi ........................................................................... 4
1.5 Komposisi Batu ....................................................................... 7
1.6 Pemeriksaan Klinis................................................................... 9
1.7 Pemeriksaan Penunjang ......................................................... 9
1.8 Pengobatan .............................................................................. 12
1.9 Pencegahan ............................................................................. 15
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder
stone. Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu saluran
kemih pada dasarnya dapat terbentuk pada setiap bagian tetapi lebih banyak pada
saluran penampung terakhir. Pada orang dewasa batu saluran kencing banyak
mengenai sistem bagian atas (ginjal, pyelum) sedang pada anak-anak sering pada
sistem bagian bawah (buli-buli). Di negara berkembang batu buli-buli terbanyak
ditemukan pada anak laki-laki pre pubertas. Komponen yang terbanyak penyusun
batu buli-buli adalah garam calsium. Pada awalnya merupakan bentuk yang sebesar
biji padi tetapi kemudian dapat berkembang menjadi ukuran yang lebih besar.
Kadangkala juga merupakan batu yang mulitipel.

1.2 Anatomi

Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor
yang saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah
merupakan otot sirkuler, dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika
terdiri dari sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter
dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Secara anatomis
buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1) permukaan superior yang berbatasan
dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior dan (3) permukaan posterior.
Gambar 1. Sistem urinarius

Gambar 2. Anatomi Buli-buli


Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung
urin, buli-buli mempunyai kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang
dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak
menurut formula dari koff adalah:

Kapasitas buli- buli = ( umur(tahun)+ 2 )x 30

Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat
penuh berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Buli-
buli yang terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan
aktivasi miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan
kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.

1.3 Etiologi

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli-buli
yaitu faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) penyakit ini diduga
diturunkan dari orang tuanya, umur, serta jenis kelamin, jumlah pasien laki-laki tiga
kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Sedangkan faktor
ekstrinsik terdiri dari keadaan geografi, iklim, temperatur, asupan air, diet, dan
pekerjaan. Geografi, kebanyakan didaerah pegunungan, padang pasir, dan daerah
tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar
ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi
vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat) sehingga insiden batu
saluran kemih akan meningkat. Asupan air, kurangnya asupan air dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih. Diet, obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya
batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam
tubuh, diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih. Dan pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitasnya.
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai inti
batu. Gangguan miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra,
divertikel buli-buli dan buli-buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan pada pasien
dengan cidera spinal dimana ia mempunyai kelainan neurogenik blader dalam
delapan tahun, 36%nya berkembang menjadi batu buli-buli. Benda asing tersebut
dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda iatrogenic terdiri dari bekas
jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang disebabkan karena iritasi
balon kateter, staples, uretral stens, peralatan kontrasepsi, prostetik uretral stents.
Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada buli-buli seusai
pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu
ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak
yang menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare. Infeksi
pada saluran kemih akan mempercepat timbulnya batu. Inflamasi pada buli-buli dapat
disebabkan karena hal sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi shiztomiasis yang
juga merupakan predisposisi batu buli-buli.
Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan
batu. Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan calsium dan struvit. Pada
pasien yang mempunya predisposisi dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang
memicu statisnya urin, misalnya BPH. Pada perempuan yang memakai celana ketat,
dan cystocele.

1.4 Patofisiologi
Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada beberapa
kasus batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi
penambahan deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang turun
dari ginjal pada umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat
dikeluarkan spontan melalui uretra.

Gambar 3. Batu Buli-buli

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tampat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada
hyperplasia prostate benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-
kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di
dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap
terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan
menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun
ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu
membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran
kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau
adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium
fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun
patogenesis pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam
saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal
ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu
magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa.
Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu
merupakan batu asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi di
vesika. Batu yang terdiri dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada batu
yang ditemukan pada anak umumnya ditemukan pada daerah yang endemik dan
terdiri dari asam ammonium material, calsium oksalat, atau campuran keduanya. Hal
itu disebabkan karena susu bayi yang berasal dari ibu yang banyak mengandung zat
tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor menunjang tingginya ekskresi
amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya oksalat seperti sayur akan
meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet rendah sitrat).
Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/ spinal
injury, adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu buli-buli
dapat bersifat single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel dari ventrikel
buli-buli dan biasanya berukuran besar atau kecil sehingga menggangu kerja dari
vesika. Gambaran fisik batu dapat halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya
mobile, tetapi ada batu yang melekat pada dinding vesika yaitu batu yang berasal dari
adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra vesika.

1.5 Komposisi Batu


Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau
kalsium fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat, xanthin, sistein, silikat dan
senyawa lainnya. Data mengenai kandungan atau komposisi batu sangat penting
untuk pencegahan timbulnya batu yang residif.
a. Batu Kalsium
Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70- 80%
dari seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagi
berikut:
 Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang
melebihi 250-300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi
kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan
peningkatan reabsorbsi tulang karena hiperparatiroid atau tumor
paratiroid.
 Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/
hari, keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan
usus karena post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant,
minuman soft drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna
hijau terutama bayam.
 Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/
24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu
terhadap pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin
berasal dari makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari
metabolisme endogen.
 Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin
sehingga calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat,
karenanya merupakan penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat
mudah larut sehingga hancur dan dikeluarkan melalui urin.
 Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya
sitrat. Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang
diikuti gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah
penyakit inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
b. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini karena
proses infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi yang
sebagian besar karena kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan
suasana basa yang mempermudah mengendapnya magnesium fosfat, ammonium,
karbonat. Kuman tersebut diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella,
Enterobacter, Pseudomonas, dan stafilokokus.
c. Batu Asam urat merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80%
adalah batu asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam
oksalat. Batu ini banyak diderita oleh pasien dengan gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi antikanker, dan banyak
menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat, kegemukan, peminum
alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya batu asam urat
adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air minum yang kurang
dan tingginya asam urat dalam darah.
d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu kelainan
absorbsi sistin di mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat
berlebihan dalam jangka waktu yang lama dapat memungkinkan terbentuknya
batu silikat.
1.6 Pemeriksaan klinis
Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada anamnesis
biasanya dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik, disuria, gross
hematuri terminal, perasaan ingin kencing, sering kencing di malam hari, perasaan
tidak enak saat kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar
kembali dengan perubahan posisi tubuh. Gejala lain yang umumnya terjadi dalam
menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung penis, scrotum, perineum, punggung
dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa bersifat tumpul atau tajam,
disamping sering menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan menggosok-gosok
vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang beraktivitas,
karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki leher vesika.
Pasien anak dengan batu buli sering disertai dengan priapism dan disertai ngompol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada
inspeksi, ketika dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun
tanda yang dapat dilihat adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri,
pyuria, bakteri yang positif pada pemeriksaan kultur urin.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya dapat
menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan dipstick,
batu buli berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat,
leukosit esterase dan darah. Batu buli sering menyebabkan disuri dan nyeri hebat,
oleh sebab itu banyak pasien sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin
akan pekat. Pada orang dewasa, batu buli akan menyebabkan urin asam. Pemeriksaan
mikroskopis menunjukkan adanya sel darah merah dan pyuria( leukosit), dan adanya
kristal yang menyusun batu buli. Pemeriksaan urin juga berguna untuk memberikan
antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi.
b. Pemeriksaan Imaging
 Urografi
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan
saluran kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan
ini mempunyai kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang
radioopaque. Batu asam urat dan ammonium urat merupakan batu yang
radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi oleh selaput yang berupa
calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan adalah hal yang
sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan disebabkan
hematuri sebelumnya.

Gambar 4. BOF

 Cystogram/ intravenous pyelografi


Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat
menunjukkan adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan
IVP. Adanya batu akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.
Gambar 5. IVP

 Ultrasonografi (USG)
Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk
melihat batu yang radiopaque atau radiolucent.

Gambar 6. USG
 CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri
perut, massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli
yang tidak dapat ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang
keruh.
 MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya
tidak ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.
 Sistoskopi
Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi
melalui uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader.

Gambar 7. Sistoskopi

1.8 Pengobatan
a. Konservatif
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena
diharapkan batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai
diuretik. Dengan produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong
batu keluar dari saluran kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri,
khususnya kolik, yang terjadi menghilang dengan pemberian simpatolitik. Dan
berolahraga secara teratur.
Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu
diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah
pembesarannya bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan pemberian
antiurease, seperti Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan
menurunkan kadar ammonium urin.
Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada
saluran kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk akan
dilarutkan. Pelarutan batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau
berjumlah 6,2. Sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan
makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit
K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari pemberian digunakan untuk terapi
pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan sediaan ini akan memicu
terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu sehingga membuat terapi
tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat air kemih
dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik.
Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan.
b. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi
dengan kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung.
Untuk batu kandung kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis
melalui sistoskop atau dengan memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik.
Makin sering dipakainya gelombang kejut luar tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock
Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali.
Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh dan dipusatkan di batu yang akan
dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar bersama kemih.
c. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang
kejut atau bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus
memerlukan suatu indikasi. Misalnya apabila batu kandung kemih selalu
menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga perlu diadakan tindakan
pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan batu dalam batas ukuran 3
cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu kejut atau
sistolitotomi.
1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu
ditunjukkan dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat
nya menjadi fragmen yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat
sistoskopi. Energi yang digunakan dapat berupa energi mekanik (pneumatic
jack hummer), ultrasonic dan elektrohidraulik dan laser.
2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk
dewasa juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan
endoskopi untuk membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu
dievakuasi.sering tehnik ini digunalan bersama tehnik yang pertama denagn
tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi yang ditimbulkan oleh debris
pada batu.
3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan
ukuran besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan
diverculotomy. Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika
beratnya kira- kira 80-100gr. Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah
untuk memindahkan batu dalam jumlah banyak, memindah batu yang melekat
pada mukosa buli dan kemampuannya untuk memindah batu yang besar
dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan tehnik ini adalah pasien
merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit, lebih lama
menggunakan kateter.
Gambar 8. Suprapubic Cystostomy

1.9 Pencegahan
 Diuresis yang adekuat
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum
banyak sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien
dengan batu asam urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH
dipertahankan dalam kisaran 6,5-7, mencegah terjadinya hiperkalsemia yang akan
menimbulkan hiperkalsiuria pasien dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan
kertas nitrasin setiap pagi.
 Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu
 Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit
BAB II. LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M. I.
Umur : 2 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 8 kg
Alamat : Jl. Kaliwining 5/1 Rambipuji :-
Agama : Islam
Suku : Jawa
No RM : 255300
Tgl MRS : Rabu, 24 Juni 2009
Tgl KRS : Kamis, 9 Juli 2009

II. ANAMNESIS
Heteroanamnesis dilakukan pada Ibu pasien pada tanggal 25 Juni 2009
Riwayat Pribadi
 Keluhan Utama: Nyeri pada waktu kencing
 Riwayat Penyakit Sekarang
Penderita mengeluh nyeri saat kencing sejak 6 bulan yang lalu, kencing
sedikit- sedikit (± 7 kali sehari). Pasien kemudian berobat ke mantri dan diberi
obat berupa sirup (putih), tetapi keluhan pasien tidak hilang. 6 hari yang lalu
pasien mengeluhkan nyeri atau menangis keras bila hendak kencing. Bila
kencing tetesannya sedikit dan pancaran kencing lemah. Pasien juga sering
terbangun dari tidur di malam hari untuk kencing. Sebelumnya pasien tidak
pernah demam disertai anyang-anyangan Kencing berwarna kekuningan dan
tidak ada darah. Pasien kemudian ke RSD dr. Soebandi ±3 hari yang lalu dan
di foto polos pelvis.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Infeksi pada saluran kencing (-), demam (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.
 Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke mantri dan mendapat obat dalam bentuk sirup
(putih), namun ibu pasien lupa nama obatnya.
 Riwayat sosial ekonomi
Pasien hidup bersama ayah, ibu, satu kakak. Ayah pasien bekerja sebagai
pedagang dengan penghasilan Rp 30.000 per hari.
 Riwayat Pemberian Makanan
Sejak bayi pasien minum ASI sampai berumur 2 tahun. Sehari-hari makanan
yang dikonsumsi pasien adalah nasi dan sayur-sayuran, tersering adalah
bayam dan kacang panjang dengan lauk tempe dan tahu, pasien sangat jarang
mengkonsumsi daging, ikan dan telur.

III. PEMERIKSAAN FISIK


(Dilakukan pada tanggal 25 Juni 2009)
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 28 x/menit
t : 36˚C
 Status generalis:
Kepala:
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ada sekret/bau/perdarahan
Telinga : tidak ada sekret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.
Leher:
KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Thoraks:
Cor:
I: ictus cordis tidak tampak
P: ictus codis teraba di ICS IV MCLS
P: batas jantung ICS IV PSL dekstra sampai ICS V MCL sinistra
A: S1S2 tunggal
Pulmo:
I: Simetris, tidak ada retraksi
P: Fremitus raba normal
P: Sonor
A: Vesikuler +/+, Ronkhi:-/- Wheezing : -/-
Abdomen:
I: Flat
A: Bising usus (+) normal
P: Timpani
P: Soepel, H/L tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas:
Akral hangat + + Oedem - -
+ + - -
 Status Lokalis:
Regio suprapubik:
Dengan inspeksi dan palpasi bimanual ditemukan pembesaran vesika urinaria, ada
nyeri tekan.
Regio Flank:
Tidak teraba ginjal, nyeri ketok ginjal (-).
Regio Genetalia Eksterna:
Dalam batas normal, tidak terpasang kateter
Rectal Touche:
Tidak dilakukan

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Foto BOF: Gas dalam usus normal, vesikolitiasis (+)

Gambar 9. BOF

Hasil Laboratorium:
Hematologi
Hb : 11,2 gr/dl
Lekosit : 22 x 109 /L
Hitung Jenis : 1/-/-/45/47/7
Hematokrit : 37
Trombosit : 170 x 109 /L
PPT : 13,4 detik
APTT : 29,9 detik
Faal Ginjal
Serum Kreatinin : 0,8 (0,6-1,3) mg/dl
BUN : 16 (6-20) mg/dl
Urea : 35 (10-50) mg/dl
Asam Urat : 7,4 (3,4-7) mg/dl
Faal Hati
SGPT : 26
SGOT : 46
Elektrolit
Na : 129,6
Kalium : 4,13
Chlorida : 99,8
Calsium : 2,34

IV. ASSESMANT
Batu Buli-buli

VI. PLANNING
Ampicillin 3x1 cth
Parasetamol 3x1 cth
Cek Laboratorium lengkap
Konsul anastesi
Pro – Vesikolitotomi
LAPORAN OPERASI VESIKOLITOTOMI (30 Juni 2009)
1. Posisi supine dengan anestesi GA.
2. Desinfeksi lapangan operasi kemudian pasang duk steril
3. Insisi midline suprasimfisis diperdalam sampai membuka fascia.
4. Identifikasi buli dengan otot detrusor yang tebal, aspirasi urin (+).
5. Insisi dinding buli s/d tampak cavum buli, keluar urin jernih. Didapatkan batu buli
berukuran 1 cm, mukosa buli tampak normal, massa(-).
6. Buli di jahit 2 lapis dan pasang drain.
7. Luka operasi dijahit lapis demi lapis.
8. Dilakukan sirkumsisi

Gambar 10. Post Operasi Vesikolitotomi


Tgl 26 Juni 2009
S: Kalau kencing sakit
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 100 x/menit
RR : 26 x/menit
t : 36,5˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : tetap
A : Batu buli-buli
P : Ampicillin 3x1 cth
Parasetamol 3x1 cth
Pro - Vesikolitotomi

Tgl 27 Juni 2009


S: Kalau kencing sakit
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 26 x/menit
t : 36,2˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : tetap
A : Batu buli-buli
P : Ampicillin 3x1 cth
Parasetamol 3x1 cth
Pro - Vesikolitotomi

Tgl 28 Juni 2009


S: Kalau kencing sakit
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 100 x/menit
RR : 26 x/menit
t : 36,4˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : tetap
A : Batu buli-buli
P : Ampicillin 3x1 cth
Parasetamol 3x1 cth
Pro - Vesikolitotomi

Tgl 29 Juni 2009


S: Kalau kencing sakit
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 100 x/menit
RR : 26 x/menit
t : 36,5˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : tetap
A : Batu buli-buli
P : Ampicillin 3x1 cth
Parasetamol 3x1 cth
Pro - Vesikolitotomi

Tgl 30 Juni 2009


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 26 x/menit
t : 36˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H0
P : Infus D5 ½ NS 1000 cc/24 jam
Inj Antibiotik (Cefotaxim 3x 250mg)
Inj Analgetik (Antrain 3x 250mg)
Urine tampung 650cc/18jam, jernih, darah (-)
Drain 100 cc darah
MSS jika pasien sadar

Tgl 01 Juli 2009


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 26 x/menit
t : 36˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H1
P : Infus D5 ½ NS 1000 cc/24 jam
Inj Antibiotik (Cefotaxim 3x 250mg)
Inj Analgetik (Antrain 3x 250mg)
Urine tampung 700cc/18jam, jernih, darah (-)
Drain 100 cc darah
Diet bebas

Tgl 02 Juli 2009


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 24 x/menit
t : 36˚C
Status generalis : dBN
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: Dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H2
P : Potong infus
Inj Antibiotik (Cefotaxim 3x 250mg)
Inj Analgetik (Antrain 3x 250mg)
Urine tampung 750cc/24jam, jernih, darah (-)
Drain 80 cc darah
Diet bebas
Banyak minum
Tgl 03 Juli 2009
S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 100 x/menit
RR : 24 x/menit
t : 36˚C
Status generalis : dBN
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: Dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H3
P : Inj Antibiotik (Cefotaxim 3x 250mg)
Inj Analgetik (Antrain 3x 250mg)
Urine tampung 850cc/24jam, jernih, darah (-)
Drain 50 cc darah
Diet bebas
Banyak minum

Tgl 04 Juli 2009


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 110 x/menit
RR : 24x/menit
t : 37˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan darah
(-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H 4
P : Inj Antibiotik (Cefotaxim 3x 250mg)
Inj Analgetik (Antrain 3x 250mg)
Urine tampung 850cc/24jam, jernih, darah (-)
Drain 50 cc darah
Diet bebas
Minum banyak

Tgl 05 Juli 2009


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 24x/menit
t : 37˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H 5
P : Aff Infus
Parasetamol 3x1 cth
Diet bebas
Banyak minum
Produksi Urin 900 cc/24jam, jernih, darah (-)
Drain 50 cc darah

Tgl 06 Juli 2009


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 108 x/menit
RR : 26x/menit
t : 36,7˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (+), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: Dalam batas normal,
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H 6
P : Parasetamol 3x1 cth
Diet bebas
Banyak minum
Produksi Urin 650cc/24jam, jernih, darah (-)
Drain 50 cc darah
Aff Kateter

Tgl 07 Juli 2009


S: Pasien BAK spontan dan tidak terasa nyeri
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 24x/menit
t : 36,5˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan
darah (-), nyeri (-), drain (+)
Regio Genetalia Eksterna: Dalam batas normal,
tidak terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H 7
P : Parasetamol 3x1 cth
Diet bebas
Banyak minum
Drain 50 cc

Tgl 08 Juli 2009


S: Pasien BAK spontan dan tidak terasa nyeri
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 100x/menit
RR : 24x/menit
t : 36,3˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan darah
(-), nyeri (-), terpasang drain
Regio Genetalia Eksterna: dalam batas normal, tidak
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H 8
P : Diet bebas
Banyak minum
Drain 30 cc
Tgl 09 Juli 2009
S: Pasien BAK spontan, tidak terasa nyeri dan berwarna jernih
O: Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : composmentis
Vital sign: HR : 104 x/menit
RR : 24x/menit
t : 36,5˚C
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis : Regio suprapubik: tertutup verband, rembesan darah
(-), nyeri (-), terpasang drain
Regio Genetalia Eksterna: dalam batas normal, tidak
terpasang kateter
A : Batu buli-buli post vesikolitotomi H 9
P : Diet bebas
Banyak minum
Aff Drain
KRS → Kontrol Poli Urologi
DAFTAR PUSTAKA

1. Basler, J. 2007. Bladder Stones. Emedicine Journal. Sited by


http://www.emedicine.com.

2. de Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC

3. Purnomo, B. B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran


Universitas Brawijaya.

4. Reksoprojo, S. 1995. Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

5. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., dan Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai