Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

STASE KARDIOVASKULER DI RSKP RESPIRA


FISIOTERAPI PADA KASUS INFARK MIOKARD
AKUT

Disusun Oleh :

Rizka Aulia 1710306001

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

Makalah ini yang berjudul “Fisioterapi Pada Kasus Infark Miokard Akut”ini di

susun dan di ajukan oleh:

Nama Mahasiswa : Rizka Aulia


NIM : 1710306001
Dan telah mendapatkan persetujuan dan disahkan, sebagai salah satu
persyaratan untuk kelulusan dalam Stase Kardiovaskuler pada pendidikan Profesi
Fisioterapi di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, di RSKP Respira.

Yogyakarta, 2018
Clinical Educator

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat
pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Fisioterapi Pada Kasus Infark
Miokard Akut”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami merasa banyak mendapat tantangan
dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat
balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

JUDUL .................................................................................................................. i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN .............................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi ...................................................................................... 3


B. Definisi Infark miokard ............................................................................. 9
C. Etiologi infark miokard ............................................................................. 10
D. Patofisiologi infark miokard...................................................................... 11
E. Tanda dan gejala infark mikard ................................................................. 13
F. Prognosis infark miokard .......................................................................... 14
G. Problematik fisioterapi .............................................................................. 14
H. Intervensi fisioterapi .................................................................................. 15

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini kehidupan modern telah menjadi suatu
kebiasaan, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke atas. Orang-orang
lebih memilih hal yang cepat dan praktis, seperti mengkonsumsi makanan
cepat saji, makanan yang berlemak, jarang olahraga, stress berkepanjangan
dan lain sebagainya. Pola hidup yang demikian akan menambah resiko
terkena serangan jantung (infark miokard).
Infark miokard akut merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia
baik pada pria ataupun wanita di seluruh dunia (Kinnaird et al, 2013). Infark
miokard akut merupakan suatu peristiwa besar kardiovaskuler yang dapat
mengakibatkan besarnya morbiditas dan angka kematian (Tabriz et al, 2012).
Infark miokard akut berdasarkan kamus kedokteran adalah daerah nekrosis
yang terjadi selama periode saat sirkulasi ke jantung terhambat akibat
obstruksi suplai darah arteri (Dorland, 2012).
Penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat pada tahun 2005,
mengakibatkan 864.500 kematian atau 35,3% dari seluruh kematian pada
tahun itu, dan 151.000 kematian akibat Infark miokard akut. Sebanyak
715.000 orang di Amerika Serikat diperkirakan menderita Infark miokard
akut pada tahun 2012 (Li Yulong et al, 2014)
Sebanyak 478.000 pasien di Indonesia terdiagnosis penyakit jantung
koroner menurut Departemen Kesehatan pada tahun 2013. Prevalensi Infark
miokard akut dengan ST-elevasi saat ini meningkat dari 25% ke 40%
(Depkes, 2013).
Fisioterapi sebagai layanan kesehatan yang mencakup promotif,
preventif, dan rehabilitative sangat dibutuhkan pada kasus Infark miokard
akut untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Infark miokard?
2. Apa problematik fisioterapi pada Infark miokard akut?
3. Apa intervensi fisioterapi pada Infark miokard akut?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui infark miokard
2. Mengetahui problematik fisioterapi pada Infark miokard akut
3. Mengetahui intervensi fisioterapi pada Infark miokard akut

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi


Jantung adalah organ yang berfungsi memompa darah kaya oksigen
dan zat makanan ke seluruh tubuh termasuk arteri koronaria, serta darah
kurang oksigen ke paru-paru (Soeharto, 2004)
Jantung terletak pada mediastinum medialis dan sebagian tertutup
oleh paru-paru. Bagian depan dibatasioleh sternum dan iga 3, 4, dan 5.
Hamper dua pertiga bagian jantung terletak disebelah kiri garis median
sternum. Jantung terletak diatas diafragma, miring kedepan kiri dan apeks
kordis berada paling depan daam rongga dada (Rilantono et al, 2004).
1. Bagian jantung dan fungsinya
Darah yang membawa CO2 dan sisa-sisa metabolism dari seluruh tubuh
masuk ke atrium kanan melalui vena cava superior dan inferior.
Selanjutnya akan masuk ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.
Darah di ventrikel kanan ini akan dipompa ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis yang akan melewati katup pulmonalis.
Darah yang kaya O2 dari paru-paru akan masuk ke atrium kiri melalui
vena pulmonalis kiri dan kanan. Dari atrium kiri darah menuju ke
ventrikel kiri melalui katup mitral. Darah kaya O2 pada ventrikel kiri
akan dipompa keseluruh tubuh melalui aorta yang akan melewati katup
aorta.

Anatomi jantung (Benjamin, 2004)

3
2. Sistem konduksi jantung
Sifat-sifat jaringan konduksi jantung :
a. otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan inpuls secara spontan
b. ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur
c. konduktivitas : kemampuan menghantarkan impuls
d. daya rangsang : kemampuan berespon terhadap simulasi
Jantung dilengkapi dengan suatu system khusus untuk
mencetuskan impuls-impuls listrik ritmis yang menyebabkan kontraksi
ritmis otot jantung, dan menghantarkan impuls. Didalam atrium ada
nodus sinus (Sinus SA) yang hamper tidak memiliki filament otot
kontraktil. Namun serabut nodus sinus secara langsung berhubungan
dengan serabut otot atrium, sehingga setiap potensial aksi yang dimulai
di nodus SA akan segera menyebar ke dinding otot atrium. Nodus
atrioventrikuler (Nodus AV) terletak pada dinding posterior atrium
kanan, tepat dibelakang katup tricuspid (Guyton dan Silbernagle, 2008)
Impuls jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur
konduksi khusus atrium ke otot atrium. Suatu jalur antar atrium ( berkas
Bachmann) mempermudah penyebaran impuls dari atrium kanan ke
atrium kiri. Jalur intermodal- jalur anterior, dan posterior-
menghubungkan nodus SA dengan nodus AV.
Impuls listrik kemudian mencapai nodus AV, yang terletak di
sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus
koronaria. Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls antara
atrium dan ventrikel. Penghantaran impuls terjadi relative lambat
melewati nodus AV karena tipisnya serat di daerah ini dan konsentrasi
taut selisih yang rendah. Taut selisih merupakan mekanisme komunikasi
antar sel yang mempermudah konduksi impuls. Hasilnya adalah
hambatan konduksi impuls selama 0,9 detik melalui nodus AV.
Hambatan hantaran melalui nodus AV menyebabkan sinkronisasi
kontraksi atrium sebelum kontraksi ventrikel, sehingga pengisian
ventrikel menjadi optimal. Ringkasnya, nodus AV mempunyai dua
fungsi penting; pengoptimalan waktu pengisian ventrikel dan pembatasan
jumlah impuls yang dapat dihantarkan ke ventrikel (Price dan Wilson,
2006)

4
Eksitasi jantung normal berasal dari nodus SA yang berfungsi
sebagai pace maker tempat impuls ritmis yang normal dicetuskan jalur
internodus yang menghantarkan impuls dari nodus SA menuju ke nodus
AV. Nodus AV merupakan tempat impuls dari atrium mengalami
perlambatan sebelum masuk ke ventrikel, nodus AV berkas his yang
menghantarkan impuls dari atrium ke ventrikel berjalan ke bawah di sisi
kanan septum interventrikular sekitar 1 cm dan kemudian bercabang
menjadi serabut berkas kanan dan kiri, kedua cabangnya (tawara) atau
(cabang-cabang berkas serabut Purkinje kiri dan kanan). Eksitasi yang
mencapai serabut purkinje akan diteruskan ke miokardium ventrikel. Di
dalam miokardium, eksitasi menyebar dari endocardium ke epikardium
dan dari apeks ke basal. (Guyton dan Silbernagle, 2008)
Hantaran impuls melalui serabut Purkinje berjalan cepat sekali.
Serabut ini berdiameter besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap
penyebaran hantaran, serabut Purkinje juga memiliki potensial aksi yang
dicirikan dengan ledakan cepat pada fase nol, yang berkaitan dengan
kecepatan hantaran yang cepat. Waktu hantaran melalui system Purkinje
150 kali lebih cepat disbanding dengan hantaran melalui nodus AV.
Penyebaran hantaran melalui serabut Purkinje dimulai dari
permukaan endocardium jntung sebelum berjalan ke sepertiga jalur
menuju miokarium, pada miokardium ini, impuls kemudian berlanjut
menyebar dengan cepat ke epicardium. Struktur ini menyebabkan
aktivitas segera dan konsentrasi ventrikel yang terjadi hampir bersamaan.
Dengan demikian, urutan normal rangsangan melalui system
konduksi adalah nodus SA, jalur-jalur atrium, nodus AV, berkas His,
cabang-cabang berkas, dan serabut Purkinje (Price dan Wilson, 2006)

5
Sistem Konduksi Jantung
3. Sirkulasi

sirkulasi
a. Sirkulasi sistemik
Sirkulasi sistemik menyuplai darah keseluruh tubuh kecuali paru-
paru. Terdiri dari arteri, arteriola, kapiler, venula dan vena. Ventrikel
kiri memompa darah masuk ke dalam aorta dengan tekanan tinggi.
Dorongan darah secara mendadak ini meregang dinding arteri yang
elastis, dinding akan kembali seperti semula ketika ventrikel
beristirahat.
b. Sirkulasi paru
Besarnya tekanan dalam sirkulasi paru kira-kira seperlima tekanan
dalam siekulasi sistemik. Dinding pembuluh darah paru jauh lebih

6
kecil reaksinya terhadap pengaruh otonom dan humoral, namun
perubahan kadar oksigen dan karbondiaksida dalam darah dan alveoli
mampu mengubah aliran darah yang melalui pembuluh paru (Price
dan Wilson, 2006).
c. Sirkulasi Koroner
Sirkulasi coroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung,
membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang
intramiokardial yang kecil-kecil. Sirkulasi coroner terdiri dari arteri
koronaria kiri dan kanan, vena tebesian, vena cardiac anterior dan
sinus coronaries.
4. Faktor penentu curah jantung
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa ventrikel selama satu
satuan waktu. Curah jantung sebanding dengan volume sekuncup kali
frekuensi jantung.
a. Kontrol frekuensi jantung
Frekuensi jantung diatur oleh saraf simpatis dan parasimpatis serta
dipengaruhi oleh kadar katekolamin yang diproduksi oleh kelenjar
adrenal.
b. Control volume sekuncup
Volume sekuncup adalah sejumlah darah yang dipompakan setiap
denyut. Ditentukan oleh 3 faktor:
1) kontraktilitas intrinsic adalah tenaga yang dapat dibangkitkan
oleh kontraksi miokardium pada kondisi tertentu. Peningkatan
kontraktilitas dapat terjadi pada peningkatan volume sekuncup.
2) Preload, merupakan tenaga yang menyebabkan otot ventrik
meregang sebelum mengalami eksitasi dan kontraksi. Semakin
besar preload, semakin besar volume sekuncup. Jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
3) Afterload, suatu tekanan yang harus dilawan ventrikel untuk
menyemburkan darah. Peninggian afterload akan mengakibatkan
penurunan volume sekuncup.

7
Jantung dapat mencapai peningkatan volume sekuncup yang cukup
besar, selama latihan fisik, dengan meningkatkan preload dan
kontraktilitas, serta dengan menurunkan afterload.
5. Siklus jantung
Merupakan urutan kejadian dalam satu denyut jantung, yang terjadi
dalam 2 fase;
a. Fase diastole
1) Fase relaksasi isometric : atrium mulai diisi darah
2) Fase pengisian ventrikel cepat : atrium penuh, tekanan ventrikel
menurun sehingga darah dengan cepat mengisi ventrikel
3) Fase pengisian ventrikel lambat : darah terus mengisi ventrikel
dengan lambat, juga darah yang kembali dari perifer ke paru
4) Fase kontraksi atrial : sisa kontraksi atrium untuk mengalirkan
darah atrium
b. Fase systole
1) Fase kontraksi isometric : setelah ventrikel penuh, mulai
berkontraksi
2) Fase ejeksi cepat : ventrikel berkontraksi, darah dipompakan
dengan cepat
3) Fase ejeksi lambat : darah dari ventrikel masuk aorta dan arteri
pulmonalis.
6. Gambaran EKG
EKG atau elektrokardiogram adalah grafik hasil perekaman potensial
listrik yang ditimbulkan oleh jantung.

8
Ritme normal EKG
Keterangan :
a. Gel P ; akibat depolarisasi atrium yang menyebar dari S.A node ke
AV node Normalnya kurang dari 0,12 detik & tingginya
(amplitudo) tidak lebih dari 0,3 mv. 

b. QRS compleks: depolarisasi ventrikel jantung 0,06-0,12 detik &
amplitudo tergantug pada sadapan 

c. Gel Q : gelombang defleksi negatif setelah gelombang P. 

d. Gel R : gelombang defleksi positif (ke atas ) setelah 
gelombang P
atau setelah Q. 

e. Gel S : gelombang defleksi negatif (ke bawah) setelah gelombang R
atau gelombang Q. 

f. Gel T; proses repolasisasi ventrikel 

g. PR interval: menunjukkan waktu antara permulaan depolarisasi atrium
sampai permulaan depolarisasi ventrikel.
B. Definisi Infark miokard akut
Infark miokard akut berdasarkan kamus kedokteran adalah daerah
nekrosis yang terjadi selama periode saat sirkulasi ke jantung terhambat
akibat obstruksi suplai darah arteri (Dorland, 2012). Penyakit infark miokard
merupakan gangguan vaskuler ke jantung akibat sumbatan coroner akut yang
dapat mengakibatkan sel otot jantung mati. Bagian otot yang mmendapatkan
sedikit atau tidak mendapat aliran vaskuler akan gagal mempertahankan
fungsi otot jantung, sehingga mengalami infark (Guyton dan Hall, 2008).
Infark miokard akut (IMA) adalah kematian jaringan miokard
diakibatkan oleh kerusakan aliran darah coroner miokard karena penyempitan
atau sumbatan arteri coroner yang diakibatkan aterosklerosis atau penurunan
aliran darah akibat shok atau pendarahan (Silbernagl, Stefan & Lang, Florian,
2007). Terjadinya iskemia otot jantung berlangsung lebih dari 30-45 menit

9
yang akan mengakibatkan kerusakan sel secara irreversible serta nekrosis
atau kematian otot jantung, sehingga miokardium akan berhenti berkontraksi
secara permanen (Brown, 2006).
C. Etiologi Infark miokard akut
Penyebab terjadinya infark miokard akut adalah suplai oksigen yang
tidak sesuai kebutuhan dan tidak ditangani dengan baik sehingga
mengakibatkan kematian sel-sel otot jantung. Hal-hal yang dapat
mengganggu oksigenisasi antara lain:
1. Suplai oksigen ke miokard berkurang
Ada 3 faktor yang menyebabkan suplai oksigen menurun, yaitu;
b. faktor pembuluh darah
gangguan potensi pembuluh darah diantaranya berupa
artherosklerosis, spasme dan arteritis.
c. faktor sirkulasi
Kondisi terjadinya gangguan sirkulasi diantaranya hipotensi, stenosis
ataupun insufisiensi, yang terjadi pada katub-katub jantung dan akan
menyebabkan menurunnya cardiac out put.
d. faktor darah
darah sebagai pengangkut oksigen ke seluruh tubuh jika terganggu
walaupun pembuluh darah dan pemompa jantung baik, tidak akan
cukup membantu. Hal yang dapat mengakibatkan daya angkut
oksigen adalah anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen dalam tubuh
Kebutuhan oksigen yang meningkat pada orang normal dapat
dikompensasi dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan
cardiac out put. Kompensasi pada orang yang sudah memiliki riwayat
penyakit jantung akan memperberat kondisinya karena oksigen yang
dibutuhkan semakin bertambah, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Aktivitas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark, antara lain; emosi, aktivitas yang berlebihan,
makan banyak dan lain-lain. (Kasron, 2012)

10
Resiko infark miokard juga dapat ditingkatkan oleh;
faktor resiko yang dapat dimodifikasi (Ngantung, 2013)
a. merokok
b. minum-minuman alcohol
c. nutrisi
d. aktivitas fisik
e. psikososial
f. hiperkolesterolemia
g. diabetes mellitus
h. hipertensi
faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (Kasron, 2012)
a. usia
b. jenis kelamin
c. riwayat keluarga
D. Patofisiologi
Infark miokard yang disebabkan thrombus arteri coroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural namun
bias juga hanya mengenai daerah subendokardial, disebut infark
subendokardial. Setelah 20 menit terjadi sumbatan, infark sudah dapat terjadi
pada subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam, telah
terjadi infark transmural. Kerusakan miokard dari endocardium ke
epikardium menjadi komplit dan irreversible dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami
injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi (Rilantono et al.
2004)
Nodus SA lebih sering dipengaruhi oleh arteri coroner kanan dari
pada kiri (cabang sirkumfleks). Pada nodus AV, 90% dipengaruhi oleh arteri
coroner kanan dan 10% dari sisi kiri cabang sirkumfleks. Kedua nodus SA
dan AV juga mendapat darah dari arteri kugel. Jadi jelaslah obstruksi pada
arteri coroner kiri sering menyebabkan inferk anterior, dan infark inferior
disebabkan oleh obstruksi pada arteri coroner kanan. Nekrosis daerah infark
miokard mungkin sulit dikenali pada 24-48 jam pertama. Secara histologis

11
penyembuhan dapat tercapai sekurang-kurangnya selama 4 minggu, umunya
setelah 6 minggu.
Segera setelah terjadi infark miokard daerah miokard setempat akan
memperlihatkan penonjolan sistolik dengan akibat menurunnya ejeksi
fraction, isi sekuncup dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir
diastolic ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolic ventrikel kiri naik dengan
akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas
25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudate cairan ke jaringan
interstitium paru (gagal jantung). Perburukan hemodinamik ini bukan saja
disebabkan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik disekitarnya.
Miokard yang masih relative baik akan mengadakan kompensasi, khususnya
dengan bantuan rangsang adrenergic untuk mempertahankan curah jantung
tetapi dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas
tidak memadai jika daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau
bahkan sudah fibrotic. Bila infark kecil dan miokard yang kompensasi masih
normal maka perburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya jika infark
luas dan miokard yang harus berkompensasi juga buruk akibat iskemia atau
infark lama, tekanan akhir diastolic akan naik dan gagal jantung terjadi.
Perubahan-perubahan hemodinamik infark miokard ini tidak statis.
Bila infark miokard makin tenang fungsi jantung membaik walaupun tidak
diobati. Hal ini disebabkan daerah-daerah yang tadi iskemik mengalami
perbaikan. Perubahan hemodinamik akan terjadi bila iskemik berkepanjangan
atau infark meluas. Terjadinya mekanis penyulit seperti rupture septum
ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk
faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit infark miokard yang tersering dan terjadi
pada saat pertama serangan. Hal ini disebabkan karena perubahan masa
refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem
saraf otonom juga berperan terhadap terjadinya aritmia. Penderita infark
miokard umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat. Sedangkan peningkatan tonus
simpatis pada infark miokard anterior akan mempertinggi kecenderungan
fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

12
ST Elevasi pada IMA
E. Tanda dan gejala Infark miokard akut
Tanda dan gejala infark miokard adalah :
a. nyeri dada
Mayoritas IMA (90%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan
dengan nyeri pada angina adalah, nyeri pada IMA lebih panjang yaitu
minimal 30 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu
pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada
infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bias disertai dengan
keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun IMA memiliki
ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai
epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya
sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM
berkaitan dengan neuropathy.
b. sesak nafas
Sesak nafas bias disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bias menimbulkan
hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas
merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c. gejala gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntak, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada
infark inferior juga bias menyebabkan cegukan.
d. gejala lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop aritmia ventrikel, dan gejala
akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas)

13
F. Prognosis Infark miokard akut
Pada 25% IMA, kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas
keseluruhan 15-30%. Resiko kematian tergntung pada faktor: usia penderita,
riwayat penyakit jantung coroner, adanya penyakit lain dan luasnya infark.
Mortalitas serangan jantung akut naik dengan meningkatnya umur. Kematian
kira-kira 10-20% pada usia dibawah 50 tahun dan 20% pada usia lanjut.
G. Problematik Fisioterapi pada Infark miokard akut
Pada penderita akut miokard infark, hampr semuanya mengeluh nyeri
dada, sesak nafas, dan juga mudah lelah yang menyebabkan penderita
menjadi takut untuk melakukan suatu aktifitas. Ketakutan ini justru akan
semakin memperburuk keadaan pasien dan secara progresif terjadi penurunan
kapasitas fungsional.
Permasalahan yang biasa timbul pada pasien infark miokard:
1. Sesak nafas
Sesak dapat disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat
kongesti vaskuler paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya
tahanan aliran udara juga menimbulkan sesak. Seperti spectrum
kongestif paru yang berkisar dari kongestif vena paru sampai edema
interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka sesak juga
berkembang progresif. Sesak saat beraktifitas menunjukkan gejala awal
dari gagal jantung kiri. Otopnea (sesak saat berbaring) disebabkan oleh
redistribusi aliran daari bagian-bagian tubuh yang dibawa kearah
sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstesial dari ekstremitas bawah
juga akan menyebabkan kongestif vascular paru-paru lebih lanjut.
Dispnea Nokturnal Paroksimal (PND) atau terbangun karena sesak,
dipicu oleh timbulnya edema paru interstisia. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibanding sesak
ataupun ortopnea (Price dan Wilson, 2006). Sesak dapat diukur dengan
skala borg maupun VAS.
2. Penurunan kapasitas jantung
Penurunan kapsitas jantung yang disebabkan karena adanya gangguan
dalam siklus jantung akibat dari adanya infark miokard akut
menyebabkan pasien membatasi aktivitasnya. Dan apabila dilakukan

14
dengan tirah baring atau immobilisasi dan dalam jangka waktu lama,
maka kan memperparah keadaan dengan timbulnya komplikasi dari tirah
baring. Diantaranya berupa abnormalitas paru-paru yang meliputi
berkurangnya volume paru-paru, kapasitas vital dan peningkatan
perubahan rasio respirasi. Pada musculoskeletal terjadi perubahan berupa
hilangnya massa dan kekuatan otot, pemendekan otot atau ligament,
kontraktil sendi, kerusakan kulit, dan ulcer decubitus. Perubahan pada
kardiovaskuler ditandai dengan meningkatnya resting heart rate. Selain
itu tirah baring selama 10 hari dapat menimbulkan hipovolemia atau
penurunan volume darah sekitar 10-15%, volume plasma, dan hematocrit
yang dapat meningkatkan volume plasma sehingga meningginya
viskositas darah yang menjadi predisposing terjadi trombo emboli dan
hal ini diperburuk dengan tidak adanya efek pemompaan dari otot-otot
tungkai. Implikasi ini dapat menyebabkan thrombosis, terutama pada
tungkai (Padjoto, 2003). Pengukuran yang digunakan berupa
membandingkan HR dan TD saat sebelum dan sesudah terapi.
H. Intervensi Fisioterapi pada Infark miokard akut (Fase Klinis)
1. Saat di ICU/CCU
Istirahat sangat dianjurkan selama pasien tinggal di CCU setelah terjadi
masalah jantung akut. Fisioterapi memeriksa masalah penumpukan
sputum dan ventilasi. Perawatan oleh fisioterapi bertujuan meningkatkan
ventilasi, mobilisasi dan pengeluaran sputum. Teknik yang dilakukan
dapat berupa deep breathing, chest PT, huffing, coughing serta gerak aktif
pasif (Achttien et al, 2013).
2. Fase mobilisasi
Latihan mobilisasi dinamis menghasilkan pemulihan yang lebih cepat dan
kesehatan fisik yang lebih baik pada pasien CABG dan pasien PJK lain
dibandingkan dengan istirahat, dan oleh karena itu direkomendasikan
selama fase klinis.
Fase mobilisasi klinis harus mencakup latihan fungsional, seperti latihan
terkait ADL, berjalan dan memanjat tangga, pada tahap awal. Intensitas
latihan harus dikurangi atau olahraga harus dihentikan jika pasien
menunjukkan tanda-tanda ketegangan yang berlebihan, seperti angina,
gangguan fungsi pompa (sesak nafas yang tidak proporsional sampai

15
pengerahan tenaga, kelelahan abnormal tidak proporsional ke pengerahan
tenaga, peningkatan edema perifer / sentral), aritmia (tinggi denyut
jantung tidak sebanding dengan pengerahan tenaga, detak jantung tidak
teratur, perubahan pada aritmia yang diketahui), peningkatan atau
penurunan tekanan darah yang tidak normal, pingsan, pusing dan reaksi
vegetatif (keringat berlebih, pucat). Selama fase ini, PT menjelaskan sifat
dari PJK pasien dan / atau operasi, program CR lebih lanjut, cara
mengatasi gejala jantung dan lainnya dan PJK itu sendiri, cara mengenali
tanda-tanda ketegangan yang berlebihan dan cara intensitas kegiatan di
rumah dapat ditingkatkan secara bertahap (Achttien et al, 2013).
Selama fase ini tujuan berikut harus dikejar:
a. Pasien dapat berfungsi pada tingkat ADL yang diinginkan.
Pengerahan tenaga sedang dimungkinkan (≥ 3–4 MET);
b. Pasien memiliki setidaknya beberapa pengetahuan tentang PJK
mereka;
c. Pasien tahu bagaimana mengatasi gejala mereka dan mampu
mengintensifkan dan memperluas kegiatan ADL mereka (Achttien et
al, 2013).

16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Miokard infark adalah gangguan jantung berupa nekrosis miokardium yang


disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan dari
miokardium. Berbagai faktor resiko yang sebagian besar muncul dari pola hidup
tidak sehat dapat menimbulkan gangguan pada jantung. Kondisi ini merupakan
penyebab kematian yang cukup tinggi sehingga perlu mendapat perhatian yang
serius, mulai dari pencegahan, pengobatan sampai rehabilitasi yang melibatkan
kerjasama berbagai elemen profesi kesehatan secara khusus.
Peranan fisioterapi dalam rehabilitasi miokard infark dapat dilakukan melalui
latihan (exercise) secara bertahap sesuai kondisi pasien. Latihan yang dilakukan
secara benar dan teratur, memperhatikan berbagai hal vital terkait kondisi pasien
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pasien dalam proses penyembuhan
sehingga pasien dapat kembali melaksanakan aktivitas sehari-hari. Melalui
penanganan yang komprehensif dan sistematis, kualitas hidup pasien dapat
ditingkatkan secara optimal.

17
Daftar Pustaka

Achttien, R.J. Staal, J.B. Van der Voort, S. Kemps, H.M.C. Koers, H. Jongert,
M.W.A. Hendriks, E.J.M. 2013. Exercise-based cardiac rehabilitation in
patient with coronary heart disease: a practice guideline. Neth Heart J
(2013) 21:429–438

Benjamin, 2004. Heart. Diakses Tanggal 15 Oktober 2018, Dari


Www.Biologycorner.Com
Brown, C.T. 2006. Penyakit Aterosklerosis Coroner, Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Price, S.A. Wilson, L.M. Edisi VI. Elsevier
Science Pp 576-593.
Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Jakarta.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta:
EGC, Pp 564-565
Guyton, A.C. Hall, J.E. 2008. Fisiologi Jantung, Dalam : Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. Pp 262-263
Guyton, A.C. Silbernagle, 2008. Sistem Konduksi Jantung. Diakses 15 Oktober 2018
Dari Www.Anatomijantung.Com
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan System Kardiovaskuler. Yogyakarta : Nuha
Medika, Pp 30-52
Kinnaird Tim, Medic Goran, Et Al. 2013. Relative Efficacy Of Bivalirudin Versus
Heparin Monotherapy In Patient With ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction Treated With Primary Percutaneous Coronary Intervention: A
Network Meta-Analysis. Journal Of Blood Medicine, 4 : 129-140.
Li Yulong, R.I, Et Al. 2014. The Impact Of The 2008-2009 Economic Recession On
Acute Myocardial Infarction Occurrences In Various Socioeconomic
Areas Of Raritan Bay Region, New Jersey, Journal Of Medical Science.
6(5) : 215-218
Ngantung, N.R. 2013. Intervensi Gaya Hidup Pada Penyakit Kardiovaskuler. Akses
Pada Tanggal 15 Oktober 2018, Pada Www.Pbpapdi.Org/Papdi.Php?Pb
Pardjoto, S. 2003. Fisioterapi Pada Kondisi Kardiovaskuler. Jakarta: Sasana Husada
Pro Fisio.
Price, A.S. Wilson, M.L. 2006. Patofisiologi. EGC. Jakarta.

18
Rilantono, I.L. 2004. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI, 3-4
Silbernagl, S. Lang, F. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Tabriz, A.A. Sohrabi, M.Z. Et Al. 2012. Factors Associated With Delay In
Thrombolytic Therapy In Patients With ST-Elevation Myocardial
Infarction. Journal Of Tehran University Heart Center. 2(7) : 65-71

19

Anda mungkin juga menyukai