Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini


tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan
datang. Pembangunan berkelanjutan harus memerhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan
kelestarian lingkungannya agar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kelestarian lingkungan yang
tidak dijaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, atau bahkan akan hilang.

Pembangunan berkelanjutan mengandung arti sudah tercapainya keadilan sosial dari generas
ke generasi. Dilihat dari pengertian lainnya, pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan
nasional yang melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:

 tanggung jawab negara;


 kelestarian dan keberlanjutan;
 keserasian dan keseimbangan;
 keterpaduan;
 manfaat;
 kehati-hatian;
 keadilan;
 ekoregion;
 keanekaragaman hayati;
 pencemar membayar;
 partisipatif;
 kearifan lokal;
 tata kelola pemerintahan yang baik; dan
 otonomi daerah,
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (“Sustainable development”), pemerintah mencabut
Undang-undang Nomor 4 tahun 1982, dan menerbitkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berlaku pada tanggal 19 September 1997.

Penegakan Hukum Lingkungan sebagaimana telah di uraikan di atas, bahwa tujuan


Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah:
a. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia.
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup.
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan.
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari hak asasi manusia.
h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Peraturan yang mengatur.

Dalam rangka mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan


kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh, Pemerintah Republik Indonesia pertama
sekali menerbitkan Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berlaku pada tanggal 11 Maret 1982, yang memuat asas dan
prinsip-prinsip pokok bagi pengelolaan lingkungan hidup, sehingga berfungsi sebagai payung bagi
penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup, baik
sebagai lex lata maupun bagi pengaturan lebih lanjut (lex ferenda).
Setelah berlakunya hampir 17 tahun, dalam rangka kesadaran dan kehidupan masyarakat
dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang sedemikian rupa
sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu disempurnakan untuk mencapai
tujuan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (“Sustainable
development”), pemerintah mencabut Undang-undang Nomor 4 tahun 1982, dan menerbitkan
Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berlaku pada
tanggal 19 September 1997.

Ciri-Ciri Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang mampu melestarikan


lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.

1. Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan
kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak merusak
lingkungan.

3. Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama-
sama di setiap daerah, baik dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang
berbeda secara berkesinambungan.

4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok,


melindungi, serta mendukung sumber alam bagi kehidupan secara berkesinambungan.

5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memerhatikan kelestarian fungsi dan
kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini maupun masa yang
akan datang.

Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990), menggariskan kebijakan lingkungan


dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan sebagai berikut.
1. Menggiatkan kembali pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan
ekonomi, yang mempunyai kaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Indikator
untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari pendapatan per kapitanya.
Negara yang sedang berkembang pertumbuhan minimum dari pendapatan nasional adalah
5 % per tahun.

2. Mengubah kualitas pertumbuhan yang berhubungan dengan tindakan pelestarian sumber


daya alam, perbaikan pemerataan pendapatan, dan ketahanan terhadap berbagai krisis
ekonomi.

3. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, antara lain pangan, papan, sandang, energi, air, dan
sanitasi harus dapat memenuhi standar minimum bagi golongan ekonomi lemah.

4. Memastikan tercapainya jumlah penduduk yang berkelanjutan. Jumlah penduduk yang


mampu mendukung pembangunan berkelanjutan adalah penduduk yang stabil dan sesuai
dengan daya dukung lingkungannya. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (> 2% per
tahun), seperti yang terjadi di negara-negara sedang berkembang perlu ada penurunan
penduduk menuju tingkat pertumbuhan 0% (zero population growth).

5. Menjaga kelestarian dan meningkatkan sumber daya dengan penciptaan dan perluasan
lapangan kerja, pelestarian, dan penggunaan energi secara efisien, pencegahan pencemaran
(air dan udara) sedini mungkin.

6. Berorientasi pada teknologi dalam pengelolaan resiko, antara lain penciptaan inovasi
teknologi dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.

7. Menggabungkan kepentingan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan.


Misalnya, kebijakan efisiensi penggunaan energi dengan biaya produksi yang minimal
dapat menggunakan energi semaksimal mungkin.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.


Adapun tujuan dari adanya pembangunan berkelanjutan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengatasi segala bentuk kemiskinan di seluruh tempat.
2. Megakhiri kelapran,menggalakkan pertanian yang berkelanjutan mencapai ketahanan
pangan serta perbaikan nutrisi.
3. Memastikan pendidikan yang berkualitas yang layak dan inklusif serta mendorong
kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
4. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.
5. Menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
6. Menjamin asks air.
7. Memastikan akses pada energy yang terjangkau, bias di andalkan dan berkelanjutan serta
modern untuk semua.
8. Mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif, lapangan
pekerjaan yang layak untuk semua.
9. Membangun infrastuktur kuat, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan dan
mendorong inovasi.
10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antar Negara-negara.
11. Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat dam berkelanjutan.
12. Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13. Mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim dan dampaknya.
14. Mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim dan dampaknya.
15. Perlindungan daan penggunaan samudera, laut dan sumber daya kelautan secara
berkelanjutan.
16. Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan lahan menjadi gurun,
menghentikan dan merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan kepunahan
keanekaragaman hayati.
17. Mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif.

18. Menghidupkan kembali kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan.


Contoh Pembangunan Berkelanjutan.
Pembangunan Berkelanjutan memiliki tiga tiang utama, atau lebih dikenal tiga sektor
pembangunan. Ketiga tiang utama tersebut adalah sektor ekonomi, sektor sosial, dan sektor
lingkungan.

Contoh pembangunan berkelanjutan sejatinya ketiga sektor tersebut saling berhubungan satu
sama lain, pada halnya semakin sukses pembangunan sektor ekonomi maka sektor lain juga akan
mengalami kemajuan/progres yang serupa. Pembangunan harusnya berazaskan keseimbangan,
sebab tidak menutup kemungkinan peningkatan sektor ekonomi justru merusak sektor lingkungan
tersebut.

Kerusakan salah satu sektor tiang pembangunan berkelanjutan tentunya akan menjadi salah satu
faktor pemicu kegagalan pembangunan tersebut. Sehingga memanfaatkan lingkungan secara bijak
dan sekaligus menjaganya merupakan hal yang harus diprioritaskan.

Simbiosis parasitisme yang terjadi tentunya harus diminamilisir, sebab kekayaan sumber daya
alam memang bersifat terbatas. Padahal tanpa SDA yang memenuhi maka kesejahteraan sektor
ekonomi tentunya sulit untuk ditingkatkan. Namun tanpa mengeksploitasi SDA secara berlebihan
pada hakikatnya kesejahteraan ekonomi masih bisa dicapai, sehingga pemerintah menggalakkan
solusi pemberdayaan limbah menjadi produk yang siap pakai.

Hal ini tentunya akan mengatasi masalah kerusakan lingkungan sekitar akibat kegiatan ekonomi
yang dilakukan. Pembangunan berkelanjutan sejatinya juga harus didukung daya kreatifitas
masyarakat, sebab masyarakat (penduduk) merupakan sentra dari pembangunan berkelanjutan.
Masyarakat tidak hanya sebagai subyek (pelaku) tetapi juga sebagai obyek (tujuan).

Kegiatan pembangunan sendiri diharapkan mampu mengangkat kesejahteraan rakyat. Namun


upaya mensejahterakan rakyat juga harus diimbangi kerja keras masyarakat itu sendiri. Sehingga
apabila rakyat sejahtera maka pemerintah tersebut juga ikut sejahtera.
Contoh Kasus pembangunan berkelanjutan.

Pengelolaan Tambang Batubara Berkelanjutan (Studi Kasus: Kota Samarinda)


Pertambangan batubara di Indonesia telah berlangsung selama 40 tahun lebih, sejak
keluarnya UU No.11 tahun 1967 tentang pokok-pokok Pertambangan yang kemudian diganti
dengan UU Pertambangan Mineral dan Batu Bara Tahun 2009. UU ini telah menjadi landasan
eksploitasi sumberdaya mineral dan batu bara secara besar-besaran untuk mengejar pertumbuhan
ekonomi. Industri batubara Indonesia telah berkembang dengan pesat dalam waktu singkat. Dalam
hanya 10 tahun produksi telah berkembang dari sekitar 3 juta ton menjadi lebih dari 50 juta ton,
dan diharapkan dua kali lipat lagi dalam beberapa tahun mendatang. Sebagai akibatnya industri
batubara menghasilkan manfaat sosial dan ekonomiyang besar bagi Indonesiaseperti:lapangan
kerja bagi ribuan masyarakat Indonesia terutama di daerah yang kurang berkembang di daerah
seperti Kalimantan dan Sumatera dan jugaakan mendukung program pemerintah untuk
pengentasan kemiskinan . Namun kegiatan tersebut tidak hanya menguntungkan dari segi sosial
dan ekonomi tapi juga memberikan dampak negatif, terutama kerusakan lingkungan di daerah
penghasil tambang.
Di daerah penghasil barang tambang, lingkungan yang sehat dan bersih yang merupakan
hak asasi setiap orang menjadi barang langka. Bahkan daerah penghasil juga merasakan
ketidakadilan seperti kebutuhan energi akan listrik dari batubara masih kurang pasokannya.
Sementarabatu bara dikirim ke daerah lain untukmemenuhi kebutuhan energiterutama untuk
pembangkit listrik tenaga uap di Jawa. Disamping itu negara Indonesia ingin meningkatkan
pertumbuhan ekonominya dengan mendapatkan devisa sebesar-besarnya dari bahan tambang dan
migas maka tidak ada jalan lain, eksploitasi besar-besaran terutama barang tambang batubara pada
beberapa tahun ini semakin gencar. Hal ini membuat kondisi lingkungan di daerah penghasil
batubara semakin menurun bahkan makin kritis.
Salah satu daerah penghasil batubara adalah kota Samarinda. Kota Samarinda yang terletak
di daerah katulistiwa. Dengan kondisi topografi yang datar dan berbukit antara 10-200 meter diatas
permukaan laut. Dengan luas wilayah718 KM². Kota Samarinda berbatasan dengan Kabupaten
Kutai Kartanegara disebelah barat, timur, selatan dan utara yang merupakan penghasil batubara
terbesar kedua di Kalimantan Timur. Pada dasawarsa tahun 2000-an, perkembangan peningkatan
produksi batubara di Kota Samarinda semakin meningkat.Sehingga Samarinda juga dikenaldengan
sebutan kota tambangkarena hampir 38.814 ha (54%) dari total 71.823 ha luas kota
Samarindamerupakan areal tambang batubara. Pertambangan batubara yang sudah berproduksi
dengan rincian 38 KP (Kuasa Pertambangan) yang mendapat ijin dari wali kota samarinda dan 5
(lima) PKP2B2 (Perusahaan Pemegang Perjanjian Karya perjanjian usaha Pertambangan) dengan
izin pemerintah pusat. (kompas 30 mei 2009) yang belum beroperasi. Belum lagi ada puluhan
tambang-tambang illegal yang banyak dikelola pengusaha dan masyarakat. Bahkan sekarang
kegiatan pertambangan ini telah merambah kawasan lindung maupun perkotaan. Hal ini diketahui
setelah adanya bukti-bukti bahwa kawasan hutan raya bukit suharto telah dirambah pertambangan
batubara dan penambangan illegal yang dikenal dengan batubara karungan yang banyak terdapat
di kawasan perumahan-perumahan penduduk di kota Samarinda makin memperparah kondisi
lingkungan kota Samarinda.
Izin Investasi pertambangan batubara yang dikeluarkan begitu mudah, tentu dikawatirkan
akan mengabaikan tuntutan perlindungan lingkungan dan konflik yang disebabkan oleh kegiatan
pertambangan yang semata-mata berorintasi ekonomi, yaitu bagaimana memperoleh keuntungan
yang besar dari ekspoitasi, semantara aspek lingkungan dan sosial dipinggirkan. Pada hal
pertimbangan lingkungan, sosial dan ekonomi dalam aktivitas pertambangan harus menjadi satu
kesatuaan yang tidak terpisahkan.
Walaupun semenjak adanya pertambangan batubara ini peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) kota sangat terasa dan devisa negara semakin meningkat namun dampak
lingkungan dari kegiatan penambangan batubara yang semakin banyak tersebut juga cukup
meresahkan bagi masyarakat Samarinda. Dampak lingkungan ini antara lain adalah erosi dan
banjir dan pencemaran udara,air dan tanah. Indikator kerusakan lingkungan yang semakin parah
tersebut bisa dilihat dari DAS Sungai Karang Mumus yang semakin berkurang kawasan hutannya
akibat pembukaan pertambangan yangberakibat dampak dari erosi semakin tinggi mengakibatkan
sungai karang mumus semakin dangkal sehingga daya tampung airnya pun semakin berkurang.
Hampir kerap terjadi bila hujan dengan intensitas kecil -sedang bisa mengakibatkan beberapa
daerah tergenang oleh banjir. Bahkan data Selama tiga bulan terakhir saja sejak November dan
Desember 2008 serta Januari 2009--Samarinda lima kali didera banjir cukup besar menyebabkan
puluhan ribu warga menjadi korban akibat rumahnya terendam air antara 30 Cm sampai satu
meter., padahal awal tahun 90 – 2000, tiap tahun hanya1 - 2xbanjir melanda kota Samarinda.
Dampak perubahan iklim pun juga dirasakan pada saat ini, akibat konversi hutan menjadi
pertambangan menjadikan suhu kota Samarinda naik hampir 1,5 digit, Belum dampak turunan dari
banjir dan perubahan iklim tersebut yaitu banyak penyakit-penyakit seperti muntahber, ISPA,
Kulit dan lain-lain yang semakin sering diderita warga Samarinda.
Dan dampak yang dirasakan langsung oleh warga Samarinda akibat pertambangan
batubara ialah dampak polusi udara dari kegiatan konstruksi dan operasi serta banyaknya truk-truk
pengangkut batubara yang menggunakan jalan-jalan umum kota Samarinda, selain mengakibatkan
polusi juga menimbulkan kerusakan jalan.
Menyadari bahwa permasalahan kerusakan lingkungan hidup yang demikian kompleks,
diperlukan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan penanganan terpadu dengan melibatkan
stakeholders dan instansi teknis terkait bersama-sama untuk mencegah, menanggulangi dan
memulihkan kerusakan lingkungan tersebut.
Permasalahan pokoknya lainnya ialah, bagaimana mengolah dan mengelola SDA dengan
bijaksana agar sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang didasari oleh laporan Our
Common Future (Masa Depan Bersama) yang disiapkan oleh World Commision on Environment
and Development,1987)yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang
tanpa mengorbankan kemampuan generasi akan datang untuk mencukupi kebutuhan mereka.
Tindakan pengelolaan pertambangan batubara berkelanjutan yang tepat perlu dilaksanakan
dengan memperhitungkan :
1. Segi keterbatasan jumlah dan kualitas sumber batubara,
2. Lokasi pertambangan batubara serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan
masyarakat dan pembangunan daerah,
3. Daya dukung lingkungan dan
4. Dampak lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat akibat usaha pertambangan
batubara.

Dari skor keberlanjutannya, untuk dimensi sosial dan lingkungan masih dibawah skor
keberlanjutan, untuk dimensi ekonomi di atas skor keberlanjutan. Dilihat di lapangan, memang
dapat dikatakan dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan batubara sudah
sangat mengkuatirkan walaupun PAD dan ekonomi masyarakat sekitar tambang ada peningkata.
Namun bila diukur dari analisis prospektifnya dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertambangan
batubara lebih banyak merugikan baik materi maupun non materi masyarakat Samarinda
umumnya dari kerusakan lingkungan seperti banjir, polusi udara, air dan tanah.

Anda mungkin juga menyukai