Anda di halaman 1dari 18

Rumah sakit Ibu dan Anak

ARTHA MAHINRUS
KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA ARTHA MAHINRUS
NOMOR :………………………

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN STERILISASI


DIRSIA ARTHA MAHINRUS

DIREKTUR RSIA ARTHA MAHINRUS

Menimbang : a. Bahwa tersedianya peralatan dan bahan-bahan medis yang steril


dalam upaya mencegah dan mengendalikan infeksi di RSIA Artha
Mahinrus, perlu adanya Pelayanan Sterilisasi yang terpusat;
b. Bahwa agar proses sterilisasi peralatan medis dilakukan secara
terpusat di Unit Kamar Operasi RSIA Artha Mahinrus dapat
terlaksana dengan baik;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir
a dan b, perlu menetapkan Kebijakan Pelayanan Sterilisasi dengan
Keputusan Direktur RSIA Artha Mahinrus.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tertanggal


13 Oktober 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tertanggal
28 Oktober 2009 tentang Rumah Sakit;
3. PeraturanMenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 1045 /
MENKES / PER / XI / 2006 tertanggal 28 Nopember 2006 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen
Kesehatan.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1165A
/ MENKES / SK / X / 2004 tertanggal 15 Oktober 2004 tentang
Komisi Akreditasi Rumah Sakit;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
382/MENKES/2007 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
6. Keputusan Direktur RSIA Artha Mahinrus Nomor ......................
tentang Panitia PPI RSIA Artha Mahinrus.
7. Keputusan Direktur RSIA Artha Mahinrus Nomor ..........................
tentang Pedoman PPI RSIA Artha Mahinrus.

Jl. Pasar III No. 151 Medan Perjuangan Telp. (061) 80086111 / 80086404 / 800888892
Sumatera Utara 20237 email : rsiaarthamahinrus@gmail.com
MEMUTUSKAN

Menetapkan
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RSIA ARTHA MAHINRUS
TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN STERILISASI DI RSIA
ARTHA MAHINRUS.
Kedua : Sterilisasi di RSIA Artha Mahinrus diselenggarakan di Unit Kamar
Operasi.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan sterilisasi di Unit Kamar
Operasi dilaksanakan oleh Kepala Perawatan Unit Kamar Operasi.

Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila


dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Medan
Pada tanggal :
Direktur,

(dr. Roro Jenny Satyoputri, MARS)

KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RSIA ARTHA MAHINRUS

A. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI


1. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi
di Rumah Sakit, maka RSIA Artha Mahinrus melaksanakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
2. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi serta Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi. Komite PPI RSIA Artha Mahinrus bertanggung jawab langsung kepada
Direktur. Tim PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
3. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai
dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian
KesehatanRepublik Indonesia Tahun 2011.
4. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional di semua
unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
5. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka RSIA
Artha Mahinrus memiliki 1 orang IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)
paruh waktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi di lingkungan Direktorat Pelayanan, Direktorat Keperawatan dan Direktorat
Umum.
6. Dalam melaksanakan tugasnya, IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention and
Control Link Nurse) sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.

B. KEWASPADAAN STANDAR
a. Kewaspadaan Standar meliputi:
a. kebersihan tangan,
b. pemakaian alat pelindung diri,
c. disinfeksi dan sterilisasi,
d. penatalaksanaan limbah dan benda tajam,
e. pengendalian lingkungan,
f. praktik menyuntik yang aman,
g. kebersihan pernafasan/etika batuk,
h. praktek lumbal punksi,
i. perawatan peralatan pasien,
j. penatalaksanaan linen,
k. program kesehatan karyawan,
l. penempatan pasien.
2. Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area RS dengan
mengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai
Panduan PPI RSIA Artha Mahinrus.
C. KEBERSIHAN TANGAN
1. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
Seluruh lingkungan RSIA Artha Mahinrus.
2. Indikasi kebersihan tangan secara umum :
a. Sebelum : 1. Sebelum bersentuhan dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
b. Sesudah :
1. Sesudah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien
2. Sesudah bersentuhan dengan pasien
3. Sesudah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien
c. Diantara : Prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi
untuk menghindari kontaminasi silang
3. 4 Jenis kebersihan tangan .
a. Kebersihan tangan surgical
b. Kebersihan tangan Aseptik
c. Kebersihan tangan alkohol handrub
d. Kebersihan tangan Sosial
4. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan(WHO):
a. Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
b. Momen 2 : sebelum tindakan aseptik
c. Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
d. Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
e. Momen 5 : setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
5. 6 langkah kebersihan tangan:
a. Tuang sabun/larutan antiseptic dan ratakan dengan kedua telapak tangan
b. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
c. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
d. Punggung jari tangan kanan digosokkan pada telapak tangan kiri dengan jari sisi
dalam kedua tangan saling mengunci.
e. Ibu jari tangan kiri digosok berputar dalam genggaman tangan kanan dan
sebaliknya.
f. Gosok berputar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
6. Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) di
RSIA Artha Mahinrus, yaitu :
a. Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
b. Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine
gluconate solution B.P v/v 7,5% (setara dengan 1,5% b/v Chlorhexidinbe
Gluconate cetrimide B.P 115% v/v)
c. Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
d. Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik chlorhexidine
4 % (surgical).
7. Kebersihan tangan efektif :
a. Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien.
b. Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (staf klinis), semua
perhiasan yang ada (misalnya: cincin, gelang) harus dilepaskan selama bertugas
dan pada saat melakukan kebersihan tangan.
c. Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu
dan cat kuku.
d. Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air.
e. Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali
pakai.
f. Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat
kotor.
g. Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila
tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan.
h. Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai.
i. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan.
j. Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
k. Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.
8. Sediakan di setiap ruangan / bagian :
a. Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
1) Wastafel dengan air yang mengalir.
2) Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan 3) :
poli rawat jalan, kamar bayi, UGD (area non tindakan), ruang keperawatan,
unit penunjang medik (laboratorium klinik)
3) Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK
4) Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan
tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.
5) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasien di area
kritis (UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, kamar bedah), pada dinding
pintu dekat pintu masuk kamar pasien, meja trolly tindakan.
b. Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
1) Wastafel dengan air yang mengalir.
2) Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
3) Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3): sanitasi,
kamar cuci, kamar jenazah, CSSD.
4) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas /
pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area dimana
fasilitas kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia /
jauh letaknya.
9. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
a. Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan petugas klinis setiap 2
minggu sekali pada area ruang perawatan, UGD,Kamar Operasi, rawat jalan,
kamar bayi, VK, laboratorium.
b. Memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien (Momen
1 menurut WHO). Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci,
farmasi, dapur, PSRS, sanitasi) : sesuai indikasi kebersihan tangan secara umum.
c. Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun nonklinis
diharapkan > 30 % dari jumlah masing-masing profesi (Dokter, Perawat, dan
Gizi).
10. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakansalah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
11. Setiap petugas di RSIA Artha Mahinrus wajib mengikuti pelatihan kebersihan
tanganyang diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai
prosedurkebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
D. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
1. Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan kewaspadaan
standarditerapkan pada pasien rawat inap yang suspek atau telah ditentukan jenis
infeksinya,berdasarkan cara transmisi kontak, droplet atau airbone.
2. Tatalaksana administratifmeliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan penempatan
pasien, mempersingkatwaktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan paket
perlindungan petugas.
3. Tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien, penataan sistem ventilasi
(natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan penggunaan alat pelindung
diri.
4. Rumah Sakit menyediakan penghalang untuk pencegahan dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien, pengunjung, staf terhadap penyakit menular dan pasien yang
rentan terhadap infeksi nosokomial (imunosupressed)
5. Pasien dengan imunosupressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk selanjutnya
dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
6. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
7. kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
8. prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
9. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
10. mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
11. Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum
dengan menggunakan bahan desinfektan.
12. Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah
pasien yang tidak menular.
13. Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan
APD, kebersihan tangan, etika batuk.
14. Adanya pengaturan alur penyakit menular.

E. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)


1. PPI TB merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan
infeksi airbone.
2. PPITB dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko
transmisi penyakit TB, MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).
3. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi
oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dandiharuskan
memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2 minggu atau
batuk darah).
4. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan
diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene
respirasi dan diharuskan memakai masker bedah.
5. Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis segera
(maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehinggamengurangi
waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain
(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem kohortingdengan
lama perawatan maksimal 2 minggu.
7. Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran menggunakan
exhaust fan di poliklinik umum dan ruang isolasi untuk mengurangi penyebaran dan
menurunkan kadar penularan percik renik sehingga tidak menularkan orang lain.
8. Pasien rawat inap MDR TB ditempatkan di ruang isolasi airbone dengan
ventilasitekanan negatif dan petugas medis menggunakan masker N-95 dalam
melakukanpelayanan kesehatan terhadap pasien tersebut.
9. Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsepAII
(Airbone Infection Isolation) atau box khusus dengan pengaturan sistem ventilasi
(Well Ventilated Sputum Induction Booth).
10. Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan air
mengalir dan sabun atau dengan larutan handrus.
11. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu padakewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone) dan transmisi
melalui kontak.
12. Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sub Sumber Daya Manusia dan
Panitia K3RS.
13. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
14. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi
petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.

F. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


1. Perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Komite PPI RS bersama
K3 RS, Unit farmasi dan bagian logistik RS.
2. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik
sehingga tepat, efektif dan efisien.
3. APD sekali pakai disediakan melalui Unit farmasi.
4. Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
5. APD yang lain disediakan melalui unit K3 RS.
6. Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker N-95 untuk kesehatan.
7. Tim K3 RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai
bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.

G. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)


1. Surveilans infeksi rumah sakit dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection
Prevention Control Nurse) dan IPCLN (Infection Prevention Control Link Nurse)
untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksitarget sesuai
Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit endemis di rumah
sakit.
2. Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi
Daerah Operasi (IDO), Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko, Komplikasi
Pemasangan NGT dan Dekubitus Infeksi Rumah Sakit.
3. IPCN melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
berkoordinasi dengan Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa(KLB)
4. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.
5. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh Direktur RS berdasarkan pertimbangan
Komite PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui
surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat signifikan
selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu
waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian
risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara
sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Komite PPIRS.
6. Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur dan didisposisikan
kepada Wakil Direktur Pelayanan setiap bulan.
7. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (ILI, ISK, IDO,
Komplikasi NGT dan Dekubitus IRS) adalah sebagai salah satu tolak ukur
keberhasilan surveilans infeksi RS.

H. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


1. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan
danindikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi
mikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi tersebut bekerja sama dengan Komite Farmasi dan Terapi.
2. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
a. Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
b. Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
c. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
d. Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
e. Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
3. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang
ditimbulkan

I. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI


1. Sterilisasi alat/instrumen di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia,
melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan,
pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti
dengan pemantauan dan evalusi proses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi secara
terpusat melalui Unit Sterilisasi.
2. Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasidilakukan untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
dilakukan untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal.
3. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria memiliki
spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien. Unit
kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptik di
rumah sakit adalah Unit Farmasi.
4. Unit Sterilisasi bertanggung jawab menyusun panduan dan prosedur tetap,
mengkoordinasikan serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS.
5. Unit Sterilisasi memonitor pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit
menggunakan formulir.

J. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single use


yang di-reuse).
1. Alat Medis Sekali Pakai (AMSP) dapat digunakan kembali sesuai dengan
rekomendasi manufactur-nya.
2. AMSP dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi masih
efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman digunakan bagi
pasien.
b. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual
dan fungsi dari alat / bahan.
c. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu oleh Unit Sterilisasi.
d. AMSP yang non sterildilakukan pengawasan mutu denganmelihat secara visual
dan fungsi dari alat / bahan.
4. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh rumah sakit.
5. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di-reuse.
6. Adanya form daftar monitoring alat single use yang di-reuse.

K. PENGENDALIAN LINGKUNGAN RS
1. Pengendalian lingkungan rumah sakit meliputi penyehatan air, pengendalian serangga
dan binatang pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan higiene
sanitasi makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai,
pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbahpadat medis/non medis
2. Pengendalian lingkungan rumah sakit dikelola oleh Unit Sanitasi dan Unit
Pemeliharaan Rumah Sakit bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan
Komite PPI RS.
3. Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
a. Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
b. Wadah /container diberi alas kantong plastic dengan warna : kuning untuklimbah
infeksius & B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk limbah non medis /
domestika.
c. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
d. Kantong plastic tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
e. Wadah / container harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yangterlindungi binatang atau serangga.
f. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan
tahantusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
g. Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam “ Safety box “
h. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup. Pengangkutan
dilakukan 2 kali. Waktu pengangkutan limbah harus mempertimbangkan agar
sedemikian rupa sehingga tidak bersinggungan dengan transportasi makanan,
linen dan peralatan bersih.
i. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini RSIA Artha Mahinrus bekerjasama
dengan pihak ketiga.
j. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm.

4. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan bahan


desinfektan ,cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan telaah
panitia PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi.

L. PENGELOLAAN LINEN
1. Jenis linen di RSIA Artha Mahinrus dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor
infeksius, linen kotor non infeksius.
2. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen yang
berbeda,linen kotor dengan kantong linen berwarna hitam dan linen kotor infeksius
dengan kantong linen kuning.
3. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik kebersihan
tangan,penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi resiko selama bekerja.

M. PENGELOLAAN MAKANAN
1. Pengelolaan makanan di Unit Gizi dan Dapur rumah sakit memperhatikan standar
sanitasi makanan minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan
penjamah makanan.
2. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada pasien,
pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar prosedur pelayanan
Unit Gizi agat terhindar dari pencemaran dan penularan infeksi melalui makanan.
3. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu
penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
4. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari
prosespenyiapan bahan sa mpai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene
pribadiberupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di
bawah tanggung jawab Panitia K3 RS.
5. Petugas Unit Gizi dean Dapur harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan
berkala selama 6 (enam) bulan sekali

N. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN


INFEKSI RS
1. Pendidikan dan pelatihan PPIRS direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan
berkesinambungan oleh bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama
dengan Komite PPI RS untuk menjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS
(termasuk peserta didik dan karyawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan
program PPI RS , khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis
transmisi.
2. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPIRS.
3. Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberikan materi orientasi PPIRS.
4. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM
bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.
5. Seluruh staff dididik tentang pengelolaan infeksius.
6. Pendidikan tentang PPI untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat
orientasi pasien baru masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban
membuang sampah.

O. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI di RS


1. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap
kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
2. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus
mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .
3. Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk
Assesment (ICRA) Konstruksi.
4. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPI RS)
melakukanpengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian
pemeliharaan dan K3 RS.
5. Pihak pelaksana bekerjasama dengan unit PSRS melakukan edukasi kepada petugas,
pengunjung dan pasien berupa pemasangan rambu-rambu atau gambar di area
renovasi.
6. Setelah pekerjaan renovasi selesai, dilakukan analisisi dampak renovasi dan
konstruksi terhadap kualitas udara.
7. Unit PSRS bersama dengan Unit Sanitasi berkoordinasi melakukan pembersihan
menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan, termasuk dinding, langit-langit,
jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi sebelum ruangan digunakan.

P. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN


1. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
a. Peralatan kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalamjaringan
tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter intravena,
kateter jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
b. Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan
membrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan
namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
c. Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan
permukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai,
perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat
sedang sampai tingkat rendah.
2. Disinfeksi lingkungan rumah sakit
a. Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, troll didisenfeksi
dengan detergen netral\
b. Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan
dengandesinfektan tingkat menengah.
3. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis.
a. Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin.
b. Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan:
Lysol 1:100 (permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam)..
c. Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabunPH
netral.
4. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh menggunakan
disinfektan Chlorine 0.5%

Cairan desinfektan yang digunakan di RSIA Artha Mahinrus


NO NAMA KOMPOSISI PENGGUNAAN
1 Alkohol Antiseptik 70% Ethyl Alkohol 70%, Bit G, Antiseptik kulit
Benzalkonium Chloride 0,05
%
2 Alkohol Swab Ethyl Alkohol 70% Atiseptik sebelum injeksi,
desinfektan pada permukaan alat
kesehatan non invasive
3 Aseptic Gel (HAndrub) Ethyl Alkohol 70% Antiseptik kulit kebersihan
tangan
4 Byclin Chlorin Disinfektan tumpahan
darah dan cairan tubuh
lainnya, penggunaan di kamar
bersalin.
5 First Aid Chlorhexedine Gluconate Antiseptik penggunaan umum,
Solution B.P 7,5% v/v setara desinfeksi alat dan perlengkapan
dengan 1,5% b/v rumah sakit, desinfeksi luka
Chlorhexidine Gluconate biasa dan luka bakar
cetrimide B.P 15% v/v
6 Gluteraldehyde 3.4% Steranios 2%, Stabimed High level desinfektan
7 Povidone Iodine 7.5% Povidone Iodine Antiseptik kulit dan luka
operasi
8 Lysol Ethanol Low level Disinfeksi
9 Presept Troclosone Sodium 50% Desinfektan tumpahan
(NaDC) darah dan cairan tubuh
lainnya, desinfeksi linen
infeksius, desinfeksi lingkungan
pasien

Q. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


1. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegahkontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi.
2. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara yang
dapat menjaga syarat aseptik.
3. Multi dose vial digunakan
a. Hanya digunakan untuk satu orang pasien
b. Setiap mengakses vial multi dose harus menggunakan jarum dan spuit yang steril
c. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali vial
tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu.
d. Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama kali
vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
4. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama sama
untuk beberapa pasien.
5. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak
dapatdigunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
6. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus menggunakan
jarum baru.

R. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN, KELUARGA


dan PENGUNJUNG.
1. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
2. Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
3. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSIA Artha Mahinrus
dikoordinir oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawatinap.
4. Masing-masing dari tenaga kesehatan (dokter, perawat, ,Farmasi dll) maupun non
kesehatan (pekarya, petugas kebersihan, dll) pasien, keluarga dan pengunjung turut
ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
5. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RSIA Artha Mahinrus harus
mentaati peraturan yang ada di RSIA Artha Mahinrus sesuai dengan peraturan tata
tertib pasien.
6. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Pekarya,dll) bila
tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan
lingkungan pasien.
7. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab pasien,
keluarga dan pengunjung.
8. Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
9. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakanfasilitas
wastafel,tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap),
masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.
S. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
1. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, RSIA Artha Mahinrus
perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
2. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di
rumahsakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk
mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
3. Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari
surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dantindak lanjut,
dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit dan bahan
komunikasi dengan bagian yang terkait.
4. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
pertimbangan Komite PPI RSIA Artha Mahinrus pada hasil evaluasi epidemiologik
kecenderungan peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-
turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB.
5. Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh
unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas
Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara
intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut.
6. Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS bersamaIPCN/IPCO
melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya KLB, meliputi:
a. Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur Surveilans Infeksi
Rumah Sakit
b. Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter yang bertanggung
jawab menangani pasien, untuk melakukan verifikasi diagnosis infeksi rumah
sakit, penegakan diagnosis IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain
itu juga dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan, cara
penularan dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek lain yang diperlukan
untuk penanggulangan atau memutuskan rantai penularan.
c. Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
1) Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
2) Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka sumber infeksi
untukdibiakkan dan antibiogram.
3) Pemasangan label di tempat penampungan bahan pemeriksaan laboratorium
pasien penyakit menular. Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular”
d. Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk memberikan
klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan KLB, misalnya pelaksanaan
Prosedur Tetap secara benar.
7. Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB, maka Komite PPIRS
menetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan kepada Direktur.
8. Untuk menanggulangi KLB Komite PPIRS berkoordinasi dengan Direktorat
Pelayanan Medik, Panitia K3 RS, Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, Sterilisasi, Kamar
Cuci dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
9. Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan infeksi yang
telah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
10. Agar KLB IRS tidak meluas, Komite PPI bersama IPCLN dan perawat ruangan
melakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan cara:
a. Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci tangan yang
benardan tepat.
b. Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan APD lain
sesuaiindikasi.
c. Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
d. Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan pasien yang
sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan staf yang akan
memberikanpenanganan (dipisahkan dengan staf lainnya)
e. Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur Utama untuk mengisolasi
ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang dianggap tercemar
olehinfeksi.
f. Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
g. Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
11. Komite PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang telah
diambil terhadap data atau informasi KLB.
12. Komite PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB berhasil diatasi.
13. Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
14. Komite PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang tidak
ditemukan kasus baru.

T. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN


RUMAH SAKIT
1. Swab dan pemeriksaan kultur dilakukan pada:
a. Area kritis (zona risiko tinggi dan sangat tinggi) sebanyak 2 kali dalam setahun.
b. Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c. Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
2. Pemeriksaan kultur dilakukan pada pasien yang menderita ILO.

U. PENANGANAN PASIEN IMMUNOSUPPRESED


1. Penanganan pasien immunocopromised hanya melakukan kestabilisasi keadaan
umum, bila sudah stabil rumah sakit merujuk ke fasilitas kesehatan yang lain.
2. RSIA Artha Mahinrus tidak melakukan perawatan pasien imuncompromised.
3. Apabila terdapat pasien imunocompromised, maka pasien akan menjalani stabilisasi
keadaan umum kemudian dirujuk kefasilitas kesehatan yang lainnya.

W. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RUANG NIFAS DAN


KAMAR BAYI
1. RSIA Artha Mahinrus menyelenggarakan sistem rawat gabung antara bayi baru lahir
yang sehat dan ibu di ruang nifas.
2. Pengelolaan kebersihan ruangan dan lingkungan di ruang nifas adalah dengan
melakukan pengepelan setiap dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun
netral dan pembongkaran ruangan sekali dalam seminggu.
3. Untuk bayi yang menjalani terapi sinar karena hiperbilirubinemia, RSIA Artha
Mahinrus menyediakan kamar bayi tersendiri. Pengelolaan kamar bayi tersendiri
adalah sebagai berikut:
a. Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun netral.
b. Ruangan dibongkar satu kali dalam seminggu.
c. AC dibersihkan setiap satu bulan sekali.
d. Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali.
e. Suhu dan kelembaban untuk kamar bayi sakit : 22 – 24 °C & 35 – 60 %.
4. Pembersihan peralatan seperti tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo
terapi, dibersihkan setiap hari dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih.
5. Bak mandi dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari.
6. Persyaratan petugas dan penunggu di kamar bayi:
a. Petugas:
1) Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi
susu bayi, dari toilet, dll
2) Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis &
Varicella.
3) Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
4) Perawat yang merawat bayi sehat tidakboleh merawat bayi sakit.
5) Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi
saatmemberi susu bayi.
6) Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.

b. Ibu yang menyusui di kamar bayi


1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
2) Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi.

7. Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.


8. Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi dengan
riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
9. Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat.
10. Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup
dengan kassa.
11. Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat diberi
susu.
12. Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempatyang
sudah disediakan.

X. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN


1. Pencegahan standar.
a. Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua
proseduryang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk juga
kebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
b. Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
c. Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang
kedalam sharp container yang telah tersedia.
d. Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarna
kuning.
e. Staf yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harus
menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan
sarungtangan saat menangani persalinan.
f. Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program vaccinasi
Hepatitis B.
g. Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang
kedalam kantong plastik kuning.
2. Persyaratan bekerja di kamar bersalin
a. Petugas kamar bersalin
1) Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
2) Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron, topi)
sebelum menolong persalinan.
3) Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
4) Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
b. Pasien
1) Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan.
2) Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
3) Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)
c. Bayi
1) Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD
lengkap.
2) Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
3) Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol70%/povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
4) Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat.
3. Prosedur pembersihan lingkungan dan peralatan:
a. Ruangan
1) Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.
2) Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.
3) Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan
menggunakan desinfektan chlorine.
4) Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan
deterjen netral setiap selesai digunakan.
b. Alat dan linen
1) Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkannoda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke
Unit Sterilisasi.
2) Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan
lihat tanggal kadaluarsa.
3) Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya sesuai
dengan keperluaan saat itu.
4) Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena
darah.
5) Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
6) Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke
dalamkantong plastik warna kuning.
4. Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah–
Hepatitis B, C dan HIV.
a. Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena
ibunya positif terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah
yang harus dilakukan:
1) Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
2) Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi
janin maupunibu yang tidak perlu.
3) Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu
dibersihkan.
4) Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk
imnunisasi terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
5) Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hati-hati sehingga semua
darah menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang
diplastik warna kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung
protein terangkat. Segera setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa
ditangani dengan normal, tidak perlu diambil tindakan pengisolasian.
6) Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.
Y. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR OPERASI
1. Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien,
petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
2. PPI di Kamar Bedah meliputi :
a. Kebersihan Tangan
1) Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau
handrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar bedah oleh
setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan kebersihan tangan di
RSIA Artha Mahinrus.
2) Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar operasi
berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib dilaksanakan (standar
WHO) dan enam langkah prosedur.
3) Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %, dengan enam
langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.
b. Alat Pelindung Diri (APD)
1) Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan.
2) Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan.
3) Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah,
cairan tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit
yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
4) Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.
5) Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti dengan masker
baru pada saat akan operasi berikutnya.
6) Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril.
7) Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi.
8) Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungni kulit dari kontaminasi
dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan /merawat pasien yang
memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuh pasien.
9) Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan diganti setiap
kali selesai operasi.
10) Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak berlubang.
c. Penanganan peralatan perawatan pasien
1) Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat
dipergunakandan dilakukan oleh petugas terlatih.
2) Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan yang digunakan pada penderita
TB yang dioperasi digunakan alat yang sekali pakai.
d. Pembersihan lingkungan
1) Menggunakan cairan desinfektan untuk RS sesuai dengan pedoman RS.
2) Tempat tidur/kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan menggunakan
clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit.
3) Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning,
benda tajam masuk ke dalam box safety, sampah umum/rumah tangga (non
infeksi) dibuang di TPA.
4) Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuai
SPO.
e. Pasien
1) Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
2) Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
3) Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum
operasi dengan menggunakan clipper bukan razor.
4) Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum, selama
pasien dan sesudah pasien operasi.
5) Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung masuk
kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan kamar operasi.
Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien dipindah ke kamar
operasi
6) Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /
ruanganastesi, tidak boleh diruangan pemulihan.
f. Petugas
1) Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar operasi.
2) Memberikan motivasi kepada petugas.
3) Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
4) Tidak berkuku panjang dan memakai kutek.
5) Petugas yang sakit menular dilarang untuk bekerja di kamar operasi.

Z. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


1. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun
eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik/bukti
ilmiah yang diakui).
2. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking
eksternal).
3. Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakitlokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yangterbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
4. Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secaratertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporansurveilans tahunan (benchmarking eksternal).
5. Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan
dalam rapat Komite PPIRS setiap 3 bulan sekali.

AA. INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT (ICRA) PPI


1. Setiap Unit dilakukan ICRA PPI.
2. ICRA didasarkan pada management risiko.
3. Dilakukan analisis ICRA PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
4. Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPI RSIA Artha
Mahinrus.
5. ICRA PPI juga terkait kejadian KLB

Anda mungkin juga menyukai