NOMOR 217/KEP-DIR/RSHSkb/XII/2013
TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGEDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT HERMINA SUKABUMI
Menimbang :
a. bahwa dalam mendukung pelayanan Rumah Sakit yang bermutu dan
menjunjung keselamatan pasien maka Rumah Sakit perlu
menjalankan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi;
b. bahwa program pencegahan dan Pengendalian Infeksi melakukan
pelaksanaan Kewaspadaan standar (standard precaution);
c. bahwa pencegahan pengendalian infeksi melakukan pelaksanaan
surveilans;
d. bahwa pencegahan pengendalian infeksi melakukan koordinasi
kerja dalam pengelolaan lingkungan Rumah Sakit;
e. bahwa untuk memayungi kegiatan PPI diperlukan adanya kebijakan
tersendiri;
Mengingat :
1. UU Republik Indonesia No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
2. UU Republik Indonesia No 29 Thn 2004 ttg Praktik Kedokteran.
3. UU Republik Indonesia No 36 Thn 2009 ttg Kesehatan.
4. UU Republik Indonesia No 44 Thn 2009 ttg Rumah Sakit.
5. PP No 32 Thn 1996 ttg Tenaga Kesehatan.
6. Permenkes No 1171 Thn 2011 ttg Sistem Informasi Rumah Sakit.
7. Kepmenkes No 1204 Thn 2004 ttg Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
8. Kepmenkes No 382 Thn 2007 ttg Pedoman Pencegahan dan Pen-
gendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya.
9. Kepmenkes No 129 Thn 2008 ttg Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
10. Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya (Edisi Ketiga
Thn 2011 ( KEMENKES Republik Indonesia bekerjasama dengan
PERDALIN).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Ditetapkan di Sukabumi
Pada tanggal 23 Desember 2013
DIREKTUR
ITA ROSWITA
LAMPIRAN NO.217/KEP-DIR/RSHSkb/XII/2013 TENTANG KEBIJAKAN
PENCEGAHANDAN PENGEDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT HERMINA SUKABUMI
KEBIJAKAN
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
A. Kebijakan Umum
1. Rumah sakit menetapkan program pencegahan dan pengendalian infeksi.
2. Rumah sakit menetapkan tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang terdiri dari IPCO,
IPCN, dan anggota tim
3. Direktur dan manajemen memberikan dukungan berupa tersedianya fasuilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan demi terlaksananya program penceghan dan
pengendalian infeksi.
B. Kebijakan Khusus
1. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilaksanakan oleh seluruh karyawan rumah sakit, pasien, pengunjung
dan dokter.
b. Pada saat melakukan kebersihan tangan tidak ada perhiasan yang menempel ditangan
( gelang, jam, cincin ) tidak boleh menggunakan cat kuku dan kuku palsu.
c. Bila terlihat jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung
protein tangan harus dicuci dengan sabun dan air yang mengalir kemudian keringkan
dengan tisue sekali pakai.
d. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, gunakan antiseptik berbasis
alkohol untuk dekontaminasi tangan secara rutin.
e. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.
f. Mencuci tangan bedah sebelum melakukan prosedur bedah.
g. Petugas yang memiliki Dermatitis atau luka terbuka pada bagian tangan tidak boleh
melakukan cuci tangan bedah.
h. Cuci tangan dilakukan 6 langkah mengadaptasi dari Pedoman Hand Hygiene WHO
i. Cuci tangan dilakukan pada 5 momen mencuci tangan :
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
j. Cuci tangan menggunakan sabun dan air, dan handrub yang tersedia di area rumah
sakit
k. Melakukan cuci tangan bedah sebelum melakukan prosedur tindakan bedah.
2. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
a. Jenis APD yang digunakan antara lain : tutup kepala, google, face mask, masker bedah,
masker bondit (kertas), masker kain, apron, schort, handscoen bersih, handscoen steril,
handscoen panjang steril, sarung tangan rumah tangga, sandal, sepatu boot.
b. Alat pelindung diri digunakan oleh petugas sebagai pembatas fisik yang secara langsung
kontak dengan cairan tubuh dan jaringan tubuh pasien yang tidak utuh.
c. Gunakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
d. Gunakan dan atau lepas APD dengan hati hati jangan menyebarkan kontaminasi.
e. Jenis APD yang digunakan sesuai dengan ketentuan di instalasi masing-masing.
f. Area rumah sakit yang wajib menggunakan APD antara lain : Kamar Bersalin, Kamar
operasi, Perinatologi, KBBL, Radiologi, Pantry, Laundry, TPS, R. Isolasi.
g. Alat pelindung diri dikelola sesuai dengan jenisnya.
h. Alat Pelindung Diri segera dilepas segera mungkin setelah melayani pasien dan buang
APD bekas ke tempat infeksius.
4. PELAKSANAAN SURVEILANS
a. Surveilans Infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus mene-
rus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
b. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh IPCN dibantu oleh IPCLN meliputi pemantauan
infeksi dan monitoring kegiatan ( Phlebitis, Dekubitus, Infeksi Saluran Kemih, sepsis /
Infeksi Aliran Darah Primer, Ventilator Associated Pneumoniae, Hospital Acquired
Pneumoniae, Infeksi Daerah Operasi, kepatuhan cuci tangan dan pemakaian APD di
instalasi ).
c. Surveilans dilakukan secara terus menerus dan dilaporkan setiap bulan kepada Direktur.
Setiap akhir tahun dilakukan pengkajian risiko infeksi / Infection Control Risk
Assessment ( ICRA ).
d. Hasil surveilans kepatuhan cuci tangan dan angka infeksi dikoordinasikan dengan tim
mutu RS.
9. PELAYANAN JENAZAH
a. Kegiatan merapikan jenazah dilakukan di unit / tempat pasien meninggal.
b. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien
yang meninggal akibat penyakit menular.
c. Jenazah diobservasi selama 30 menit di ruang perawatan sebelum dibawa ke Ruang
Transit Jenazah.
d. Rumah Sakit Hermina Sukabumi tidak melakukan pemulasaraan tetapi hanya untuk
transit jenazah, maksimal selama 2 jam.
e. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien meninggal
dalam masa penularan.
f. Selesai dipakai, brankar segera dibersihkan dengan menggunakan cairan desinfektan
Teralin.
13. DEMOLITION
A. Saat melakukan pembongkaran harus memperhatikan hal hal sebagai berikut :
1) Jenis kegiatan pembongkaran
2) Standar kualitas udara di rumah sakit
3) Potensi bahaya infeksi di rumah sakit
4) Persyaratan utilitas
5) Standar kebisingan
6) Kedaruratan
B. Bila dilakukan renovasi bangunan maka :
1) Dilakukan lokalisir area proyek pembangunan, menutup semua akses atau celah
debu bangunan rumah sakit yang berdekatan dengan lokasi proyek pembangunan
untuk mencegah penyebaran debu, gas dan partikel lainnya yang menyebar
keruangan lain dilingkungan rumah sakit.
2) Dilakukan pengkajian infeksi terhadap dampak pembangunan terhadap rumah
sakit (ICRA) dan dilakukan evaluasi dalam setahun terhadap kemungkinan infeksi
yang ditimbulkan.
3) Dilakukan pemeriksaan kultur udara di ruangan yang berdekatan dengan lokasi
pembangunan sebelum dan sesudah pembongkaran.
15. ISOLASI
a. Rumah Sakit menyediakan pencegahan/barrier precaution dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi
pasien immunosupressed dari infeksi, serta arus pasien dalam jumlah besar dengan
infeksi (penyakit emerging / re-emerging) dan kejadian luar biasa (outbreak)
b. Pasien yang sudah diketahui atau diduga infeksi menular harus diisolasi sesuai
kebijakan dan panduan yang sudah ditentukan :
1) Penempatan pasien dengan infeksi airborne adalah di ruangan bertekanan negatif
(tekanan negatif adalah ruangan yang menghasilkan aliran udara masuk ke
ruangan dan mengalirkan udara ke udara terbuka melalui sistem pembuangan
udara keluar menggunakan Exhaust Fan).
2) Penempatan pasien dengan infeksi yang menular melalui kontak atau droplet
adalah di ruangan tersendiri/terpisah ( kamar isolasi ).
3) Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat tersendiri atau bersama pasien
dengan penyakit yang sama tetapi tidak dengan infeksi lain (cohorting).
4) Bila pasien infeksi menular melalui droplet atau airborne, harus keluar kamar atau
ditransportasi, maka pasien harus menggunakan masker.
5) Pasien yang sudah diketahui atau diduga immunocompromised harus diisolasi
sesuai kebijakan dan pedoman yang sudah ditentukan :
Penempatan pasien immunocompromised adalah di ruangan isolasi
Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat dengan penyakit yang sama
tetapi tidak dengan infeksi lain (cohorting)
6) Ruang isolasi Rumah Sakit Hermina Sukabumi
a. Pasien yang terdiagnosa atau diduga menularkan kuman penyakit dilakukan
penanganan dan perawatan sesuai transmisi penyakit ( isolasi ).
b. Pasien yang dinyatakan immunocompromised tidak boleh dirawat bersama
dengan pasien yang penularan penyakitnya melalui udara.
c. Kamar isolasi memiliki aliran udara yang dikeluarkan keudara bebas
menggunakan exhaust fan.
d. Modifikasi ruangan isolasi dapat menggunakan air conditiomer ( AC ),
exhaust fan dan jendela yang akses langsung keudara bebas.
e. Cara penularan penyakit yang berbeda ( airnone, droplet, kontak ) tidak boleh
ditempatkan dalam satu ruang isolasi.
f. Jika tidak memiliki ruangan isolasi maka pasien ditempatkan dalam satu
ruangan dengan diagnosa yang sama ( cohorting ).
g. Rumah Sakit Hermina Sukabumi tidak melakukan skrining MRSA. Pasien
rawat inap yang hasil kultur MRSA positif akan ditindaklanjuti sesuai
prosedur penatalaksanaan pasien infeksi menular melalui kontak.
Ditetapkan di Sukabumi
Pada tanggal 23 Desember 2013
DIREKTUR
ITA ROSWITA