Anda di halaman 1dari 13

KEPUTUSAN DIREKTUR

NOMOR 217/KEP-DIR/RSHSkb/XII/2013

TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGEDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT HERMINA SUKABUMI

DIREKTUR RUMAH SAKIT HERMINA SUKABUMI

Menimbang :
a. bahwa dalam mendukung pelayanan Rumah Sakit yang bermutu dan
menjunjung keselamatan pasien maka Rumah Sakit perlu
menjalankan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi;
b. bahwa program pencegahan dan Pengendalian Infeksi melakukan
pelaksanaan Kewaspadaan standar (standard precaution);
c. bahwa pencegahan pengendalian infeksi melakukan pelaksanaan
surveilans;
d. bahwa pencegahan pengendalian infeksi melakukan koordinasi
kerja dalam pengelolaan lingkungan Rumah Sakit;
e. bahwa untuk memayungi kegiatan PPI diperlukan adanya kebijakan
tersendiri;
Mengingat :
1. UU Republik Indonesia No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
2. UU Republik Indonesia No 29 Thn 2004 ttg Praktik Kedokteran.
3. UU Republik Indonesia No 36 Thn 2009 ttg Kesehatan.
4. UU Republik Indonesia No 44 Thn 2009 ttg Rumah Sakit.
5. PP No 32 Thn 1996 ttg Tenaga Kesehatan.
6. Permenkes No 1171 Thn 2011 ttg Sistem Informasi Rumah Sakit.
7. Kepmenkes No 1204 Thn 2004 ttg Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
8. Kepmenkes No 382 Thn 2007 ttg Pedoman Pencegahan dan Pen-
gendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya.
9. Kepmenkes No 129 Thn 2008 ttg Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.
10. Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya (Edisi Ketiga
Thn 2011 ( KEMENKES Republik Indonesia bekerjasama dengan
PERDALIN).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI


RUMAH SAKIT HERMINA SUKABUMI
KEDUA : Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, sebagai mana terlampir
dalam keputusan ini.
KETIGA : Kebijakan ini akan dievaluasi secara berkala sekurang-kurangnya satu kali
dalam tiga tahun.
KEEMPAT : Surat Keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Sukabumi
Pada tanggal 23 Desember 2013
DIREKTUR

ITA ROSWITA
LAMPIRAN NO.217/KEP-DIR/RSHSkb/XII/2013 TENTANG KEBIJAKAN
PENCEGAHANDAN PENGEDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT HERMINA SUKABUMI

KEBIJAKAN
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT

A. Kebijakan Umum
1. Rumah sakit menetapkan program pencegahan dan pengendalian infeksi.
2. Rumah sakit menetapkan tim pencegahan dan pengendalian infeksi yang terdiri dari IPCO,
IPCN, dan anggota tim
3. Direktur dan manajemen memberikan dukungan berupa tersedianya fasuilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan demi terlaksananya program penceghan dan
pengendalian infeksi.
B. Kebijakan Khusus

1. KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilaksanakan oleh seluruh karyawan rumah sakit, pasien, pengunjung
dan dokter.
b. Pada saat melakukan kebersihan tangan tidak ada perhiasan yang menempel ditangan
( gelang, jam, cincin ) tidak boleh menggunakan cat kuku dan kuku palsu.
c. Bila terlihat jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung
protein tangan harus dicuci dengan sabun dan air yang mengalir kemudian keringkan
dengan tisue sekali pakai.
d. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, gunakan antiseptik berbasis
alkohol untuk dekontaminasi tangan secara rutin.
e. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.
f. Mencuci tangan bedah sebelum melakukan prosedur bedah.
g. Petugas yang memiliki Dermatitis atau luka terbuka pada bagian tangan tidak boleh
melakukan cuci tangan bedah.
h. Cuci tangan dilakukan 6 langkah mengadaptasi dari Pedoman Hand Hygiene WHO
i. Cuci tangan dilakukan pada 5 momen mencuci tangan :
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum melakukan tindakan aseptik
3. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
j. Cuci tangan menggunakan sabun dan air, dan handrub yang tersedia di area rumah
sakit
k. Melakukan cuci tangan bedah sebelum melakukan prosedur tindakan bedah.
2. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
a. Jenis APD yang digunakan antara lain : tutup kepala, google, face mask, masker bedah,
masker bondit (kertas), masker kain, apron, schort, handscoen bersih, handscoen steril,
handscoen panjang steril, sarung tangan rumah tangga, sandal, sepatu boot.
b. Alat pelindung diri digunakan oleh petugas sebagai pembatas fisik yang secara langsung
kontak dengan cairan tubuh dan jaringan tubuh pasien yang tidak utuh.
c. Gunakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
d. Gunakan dan atau lepas APD dengan hati hati jangan menyebarkan kontaminasi.
e. Jenis APD yang digunakan sesuai dengan ketentuan di instalasi masing-masing.
f. Area rumah sakit yang wajib menggunakan APD antara lain : Kamar Bersalin, Kamar
operasi, Perinatologi, KBBL, Radiologi, Pantry, Laundry, TPS, R. Isolasi.
g. Alat pelindung diri dikelola sesuai dengan jenisnya.
h. Alat Pelindung Diri segera dilepas segera mungkin setelah melayani pasien dan buang
APD bekas ke tempat infeksius.

3. TINDAKAN INVASIF, TEKNIK ASEPTIK, KETERSEDIAAN DAN


PENGGUNAAN DESINFEKTAN DAN ANTISEPTIK
a. Setiap akan melakukan tindakan invasif petugas wajib melakukan teknik aseptik.
b. Rumah sakit memfasilitasi tersedianya cairan antiseptik dan cairan desinfektan.
c. Antiseptik merupakan zat kimia yang digunakan pada permukaan kulit dan membran
mukosa untuk membunuh mikroorganisme, contoh : alkohol, betadin, handrub dll.
d. Desinfektan merupakan zat kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dan
kolonisasi pada benda mati, contoh : cairan enzimatik ( anyosim, teralin, klorin dll )
e. Teknik aseptik harus memperhatikan teknik sterilisasi.
f. Teknik penyuntikan yang aman adalah teknik penyuntikan dimana tidak diperbolehkan
menekuk, mematahkan atau menyarungkan kembali (recapping) jarum suntik.
g. Tindakan Lumbal Punksi atau insersi kateter atau injeksi suatu obat ke dalam area spinal
/ epidural dilakukan dengan menggunakan APD seperti masker, sarung tangan.
h. Apabila ada petugas yang tertusuk benda tajam / jarum bekas pakai, akan dilakukan
pemeriksaan status HBV, HCV dan HIV pada petugas dan pasien, dan apabila diperlukan,
diberikan tindakan pencegahan.
i. Penggunaan antiseptik, desinfektan sesuai dengan ketentuan di instalasi masing-masing.
1) Ruangan yang menggunakan antiseptik yang mengandung chlorhexidine : IGD, OK,
VK, Perina (ICU), KBBL, Laboratorium.
2) Ruangan yang menggunakan handrub antara lain : IGD, Rawat Jalan, Rawat Inap,
OK, Perina /ICU, KBBL, Laboratorium.
3) Ruangan yang menggunakan handsoap antara lain : IGD, Rawat Jalan, Rawat Inap,
Farmasi, Radiologi, Fisioterapi, Laundry, Dapur/ pantry.
4) Desinfektan yang digunakan antara lain : Betadine, Alkohol 70%, Aniosim DD1,
Glutaraldehide, Teralin.

4. PELAKSANAAN SURVEILANS
a. Surveilans Infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus mene-
rus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
b. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh IPCN dibantu oleh IPCLN meliputi pemantauan
infeksi dan monitoring kegiatan ( Phlebitis, Dekubitus, Infeksi Saluran Kemih, sepsis /
Infeksi Aliran Darah Primer, Ventilator Associated Pneumoniae, Hospital Acquired
Pneumoniae, Infeksi Daerah Operasi, kepatuhan cuci tangan dan pemakaian APD di
instalasi ).
c. Surveilans dilakukan secara terus menerus dan dilaporkan setiap bulan kepada Direktur.
Setiap akhir tahun dilakukan pengkajian risiko infeksi / Infection Control Risk
Assessment ( ICRA ).
d. Hasil surveilans kepatuhan cuci tangan dan angka infeksi dikoordinasikan dengan tim
mutu RS.

5. PELAYANAN, PENGELOLAAN, DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN ALAT


KESEHATAN YANG DISTERILISASI
a. Pelaksana
b. Pelayanan sterilisasi dibawah tanggung jawab kepala Pelayanan Sterilisasi
c. Proses
1. Proses sterilisasi masih dilakukan di satu ruangan pelayanan sterilisasi dalam instalasi
ruang operasi.
2. Metode sterilisiasi menggunakan autoclave, sterilisasi kering dan zat kimia.
3. Bedakan alat pembawa barang ( container box ) yang belum steril dan barang yang
sudah steril dari instalasi ke unit sterilisasi, dengan memberikan perbedaan warna.
Warna merah untuk membawa barang yang belum steril dan warna hijau untuk
membawa barang yang sudah steril.
4. Untuk membedakan alur linen / alat kotor dan linen / alat bersih maka digunakan
lampu hijau dan merah.
a) Jika lampu hijau menyala artinya linen / alat bersih sedang masuk ke ruang
pelayanan sterilisasi, dan linen / alat kotor tidak boleh masuk. Jika lampu merah
menyala artinya linen / alat kotor sedang masuk ke ruang pelayanan sterilisasi,
dan linen / alat bersih tidak boleh masuk.
b) Semua alat kesehatan yang akan disterilkan harus melalui proses dekontaminasi,
pencucian dan pengemasan.
c) Proses dekontaminasi, pencucian dan pengemasan alat kesehatan dilakukan di
instalasi masing masing.
d) Distribusi dan penyimpanan alat kesehatan dilakukan di instalasi masing-masing.
e) Kegiatan pelayanan sterilisasi meliputi kegiatan : perencanaan, pengadaan,
pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan dan
penyalurannya.
d. Alat dan bahan
1. Alat yang digunakan dalam proses sterilisasi antara lain autoclave, sterilisator kering
dan zat kimia.
e. Bahan
1. Dekontaminasi dilakukan menggunakan cairan anios DD1 dan cidex.
2. Sterilisasi menggunakan formalin tablet dan cidex.
f. Penyimpanan barang yang sudah disterilkan
Distribusi dan penyimpanan alat kesehatan dilakukan di instalasi masing-masing
g. Mutu sterilisasi
1. Mutu sterilisasi alat dapat dilihat dengan adanya perubahan indikator tape
a. Pemantauan mutu sterilisasi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kultur
swab, dilaporkan oleh IPCO setiap 3 bulan kepada direktur melalui wakil direktur
medis.
b. Pemeriksaan kultur swab meliputi udara, alat dan linen, air dan makanan.

6. SINGLE USE YANG DI REUSE


a. Alat steril sekali pakai ( single use ) adalah barang / alat kesehatan yang disediakan dan
diproduksi untuk sekali pakai atau habis digunakan sekali pakai dalam satu kemasan.
b. Alat sekali pakai yang dapat dipakai ulang harus melalui proses : pre cleaning, pencucian,
pembilasan, pengemasan / labeling dan disterilkan dengan sterilisator yang sesuai.
c. Kriteria alat steril sekali pakai ( single use ) yang dipakai ulang :
Alat sekali pakai ( single use ) tidak boleh langsung digunakan lagi setelah dipakai.
Alat sekali pakai ( single use ) yang belum dipakai tetapi kemasannya sudah terbuka
atau terjatuh.
Alat sekali pakai ( single use ) yang akan digunakan ulang ditentukan melalui
keputusan dari profesi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan sumber dan
referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Instrumen / peralatan single use hanya boleh dilakukan proses reuse sebanyak 3 kali
dengan memberi tanda pada penyimpanan alat atau pada peralatan dengan tanda ( I
1 x reuse, II 2 x reuse, III 3 x reuse ).
Catat peralatan yang di reuse pada buku yang tersedia.
Jika peralatan / bahan medis yang sudah rusak / cacat / retak tidak dapat digunakan
kembali walaupun belum 3 kali proses
d. Alat yang di Reuse di Rumah Sakit Hermina Sukabumi:
Handswchit Cauter
Sirkuit Anastesi

7. PENANGANAN OBAT/ ALAT KADALUWARSA


a. Perbekalan farmasi yang rusak atau kadaluwarsa akan dikembalikan ke instalasi farmasi.
b. Peralatan / bahan medis yang sudah mendekati waktu kadaluarsa ( 3 bulan ) dikembalikan
keunit farmasi.
c. Instrumen yang sering digunakan jika sudah lewat 3x24 jam tetapi alat tidak digunakan
maka harus di steril ulang.
d. Instrumen yang jarang digunakan dapat dilakukan steril ulang setiap minggu.
e. Pada kemasan yang menyatakan peralatan bahan medis masih steril jika kemasan masih
utuh tetapi tanggal kadaluwarsa sudah terlewati, peralatan dinyatakan tetap tidak dapat
dipakai.

8. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK YANG RASIONAL


a. Penggunaan antibiotik yang digunakan di RS Hermina Sukabumi disesuaikan dengan
pola kuman rumah sakit.
b. Pola kuman rumah sakit dibuat oleh tim PPI dari hasil rekap kultur darah pasien dan
disosialisasikan ke dokter setiap semester.

9. PELAYANAN JENAZAH
a. Kegiatan merapikan jenazah dilakukan di unit / tempat pasien meninggal.
b. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien
yang meninggal akibat penyakit menular.
c. Jenazah diobservasi selama 30 menit di ruang perawatan sebelum dibawa ke Ruang
Transit Jenazah.
d. Rumah Sakit Hermina Sukabumi tidak melakukan pemulasaraan tetapi hanya untuk
transit jenazah, maksimal selama 2 jam.
e. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien meninggal
dalam masa penularan.
f. Selesai dipakai, brankar segera dibersihkan dengan menggunakan cairan desinfektan
Teralin.

10. PENGELOLAAN LIMBAH


a. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair dan gas
b. Limbah rumah sakit terdiri dari limbah infeksius ( limbah medis ), non infeksius
( limbah non medis / umum ) dan benda tajam.
c. Limbah infeksius adalah limbah yang sudah tercemar oleh cairan tubuh pasien seperti
darah, nanah, urine, feces, dan jaringan tubuh lainnya.
d. Limbah non infeksius adalah limbah rumah tangga yang tidak tercemar oleh cairan
tubuh pasien.
e. Limbah benda tajam adalah benda yang berisiko melukai petugas dan dapat menularkan
penyakit ( jarum, bisturi, pecahan kaca, dll ).
f. Pemisahan Pembuangan limbah :
1. Limbah infeksius, jaringan tubuh, patologi dalam kantong plastik kuning
2. Limbah sitotoksis dalam kantong plastik ungu
3. Limbah kimia dan farmasi dalam kantong plastik kuning
4. Limbah non medis dalam plastik hitam
5. Limbah tajam dalam infectious waste box yang tahan bocor, tidak mudah tembus, dan
apabila sudah penuh atau 3x24 jam, infectious waste box dibuang.
g. Pembersihan tumpahan cairan / duh tubuh pasien dilakukan oleh petugas kebersihan dan
harus menggunakan APD.
h. Limbah cair infeksius adalah cairan bekas pemeriksaan labolatorium ( reagen ) dan
cairan sisa foto basah radiologi ditampung / dibuang kedalam jerigen.
i. Labu darah yang sudah dipesan tetapi tidak digunakan ( kondisi utuh ) dikembalikan
kelaboratorium.
j. Labu darah yang sudah digunakan tetapi masih bersisa dibuang ketempat sampah medis
( plastik kuning ).
k. Dekontaminasi dahulu duh tubuh pasien, kemudian dibersihkan dan dibuang ke tempat
sampah infeksius.
l. Pengelolaan limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun )
m. Rumah sakit menerapkan rencana untuk penanganan, penyimpanan, penggunaan dan
pembuangan bahan dan limbah bahan berbahaya dan beracun yang benar dan aman
sesuai dengan ketentuan hukum.
n. Bahan berbahaya beracun ( B3 ) terdiri dari :
1. Corrosive ( korosif )
2. Oksidizing ( oksidator )
3. Flammabel ( mudah menyala )
4. Toxic ( beracun )
5. Dangerous of environment ( berbahaya bagi lingkungan )
6. Irritant ( iritasi )
7. Explosive ( mudah meledak )
8. Karsinogenik
o. Penyimpanan limbah B3 dipisahkan berdasarkan karakteristiknya
p. Pada saat melakukan pengolahan limbah, petugas menggunakan APD lengkap
q. Jam pengangkutan sampah :
1. Pagi : Jam 08.00 wib dan Jam 09.00 wib
2. Siang : Jam 13.30 wib dan Jam 16.30 wib
3. Malam : Jam 19.00 wib dan Jam 20.30 wib
r. Pemusnahan sampah dilakukan bekerjasama dengan PT. Wastec.
s. Untuk pemusnahan sampah medis dilakukan sebulan sekali.
t. Untuk pemusnahan sampah non medis dilakukan 8 kali dalam sebulan.

11. MANAJEMEN LINEN DAN LAUNDRY


a. Pengelolaan linen dilakukan oleh unit laundry.
b. Pengelolaan linen kotor meliputi linen non infeksius ( linen kotor yang sudah
dipakai ) dan infeksius ( linen yang kotor terkontaminasi duh tubuh pasien dan bekas
dari ruang perawatan penyakit menular ).
c. Pengelolaan linen laundry meliputi: pengumpulan, pengangkutan,proses pencucian,
proses pengeringan, proses penyetrikaan, proses penyimpanan, proses pendistribusian,
penggunaan dan administrasi pencatatan.
d. Pendistribusian, pengambilan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan secara
bersamaan.
e. Linen infeksius di kantong warna kuning dan linen non infeksius dikantong warna
hitam.
f. Troli pengangkut linen bersih berwarna putih dan kantong putih bentuk kotak, troli
pengangkut linen kotor berkantong hijau dan berbentuk bulat.
g. Dalam proses pencucian dilakukan pemisahan antara linen infeksius dengan linen non
infeksius.
h. Distribusi linen kotor dilakukan :
1. Pagi : jam 07.00 wib dan jam 10.00 wib
2. Siang : jam 14.00 wib dan jam 18.00 wib
i. Distribusi linen bersih dilakukan
1. Pagi : jam 08.00 wib dan jam 11.00 wib
2. Siang : jam 15.00 wib dan jam 19.00 wib

12. PENGELOLAAN GIZI


Pengelolaan Gizi dilakukan oleh unit Gizi di Pantry
A. Penerimaan bahan makanan
Dilakukan oleh seorang petugas untuk mengecek kualitas makanan
B. Penyimpanan bahan makanan
a. Penyimpanan makanan terbagi dalam beberapa bagian :
Daging, ikan dan olahannya : -50C sampai dengan 00C untuk jangka waktu
1-3 hari.
Telur, susu dan olahannya : 50C sampai dengan 70C untuk jangka waktu 1
3 hari.
Sayur dan minuman : 100C untuk jangka waktu 1 3 hari.
Tepung dan biji- bijian : 250C untuk jangka waktu 1 3 hari
Pengambilan bahan makanan dilakukan secara FIFO (First In First Out)
yaitu : bahan makanan yang disimpan lebih dahulu harus digunakan terlebih
dahulu pula.
C. Pengolahan bahan makanan
Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran.
D. Penyimpanan makanan masak
1. Penyimpanan makanan terdiri dari :
a) Makanan kering (goreng- gorengan) dalam suhu kamar antara 250C -300C.
b) Makanan basah ( kuah, sup, gulai) yang siap disajikan pada suhu diatas
600C.
c) Makanan basah yang disajikan dalam bentuk dingin pada suhu dibawah
100C.
E. Penyajian makanan
Penyajian makanan harus selalu dalam kondisi tertutup
F. Pendistribusian makanan
a) Pendistribusian makanan menggunakan trolley pemanas agar suhu makanan
tetap hangat dengan suhu 600C. Distribusi makanan dilakukan pada jam :
b) Pukul 05.00 WIB : Penggantian gelas dan pemberian air minum
c) Pukul 06.00 WIB : Sarapan
d) Pukul 10.30 WIB : Snack (untuk semua kelas) dan sari kacang hijau (khusus
untuk ibu menyusui)
e) Pukul 12.00 WIB : Makan siang
f) Pukul 15.00 WIB : Snack + Teh Manis (untuk SVIP, VIP)
g) Pukul 18.00 WIB : Makan Malam

13. DEMOLITION
A. Saat melakukan pembongkaran harus memperhatikan hal hal sebagai berikut :
1) Jenis kegiatan pembongkaran
2) Standar kualitas udara di rumah sakit
3) Potensi bahaya infeksi di rumah sakit
4) Persyaratan utilitas
5) Standar kebisingan
6) Kedaruratan
B. Bila dilakukan renovasi bangunan maka :
1) Dilakukan lokalisir area proyek pembangunan, menutup semua akses atau celah
debu bangunan rumah sakit yang berdekatan dengan lokasi proyek pembangunan
untuk mencegah penyebaran debu, gas dan partikel lainnya yang menyebar
keruangan lain dilingkungan rumah sakit.
2) Dilakukan pengkajian infeksi terhadap dampak pembangunan terhadap rumah
sakit (ICRA) dan dilakukan evaluasi dalam setahun terhadap kemungkinan infeksi
yang ditimbulkan.
3) Dilakukan pemeriksaan kultur udara di ruangan yang berdekatan dengan lokasi
pembangunan sebelum dan sesudah pembongkaran.

14. PEMBERSIHAN RUANGAN


a. Pembersihan ruangan terdiri dari bongkar besar dan bongkar kecil
b. Pada saat melakukan bongkar harus memperhatikan hal hal sebagai berikut :
a) Kualitas udara
b) Bahaya infeksi
c) Kebisingan
d) Kedaruratan
c. Petugas yang terlibat pada saat dilakukan pembersihan ruangan antara lain : Among
utama, Teknisi, Kesehatan lingkungan, PPI.

15. ISOLASI
a. Rumah Sakit menyediakan pencegahan/barrier precaution dan prosedur isolasi yang
melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi
pasien immunosupressed dari infeksi, serta arus pasien dalam jumlah besar dengan
infeksi (penyakit emerging / re-emerging) dan kejadian luar biasa (outbreak)
b. Pasien yang sudah diketahui atau diduga infeksi menular harus diisolasi sesuai
kebijakan dan panduan yang sudah ditentukan :
1) Penempatan pasien dengan infeksi airborne adalah di ruangan bertekanan negatif
(tekanan negatif adalah ruangan yang menghasilkan aliran udara masuk ke
ruangan dan mengalirkan udara ke udara terbuka melalui sistem pembuangan
udara keluar menggunakan Exhaust Fan).
2) Penempatan pasien dengan infeksi yang menular melalui kontak atau droplet
adalah di ruangan tersendiri/terpisah ( kamar isolasi ).
3) Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat tersendiri atau bersama pasien
dengan penyakit yang sama tetapi tidak dengan infeksi lain (cohorting).
4) Bila pasien infeksi menular melalui droplet atau airborne, harus keluar kamar atau
ditransportasi, maka pasien harus menggunakan masker.
5) Pasien yang sudah diketahui atau diduga immunocompromised harus diisolasi
sesuai kebijakan dan pedoman yang sudah ditentukan :
Penempatan pasien immunocompromised adalah di ruangan isolasi
Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat dengan penyakit yang sama
tetapi tidak dengan infeksi lain (cohorting)
6) Ruang isolasi Rumah Sakit Hermina Sukabumi
a. Pasien yang terdiagnosa atau diduga menularkan kuman penyakit dilakukan
penanganan dan perawatan sesuai transmisi penyakit ( isolasi ).
b. Pasien yang dinyatakan immunocompromised tidak boleh dirawat bersama
dengan pasien yang penularan penyakitnya melalui udara.
c. Kamar isolasi memiliki aliran udara yang dikeluarkan keudara bebas
menggunakan exhaust fan.
d. Modifikasi ruangan isolasi dapat menggunakan air conditiomer ( AC ),
exhaust fan dan jendela yang akses langsung keudara bebas.
e. Cara penularan penyakit yang berbeda ( airnone, droplet, kontak ) tidak boleh
ditempatkan dalam satu ruang isolasi.
f. Jika tidak memiliki ruangan isolasi maka pasien ditempatkan dalam satu
ruangan dengan diagnosa yang sama ( cohorting ).
g. Rumah Sakit Hermina Sukabumi tidak melakukan skrining MRSA. Pasien
rawat inap yang hasil kultur MRSA positif akan ditindaklanjuti sesuai
prosedur penatalaksanaan pasien infeksi menular melalui kontak.

16. ETIKA BATUK


a. Petugas, pasien dan pengunjung apabila batuk atau bersin harus menggunakan tissue
atau masker.
b. Masker dan tissue bekas pakai langsung dibuang ke dalam tempat sampah medis.

17. SISTEM INFORMASI PPI DI RUMAH SAKIT


a. Sistem informasi PPI di Rumah Sakit masih dilakukan secara manual
b. Informasi dibagikan ke instalasi terkait dan didokumentasikan dalam buku ekspedisi
dan memo yang berupa Hard copy.
c. Informasi mengenai angka infeksi RS dilaporkan secara rutin ke Dinas Kesehatan.

18. PEMBERSIHAN TUMPAHAN DAN PERCIKAN CAIRAN TUBUH


a. Pembersihan tumpahan cairan tubuh pasien dilakukan oleh petugas kebersihan yang
terlatih.
b. Membersihkan tumpahan cairan tubuh pasien harus menggunakan APD.
c. Tutup tumpahan cairan tubuh pasien menggunakan kertas koran, tisue, kain pel atau
kain yang memiliki daya serap.
d. Dekontaminasi terlebih dahulu cairan tubuh pasien, kemudian dibersihkan dan
dibuang ketempat infeksius.

19. INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT ( ICRA )


a. Setiap kegiatan pelayanan rumah sakit harus mengguakan pendekatan Risk
Management .
b. Tim PPI harus melakukan identifikasi praktek / program PPI yang tidak aman atau
berbahaya.
c. Jenis resiko dan tingkat resiko berbeda disetiap tempat pelayanan ( IGD, ICU, Rawat
Inap dll ) masing masing melakukan ICRA.
d. Lakukan identifikasi resiko secara berkala / tahunan dan apabila muncul masalah
bermakna.

20. KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA


KONDISI-KONDISI KHUSUS :
1. AIDS
a. Pencegahan dilakukan sedini mungkin sejak ibu hamil melakukan ANC
b. Pengadaan obat ARV dilakukan kerjasama dengan rumah sakit yang telah dituju
oleh pemerintah
c. Petugas pelayanan agar memeperhatikan universal precaution setiap melakukan
pertolongan persalinan
d. Petugas pelayanan harus menganjurkan konseling bagi pasangan
e. Pasien dengan HIV/AIDS, akan dirujuk kerumah sakit yang telah bekerjasama
(RS rujukan HIV-AIDS, untuk pengobatan HIV/AIDSnya.
f. Apabila rumah sakit mendapatkan penderita dengan AIDS (ODHA) maka rumah
sakit tersebut harus merujuk kerumah sakit yang telah ditetapkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia untuk mendapatkan pelayanan, pencegahan,
pengobatan dan perawatan.
2. TB DOTS
a. Pimpinan rumah sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan
proses/mekanisme program pelayanan TB DOTS termasuk pelaporannya.
b. Dalam melaksanankan upaya pelayanan TB DOTS ini, diperlukan dukungan
dari seluruh manajemen agar sesuai dengan standar termasuk upaya rujukan.
c. Pelayanan TB DOTS di rumah sakit dikelola oleh sebuah tim yang telah
terlatih tentang DOTS.
d. Dalam pelayanan TB DOTS tim berkoordinasi dengan dinas kesehatan dalam
pelayanan, pelatihan dan pengadaan reagen maupun obat-obatan paket.
e. Petugas dan pasien wajib menggunakan APD saat dilakukan transport pasien.
20. Kesiapan Rumah Sakit Menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB/ Outbreak)
KLB adalah Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Adapun jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah
sebagai berikut :
a. Kolera
b. Pes
c. Demam Berdarah Dengue
d. Campak
e. Polio
f. Difteri
g. Pertusis
h. Rabies
i. Malaria
j. Avian Influenza H5N1
k. Antraks
l. Leptospirosis
m. Hepatitis
n. Influenza A baru (H1N1)/ Pandemi 2009
o. Meningitis
p. Yellow Fever
q. Chikungunyah

Ditetapkan di Sukabumi
Pada tanggal 23 Desember 2013
DIREKTUR

ITA ROSWITA

Anda mungkin juga menyukai