Anda di halaman 1dari 3

BAB I

WISATA BANTIMURUNG ( BULUSARAUNG MAROS )

Bantimurung berasal dari kata benti merrung (bahasa bugis halus) yang berarti air
bergemuruh. Nama tersebut diusulkan oleh karaeng simbang, patahoeddin daeng paroempa
(simbang adalah salah satu kerajaan dalam distrik adat gemenschaap dan berada dalam wilayah
kerajaan maros). Berawal dari kata benti merrung itulah kemudian berubah bunyi menjadi
bantimurung. Sebelum berbicara lebih jauh tentang kawasan wisata bantimurung atau taman
nasional bantimurung - bulusaraung, ada baiknya kita tengok sedikit sejarah dan asal usul kata
bantimurung. Sejarah dan asal usul kata bantimurung dimulai sejak masa perjanjian bungaya i
dan ii (1667-1669) saat maros ditetapkan sebagai daerah yang dikuasai langsung oleh belanda.
Ketika itu, wilayah kerajaan maros diformulasikan dalam bentuk regentschaap yang dipimpin
oleh penguasa bangsawan lokal bergelar regent (setingkat bupati).

Setelah itu, maros berubah menjadi distrik adat gemeschaap yang dipimpin oleh seorang
kepala distrik yang dipilih oleh bangsawan lokal dengan gelar karaeng arung atau gallarang.
Kerajaan simbang merupakan salah satu distrik adat gemenschaap yang berada dalam wilayah
kerajaan maros. Distrik ini dipimpin oleh seorang bangsawan lokal bergelar "karaeng." Pada
sekitar tahun 1923, patahoeddin daeng paroempa, diangkat menjadi karaeng simbang. Dia mulai
mengukuhkah kehadiran kembali kerajaan simbang dengan melakukan penataan dan
pembangunan di wilayahnya. Salah satu program yang dijalankannya ialah dengan
melaksanakan pembuatan jalan melintas kerajaan simbang agar mobilitas dari dan ke daerah-
daerah sekitarnya menjadi lancar.

Pembuatan jalan ini, rencananya akan membelah daerah hutan belantara. Sayangnya,
pekerjaan tersebut terhambat akibat terdengarnya bunyi menderu dalam hutan yang menjadi jalur
pembuatan jalan tersebut. Saat itu, para pekerja tidak berani melanjutkan pekerjaan pembuatan
jalan, karena suara gemuruh tersebut begitu keras. Karaeng simbang yang memimpin langsung
proyek ini lalu memerintahkan seorang pegawai kerajaan untuk memeriksa ke dalam hutan
belantara dan mencari tahu dari mana suara bergemuruh itu berasal. Setelah melakukan
perjalanan singkat ke dalam kawasan hutan untuk mencari tahu dari mana suara bergemuruh
berasal, pegawai kerajaan langsung kembali melapor kepada karaeng simbang. Namun sebelum
melapor, karaeng simbang terlebih dahulu bertanya. “aga ro merrung?,” tanyanya. (bahasa bugis;
yang berarti: "apa itu yang bergemuruh?".

“benti, puang (air, tuanku)," jawab sang pegawai kerajaan. (benti adalah bahasa bugis halus atau
tingkat tinggi untuk air) Merasa penasaran, karaeng simbang mengajak seluruh anggota
rombongan untuk melihat langsung air bergemuruh tersebut. Sesampainya di tempat asal suara,
karaeng simbang langsung terpana dan takjub menyaksikan luapan air begitu besar merambah
batu cadas yang mengalir jatuh dari atas gunung. “makessingi kapang narekko iyae onroangnge'
diasengi benti merrung! (mungkin ada baiknya jika tempat ini dinamakan air yang bergemuruh),"
ujar karaeng simbang, patahoeddin daeng paroempa. Berawal dari kata benti merrung itulah
kemudian berubah bunyi menjadi bantimurung. Penemuan air terjun tersebut membuat rencana
pembuatan jalan tidak dilanjutkan. Malahan, daerah di sekitar air terjun dijadikan sebagai
sebuah perkampungan baru dalam wilayah kerajaan simbang. Kampung ini dikepalai oleh
seorang kepala kampung bergelar "pinati bantimurung."

Sejarah Wisata Air Terjun Bantimurung

Anda pastinya tahu tentang air terjun bantimurung, yang berada di kawasan taman
nasional bantimurung, kecamatan bantimurung, kabupaten maros, sulawesi selatan. Air terjun
yang memiliki tinggi 15 meter dan lebar 20 meter ini tidak mempunyai palung. Curahan airnya
jatuh di landasan yang berupa lapisan batu kapur yang sudah mengeras serta dilapisi mineral dari
aliran air selama ratusan tahun. Secara harafiah, nama bantimurung mempunyai arti gemuruh
suara air. Konon nama itu diberikan oleh karaeng simbang, penguasa kerajaan simbang yang
berdiri pada awal tahun 1700.

Kerajaan simbang adalah salah satu kerajaan yang tergabung dalam “toddo limayya ri
marusu” (persatuan adat lima kerajaan),yang menjadi cikal bakal berdirinya kabupaten maros.

Pada sekitar tahun 1923, karaeng simbang mulai mengukuhkan kehadiran kembali kerajaan
simbang. Ia melakukan penataan dan pembangunan di wilayahnya. Salah satu program yang
dijalankannya ialah dengan melaksanakan pembuatan jalan melintas kerajaan simbang, agar
mobilitas dari dan ke daerah-daerah di sekitarnya menjadi lancar. Pembuatan jalan ini,
rencananya akan membelah daerah hutan belantara. Namun, suatu waktu pekerjaan tersebut
terhambat akibat terdengarnya bunyi menderu dari dalam hutan, yang menjadi jalur pembuatan
jalan tersebut.

Saat itu, para pekerja tidak berani melanjutkan pekerjaan pembuatan jalan. Karena suara
gemuruh tersebut begitu keras. Karaeng simbang yang memimpin langsung proyek ini, lalu
memerintahkan seorang pegawai kerajaan untuk memeriksa ke dalam hutan belantara asal suara
itu. Usai sang pegawai kerajaan melakukan pemeriksaan lokasi, karaeng simbang lalu bertanya;
“aga ro merrung?” (bahasa bugis; suara apa itu yang bergemuruh?). “benti, puang,“ (air, tuanku),
jawab sang pegawai tadi. “benti”, adalah bahasa bugis halus atau tingkat tinggi untuk air. Kosa
kata seperti ini biasanya diucapkan oleh seorang hamba atau rakyat jelata ketika bertutur dengan
kaum bangsawan. Mendengar laporan tersebut, karaeng simbang lalu berkenan melihat langsung
asal sumber suara gemuruh dimaksud. Sesampainya di tempat asal suara, karaeng simbang
terpana dan takjub menyaksikan luapan air begitu besar, merambah batu cadas yang mengalir
jatuh dari atas gunung. Beliau lalu berujar; “makessingi kapang narekko iyae onroangngnge
diasengi benti merrung!“ (mungkin ada baiknya jika tempat ini dinamakan air yang bergemuruh).

Penemuan air terjun tersebut membuat rencana pembuatan jalan tidak dilanjutkan. Malah,
daerah di sekitar air terjun tersebut dijadikan sebagai sebuah perkampungan baru dalam wilayah
kerajaan simbang. Di areal tersebut terdapat sekitar 268 gua. Leang leaputte menjadi gua yang
terdalam dengan kedalaman 260 meter sedangkan yang terpanjang adalah gua salukan kallang
dengan panjang diperkirakan mencapai 27 kilometer.

Menurut sejarah, awalnya gua tersebut adalah tempat bertapa dan kediaman karaeng toakala atau
raja bantimurung. Dan salah satu tempat menuju goa terdapat sebuah makam yang di percaya
milik raja bantimurung. Selain memiliki air terjun yang mempesona, serta goa yang menyimpan
sejarah. Kawasan wisata bantimurung juga menjadi habitat ribuan kupu-kupu dari berbagai jenis
spesies loh. Pengunjung dapat menyaksikan indahnya warna-warni kupu-kupu yang beterbangan
diantara semak belukar dan bunga-bunga yang cantik. Wow, keindahannya sungguh tak
terbayangkan.

Anda mungkin juga menyukai