Anda di halaman 1dari 6

Cerita Rakyat Sambas adalah cerita legenda daerah yang berkembang secara turun-temurun di Benua

Sambas (bekas wilayah Kesultanan Sambas) yang masih di pelihara oleh masyarakat Sambas dan kadang
dipercayai kebenarannya sebagai suatu peristiwa nyata yang pernah terjadi, namun tidak sedikit orang
yang menganggapnya hanya mitos dan fiktif belaka. Cerita rakyat yang berkembang di Sambas memiliki
ciri khas tersendiri berupa legenda asal usul dan nama tempat, danau, gunung, atau situs dan benda
bersejarah lainnya. Keberadaan cerita rakyat Sambas ini tentunya ikut memperkaya khasanah budaya
tradisional indonesia.

CERITA RAKYAT SAMBAS: Asal Usul Danau Sebedang, CERITA RAKYAT, SAMBAS, DANAU SEBEDANG,
ASAL USUL DANAU, WISATA DANAU, WISATA, WISATA SAMBAS, CERITA SAMBAS

Kali ini saya akan membantu Anda yang mencari referensi seputar cerita rakyat Sambas yang jarang
terekspos di media online. Cerita Rakyat Sambas: Asal Usul Danau Sebedang ini saya tulis kembali
dengan sedikit perbaikan dalam pemilihan kata tanpa mengubah alur ceritanya. Sumber referensi dari
buku Lawang Kuari: Antologi Cerita Rakyat Kalimantan Barat, oleh Paramita (peserta bengkel sastra),
cetakan Kedua (September 2015), diterbitkan oleh Balai Bahasa Kalimantan Barat.

CERITA RAKYAT SAMBAS: Asal Usul Danau Sebedang

Hari itu cuaca sangat cerah, suasana di Keraton Sambas yang tenang dan damai, dan dikejauhan
terdengar suara burung yang berkicau indah di sekitaran keraton ikut menambah suasana yang sangat
nyaman. Pepohonan yang rimbun, tinggi dan besar seakan ikut menambah keindahan halaman keraton.
Rerumputan hijau semakin menambah indahnya pemandangan di sekitaran Keraton Sambas.

Tiba-tiba ada sesosok pria keluar dari arah keraton, semakin lama semakin jelas, ternyata Sang Sultan
yang bernama Syafiudin mempercepat langkah kakinya menuju halaman istana. Sang Sultan benar-
benar menikmati keindahan dan kenyamanan di sekitarnya. Sehingga terlintas dibenaknya mencari
suatu tempat di luar istana sebagai tempat peristirahatan yang tenang dan damai. Sang Sultan
membayangkan sebuah tempat yang dikelilingi sungai, pepohonan yang rimbun dan pegunungan yang
gagah berdiri di dekat sungai, serta kicauan burung yang indah.

Sang Sultan pun langsung menyampaikan niatnya dengan memanggil para menteri untuk mencari lokasi
yang cocok untuk dijadikan tempat peristirahatan Sang Sultan. Sang Sultan dengan semangat
menceritakan apa yang diinginkannya kepada para wajir, lalu sang wajir pun diperintahkan oleh Sultan
untuk mencari lokasi yang cocok dan sesuai dengan keinginan Sultan.
"Hei kamu." kata Sultan kepada wajir itu.

"Ada apa gerangan memanggil hamba, Tuanku," sahut wajir dengan nada lembut. Ia berbicara sambil
menunduk karena tidak berani menatap langsung wajah Sang Sultan.

"Maukah kamu menolong saya?" tanya Sang Sultan.

"Kalau hamba bisa, hamba akan menolong Tuan. Pertolongan seperti apa yang dapat hamba berikan
kepada Tuan?" sahut sang wajir dengan penuh rasa penasaran.

"Saya berniat ingin membuat sebuah tempat peristirahatan yang tenang, damai dan indah." ujar Sang
Sultan.

"Lalu suasana yang bagaimana yang Tuan inginkan?" wajir itupun bertanya kembali kepada Sang Sultan.

"Saya ingin tempat itu bersih, ada air yang mengalir, ada pohon, ada jalan dan ada gunung di dekat air
yang mengalir itu, lalu ketika saya masuk ke tempat itu saya ingin mendengarkan kicauan burung yang
begitu merdu dan indah ketika didengar." sahut Sang Sultan penuh semangat memperjelas
keinginannya.

"Baiklah hamba akan mengumpulkan orang-orang untuk membuat sebuah tempat peristirahatan seperti
yang Tuan ingikan," kata wajir yang menyanggupi permintaan Sultan.

Jelas sudah apa yang di dengar dari perkataan Sultan tentang seperti apa tempat yang diinginkan oleh
Sang Sultan. Bergegaslah wajir tersebut mengumpulkan orang-orang kepercayaannya dengan latar
belakang agama yang berbeda. Lalu orang-orang yang telah dikumpulkan wajir tersebut, di bagi menjadi
beberapa kelompok untuk berpencar mencari lokasi yang cocok untuk dijadikan tempat peristirahatn
(wisata) Sang Sultan. Namun mereka tidak ada satupun menemukan tempat yang seperti Sultan
inginkan.

"Ampun Tuanku, sangat sulit bagi kami untuk menemukan tempat yang sesuai untuk Tuan." sahut
kelompok satu.
"Begitu banyak tempat kalian datangi, tidak ada satu pun yang cocok untuk saya?" tanya Sultan dengan
nada yang kasar.

"Maafkan kami Tuanku." sahut kelompok dua.

Suasana kerajaan pun hening seketika, Sang Sultan dan para wajirnya terdiam membisu beberapa menit.
Tiba-tiba dari kejauhan terlihat sesosok yang datang menghampiri mereka. Semakin dekat orang
tersebut semakin jelas rupa wajah orang tersebut. Ternyata orang tersebut ingin menghadap Sultan.
Orang itu adalah Kepala Desa Sebedang, dia ingin menawarkan suatu tempat yang ada di Desa Sebedang
dan menurutnya tempat tersebut sangat cocok untuk Sultan beristirahat atau relaksasi.

"Ada perlu apa kamu datang kemari?" tanya Sultan kepada orang asing tersebut.

"Ampun Tuanku! Hamba hanya ingin menawarkan kepada Tuanku, bahwa ada sebuah tempat yang
bagus di daerah hamba dan menurut hamba sangat cocok dan sesuai dengan keinginan Tuan."jawab
orang asing dengan penuh percaya diri.

"Apakah kamu yakin dengan tempat yang kamu ucapkan tadi?" tanya Sultan.

"Ya Tuanku. Di tempat itu terdapat tujuh bukit. Dengan melintasi jalan 100 meter saja kita membuang
bukit itu, dan tempat tersebut bisa menjadi danau buattan." ujar orang asing sambil menjelaskan
tentang potensi wisatanya.

Setelah bercerita panjang lebar tentang tempat yang sesuai untuk Sultan, kepala desa itupun pamit
untuk pulang ke rumahnya dan menunggu kedatangan rombongan Sultan untuk datang ke Desa
Sebedang.

Keesokan harinya, Sang Sultan pun berangkat bersama dengan para wajir dari ibukota Kesultanan
Sambas. Sang Sultan beserta rombongan menunggangi kuda untuk sampai ke Desa Sepuk Tanjung. Di
Sepuk Tanjung, Sang Sultan dan rombongannya pergi ke Pagong lewat Tanjung Putat, tidak melewati
Sebedang. Pada masa itu, daerah Sebedang tidak ada jalan raya, hanya setapak jalan tanah bertabur
batu. Dari Tanjung Putat, perjalanan Sang Sultan dan rombongan pun sampai ke daerah Pagong, di sana
Sang Sultan bertemu Kepala Desa Sebedang. Sang Sultan pun bertanya tentang tempat yang telah
direkomendasi oleh kepala desa tersebut.

"Di mana tempat yang kamu maksud?" tanya Sultan.

"Disinilah bukit-bukit yang hamba ceritakan kepada Tuan tempo hari. Jika dari bukit ini hingga ke bukit
ujung sana, kita tutup sehingga di sini bisa kita buat sebuah danau buatan." jawab kepala desa.

Setelah mendengar penjelasan ringan dari kepala desa, Sang Sultan pun kembali bertanya kepada kepala
desa.

"Hei... Kepala Desa! Di mana pagong yang kamu katakan kepada Saya?" tanya Sultan.

"Pagong itu berada di jalan yang Sultan jalani sejauh 100 meter dari tempat Tuan berangkat." jawab
Kepala Desa.

Sang Sultan memberi perintah kepada wajirnya untuk sesegera mungkin membuat danau seperti yang
Sultan inginkan. Setelah mendengar perintah Sultan, para wajir itupun melaksanakan tugasnya dengan
baik. Waktu ke waktu, hari ke hari, para wajir membuat tempat untuk Sultan.

Akhirnya jadilah danau buatan yang indah dan sesuai dengan apa yang Sultan inginkan.

Hari ke hari dilewati oleh Sultan di danau itu. Tiba-tiba turunlah hujan begitu deras dan akhirnya pagong
itu pecah karena di guyur hujan deras. Setelah hujan reda, Sultan memerintahkan orang yang beda dari
orang yang membuat pagong sebelumnya untuk memperbaiki pagong danau tersebut.
Setelah diperbaiki tiba-tiba tahun kedua pembuatan pagong di guyur hujan lagi. Hancurlah pagong itu di
tahun yang kedua dikarenakan di pagong itu kononnya ada penghuni yang tidak kasat mata dan tidak
bisa diusir begitu saja dari tempat itu.

Akhirnya Sultan pun menyerah dan memanggil Kepala Desa untuk perbaikan pagong yang telah dibuat
wajirnya.

"Ampun Tuanku... penghuni danau ini sangatlah kuat sehingga sulit untuk dibuang!" kata salah satu
wajir itu.

"Lalu bagaimana dengan pagong danau ku ini?" tanya Sultan.

"Sekali lagi ampun Tuanku, kami tidak sanggup menghadapi makhluk-makhluk penghuni pagong ini."
jelas wajir.

Datanglah kepala desa dan langsung menghadap Sultan. Kepala Desa itupun memberikan usul tentang
perbaikan pagong danau tersebut.

"Ada apa Tuanku? Apa maksud dari Tuanku memanggil hamba?" tanya kepala desa.

"Kenapa setiap pagong ini diperbaiki selalu ada kerusakan?" tanya Sultan dengan penuh rasa kesal.

"Begini Tuanku, untuk membuat pagong ini lebih aman dibuatlah dengan guni dan daerah bawah di buat
besar dan di atas di buat kecil." jelas kepala desa.

"Apakah itu bisa membuat tahan pagong danau ku ini?" tanya sultan kurang yakin.
"Hamba yakin pasti bisa." jawab kepala desa penuh keyakinan.

Sang Sultan pun memerintahkan wajirnya untuk membuat apa yang disarankan oleh kepala desa tadi.
Tak berapa lama pagong danau itupun berhasil dikerjakan oleh para wajir. Alhasil danau tersebut di beri
nama Danau Sebedang, dikarenakan danau tersebut berada di Desa Sebedang. Dewasa ini, lokasi
tersebut masih bisa kita jumpai dan telah menjadi salah satu objek wisata andalan Kabupaten Sambas,
khususnya Kecamatan Sebawi.

Demikianlah CERITA RAKYAT SAMBAS: Asal Usul Danau Sebedang yang bisa saya bagikan pada postingan
kali ini. Semoga artikel cerita kali ini menjadi sajian menarik dan bermanfaat untuk anda. Untuk Anda
yang ingin mengutip artikel ini / repost di blog Anda maka Anda berkewajiban untuk mencantumkan link
aktif sumbernya.

Anda mungkin juga menyukai