Bijaksana
"Lala Buntar, apa gerangan yang sedang engkau lakukan?" tanya sang raja
ketika menghampiri putrinya.
Ananda sedang menenun kain untuk yang mulia Raja, jangan dilihat dulu
ayahanda, Ananda malu,” ujar sang putri sambil tersipu malu.
"Baiklah putriku yang cantik, tapi sebagai balasan atas pemberian dirimu
ayahanda hadiahkan seperangkat alat tenun dari emas," ucap sang Raja.
"Terima kasih yang mulia, betapa senang hati ananda menerimanya," ujar
sang putri dengan penuh bahagianya.
Setiap hari, apabila ada waktu senggang sang putri selalu menyempatkan diri
untuk menenun dengan alat tenun pemberian sang ayah. Saat menenun,
kecantikan yang dimiliki oleh sang putri terpancar. Lentik jari-jemarinya dalam
mengaitkan benang dan memasang alat tenun begitu lentur. Paduan warna
benang-benangnya pun sangat serasi sehingga hasil tenunan sang putri
sangat khas dengan motif-motif kreasinya.
Kecantikan dan keterampilan yang dimiliki sang putri pun tersebar sampai ke
seluruh penjuru negeri. Bahkan sampai ke kerajaan Gowa (Sulawesi). Maka
dari itu, banyak lelaki terutama anak-anak raja bahkan raja-raja muda ingin
melihat secara langsung kecantikan sang putri Lala Buntar.
Hingga Suatu hari banyak sekali pemuda-pemuda yang merupakan putra raja
bahkan raja-raja datang berbondongbondong berkunjung ke Kerajaan Silang.
Mereka ingin melihat kecantikan dan kepintaran dalam menenun sang putri,
sekaligus berniat ingin mempersuntingnya. Sang Raja mempersilakan para
tamunya untuk memasuki istana dengan dikawal oleh pengawal istana untuk
menemuinya.
“Ada gerangan apa saudaraku Raja-raja dan putera raja dari kerajaan
seberang nan jauh datang kemari, apakah ada sesuatu yang telah terjadi
hingga kalian datang dari jauh?" tanya sang Raja sambil menyambut
tamunya.
"Semuanya baik-baik saja saudaraku Raja Silang. Aku hanya ingin datang
bersilahturahmi, aku dengar engkau memiliki putri yang sangat cantik serta
pandai menenun. Apakah dia yang sedang duduk di samping engkau
saudaraku? " Ujar salah seorang raja.
“benar sekali saudaraku, ini adalah putriku tercinta Lala Buntar”, Jawab Raja
Silang.
Waktu itu sang putri Lala Buntar sedang Duduk dengan ayah dan ibunya.
Para tamu itu terkesima melihat kecantikan Lala Buntar. Kemudian, Sang
Putri bergegas masuk ke kamarnya karena at dia kecantiktidakan ingin
menjadi tontonan para tamu ayahnya.
“Ayahanda, ananda mohon izin untuk pamit masuk ke kamar, ananda kurang
sehat," ucap sang putri mencari alasan agar bisa masuk ke dalam tanpa
menyinggung ayahanda dan tamunya.
"Beristirahatlah putriku," ucap sang Raja mengerti akan situasi yang dihadapi
putrinya.
Para tamu itu dijamu dengan berbagai macam makanan dan minuman
kerajaan. Sang raja memerintahkan pengawalnya menjamu tamu dengan
baik. Singgasana raja, kala itu sangat ramai. Semua tamu tersebut memiliki
tujuan yang sama yaitu ingin mempersunting Lala Buntar yang cantik jelita
untuk dijadikan istri.
Waktu seminggu itu dimanfaatkan dengan baik oleh sang raja. Sepulang
tamunya itu sang raja langsung ke kamar putrinya. Sang raja menyampaikan
kepada sang putri tentang maksud kedatangan para tamunya itu. Sang raja
menanyakan apakah ada di antara tamunya yang memikat hati sang putri?
Akhirnya, sang raja dan ibu permaisuru, serta keluarga istana mengabulkan
permintaan sang putri dengan berat hati, asalkan sang putri mau ditemani
oleh para pengawal istana. Sang putri sangat gembira karena permintaannya
dikabulkan.
PEREMPUAN:
Poto Tano Lawang Desa (Poto Tano Pintunya Sumbawa)
Palabu Tana' Samawa' (Pelabuhan Tanah Sumbawa).
No Sendi ya tu kalupa (Tak sedikitpun akan terlupakan).
Gili ode' mara intan (Pulau kecil tampak bak intan).
Kasear nonda baroba (tersebar dan tak berubah).
Tulang jangi tu balayar (Menatap nasib kita yang berlayar).
Laki-laki:
Sabar gama we andi e (bersabarlah wahai adinda).
Na' giyer iman ling ate (jangan goyah iman di hatimu).
Maris pakarap ku lete ( semoga harapan selalu ku titih).
Lamin ya nan si bagian (kalau memang itulah/engkaulah separuh ku).
Mana pamalat let rea (walau berbatas laut yang luas).
Sadi jangi gayong kita (pastikan nasib mempersatukan kita).