HIDAYAT
NANDAR HIDAYAT
SANTANA
&
GARUDA BULU EMAS
1
NANDAR HIDAYAT
ENDORSMENT
2
NANDAR HIDAYAT
Setelah dewasa dia diberi tugas oleh sang resi untuk membantu
perjuangan Sanjaya, saudara seperguruannya, seorang pangeran
Galuh yang dititipkan karena di istana Galuh telah terjadi
penggulingan kekuasaan.
3
NANDAR HIDAYAT
1.
4
NANDAR HIDAYAT
***
5
NANDAR HIDAYAT
6
NANDAR HIDAYAT
“Siapa namamu?”
7
NANDAR HIDAYAT
seorang putra raja Galuh. Maklumlah si gadis tidak tahu karena saat
ini Raden Amara berpenampilan seperti rakyat biasa saja, yaitu
memakai baju tanpa lengan tanpa kancing yang ujung bawahnya
diikat oleh ikat pinggang yang sekaligus mengikat celana
komprangnya di bagian bawah. Maka dengan segera dia menjura
hormat kepada si pemuda.
“Nyai Rababu…”
“Ya, Raden…”
8
NANDAR HIDAYAT
menungguku?”
***
9
NANDAR HIDAYAT
10
NANDAR HIDAYAT
11
NANDAR HIDAYAT
bungsunya.
***
Saat malam telah larut, pesta pun usai. Semua orang telah
kembali ke peraduannya masing-masing. Untuk para tamu
undangan sudah dipersiapkan asrama khusus yang tempatnya di
ruangan Puragabaya yaitu yang pada hari-hari biasa menjadi tempat
istirahatnya para perwira kerajaan. Termasuk Kamar untuk istirahat
Pohaci Rababu berada di Kaputren yang tempatnya menyatu
dengan Bale Bubut yaitu tempat bersemayamnya keluarga raja.
12
NANDAR HIDAYAT
13
NANDAR HIDAYAT
“Maafkan aku,”
14
NANDAR HIDAYAT
15
NANDAR HIDAYAT
Keindahan tabu!
***
16
NANDAR HIDAYAT
17
NANDAR HIDAYAT
2.
ANAK PENJAHAT
18
NANDAR HIDAYAT
“Siap, tuan!”
***
19
NANDAR HIDAYAT
dari kayu yang berdiri di situ juga tampak sepi karena para penghuni
di dalamnya masih terlelap dalam mimpi. Hanya sebuah lampu kecil
yang masih terlihat kedap-kedip apinya dihembus angin malam.
Rumah panggung itulah yang dijadikan tempat tinggal para rampok
pimpinan Kuntawala.
“Suiiiit!”
Brakk!
Pintu jebol.
20
NANDAR HIDAYAT
Set!
Sreeet!
21
NANDAR HIDAYAT
Brakk!
22
NANDAR HIDAYAT
sambil menggeram.
23
NANDAR HIDAYAT
“Bedebah keparat…!”
Sang senopati sigap, hal ini sudah sering dia alami. Dengan
enteng dia berjungkir balik ke belakang menghindari serangan.
Blar! Blar!
24
NANDAR HIDAYAT
“Heaaa…!”
25
NANDAR HIDAYAT
26
NANDAR HIDAYAT
Brukk!
27
NANDAR HIDAYAT
mereka.
***
***
28
NANDAR HIDAYAT
Satu suara terdengar. Dari luar pintu yang tak berdaun itu
masuk seorang kakek agak bungkuk berpakaian serba putih yang
bagian atasnya berbentuk selempang. Pakaian seorang resi.
Rambutnya yang sebagian memutih digelung ke atas. Ditangannya
membawa sepiring singkong dan ubi serta segelas air putih dalam
gelas terbuat dari bambu.
29
NANDAR HIDAYAT
masih memperhatikannya.
“O, ya…”
“Merampok?”
30
NANDAR HIDAYAT
“Siapa ayahmu?”
“Kuntawala!”
“Oh begitu ya, jang!” Timpal si kakek. “Tapi aki belum tahu
siapa namamu, jang?” tanya si kakek mengalihkan pembicaraan.
“Santana.”
“Santana?”
31
NANDAR HIDAYAT
“Ya!”
“Baik, aku mau menjadi anak aki. Tapi aki tidak merampok,
kan?” Santana sepertinya masih ragu.
32
NANDAR HIDAYAT
***
33
NANDAR HIDAYAT
rumahnya dulu.
34
NANDAR HIDAYAT
kawannya.
35
NANDAR HIDAYAT
samping Santana.
“Apa itu?”
“Memang kenapa?”
36
NANDAR HIDAYAT
soal ayahnya karena sudah beberapa hari ini dia selalu bersamaku,
bahkan Kuntawala sendiri tidak tahu kalau anaknya aku rawat. Jadi,
kalian jangan berprasangka buruk padanya, jelas!”
***
37
NANDAR HIDAYAT
3.
PEMBERONTAKAN PURBASORA
38
NANDAR HIDAYAT
39
NANDAR HIDAYAT
40
NANDAR HIDAYAT
41
NANDAR HIDAYAT
“Baik, gusti!”
42
NANDAR HIDAYAT
***
43
NANDAR HIDAYAT
“Aku bukan orang yang dulu lagi, Sena!” Ujar Pubasora sambil
tersenyum mengejek. Tampaknya mengerti apa yang dirasakan
lawannya karena melihat perubahan wajah sang prabu. “Sekarang
kau tidak akan mudah mengalahkanku!”
44
NANDAR HIDAYAT
Set!
Degh!
“Aaaakh!”
45
NANDAR HIDAYAT
“Ciaaat!”
46
NANDAR HIDAYAT
Wuss!
Blarr!
47
NANDAR HIDAYAT
***
48
NANDAR HIDAYAT
“Sekali lagi terima kasih paman,” Ucap sang prabu lalu berdiri.
49
NANDAR HIDAYAT
“Baik, gusti!”
50
NANDAR HIDAYAT
***
51
NANDAR HIDAYAT
4.
52
NANDAR HIDAYAT
***
53
NANDAR HIDAYAT
54
NANDAR HIDAYAT
55
NANDAR HIDAYAT
“Ini serius!” Jawab Santana dengan raut wajah yang agak tolol
dan sambil mengusap-usap bagian belakang kepalanya. “Jadi aku
harus mendengarkan dengan seksama.”
56
NANDAR HIDAYAT
57
NANDAR HIDAYAT
58
NANDAR HIDAYAT
59
NANDAR HIDAYAT
gurunya.
60
NANDAR HIDAYAT
“Ya, ki!”
61
NANDAR HIDAYAT
62
NANDAR HIDAYAT
lagi.
63
NANDAR HIDAYAT
“Aku tidak tahu!” Jawab sang resi. “Tapi aku mendapat kabar
bahwa kedua orang tuamu, Sanjaya. Sudah berada di sana…”
64
NANDAR HIDAYAT
Tak terasa hari pun beranjak sore, sang surya sudah condong
ke barat. Pembicaraan pun selesai. Besok dua pemuda ini siap
melaksanakan tugas.
***
65
NANDAR HIDAYAT
5.
MENEBUS DOSA
66
NANDAR HIDAYAT
67
NANDAR HIDAYAT
“Sampai jumpa,”
Karena di jalan yang dia lalui tampak sepi, dia ingin mencoba
ilmu meringankan tubuh dengan cara berlari. Dan…
Wusss!
68
NANDAR HIDAYAT
69
NANDAR HIDAYAT
70
NANDAR HIDAYAT
“Apa katamu?”
71
NANDAR HIDAYAT
di balik topeng?”
“Kurang ajar!”
72
NANDAR HIDAYAT
dikeluarkan karena satu sama lain belum ada yang terdesak. Jika si
topeng merah tampak ingin segera menjatuhkan lawannya, lain
halnya dengan Santana yang hanya berusaha untuk bertahan
sambil terus mencari celah untuk membalas serangan lawan.
Kesempatan itu pun datang walau sangat kecil. Tangan kanan
Santana bergerak menyusup di antara gerakan lawannya. Lalu…
Dess!
73
NANDAR HIDAYAT
lawannya.
74
NANDAR HIDAYAT
Wusss!
Brak!
Blarrr!
75
NANDAR HIDAYAT
***
76
NANDAR HIDAYAT
Semua yang terdapat dalam dua peti kayu yang besar ini
adalah perhiasan emas hasil rampasan yang disimpan khusus
untuk persediaan. Lalu untuk apa Santana membawa barang-barang
hasil rampokkan ayahnya dulu? Sebuah rencana sudah tertulis
dalam benaknya.
77
NANDAR HIDAYAT
“Ini ki, buat kisanak saja. Kebetulan saya masih ada bekal.”
“Saya Santana.”
“Sama-sama, Ki.”
78
NANDAR HIDAYAT
“Siapa ya, dan ada perlu apa?” Sapa lelaki yang ternyata saat
bicara tadi giginya kelihatan ompong.
79
NANDAR HIDAYAT
80
NANDAR HIDAYAT
seolah-olah dia yang berdosa maka dia juga yang ingin menebus
dosa itu. Setidaknya sudah membuat warga kampung tadi merasa
senang. Hal lainnya adalah orang tidak perlu tahu kalau dia adalah
anak Kuntawala si perampok yang kejam. Begitupun dengan
ayahnya tidak perlu tahu bahwa anaknya masih hidup dan menjadi
orang baik sebagai bentuk perlawanan sikap terhadap sang ayah.
Tapi, dia ingat lagi kata sang resi. Bahwa dia tidak perlu
mencari ayahnya karena pasti akan bertemu dengan sendirinya
pada waktu tertentu. Kata-kata sang resi yang ini membuat hatinya
penasaran. Apa maksud sang resi mengatakan demikian? Atau ini
suatu rahasia yang sebenarnya sang resi sudah mengetahuinya.
81
NANDAR HIDAYAT
sebenarnya.
“Barjawata?”
82
NANDAR HIDAYAT
83
NANDAR HIDAYAT
Wesss..
Dess!”
84
NANDAR HIDAYAT
85
NANDAR HIDAYAT
Tak!
Buk!
86
NANDAR HIDAYAT
Brukk!
87
NANDAR HIDAYAT
6.
PERAMPOK CANTIK
88
NANDAR HIDAYAT
“Ah, nona cantik tidak usah galak-galak seperti itu. Aku akan
menyerahkan pakaian butut ini dengan senang hati. Karena nona
sangat cantik apalagi kalau sedang galak seperti itu…”
“Lekas berikan!”
89
NANDAR HIDAYAT
“Pembohong!”
“Apa katamu!”
90
NANDAR HIDAYAT
91
NANDAR HIDAYAT
Dess!
Degg!
“Uuukh!”
Dugh!
Dugh!
“Akh!”
92
NANDAR HIDAYAT
Wuutt!
Traang!
93
NANDAR HIDAYAT
Sett!
94
NANDAR HIDAYAT
Ke empat orang itu pun pergi. Tinggal Santana yang kali ini
melepaskan cekalannya sehingga si gadis bisa menarik napas lega.
95
NANDAR HIDAYAT
“Apa kau tidak takut diburu oleh para prajurit kerajaan yang
meginginkanmu tertangkap?” Tanya Santana lagi.
96
NANDAR HIDAYAT
97
NANDAR HIDAYAT
7.
Sang surya sudah condong ke barat, sebentar lagi senja akan tiba.
Santana dan Anting Kemala sedang duduk-duduk disebuah gubuk
kecil pinggir jalan yang menghubungkan kampung dan hutan.
Sebuah hutan yang paling lebat pohon-pohonnya sehingga
keadaanya cukup gelap walau di siang hari karena cahaya matahari
hanya sedikit yang menembus ke dalamnya. Sebuah hutan yang
menurut orang-orang kampung di dekatnya adalah hutan angker.
Hutan ini menghampar luas melewati tiga desa yang berada di
sebeleah utara wilayah kerajaan Indraprahasta, yakni desa
Baturuyuk, desa Kasokandel dan desa Giri Mukti.
Di sebelah kiri kanan jalan terhampar sawah yang begitu luas
yang tanaman padinya masih hijau. Suasana mulai sepi karena
orang-orang yang bekerja di sawah sudah pulah ke rumahnya
amsing-masing.
98
NANDAR HIDAYAT
gondrong ini.
99
NANDAR HIDAYAT
100
NANDAR HIDAYAT
“Ya kang,”
“Aku tidak pernah merasa sesenang ini, nyai. Dan aku begitu
bersemangat jika dalam pengembaraanku ada seorang bidadari
yang menemani.”
“Iya-iya deh…”
101
NANDAR HIDAYAT
“Ya, saat itu juga aku baru berumur delapan tahun. Berita
tertangkapnya ayahmu tepat setelah pelaksanaan hukuman mati
untuk ayah dan ibuku. Aku dibesarkan oleh kakek. Dilatih ilmu silat.
Dan saat kakekku meninggal saat itulah aku berkeinginan untuk
meneruskan ayah dan ibu, menggantikan mereka menjadi pimpinan
perampok. Lalu aku menghubungi kembali anak buah orang tuaku
yang masih tersisa. Dan agar lebih ditakuti orang maka aku
memakai nama Kuntiwala anaknya Kuntawala…” Tutur Anting.
Begitulah cinta.
***
102
NANDAR HIDAYAT
Cetarrr!
Cetarrr!
103
NANDAR HIDAYAT
Jleggarrr!
Jleggarrr!
104
NANDAR HIDAYAT
Jleggarrr!
“Aaaah…!”
105
NANDAR HIDAYAT
kencang dengan poros berada pada dua tangan mereka yang saling
memegang kuat. Walaupun masih berada dalam genggaman
kekasihnya, Anting Kemala tetap ketakutan terus menjerit-jerit tiada
henti. Dan…
Jleggarrr!
“Antiiing…!”
***
106
NANDAR HIDAYAT
“Hutan Mandapa!”
“Kreak…kreak…!”
107
NANDAR HIDAYAT
“Kreak…kreak…!”
“Kreak…kreak…!”
“Kreak…kreak…!”
108
NANDAR HIDAYAT
“Kreak…kreak…!”
“Kreak…kreak…!”
“Kreak…kreak…!”
“Oooh…”
109
NANDAR HIDAYAT
Namaku Ismayana
110
NANDAR HIDAYAT
kamu.
111
NANDAR HIDAYAT
“Kreak…kreak…!”
“Kreak…kreak…!”
112
NANDAR HIDAYAT
Selain jurus ada juga beberapa ajian yang dia pelajari yaitu
Ajian Bayu Jangjang Dadali ajian yang apabila kedua tangannya
dikepakkan seperti sayap maka akan keluar ratusan cahaya hijau
seperti hujan yang akan menghujani tubuh lawannya hingga tebakar.
113
NANDAR HIDAYAT
***
114
NANDAR HIDAYAT
8.
115
NANDAR HIDAYAT
116
NANDAR HIDAYAT
“Itu juga benar,” Timpal snag raja. “Tapi semua orang di dunia
persilatan juga tahu bahwa sifat Birawayaksa tidak suka terlibat
dalam urusan kenegaraan, apa lagi membantu pemberontakan
Purbasora, dia tidak suka kekuasaan…”
“Tapi, ada yang aneh!” lanjut sang raja, tampak ada perubahan
raut wajahnya. Kali ini dia memandang kosong jauh ke depan sana.
“Aneh?”
117
NANDAR HIDAYAT
“Ya!”
“Itu yang aku tidak tahu!” Jawab sang raja tanpa memandang
lagi ke arah senopati.
118
NANDAR HIDAYAT
“Apa?”
***
119
NANDAR HIDAYAT
“Nanti kau akan tahu!” Kata si baju merah yang tak lain
adalah si Iblis Merah Hutan Mandapa adanya. Lalu orang ini
membalikan badannya. Dikiranya senopati akan melihat wajah
orang ini, ternyata benar apa yang dikatakan raja bahwa orang ini
memakai topeng kulit berwarna merah.
120
NANDAR HIDAYAT
“Oh, ya!” Lanjut Iblis Merah Hutan Mandapa. “Aku ingat dulu
kau adalah seorang pendekar pilih tanding yang tentunya
mempunyai banyak musuh. Dan aku mungkin salah satunya, tapi
tak apalah biarlah aku mewakili semua musuh-musuhmu di masa
lalu dan biarlah pula kau mati dalam penasaran, ha…ha…ha…!”
121
NANDAR HIDAYAT
tenang!”
Tap! Tap!
122
NANDAR HIDAYAT
Wus! Wus!
Wus!
Blaar!
123
NANDAR HIDAYAT
Wuss! Wuss!
Dua sinar berkiblat lagi dalam jarak waktu yang sangat cepat
dari sinar yang pertama.
Blaarr! Blaarr!
“Heaaa…”!
Wuuss!
Wuuss!
124
NANDAR HIDAYAT
Jleggarrr!
“Aaaakh..!”
Tentu saja sang senopati tidak bisa lagi melihat wajah Iblis
Merah Hutan Mandapa. Karena dia sudah berada di alam sana.
***
125
NANDAR HIDAYAT
Brukk!
***
126
NANDAR HIDAYAT
9.
PENYERBUAN KE GALUH
127
NANDAR HIDAYAT
128
NANDAR HIDAYAT
resi Wanayasa.
“Kreaakk! Kreaak!”
129
NANDAR HIDAYAT
“Menyesal kenapa?”
“Sudahlah, kita kan sudah bertemu. Lagi pula kau bukan tidak
menepati janji, hanya sedikit terlambat saja. Bukankah kau hendak
menyusulku?”
“Iya memang begitu, tapi tadi dari jauh aku melihat ada
beberapa kapal negeri Sunda sedang menyeberangi sungai
perbatasan. Ketika aku melihat lebih dekat ternyata kau berada di
barisan paling depan. Itu berarti kau sudah kembali, benarkan?”
130
NANDAR HIDAYAT
“Kreaak! Kreaak!”
131
NANDAR HIDAYAT
mereka rasakan.
***
Selain itu juga dia didampingi oleh tokoh yang sudah tidak
diragukan lagi kesaktiannya. Iblis Merah Hutan Mandapa murid
Birawayaksa penghuni hutan Mandapa yang terkenal angker.
132
NANDAR HIDAYAT
“Baiklah, aku tidak mau tahu urusan kanda. Karena ada yang
lebih meresahkan hatiku,”
133
NANDAR HIDAYAT
Mandapa.
“Syarat?”
134
NANDAR HIDAYAT
135
NANDAR HIDAYAT
langsung berdiri.
136
NANDAR HIDAYAT
137
NANDAR HIDAYAT
Set!
Plak!
***
138
NANDAR HIDAYAT
10.
Santana sangat terkejut sekali begitu melihat wajah asli dari Iblis
Merah Hutan Mandapa. Karena dia begitu kenal sekali dengan
wajah ini. Sementara Pubasora dan Iblis Merah Hutan Mandapa
dibuat terpana dengan gerakan Santana yang tak terlihat itu. Sesaat
Santana menjadi gugup, hal ini dilihat oleh Sanjaya lantas dia
bertanya pelan.
“Kenapa kau, Santana?”
“Ayahku!”
139
NANDAR HIDAYAT
“Sombong!”
140
NANDAR HIDAYAT
“Baiklah, silahkan!”
Wuss!
141
NANDAR HIDAYAT
Pertarungan antara ayah dan anak pun terus berlanjut. Kali ini
Kuntawala alias Iblis Merah Hutan Mandapa mengeluarkan
jurus-jurus yang lain, yang tidak digunakan sewaktu di bukit
Cibaringkeng. Jurus-jurus yang didapat dari Birawayaksa gurunya,
walaupun berguru kurang dari setahun saja. Jurus-jurus yang
gerakannya aneh dan sangat sulit untuk diikuti atau ditiru lawan. Dia
sengaja menggunakannya karena sewaktu di bukit Cibaringkeng,
lawannya ini bisa menirukan gerakan jurusnya.
Tak! Tak!
142
NANDAR HIDAYAT
Dugh!
143
NANDAR HIDAYAT
Brat!
Wut!
Jerr!
144
NANDAR HIDAYAT
Wanayasa.
Sebh!
145
NANDAR HIDAYAT
“Yeaah!”
Wutt!
Bruugh!
146
NANDAR HIDAYAT
“Oh ya!” Kata Santana lagi. “Aku ingin memberi tahu bahwa
harta simpanan yang aku bawa dulu telah kukembalikan kepada
pemiliknya.”
***
147
NANDAR HIDAYAT
11.
PURBASORA PEJAH
Kembali ke pertarungan.
148
NANDAR HIDAYAT
Set! Wut!
Tak!
Sanjaya tersenyum.
“Hiaah…!”
Wuss!
149
NANDAR HIDAYAT
Brakk!
Tiang yang terbuat dari batu itu hancur dan roboh ke lantai.
Wuss!
Werr!
150
NANDAR HIDAYAT
“Wayya!”
“Wusss! Werrr!
Cess!
151
NANDAR HIDAYAT
Lep!
Wuss!
Bruukk!
Tak berapa lama suasana yang seperti hujan salju itu kini
kembali seperti semula.
152
NANDAR HIDAYAT
“Purbasora pejah!”
“Hidup!”
***
153
NANDAR HIDAYAT
DITUNGGU DI
arjunandar@gmail.com
facebook.com/arjunandar
@arjunandar
154