SKRIPSI
Disusun Oleh :
ZERA INORIANI
G1B114012
UNIVERSITAS JAMBI
PERSETUJUAN SKRIPSI
1
2
Disusun Oleh :
ZERA INORIANI
G1B114012
Pembimbing I Pembimbing II
PENGESAHAN SKRIPSI
Disusun Oleh :
ZERA INORIANI
G1B114012
Pembimbing I Pembimbing II
Disusun Oleh :
ZERA INORIANI
G1B114012
NIM : G1B114005
Judul Skripsi : Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien
Dibetes Melitus Tipe II di Poli Klinik Penyakit Dalam RSUD
Raden Mattaher Jambi Tahun 2018
Zera Inoriani
NIM: G1B114005
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat,
karunia dan hidayah-Nya akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi
penelitian dengan judul “Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Klinik Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Tahun 2018 ”.
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dukungan dan doa
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, peneliti menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Johni Najwan, S.H.,M.H., Ph.D selaku Rektor Universitas Jambi
2. Bapak Dr. dr. Herlambang, SpOG.KFM selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
3. Ibu Ns. Nurlinawati,S.Kep.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Universitas Jambi
4. Bapak Ns. Dini Rudini,S.Kep.,M.Kep yang telah membimbing, memberikan
masukan dan inspirasi serta meluangkan waktu hingga skripsi ini selesai.
5. Ibu Ns. Nurhusna,S.Kep.,M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah
memberi arahan, masukan dan motivasi sehingga skripsi ini selesai.
6. Ibu Ns. Yusnilawati,S.Kep.,M.Kep selaku dosen penguji 1 yang telah
memberi arahan, masukan sehingga skripsi ini selesai.
7. Bapak Ns. Andika Sulistiawan, S.Kep.,M.Kep selaku penguji II yang telah
memberi arahan, masuka sehingga skripsi ini selesai.
8. Ibu Ns. Indah Mawarti,S.Kep.,M.Kep selaku pembimbing akademik yang
selalu memberi arahan dan bimbingan selama masa perkuliahan.
9. Dosen-dosen Program Studi Keperawatan yang telah memberikan bimbingan
dengan sabar, wawasan serta ilmu yang bermanfaat
7
10. Ayahanda Iskandar dan Ibunda Nini Lovia yang sangat peneliti cintai dan
sayangi, yang telah berusaha semaksimal agar peneliti dapat melanjutkan
pendidikan sampai saat ini, yang selalu memberi semangat, dukungan
motivasi serta yang selalu berdoa demi kesuksesan peneliti.
11. Teman sejawat Mahasiswa/i Program Studi Keperawatan khususnya Anggra
Lucisia, Mela Frastika, sovia lorenza, eko arizal, pramai sella arenda, magfira
maulani, mona efrilia, septriani arman, yang telah membantu, memotivasi,
memberi dukungan, semangat dan mengukir cerita suka dan duka selama 4
tahun ini.
12. Sahabat-sahabatku Dini Venesa Fitri, Inggrit Suriayu, Anisa Melani Putri,
khususnya Leting 2014 yang selama ini telah menjadikan kita semua seperti
keluarga yang banyak memberikan semangat dan canda tawa.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
peneliti mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk
penyempurnaan skripsi ini, sehingga berguna bagi kita semua.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.1 Rumusan Masalah ................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan ..................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum .........................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus.........................................................................................4
1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................................4
1.3.1 Bagi Rumah Sakit Daerah Raden Mattaher Jambi ..................................4
1.3.2 Bagi Profesi Keperawatan .......................................................................5
1.3.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Melitus ....................................................................................6
2.1.1Defenisi .....................................................................................................6
2.1.2 klasifikasi ...................................................................................................6
2.2 Konsep Diabetes Melitus tipe II ..........................................................................7
2.2.1 Defenisi ................................................................................................7
2.2.2 Patopsiologi ............................................................................................7
2.2.3 Manifestasi klinis ...................................................................................8
2.2.4 Faktor resiko ............................................................................................10
2.2.5 Komplikasi ..............................................................................................10
2.2.6 Penatalaksanaan .....................................................................................12
9
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologi
Tabel 2.2 Aktivitas Fisik Menurut RikesdasTahun 2013
Tebel 2.3 Kadar Gula Darah Sewaktu Atau Puasa Sebagai Patokan Penyaring
Dan Diagnosa DM (mg/Dl)
Tabel 3.1 Pedoman Pengisian Keusioner Rikesdas
Tahun 2013
Tabel 3.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan usia, jenis kelamin,
pekerjaan dan tingkat pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan 5 Kategori Aktivitas
Fisik
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Respon Berdasarkan Kadar Gula Darah Puasa
Tabel 4.4 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kriteria Diagnosa Diabetes melitus
DAFTAR LAMPIRAN
Zera inoriani, lahir di lolo hilir pada tanggal 29 november 1996, anak
pertama dari dua bersaudara yaitu nur syahira dari pasangan ayahanda Iskandar
dan Ibunda Nini lovia.
ABSTRACT
Results: The results of bivariate analysis showed that p-vaulue = 0.873, it can be
concluded that H0 was received, which means that there was no significant
relationship between physical activity and blood sugar levels in type II diabetes
mellitus patients in Raden Mattaher Jambi Hospital.
Conclusion: This research still has some limitations, but it is better if further
research perfects this research by completing other variables that will have a
relationship from the dependent variable. So that later it will be better lag and
easily accepted.
ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit ditandai
peningkatan kadar gula darah, terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein. Di RSUD Raden Mataher Jambi penderita diabetes melitus sebanyak
468 orang. Penatalaksanaan diabetes melitus tipe II yaitu terapi non farmakologis
salah satunya adalah aktivitas fisik, sehingga dapat mengurangi dampak
pemakaian farmakologis. Tujuan penelitian mengetahui hubungan aktivitas fisik
dengan kadar gula darah pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poli Penyakit dalam
RSUD Raden Mattaher Jambi.
Metode Penelitian: Penilitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
cross sectional. Total sampel yang diambil 86 sampel. Analisis univariat
menggunakan distribusi frekuensi dan juga di lakukan analisis bivariat
menggunakan uji chi-square dengan nilai kemaknaan 5%.
Hasil Penelitian: Hasil analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka
dapat disimpulkan bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada pasien diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi.
Kata Kunci : Diabetes Melitus Tipe II, Aktivitas Fisik, Kadar Gula Darah.
17
BAB I
PENDAHULUAN
sebanyak 419 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 468 orang yang
mengalami diabetes mellitus tipe II9.
Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) pada tahun 2013 melakukan
wawancara proporsi diabetes mellitus pada usia 15 tahun ke atas dan
melakukan pemeriksaan pada masyarakat perkotaan di temukan yang
pernah terdiagnosa diabetes melitus oleh dokter sebanyak 2.650.340 jiwa.
Di Provinsi Jambi prevelensi yang pernah terdiagnosa diabetes mellitus
sebanyak 25.439 jiwa5.
Penyakit dalam Rumah Sakit Umum Derah Raden Mattaher Jambi Tahun
2018?”
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Defenisi
Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Penyakit diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang di tandai dengan ketiadaan
absolut insulin atau penurunan relatif insentifitas sel terhadap insulin 2,1.
Selain itu menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya10.
2.1.2 Klasifikasi
Diabete smelitus di bagi menjadi 3 tipe yaitu diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain4.
Tabel 2.1Klasifikasi Etiologi DM
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin
1. Autoimun
2. Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan defisiensi insulin relatif
sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.
Tipe 1. Defek genetik fungsi sel beta
lain 2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati
5. Karena obat dan zat kimia
6. Infeksi
7. Sebab imunologi yang jarang
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
diabetes melitus
23
2.2.2 Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe II, faktor yang menjadi penyabab diabetes
melitus di sebabkan adanya gangguan resistensi insulin atau gangguan kerja
insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Awal
nya resistensi insulin belum menyebabkan diabtes secara klinis, namun
seiring dengan kegagalan kompensasi dari tubuh berupa keadaan
hiperinsulinemia, glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat
akibat sekresi insulin oleh sel beta pankreas tersebut. Timbul gejala klinis
diabetes melitus yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa
darah yang memenuhi kriterial diabetes melitus13.
Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas dan akan disekresikan dalam
darah sesuai kebutuhan. Secara fisiologis, insulin mengatur glukosa darah
bersama glukagon yang di produksi oleh sel alfa pankreas. Insulin disintesis
24
Pelepasan insulin dari simpanan granulosa sel beta pankreas dipicu oleh
peningkatan kadar gula darah yang berasal dari makanan dan minuman,
insulin ini berfungsi mengalami glukosa agar selalu dalam batas- batas
fisiologis. Proses sekresi insulin dimulai dengan proses masuknya glukosa
melewati membran sel beta melalui glucosa transporter 2 (GLUT 2) yang
terdapat dalam membran sel beta pankreas. Selanjutnya glukosa didalam sel
akan mengalami glikolisis dan fosforilasi yang kemudian akan
membebaskan molekul ATP. ATP tersebut akan berperan dalam penutupan
kanal K+ yang menyebabkan deporalisasi membran. Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan reseptor pada
membran sel tersebut. Ikatan ini akan menghasilkan sinyal yang akan
meregulasi glukosa dalam sel dengan cara peningkatan GLUT-4 dan
mendorong penempatannya pada membran sel. Melalui GLUT-4 inilah
glukosa di masukkan kedalam sel dan selanjutnya akan mengalami proses
metabolisme14.
amilin juga secara fisiologis diproduksi dan dilepaskan bersama insulin oleh
sel beta pankreas sebagai respon terhadap glukosa. Awal diabetes melitus
tipe II terjadi hiperinsulinemia karena resistensi insulin, terjadi pula
peningkatan produksi amilin, yang kemudian akan mengedap fefrakter pada
sel beta dalam menerima sinyal dari glukosa, selain itu amiloid bersifat
toksin pada sel beta, sehingga dari keadaan inilah hal yang mendasari
kerusakan sel beta yang menyebabkan gangguan sekresi insulin pada pasien
diabetes melitus tipe II14.
2.2.5 Komplikasi
Jika tidak segera diobati, diabetes melitus tipe II dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi diabetes melitus dapat di kelompokkan menjadi 2
yaitu kompilkasi awal dan kompilkasi berkelanjutan yang dapat dijelaskan
sebagai berikut.
27
2.2.6 Penatalaksanaan
Untuk menghindari terjadinya diabetes melitus tipe II dapat dilakukan
tindakan dengan mengendalikan menggunakan pedoman 4 pilar
pengendalian diabetes melitus yang terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis,
jasmani , farmakologis.
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan diabetes
memerlukan partisifasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya meningkat kan
motivasi. Penegetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus di berikan
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat di lakukan secara
mandiri, setelah mendapat kan pelatihan khusus.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi:
1) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan. Penyulit DM dan risikonya.
29
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25
kal/kgBBsedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
2) Umur
Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
setiap dekade antara 40 dan 59 tahun. Pasien usia diantara 60 dan
69 tahun, dikurangi 10%. Pasien usia diatas usia 70 tahun,
dikurangi 20%.
3) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
dengan intensitas aktivitas fisik Penambahan sejumlah 10% dari
kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat. Penambahan
sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga. Penambahan sejumlah 30% pada
aktivitas sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang
sedang tidak perang. Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas
berat: petani, buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.
Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang
becak, tukang gali.
4) Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik
(sepsis, operasi, trauma).
5) Berat Badan
Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar
20- 30% tergantung kepada tingkat kegemukan. Penyandang DM
kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita dan 1200-1600
kal perhari untuk pria. Secara umum, makanan siap saji dengan
jumlah kalori yang terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi
34
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyerta.
3. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus tipe II yang sangat di anjurkan untuk mengontrolan
kadar glukosa dalam darah selain dari aktifitas fisik yang ringan juga
dapat di lakukan sehari-hari di rumah. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan
meningkatkan dan mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas fisik
berperan dalam ngontrol kadar gula darah tubuh dengan cara mengubah
glukosa menjadi energi. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan
aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori,
misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan
olahraga. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkain gerakan
berurutan. Mamfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada
diabetes melitus antara lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah
35
4. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
atau suntikan.
1. Obat hiperglikemik oral
Berdasarkan cara kerja, OHO di bagi menjadi 5 golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
b. Peningkatan sensitifitas terhadap insulin: metformin dantia
zolidindion
c. Penghambat glukneogenesis (metformin)
d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
e. DPP-IV inhibitor
36
2. Suntikan insulin
Insulin di perlukan pada keadaan
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang di sertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetic
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal fengan kombinasi OHO dosis optimal
g. Stress berat ( infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
h. Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
i. Gangguan fungsi ginjal atau fumgsi hati yang berat
j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO4.
senam air,
gerakan cepat,
Bersepeda cepat,
Angkat besi, tenis
tunggal, Lari
cepat, Marathon
dan Membawa
beban
2 Sedang Jalan cepat (5 menyapu, Cocok
Km/ Bersepeda mengepel, tanam
cepat, Angkat mencuci
besi, tenis baju,dll,
tunggal, Lari Menggendo
cepat, Marathon ng anak
dan Membawa dengan
beban jam berat
Berjalan <20kg,
menanjak), Jalan menyapu
di tempat, halaman,
Bersepeda 10-15 mengepel
Km/jam, Aerobik mencuci
dengan intensitas baju,
rendah, Aqua menimba
Aerobik dengan air,
intensitas rendah, bercocok
Yoga , Melompat tanam,
di atas trampolin , mebersihka
Latihan beban n kamar
(<20 kg), Menari mandi/kola
dengan irama m
moderat, Latihan
tinju dengan
memukul samsak,
39
Penggunaan
mesin aerobik
(misalnya tangga
pemanjat, elips,
sepeda stasioner),
kecepatan sedang
Ganda tenis
kompetitif, bola
voli, ganda
bulutangkis,
menyelam
/Renang
rekreasi,kano,men
unggang
kuda,golf, tenis
ganda, bulu
tangkis ganda,
senam aerobik,
skj, renang, bola
volly, jogging,
basket dan sepak
bola dll28.
3 Ringan Berjalan kakai,
menggunakan
sepeda kayuh
Tabel 2.2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring Dan
Diagnosis Diabetes Melitus (mg/Dl.)
Bukan Belum pasti DM DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-199 ≥200
darah sewaku Darah kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dL)
Kadar glukosa Plsama vena <100 100-125 ≥126
darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100
(mg/dL)
Catatan: untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan
kelaianan hasil dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45
tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
setiap 3 tahun4.
Ketidak stabila kadar glukosa darah. Dikenal dengan istilah intoleransi
glukosa. Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului
timbulnya daibetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus
mengalami peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh department
of health and human services (DHHS) the american diabetes association
(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi
glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan
intoleransi glukosa akan menjadi diabetes.
Intoleransi glukosa mempunyai resiko timbulnya gangguan
kardiovaskuler sebesar atau setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang
normal. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan
TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini:
1. glukosa darah puasa 100-125 mg/dL
43
Genetik
Obesitas
Terapi nutrisi
Diet tidak sehat
Terapi farmakologi
Bagan 2.2
Kerangka konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
α
(Z1 − 2) 2 P (1 − 4)N
𝑛=
d2 (N − 1) + (Z1 – α/2)2P(1 − P)
Dimana :
N = Besar sampel
N = Besar populasi
(Z1- α/2)2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%=1,96)
P =proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak
diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)
D =Derajat penyimpanan terhadap populasi yang diinginkan: 10%
(0,10), 5% (0,05) atau 1% (0,01)
N = Jumlah populasi 419 orang
Ket :
P : Nilai hitung distribusi frekuensi
F : Frekuensi
N : Jumlah responden
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi-square
dengan nilai kemaknaan 5% (0.05). Jika hasil menunjukkan nilai p_value
≤0,05 artinya ada hubungan yang bermakna (H0 ditolak), sedangkan jika
hasil perhitungan menunjukakan nilai p_value > 0.05 artinya tidak ada
hubungan yang bermakna (H0 diterima) rumus chi-square sebagai
berikut29:
Ʃ ( 0 – E )2
µ2 =
E
Ket :
E: Nilai harapan
57
f. Self Determinan
Peneliti menjamin hak responden dalam memutuskan untuk bersedia
menjadi responden ataupun tidak tanpa adanya sanksi apapun pada
responden.
59
Kriteria inklusi
Tidak
beraktivitas
Ringan
Sedang
Berat
Membuat laporan penelitian
60
BAB IV
b. Gambaran kadar gula darah puasa pada penderita diabetes melitus tipe II
Gambaran kadar gula darah puasa responden di RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tebel 4.3 Distribusi Frekuensi Respon berdasarkan Kadar Gula
Darah Puasa pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018.
No Kadar gula darah Frekuensi Presentase (%)
puasa
1 Normal 32 31,7
(GDP 72-126 mg/dl)
2 Hiperglikemi 54 53,5
(GDP>126 mg/dl)
3 Hipoglikemi 0 0
Jumlah 86 100
4.1.3Analisa bivariat
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan
variabel devenden, maka harus dilakukan analisa bivariat dengan
menggunkan uji statistic chi-squer dengan hasil sebagai berikut:
a. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi 2018 dapat dilihat pada
tabel 4.4 sebagai berikut:
63
Tabel 4.4 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018
No Aktivitas Kadar gula Darah puasa Jumlah p-value
Fisik Uji Chi
Square
Normal Hiperglikemi
N % N % N % 0,873
1 Tidak 2 6.2 5 9,3 7 8,1
beraktivitas
2 Sedang 29 38,2 47 61,8 76 100
3 ringan 0 0 0 0 0
4 Berat 1 3,1 2 3,7 3 3,5
Jumlah 32 100 54 100 86 100
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 86 responden diketahui bahwa hasil
analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas
yang beraktivitas sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar
gula darah puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2018.
5.1 Pembahasan
5.1.1 Gambaran Aktivitas Fisik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Dari hasil penelitian di poli penyakit dalam RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 dapat diketahui bahwadari 86 responden penelitian
didapatkan mayoritas responden penelitian aktivitas fisik sedang yaitu 76
orang (75.2%). Mayoritas responden melakukan aktivita sedang
dibandingkan yang tidak beraktifitas, sedang, ringan maupun berat. Di
karenakan responden banyak yang pekerjaan nya ibu rumah tangga yaitu
menyapu, mencuci baju, memasak dan lain-lain pekerjaan tersebut
termasuk kategori kategori aktivitas sedang. Pekerjaan responden mayoritas
sebagai ibu rumah tangga dengan presentase (31,7%). Berdasarkan
64
5.1.2 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pada Diabetes Melitus Tipe II
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar gula darah puasa responden
terbagai menjadi dua kategori yaitu normal dan hiperglikemi. Kadar gula
darah puasa responden normal adalah 72-126 mg/dl. Sedangkan kadar gula
darah puasa responden yang tidak normal adalah >126. Dari 86 responden
di RSUD Raden Mataher Jambi menunjukan mayoritas kadar gula darah
yaitu hiperglikemi sebanyak 54 orang (53,5) sedangkan yang normal yaitu
32 orang (31,7%).
66
intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang
dengan intoleransi glukosaakan menjadi diabetes. Banyak faktor penyebab
kadar gula darah tidak normal, salah satu nya adalah locus of control
internal ( sebuah penguatan diri pada pasien). Jika tingkat locus of control
internal pasien diabetes rendah, maka tingkat kesadaran dalam dalam
memperhatikan kesehatan nya ( melakukan kontrol kadar gula darah secara
teratur) juga akan menurun32.
Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi) terjadi akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, karena insulin yang ada di
dalam tubuh berkurang keaktifannya dalam membawa glukosa ke sel-sel
tubuh. Deangan melakukan kontrol kadar gula darah puasa secara teratur,
maka nilai kadar gula darah akan menjadi lebih terkendali. Lebih lanjut lagi
dengan melakukan pemantauan kadar gula darah puasa sehingg pasien akan
lebih waspada pada pemeriksaan berikutnya apabila kadar gula darahnya
buruk33.
perlunya pengontrolan kadar gula darah untuk mencegah terjadi nya
komplikasi lebih lanjut di lakukan dengan pengendalian 4 pilar diabetes
melitus yang terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis, jasmani ,
farmakologis.
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Diabetes
tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan diabetes memerlukan partisifasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya meningkat kan motivasi. Penegetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus
di berikan kepada pasien.
68
5.1.3 Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kadar Gula Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 86 responden diketahui bahwa hasil
analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas
yang beraktivitas sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar
gula darah puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah yang menunjukakan tidak ada
69
otot pada saat melakukan aktivitas fisik. Hingga, jaringan otot aktif disebut
juga sebagai jaringan non-insulin dependen. Kepekaan ini akan berlangsung
lama, bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan jasmani akan
terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala, jala
kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor
menjadi lebih aktif.
Saat melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, otot menggunkan
glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot mengisi
kekurangan ini dengan mengambil glukosa dari darah. Ini berakibat
menurunnya kadar gula darah sehingga memperbesar pengendlian glukosa
pada saat olahraga. Lebih banyak berolahraga dapat menghasilkan otot yang
lebih aktif, yang selanjutnya menggunakan lebih banyak glukosa sehingga
menjaga kadar glukosa dalam darah tetap terkendali. Namun, jikan olahraga
dihentikan walaupun hanya dua hari, dampak akan sebliknya36.
71
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus tipe II di poli klinik penyakit dalam
RSUD raden mattaher jambi tahun 2018 di dapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
a. 86 responden diketahui bahwa hasil analisis hubungan antara
aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas yang beraktivitas
sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar gula darah
puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat
disimpulkan bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula
darah pada penderita diabetes melitus tipe II di RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018.
b. 86 responden penelitian didapatkan mayoritas responden penelitian
aktivitas fisik sedang yaiti 76 orang (75.2%).
c. 86 responden penelitian didapatkan mayoritas responden penelitian
kadar gula darah puasa yaitu hiperglikemi sebanyak 54 (53,5%).
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Rumah Sakit Umum RSUD Raden Mattaher Jambi
Memperhatikan target pengelolaan terapi diabetes melitus,
sehingga yang berobat memenuhi kriteria pengelolaan berdasarkan
target yang telah di catumkan oleh PERKINI dalam kensus 2015.
Dari hasil penelitian di dapatkan 50,3% pasien diabetes melitus
tipe II tidak terkontrol, di poli klinik penyakit dalam RSUD raden
mattaher jambi perlu nya dilakukan evaluasi ulang terhadap terapi
72
BAB I
PENDAHULUAN
dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan
mengambil glukosa dari darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya
glukosa darah sehingga memperbesar pengendalian glukosa darah6.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelum nya oleh gumilang
mega para mita (2014) judul “ hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus tipe II di rumah sakitn umum daerah
karanganyar” , penelitian yang menggunakan metode analitik observasional
dengan jumlah sampel 65 pasien dibates melitus tipe II di dapatkan hasil
bahwa terdapat nya hubungan signifikan dengan kadar gula darah pada
pasien diabetes melitus tipe II7. Penelitian yang lain oleh A. Yoga, dkk di
semarang tahun 2011. Menyatakan bahwa responden yang signifikan
terhadap keberhasilan pengelolaan DM tipe 2 p=0,0028.
Berdasarkan survei awal yang di lakukan di Poli Klinik Penyakit Dalam
RSUD Mattaher Jambi yang di lakukan dengan wawancara 5 orang 2
diantara nya pekerjaan nya ibu rumah tangga melakukan aktifitas fisik
sedang (menyapu,menyuci,menepel,memasak dll) pada saat pengecekan
kadar gula darah di labor RSUD Raden Mattaher Jambi kadar gula darah
ibuk tersebut normal. Kemudian 2 dua anataranya yang melakukan aktivitas
fisik berat pekerjaan nya pedagang, bapak tersebut mengatakan setiap hari
mengangkat beban lebih dari 20 kg pada saat pemerikssan di labor kadar
gula darah ibuk tersebut normal. Dan 1 di antaranya pekerjaan pensiunan,
dia mengatakan tidak melakukan aktifitas fisik karena kaki nya sudah di
amputasi sehingga tidak memungkinkan melakukan aktivitas fisik jadi
hanya duduk di kusi roda pada saat pemeriksaan di labor kadar gula darah
bapak tersebut tinggi.
Berdasarkan uraian permasalahan dia atas, penulis tertarik melakukan
penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar
Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poli Klinik
Penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi
2018”.
76
1.6 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Defenisi
Diabetes berasal dari kata Yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Penyakit diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang di tandai dengan ketiadaan
absolut insulin atau penurunan relatif insentifitas sel terhadap insulin2,1.
Selain itu menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya10.
2.2.2 Klasifikasi
Diabete smelitus di bagi menjadi 3 tipe yaitu diabetes melitus tipe 1 dan
diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain4.
Tabel 2.1Klasifikasi Etiologi DM
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin
3. Autoimun
4. Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan defisiensi insulin relatif
sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.
Tipe 9. Defek genetik fungsi sel beta
lain 10. Defek genetik kerja insulin
11. Penyakit eksokrin pankreas
12. Endokrinopati
13. Karena obat dan zat kimia
14. Infeksi
15. Sebab imunologi yang jarang
16. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
diabetes melitus
79
4.2.2 Patofisiologi
Pada diabetes melitus tipe II, faktor yang menjadi penyabab diabetes
melitus di sebabkan adanya gangguan resistensi insulin atau gangguan kerja
insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Awal
nya resistensi insulin belum menyebabkan diabtes secara klinis, namun
seiring dengan kegagalan kompensasi dari tubuh berupa keadaan
hiperinsulinemia, glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat
akibat sekresi insulin oleh sel beta pankreas tersebut. Timbul gejala klinis
diabetes melitus yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa
darah yang memenuhi kriterial diabetes melitus13.
Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas dan akan disekresikan dalam
darah sesuai kebutuhan. Secara fisiologis, insulin mengatur glukosa darah
bersama glukagon yang di produksi oleh sel alfa pankreas. Insulin disintesis
80
Pelepasan insulin dari simpanan granulosa sel beta pankreas dipicu oleh
peningkatan kadar gula darah yang berasal dari makanan dan minuman,
insulin ini berfungsi mengalami glukosa agar selalu dalam batas- batas
fisiologis. Proses sekresi insulin dimulai dengan proses masuknya glukosa
melewati membran sel beta melalui glucosa transporter 2 (GLUT 2) yang
terdapat dalam membran sel beta pankreas. Selanjutnya glukosa didalam sel
akan mengalami glikolisis dan fosforilasi yang kemudian akan
membebaskan molekul ATP. ATP tersebut akan berperan dalam penutupan
kanal K+ yang menyebabkan deporalisasi membran. Pada jaringan perifer
seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan reseptor pada
membran sel tersebut. Ikatan ini akan menghasilkan sinyal yang akan
meregulasi glukosa dalam sel dengan cara peningkatan GLUT-4 dan
mendorong penempatannya pada membran sel. Melalui GLUT-4 inilah
glukosa di masukkan kedalam sel dan selanjutnya akan mengalami proses
metabolisme14.
amilin juga secara fisiologis diproduksi dan dilepaskan bersama insulin oleh
sel beta pankreas sebagai respon terhadap glukosa. Awal diabetes melitus
tipe II terjadi hiperinsulinemia karena resistensi insulin, terjadi pula
peningkatan produksi amilin, yang kemudian akan mengedap fefrakter pada
sel beta dalam menerima sinyal dari glukosa, selain itu amiloid bersifat
toksin pada sel beta, sehingga dari keadaan inilah hal yang mendasari
kerusakan sel beta yang menyebabkan gangguan sekresi insulin pada pasien
diabetes melitus tipe II14.
4.2.5 Komplikasi
Jika tidak segera diobati, diabetes melitus tipe II dapat menimbulkan
komplikasi. Komplikasi diabetes melitus dapat di kelompokkan menjadi 2
yaitu kompilkasi awal dan kompilkasi berkelanjutan yang dapat dijelaskan
sebagai berikut.
83
4.2.6 Penatalaksanaan
Untuk menghindari terjadinya diabetes melitus tipe II dapat dilakukan
tindakan dengan mengendalikan menggunakan pedoman 4 pilar
pengendalian diabetes melitus yang terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis,
jasmani , farmakologis.
5. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang
sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi
terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan diabetes
memerlukan partisifasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya meningkat kan
motivasi. Penegetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus di berikan
kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat di lakukan secara
mandiri, setelah mendapat kan pelatihan khusus.
c. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi:
7) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
8) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan. Penyulit DM dan risikonya.
85
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
6) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar 25
kal/kgBBsedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
7) Umur
Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
setiap dekade antara 40 dan 59 tahun. Pasien usia diantara 60 dan
69 tahun, dikurangi 10%. Pasien usia diatas usia 70 tahun,
dikurangi 20%.
8) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
dengan intensitas aktivitas fisik Penambahan sejumlah 10% dari
kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat. Penambahan
sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan: pegawai
kantor, guru, ibu rumah tangga. Penambahan sejumlah 30% pada
aktivitas sedang: pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang
sedang tidak perang. Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas
berat: petani, buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.
Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat: tukang
becak, tukang gali.
9) Stres Metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik
(sepsis, operasi, trauma).
10) Berat Badan
Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar
20- 30% tergantung kepada tingkat kegemukan. Penyandang DM
kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan
kebutuhan untuk meningkatkan BB. Jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kal perhari untuk wanita dan 1200-1600
kal perhari untuk pria. Secara umum, makanan siap saji dengan
jumlah kalori yang terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi
90
dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan
sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis
makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang
DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan
disesuaikan dengan penyakit penyerta.
7. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
diabetes melitus tipe II yang sangat di anjurkan untuk mengontrolan
kadar glukosa dalam darah selain dari aktifitas fisik yang ringan juga
dapat di lakukan sehari-hari di rumah. Kegiatan jasmani sehari-hari dan
latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan
meningkatkan dan mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas fisik
berperan dalam ngontrol kadar gula darah tubuh dengan cara mengubah
glukosa menjadi energi. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan
aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori,
misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan
olahraga. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkain gerakan
berurutan. Mamfaat besar dari beraktivitas fisik atau berolahraga pada
diabetes melitus antara lain menurunkan kadar glukosa darah, mencegah
91
8. Terapi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani (gaya hidup). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
atau suntikan.
3. Obat hiperglikemik oral
Berdasarkan cara kerja, OHO di bagi menjadi 5 golongan:
f. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
g. Peningkatan sensitifitas terhadap insulin: metformin dantia
zolidindion
h. Penghambat glukneogenesis (metformin)
i. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
j. DPP-IV inhibitor
92
4. Suntikan insulin
Insulin di perlukan pada keadaan
k. Penurunan berat badan yang cepat
l. Hiperglikemia berat yang di sertai ketosis
m. Ketoasidosis diabetic
n. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
o. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
p. Gagal fengan kombinasi OHO dosis optimal
q. Stress berat ( infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
r. Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
s. Gangguan fungsi ginjal atau fumgsi hati yang berat
t. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO4.
senam air,
gerakan cepat,
Bersepeda cepat,
Angkat besi, tenis
tunggal, Lari
cepat, Marathon
dan Membawa
beban
2 Sedang Jalan cepat (5 menyapu, Cocok
Km/ Bersepeda mengepel, tanam
cepat, Angkat mencuci
besi, tenis baju,dll,
tunggal, Lari Menggendo
cepat, Marathon ng anak
dan Membawa dengan
beban jam berat
Berjalan <20kg,
menanjak), Jalan menyapu
di tempat, halaman,
Bersepeda 10-15 mengepel
Km/jam, Aerobik mencuci
dengan intensitas baju,
rendah, Aqua menimba
Aerobik dengan air,
intensitas rendah, bercocok
Yoga , Melompat tanam,
di atas trampolin , mebersihka
Latihan beban n kamar
(<20 kg), Menari mandi/kola
dengan irama m
moderat, Latihan
tinju dengan
memukul samsak,
95
Penggunaan
mesin aerobik
(misalnya tangga
pemanjat, elips,
sepeda stasioner),
kecepatan sedang
Ganda tenis
kompetitif, bola
voli, ganda
bulutangkis,
menyelam
/Renang
rekreasi,kano,men
unggang
kuda,golf, tenis
ganda, bulu
tangkis ganda,
senam aerobik,
skj, renang, bola
volly, jogging,
basket dan sepak
bola dll28.
3 Ringan Berjalan kakai,
menggunakan
sepeda kayuh
Tabel 2.2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring Dan
Diagnosis Diabetes Melitus (mg/Dl.)
Bukan Belum pasti DM DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena <100 100-199 ≥200
darah sewaku Darah kapiler <90 90-199 ≥200
(mg/dL)
Kadar glukosa Plsama vena <100 100-125 ≥126
darah puasa Darah kapiler <90 90-99 ≥100
(mg/dL)
Catatan: untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan
kelaianan hasil dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45
tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan
setiap 3 tahun4.
Ketidak stabila kadar glukosa darah. Dikenal dengan istilah intoleransi
glukosa. Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului
timbulnya daibetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus
mengalami peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh department
of health and human services (DHHS) the american diabetes association
(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi
glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan
intoleransi glukosa akan menjadi diabetes.
Intoleransi glukosa mempunyai resiko timbulnya gangguan
kardiovaskuler sebesar atau setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang
normal. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan
TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah
menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini:
4. glukosa darah puasa 100-125 mg/dL
99
Genetik
Obesitas
Terapi nutrisi
Diet tidak sehat
Terapi farmakologi
Bagan 2.2
Kerangka konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
α
(Z1 − 2) 2 P (1 − 4)N
𝑛=
d2 (N − 1) + (Z1 – α/2)2P(1 − P)
Dimana :
N = Besar sampel
N = Besar populasi
(Z1- α/2)2 = Nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%=1,96)
P =proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak
diketahui proporsinya, ditetapkan 50% (0,50)
D =Derajat penyimpanan terhadap populasi yang diinginkan: 10%
(0,10), 5% (0,05) atau 1% (0,01)
N = Jumlah populasi 419 orang
Ket :
P : Nilai hitung distribusi frekuensi
F : Frekuensi
N : Jumlah responden
4. Analisa Bivariat
Analisa bivariat pada penelitian ini menggunakan uji chi-square
dengan nilai kemaknaan 5% (0.05). Jika hasil menunjukkan nilai p_value
≤0,05 artinya ada hubungan yang bermakna (H0 ditolak), sedangkan jika
hasil perhitungan menunjukakan nilai p_value > 0.05 artinya tidak ada
hubungan yang bermakna (H0 diterima) rumus chi-square sebagai
berikut29:
Ʃ ( 0 – E )2
µ2 =
E
Ket :
E: Nilai harapan
113
f. Self Determinan
Peneliti menjamin hak responden dalam memutuskan untuk bersedia
menjadi responden ataupun tidak tanpa adanya sanksi apapun pada
responden.
115
Kriteria inklusi
Tidak
beraktivitas
Ringan
Sedang
Berat
Membuat laporan penelitian
116
BAB IV
d. Gambaran kadar gula darah puasa pada penderita diabetes melitus tipe II
Gambaran kadar gula darah puasa responden di RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tebel 4.3 Distribusi Frekuensi Respon berdasarkan Kadar Gula
Darah Puasa pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018.
No Kadar gula darah Frekuensi Presentase (%)
puasa
1 Normal 32 31,7
(GDP 72-126 mg/dl)
2 Hiperglikemi 54 53,5
(GDP>126 mg/dl)
3 Hipoglikemi 0 0
Jumlah 86 100
4.1.3Analisa bivariat
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan
variabel devenden, maka harus dilakukan analisa bivariat dengan
menggunkan uji statistic chi-squer dengan hasil sebagai berikut:
b. Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi 2018 dapat dilihat pada
tabel 4.4 sebagai berikut:
119
Tabel 4.4 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe II RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018
No Aktivitas Kadar gula Darah puasa Jumlah p-value
Fisik Uji Chi
Square
Normal Hiperglikemi
N % N % N % 0,873
1 Tidak 2 6.2 5 9,3 7 8,1
beraktivitas
2 Sedang 29 38,2 47 61,8 76 100
3 ringan 0 0 0 0 0
4 Berat 1 3,1 2 3,7 3 3,5
Jumlah 32 100 54 100 86 100
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 86 responden diketahui bahwa hasil
analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas
yang beraktivitas sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar
gula darah puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pada penderita diabetes
melitus tipe II di RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2018.
10.1 Pembahasan
10.1.1 Gambaran Aktivitas Fisik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II
Dari hasil penelitian di poli penyakit dalam RSUD Raden Mattaher
Jambi Tahun 2018 dapat diketahui bahwadari 86 responden penelitian
didapatkan mayoritas responden penelitian aktivitas fisik sedang yaitu 76
orang (75.2%). Mayoritas responden melakukan aktivita sedang
dibandingkan yang tidak beraktifitas, sedang, ringan maupun berat. Di
karenakan responden banyak yang pekerjaan nya ibu rumah tangga yaitu
menyapu, mencuci baju, memasak dan lain-lain pekerjaan tersebut
termasuk kategori kategori aktivitas sedang. Pekerjaan responden mayoritas
sebagai ibu rumah tangga dengan presentase (31,7%). Berdasarkan
120
10.1.2 Gambaran Kadar Gula Darah Puasa Pada Diabetes Melitus Tipe II
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar gula darah puasa responden
terbagai menjadi dua kategori yaitu normal dan hiperglikemi. Kadar gula
darah puasa responden normal adalah 72-126 mg/dl. Sedangkan kadar gula
darah puasa responden yang tidak normal adalah >126. Dari 86 responden
di RSUD Raden Mataher Jambi menunjukan mayoritas kadar gula darah
yaitu hiperglikemi sebanyak 54 orang (53,5) sedangkan yang normal yaitu
32 orang (31,7%).
122
intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang
dengan intoleransi glukosaakan menjadi diabetes. Banyak faktor penyebab
kadar gula darah tidak normal, salah satu nya adalah locus of control
internal ( sebuah penguatan diri pada pasien). Jika tingkat locus of control
internal pasien diabetes rendah, maka tingkat kesadaran dalam dalam
memperhatikan kesehatan nya ( melakukan kontrol kadar gula darah secara
teratur) juga akan menurun32.
Peningkatan kadar gula darah (hiperglikemi) terjadi akibat adanya
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, karena insulin yang ada di
dalam tubuh berkurang keaktifannya dalam membawa glukosa ke sel-sel
tubuh. Deangan melakukan kontrol kadar gula darah puasa secara teratur,
maka nilai kadar gula darah akan menjadi lebih terkendali. Lebih lanjut lagi
dengan melakukan pemantauan kadar gula darah puasa sehingg pasien akan
lebih waspada pada pemeriksaan berikutnya apabila kadar gula darahnya
buruk33.
perlunya pengontrolan kadar gula darah untuk mencegah terjadi nya
komplikasi lebih lanjut di lakukan dengan pengendalian 4 pilar diabetes
melitus yang terdiri dari edukasi, terapi nutrisi medis, jasmani ,
farmakologis.
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari
materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Diabetes
tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup perilaku telah terbentuk
dengan mapan. Pemberdayaan diabetes memerlukan partisifasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan
upaya meningkat kan motivasi. Penegetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus
di berikan kepada pasien.
124
10.1.3 Hubungan Aktifitas Fisik Dengan Kadar Gula Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dari 86 responden diketahui bahwa hasil
analisis hubungan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas
yang beraktivitas sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar
gula darah puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat disimpulkan
bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah yang menunjukakan tidak ada
125
otot pada saat melakukan aktivitas fisik. Hingga, jaringan otot aktif disebut
juga sebagai jaringan non-insulin dependen. Kepekaan ini akan berlangsung
lama, bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan jasmani akan
terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala, jala
kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor
menjadi lebih aktif.
Saat melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, otot menggunkan
glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa berkurang, otot mengisi
kekurangan ini dengan mengambil glukosa dari darah. Ini berakibat
menurunnya kadar gula darah sehingga memperbesar pengendlian glukosa
pada saat olahraga. Lebih banyak berolahraga dapat menghasilkan otot yang
lebih aktif, yang selanjutnya menggunakan lebih banyak glukosa sehingga
menjaga kadar glukosa dalam darah tetap terkendali. Namun, jikan olahraga
dihentikan walaupun hanya dua hari, dampak akan sebliknya36.
127
BAB V
5.3 Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus tipe II di poli klinik penyakit dalam
RSUD raden mattaher jambi tahun 2018 di dapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
a. 86 responden diketahui bahwa hasil analisis hubungan antara
aktifitas fisik dengan kadar gula darah mayoritas yang beraktivitas
sedang yaitu 29 orang (38,2%) kemudian untuk kadar gula darah
puasa mayoritas yaitu hiperglikemi yaitu 47 orang (61,8%). Hasil
analisis bivariat menunjukan nilai p-vaulue=0,873 maka dapat
disimpulkan bahwa H0 di terima yang artinya tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula
darah pada penderita diabetes melitus tipe II di RSUD Raden
Mattaher Jambi Tahun 2018.
b. 86 responden penelitian didapatkan mayoritas responden penelitian
aktivitas fisik sedang yaiti 76 orang (75.2%).
c. 86 responden penelitian didapatkan mayoritas responden penelitian
kadar gula darah puasa yaitu hiperglikemi sebanyak 54 (53,5%).
5.4 Saran
5.4.1 Bagi Rumah Sakit Umum RSUD Raden Mattaher Jambi
Memperhatikan target pengelolaan terapi diabetes melitus,
sehingga yang berobat memenuhi kriteria pengelolaan berdasarkan
target yang telah di catumkan oleh PERKINI dalam kensus 2015.
Dari hasil penelitian di dapatkan 50,3% pasien diabetes melitus
tipe II tidak terkontrol, di poli klinik penyakit dalam RSUD raden
mattaher jambi perlu nya dilakukan evaluasi ulang terhadap terapi
128
DAFTAR PUSTAKA
1. Buraerah, hakim. Analisis faktor resiko diabetes melitus tipe 2 di
puskesmas tanrutedong, sidenreg rappan,. Jurnal ilmiah nasional;2010
[cited 2010 feb 17]. Available from
2. Elizabet J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal 124
3. Wild,S., dkk (2010). Global Prevalence Of Diabetes: Estimates For
The Year 2000 And Projections For Care: Epidemiology/ health
4. PERKENI. Buku Pedoman Konsesus Pengelolan Dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe II di indonesia. PERKENI: Indonesia; 2015
5. Infodatin. Waspada Diabetes.Kementerian Kesehatan RI: Jakarta
Selatan; 2014
6. Barnes, D.E., 2011. Program, Olahraga Diabetes. Yogyakarta: Citra
Aji Parama
7. Gumilang Mega Paramitha, Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar
Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit
Umum Daerah Karanganyar,. Naskah Publikasi; 2014
8. Yoga A. Utomo S. Hubungan antara 4 pilar Pengelola Diabetes
Melitus Dengan Keberhasilan Pengelolaan Dibetes melitus Tipe 2.
Program Pendidikan sarjana kedokteran fakultas kedokteran
universitas di ponegoro tahun 2011 di unduh tanggal 18 februari 2013
9. Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.
Laporan Tahunan Diabetes Melitus Tipe 2. Jambi; 2017
10. Gustiaviani Reno. Nefrofati Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes
Melitus Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam, jilid III. Edisi V. Jakarta :
Balai penerbit FKUI. hal. 1943
11. Asman Manaf. Mekanisme Sekresi Dan Aspek Metabolisme Dalam
Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. hal. 1896
12. Purmasari dyah. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam
Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid III. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI. hal. 1882
13. Molina, Patricia E. Endocrine Pancreas Dalam Buku Endocrine
Physiology. Third Edition. Louisiana USA: MCG-GRAW- HILL
Companies.2010.chqpter 7.
14. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. Diabetes Melitus Dalam
Harrison’s Principles Of Internal Medicine. 18th ed.USA :Mc Graw
Hill Company. 2012 Chapter 334
15. Salzler michael J C. Crowford James M, kumar V, Pancreas Dalam
Robbins Buku Ajar Patologi. Vol 2. Edisi 7. Jakarta: EGC.2007. hal.
718
16. David E Schteingart Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal 1263
130
34. Fuad hariyanto. 2013, Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula
Darah Pada Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon Tahun 2013, Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
35. Ernawati. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu
Jakarta: Penerbit Mintra Wancana Media:2013.
36. WHO. World Health Statistic 2009. France. http://WWW.WHO.int;
2010
132
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi
Keperawatan Uiniversitas Jambi akan mengadakan penelitian tentang “Hubungan
Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi
Tahun 2018”. Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi penderita
diabetes melitus tipe 2 sebagai responden dan saya akan merahasiakan semua
informasi yang diberikan serta hanya dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian.
Bila responden setuju, maka dengan ini saya mohon kesediaannya untuk
mengisi dan menandatangani lembar persetujuan ini
Peneliti
ZERA INORIANI
Jambi, 2018
(........................................)
133
INTRUMEN PENELITIAN
A. Data Demografi
Petunjuk pengisian : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan
memberikan jawaban Tertulis.
Inisial :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Alamat :