Anda di halaman 1dari 132

SKRIPSI

NELLY AGUSTIN

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN


SKIZOFRENIA DI WILAYAH PUSKESMAS BANTUR
KABUPATEN MALANG

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
Lembar Pengesahan

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN


SKIZOFRENIA DI WILAYAH PUSKESMAS BANTUR
KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada


program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang

2018

Oleh:

NELLY AGUSTIN
NIM: 201310410311086

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Liza Pristianty, M.Si., MM., Apt. Ika Ratna Hidayati, M.Sc., Apt.
NIP: 196211151988102002 NIP: 11209070480

ii
Lembar Pengujian

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN


SKIZOFRENIA DI WILAYAH PUSKESMAS BANTUR
KABUPATEN MALANG

SKRIPSI

Telah Diuji dan Dipertahankan di Depan Tim Penguji


Pada Tanggal 16 Desember 2017

Oleh:

NELLY AGUSTIN
NIM: 201310410311086

Disetujui Oleh:

Penguji I Penguji II

Dr. Liza Pristianty, M.Si., MM., Apt. Ika Ratna Hidayati, M.Sc., Apt.
NIP: 196211151988102002 NIP: 11209070480

Penguji III Penguji IV

Siti Rofida, S.Si., M.Farm., Apt. Hidajah Rahmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS.
NIP: 11408040453 NIP: 14406090449

iii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh


Puji syukur senantiasa tercurahkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI
WILAYAH PUSKESMAS BANTUR KABUPATEN MALANG
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana
Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang. Selama menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis
tidak terlepas dari peranan pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan
segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat,
nikmat, dan hidayah-Nya kepada umatnya dan Rasulullah SAW yang
menuntun dari jalan kegelapan menuju jalan yang benar.
2. Untuk Bapak dan Mama tercinta yang tiada henti memberikan dukungan
moral dan materil, perhatian, kasih sayang, semangat, serta doa yang tulus
hingga akhir studi ini selesai. Adikku Mila Rosa yang selalu menghibur,
memberikan doa dan dukungan dalam menyelesaikan studi ini dengan baik.
3. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang,
Bapak Faqih Ruhyanudin, M.Kep., Sp.Kep.KMB. atas kesempatan yang
telah diberikan untuk mengikuti program sarjana di Unuversitas
Muhammadiyah Malang.
4. Bapak Soebagijono, S.Kep., Ns., M.Kes. selaku Kepala Poli Jiwa
Puskesmas Bantur Kabupaten Malang telah banyak membantu selama
penelitian, banyak ilmu dan pengalaman selama berada di Puskesmas.
5. Ibu Dr. Liza Pristianty, M.Si., MM., Apt. selaku Dosen Pembimbing I.
terimah kasih banyak, disela kesibukan ibu masi meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan arahan, memberikan solusi dan nasehat
terhadap masalah yang dihadapi penulis, sehingga penulis mampu
menyelsaikan skripsi ini.

iv
6. Ibu Ika Ratna Hidayati, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing II. Terima
kasih banyak atas semua bimbingan yang dengan sabar memberikan arahan,
memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi penulis dan bersedia
meluangkan waktu disela-sela kesibukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
7. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. dan Bapak Andri Tilaqza, M.Farm.,
Apt. selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran, masukan dan
kritikan untuk perbaikan skripsi ini, terima kasih banyak untuk ilmu yang
ibu dan bapak berikan selama perjalanan penulis mencapai gelar sarjana ini.
8. Ibu Siti Rofida, S.Si., M.Farm., Apt. dan Ibu Hidajah Rahmawati, S.Si.,
Apt., Sp.FRS. selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran,
masukan dan kritikan untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih banyak
untuk ilmu yang telah diberikan selama perjalanan penulis mencapai gelar
sarjana ini.
9. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Farmasi Universitas
Muhammadiyah Malang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu
pengetahuan hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan sarjana ini.
10. Staf Tata Usaha dan Biro Skripsi Farmasi Kampus II Universitas
Muhammadiyah Malang yang dengan penuh kesabaran dalam memberikan
informasi bagi penulis.
11. Untuk grup skripsi komunitas Lina Fitrianidiah dan Rina Ardina S terima
kasih karena selama penelitian selalu membantu dan menyemangati,
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat saya Putri, Susi, Tista, Fitri, Anis dan Rani terima kasih banyak atas
semangat dan dukungannya selama ini sangat berarti dalam pencapaian
gelar sarjana ini.
13. Teman-teman Farmasi Angkatan 2013
14. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu,
penulis mohon maaf dan banyak terima kasih. Semua keberhasilan ini tak
luput dari bantuan, doa yang telah kalian berikan.
Jasa dari semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini, penulis
tidak mampu membalas dengan apapun. Semoga amal baik semua pihak

v
mendapat imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran
yang bersifat membangun demi kebaikan skripsi ini. Semoga penulisan ini dapat
bermanfaat untuk penelitian berikutnya.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh
Malang, 16 Desember 2017
Penulis

Nelly Agustin

vi
RINGKASAN

Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan


penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi
atau waham), efek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu
berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari.
Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.Skizofrenia
dapat terjadi karena kecenderungan genetik, kelainan pada sistem kekebalan,
perkembangan pada sistem saraf yang gangguan, teori neurodegenerative,
kelainan pada reseptor dopamin, dan kelainan pada otak yaitu terjadi
hiperaktivitas atau hipoaktivitas dopaminergik. Skizofrenia dapat diobati dengan
antipsikotik, obat ini juga dinamakan neuroleptika, antiskizofrenia, atau
transquilizer. Terapi skizofrenia bertujuan untuk mengembalikan fungsi normal
pasien, mencegah kekambuhan dan mengembalikan aktivitas pasien menjadi lebih
produktif. Penanganan terhadap skizofrenia meliputi terapi farmakologi (terapi
obat) dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi (terapi obat-obatan) yang
digunakan yaitu golongan antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah profil
peresepan obat pada pasien skizofrenia di Wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten
Malang selama periode Juli-Desember 2016. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan memeberikan gambaran tentang profil peresepan obat pada pasien
skizofrenia di wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang.
Penelitian dilakukan secara deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di
Wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang selama periode Juli-Desember
2016. Populasi penelitian ini adalah seluruh resep yang dilayani di Puskesmas
Bantur, Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016. Sampel yang
diteliti adalah resep untuk pasien skizofrenia yang dilayani di Puskesmas Bantur,
Kabupeten Malang periode Juli-Desember 2016.
Pada penelitian ini diperoleh jumlah resep obat untuk pasien skizofrenia
sebanyak 402 resep. Dari hasil penelitian menunjukan ada dua golongan obat
skizofrenia yang digunakan yaitu golongan antipsikotik tipikal (79%) dan
golongan antipsikotik atipikal (21%). Peresepan tunggal obat skizofrenia (63%)
dengan penggunaan paling banyak adalah Risperidone (32%) dengan frekuensi
1x2 mg (21%) serta peresepan kombinasi obat skizofrenia (84%) dengan
penggunaan kombinasi paling banyak adalah kombinasi dua obat yaitu kombinasi
golongan antipsikotik tipikal+tipikal (Chlorpromazine dan Haloperidol) (61%)
dengan frekuensi Chlorpromazine 1x100 mg dan Haloperidol 1x1.5 mg (10%).
Peresepan obat skizofrenia yang terdapat obat penyerta (88%) lebih banyak
dibandingkan dengan tanpa obat penyerta (12%). Obat penyerta paling banyak
digunakan Trihexyphenidyl 1x2 mg (53%). Pasien skizofrenia berjenis kelamin
laki-laki (68%) sedangkan perempuan (32%). Usia pasien skizofrenia paling
banyak didapat pada usia ≥ 35 tahun (56%). Obat penyerta yang paling banyak
digunakan adalah Trihexyphenidyl 1x2 mg (53%).

vii
ABSTRACT

PRESCRIBING PROFILE OF OF DRUGS IN SCHIZOPHRENIC


PATIENTS IN THE HEALTH CENTER AREA BANTUR, DISTRICT
MALANG
Nelly Agustin1*, Liza Pristianty2, Ika Ratna Hidayati1
Department of Pharmacy, Faculty of Health Sciences, University of
Muhammadiyah Malang1, Faculty of Pharmacy, Airlangga University2

Background: Schizophrenia is on mental illness severe chronic, characterized by


hallucinations and delusions. The prevalence of global for schizophrenia is
estimated at about 1% around the world and prevalence in Indonesia population
1.7 per mile. One way of handling therapeutic treatments schizophrenia by giving
antipsychotics to prevent sympotms is typical antipsychotic and atypical
antipsychotic.
Objective: The research objective is to provide an overview of the prescribing
profile of drugs in schizophrenic patients in The Health Center Area Bantur,
District Malang.
Method: This research method using descriptive. The population study was the
whole recipe in The Health Center Area Bantur, District Malang in July-
December 2016 period.
Result and Conclusion: From the result research percentage recipes
schizophrenia by 10.4% from 3883 recipes in The Health Center Area Bantur,
District Malang. Based on the demographic patient’s schizophrenia, most gender
medical patient are male (68%). The most age of schizophrenia patients is most
common in ≥ 35 years old (56%). Using class of medicine schizophrenia most
dominated is typical class of antipsychotics (79%) and atypical antipsychotics
(21%). Prescription of schizophrenia drug only most use Risperidone (32%) with
frequency 1x2 mg (21%) and the most commonly used combination of drug
typical and typical antypsichotics (Chlorpromazine dan Haloperidol) (61%) with
frequency of Chlorpromazine 1x100 mg and Haloperidol 1x1.5 mg (10%). The
most commonly used companion medicine is Thrihrxyphenidil with frequency
1x2 mg (53%).

Keyword: Prescribing Profile, Schizophrenia, Antipsychotic

viii
ABSTRAK

PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI


WILAYAH PUSKESMAS BANTUR KABUPATEN MALANG

Nelly Agustin*, Liza Pristianty2, Ika Ratna Hidayati1


Prodi Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Malang1, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga2

Latar Belakang: Skizofrenia merupakan penyakit kejiwaan kronis yang parah,


ditandai dengan halusinasi dan delusi. Prevalensi global untuk skizofrenia
diperkirakan sekitar 1% di seluruh dunia dan prevalesi pada penduduk Indonesia
1,7 per mil. Salah satu terapi penanganan skizofrenia dengan memberikan
antipsikotik untuk mencegah gejala yang timbul yaitu obat golongan antipsikotik
tipikal dan golongan antipsikotik atipikal.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk memberikan gambaran tentang profil
peresepan obat pada pasien skizofrenia di wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten
Malang.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Populasi penelitian ini adalah
seluruh resep yang dilayani di Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang pada
periode Juli-Desember 2016.
Hasil dan Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan hasil persentase resep
skizofrenia sebesar 10.4% dari 3883 resep yang dilayani di Puskesmas Bantur
Kabupaten Malang. Berdasarkan data demografi pasien skizofrenia, jenis kelamin
pasien paling banyak adalah laki-laki (68%). Usia pasien skizofrenia paling
banyak terdapat pada usia ≥ 35 tahun (56%). Penggunaan golongan obat
skizofrenia paling banyak digunakan adalah golongan antipsikotik tipikal (79%)
dan golongan antipsikotik atipikal (21%). Peresepan obat tunggal paling banyak
Risperidone (32%) dengan frekuensi 1x2 mg (21%) dan kombinasi paling banyak
digunakan kombinasi obat golongan antipsikotik tipikal dan tipikal
(Chlorpromazine dan Haloperidol) (61%) dengan frekuensi Chlorpromazine
1x100 mg dan Haloperidol 1x1.5 mg (10%). Obat penyerta paling banyak
digunakan adalah Trihexyphenidyl 1x2 mg (53%).

Kata Kunci: Profil Peresepan, Skizofrenia, Antipsikotik

x
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
LEMBAR PENGUJIAN......................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
RINGKASAN.......................................................................................................vii
ABSTRACT..........................................................................................................vii
ABSTRAK...........................................................................................................viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum Penelitian.............................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian............................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Skizofrenia.............................................................................................5
2.1.1 Definisi Skizofrenia.....................................................................5
2.1.2 Epidemiologi................................................................................5
2.1.3 Etiologi.........................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi.................................................................................9
2.1.5 Klasifikasi Skizofrenia...............................................................10
2.1.6 Gejala Skizofrenia......................................................................13
2.1.7 Terapi dan Penatalaksanaan Skizofrenia...................................14
2.2 Tinjauan Tentang Penggolongan Obat................................................23
2.2.1 Obat Bebas.................................................................................23
2.2.2 Obat Bebas Terbatas..................................................................24

xi
2.2.3 Obat Keras dan Psikotropika.....................................................24
2.2.4 Obat Narkotika...........................................................................24
2.3 Tinjauan Tentang Resep......................................................................24
2.3.1 Definisi.......................................................................................24
2.3.2 Kelengkapan Resep....................................................................25
2.4 Tinjauan Tentang Puskesmas...............................................................25
2.4.1 Definisi Puskesmas....................................................................25
2.4.2 Profil Puskesmas Bantur............................................................26
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL.............................................................27
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN..........................................................28
4.1 Rancangan Penelitian...........................................................................28
4.2 Populasi Penelitian...............................................................................28
4.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel...........................................28
4.3.1 Sampel.......................................................................................28
4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel.....................................................29
4.4 Kriteria Sampel....................................................................................29
4.4.1 Kriteria Inklusi...........................................................................29
4.4.2 Kriteria Eksklusi........................................................................29
4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................29
4.6 Instrumen Penelitian............................................................................29
4.7 Variabel Penelitian...............................................................................30
4.8 Definisi Operational.............................................................................30
4.9 Tahapan Penelitian...............................................................................31
4.9.1 Tahapan Pengumpulan Sampel..................................................31
4.9.2 Pengumpulan Sampel................................................................32
4.9.3 Cara Perhitungan Data...............................................................33
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................35
5.1 Jumlah Keseluruhan Resep Obat Skizofrenia dan Non Skizofrenia
Pada Periode Juli-Desember 2016.......................................................35
5.2 Jenis Kelamin.......................................................................................36
5.3 Usia Pasien...........................................................................................37
5.4 Terapi Skizofrenia................................................................................39

xii
5.4.1 Golongan Obat Skizofrenia.......................................................39
5.4.2 Jumlah Resep Tunggal dan Kombinasi.....................................40
5.4.3 Pola Resep Obat Skizofrenia Tunggal dan Kombinasi..............47
5.5 Jumlah Resep Obat Skizofrenia Dengan Obat Penyerta......................62
BAB VI PEMBAHASAN.....................................................................................65
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN............................................................70
7.1 Kesimpulan..........................................................................................70
7.2 Saran....................................................................................................71
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................72

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
II.1 Obat Antipsikotik Tipikal.............................................................................17
II.2 Obat Antipsikotik Atipikal...........................................................................18
IV.1 Variabel Penelitian........................................................................................30

V.1 Jumlah Keseluruhan Resep Obat Skizofrenia dan Non Skizofrenia


Pada Periode Juli-Desember 2016................................................................35
V.2 Jenis Kelamin Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia di Wilayah
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.................................36
V.3 Jumlah Resep yang Terdapat Umur Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia. .37
V.4 Usia Pasien Berdasarkan Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur
Pada Periode Juli-Desember 2016................................................................38
V.5 Jumlah Obat Skizofrenia Tiap Golongan Pada Periode Bulan
Juli-Desember 2016......................................................................................39
V.6 Jumlah Resep Tunggal dan Kombinasi Obat Skizofrenia Pada Periode
Bulan Juli-Desember 2016...........................................................................40
V.7 Jumlah Resep Obat Skizofrenia Tunggal di Puskesmas Bantur
Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016......................41
V.8 Jenis Resep Obat Skizofrenia Tunggal di Puskesmas Bantur
Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016......................42
V.9 Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat.......................................43
V.10 Jenis Resep Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016..........44
V.11 Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tiga Obat......................................46
V.12 Pola Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode Bulan
Juli-Desember 2016......................................................................................47
V.13 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Tanpa Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................48
V.14 Jenis Resep Obat Sikzofrenia Tunggal Tanpa Penyerta di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016..........49
V.15 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat Penyerta

xiv
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................49
V.16 Jenis Resep Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat Penyerta.................50
V.17 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................50
V.18 Jenis Resep Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta....................52
V.19 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dengan Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................54
V.20 Jenis Resep Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat Dengan Obat
Penyerta di Puskesmas Bantur Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016....55
V.21 Jumlah Resep Skizofrenia Dengan Obat Penyerta di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-Desember 2016....................63
V.22 Jenis Obat Penyerta Pada Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-Desembser 2016...................64

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Algoritma Terapi Skizofreni.........................................................................19

3.1 Tahapan Penelitian........................................................................................27


4.1 Tahap Pemilihan Resep................................................................................ 32
5.1 Persentase Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode
Juli-Desember 2016......................................................................................36
5.2 Persentase Jumlah Resep Obat Skizofrenia di Wilayah Puskesmas
Bantur per Bulan Juli-Desember 2016.........................................................36
5.3 Jenis Kelamin Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia di Wilayah
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.................................37
5.4 Jumlah Resep Yang Terdapat Umur Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................38
5.5 Umur Pasien Berdasrkan Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur
Pada periode Juli-Desember 2016................................................................39
5.6 Persentase Golongan Obat Skizofrenia Pada Periode Bulan
Juli-Desember 2016......................................................................................40
5.7 Persentase Jumlah Resep Tunggal dan Kombinasi Obat Skizofrenia
Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016.....................................................41
5.8 Persentase Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal..........................................42
5.9 Persentase Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat.....................43
5.10 Persentase Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat.....................46
5.11 Pola Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode Bulan
Juli-Desember 2016......................................................................................47
5.12 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Tanpa Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................48
5.13 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat Penyerta di
Puskesmas Bantur Kabupaten Malang Pada Periode
Juli-Desember 2016......................................................................................49
5.14 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................51

xvi
5.15 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dengan Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016.............................54
5.16 Jumlah Resep Skizofrenia Dengan Obat Penyerta di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-Desember 2016....................63

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Daftar Riwayat Hidup.....................................................................................77
2 Surat Pernyataan.............................................................................................78
3 Tabel Pengumpulan Data Harian....................................................................79
4 Tabel Pengumpulan Data Bulanan..................................................................82
5 Data Penelitian................................................................................................83
6 Dokumentasi.................................................................................................108
7 Surat Ijin Etik................................................................................................109
8 Surat Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik...................................................110
9 Surat Dinas Kesehatan Kabupaten Malang...................................................111
10 Surat Puskesmas Bantur................................................................................112

xviii
DAFTAR SINGKATAN

5-HT2A : Reseptor 5-hidroxytryptamine (serotonin)


APA : American Psychological Association
APA : Apoteker Pengelola Apotek
ART : Asisten Rumah Tangga
BPAD : Bipolar Affective Disorder
BPS : Badan Pusat Statistik
D2 : Dopamin
DSM-IV-TR : Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders
Edition Text Revised
EPS : Ekstra Pyramidal Syndrome atau Sindrom Ektapiramidal
FGA : First-Generation Antipsychotics
KEPMENKES : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
PERMENKES : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
RIKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RT : Rumah Tangga
SGA : Second-Generation Antipsychotics
WHO : World Health Organization

xix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan
penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi
atau waham), efek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu
berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari
(Keliat et al., 2011). Gangguan jiwa berat adalah gangguan jiwa yang ditandai
oleh terganggunya kemampuan menilai realitas atau tilikan (insight) yang buruk.
Gejala yang menyertai gangguan ini antara lain berupa halusinasi, ilusi, waham,
gangguan proses pikir, kemampuan berpikir, serta tingkah laku aneh, misalnya
agresivitas atau katatonik. Gangguan jiwa berat dikenal dengan sebutan psikosis
dan salah satu contoh psikosis adalah skizofrenia (Riskesdas, 2013). Menurut
Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition Text
Revised (DSM-IV-TR) tipe skizofrenia dibagi menjadi lima yaitu tipe paranoid,
tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tidak terinci (undifferentiated),
tipe residual (APA, 1994).
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO, terdapat sekitar
35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah
kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban
negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (Kemenkes,
2016). Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil.
Gangguan jiwa berat terbanyak di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi selatan, Bali, dan
Jawa Tengah. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat 14,3
persen. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu
anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung
mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah perkotaan, proporsinya hanya

1
2

mencapai 10,7 persen. Nampaknya, hal ini memberikan konfirmasi bahwa


tekanan hidup yang dialami penduduk pedesaan lebih berat dibanding penduduk
perkotaan. Dan mudah diduga, salah satu bentuk tekanan hidup itu, meski tidak
selalu adalah kesulitan ekonomi (Riskesdas, 2013).
Penanganan terhadap skizofrenia meliputi terapi farmakologi (terapi obat)
dan terapi non farmakologi. Pada terapi farmakologi dibagi menjadi tiga fase
pengobatan dan pemulihan yakni terapi fase akut, terapi fase stabilisasi dan terapi
fase pemeliharaan. Sedangkan terapi non farmakologi dilakukan dengan beberapa
pendekatan psikososial yang dapat digunakan untuk pengobatan skizofrenia.
Intervensi psikososial merupakan bagian dari perawatan yang komprehensif dan
dapat meningkatkan kesembuhan jika diintegrasikan dengan terapi farmakologis.
Intervensi psikososial ditujukan untuk memberikan dukungan emosional pada
pasien. Pilihan pendekatan dan intervensi psikososial didasarkan kebutuhan
khusus pasien sesuai dengan keparahan penyakitnya (Ikawati, 2011).
Skizofrenia diobati dengan antipsikotik, obat ini juga dinamakan
neuroleptika, antiskizofrenia, atau transquilizer (Nugroho, 2011). Terapi
Skizofrenia dengan mengunakan obat antipsikotik dibagi dalam 3 episode, yaitu
terapi awal selama 7 hari pertama, terapi stabilisasi selama 6-8 minggu, dan terapi
penjagaan selama 12 bulan setelah membaiknya episode pertama psikotik,
sedangkan untuk pasien dengan episode akut yang multipel sebaiknya terapi
penjagaan dilakukan minimal selama 5 tahun (Dipiro et al., 2014).
Klozapin, asenapin, olanzapine, kuetiapin, paliperidon, risperidone,
sertindol, ziprasidon, zotepin, dan aripiprazole adalah obat antipsikotik atipikal.
Obat-obat ini memiliki efek farmakologi kompleks tetapi sama-sama memiliki
kemampuan yang lebih besar untuk mengubah aktivitas reseptor 5-HT 2A daripada
mengintervensi efek reseptor D2. Antipsikosis tipikal terdiri dari beberapa turunan
yaitu turunan fenotiazin misalnya klorpromazin dan flufenazin, turunan tioxantin
misalnya tiotiksen, turunan butirofenon misalnya haloperidol merupakan obat
antipsikotik tipikal yang paling banyak digunakan meskipun tingginya tingkat
EPS relatif rendah terhadap obat antipsikotik atipikal. Butirofenon dan turunannya
cendrung lebih poten dan lebih sedikit menimbulkan efek otonom tetapi lebih
3

banyak menyebabkan efek ektrapiramidal dibandingkan dengan fenotiazin


(Katzung, 2013).
Analisis terkait profil peresepan dalam penelitian ini ditinjau dari resep yang
dilayani di wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang. Dalam penelitian ini
adalah terapi untuk Skizofrenia, dimana terapinya sangat bervariasi sehingga
dapat dilihat dari beberapa banyak obat yang diterima pasien dan kombinasi
terkait terapi. Sehingga pada penelitian ini akan dilakukan analisis mengenai
profil peresepan obat yang di berikan kepada pasien skizofrenia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah profil peresepan obat pada pasien skizofrenia di wilayah
Puskesmas Bantur Kabupaten Malang selama periode Juli-Desember 2016?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memeberikan
gambaran tentang profil peresepan obat pada pasien skizofrenia di wilayah
Puskesmas Bantur Kabupaten Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil peresepan
obat pada pasien skizofrenia di wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang
selama periode Juli-Desember 2016 yang meliputi aspek:
1. Persentase resep untuk pasien skizofrenia dan resep pasien non skizofrenia
pada tahun 2016 di wilayah Puskesmas Bantur.
2. Persentase golongan obat tunggal skizofrenia yang digunakan
3. Persentase golongan obat kombinasi skizofrenia yang digunakan
4. Persentase obat lain yang digunakan pada pasien skizofrenia
5. Persentase usia pasien skizofrenia berdasarkan resep yang dilayani di
wilayah Puskesmas Bantur.
1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:


4

1. Digunakan sebagai informasi bagi tenaga kesehatan yang berhubungan


dengan peresepan obat pada penderita skizofrenia.
2. Digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pengobatan
skizofrenia di wilayah Puskesmas Bantur.
3. Menambah pustaka di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Malang dan bagi peneliti lain dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
penelitian-penelitian berikutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia
2.1.1 Definisi Skizofrenia
Gangguan skizofrenia adalah kondisi mental parah yang mempengaruhi 26
juta orang di seluruh dunia dan mengakibatkan kecacatan sedang atau berat
diantara 60% kasus (Lora et al., 2012). Skizofrenia merupakan penyakit kejiwaan
kronis yang parah, ditandai dengan halusinasi dan delusi, dimulai pada akhir masa
remaja atau awal dewasa. Studi structural magnetic resonance imaging (sMRI)
telah menetapkan bahwa skizofrenia merupakan penyakit otak dengan kehilangan
jaringan sekitar 3% (Marsman et al., 2011).
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan
penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi
atau waham), efek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu
berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari
(Keliat et al., 2011). Skizofrenia merupakan gangguan mental kronis yang parah.
Hal ini didiagnosis dengan delusi, halusinasi, tidak teratur pada saat berbicara dan
berperilaku, dan gejala negatif. Skizofrenia mulai muncul pada masa remaja atau
periode awal masa dewasa, kecuali untuk onset awal skizofrenia mulai muncul
pada periode usia sekolah yang sangat langka (Kim, 2016).
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa skizofrenia
adalah salah satu penyakit kejiwaan berat pada pikiran manusia yang dapat
mengganggu hubungan antarpersonal dan kemampuan untuk menjalani kehidupan
sosial (aktivitas sehari-hari). Skizofrenia dapat ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan berkomunikasi, tidak teratur pada saat berperilaku, emosi,
halusinasi dan delusi. Skizofrenia mulai muncul pada awal masa remaja atau masa
dewasa.

5
6

2.1.2 Epidemiologi

Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia pada tahun 2013 prevalensi gangguan jiwa berat (psikosis atau
skizofrenia) di Indonesia adalah sebesar 1.7‰. Prevalensi tertinggi terdapat di
provinsi DI Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2.7‰), sedangkan yang
terendah terdapat di provinsi Kalimantan Barat (0.7‰).
Prevalensi global untuk skizofrenia seumur hidup telah diperkirakan secara
umum sekitar 1% diseluruh dunia (Balhara & Verma., 2012). Prevalensi seumur
hidup dari skizofrenia muncul menjadi sekitar 0.3%-0.7%, meskipun dilaporkan
perbedaan ras/etnis, lintas negara, dan asal geografis bagi imigran. Rasio jenis
kelamin berbeda di sampel dan populasi: misalnya, penekanan pada gejala negatif
dan durasi yang lebih lama dari gangguan menunjukkan tingkat insiden lebih
tinggi untuk laki-laki (APA, 2013). Prevalensi skizofrenia kurang lebih sama
antara laki-laki dan wanita. Skizofrenia timbul lebih awal pada laki-laki
dibandingkan wanita, dan manifestasi klinik tidak terlalu parah. Kemungkinan
karena pengaruh antidopaminergik estrogen (Ayano, 2016).
Timbulnya skizofrenia biasanya terjadi antara remaja akhir dan pertengahan
30an. Untuk laki-laki, puncak usia timbulnya untuk episode pertama psikotik pada
awal hingga pertengahan 20an; untuk wanita, terjadi pada akhir 20an. 5-10 tahun
pertama penyakit yang diderita dapat menjadi stormy (gaduh), tetapi pada periode
awal relatif stabil (meskipun kembali ke baseline yang tidak biasa). Gejala positif
lebih memungkinkan untuk mengirimkan gejala kognitif dan negatif (APA, 2013).

2.1.3 Etiologi

Penyebab munculnya skizofrenia terbagi menjadi beberapa faktor seperti


faktor genetik, faktor biokimia atau neurotrasmiter, teori neurodevelopmental atau
perkembangan saraf dan faktor psikososial.
2.1.3.1 Faktor Genetik
Studi menunjukkan bahwa skizofrenia cenderung menurun dalam keluarga.
Risiko skizofrenia meningkat pada keluarga kandung tetapi tidak pada pada
keluarga angkat. Risiko skizofrenia muncul pada 10% populasi yang memiliki
7

keluarga dengan riwayat skizofrenia seperti orang tua dan saudara kandung. Jika
kedua orang tua memiliki skizofrenia, risiko skizofrenia pada anak adalah 40%.
Sehingga semakin dekat hubungan biologis dengan individu yang sakit, maka
semakin besar kemungkinan seseorang tersebut menderita skizofrenia (Ayano,
2016).
Melalui studi epidemiologi (termasuk anak kembar, anak angkat, dan
saudara), dilaporkan heritabilitas (sifat atau perilaku yang dapat diturunkan) dari
skizofrenia sekitar 80%-85% (Zuchner et al., 2007). Melalui studi genetika
molekuler, termasuk studi calon gen, genome-wide linkage studies, dan genome-
wide association studies (GWAS), teori genetika telah memberikan kontribusi
penjelasan tentang perkembangan skizofrenia (Sullivan, 2008). Dalam studi ini,
gen seperti catechol-O-methyl tranferase (COMT), terganggau dalam skizofrenia
1 (DISC1), dan neuregulin 1 (NRG1) telah diusulkan sebagai gen utama yang
terlibat dalam skizofrenia (Zuchner et al., 2007).
2.1.3.2 Faktor Biokimia (Neurotransmiter)
Beberapa jalur biokimia mungkin berkontribusi terhadap skizofrenia. Itulah
sebabnya mengapa untuk mendeteksi satu kelainan tertentu adalah sulit. Sejumlah
neurotransmitter telah dikaitkan dengan gangguan ini, sebagian besar didasarkan
pada tanggapan pasien untuk agen psikoaktif. Dopamin, serotonin, norepinefrin,
GABA dan glutamat adalah salah satu dari neurotransmiter umum yang terlibat
dalam patogenesis skizofrenia (Ayano, 2016).
1) Peran dopamin pada skizofrenia didasarkan pada hipotesis dopamin yang
menyatakan skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang
berlebihan, yang berevolusi dari dua pengamatan. Pertama, kelompok obat
yang berfungsi block dopamine, yang dikenal sebagai fenotiazin, bisa
mengurangi gejala psikotik. Kedua, amfetamin yang meningkatkan
pelepasan dopamin, dapat menyebabkan psikosis paranoid dan
memperburuk skizofrenia dan disulfiram menghambat dopamin hidrokinase
dan memperburuk skizofrenia (Ayano, 2016; Abi-Dargham & Grace, 2011).
2) Peran glutamat dalam skizofrenia sebagian besar didasarkan pada hipotesis
glutamat, mengurangi fungsi dari reseptor NMDA glutamat yang terlibat
dalam patofisiologi skizofrenia. Sebagian besar telah disarankan oleh level
8

abnormal rendah dari reseptor glutamat yang ditemukan dalam otak


postmortem dari orang yang sebelumnya didiagnosis dengan skizofrenia dan
mengkonsusmsi fensiklidin dan ketamine antagonis glutamat, menghasilkan
sindrom akut yang mirip dengan skizofrenia dan menirukan masalah
kognitif berhubungan dengan skizofrenia (Ayano, 2016). Pada teori
glutamat disebutkan bahwa, penurunan kadar glutamat akan menyebabkan
penurunan regulasi reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) dan
menyebabkan gejala-gejala psikotik serta defisit kognitif (Harrison & Owen,
2003).
3) Hipotesis serotonin merupakan bukti lain yang menunjukkan skizofrenia,
kelebihan serotonin sebagai penyebab kedua gejala positif dan negatif pada
skizofrenia. Aktivitas antagonis serotonin dari clozapine dan antipsikotik
genersi kedua liannya, ditambahan dengan efektivitas clozapine untuk
mengurangi gejala positif pada pasien kronis telah memberikan kontribusi
terhadap validitas proporsi (Ayano, 2016; Sadock et al., 2015).
4) Neurotenasmiter norofinefrin terlibat dalam patofisiologi dari skizofrenia
dimana degenerasi neuro selektif bermanfaat dalam norepinefrin sistem
saraf pusat yang dapat menjelaskan anhedonia pada pasien skizofrenia
(Ayano, 2016). Neurotransmiter lainnya yang terlibat dalam patofisiologi
skizofrenia adalah Gamma-Aminobutyric Acid (GABA). GABA memiliki
efek regulatory pada aktivitas dopamine, dan hilangnya neuron dari
inhibitory GABAergic yang dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-
neuron dopaminergik (Krystal & Moghaddam, 2011).
2.1.3.3 Teori Neurodevelopmental (Perkembangan Saraf)
Seiring dengan semakin banyaknya bukti dari konstribusi genetik pada
skizofrenia, telah disarankan mengenai teori neurodevelopmental yang memiliki
peran penting dalam memahami skizofrenia. Teori ini menyangkut tentang
hubungan genetika, paparan lingkungan, dan kejadian patogen (Taylor &
Langdon, 2006). Paparan lingkungan yang merugikan selama perode perinatal
seperti ibu hamil terinfeksi virus, malnutrisi pada janin, atau kelahiran prematur
yang ekstrim dapat menyebabkan perubahan patologis di korteks serebral, vermis
serebelar, system limik, batang otak, dan simetri otak (Preti & Miotto, 2005;
9

Schlotz & Phillips, 2009). Selain itu, kelainan struktur otak seperti pembesaran
ventrikel lateral dan pembesaran ventrikel ketiga dalam otak pasien skizofrenia
yang ditemukan sebagai bukti untuk asal mula neurodevelopmental (Preti &
Miotto, 2005).
2.1.3.4 Faktor Psikososial
Situasi atau kondisi yang tidak kondusif pada diri seseorang dapat
merupakan stressor psikososial. Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau
peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga
orang tua terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk menanggulangi stressor
(tekana mental) yang timbul. Kegagalan dari adaptasi ini menyebabkan timbulnya
berbagai jenis gangguan jiwa salah satunya adalah skizofrenia (Hawari, 2006).
2.1.3.4.1 Teori Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan yang
terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan efek pada perkembangan ego dan defek-
defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala skizofrenia (Sadock et al.,
2015).
2.1.3.4.2 Dinamika Keluarga
Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang disfungsi.
Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres emosional yang merupakan
hal yang rentan pada pasien skizofrenia untuk mengatasinya (Sadock et al., 2015).
Secara sederhana dapat disimpulakan bahwa seseorang dapat mengalami
konflik kejiwaan yang bersumber dari konflik internal maupun konflik ekternal.
Tidak semua orang mampu menyelsaikan konflik yang dialaminya sehingga orang
tersebut jatuh dalam keadaan frustasi yang mendalam. Sebagai kelanjutannya
yang bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day dreaming), hidup
dalam dunianya sendiri yang lama kelamaan timbul gejala-gejala yang berupa
kelainan jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain-lain. Yang bersangkutan tidak
mampu lagi menilai realitas (reality testing ability-RTA, terganggu) dan
pemahaman diri (insight) buruk, yang merupakan gejala awal skizofrenia (Hawari,
2006).
10

2.1.4 Patofisiologi

Pada penyakit skizofrenia dapat terjadi karena kecenderungan genetik,


kelainan pada sistem kekebalan, perkembangan pada sistem saraf yang gangguan,
teori neurodegenerative, kelainan pada reseptor dopamin, dan kelainan pada otak
yaitu terjadi hiperaktivitas atau hipoaktivitas dopaminergik. Gejala positif
berkaitan dengan hiperaktif reseptor dopamin di mesocaudate, sedangkan gejala
negatif dan kognitif berkaitan dengan hipofungsi reseptor dopamin dalam korteks
prefrontal. Disfungsi glutamatergic. Kekurangan aktivitas glutamatergic
menyebabkan dopaminergik hiperaktif sehingga timbul gejala skizofrenia.
Kelainan pada serotonin (5-hydroxytriptamine [5-HT]), pada pasien skizofrenia
dengan scan otak yang abnormal memiliki konsentrasi 5-HT yang lebih tinggi
(Dipiro et al, 2014).

2.1.5 Klasifikasi Skizofrenia

Menurut Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth


Edition Text Revised (DSM-IV-TR) membagi skizofrenia atas subtype secara
klinik yaitu tipe paranoid, tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tidak
terinci (undifferentiated), tipe residual (APA, 1994).
2.1.5.1 Tipe Katatonik
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia katatonik adalah sebagai
berikut (Maslim 2003; APA 1994):
1) Stupor katatonik, yaitu suatu pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan atau aktivitas spontan
sehingga nampak seperti patung atau diam membisu (mute).
2) Negativsme katatonik, yaitu suatu perlawanan yang nampaknya tanpa motif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan dirinya.
3) Kekakuan (rigidity) katatonik, yaitu mempertahankan suatu sikap kaku
terhadap semua upaya untuk menggerakkan dirinya.
4) Kegaduhan katatonik, yaitu kegaduhan aktivitas motorik, yang nampaknya
tak bertujuan dan tidak dipengaruhi oleh rangsang luar.
5) Sikap tubuh katatonik, yaitu sikap yang tidak wajar.
11

6) Fleksibilitas cerea ”waxy flexibility” yaitu mempertahankan anggota gerak


dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar.
7) Gejala-gejala lain seperti “ommand automatism” yaitu kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah, dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
Selama pasien tipe katatonik merasa gembira, diperlukan pengawasan hati-
hati untuk mencegah menyakiti diri sendiri atau orang lain. Perwatan medis
mungkin diperlukan karena kekurangan gizi, kelelahan, hipereksia atau
menyebabkan diri sendiri cedera (Sadock’s et al., 2015).
2.1.5.2 Tipe Hebefrenik (disorganized)
Gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia hebefrenik adalah sebagai
berikut:
1) Inkoherensi, yaitu jalan pikiran yang kacau, tidak dapat dimengerti apa
maksudnya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang diucapkan tidak ada
hubungannya satu dengan yang lain.
2) Alam perasaan (mood, affect) yang datar tanpa ekspresi serta tidak serasi.
3) Perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa
puas diri atau senyum yang hanya dihayati sendiri.
4) Waham tidak jelas dan tidak sistematis sebagai suatu kesatuan dan biasanya
tidak menonjol.
5) Halusinasi yang terpecah-pecah yang isi temanya tidak teroganisir sebagai
satu kesatuan dan biasanya tidak menonjol.
6) Perilaku aneh, mislanya meneringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan
yang aneh, pengucapan kalimat yang diulang-ulang dan kecendrungan untuk
menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial.
Tipe Hebefrenik (disorganized) dari skizofrenia disertai dengan adanya
suatu kemunduran yang ditandai dengan perilaku primitif, disinhibited, dan
kelakuan yang tidak teroganisir dan disebabkan karena tidak adanya gejala yang
memenuhi kriteria untuk tipe katatonik. Timbulnya tipe Hebefrenik
(disorganized) ini secara umum diawal terjadi sebelum usia 25 tahun. Pasien
disorganized biasanya aktif tetapi tetapi tanpa tujuan, non-konstruktif. Ganguan
12

berfikir mereka jelas, hubungan realitas buruk. Penampilana tidak rapi, perilaku
social dan respon emosional tidak tepat (Sadock’s et al., 2015).
2.1.5.3 Tipe Paranoid
Gejala-gejala terdapat pada skizofrenia paranoid adalah sebagai berikut:
1) Waham (delusion) yang menonjol misalnya waham kejar, waham kebesaran
dan lain sebagainya.
2) Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual
dan lain sebagainya.
3) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala
katatonik secara relative tidak nyata/todak menonjol.
Tipe paranoid ditandai oleh keasikan dengan satu atau lebih delusi atau
seringnya halusinasi pendengaran. Secara sederhana, tipe paranoid terutama
ditandai oleh kehadiran dari delusi penganiayaan atau kemegahan. Pasien dengan
skizofrenia paranoid biasanya memiliki tinjauan episode pertama dari penyakit
pada usia lebih tua daripada pasien dengan skizofrenia disorganized atau
katatonik. Pasien dengan skizofrenia paranoid biasanya tegang, curiga, berhati-
hati, suka menyendiri, dan kadang-kadang berseteru atau agresif, tetapi kadang-
kadang mereka dapat bertingkah laku secara adequate dalam situasi sosial
(Sadock’s et al., 2015).
2.1.5.4 Tipe Tak Terinci (undifferentiated)
Skizofrenia dengan tipe undifferentiated ditandai dengan campuran gejala
skizofrenia (dari tipe lainnya) beserta dengan gangguan berfikir, emosi atau
perasaan dan tingkah laku (Videbeck, 2011).
2.1.5.5 Tipe Residual
Skizofrenia dengan tipe residual ditandai dengan (Maslim, 2003):
1) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, dan sebagainya
2) Sedikitnya ada satu riwayat episode psikotik yang jelas pada sebelumnya
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
3) Sedikitnya telah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
13

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negatif” dari skizofrenia;


dan
4) Tidak terdapat demensia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif
tersebut.
2.1.6 Gejala Skizofrenia

Pada skizofrenia tidak terdapat gejala yang patognomik khusus. Adapun


manifestasi klinis yang diperhatikan pada pasien dengan skizofrenia terdiri dari
dua gejala, yaitu gelaja positif dan gejala negatif (Hawari, 2007):
2.1.6.1 Gejala Positif
1) Delusi atau waham adalah suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk
akal) meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional namun penderita tetap meyakinkan kebenarannya;
2) Halusinasi yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus),
misalnya penderita mendengar suara-suara bisikan;
3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraan. Misalnya
bicara kacau sehingga tak dapat diikuti alur pikirannya;
4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, dan bicara
dengan semangat dan gembira yang berlebihan;
5) Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya, pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya; dan
6) Menyimpan rasa permusuhan.
2.1.6.2 Gejala Negatif
1) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan
ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi;
2) Menarik diri (with drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain,
suka melamun (day dreaming);
3) Kontak emosional sedikit, sukar diajak bicara, pendiam;
4) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial;
5) Sulit dalam berfikir abstrak;
14

6) Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif,


tidak ada upaya dari usaha, tidak ada spontanitas, monoton serta tidak ingin
apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).
2.1.7 Terapi dan Penatalaksanaan Skizofrenia

Terapi skizofrenia adalah mengembalikan fungsi normal pasien dan


mencegah kekambuhan. Penanganan terhadap skizofrenia meliputi terapi
farmakologi (terapi obat) dan terapi non farmakologi. Pada terapi farmakologi
dibagi menjadi tiga fase pengobatan dan pemulihan yakni terapi fase akut, terapi
fase stabilisasi dan terapi fase pemeliharaan. Sedangkan terapi non farmakologi
dilakukan dengan beberapa pendekatan psikososial yang dapat digunakan untuk
pengobatan skizofrenia. Intervensi psikososial merupakan bagian dari perawatan
yang komprehensif dan dapat meningkatkan kesembuhan jika diintegrasikan
dengan terapi farmakologis (Ikawati, 2011).
2.1.7.1 Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi pada pasien skizofrenia berupa pendekatan
psikososial. Intervensi psikososial merupakan bagian dari perawatan yang
komprehensif dan dapat meningkatkan kesembuhan jika diintegrasikan dengan
terapi farmakologis. Intervensi psikososial ditujukan untuk memberikan dukungan
emosional pada pasien (Kaplan et al., 2010).
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri
tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan
masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial ini hendaknya
masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu
menjalani psikoterapi (Kaplan et al., 2010).
Berikut adalah beberapa terapi psikososial dalam penyakit skizofrenia:
2.1.7.1.1 Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, latihan praktis dan komunikasi
interpersonal. Jenis-jenis psikoterapi perilaku adalah latihan ketrampilan perilaku
melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi
15

(role playing) dalam terapi dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang
dilakukan (Kaplan et al., 2010).
2.1.7.1.2 Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika, atau suportif. Terapi kelompok
efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan
meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia (Kaplan et al., 2010).
2.1.7.1.3 Psikoterapi Individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau
teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan
sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi (Kaplan et al., 2010).
2.1.7.2 Terapi Farmakologi
Tujuan dari pengobatan skizofrenia adalah untuk mengurangi gejala yang
timbul, meningkatkan fungsi psikososial dan mengembalikan aktivitas pasien
menjadi lebih produktif (pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari) serta
tercapainya terapi pengobatan yang sesuai. Mengurangi gejala merupakan tujuan
utama terapi skizofrenia dan pilihan obat yang tepat akan mengurangi gejala yang
ada (Dipiro et al., 2014).
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola pikir yang terjadi pada skizofrenia. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50
tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
16

mengobati skizofrenia (Baihaqi, 2007). Terdapat 2 kategori obat antipsikotik yang


dikenal saat ini, yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal (Dipiro et al.,
2014).
2.1.7.2.1 Antipsikosis
Obat antipsikotik bekerja dengan cara memblok aktivitas dopamine (D 2) dan
reseptor serotonin (5-HT2A). Obat antipsikotik dibagi menjadi dua yaitu
antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal. Obat antipsikotik atipikal
mempunyai efek ektrapiramidal yang lebih ringan. Kedua jenis obat menghambat
beberapa reseptor antara lain reseptor α adrenergik, asetilkolin muskarinik dan
histamin (Nugroho, 2011).
Obat antipsikotik terutama yang diindikasikan untuk pengobatan skizofrenia
dan ganguan psikotik lainnya (termasuk gangguan skizoafektif, gangguan
delusional dan gangguan afektif bipolar (BPAD). Secara tradisonal mereka
dikategorikan sebagai antipsikotik generasi pertama (FGA) (sebelumnya dikenal
sebagai ‘typical’ atau ‘conventional’) atau antipsikotik generasi kedua (SGA)
(yang sebelumnya antipsikosis ‘atypical’). Beban dari efek samping yang terkait
dengan FGA, khususnya efek samping ektrapiramidal (EPSE), menyebabkan obat
SGA dikenalkan pada tahun 1990-an. Pada SGA memiliki kecendrugan lebih
rendah menyebabkan EPSE (yaitu dystonia akut, akathisia, parkinsonism dan
tardive dyskinesia) dibandingkan dengan FGA, dan sifat-sifat ini, selaras dengan
membedakan reseptor file pro mereka, membuat mereka diberi label sebagai
'atypical' (Lally & MacCabe, 2015).
2.1.7.2.1 Antipsikotik Tipikal
Obat yang bekerja dengan menghambat reseptor dopamin terutama D2 dan
juga menghambat asetilkolin muskarinik, α adrenergi, histamin (H-1) dan
serotonin (5-HT2A). Aktivitas antipsikotik tipikal berkaitan dengan aktivitas pada
reseptor dopamin D2. Obat yang termasuk golongan tipikal adalah klorpromazin,
haloperidon, asetofenazin, klorprotiksen, mesoridazen, perfenazin, thioridazin dan
proklorferazin. Efek yang dihasilkan dari penggunaan obat yaitu ekstrapiramidal
meliputi dystonia akut, akatisia, gejala Parkinsonism, dan tardive dyskinesia. Efek
tersebut disebabkan karena pengeblokan reseptor D2 di bagian striatum pada basal
ganglia (Nugroho, 2011).
17

Tabel II. 1 Obat Antipsikotik Tipikal


Dosis Dosis
Nama
Nama Generik Awal Harian Bentuk sediaan
Dagang
(mg/hari) (mg/hari)
Chlorpromazin Thorazine, 50-150 300-1000 Tablet 10, 25, 50,
e Promactil, 100, 200 mg
Cepezet
Fluphenazine Prolixin, 5 5-20 Tablet 1, 2.5, 5, 10
Permitil, mg
Moditen HCl
Haloperidol Haldol, 2-5 2-20 Tablet 0.5, 1, 2, 5,
Govotil 10, 20 mg
Loxapine Loxitane 20 50-150 Kapsul 5, 10, 25,
50 mg
Perphenazine Trilafon 4-24 16-64 Tablet 2, 4, 8, 16
mg
Thioridazine Mellaril 50-150 100-800 Tablet 10, 15, 25,
50, 100, 150, 200
mg
Thiothixene Navane 4-10 4-50 Kapsul 1, 2, 5, 10,
20 mg
Trifluoperazine Stelazine, 2-5 5-40 Tablet 1,2,5, 10 mg
Stelosi
(Dipiro et al., 2014; Katzung, 2013)
2.1.7.2.2 Antipsikotik Atipikal
Obat antipsikotik atipikal memiliki efek farmakologi penghambatan pada
reseptor 5-HT2A dan dopamin. Kemampuan lebih besar yaitu mengubah aktivitas
resptor 5-HT2A daripada mengintervensi efek reseptor D2. Obat bekerja sebagai
agonis parsial terhadap reseptor 5-HT1A, yang menghasilkan efek sinergistik
dengan antagonism reseptor 5-HT2A. Obat golongan antipsikotik atipikal adalah
klozapin, asenapin, olanzapine, kuetiapin, paliperidon, resperidon, sertindol,
ziprasidon dan aripiprazol (Katzung, 2013).
18

Tabel II. 2 Obat Antipsikotik Atipikal


Dosis Dosis
Nama
Nama Generik awal Harian Bentuk sediaan
Dagang
(mg/hari) (mg/hari)
Aripiprazole Abilify 5-15 15-30 Tablet 2, 5, 10, 20,
30 mg
Asenapine Saphris 5 10-20 Tablet 10, 25, 50,
100, 200 mg
Clozapine Clozaril, 25 100-800 Tablet 25, 50, 100,
Clorilex, 200 mg
Sizoril
Iloperidone Fanapt 1-2 6-24 Tablet
Lurasidone Latuda 20-40 40-120 Tablet
Olanzapine Zyprexa, 5-10 10-20 Tablet 2.5, 5, 7.5,
onzapin 10, 15, 20 mg
Paliperidone Invega 3-6 3-12 Tablet lepas-
panjang 3, 6, 9 mg
Quetiapine Seroquel 50 300-800 Tablet 25, 50, 100,
200, 300, 400 mg
Resperidone Risperdal, 1-2 2-8 Tablet 0.25, 0.5, 1,
Rizodal, 2, 3, 4 mg
Noprenia
Ziprasidone Geodon 40 80-160 Kapsul 20, 40, 60,
80 mg
(Dipiro et al., 2014; Katzung, 2013)
19

Algoritma Terapi Skizofrenia

Tahap 1A Tahap 1B
Individu yang belum pernah Sebelumnya diobati dengan antipsikotik
diobati dengan skizofrenia skizofrenia, dan pengobatan yang sedang dimulai
pertama kembali
••• •••
Berikan monoterapi Berikan antipsikotik kecuali clozapine.
antipsikotik kecuali Antipsikotik yang sebelumnya menghasilkan
clozapine efikasi yang buruk atau intoleransi sebaiknya
tidak digunakan

Tahap 2
Pasien yang memiliki respon klinis inadequate dengan antipsikotik
yang digunakan dalam tahap 1A atau 1B
•••
Berikan monoterapi antipsikotik, kecuali clozapine, tidak digunakan
dalam tahap 1A atau 1B. Dapat dipertimbangkan clozapine pada
pasien bunuh diri berat

Tahap 3
Gunakan antipsikotik injeksi
Pasien yang telah memiliki respon klinis
long acting baik di tahap 2
yang inadequate dengan dua percobaan
atau tahap 4 jika diperlukan
antipsikotik yang tepat
untuk kepatuhan paisen yang
•••
buruk atau karena keinginan
Monoterapi clozapine dianjurkan
pasien

Tahap 4
Adanya bukti minimal untuk pemilihan pengobatan pada pasien yang belum
menerima respon pengobatan yang adequate dengan clozapine
•••
Alternatif monoterapi antipsikotik dapat sebagus augmentasi atau antipsikotik
kombinasi

Gambar 2. 1 Algoritma Terapi Skizofreni (Dipiro et al., 2014)


20

2.1.7.2.2 Farmakokinetika Obat


1. Penyerapan dan Distribusi
Sebagian besar obat antipsikotik diserap dengan mudah tetapi tidak
sempurna. Selain itu, banyak yang mengalami first-pass metabolisme yang
signifikan. Karena itu, pemberian oral klorpromazin dan tioridiazin memiliki
ketersediaan sistemik 25-35% sementara haloperidol yang first-pass
metabolismenya lebih rendah, memiliki ketersedian sistemik rerata sekitar 65%
(Katzung, 2013).
2. Metabolisme
Sebagian besar obat antipsikotik hampir secara sempurna dimetabolisme
oleh oksidasi atau demetilasi, dikalatis oleh enzim-enzim sitokrom P450 hati.
CYP2D6, CYP1A2, dan CYP3A4 adalah bentuk-bentuk iso utama yang berperan.
Interaksi antar obat perlu dipertimbangkan dalam menggabungkan obat
antipsikotik dengan obat psikotropik lain atau obat misalnya ketokonazol yang
dapat menghambat enzim sitokrom P450. Pada dosis klinis biasa, obat
antipsikotik biasanya tidak mengganggu metabolism obat lain (Katzung, 2013).

2.1.7.2.3 Farmakodinamika Obat

Obat-obat antipsikotik fenotiazin pertama dengan klorpromazin sebagai


prototipenya, terbukti memiliki berbagai efek pada susuna saraf pusat otonom,
dan endokrin. Meskipun efikasi obat-obat ini terutama berkaitan dengan blokade
reseptor D2, efek samping mereka terbukti berhubungan dengan blokade sebagai
reseptor termasuk adrenoseptor α, dan reseptor muskarinik, histaminik H 1, dan 5-
HT2 (Katzung, 2013).

2.1.7.2.4 Reaksi Efek Samping

Pada pasien skizofrenia mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan munculnya berbagai efek samping yang tidak diinginkan. Efek
samping yang muncul berupa tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut
yang tidak dapat dikontrol, untuk mengurangi efek samping ini dengan
menurunkan dosis dari obat antipsikotik. Selain itu, gangguan fungsi seksual
21

sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan


tersebut. Untuk mengatasinya biasanya menggunakan dosis efektif terendah atau
mengganti dengan obat antipsikotik yang efek sampingnya lebih sedikit (Irwan,
2008).
1. Efek Endokrin
Obat antipsikotik tipikal yang lama, serta risperidone dan paliperidon dapat
menyebankan peningkatan prolactin. Obat antipsikotik yang lebih baru seperti
olanzapine, kuetiapin, dan aripiprazole tidak atau sedikit menyebakan peningkatan
prolactin dan jarang menyebankan disfungsi system ektrapiramidal serta tardive
dyskinesia, yang mencerminkan berkurangnya antagonism D2 (Katzung, 2013).
Peningkatan berat badan sering terjadi dengan terapi antipsikotik yang
melibatkan SGA, tetapi ziprasidone, aripiprazole, aseenapine, dan lurasidone
dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang minimal. Penderita skizofrenia
memiliki prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih tinggi daripada penderita non-
skizofrenia. Antipsikotik dapat mempengaruhi tingkat glukosa pada pasien
diabetes (Dipiro, 2014).
2. Efek Samping Psikiatrik
Akathisia, akinesia, dan dysphoria dapat menyebabkan apatis,
penarikan, dan pseudodepression (toksisitas perilaku). Kebingunan dan
disorientasi kronis bisa terjadi pada orang tua. Delirium dan psikosis dapat terjadi
dengan dosis tinggi FGA atau kombinasi FGA dengan antikolinergik (Dipiro,
2014).
3. Efek Neurologik
Reaksi ektrapiramidal yang terjadi (Dipiro, 2014):
a. Dystonia
Dystonia adalah kontraksi otot tonik yang berkepanjangan, (biasanya
terjadi dalam waktu 24-96 jam dosis inisiasi atau peningkatan dosis), dapat
menganjam nyawa (misalnya dystonia laryngeal faringeal). Terutama
terjadi dengan terapi FGA
b. Akathisia
22

Gejala yang meliputi keluhan subyektif (perasaan kegelisahan batin)


dan/atau gejala obyektif (mondar mandir, bergeser, menyeret atau
menegtuk kaki).

c. Pseudoparkinsonisme
Pasien dengan pseudoparkinsonisme mungkin memiliki empat gejala
kardinal berikut:
 Akinesia, bradykinesia, atau penurunan aktivitas motorik, termasuk
dapat menyembunyikan ekspresi wajah, micropraphia, ucapan yang
melambat, dan penurunan memutar tangan.
 Tremorterutama saat istirahat, menurun dengan gerakan.
 Kekakuankaku; kekakuan roda bergigi terlihat saat anggota tubuh
menghasilkan tendangan, roda bergigiseperti kebiasaan saat berpindah
secara pasif oleh pemeriksa. Gerakan menjadi putus-putus.
 Kelainan postural membungkuk, posturnya tidak stabil dan gaya
berjalan lambat, menyeret, atau festinasi
d. Tardive Dyskinesia (TD)
Ditandai dengan gerakan tidak sadar (abnormal) terjadi dengan terapi
antipsikotik kronis. Diperkirakan bahwa efek ini disebabkan oleh defisiensi
kolinergik relatif akibat supersensitivitas reseptor dopamin di kaudatus-
putamen. Prevalensi sangat bervariasi, tetapi tardive dyskinesia
diperkirakan terjadi pada 20-40% pasien yang mendapat terapi kronik
sebelum diperkenalkannya obat-obat antipsikotik baru (Dipiro, 2014;
Katzung, 2013).
4. Efek Pada Susunan Saraf Otonom
Sebagian besar pasien dapat menoleransi efek samping antimuskarinik obat
antipsikotik. Mereka yang menjadi sangat tidak nyaman atau mengalami retensi
urin atau gejala berat lain dapat diubah terapinya ke obat yang tidak memiliki efek
antimuskarinik yang signifikan. Hipotensi ortostatik atau gangguan ejakulasi yang
merupakan penyakit umum pada pemberian klorpromazin atau mesoridazin parlu
23

diatasi dengan mengubah obat ke senyawa yang efek blokade adrenoseptornya


lebih ringan (Katzung, 2013).
5. Reaksi Toksik atau Alergik
Reaksi alergi jarang terjad dan biasanya terjad dalam waktu 8 minggu
setelah memulai terapi. Menunjukkan seperti maculopapular (ruam), eritematosa,
atau ruam pruritus. Penghentian obat dan steroid tipikal direkomdasikan.
Perubahan warna biru abu-abu atau keunguan pada kulit yang terpapar sinar
matahari dapat terjadi dengan dosis tinggi phenotihiazine potensi rendah (terutama
chlorpromazine) jangka panjang (Dipiro, 2014).
6. Penyakit Pada Mata
Eksaserbasi (pembusukan) glaukoma sudut sempit dapat terjadi dengan
penggunaan antipsikotik dan/atau antikolinergik. Lapisan tak tembus cahaya
(buram) di kornea dan lensa dapat terjadi dengan pengobatan phenothiazine
kronis, terutama chlorpromazine. Meskipun ketajaman penglihatan biasanya tidak
terpengaruh, pemeriksaan lampu celah berkala direkomendasikan dengan
penggunaan phenothiazine jangka panjang (Dipiro, 2014).
7. Pemakaian Pada Kehamilan; Dismorfogenesis
Meskipun pada obat antipsikotik tampaknya relatif aman pada wanita hamil
namun mungkin terdapat peningkatan kecil dalam risiko teratogenik. Jika wanita
hamil dapat membebaskan dirinya dari obat antipsikotik maka hal ini dapat
disukai karena efek obat-obat ini pada berbagai neurotransmiter yang berperan
dalam perkembangan saraf (Katzung, 2013).

2.1.7.2.5 Interaksi Obat

Interaksi obat antipsikotik sering melibatkan aditif hipotensi, antikolinergik,


atau efek sedatif. Asenapine, inhibitor CPY2D6 merupakan satu-satunya
antipsikotik yang secara signifikan dapat mempengaruhi farmakokinetik obat lain.
Fluvoxamine dapat meningkatkan konsentrasi serum clozapine sebanyak dua kali
lipat atau lebih. Fluoxentine dan eritromisin dapat meningkatkan konsentrasi
serum clozapine pada tingkat yang lebih rendah Meroko dapat menstimulasi dari
enzim hepatik dan dapat meningkatkan pengeluaran antipsikotik sebanyak 50%
(Dipiro, 2014).
24

2.2 Tinjauan Tentang Penggolongan Obat


2.2.1 Obat Bebas
Obat bebas ialah obat yang cara memperolehnya tidak harus dengan resep
dokter. Obat golongan ini selain tersedia di apotek dan toko obat, juga dapat
diperoleh dipedagang eceran atau warung. Tanda khusus atau simbol pada
kemasan obat bebas ialah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam
(Athijah, 2011).
2.2.2 Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas ialah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda
peringatan (P1-P6). Tanda khusus pada kemasan obat obat bebas terbatas ialah
lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Depkes, 2007).
2.2.3 Obat Keras dan Psikotropika
Obat keras adalah obat yang hanya boleh dibeli di apotek dengan resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan obat keras ialah huruf k dalam lingkarang
berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam (Depkes, 2007).
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
(Depkes, 2007; Athijah, 2011).
2.2.4 Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan menimbulkan ketergantungan (Depkes, 2007; Athijah, 2011).

2.3 Tinjauan Tentang Resep


2.3.1 Definisi
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada Apoteker
Pengelola Apotek (APA) untuk menyiapkan dan/atau membuat, meracik, serta
menyerahkan obat kepada pasien. Resep disebut juga Formulae Medicae yang
terdiri atas Formulae Officinalis dan Formulae Megistralis. Formulae
25

Officinalis yaitu resep yang tercantum dalam buku formularium atau buku lainnya
dan merupakan resep standar. Sedangkan Formulae Megistralis yaitu resep yang
dituliskan oleh dokter. Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yaitu recipe yang
artinya “ambillah‟. Di belakang tanda ini biasanya baru tertera nama dan
jumlah obat. Resep ditulis dalam bahasa Latin (Syamsuni, 2006).
Menurut undang-undang yang dibolehkan untuk menulis resep adalah
dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Bagi dokter umum
dan dokter spesialis tidak ada pembatasan menganai jenis obat yang boleh
diberikan kepada penderitanya. Bagi dokter gigi ada pembatasan tetapi bukan
terletak pada jenis obatnya, melainkan pada penderitanya, dokter hewan hanya
boleh menuliskan resep untuk keperluan hewan semata (Zaman, 2001).
2.3.2 Kelengkapan Resep
Bagian-bagian resep menurut Scott (2005) antara lain:
1) Informasi penulis resep yang meliputi nama, nomor ijin praktik, alamat, dan
nomor telepon tempat praktik.
2) Informasi mengenai pasien yang meliputi nama dan alamat pasien, serta
umur atau berat badan atau luas permukaan tubuh untuk pasien anak-
anak. Informasi ini membantu apoteker dalam menyiapkan obat dalam
resep, memeriksa dosis obat pada pasien anak, dan menghindari
kebingungan apabila terdapat kesamaan nama.
3) Tanggal penulisan resep yang diberikan sesuai dengan waktu ketika resep
ditulis.
4) Simbol R/ atau superscription yang berasal dari singkatan kata recipe
dalam bahasa latin yang memiliki arti ambillah.
5) Obat yang diresepkan atau inscription.
6) Petunjuk peracikan obat untuk apoteker atau subcription.
7) Aturan pemakaian obat atau signa (dituliskan dalam etiket).
8) Refill, label khusus dan atau petunjuk lain.
9) Tanda tangan penulis resep.
26

2.4 Tinjauan Tentang Puskesmas


2.4.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakt) adalah salah satu sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit
pelaksanaan teknis dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja
(PERMENKES, 2014).
Puskesmas adalah suatu unit pelaksanaan fungsional yang berfungsi sebagai
pusat pembangunan kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu
wilayah tertentu (Rahayu, 2006).
2.4.2 Profil Puskesmas Bantur
Puskesmas Bantur merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang yang beralamat Jln. Raya Bantur No. 203, Kec. Bantur, Kab.
Malang, Jawa Timur. Puskesmas Bantur merupakan salah satu puskesmas di
Kabupaten Malang dengan jumlah penderita skizofrenia mencapai 145 penderita
pada bulan September 2016 yang tersebar dalam 5 desa di wilayah Puskesmas
Bantur yaitu Desa Srigonco jumlah pasien gangguan jiwa sebanyak 10 orang dan
265 orang resiko, Desa Wonorejo sebanyak 15 orang gangguan jiwa dan 61 orang
resiko, Desa Bantur sebanyak 49 orang gangguan jiwa dan 775 orang resiko, Desa
Sumber Bening sebanyak 19 orang gangguan jiwa dan 347 orang resiko, Desa
Bandungrejo sebanyak 52 orang gangguan jiwa dan 591 orang resiko. Pasien yang
mendapatkan resep di Puskesmas Bantur sebanyak 40 orang setiap bulannya.
Kondisi geografis Kecamatan Bantur berdasarkan hasil Registrasi Penduduk
akhir tahun, jumlah Penduduk Kecamatan Bantur pada tahun 2014 tercatat sebesar
76.451 jiwa dengan tingkat kepadatan 480 orang/km. Jumlah penduduk menurut
jenis kelamin menujukkan bahwa 49,80 persen adalah penduduk laki-laki dan
50,20 persen adalah penduduk perempuan dengan angka sex ratio 99,19 persen
(BPS Kabupaten Malang, 2015).
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Skizofrenia

Klasifikasi Skizofrenia:
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia Disorganized
Skizofrenia Katatonik
Skizofrenia Undiferentiated
Residual

Terapi
Terapi Non
Farmakologi
Farmakologi Terapi

Golongan Obat Skizofrenia Obat Skizofrenia Resep

Profil peresepan obat pada pasien skizofrenia di wilayah Puskesmas Bantur


Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016

Persentase resep untuk pasien skizofrenia dan resep non pasien


skizofrenia

Persentase golongan obat tunggal skizofrenia

Persentase golongan obat kombinasi skizofrenia

Persentase golongan obat lain yang digunakan


Persentase usia pasien skizofrenia berdasarkan resep yang
dilayani

Gambar 3. 1 Tahapan Penelitian

Keterangan: : Diteliti

: Tidak Diteliti

27
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Desain atau rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi penelitian
untuk mengkaji hubungan antara variable dalam suatu penelitian (Riyanto, 2011).
Pada Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis profil peresepan obat pada
penderita skizofrenia. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2012). Pengumpulan data dilakukan
secara retrospektif, yaitu dengan mengelola data peresepan obat pada pasien
skizofrenia selama periode Juli-Desember 2016.

4.2 Populasi Penelitian

Menurut saryono (2013) Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang


diperlukan dalam suatu penelitian. Penetuan sumber data dalam suatu penelitian
sangat penting dan menetukan keakuratan hasil penelitian. Sedangkan populasi
menurut Riyanto (2011) adalah seluruh objek (manusia, binatang pecobaan, data
laboratorium) yang akan duteliti dan memenuhi karakteristik yang ditentukan.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh resep yang
dilayani di Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember
2016.

4.3 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


4.3.1 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Besar atau
kecilnya sampel pada suatu penelitian dapat mewakili populasi atau sampel
tersebut representative (Riyanto, 2011).

28
29

Pada penelitian ini sampel yang digunakan ialah resep untuk pasien
skizofrenia yang dilayani di Puskesmas Bantur, Kabupeten Malang periode Juli-
Desember 2016.
4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Metode sampling atau teknik sampling yaitu cara atau teknik tertentu yang
digunakan dalam mengambil sampel penelitian, sehingga sampel tersebut sedapat
mungkin mewakili populasi (Notoatmodjo, 2012). Teknik pengambilan sampel
dilakukan secara purposive sampling yaitu berdasarkan pertimbangan tertentu
yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang telah
diketahui sebelumnya (Riyanto, 2011). Dalam hal ini syarat yang dimaksud ialah
resep untuk pasien skizofrenia yang dilayani di Puskesmas Bantur, Kabupaten
Malang selama periode Juli-Desember 2016.

4.4 Kriteria Sampel


4.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
aggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah seluruh resep untuk pasien skizofrenia yang
dilayani di Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember
2016.
4.4.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah
resep untuk pasien skizofrenia yang tidak dilayani di Puskesmas Bantur,
Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pada penelitian ini adalah Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang.


Waktu Penelitian pada bulan Maret-Mei 2017.
30

4.6 Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2012) instrumen penelitian adalah alat-alat yang


akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa:
kuisioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang
berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya.
Instrument yang digunakan adalah tabel pengumpulan data. Pada tabel
pengumpulan data diisi dengan melihat resep pasien skizofrenia dan mencatat
obat yang diberikan di Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang.

4.7 Variabel Penelitian

Variable penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan satuan penelitian tentang sesuatu konsep
penelitian tertentu (Notoatmodjo, 2012). Menurut Budiman (2011) Variabel
penelitian adalah objek yang akan diteliti sehingga kita sudah bisa pastikan bahwa
variabel penelitian yang dipilih sudah memenuhi syarat untuk diteliti.
Variabel yang akan diteliti meliputi resep, obat, dokter yang menulis resep,
dan data demografi.
Tabel IV. 1 Variabel Penelitian
Variabel Indikator
Resep a. Tanggal R/
b. No. R/
Obat a. Golongan Obat Skizofrenia (Tunggal
atau Kombinasi)
b. Golongan Obat Lain (Terapi penyerta)
c. Dosis
d. Signa (S)
e. Numero (NO)
Dokter yang menulis R/ a. Dokter Umum
b. Dokter Spesialis
Data demografi a. Usia
b. Jenis Kelamin (Laki-laki/Perempuan)
4.8 Definisi Operational

Beberapa hal yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini adalah:


1) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien.
31

2) Obat Tunggal adalah jika dalam satu resep tercantum salah satu jenis obat
skizofrenia. Misalnya hanya obat antipsikotik tipikal saja atau hanya obat
antipsikotik atipikal saja.
3) Obat Kombinasi adalah jika dalam satu resep tercantum dua jenis atau
lebih obat skizofrenia. Misalnya obat antipsikotik tipikal dan antipsikotik
atipikal.
4) Golongan obat lain (Terapi Lain) adalah obat selain obat skizofrenia
yang ikut diresepkan secara bersamaan (dalam satu resep). Dapat berupa
obat golongan benzodiazepine (lorazepam), antidepresan, antiparkinson,
vitamin dan lainnya.
5) Dosis adalah takaran obat yang dituliskan sesuai dengan yang ada pada
resep.
6) Signa (S) adalah aturan pemakaian obat yang dituliskan sesuai dengan
yang ada di resep. Misalnya S. b.i.d
7) Numero (NO) adalah jumlah obat yang diresepkan kepada pasien.
Misalnya NO. XXX
8) Bentuk sedian adalah bentuk sediaan obat yang diresepkan kepada pasien.
Misalnya Tablet, Kapsul, Syirup dan lain-lain.
9) Dokter Umum adalah dokter yang lingkup pekerjaannya luas terhadap
semua penyakit.
10) Dokter Spesialis adalah dokter yang lingkup pekerjaannya hanya pada
penyakit tertentu saja.
11) Data Demografi adalah data pasien yang meliputi jenis kelamin dan usia.
4.9 Tahapan Penelitian
4.9.1 Tahapan Pengumpulan Sampel
Pada penelitian ini sampel resep diambil dari populasi resep yang dilayani di
Puskesmas Bantur, Kabupaten Malang selama Juli-Desember 2016 (6 bulan).
Resep yang diambil adalah resep yang dilayani untuk pasien rawat jalan di
Puskesmas Bantur, serta yang ditujukan untuk konsumen. Dari populasi resep
selama 6 bulan tersebut, jumlah sampel resep diambil setiap bulan. Kemudian
masing-masing resep diberi nomor pada setiap bulan dan ditentukan proporsi
setiap bulan kemudian dicatat dan digolongkan.
32

Puskesmas Bantur Kabupaten Malang

Resep yang ditebus di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang pada periode


Juli-Desember 2016

Penetuan sampel resep dari populasi resep yang masuk di


Puskesmas Bantur

Penentuan jumlah sampel resep per bulan

Pengumpulan data dan pencatatan

Penggolongan data

Gambar 4. 1 Tahap Pemilihan Resep

4.9.2 Pengumpulan Sampel

Pada penetilitian ini sampel resep diambil dari populasi resep yang dilayani
untuk pasien rawat jalan di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang selama bulan
Juli-Desember 2016. Tahapan petama, peneliti membaca resep secara keseluruhan
kemudian menentukan sampel resep dari populasi resep yang dilayani di
Puskesmas Bantur. Kedua, peneliti menetukan jumlah sampel resep setiap bulan
kemudian mengumpulkan dan mencatat data. Dari pencatatan ini diambil unsur-
unsur resep yang digunakan sebagai data, yaitu meliputi:
33

1) No. Resep
2) Umur pasien
3) Tanggal Resep
4) Jenis Kelamin
5) Penulis Resep
6) Golongan Obat
7) Nama Obat
8) Dosis Obat
9) Signa Obat
10) Numero Obat
11) Kombinasi Obat
12) Terapi Lain
Kemudian data tersebut dimasukkan kedalam tabel pengumpulan data dan
dianalisis sehingga dapat diketahui persentase golongan obat apa saja yang
digunakan untuk pasien skizofrenia.

4.9.3 Cara Perhitungan Data

Data yang dikelompokkan pada tabel pengumpulan data dihitung secara


persentase (%), kemudian data tersebut hasilnya disajikan dalam bentuk diagram
dan tabel.

Rumus :

Keterangan : v = jumlah kategori presentase skizofrenia


n = jumlah sampel
1) Persentase Resep Untuk Pasien Skizofrenia dan Pasein Non Skizofrenia
a) Resep Untuk Pasien Skizofrenia

b) Resep Untuk Pasien Non Skizofrenia

2) Persentase Golongan Obat Tunggal Skizofrenia


34

3) Persentase Golongan Obat Kombinasi Skizofrenia

4) Persentase Golongan Obat Lain (Terapi Penyerta)

5) Persentase Umur Pasien

A) Persentase umur ≤ 20 tahun


B) Persentase umur 21-34 tahun
C) Persentase umur ≥ 35 tahun
BAB V

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Profil Peresepan Obat Pada
Pasien Skizofrenia di Wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang, dapat
dilihat pada Tabel V.1. Jumlah seluruh resep yang masuk di Puskesmas Bantur,
Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016 sebanyak 3883 resep,
sedangkan jumlah resep obat untuk pasien skizofrenia adalah 402 resep .
Dari analisa resep selama periode Juli-Desember 2016 didapatkan data
persentase jumlah keseluruhan resep skizofrenia dan non skizofrenia, penggunaan
obat skizofrenia tunggal dan kombinasi, jenis kelamin pasien, usia pasien, dan
obat penyerta yang terdapat pada resep.

5.1 Jumlah Keseluruhan Resep Obat Skizofrenia dan Non Skizofrenia


Pada Periode Juli-Desember 2016

Jumlah lembar resep obat Skizofrenia di Wilayah Puskesmas Bantur pada


periode Juli-Desember 2016 dapat dilihat pada Tabel V.1 dan Gambar 5.1.
Tabel V.1 Jumlah Keseluruhan Resep Obat Skizofrenia dan Non Skizofrenia Pada Periode
Juli-Desember 2016
Jumlah Lembar Resep Skizofrenia Persentase
Σ resep
No. Bulan Lembar resep obat Total Keseluruhan
Skizofrenia
Skizofrenia Lembar Resep
(%)
1. Juli 64 552 11.6
2. Agustus 81 754 10.7
3. September 66 700 9.4
4. Oktober 79 792 10.0
5. November 69 630 11.0
6. Desember 43 455 9.5
Rata-rata 402 3883 10.4
Jumlah seluruh resep yang masuk di Wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten
Malang pada periode Juli-Desember 2016 adalah 3883 lembar resep dengan
jumlah resep obat skizofrenia sebanyak 402 lembar resep, sehingga didapatkan
persentase obat skizofrenia sebesar 10,4%. Sedangkan jumlah resep obat non
skizofrenia sebanyak 3481 lembar resep dengan persentase sebesar 89.6%.

35
36

Gambar 5.1 Persentase Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-
Desember 2016

Gambar 5. 2 Persentase Jumlah Resep Obat Skizofrenia di Wilayah Puskesmas


Bantur per Bulan Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.1 dan Gambar 5.2 diketahui bahwa persentase resep
obat skizofrenia paling banyak terdapat pada bulan Juli sebesar 11.6%, sedangkan
persentase terendah terdapat pada bulan September sebesar 9.4%.

5.2 Jenis Kelamin

Dari hasil yang diperoleh pada resep obat skizofrenia yang ditebus di
Wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016,
diketahui jenis kelamin pasien skizofrenia. Jumlah jenis kelamin pasien masing-
masing dapat dilihat pada Tabel V.2 dan Gambar 5.3.
Tabel V.2 Jenis Kelamin Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia di Wilayah
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
No. Jenis Kelamin Σ Resep Persentase (%)
1. Laki-laki 272 68
2. Perempuan 130 32
Total 402 100
37

Gambar 5.3 Jenis Kelamin Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia di Wilayah
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.2 dan Gambar 5.3 di atas menunjukkan bahwa pasien
skizofrenia yang menebus resep di Puskesmas Bantur mayoritas adalah Laki-laki
sebanyak 272 orang dengan persentase sebesar 68%. Sedangkan pasien
skizofrenia yang lebih sedikit yaitu perempuan sebanyak 130 orang dengan
persentase sebesar 32%.

5.3 Usia Pasien

Dari data yang diperoleh pada resep obat skizofrenia yang distebus di
Puskesmas Bantur Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016,
diketahui bahwa resep obat skizofrenia tidak secara keseluruhan dituliskan umur
pasien, maka jumlah resep yang terdapat umur pasien dapat dilihat pada Tabel V.3
dan Gambar 5.4.
Tabel V.3 Jumlah Resep Yang Terdapat Umur Pasien Pada Resep Obat Skizofrenia
No. Umur Pasien Σ Resep Persentase (%)
1. Ada 346 86
2. Tidak Ada 56 14
Total 402 100
38

Gambar 5.4 Jumlah Resep Yang Terdapat Umur Pasien Pada Resep Obat
Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.3 dan Gambar 5.4 di atas menunjukkan bahwa jumlah
resep yang terdapat umur pasien sebanyak 346 lembar resep dengan persentase
86% dan yang tidak terdapat umur pasien sebanyak 56 lembar resep dengan
persentase sebesar 14%.
Pada resep obat skizofrenia di Puskesmas Bantur total resep yang terdapat
umur pasien berjumlah 346 lembar resep dengan persentase 86%, maka dapat di
golongkan rentang umur pasien skizofrenia dapat dilihat pada Tabel V.4 dan
Gambar 5.5.
Tabel V.4 Usia Pasien Berdasarkan Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur
pada Periode Juli-Desember 2016
No. Umur Pasien Σ Resep Persentase (%)
1. ≤ 20 tahun 33 10
2. 21-34 tahun 118 34
3. ≥ 35 tahun 195 56
Total 346 100
39

Gambar 5.5 Umur Pasien Berdasrkan Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas


Bantur pada periode Juli-Desember 2016
Berdasrkan Tabel V.4 dan Gambar 5.5 di atas menunjukkan bahwa umur
pasien terbanyak adalah pasien dengan umur ≥ 35 tahun sebanyak 56% (196
resep). Sedangkan umur pasien yang terendah yaitu umur ≤ 20 tahun sebanyak
10% (33 resep).

5.4 Terapi Skizofrenia


5.4.1 Golongan Obat Skizofrenia
Golongan obat pada pasien skizofrena yang mendapatkan resep obat
skizofrenia yang digunakan antara lain: Antipsikotik Tipikal dan Antipsikotil
Atipikal. Data yang diperoleh dapat di lihat pada Tabel V.5 dan Gambar 5.6.
Tabel V.5 Jumlah Obat Skizofrenia Tiap Golongan Pada Periode Bulan Juli-
Desember 2016
Jumlah Obat Skizofrenia Per Lembar Persentase
Golongan
Resep Total selama 6
Obat
Jul Agus Sept Okt Nov Des bulan (%)
Antipsikotik
83 116 99 119 106 64 587 79
Tipikal
Antipsikotil
33 36 25 29 21 12 156 21
Atipikal
Total per R/ 116 152 124 148 127 76 743 100
40

Gambar 5.6 Persentase Golongan Obat Skizofrenia Pada Periode Bulan Juli-
Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.5 dan Gambar 5.6 di atas menunjukkan bahwa
penggunaan obat skizofrenia golongan antipsikotik tipikal sebanyak 79% (578)
dan golongan obat antipsikotik atipikal sebanyak 21% (156).

5.4.2 Jumlah Resep Tunggal dan Kombinasi

Dari data yang diperoleh pada resep pasien skizofrenia yang ditebus di
Puskesmas Bantur Kabupaten Malang pada periode bulan Juli-Desember 2016,
terdiri dari resep skizofrenia obat tunggal dan kombinasi. Data tersebut dapat di
lihat pada Tabel V.6 dan Gambar 5.7.
Tabel V.6 Persentase Jumlah Resep Tunggal dan Kombinasi Obat Skizofrenia
Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
No. Obat Skizofrenia Σ Resep Persentase (%)
1. Tunggal 63 16
2. Kombinasi 339 84
Total 402 100
41

Gambar 5.7 Persentase Jumlah Resep Tunggal dan Kombinasi Obat Skizofrenia
Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.6 dan Gambar 5.7 di atas menunjukkan bahwa resep
skizofrenia di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang pada periode bulan Juli-
Desesmber 2016 dengan terapi kombinasi sebanyak 84% (339). Sedangkan terapi
tunggal sebanyak 16% (63).

5.4.2.1 Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal

Peresepan obat skizofrenia tunggal dapat dilihat pada Tabel V.7 dan
Gambar 5.8.
Tabel V.7 Jumlah Resep Obat Skizofrenia Tunggal di Puskesmas Bantur
Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
Σ Persentase
No. Tunggal Nama Obat
Resep (%)
42

1. Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine 14 22


2. Haloperidol 13 21
3. Trifluoperazine 4 6
4. Antipsikotik Atipikal Risperidone 32 51
Total 63 100

Gambar 5.8 Persentase Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal


Berdasarkan Tabel V.7 dan Gambar 5.8 di atas menunjukkan bahwa sediaan
yang diresepkan dalam bentuk tunggal terdiri dari golongan antipsikotik tipikal
yaitu Chlorpromazine 22% (14 ), Haloperidol 21% (13), dan Trifluoperazine 6%
(4). Sedangkan golongan antipsikotik atipikal yaitu Risperidone 51% (32).
Tabel V.8 Jenis Resep Obat Skizofrenia Tunggal di Puskesmas Bantur Kabupaten
Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
Σ Persentase
NO. Golongan Obat Jenis Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine 1x100 mg 2 3
2. Chlorpromazine 1x50 mg 2 3
3. Chlorpromazine 2x100 mg 1 2
4. Chlorpromazine 2x50 mg 9 14
5. Haloperidol 1x1.5 mg 1 2
6. Haloperidol 1x0.75 mg 1 2
7. Haloperidol 2x5 mg 3 5
8. Haloperidol 2x1.5 mg 8 13
9. Trifluoperazine 2x5 mg 1 2
10. Trifluoperazine 2x2.5 mg 3 5
11. Antipsikotik Risperidone 1x2 mg 13 21
Atipikal
12. Risperidone 1x1 mg 6 10
13. Risperidone 2x1 mg 7 11
14. Risperidone 2x2 mg 6 10
Total 63 100
43

5.4.2.2 Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi


5.4.2.2.1 Kombinasi Dua Obat
Peresepan obat skizofrenia kombinasi dua obat dapat dilihat pada Tabel V.9
dan Gambar 5.9.

Tabel V.9 Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat


Σ Persentase
No. Kombinasi Jenis Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine + 205 61
Tipikal Haloperidol
2. Chlorpromazine + 9 3
Trifluoperazine
3. Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine + 124 36
Atipikal Risperidone
Total 338 100
Gambar 5.9 Persentase Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat

Berdasarkan Tabel V.9 dan Gambar 5.9 di atas menunjukkan obat


skizofrenia yang diresepkan dalam bentuk kombinasi dua obat terdiri dari
Chlorpromazine + Haloperidol sebanyak 61% (205), Chlorpromazine +
Risperidone 36% (124) dan Chlorpromazine + Trifluoperazine 3% (9).
Tabel V.10 Jenis Resep Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
Σ
No. Kombinasi Jenis Obat Persentase (%)
Resep
1. Antipsikotik Tipikal + Tipikal Chlorpromazine 1x100 mg + Haloperidol 1x1.5 mg 1 0.3
2. Chlorpromazine 2x100 mg + Haloperidol 2x5 mg 2 1
3. Chlorpromazine 2x100 mg + Haloperidol 2x1.5 mg 15 4
4. Chlorpromazine 2x100 mg + Haloperidol 1x1.5 mg 15 4
5. Chlorpromazine 2x100 mg + Haloperidol 2x0.75 mg 9 3
6. Chlorpromazine 2x100 mg + Haloperidol 1x0.75 mg 1 0.3
7. Chlorpromazine 2x50 mg + Haloperidol 2x1.5 mg 22 7
8. Chlorpromazine 2x50 mg + Haloperidol 1x1.5 mg 17 5
9. Chlorpromazine 2x50 mg + Haloperidol 2x0.75 mg 28 8
10. Chlorpromazine 2x50 mg + Haloperidol 1x0.75 mg 3 1
11. Chlorpromazine 2x50 mg + Haloperidol 2x5 mg 1 0.3
12. Chlorpromazine 2x50 mg + Haloperidol 2x2.5 mg 2 1
13. Chlorpromazine 1x100 mg + Haloperidol 1x5 mg 7 2
14. Chlorpromazine 1x100 mg + Haloperidol 1x2.5 mg 1 0.3
15. Chlorpromazine 1x100 mg + Haloperidol 2x1.5 mg 4 1
16. Chlorpromazine 1x100 mg + Haloperidol 1x1.5 mg 33 10
17. Chlorpromazine 1x100 mg + Haloperidol 1x0.75 mg 4 1
18. Chlorpromazine 1x50 mg + Haloperidol 2x1.5 mg 7 2
19. Chlorpromazine 1x50 mg + Haloperidol 2x0.75 mg 10 3
20. Chlorpromazine 1x50 mg + Haloperidol 1x5 mg 1 0.3
21. Chlorpromazine 1x50 mg + Haloperidol 1x1.5 mg 3 1
22. Chlorpromazine 1x50 mg + Haloperidol 1x0.75 mg 19 6
23. Chlorpromazine 2x50 mg + Trifluoperazine 2x5 mg 2 1

46
Lanjutan

Σ
No. Kombinasi Jenis Obat Persentase (%)
Resep
24. Chlorpromazine 2x50 mg + Trifluoperazine 2x2.5 mg 1 0.3
25. Chlorpromazine 1x100 mg + Trifluoperazine 2x5 mg 1 0.3
26. Chlorpromazine 1x50 mg + Trifluoperazine 2x5 mg 3 1
27. Chlorpromazine 1x50 mg + Trifluoperazine 1x5 mg 1 0.3
28. Antipsikotik Tipikal + Atipikal Chlorpromazine 3x50 mg + Risperidone 3x1 mg 1 0.3
29. Chlorpromazine 3x50 mg + Risperidone 2x2 mg 1 0.3
30. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 2x2 mg 7 2
31. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 2x1 mg 8 2
32. Chlorpromazine 2x100 mg + Risperidone 1x1 mg 4 1
33. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 2x2 mg 16 5
34. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 2x1 mg 21 6
35. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 1x2 mg 1 0.3
36. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 1x1 mg 1 0.3
37. Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 1x1 mg 5 1
38. Chlorpromazine 1x100 mg + Risperidone 2x2 mg 7 2
39. Chlorpromazine 1x100 mg + Risperidone 1x2 mg 4 1
40. Chlorpromazine 1x50 mg + Risperidone 2x2 mg 7 2
41. Chlorpromazine 1x50 mg + Risperidone 2x1 mg 19 6
42. Chlorpromazine 1x50 mg + Risperidone 1x2 mg 8 2
Total 338 100

46
46

5.4.2.2.2 Kombinasi Tiga Obat

Peresepan obat skizofrenia kombinasi tiga obat dapat dilihat pada Tabel
V.11 dan Gambar 5.10.
Tabel V.11 Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tiga Obat
Σ Persentase
Kombinasi Jenis Obat
Resep (%)
Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine 2x50 mg 1 100
+ +
Antipsikotik Atipikal Risperidone 1x1 mg
+ +
Antipsikotik Tipikal Trifluoperazine 1x2 mg
Total 1 100

Gambar 5.10 Persentase Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat


Berdasarkan Tabel V.11 dan Gambar 5.10 di atas menunjukkan obat skizofrenia

46
yang diresepkan untuk pasien skizofrenia dalam bentuk kombinasi tiga obat terdiri
dari Chlorpromazine 2x50 mg + Risperidone 1x1 mg + Trifluoperazine 1x2 mg
sebanyak 100% (1).
47

5.4.3 Pola Resep Obat Skizofrenia Tunggal dan Kombinasi


Pada pola resep obat skizofrenia tunggal dan kombinasi yang paling banyak
diresepkan dapat di lihat pada Tabel V.12 dan Gambar 5.11.
Tabel V.12 Pola Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode
Bulan Juli-Desember 2016
Σ Persentase
No. Pola Peresepan
Resep (%)
1. Tunggal tanpa obat penyerta 22 5
2. Tunggal dengan obat penyerta 41 10
3. Kombinasi dua obat tanpa obat penyerta 26 6
4. Kombinasi dua obat dengan obat penyerta 312 78
5. Kombinasi tiga obat atau lebih dengan obat 1 0.2
penyerta
Total 402 100

Gambar 5.11 Pola Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas Bantur Pada Periode
Bulan Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.12 dan Gambar 5.11 di atas menunjukkan bahwa pola
peresepan obat skizofrenia dari yang tertinggi sampai terendah adalah kombinasi
dua obat dengan obat penyerta 78% (312), tunggal dengan obat penyerta 10%
(41), kombinasi dua obat tanpa penyerta 6% (26), tunggal tanpa obat penyerta 5%
(22) dan kombinasi tiga obat dengan obat penyerta 0.2% (1).
48

5.4.3.1 Pola Resep Obat Skizofrenia Tanpa Obat Penyerta


5.4.3.1.1 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Tanpa Obat Penyerta
Pada pola resep obat skizofrenia tunggal tanpa obat penyerta yang paling
banyak diresepkan dapat di lihat pada Tabel V.13 dan Gambar 5.12.
Tabel V.13 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Tanpa Obat Penyerta di
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Σ Persentase
No. Tunggal Nama Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine 11 50
2. Haloperidol 3 14
3. Trifluoperazine 0 0
4. Antipsikotik Atipikal Risperidone 8 36
Total 22 100

Gambar 5.12 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Tanpa Obat Penyerta di
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.13 dan Gambar 5.12 di atas menunjukkan bahwa pola
peresepan obat skizofrenia tunggal tanpa obat penyerta dari yang tertinggi sampai
terendah adalah Chlorpromazine sebanyak 50% (11), Risperidone 36% (8),
Haloperidol 14% (3) dan Trifluoperazine 0%.
49

Tabel V.14 Jenis Resep Obat Sikzofrenia Tunggal Tanpa Penyerta di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
Σ Persentase
NO. Golongan Obat Jenis Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine 1x100 mg 1 5
2. Chlorpromazine 1x50 mg 2 9
3. Chlorpromazine 2x100 mg 1 5
4. Chlorpromazine 2x50 mg 7 31
5. Haloperidol 2x1.5 mg 3 14
6. Antipsikotik Atipikal Risperidone 1x2 mg 3 14
7. Risperidone 1x1 mg 2 9
8. Risperidone 2x1 mg 3 14
Total 22 100

5.4.3.1.2 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat


Penyerta

Pada pola resep obat skizofrenia kombinasi tanpa obat penyerta yang paling
banyak diresepkan dapat di lihat pada Tabel V.15 dan Gambar 5.13.
Tabel V.15 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat Penyerta di
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Σ Persentase
No. Kombinasi Nama Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine + 6 23
Tipikal Haloperidol
2. Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine + 20 77
Atipikal Risperidone
Total 26 100

Gambar 5. 13 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat Penyerta


di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-
Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.15 dan Gambar 5.13 di atas menunjukkan bahwa pola
peresepan obat skizofrenia kombinasi tanpa obat penyerta adalah Chlorpromazine
50

+ Risperidone sebanyak 77% (20) dan Chlorpromazine + Haloperidole sebanyak


23% (6).
Tabel V.16 Jenis Resep Obat Skizofrenia Kombinasi Tanpa Obat Penyerta
Σ Persentase
No. Kombinasi Jenis Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Chlorpromazine 1x100 mg + 4 15
Tipikal + Tipikal Haloperidol 1x1.5 mg
2. Chlorpromazine 1x50 mg + 1 4
Haloperidol 1x0.75 mg
3. Chlorpromazine 2x50 mg + 1 4
Haloperidol 1x1.5 mg
4. Antipsikotik Chlorpromazine 3x50 mg + 1 4
Tipikal + Risperidone 3x1 mg
Atipikal
5. Chlorpromazine 3x50 mg + 1 4
Risperidone 2x2 mg
6. Chlorpromazine 1x100 mg + 1 4
Risperidone 2x2 mg
7. Chlorpromazine 1x100 mg + 3 12
Risperidone 1x2 mg
8. Chlorpromazine 1x50 mg + 1 4
Risperidone 2x2 mg
9. Chlorpromazine 1x50 mg + 8 31
Risperidone 2x1 mg
10. Chlorpromazine 1x50 mg + 1 4
Risperidone 1x2 mg
11. Chlorpromazine 1x50 mg + 4 15
Risperidone 2x1 mg
Total 26 100

5.4.3.2 Pola Resep Obat Skizofrenia Dengan Obat Penyerta


5.4.3.2.1 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta
Pada pola resep obat skizofrenia tunggal dengan obat penyerta yang paling
banyak diresepkan dapat di lihat pada Tabel V.17 dan Gambar 5.14.
Tabel V.17 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta di
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Σ Persentase
No. Tunggal Nama Obat
Resep (%)
1. Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine 3 7
2. Haloperidol 10 24
3. Trifluoperazine 4 10
4. Antipsikotik Atipikal Risperidone 24 59
Total 41 100
51

Gambar 5.14 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta di
Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.17 dan Gambar 5.14 di atas menunjukkan bahwa pola
peresepan obat skizofrenia tunggal dengan obat penyerta dari yang tertinggi
sampai terendah adalah Risperidone sebanyak 59% (24), Haloperidol 24% (10),
Trifuoperazine 10% (4) dan Chlorpromazine 7% (3).
Tabel V.18 Jenis Resep Obat Skizofrenia Tunggal Dengan Obat Penyerta
No. Golongan Obat Jenis Obat Obat Penyerta Σ Resep Persentase (%)
1. Antipsikotik Tipikal Chlorpromazine1x100 mg Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 2
2. Chlorpromazine 2x50 mg Trihexyphenidyl 2x2 mg 2 5
3. Haloperidol 2x1.5 mg Trihexyphenidyl 2x2 mg 4 10
4. Haloperidol 2x1.5 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 2
5. Haloperidol 1x0.75 mg Clobazam 1 2
6. Haloperidol 1x1.5 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 2
7. Haloperidol 2x5 mg Trihexyphenidyl 2x2 mg 3 7
8. Trifluoperazine 2x5 mg Antasida 3x1 sdm 1 2
Cimetidine 3x1
Paracetamol 3x500 mg
9. Trifluoperazine 2x2.5 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 2 5
10. Trifluoperazine 2x2.5 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 2
Vitamin B Complex 2x1
11. Antipsikotik Atipikal Risperidone 2x2 mg Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 2
Vit. B Complex 2x1
12. Risperidone 1x2 mg Vit. B Complex 3x1 1 2
13. Risperidone 1x2 mg Vit. B1 1 2
14. Risperidone 1x2 mg Clobazam 1x1 1 2
Vit. B Complex
15. Risperidone 1x1 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 4 10
16. Risperidone 2x2 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 4 10
17. Risperidone 1x1 mg Salep Kulit 1 2
Antalgin 3x1
18. Risperidone 1x1 mg CTM 3x1 2 5
Salep Kulit

63
Lanjutan
No. Golongan Obat Jenis Obat Obat Penyerta Σ Resep Persentase (%)
19. Risperidone 1x2 mg Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 2
20. Risperidone 1x2 mg Trihexyphenidyl 1x1 mg 4 10
21. Risperidone 2x2 mg Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 2
22. Risperidone 1x2 mg Ketoconazole Salep 1 2
Dexamethasone 3x1
23. Risperidone 1x2 mg Ketoconazole Salep 1 2
24. Risperidone 1x1 mg Salep Gentamicin 1 2
25. Ibuprofen 2x1
Total 41 100

76
54

5.4.3.2.2 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dengan Obat


Penyerta

Pada pola resep obat skizofrenia kombinasi dengan obat penyerta yang
paling banyak diresepkan dapat di lihat pada Tabel V.19 dan Gambar 5.15.
Tabel V.19 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dengan Obat
Penyerta di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember
2016

63
Σ Persentase
No. Kombinasi Nama Obat
Resep (%)
Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine +
1. 201 64
Tipikal Haloperidol
Chlorpromazine +
2. 8 3
Trifluoperazine
Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine +
3. 103 33
Atipikal Risperidone
Total 312 100
Gambar 5.15 Pola Peresepan Obat Skizofrenia Kombinasi Dengan Obat Penyerta
di Puskesmas Bantur Pada Periode Juli-Desember 2016
Berdasarkan Tabel V.19 dan Gambar 5.15 di atas menunjukkan bahwa pola
peresepan obat skizofrenia kombinasi dengan obat penyerta dari yang tertinggi
sampai terendah adalah Chlorpromazine + Haloperidole sebanyak 64% (201),
Chlorpromazine + Risperidone 33% (103), dan Chlorpromazine + Trifuoperazine
3% (8).

76
Lanjutan

Tabel V.20 Jenis Resep Obat Skizofrenia Kombinasi Dua Obat Dengan Obat Penyerta di Puskesmas Bantur Pada Periode Bulan Juli-Desember 2016
Σ
No. Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta Persentase (%)
Resep
1. Antipsikotik Tipikal dan Tipikal Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 3 1
Haloperidol 2x0.75 mg
2. Chlorpromazine 2x1100 mg + Clobazam 2x1 1 0.3
Haloperidol 2x5 mg
3. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 10 3
Haloperidol 2x1.5 mg
4. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 13 4
Haloperidol 1x1.5 mg
5. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg
18 6
Haloperidol 2x0.75 mg
Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 30 10
6.
Haloperidol 1x1.5 mg
7. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 11 4
Haloperidol 1x0.75 mg
8. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 4 13
Haloperidol 2x1.5 mg
9. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Trifluoperazine 2x5 mg
10. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 12 4
Haloperidol 1x1.5 mg
11. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Haloperidol 1x1.5 mg

76
Lanjutan
Σ Persentase
No. Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
12. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Haloperidol 1x1.5 mg Lodecon 3x1
13. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 1 0.3
Haloperidol 2x0.75 mg
14. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 1 0.3
Haloperidol 2x0.75 mg
15. Chlorpromazine 2x50 mg + Clobazam 1x1 3 1
Haloperidol 2x0.75 mg
16. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 5 2
Haloperidol 2x1.5 mg
17. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 5 2
Haloperidol 2x1.5 mg
18. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 2 1
Haloperidol 2x2.5 mg
19. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Haloperidol 2x5 mg
20. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Haloperidol 2x0.75 mg
21. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Trifluoperazine 2x2.5 mg
22. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 2 1
Haloperidol 2x0.75 mg
23. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 10 3
Haloperidol 2x0.75 mg

76
Σ Persentase
No. Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
24. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Haloperidol 2x2.5 mg
25. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 3 1
Haloperidol 1x5 mg
26. Chlorpromazine 1x100 mg + Clobazam 1x1 4 1.3
Haloperidol 1x5 mg
27. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 7 2.2
Haloperidol 2x0.75 mg
28. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 3 1
Haloperidol 1x1.5 mg
29. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 3 1
Haloperidol 2x0.75 mg
30. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 2 1
Haloperidol 1x0.75 mg
31. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 2 Lanjutan 1
Haloperidol 1x0.75 mg
32. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Haloperidol 1x2.5 mg
33. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 4 1.3
Haloperidol 1x0.75 mg
34. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Trifluoperazine 2x5 mg
35. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Trifluoperazine 2x5 mg

76
Lanjutan
No. Σ Persentase
Lanjutan
Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
36. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Trifluoperazine 2x5 mg
37. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 12 4
Haloperidol 2x1.5 mg
38. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 1 0.3
Haloperidol 2x1.5 mg
39. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 4 1.3
Haloperidol 2x1.5 mg
40. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 6 2
Haloperidol 1x0.75 mg
41. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 2 Lanjutan 1
Haloperidol 2x0.75 mg
42. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Haloperidol 1x1.5 mg Metronidazole 3x1
43. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 1 0.3
Haloperidol 2x1.5 mg
44. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 2 1
Haloperidol 2x1.5 mg
45. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 2 1
Trifluoperazine 2x5 mg
46. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 3 1
Haloperidol 2x0.75 mg
47. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Haloperidol 2x5 mg

76
Lanjutan

Σ Persentase
No. Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
48. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Haloperidol 1x5 mg
49. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Haloperidol 1x1.5 mg
50. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 1 0.3
Haloperidol 1x1.5 mg
51. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 Lanjutan 0.3
Haloperidol 1x1.5 mg
52. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Trifluoperazine 1x5 mg Captopril 2x25 mg
53. Chlorpromazine 1x50 mg + Paracetamol 1x1 1 0.3
Haloperidol 1x0.75 mg Gliceryl Guaiacolate 3x1
54. Antipsikotik Tipikal + Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 4 1.3
Atipikal Risperidone 2x2 mg
55. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x1 mg
56. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 3 1
Risperidone 1x1 mg
57. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 2 1
Risperidone 2x1 mg
58. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 5 2
Risperidone 2x1 mg
59. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 3 1
Risperidone 1x1 mg

76
Lanjutan
Σ Persentase
No. Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
60. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 8 3
Risperidone 2x1 mg
61. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 13 4
Risperidone 2x2 mg
62. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x1 mg Diazepam 2x1
63. Chlorpromazine 2x100 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 1 0.3
Risperidone 2x1 mg
64. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 5 2
Risperidone 2x1 mg
65. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 18 6
Risperidone 2x1 mg
66. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x2 mg
67. Chlorpromazine 1x100 mg + Antalgin 3x1 1 0.3
Lanjutan
Risperidone 1x2 mg
68. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x1 mg
69. Chlorpromazine 1x50 mg + Clobazam 1x1 3 1
Risperidone 1x2 mg
70. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 7 2.2
Risperidone 1x1 mg
71. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x2 mg Captopril 2x25 mg

76
Σ Persentase
Lanjutan
No. Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
72. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 2 1
Risperidone 2x2 mg
73. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x1 mg 1 0.3
Risperidone 2x2 mg
74. Chlorpromazine 1x100 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 5 2
Risperidone 2x2 mg
75. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 2 1
Risperidone1x1 mg
76. Chlorpromazine 1x50 mg + Clobazam 1x1 1
Lanjutan 0.3
Risperidone 2x2 mg
77. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x2 mg Diazepam 1x1
78. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 3 1
Risperidone 1x2 mg
79. Chlorpromazine 1x50 mg + Obat Batuk Syrup 3x1 1 0.3
Risperidone 2x1 mg
80. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 1 0.3
Risperidone 2x2 mg
81. Chlorpromazine 2x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Risperidone 2x2 mg
82. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Risperidone 2x1 mg
83. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2x2 mg 1 0.3
Risperidone 1x1 mg
84. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x1 mg 1 0.3
Risperidone 1x1 mg Paracetamol 3x1

76
Lanjutan
No. Σ Lanjutan
Persentase
Kombinasi Jenis Obat Obat Penyerta
Resep (%)
85. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 2 mg 1 0.3
Risperidone 1x1 mg Ibuprofen 3x1
Tetes Telinga
86. Chlorpromazine 1x50 mg + Trihexyphenidyl 1x2 mg 1 0.3
Risperidone 2x2 mg
Total 312 100

76
64

5.5 Jumlah Resep Obat Skizofrenia Dengan Obat Penyerta

Dari analisis resep obat skizofrenia di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang


pada periode Juli-Desember 2016, dapat dilihat beberapa terapi penyakit pada
Tabel V.21 dan Gambar 5.16.
Tabel V.21 Jumlah Resep Skizofrenia Dengan Obat Penyerta di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-Desember 2016
No. Obat Penyerta Σ Resep Persentase (%)
1. Obat Penyerta 354 88
2. Tanpa Obat Penyerta 48 12
Total 402 100

Gambar 5.16 Jumlah Resep Skizofrenia Dengan Obat Penyerta di Puskesmas


Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-Desember 2016
Berdasrkan Tabel V.21 dan Gambar 5.16 di atas menunjukkan bahwa
jumlah resep skizofrenia yang terdapat obat penyerta lebih banyak yaitu 88%

63
(354) sedangkan resep skizofrenia tanpa obat penyerta sebanyak 12% (48).
64

Tabel V.22 Jenis Obat Penyerta Pada Resep Obat Skizofrenia di Puskesmas
Bantur Kabupaten Malang Pada Periode Juli-Desembser 2016
Σ Persentase
No Nama Obat Kekuatan Frekuensi
Resep (%)
1. Antalgin 3x1 tab/hari 2 0.5
2. Antasida 3x1 sdm/hari 1 0.3
3. Captopril 25 mg 2x25 mg 3 0.8
4. Cimetidine 3x1 tab/hari 1 0.3
5. Clobazam 1x1 tab/hari 9 2
6.
1x tab/hari 1 0.3
7. 2x1 tab/hari 1 0.3
8. CTM 3x1 tab/hari 2 0.5
9. Dexamethasone 3x1 tab/hari 1 0.3
10. Diazepam 1x1 tab/hari 1 0.3
11. 2x1tab/hari 1 0.3
12. Gliceryl
3x1 tab/hari 1 0.3
Guaiacolate
13. Ibuprofen 2x1 tab/hari 1 0.3
14. 3x1 tab/hari 1 0.3
15. Ketoconazole 1x1 tab/hari 1 0.3
16. Ketoconazole
2 0.5
Salep
17. Lodecon 3x1 cap/hari 1 0.3
18. Metronidazole 3x1 tab/hari 1 0.3
19. Obat Batuk Syrup 3x1 sdm/hari 1 0.3
20. Paracetamol 3x1 tab/hari 3 0.8
21. Salep Gentamicin 2 0.5
22. Salep Kulit 3 0.8
23. Tetes Telinga 1 0.3
24. Trihexyphenidyl 2 mg 1x2 mg 199 53
25. 1x1 mg 34 9
26. 2x2 mg 78 21
27. 2x1 mg 18 5
28. Vit. B1 3x1 tab/hari 1 0.3
29. Vit. B Complex 3x1 tab/hari 2 0.5
30. 2x1 tab/hari 2 0.5
Total 375 100
BAB VI

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel resep di Puskesmas


Bantur Kabupaten Malang pada periode Juli-Desember 2016. Penelitian dimulai
pada bulan Maret-Mei 2017 tentang profil peresepan obat skizofrenia dengan
mengkaji informasi mengenai data usia pasien, jenis kelamin pasien,
perbandingan frekuennsi golongan obat skizofrenia yang terdiri dari golongan
antipsikotik tipikal, atipikal, dan terapi penyerta, golongan obat skizofrenia yang
diberikan tunggal maupun kombinasi. Jumlah populasi resep sebanyak 3883
lembar resep. Sampel merupakan semua resep obat skizofrenia yang dilayani di
Puskesmas Bantur Kabuaten Malang. Seluruh resep yang masuk sebanyak 402
lembar resep, dapat dilihat pada Tabel V.1 dan Gambar 5.1. Persentase jumlah
lembar resep obat skizofrenia berdasarkan resep pada bulan Juli-Desember 2016
sebesar 10.4%, dengan persentase tertinggi pada bulan Juli 11.6%, November
11.0% dan Agustus 10.7%, persentase jumlah resep per bulan dapat dilihat pada
Gambar 5.2.
Distribusi jenis kelamin pasien skizofrenia dapat dilihat pada Tabel V.2 dan
Gambar 5.3 didapatkan hasil bahwa pasien dengan jenis kelamin laki-laki 68%
(272) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan 32% (130). Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit pada
laki-laki lebih buruk dibandingkan pada penderita wanita sehingga lebih cepat
terlihat. Penyebabnya dapat karena faktor genetik, lingkungan atau pengaruh dari
dalam diri sendiri (Lehman et al., 2004). Hal ini juga dapat disebabkan karena
adanya pengaruh antidopaminergik estrogen yang dimiliki oleh wanita (Canuso et
al., 2007). Akibat adanya efek perlindungan atau neuroprotektif dari hormon
estrogen ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kemunduran onset dan
perjalanan penyakit skizofrenia yang lebih baik pada wanita (Mueser and Dilip,
2008). Menurut Soejono, Setiati, dan Wiwie (2000) laki-laki cenderung sering
mengalami perubahan peran dan penurunan interaksi sosial serta kehilangan

65
66

pekerjaan, hal ini yang sering menjadi penyebab bahwa laki-laki lebih rentan
terhadap masalah mental, termasuk depresi.
Distribusi usia pasien skizofrenia dapat dilihat pada Tabel V.3 dan Gambar
5.4 didapatkan hasil bahwa persentase resep yang terdapat usia pasien adalah 86%
(346) dan yang tidak terdapat usia pasien sebesar 14% (56). Pada Tabel V.4 dan
Gambar 5.5 resep yang terdapat usia pasien sebanyak 86% (346) dan yang
tertinggi pada kelompok usia ≥ 35 tahun 56% (195). Skizofrenia paling sering
terjadi pada akhir masa remaja atau dewasa awal dan jarang terjadi sebelum masa
remaja atau setelah usia 40 tahun, dikarenakan rentang usia tersebut merupakan
usia produktif yang dipenuhi dengan banyak faktor pencetus stress dan memiliki
beban tanggung jawab yang besar. Faktor pencetus stress tersebut di antaranya
mencakup masalah dengan keluarga maupun teman kerja, pekerjaan yang terlalu
berat, hingga masalah ekonomi yang dapat mempengaruhi perkembangan
emosional (Dipiro et al., 2009; Perwitasari, 2008; Jarut et al., 2013). Stress dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi neurotransmiter glutamat (senyawa
prekursor GABA) pada sistem limbik sehingga menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan neurotransmiter. Ketidakseimbangan neurotransmiter glutamat
itu sendiri dapat mencetus terjadinya skizofrenia (Sadock’s et al., 2010).
Berdasarkan golongan obat skizofrenia dapat dilihat pada Tabel V.5 dan
Gambar 5.6 didapatkan hasil bahwa penggunaan golongan antipsikotik tipikal
lebih banyak diberikan dibandingkan dengan golongan antipsikotik atipikal yaitu

76
79% (578), golongan obat antipsikotik tipikal yang diberikan yaitu
chlorpromazine, haloperidol dan trifluoperazine. Obat golongan antipsikotik
tipikal memiliki afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamin D2 dan
umumnya hanya memberikan respon untuk gejala positif. Selain itu golongan
antipsikotik tipikal memiliki tempat dalam manajemen psikosis diantaranya untuk
pasien yang kurang mampu atau pada keadaan sudah stabil dengan antipsikotik
dengan efek samping yang masih diterima oleh pasien (Maslim, 2014). Golongan
antipsikotik atipikal memiliki persentase sebesar 21% (156) dapat dilihat pada
Tabel V.5 dan Gambar V.6. Antipsikotik tipikal maupun atipikal sama-sama
memiliki potensi yang dapat menyebabkan efek samping berupa sedasi, gangguan
otonomik, gangguan ektrapiramidal dan gangguan pada sitem metabolik (Peluso
67

et al., 2012; Pakpoor dan Agius, 2014). Penggunaan obat golongan tipikal lebih
banyak digunakan daripada obat golongan atipikal karena harga golongan tipikal
lebih murah dibandingkan obat golongan atipikal (Hariyani dkk, 2014).
Berdasarkan penggunaan terapi obat data pada Tabel V.6 dan Gambar 5.7
dapat diketahui bahwa penggunaan terapi kombinasi antipsikotik lebih banyak
dibandingkan dengan terapi tunggal yaitu sebasar 84% (339). Penggunaan
kombinasi antpispikotik tipikal + tipikal merupakan kombinasi yang paling
banyak diberikan dengan persentase sebesar 61% (205) dapat dilihat pada Tabel
V.9 dan Gambar 5.9. Pemberian kombinasi terbanyak yaitu chlorpromazine 1x100
mg dan haloperidol 1x1.5 mg sebesar 10% (33) dapat dilihat pada Tabel V.10.
Chlorpromazine merupakan obat antipsikotik tipikal yang termasuk dalam kelas
fenotiazin sedangkan haloperidol termasuk dalam kelas butirofenon. Kombinasi
antara chlorpromazine dengan haloperidol bertujuan untuk memperkuat khasiat
antipsikotik dan efek sedatif (Tjay dan Rahardja, 2007). Berdasarkan penelitian
Yulianty (2017) bahwa penggunaan kombinasi antara haloperidol dan
chlorpromazine dapat menyebabkan efek samping sindrom ektrspiramidal
(100%), hipotensi ortostatik (88,2%) dan efek antikolinergik yang terjadi lebih
banyak jika dibandingkan dengan penggunaan tunggal masing-masing obat
(64,7%). Hal ini di karenakan haloperidol dan chlorpromazine bekerja sebagai
antagonis reseptor dopamin pada jalur nitrostriatal (Dipiro et al., 2009). Gejala
ektrapiramidal dapat berupa parkinsonisme (hipokinesia, kekakuan anggota tubuh,

76
tremor tangan dan keluar air liur berlebihan, gejala ‘rabbit syndrome’), akathisia,
dystonia akut, dyskinesia tardive, sindroma neuroleptika malgine (Tjay dan
Rahardja, 2007). Efek merugikan parkinsonisme terjadi pada kira-kira 25% pasien
yang diobati dengan haloperidol, biasanya dalam 5-90 hari setelah terapi awal
(Sadock’s et al., 2010).
Pada kelompok resep obat skizofrenia tunggal, risperidone merupakan
obat yang paling sering digunakan 51% (32), diikuti chlorpromazine 22% (14),
haloperidol 21% (13), dan trifluoperazine 6% (4) dapat dilihat pada Tabel V.7.
Risperidone 1x2 mg 21% (13) yang paling banyak diresepkan dapat dilihat pada
Tabel V.8. Golongan antipsikotik atipikal merupakan golongan antipsikotik
generasi kedua yang dapat digunakan untuk memperbaiki gejala positif dan
68

negatif dari skizofrenia dan lebih efektif mengobati pasien pada yang resisten
(Cherrie et al., 2016). Risperidone merupakan derivat dari benzisoksazol yang di
indikasikan untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala negatif maupun positif.
Untuk efek samping ektrapiramidal umumnya lebih ringan dibandingkan dengan
antipsikotik tipikal (Tjay dan Rahardja, 2007). Risperidone bekerja dengan cara
menghambat reseptor D2 dan 5HT2, dengan perbandingan afinitas 1:10, juga dari
reseptor α1, α2, dan H1, blokade α1 dan α2 dapat menimbulkan masing-masing
hipotensi dan depresi sedangkan blokade H1 berkitan dengan sedasi (Tjay dan
Rahardja, 2007). Chlorpromazine memiliki persentase tertinggi kedua setelah
risperidone, chlorphomazine 2x50 mg 14% (9) paling banyak diresepkan dapat
dilihat pada Tabel V.8. Chlorpromazine merupakan golongan obat antipsikotik
tipikal yang digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan
gaduh, gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasan dan perilaku
(Maslim, 2014). Golongan antipsikotik tipikal dengan nama obat haloperidol
memiliki presentasi ketiga setelah risperidone dan chlorpromazine. Haloperidol
2x1.5 mg 13% (8) paling banyak diresepkan. Haloperidol merupakan obat
antipsikotik tipikal yang bekerja dengan cara memblokade reseptor dopamin pada
reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ektrapiramidal (Dopamin D2 reseptor antagonists). Haloperidol sangat efektif
dalam mengobati gejala postif pada pasien skizofrenia, seperti mendengar suara,
melihat hal-hal yang sebenarnya tidak ada dan memiliki keyakinan yang aneh

76
(Maslim, 2014). Haloperidol berguna menenangkan keadaan mania pada pasien
psikosis, sehingga efektif diberikan pada pasien dengan gejala dominan gaduh,
gelisah, hiperaktif dan sulit tidur yang dikarenakan halusinasi (Tardy et al., 2014).
Golongan antipsikotik tipikal dengan nama obat trifluoperazin 2x2.5 mg sebanyak
5% (3). Obat ini efektif pada pasien dengan gangguan skizofrenia yang menarik
diri dari lingkungan dan apatis serta pada pasien dengan delusi dan halusinasi
(Goodman dan Gilman, 2008).
Beradasarkan pola peresepan obat skizofrenia dilihat pada Tabel V.12 dan
Gambar 5.11 menunjukkan bahwa pola peresepan yang tertinggi ialah kombinasi
dua obat dengan obat penyerta 78% (312) dan selanjutnya yaitu tunggal dengan
obat penyerta 10% (41) dan kombinasi dua obat tanpa obat penyerta 6% (26).
69

Jenis obat yang diberikan pada kombinasi dua dengan obat penyerta yaitu
chlorpromazine 1x100 mg + haloperidol 1x1.5 mg + trihexyphenidyl 1x2 mg
sebanyak 10% (30 resep) dapat dilihat pada Tabel.20.
Berdasarkan resep obat skizofrenia dengan obat penyerta dapat dilihat
pada Tabel V.21 dan Gambar 5.16 menunjukkan bahwa pasien yang menebus
resep di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang lebih banyak di sertai dengan
penambahan obat penyerta (88%). Golongan obat penyerta paling banyak
digunakan adalah golongan obat antikolinergik (trihexyphenidyl 1x2 mg) 53%
(199) dapat dilihat pada Tabel V.22. Penggunaan obat antikolinergik dalam
pengobatan skizofrenia dimungkinkan untuk menanggulangi efek samping
antipsikotik, terutama gejala ektrapiramidal yang timbul karena penggunaan
psikofarmaka tertentu dalam dosis tinggi (Tjay dan Rahardja, 2007). Selain
dikombinasi dengan golongan obat antikolinergik, pada penelitian ini juga obat
antipsikotik sering dikombinasikan dengan obat penyerta golongan benzodeazepin
seperti clobazam sebanyak 3% (11) dan diazepam 1% (2), obat penyerta ini
bertujuan untuk mengurangi efek rasa takut dan gelisah. Pada penelitian ini
antipsikotik juga sering dikombinasikan dengan vitamin sebanyak 1.3% (5). Hal
ini berdasarkan penemuan bahwa sering ditemukannya pasien skizofrenia yang
mengalami defisiensi vitamin dan mineral (Hariyani, 2014).
Salah satu unsur penting dalam penggunaan obat untuk mencapai efek
terapi yang optimal yaitu dosis obat dan aturan pakai. Penggunaan obat yang

76
rasional, mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obatan yang sesuai pada
kebutuhan individu mereka sendiri, untuk suatu periode waktu yang memadai
(Hariyani, 2014). Penggunaan obat golongan antipsikotik (khususnya antipsikotik
golongan pertama dan klozapin) harus dapat dikurangi secara pelan-pelan sebelum
terapi dihentikan untuk menghindari gejala putus obat yang menyebabkan
munculnya efek kolinergik (Sukandar, 2008).
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan


sebagai berikut:
1. Jumlah resep skizofrenia di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang pada
Periode Juli-Desember 2016 sebesar 10.4% (402).
2. Peresepan obat skizofrenia berdasarkan jumlah obat tiap golongan yang
paling banyak digunakan adalah golongan antipsikotik tipikal 79% (578)
dan golongan atipikal 21% (156).
3. Persentase jumlah resep tunggal 16% (63) dengan obat terbanyak adalah
risperidone 2 mg 51% (32) dengan frekuensi 1x2 mg 21% (13).
4. Persentase jumlah resep kombinasi 84% (339) dengan obat terbanyak
adalah kombinasi dua obat yaitu kombinasi golongan antipsikotik tipikal
(chlorpromazine) dan tipikal (haloperidol) 61% (205) dengan frekuensi
chlorpromazine 1x100 mg dan haloperidol 1x1.5 mg 10% (33).
5. Resep skizofrenia dengan obat penyerta 88% (354) dan tanpa penyerta
12% (48). Obat penyerta yang paling banyak digunakan adalah
trihexyphenidyl 1x2 mg 53% (199).
6. Berdasarkan data demografi pasien skizofrenia, jenis kelamin laki-laki
sebanyak 68% (272) dan perempuan sebanyak 32% (130) dengan usia
pasien skizofrenia tertinggi yaitu ≥ 35 tahun 56% (195).

70
71

7.2 Saran

Berdasrkan hasil analisa yang telah dilakukan dari penelitian ini, diberikan
beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan sebagai
berikut:
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga medis di Wilayah Puskesmas Bantur Kabupaten Malang, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan, evaluasi dan
memberikan gambaran dalam rangka mengurangi morbilitas dan
mortalitas pasien.
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai studi
pendahuluan untuk mengembangkan penelitian yang lain.
72

DAFTAR PUSTAKA

Abi-Dargham, A., Grace, A.A. 2011. Dopamine and Schizophrenia. In:


Weinberger, D.R., Harrison, P.J. Schizophrenia, 3rd edition. Blackwell
Publishing Ltd. p. 413-424

American Psychiatric Association. 1994. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IVTM). Washington, DC:
American Psychiatric Publishing, p. 278

American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5TM). Arlington: American
Psychiatric Publishing, p. 99-105

Ayano G. 2016. Schizophrenia: A Concise Overview of Etiology,


Epidemiology Diagnosis and Management: Review of literatures. J
Schizophr Res. 3(2): 1026.

Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Bantur Dalam Angka 2015. Malang:
Badan Pusat Statistik.

Baihaqi, M. 2007. Psikiatri Konsep Dasar Dan Gangguan-Gangguan.


Bandung: Refika Aditama

Balhara YP, Verma R. 2012. Schizophrenia and Suicide. East Asian Arch
Psychiatry; 22: 126-133.

Barkhof, E., Meijer, C.J., de Sonneville, L. M.J., Linszen, D.H., de Haan, L. 2012.
Interventions to improve adherence to antipsychotic medication in
patients with schizophrenia-A review of the past decade. Eur. Psychiatry
27, 9–18.

Budiman. 2011. Penelitian Kesehatan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Canuso, C. M., Pandina, G. 2007. Gender and Schizophrenia. Psychopharmacol


Bull, 20(4), 178-90

Cherrie, G., David, C., Frances, D., Verity, H., Assen, J., E úin, K., Jayashri, K.,
Patrick, McG., Olav, N., Nga, T. 2016. Royal Australian and New
Zealand College of Psychiatrists clinic practice guidelines for the
management of schizophrenia and related disorders. Australian & New
Zealand Journal of Psychiatry, 50(5), 410-472

Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V., Wells, B.G. 2014.


Schizophrenia. In: Crismon, M.L., Argo, T.R., Buckley, P.F.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Ninth Edition. United
States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
73

Goodman dan Gilman. 2008. Dasar Farmakologi Terapi, Volume 1. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Hariyani., Fitriana, Y., Tiara, K. M. 2014. Pola Pengobatan Pasien


Schizoprenia Program Rujukan Balik di Puskesmas Mungkid Periode
Januari-Juni 2014. Diakses 3 November 2017

Harrison, P.J., Owen, M.J. 2003. Genes for Schizophrenia? Recent Finding and
Their Pathophysiological Implications. Lancet. 361. 417-19

Hawari, D. 2007. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta:


Bursa Ilmu.

Irawan. 2016. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Ed. 1, Cet. 1.


Yogyakarta: Deepublish. Halm 96.

Jarut, Y. M., Fatimawali, W. W. I. 2013. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik


Pada Pengobatan Skizofrenia Di Rumah Sakit Prof. DR. V. L.
Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013-Maret 2013. Jurnal
Ilmiah Farmasi, UNSRAT, Vol.

Kaplan H.I., Sadock B.J., Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2.
Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara, p. 17-35.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2013. Obat Antipsikosis & Litium. In:
Herbert Meltzer, MD, PhD*. Farmakologi Dasar & Klinik, Edisi 12 Vol.
1. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A., Akemat., Helena, N.C.D., Nurhaeni, H. 2011. Keperawatan

76
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Penyelenggaraan Program


Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga.
http://www.depkes.go.id/article/view/16100600001/pedoman-
penyelenggaraan-program-indonesia-sehat-dengan-pendekatan-
keluarga.html. Diakses tanggal 7 Oktober 2016

Kim, M. 2016. Understanding the Etiology and Treatment Approaches of


Schizophrenia: Theoritichal Perpectives and Their Critique. Open
Journal of Psychiatry, 6, 253-261.
http://dx.doi.org/10.4236/ojpsych.2016.64030

Koeda A, Otsuka K, Nakamura H, Yambe T, Fukumoto K, Onuma Y, et al. 2012.


Characteristics of suicideattempts in patients diagnosed with
74

schizophrenia in comparison with depression: A study of emergency room


visit cases in Japan. Schizophr Res; 142: 31-39

Krystal, J.H., Moghaddam, B. 2011. Contribution of glutamate and GABA


systems to the neurobiology and treatment of schizophrenia. In:
Weinberger, D.R., Harrison, P.J. Schizophrenia, 3rd edition. Blackwell
Publishing Ltd. p. 433-447

Lally, J., & MacCabe, J. H. 2015. Antipsychotic medication in schizophrenia: a


review. British Medical Bulletin, ldv017.
https://doi.org/10.1093/bmb/ldv017

Lehman, A. F., Lieberman, J. A., Dixon, L. B., et al. 2004. Practice Guideline
for The Treatment of Patient with Schizophrenia.

Lora, A., Kohn, R., Levav, I., McBain, R., Morris, J., Saxena, S. 2012. Service
availability and utilization and treatment gap for schizophrenic
disorders: a survey in 50 low- and middle-income countries. Bull. World
Health Organ. 90, 47–54B. doi:10.2471/BLT.11.089284

Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Nuh Jaya

Maslim, R. 2014. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.


Jakarta: PT. Nuh Jaya.

Marsman, A., Heuvel, M.P., Klomp, D.W.J., Kahn, R.S., Luijten, P.R., Pol,
H.E.H. 2011. Glutamate in Schizophrenia: A Focused Review and Meta-
Analysis of H-MRS Studies. Schizophr Bull: 39 (1): 120-129.
https://doi.org/10.1093/schbul/sbr069

Mueser, K. T., Dilip, V. J. 2008. Clinical Handbook of Schizophrenia. The


Guilford Press, New York.

76
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Nugroho. 2011. Farmakologi: Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu


Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Halm. 67-69.

Pakpoor, J., Agius, M. 2014. A review of the adverse side effects associated
with antipsychotics as related to thei efficacy. Psychiatr Danub, 26(Suppl
1), 273-284
75

Peluso, M. J., Lewis, S. W., Barnes, T. R., Jones, P. B. 2012. Extrapyramidal


motor side-effects of first-and second-generation antipsychotic drugs.
The British Journal of Psychiatry, 200(5), 387-392
PERMENKES. 2014. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Indonesia. Jakarta.
Perwitasari, D. A. 2008. Kajian Penggunaan Antypical Antipsychotic dan
Conventional Antipsychotic pada pasien Skizofrenia di Rumah Sakit
Grhasia Yogyakarta. Prosiding: Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

Preti, A. and Miotto, P. 2005. Genetics, Perinatal Insult and Schizophrenia:


The Mechanism Underlying an Increased Prevalence of Perinatal
Complications among Individuals with a Diagnosis of Schizophrenia?
Current Psychiatry Reviews, 1, 139-150.
http://dx.doi.org/10.2174/1573400054065596

Rahayu, A.Y.S. 2006. Pemberdayaan Puskesmas Berdasarkan Kinerja: Kasus


Puskesmas di Provinsi DKI-Jakarta. Disertasi. Bogor: Sekolah
Pascasarjana IPB.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Kesehatan Jiwa. Jakarta: Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Sadock, B.J., Sadock, V.A., Ruiz, P. 2015. Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Eleventh Edition.
In: Schizophrenia Spectrum and Other Psychotic Disorder. Philadelphia:
Wolters Kluwer. p. 300-346

76
Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika, hal 165-169.

Schlotz, W. and Phillips, D.I. 2009. Fetal Origins of Mental Health: Evidence
and Mechanisms. Brain Behavior and Immunity, 23, 905-916.
http://dx.doi.org/10.1016/j.bbi.2009.02.001

Scott, S.A. 2005. The Prescription. In: J.P. Remington, Remington The Science
and Practice of Pharmacy, 21st edition, Philadelphia: Philadelphia Collage of
Pharmacy and Science, p. 1823-1824

Soejono, C. H., Setiati, S., Wiwie. 2000. Pedoman Pengolahan Kesehatan


Pasien Griatri: Untuk Kedokteran Dan Keperawatan. FKUI.

Sukandar, E., Andarjati., Sigit Joseph I., Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi.
Jakarta: PT. ISFI.
76

Sullivan, P.F. 2008. Schizophrenia Genetics: The Search for a Hard Lead.
Current Opinion in Psychiatry, 21, 157-160.
http://dx.doi.org/10.1097/YCO.0b013e3282f4efde

Syamsuni, H. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.


Halm 10.

Tardy, M., Huhn, M., Kissling, W., Engel, R. R., Leucht, S. 2014. Haloperidol
versus low-potency first-generation antipsychotic drugs for
schizophrenia. Cochrane Database of Systematic Reviews, 7, 1-87.

Taylor, R. and Langdon, R. 2006. Understanding Gender Differences in


Schizophrenia: A Review of the Literature. Current Psychiatry Reviews,
2, 255-265. http://dx.doi.org/10.2174/157340006776875987

Tjay, H. T., Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan


Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputido Kelompok
Kompas-Garmedia.

Videbeck, S.L. 2011. Schizophrenia. In: Psychiatric-Mental Health Nursing Fifth


Edition. Wolters Kluwer Healt: Lippincott Williams & Wilkins. p. 251-275

Yulianty, M. D., Noor, C., Valentina, S. M. 2017. Studi Penggunaan


Antipsikotik dan Efek Samping Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit
Jiwa Sambung Lihum Kalimantan Selatan. Diakses 28 Oktober 2017

Zaman, N.J. 2001. Ars Prescribendi (Resep yang Rasional). Surabaya:


Airlangga University Press, hal. 7-48

Zuchner, S., Roberts, S.T., Speer, M.C. and Beckham, J.C. 2007. Update on
Psychiatric Genetics. Genetics in Medicine, 9, 332-340.
http://dx.doi.org/10.1097/GIM.0b013e318065a9fa

76
77

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nelly Agustin


NIM : 201310410311086
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Maluk/1 Agustus 1995
Alamat : Jln. Pendidikan No. 42, RT 001/RW 001, Desa
Maluk, Dusun Maluk Utara, Kec. Maluk, Kab.
Sumbawa Barat, NTB.
Nomor HP : 081 906 907 091
Email : nellyagustin27@gmail.com
Riwayat Pendidikan:
No Asal Sekolah Tahun
SDN 2 Pukat, Kec. Utan, Kab.
1. 2001-2007
Sumbawa Besar, NTB.
SMPN 2 Utan, Kec. Utan, Kab.
2. 2007-2010
Sumbawa Besar, NTB.
3. SMAN 2 Sumbawa Besar, NTB. 2010-2013
Program Studi Farmasi Universitas
4. 2013-Sekarang
Muhammadiyah Malang

Malang, 16 Desember 2017


Yang Menyatakan,

Nelly Agustin
78

Lampiran 2 : Surat Pernyataan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
Kampus II: Jln. Bendungan Sutami No.188-A Tlp. (0341) 551149
Pst (144-145) Fax. (0341) 582060 Malang 65145

SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:

- Nama : Nelly Agustin


- NIM : 201310410311086
- Program studi : Farmasi
- Fakultas : ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:


1. Tugas akhir dengan judul:
PROFIL PERESEPAN OBAT PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI
WILAYAH PUSKESMAS BANTUR KABUPATEN MALANG
Adalah hasil karya, dan dalam naskah ini tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik
di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian ataupun
seluruhnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
2. Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia SKRIPSI ini DIGUGURKAN
dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH
DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
3. Skripsi ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK
BEBAS ROYALTY NON EKSKLUSIF

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan


sebagai mana mestinya.

Malang, 16 Desember 2017


Yang menyatakan,

Nelly Agustin
Lampiran 3 : Tabel Pengumpulan Data Harian

Daftar Pengumpulan Data Harian


Jenis
Umur px Dokter Golongan Obat Skizofrenia
Kelamin
Tgl Nmr 1
NO ≤ 21- ≥
R/ R/ 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
L P 20 34 35 U S
D D D D D
thn thn thn S N S N S N S N S N
(mg) (mg) (mg) (mg) (mg)
1.
2.
3.
4.
5.
dsb
Keterangan:
Tgl R/ : Tanggal Penulisan resep Dokter : U : Umur
Nmr R/ : Penomeran pada setia resep S : Spesialis
Jenis Kelamin : P : Perempuan D : Dosis
L : Laki-Laki S : Signa
Umur : Thn : Tahun N : Numero
Golongan Obat Skizofrenia : 1 : Antipsikotik Tipikal
1.1 : Chlorpromazine 1.3 : Haloperidol 1.5 : Perphenazine
1.2 : Fluphenazine 1.4 : Loxapine

79
79

79
Daftar Pengumpulan Data Harian (Lanjutan)
Golongan Obat Skizofrenia
1 2
1.6 1.7 1.8 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
D D D D D D D D
S N S N S N S N S N S N S N S N
(mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg)

Keterangan:
1.6 : Thioridazine
1.7 : Thiothixene
1.8 : Trifluoperazine
2 : Antipsikotik Atipikal
2.1 : Aripiprazole 2.4 : Iloperidone
2.2 : Asenapine 2.5 : Lurasidone
2.3 : Clozapine

89
Daftar Pengumpulan Data Harian (Lanjutan)
Golongan Obat Skizofrenia Pengobatan Bentuk Sediaan
2
2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 Terapi Lain
T K Tab Syr Kap
D D D D D
S N S N S N S N S N
(mg) (mg) (mg) (mg) (mg)

Keterangan:
2.6 : Olanzapine 2.8 : Quetiapine 2.10 : Ziprasidone
2.7 : Paliperidone 2.9 : Resperidone
Pengobatan : T : Tunggal
K : Kombinasi

89
Lampiran 4 : Tabel Pengumpulan Data Bulanan

Daftar Pengumpulan Data Bulanan


Jenis
Umur px Dokter Terapi
Kelamin Jumlah R/
Bulan ≤ 21- ≥ Skizofrenia Terapi Lain
L P 20 34 35 U S
thn thn thn T K R/ Skizofrenia R/ non Skizofrenia
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Keterangan:
Dokter : U : Umur D : Dosis
S : Spesialis S : Signa
Jenis Kelamin : P : Perempuan N : Numero
L : Laki-Laki
Umur : Thn : Tahun
Terapi Skizofrenia : T : Tunggal
K : Kombinasi

89
Lampiran 5 : Data Penelitian
Daftar Pengumpulan Data Harian
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
1. 1/7 28 √ √ √ √ √ √ √
2. 1/7 29 √ √ √ √ √ √
3. 2/7 11 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
4. 2/7 12 √ √ √ √ √ √
5. 2/7 13 √ √ √ √ √ √
6. 2/7 14 √ √ √ √ √ √ √
7. 2/7 16 √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Vitamin B
Complex
8. 2/7 19 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
9. 2/7 20 √ √ √ √ √ - Salep Gentamicin
- Ibuprofen
10. 11/7 14 √ √ √ √ √ √
11. 11/7 17 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
12. 11/7 18 √ √ √ √ √ √ - Clobazam
- B Complex
- Ketoconazole
13. 11/7 21 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl

89
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
14. 11/7 20 √ √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Diazepam
15. 11/7 24 √ √ √ √ √ √ √
16. 11/7 27 √ √ √ √ √ √ √
17. 12/7 22 √ √ √ √ √ √ √
18. 12/7 23 √ √ √ √ √ √ √
19. 12/7 24 √ √ √ √ √ √ √
20. 13/7 13 √ √ √ √ √ √ √
21. 13/7 15 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
22. 13/7 16 √ √ √ √ √ √ √
23. 13/7 18 √ √ √ √ √ √ √
24. 13/7 18 √ √ √ √ √ √ √
25. 13/7 19 √ √ √ √ √ √ √
26. 13/7 19 √ √ √ √ √ √ √
27. 13/7 20 √ √ √ √ √ √ √
28. 13/7 22 √ √ √ √ √ √ √
29. 13/7 25 √ √ √ √ √ √
30. 14 /7 17 √ √ √ √ √ √ √
31. 14 /7 27 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
Tgl Nmr Jenis Umur Golongan Obat Bentuk
No Dokter Pengobatan Terapi Penyerta
R/ R/ Kelamin Pasien Skizofrenia Sediaan

89
Obat
1 2
T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
32. 16 /7 21 √ √ √ √ √ √
33. 16 /7 25 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
34. 18 /7 √ √ √ √ √ √ √
35. 18 /7 25 √ √ √ √ √ √ √
36. 20 /7 24 √ √ √ √ √ √ √ - Paracetamol
- Trihexyphenidyl
37. 20 /7 25 √ √ √ √ √ √ √
38. 20 /7 26 √ √ √ √ √ √
39. 20 /7 28 √ √ √ √ √ √ √
40. 20 /7 30 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
41. 20 /7 31 √ √ √ √ √ √ √
42. 20 /7 32 √ √ √ √ √ √ √
43. 20 /7 35 √ √ √ √ √ √ √
44. 20 /7 37 √ √ √ √ √ √ √
45. 21 /7 25 √ √ √ √ √ √
46. 22 /7 21 √ √ √ √ √ √ √
47. 23 /7 17 √ √ √ √ √ √ √
48. 26 /7 22 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
49. 26 /7 24 √ √ √ √ √ √ √
50. 27 /7 24 √ √ √ √ √ √

89
Bentuk Lanjutan
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
51. 27 /7 25 √ √ √ √ √ √ √
52. 27 /7 26 √ √ √ √ √ √ √
53. 27 /7 27 √ √ √ √ √ √ √
54. 27 /7 28 √ √ √ √ √ √
55. 27 /7 29 √ √ √ √ √ √
56. 27 /7 30 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
57. 27 /7 31 √ √ √ √ √ √
58. 27 /7 32 √ √ √ √ √ √ √
59. 27 /7 33 √ √ √ √ √ √
60. 27 /7 34 √ √ √ √ √ √ √
61. 27 /7 36 √ √ √ √ √ √ √
62. 27 /7 37 √ √ √ √ √ - Salep Kulit
- Antalgin
63. 27 /7 38 √ √ √ √ √ √ √
64. 30 /7 29 √ √ √ √ √ √ √
65. 1/8 13 √ √ √ √ √ √
66. 1/8 22 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
67. 2/8 31 √ √ √ √ √ √ √
68. 3/8 18 √ √ √ √ √ √ √
69. 3/8 19 √ √ √ √ √ √ √
70. 3/8 20 √ √ √ √ √ √

89
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
71. 3/8 21 √ √ √ √ √ √ √
72. 3/8 23 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
73. 3/8 24 √ √ √ √ √ √ √
74. 3/8 26 √ √ √ √ √ √ √
75. 3/8 27 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
76. 3/8 30 √ √ √ √ √ √ √
77. 3/8 31 √ √ √ √ √ √ √
78. 3/8 32 √ √ √ √ √ √ √
79. 3/8 36 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
80. 3/8 37 √ √ √ √ √ √
81. 5/8 20 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
82. 6/8 26 √ √ √ √ √ √ √
83. 6/8 27 √ √ √ √ √ √ - Ctm
- Salep Kulit
84. 6/8 28 √ √ √ √ √ √
85. 8/8 25 √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Ibuprofen
- Tetes Telinga
86. 8/8 27 √ √ √ √ √ √ √

89
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
87. 9/8 18 √ √ √ √ √ √ √
88. 9/8 20 √ √ √ √ √ √ √
89. 10/8 29 √ √ √ √ √ √ √
90. 10/8 30 √ √ √ √ √ √
91. 10/8 31 √ √ √ √ √ √ √
92. 10/8 31 √ √ √ √ √ √ √
93. 10/8 34 √ √ √ √ √ √ √
94. 10/8 35 √ √ √ √ √ √ √
95. 10/8 36 √ √ √ √ √ √
96. 11/8 11 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
97. 11/8 19 √ √ √ √ √ √ √
98. 11/8 21 √ √ √ √ √ √ √
99. 11/8 22 √ √ √ √ √ √ √
100. 12/8 10 √ √ √ √ √ √
101. 15/8 28 √ √ √ √ √ √ √
102. 15/8 29 √ √ √ √ √ √ √
103. 15/8 30 √ √ √ √ √ √ √
104. 16/8 32 √ √ √ √ √ √ √
105. 18/8 21 √ √ √ √ √ √ √

89
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
106. 18/8 22 √ √ √ √ √ √ √
107. 18/8 23 √ √ √ √ √ √ √
108. 18/8 24 √ √ √ √ √ √ √
109. 18/8 27 √ √ √ √ √ √ √
110. 19/8 21 √ √ √ √ √ √ √
111. 19/8 22 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
112. 19/8 23 √ √ √ √ √ √ √
113. 22/8 41 √ √ √ √ √ √ √
114. 22/8 45 √ √ √ √ √ √ √
115. 22/8 48 √ √ √ √ √ √
116. 23/8 20 √ √ √ √ √ √ √
117. 23/8 21 √ √ √ √ √ √ √
118. 24/8 17 √ √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Salep Gentamicin
119. 24/8 18 √ √ √ √ √ √
120. 24/8 19 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
121. 24/8 20 √ √ √ √ √ √
122. 24/8 21 √ √ √ √ √

89
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
123. 24/8 22 √ √ √ √ √ √ √
124. 24/8 23 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
125. 24/8 24 √ √ √ √ √ √ √
126. 24/8 25 √ √ √ √ √ √ √ - Metronidazole
- Trihexyphenidyl
127. 24/8 26 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
128. 24/8 27 √ √ √ √ √ √ √
129. 24/8 28 √ √ √ √ √ √
130. 24/8 30 √ √ √ √ √ √ √
131. 24/8 32 √ √ √ √ √ √ √
132. 24/8 33 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
133. 25/8 25 √ √ √ √ √ √ √
134. 25/8 26 √ √ √ √ √ √
135. 25/8 27 √ √ √ √ √ √
136. 25/8 28 √ √ √ √ √ - Salep Kulit
- CTM
137. 25/8 29 √ √ √ √ √ √
138. 29/8 30 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
139. 29/8 31 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
140. 30/8 17 √ √ √ √ √ √
141. 30/8 √ √ √ √ √ √ √
142. 31/8 18 √ √ √ √ √ √ √
143. 31/8 19 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
144. 31/8 22 √ √ √ √ √ √ √
145. 31/8 23 √ √ √ √ √ √
146. 1/9 21 √ √ √ √ √ √ √
147. 1/9 27 √ √ √ √ √ √ √ - Captopril
- Trihexyphenidyl
148. 2/9 17 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
149. 3/9 11 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
150. 5/9 32 √ √ √ √ √ √ √
151. 5/9 33 √ √ √ √ √ √ √
152. 7/9 34 √ √ √ √ √ √ √
153. 7/9 36 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
154. 7/9 38 √ √ √ √ √ √
155. 7/9 40 √ √ √ √ √ √ √
156. 7/9 42 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
157. 7/9 44 √ √ √ √ √ √
158. 7/9 45 √ √ √ √ √ √
159. 7/9 47 √ √ √ √ √ √ √
160. 7/9 48 √ √ √ √ √ √ √
161. 7/9 49 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
162. 7/9 50 √ √ √ √ √ √ √
163. 10/9 20 √ √ √ √ √ √ √
164. 13/9 37 √ √ √ √ √ √
165. 14/9 25 √ √ √ √ √ √ √
166. 14/9 26 √ √ √ √ √ √ √
167. 14/9 27 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
168. 14/9 28 √ √ √ √ √ √ √
169. 14/9 30 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
170. 14/9 31 √ √ √ √ √ √
171. 14/9 32 √ √ √ √ √ √
172. 14/9 34 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
173. 14/9 35 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
174. 14/9 36 √ √ √ √ √ √ √
175. 14/9 37 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
176. 14/9 39 √ √ √ √ √ √ √
177. 14/9 41 √ √ √ √ √ √
178. 14/9 42 √ √ √ √ √ √ √
179. 14/9 43 √ √ √ √ √ √
180. 16/9 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
181. 17/9 20 √ √ √ √ √ √ √
182. 17/9 21 √ √ √ √ √ √ √
183. 17/9 22 √ √ √ √ √ √ √
184. 17/9 23 √ √ √ √ √ √
185. 17/9 24 √ √ √ √ √ √ √
186. 17/9 25 √ √ √ √ √ √ √
187. 19/9 42 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
188. 21/9 25 √ √ √ √ √ √ √
189. 21/9 27 √ √ √ √ √ √ √
190. 21/9 28 √ √ √ √ √ √ √
191. 21/9 30 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
192. 21/9 34 √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
193. 21/9 35 √ √ √ √ √ √ √
194. 21/9 36 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
195. 21/9 37 √ √ √ √ √ √ √
196. 27/9 22 √ √ √ √ √ √ √
197. 27/9 23 √ √ √ √ √ √
198. 27/9 24 √ √ √ √ √ √ √
199. 28/9 20 √ √ √ √ √ √ √
200. 28/9 21 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
201. 28/9 23 √ √ √ √ √ √ √
202. 28/9 24 √ √ √ √ √ √ √
203. 28/9 25 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
204. 28/9 26 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
205. 28/9 27 √ √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Lodecon
206. 28/9 28 √ √ √ √ √ √ √
207. 28/9 30 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
208. 28/9 31 √ √ √ √ √ √ √
209. 28/9 32 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
210. 28/9 33 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
211. 29/9 34 √ √ √ √ √ √
212. 3 /10 26 √ √ √ √ √ √ √ - Paracetamol
- GG
213. 3 /10 35 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
214. 4 /10 29 √ √ √ √ √ √ √
215. 5 /10 22 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
216. 5 /10 23 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
217. 5 /10 24 √ √ √ √ √
218. 5 /10 26 √ √ √ √ √
219. 5 /10 27 √ √ √ √ √
220. 5 /10 28 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
221. 5 /10 29 √ √ √ √ √ √ √
222. 5 /10 34 √ √ √ √ √ √ √
223. 5 /10 36 √ √ √ √ √ √ √ Obat Batuk Syrup
224. 5 /10 37 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
225. 6 /10 25 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
226. 6 /10 27 √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Captoptil
227. 7 /10 15 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
228. 8 /10 16 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
229. 8 /10 23 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
230. 9 /10 17 √ √ √ √ √ √ √
231. 9 /10 18 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
232. 10/10 16 √ √ √ √ √ √ √ √
233. 12/10 22 √ √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Diazepam
234. 12/10 23 √ √ √ √ √ √ √
235. 12/10 24 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
236. 12/10 26 √ √ √ √ √ √ √
237. 12/10 27 √ √ √ √ √ √ - Ketoconazole
Salep
- Dexamethasone
238. 12/10 28 √ √ √ √ √ √ √
239. 12/10 29 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
240. 12/10 32 √ √ √ √ √ √ √
241. 12/10 33 √ √ √ √ √ √ √
242. 12/10 35 √ √ √ √ √ √
243. 12/10 36 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
244. 12/10 40 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
245. 12/10 41 √ √ √ √ √ √ √
246. 12/10 42 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
247. 12/10 43 √ √ √ √ √ √ √
248. 13/10 25 √ √ √ √ √ √
249. 13/10 26 √ √ √ √ √ √ √
250. 15/10 19 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
251. 16/10 17 √ √ √ √ √ √ - Antasida
- Cimetidine
- Paracetamol
252. 17/10 39 √ √ √ √ √ √ √
253. 18/10 12 √ √ √ √ √ √ √
254. 18/10 13 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
255. 19/10 2 √ √ √ √ √ √ √
256. 19/10 3 √ √ √ √ √ √ √
257. 19/10 4 √ √ √ √ √ √ √
258. 19/10 5 √ √ √ √ √ √ - Trihexyphenidyl
- Vit. B Complex
259. 19/10 6 √ √ √ √ √ √
260. 19/10 7 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
261. 19/10 8 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
262. 19/10 9 √ √ √ √ √ √
263. 19/10 10 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
264. 19/10 11 √ √ √ √ √ √ √
265. 20/10 22 √ √ √ √ √ √ √
266. 21/10 17 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
267. 24/10 26 √ √ √ √ √ √ √
268. 24/10 29 √ √ √ √ √ √ √ - Captopril
- Trihexyphenidyl
269. 24/10 30 √ √ √ √ √ √ √
270. 25/10 21 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
271. 25/10 22 √ √ √ √ √ √ √
272. 26/10 21 √ √ √ √ √ √
273. 26/10 23 √ √ √ √ √ √ √
274. 26/10 24 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
275. 26/10 25 √ √ √ √ √ √
276. 26/10 27 √ √ √ √ √ √ √
277. 26/10 28 √ √ √ √ √ √
278. 26/10 29 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
279. 26/10 30 √ √ √ √ √ √ √
280. 26/10 31 √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
281. 26/10 31 √ √ √ √ √ √ √
282. 26/10 32 √ √ √ √ √ √
283. 26/10 33 √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
284. 26/10 35 √ √ √ √ √ √ √
285. 26/10 36 √ √ √ √ √ √
286. 26/10 37 √ √ √ √ √ √ √
287. 26/10 37 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
288. 26/10 42 √ √ √ √ √ √ √
289. 28/10 21 √ √ √ √ √ √ √
290. 31/10 53 √ √ √ √ √ √ √
291. 2/11 33 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
292. 2/11 35 √ √ √ √ √ √ √
293. 2/11 36 √ √ √ √ √ √ √ Antalgin
294. 2/11 37 √ √ √ √ √ √ √
295. 2/11 38 √ √ √ √ √ √ √
296. 2/11 39 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
297. 2/11 40 √ √ √ √ √ √ √
298. 2/11 41 √ √ √ √ √ √ √
299. 4/11 22 √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
300. 7/11 37 √ √ √ √ √ √
301. 7/11 39 √ √ √ √ √ √ √
302. 8/11 24 √ √ √ √ √ √ √
303. 8/11 29 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
304. 9/11 20 √ √ √ √ √ √ √
305. 9/11 21 √ √ √ √ √ √ √
306. 9/11 22 √ √ √ √ √ √ √
307. 9/11 23 √ √ √ √ √ √
308. 9/11 24 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
309. 9/11 26 √ √ √ √ √ √ √
310. 9/11 28 √ √ √ √ √ √ Ketoconazole Salep
311. 9/11 29 √ √ √ √ √ √
312. 9/11 30 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
313. 9/11 31 √ √ √ √ √ √ √
314. 9/11 33 √ √ √ √ √ √ √
315. 10/11 16 √ √ √ √ √ √ √
316. 10/11 21 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
317. 10/11 23 √ √ √ √ √ √ √
318. 14/11 37 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
319. 14/11 38 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
320. 14/11 41 √ √ √ √ √ √ √
321. 14/11 43 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
322. 14/11 47 √ √ √ √ √ √
323. 14/11 48 √ √ √ √ √ √
324. 14/11 49 √ √ √ √ √ √ √
325. 16/11 21 √ √ √ √ √ √ √
326. 16/11 22 √ √ √ √ √ √ √
327. 16/11 23 √ √ √ √ √ √ √
328. 16/11 24 √ √ √ √ √ √
329. 16/11 25 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
330. 16/11 26 √ √ √ √ √ √
331. 16/11 27 √ √ √ √ √ √ √
332. 16/11 28 √ √ √ √ √ √ √
333. 16/11 29 √ √ √ √ √ √
334. 16/11 30 √ √ √ √ √ √ √
335. 16/11 31 √ √ √ √ √ √ √
336. 16/11 32 √ √ √ √ √ √ √
337. 16/11 33 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
338. 16/11 35 √ √ √ √ √
339. 16/11 36 √ √ √ √ √ √ √
340. 16/11 38 √ √ √ √ √ √ √
341. 17/11 18 √ √ √ √ √ √ √
342. 17/11 22 √ √ √ √ √ √
343. 21/11 26 √ √ √ √ √ √ √
344. 21/11 30 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
345. 21/11 33 √ √ √ √ √ √
346. 22/11 17 √ √ √ √ √ √ √
347. 22/11 24 √ √ √ √ √ √ √
348. 23/11 31 √ √ √ √ √ √ √
349. 23/11 32 √ √ √ √ √ √
350. 23/11 33 √ √ √ √ √ √ √
351. 23/11 35 √ √ √ √ √ √ Vitamin B1
352. 23/11 36 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
353. 23/11 37 √ √ √ √ √ √ √
354. 23/11 38 √ √ √ √ √ √
355. 23/11 39 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
356. 23/11 40 √ √ √ √ √ √
357. 23/11 41 √ √ √ √ √ √ √
358. 24/11 15 √ √ √ √ √ √ √
359. 24/11 25 √ √ √ √ √ √ √
360. 9 /12 30 √ √ √ √ √ √ √
361. 13/12 2 √ √ √ √ √ √ √
362. 13/12 3 √ √ √ √ √ √ √
363. 13/12 4 √ √ √ √ √ √
364. 13/12 5 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
365. 13/12 7 √ √ √ √ √ √
366. 13/12 9 √ √ √ √ √ √ √
367. 13/12 16 √ √ √ √ √ √ √
368. 13/12 18 √ √ √ √ √ √ √
369. 14/12 20 √ √ √ √ √ √ √
370. 21/12 41 √ √ √ √ √ √ √
371. 21/12 42 √ √ √ √ √ √
372. 21/12 43 √ √ √ √ √ √
373. 21/12 44 √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin Pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
374. 21/12 47 √ √ √ √ √ √ √
375. 21/12 48 √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
376. 21/12 50 √ √ √ √ √ √ √
377. 21/12 52 √ √ √ √ √ √ √
378. 21/12 53 √ √ √ √ √ √ √
379. 21/12 54 √ √ √ √ √ √ √
380. 21/12 55 √ √ √ √ √ √ √
381. 21/12 56 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
382. 23/12 14 √ √ √ √ √ √ √
383. 22/12 35 √ √ √ √ √ √ √
384. 23/12 16 √ √ √ √ √ √ √ Clobazam
385. 27/12 31 √ √ √ √ √ √
386. 27/12 32 √ √ √ √ √ √
387. 27/12 34 √ √ √ √ √ √ √
388. 27/12 42 √ √ √ √ √ √ √
389. 28/12 22 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
390. 28/12 23 √ √ √ √ √ √ √
391. 28/12 25 √ √ √ √ √ √ √
Bentuk
Jenis Umur Golongan Obat
Dokter Pengobatan Sediaan
Kelamin pasien Skizofrenia
Obat
Tgl Nmr 1 2
No Terapi Penyerta
R/ R/ T S K
P L A B C U S T K a y a
1.1 1.2 1.3 2.1
b r p
392. 28/12 26 √ √ √ √ √ √ Vitamin B Complex
393. 28/12 27 √ √ √ √ √ √ √
394. 28/12 28 √ √ √ √ √ √ √
395. 28/12 30 √ √ √ √ √ √ √
Trihexyphenidyl
396. 28/12 31 √ √ √ √ √ √ √
397. 28/12 32 √ √ √ √ √ √ √
398. 29/12 25 √ √ √ √ √ √ √
399. 29/12 26 √ √ √ √ √ √
400. 29/12 27 √ √ √ √ √ √
401. 29/12 30 √ √ √ √ √ √ √ Trihexyphenidyl
402. 30/12 26 √ √ √ √ √ √
Keterangan:
Tgl R/ : Tanggal Penulisan R/
Nmr R/ : Penomeran pada setiap R/
Dokter : U: Umur S: Spesialis
Jenis Kelamin : P: Perempuan L: Laki-Laki
Umur : A: ≤20 tahun B: 21-34 tahun C: ≥ 35 tahun
Golongan Obat Skizofrenia : 1: Antipsikotik Tipikal
1.3 : Chlorpromazine 1.2 : Haloperidol 1.3 : Trifluoperazine
2: Antipsikotik Atipikal
2.4 : Risperidone
Pengobatan : T: Tunggal K: Kombinasi
Bentuk Sediaan Obat : Tab: Tablet Syr: Syrup Kap: Kapsul
Daftar Pengumpulan Data Bulanan

Jenis Terapi
Umur pasien Dokter Jumlah R/
Kelamin Skizofrenia
Terapi
Bulan ≤ 21-
≥ 35 Penyerta R/ R/ non
L P 20 34 U S T K
thn Skizofrenia Skizofrenia
thn thn
Juli 29 35 4 20 31 64 0 12 52 59 64 552
Agustus 29 52 7 24 33 81 0 10 71 73 81 754
September 18 48 4 22 35 66 0 9 57 59 66 700
Oktober 24 55 4 24 37 79 0 11 68 64 79 792
November 20 49 7 18 36 69 0 11 58 63 69 630
Desember 10 33 7 10 23 43 0 10 33 36 43 455
Total 130 272 33 118 195 402 0 63 339 354 402 3883
Keterangan:
Jenis Kelamin : P: Perempuan L: Laki-Laki
Dokter : U: Umur S: Spesialis
Umur : Thn: Tahun
Terapi Skizofrenia : T: Tunggal K: Kombinasi
109

Lampiran 6 : Dokumentasi

9
10
110

Lampiran 7 : Surat Ijin Etik

9
10
111

Lampiran 8 : Surat Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik

0
11
112

Lampiran 9 : Surat Dinas Kesehatan Kabupaten Malang

1
11
113

Lampiran 10 : Surat Puskesmas Bantur

2
11

Anda mungkin juga menyukai