Kriptokismus
Pada masa janin testis berada di rongga abdomen dan beberapa saat sebelum bayi
dilahirkan, testis mengalami desensus testikulorum atau turun ke dalam kantung
skrotum. Diduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam
skrotum, antara lain: (1) adanya tarikan dari gubernakulum testis dan refleks dari otot
kremaster, (2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan
(3) dorongan dari tekanan intraabdominal. (Purnomo, basuki B., 2011)
Oleh karena sesuatu hal, proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan baik
sehingga testis tidak berada di dalam kantong skrotum (maldesensus). Dalam hal ini
mungkin testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang
normal, keadaan ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat
(keluar) dari jalurnya yang normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik. (Purnomo,
basuki B., 2011)
Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya mungkin
terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen yaitu terletak di antara fossa renalis
dan anulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada di perineal, di luar kanalis
inguinalis yaitu diantara aponeurosis obligus eksternus dan jaringan subkutan,
suprapubik, atau di regio femoral. (Purnomo, basuki B., 2011)
Angka kejadian
Angka kejadian kriptorkismus pada bayi prematur kurang lebih 30% yaitu 10 kali
lebih banyak daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis
mengalami desensus secara spontan, sehingga pada saat usia 1 tahun, angka kejadian
kriptorkismus tinggal 0,7– 0,9 %. Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal
jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan. (Purnomo, basuki B., 2011)
Etiologi
Testis maldesensus dapat terjadi karena adanya kelainan pada (1) gubernakulum
testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormon gonadotropin yang
memacu proses desensus testis. (Purnomo, basuki B., 2011)
Suhu di dalam rongga abdomen ± 10C lebih tinggi daripada suhu di dalam
skrotum, sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi
daripada testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis.
Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami
kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih
normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi
mengecil. (Purnomo, basuki B., 2011)
Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut rusak, maka
potensi seksual tidak mengalami gangguan. (Purnomo, basuki B., 2011)
Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah
mudah terpluntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami
degenerasi maligna. (Purnomo, basuki B., 2011)
Gambaran klinis
Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai
testis di kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu
belum mempunyai anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada
benjolan di perut bagian bawah yang disebabkan testis maldesensus mengalami
trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi tumor testis. (Purnomo, basuki B.,
2011)
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah
ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum melainkan
berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk mencari
keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat. (Purnomo,
basuki B., 2011)
Keberadaan testis sering kali sulit untuk ditentukan, apalagi testis yang letaknya
intraabdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa
sarana penunjang, di antaranya adalah flebografi selektif atau diagnostik laparoskopi.
(Purnomo, basuki B., 2011)
Pemakaian ultrasonografi untuk mencari letak testis sering kali tidak banyak
manfaatnya sehingga jarang dikerjakan. Pemeriksaan flebografi selektif adalah usaha
untuk mencari keberadaan testis secara tidak langsung, yaitu dengan mencari
keberadaan pleksus Pampiniformis. Jika tidak didapatkan pleksus pampiniformis
kemungkinan testis memang tidak pernah ada. (Purnomo, basuki B., 2011)
Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis mulai dari dari fossa renalis hingga
anulus inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan daripada
melakukan eksplorasi melalui pembedahan terbuka. (Purnomo, basuki B., 2011)
Diagnosis Banding
Selain itu maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis
memang tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak terbentuk testis
atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat neonatus.
(Purnomo, basuki B., 2011)
Tindakan
Medikamentosa
Operasi
Tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1) mempertahankan fertilitas, (2)
mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah kemungkinan terjadinya torsio
testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis mencegah terjadinya
rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. (Purnomo, basuki B., 2011)