Universitas Mulawarman
Disusun Oleh:
Noni Priscilia
1710029062
Pembimbing:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya
berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Referat dengan judul “Kurang Energi Protein” Dalam kesempatan ini, penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan
hingga terselesaikannya laporan kasus ini, diantaranya:
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga
Tutorial Kasus yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan
manfaat bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
Referat
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
Noni Priscilia
1710029062
Menyetujui,
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Malnutrisi Energi Protein adalah keadaan kurang gizi pada anak yang
disebabkan oleh kurangnya asupan energi dan protein. Balita usia 6-59 bulan
merupaka golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, diantaranya
adalah masalah malnutrisi energi protein (MEP) (Kemenkes,2013).
3.2. Klasifikasi
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya
KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
BB/TB TB/U
Mild 80 – 90 % 90 – 94%
Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %
Edema 3
Dermatosis 2
Hepatomegali 1
<1,00 <3,25 7
1,00-1,49 3,25-3,99 6
1,50-1,99 4,00-4,74 5
2,00-2,49 4,75-5,49 4
2,50-2,99 5,50-6,24 3
3,00-3,49 6,25-6,99 2
3,50-3,99 7,00-7,74 1
>4,00 >7,75 0
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap
penderita:
0 >95% >90%
1 95-90% 90-80%
2 89-85% 80-70%
3 <85% <70%
KEP I 90 – 80
KEP II 80 – 70
KEP III 70 – 60
KEP IV <60
3.3. Epidemiologi
Berdasarkan Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 yang dilakukan Kementerian
Kesehatan, bayi usia di bawah lima tahun (Balita) yang mengalami masalah gizi
pada 2017 mencapai 17,8%, sama dengan tahun sebelumnya. Jumlah tersebut
terdiri dari Balita yang mengalami gizi buruk 3,8% dan 14% gizi kurang.Menurut
status gizi berdasarkan indeks Tinggi Badan terhadap Usia (TB/U), Balita
Indonesia yang mengalami stunting/kerdil pada tahun lalu mencapai 29,6%.
Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Dengan rincian 9,8% bayi dengan
usia 0-59 bulan tersebut masuk kategori sangat pendek dan 19,8% kategori
pendek.Sedangkan menurut indeks Berat Badan terhadap Usia (BB/U) sebanyak
9,5% Balita masuk kategori kurus dan turun dibanding tahun sebelumnya.
Sedangkan Balita yang mengalami kegemukan (obesitas) mencapai 4,6%, juga
lebih rendah dari tahun sebelumnya (Kemenkes, 2018).
3.4. Etiologi
1. Pola makan
Protein dan asam amino adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup,
tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi
yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan
ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber
lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya
pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting
terhadap terjadi kurang energi protein, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kurang energi protein
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga ataupun penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
3.5. Patogenesis
1. Respon Metabolik Terhadap Pemasukan Energi Inadekuat
MEP merupakan hasil dari tidak tercukupinya kebutuhan energi dan nutrisi
dalam waktu yang lama. Manifestasinya tergantung dari beberapa faktor, misalnya
umur, infeksi, status nutrisi awal dan kebiasaan mengurangi makan. Pada keadaan
puasa terjadi pengurangan lemak dan perubahan endokrin yang mempunyai tujuan
untuk menjaga fungsi vital dan bertahan hidup sampai didapatkan lagi energi dari
makanan. Akibatnya akan terjadi perubahan-perubahan yaitu berkurangnya
aktivitas, pertumbuhan yang lambat dan perubahan komposisi badan. Selain itu
akan terjadi penurunan laju metabolisme dan peningkatan total cairan tubuh
terutama di ekstaselular.
Hormon cortisol akan meningkat pada keadaan kelaparan dan stress.
Sekresi insulin akan menurun dan akan terjadi resistensi insulin di perifer.
Aktivitas insulin-growth faktor 1 serta efektor metabolik pertumbuhan yang
mempengaruhi hormon pertumbuhan juga berkurang. Efek keseluruhan dari
perubahan hormon ini adalah mobilisasi lemak, degradasi protein otot, dan
penurunan basal metabolic rate. Peningkatan aldosterone yang berperan dalam
kehilangan potassium sudah diikuti oleh pengurangan energi dan penurunan
sintesis adenosin trifosfat dalam sodium pump.
5. Sitokin
Sintesin sitokin dipercepat oleh infeksi, trauma, iskemi dan keadaan lain.
Sitokin berperan dalam metabolisme protein dan otot, puasa, dan cachexia pada
kanker. Pada anak yang malnutrisi berat didapatkan penurunan reaksi inflamasi
dan menumpulnya respon febrile.
6. Protein Fase Akut
Sitokin memodulasi pembentukan protein fase akut. Pembentukan protein
tersebut adalah di dalam hati dan meningkat bila ada stress seperti infeksi. Pada
anak malnutrisi berat akan terjadi penurunan protein fase akut negatif seperti
albumin, prealbumin, fibronektin dan retinol binding protein. Hal tersebut akan
mengakibatkan meningkatnya sistesis protein dalam hepar.
7. Kwashiorkor
Kwashiorkor
3.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/ tidak mau
makan, sering menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada kedua
kaki, kadang sampai seluruh tubuh (IDAI, 2010).
2. Pemeriksaan fisik
MEP ringan
Sering ditemukan gangguan pertumbuhan:
- Anak tampak kurus.
- Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti.
- Berat badan tidak bertambah, bahkan turun.
- Ukuran lingkar lengan atas lebih kecil dari normal.
- Maturasi tulang terlambat.
- Rasio berat badan terhadap tinggi badan normal/ menurun.
- Tebal lipatan kulit normal atau berkurang.
- Anemia ringan
- Aktivitas dan perhatian berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat.
MEP berat
- Kwashiorkor.
- Marasmus.
- Marasmik-kwashiorkor.
3. Pemeriksaan Penunjang
Penemuan hasil laboratorium sebagai berikut :
1. Konsentrasi total protein serum dan terutama albumin secara nyata berkurang
pada KEP edematus, dan normal atau rendah pada marasmus.
2. Hemoglobin dan hematokrit biasanya rendah, terlebih pada kwashiorkor
daripada marasmus.
3. Rasio asam amino nonesensial dan esensial plasma meningkat pada
kwashiorkor dan biasanya normal pada marasmus.
4. Level Free Fatty Acid (FFA) serum meningkat, terutama pada kwashiorkor.
5. Level glukosa darah normal atau rendah setelah puasa 6 atau lebih.
6. Eksresi urin kreatinin, hidroksiprolin, 3-metil histidin, dan urea nitrogen
rendah.
Banyak perubahan biokimia lain yang sudah diterangkan pada KEP berat,
meskipun mempunyai sedikit pengaruh pada diagnosis penyakit.
3.8. Penatalaksanaan
Perlu diketahui ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting pada pasien
gizi buruk, yaitu (Kemenkes, Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I, 2011)
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu (Kemenkes, Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I, 2011)
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan
Rencana II, dengan tindakan segera, yaitu (Kemenkes, Bagan Tatalaksana Anak
Gizi Buruk Buku I, 2011)
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III,
dengan tindakan segera, yaitu (Kemenkes, Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
Buku I, 2011)
Kondisi IV
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau
dehidrasi. Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu (Kemenkes, Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku I, 2011)
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada
keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau
orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode
Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain adalah dengan
membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya.
Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama
masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan
ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap
dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali
pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan
menggunakan botol berisi air panas.
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk
dengan dehidrasi adalah :
Mata cekung
Nadi lemah
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30
menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.
Berikan:
Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur
ayam
AMOKSISILIN
KOTRIMOKSASOL
Beri 3 kali
(Trimetoprim + Sulfametoksazol) sehari
UMUR Beri 2 kali sehari selama 5 hari untuk 5
hari
ATAU Tablet dewasa Sirup/5ml
Tablet Anak Sirup
BERAT 80 mg 40 mg
BADAN 20 mg
trimetoprim + trimetoprim
trimetoprim +
400mg + 200 mg 125 mg
100mg
sulfametoksazo sulfametoks
sulfametoksazol per 5 ml
l azol
2 sampai 4 bulan
(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml
4 sampai 12 bulan
(6 - < 10 Kg) ½ 2 5 ml 5 ml
12 bln s/d 5 thn
(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9
bulan
Catatan :
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian
rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan
dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat
mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut:
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak.
Keterangan :
Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco
½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik (
dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam
dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pantau dan catat :
Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :
Fase Transisi (minggu ke 2)
Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
Pemantauan pada fase transisi:
1. Frekuensi nafas
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25
kali/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume
seperti di atas.
Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral.
Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi
(Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk
keadaan infeksinya.
Tambahan multivitamin lain, vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu <6 bulan:
50.000 SI, 6-12 bulan: 100.000 SI, >1 tahun: 200.000 SI) pada awal
perawatan dan hari ke-15 atau sebelum pulang.
Khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg per hari.
Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau
sirup besi dengan dosis sebagai berikut
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi
Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat
di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah
pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan
aktifitas bermain. 10,11
Suportif/ Dietetik
Oral (enteral)
- Gizi kurang kebutuhan energi dihitung sesuai RDA untuk umur TB (height-
age) dikalikan berat badan ideal.
- Gizi buruk ditatalaksana sesuai pelaksanaan rawat inap dengan fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Intravena (parenteral): hanya atas indikasi tepat.
Komposisi F75, F100, dan F135 beserta nilai gizi masing-masing formula.
Kriteria sembuh:
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi
kriteria pulang sebagai berikut:
Selama perawatan di PPG anak diberikan stimulasi tumbuh kembang dengan APE
sesuai umur dan kondisi anak mulai dari fase stabilisasi, transisi maupun
rehabilitasi, karena anak gizi buruk sering terjadi keterlambatan tumbuh kembang
seperti gangguan motorik dan sensorik. Kegiatan ini mengacu pada Buku
Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang
Anak di tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Pelaksanaan Rawat Jalan
a. Pemberian konseling
Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak
Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan
cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan memilih
atau mengganti makanan
b. Pemberian paket obat dan makanan untuk pemulihan gizi
Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka
oleh tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai
umur pada saat pertama kali ditemukan
c. Kunjungan Rumah
d. Rujukan
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak
berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk
dilakukan dengan frekuensi sebagai berikut:
3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu.
Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2
minggu.
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD, dan
tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses
pemulihan, dengan ketentuan, jika:
3.10. Komplikasi
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :
Masalah pada mata
Anemia berat
Lesi kulit pada kwashiorkor
Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,
diare osmotik)
Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Gizi berperan dalam berbagai kurun usia dalam daur kehidupan. Peranan ini
meliputi dalam pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak dan kecerdasan,
produktivitas kerja serta daya tahan terhadap infeksi. Status gizi balita secara
sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut
umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah
ditetapkan. Penilaian status gizi, menggunakan ABCD/ Anthropometric Biokimia
Clinical sign Dietary history.
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di
negara berkembang seperti di Indonesia, kejadian ini terutama pada anak-anak di
bawah usia 5 tahun (balita). Berdasarkan lama dan beratnya kekurangan energi
dan protein, KEP diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan sedang (gizi
kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). KEP derajat berat yaitu kwashiorkor,
marasmus, marasmus-kwashiorkor
Rahajoe, Supriyatno, & Setyanto. Buku Ajar Respirologi Anak edisi kedua. FK
UI. Jakarta: IDAI. 2013