Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KRITIS

MAGANG KEPENDIDIKAN III


DI SD NEGERI LAWEYAN NO.54 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2018/2019

Disusun untuk Melengkapi tugas dan Memenuhi Syarat Mengikuti FGD Magang
Kependidikan III di SD Negeri Laweyan No.54
Dosen Pembimbing : Dr. Sri Marmoah, M.Pd.
Guru Pamong : Endang Widawati S.Pd

Oleh :
Wahyu Sulistyo Aji
NIM. K7115188

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kritis masalah pembelajaran ini telah disetujui dan disahkan untuk
memenuhi salah satu syarat menempuh mata kuliah Magang Kependidikan III
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta di
SD Negeri Laweyan No.54 Tahun Pelajaran 2018/2019 pada :

Hari :
Tanggal :

Mengesahkan
Dosen Pembimbing Guru Pamong

Dr. Sri Marmoah, M.Pd. Endang widawati S.Pd


NIP. 195702031983031001 NIP. 196502021992112001

Mengetahui
Kepala Sekolah SD Negeri Laweyan No. 54 Surakarta

Waluyo, S.Pd, M.Pd


NIP. 19690806 199903 1 007
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kritis Masalah Pembelajaran
Magang Kependidikann III dengan lancar sebagai salah satu syarat dalam
menempuh mata kuliah Magang Kependidikan III di SD Negeri Laweyan No.54
Surakarta Tahun Pelajaran 2018/2019.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Kritis Masalah
Pembelajaran Magang Kependidikan III ini masih memiliki banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis harapkan agar laporan ini dapat menjadi lebih baik.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca terutama di
lingkungan SD Negeri Laweyan No.54 Surakarta serta pihak-pihak lain yang
memerlukan.

Surakarta, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam buku panduan Magang Kependidikan 3 FKIP UNS disebutkan
bahwa program Magang Kependidikan bertujuan untuk membentuk
pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional mahasiswa sebagai calon
pendidik. Oleh karenanya mahasiswa diharapkan dapat merasakan secara
langsung proses pembelajaran. Sejalan dengan tujuan tersebut, penulis terlibat
secara langsung dalam pembelajaran di kelas pada latihan mengajar
terbimbing dan latihan mengajar sebagai guru kelas.
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang kompleks. Dalam
aktifitas tersebut meliputi aktivitas profesional seorang guru untuk
memadukan keterampilan dasar mengajar, penyampaian pesan pembelajaran
kepada siswa, dan penciptaan suasana belajar kondusif yang memungkinkan
siswa untuk belajaran dengan efektif dan efisien.
Guru dan siswa merupakan faktor penting dalam proses pembelajaran.
Kehadiran guru merupakan syarat mutlak yang tidak dapat diabaikan karena
guru memiliki banyak peran dalam pembelajaran, salah satunya sebagai
informator. Guru harus berusaha menginformasikan materi/pesan
pembelajaran secara jelas dan mudah diterima oleh siswa. Sedangkan
perkembangan siswa yang berbeda-beda dapat pula mempengaruhi proses
pembelajaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran dari aspek
siswa meliputi latar belakang dan sifat siswa. Latar belakang siswa meliputi
jenis kelamin dan latar belakang sosial dalam keluarga. Sifat siswa meliputi
kemampuan dasar, pengetahuan, dan sikap siswa.
Pada hakikatnya pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan oleh
pendidik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik sehingga terjadi
perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut
siswa akan berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
lingkungan belajar tersebut meliputi bahan pembelajaran, metodologi, dan
penilaian. Bahan pembelajaran adalah seperangkat materi keilmuan, baik
berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, dan generalisasi. Metodologi
pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam melakukan interaksi
dengan siswa untuk menyampaikan bahan pembelajaran. Dan penilaian
adalah alat untuk mengukur atau menentukan ketercapaian tujuan
pembelajaran.
Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan,
terkadang guru menjumpai berbagai kendala. Hal ini menuntut guru agar
dapat berpikir kritis mengenai latar belakang masalah atau kendala tersebut
beserta penyelesaiannya. Dengan demikian seorang guru yang profesional
hendaknya mampu melakukan diagnosis kendala atau permasalahan dalam
proses pembelajaran.
Secara garis besar kegiatan diagnosis dibagi menjadi dua, yaitu
diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis untuk mengklasifikasi
masalah. Diagnosis untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk mengerti
masalah secara menyeluruh sedangkan diagnosis untuk mengklasifikasikan
masalah merupakan pengelompokan masalah sesuai ragam dan sifatnya.
Sebagai upaya berlatih menjadi guru profesional yang dapat mengerti
dan mengklasifikasikan masalah, khususnya dalam proses pembelajaran,
maka penulis perlu melakukan diagnosis secara kritis untuk mengetahui
masalah pembelajaran yang terdapat di SD Negeri Totosari No.102 untuk
kemudian ditemukan solusi alternatif atau pemecahan masalah tersebut.
Dengan demikian, diharapkan dikemudian hari tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran di
SD Negeri Laweyan No.54 Surakarta ?
2. Bagaimanakah upaya pemecahan masalah yang dihadapi siswa dalam
proses pembelajaran di SD Negeri Laweyan No.54 Surakarta ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi masalah pembelajaran yang muncul di SD Negeri
Laweyan No.54 Surakarta.
2. Mengetahui upaya pemecahan masalah yang dihadapi siswa dalam proses
pembelajaran di SD Negeri Laweyan No.54 Surakarta.
BAB II
PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHANNYA

A. Permasalahan
Kata permasalahan berasal dari kata dasar masalah yang mendapatkan
awalan per- dan akhiran -an, sehingga secara harfiah memiliki pengertian
sebagai suatu hal yang menjadikan masalah dan harus diselesaikan.
Menurut Prajudi Atmosudirjo, masalah merupakan sesuatu yang
menyimpang dari apa yang diharapkan, direncanakan, atau ditentukan untuk
dicapai sehingga masalah merupakan rintangan atau hambatan menuju
tercapainya suatu tujuan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Notoadmojo
yang menyatakan bahwa masalah merupakan suatu kesenjangan antara apa
yang seharusnya terjadi dengan apa yang sudah terjadi tentang suatu perihal,
atau kesenjangan antara kenyataan harapan dan kenyataan.
Dari pendapat diatas dapat disintesiskan bahwa permasalahan
merupakan suatu hambatan untuk mencapai tujuan yang sesuai harapan dan
harus diselesaikan.
Sedangkan pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan oleh
pendidik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik sehingga terjadi
perubahan tingkah laku menjadi lebih baik.
Dari definisi permasalahan dan pembelajaran dapat disintesiskan
bahwa permasalahan pembelajaran merupakan suatu kondisi yang
menghambat terjadinya perubahan tingkah laku yang sesuai dengan harapan
dan harus diselesaikan.
Permasalahan yang terjadi pada kelas II SD Negeri Laweyan No.54
adalah kegagalan komunikasi, artinya materi pelajaran atau pesan yang
disampaikan guru (yang dimaksud guru disini adalah mahasiswa magang)
tidak dapat diterima oleh siswa dengan optimal, sehingga tidak semua materi
pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Apabila diselidiki lebih
lanjut, masalah tersebut dapat terjadi karena sebab-sebab berikut:
1. Komunikasi yang kurang efektif
Pola komunikasi dalam suatu proses pembelajaran dapat menjadi
salah satu indikator efektivitas pembelajaran itu sendiri. Apabila dalam
proses pembelajaran guru dan siswa berkomunikasi secara efektif, maka
proses pembelajaran tersebut akan berjalan lancar dan tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan optimal. Begitu pun sebaliknya,
komunikasi yang kurang efektif akan mengakibatkan tidak tercapainya
tujuan pembelajaran secara optimal, salah satunya adalah siswa tidak
dapat menerima materi dengan optimal dan terjadinya kesalahan konsep.
Komunikasi yang kurang efektif dapat disebabkan oleh dua faktor,
yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berasal dari diri
siswa, salah satunya karena perbendaharaan kosakata siswa yang masih
minim sehingga tidak dapat menerima informasi dengan baik. Sedangkan
faktor ekstern berasal dari cara guru menyampaikan materi. Dalam hal ini
perilaku guru yang sering tampak adalah menggunakan istilah asing yang
sukar diterima siswa. Mengingat siswa dalam satu kelas memiliki latar
belakang yang berbeda, maka bahasa yang biasa digunakan pada masing-
masing siswa juga berbeda. Dengan kata lain masing-masing siswa
memiliki bahasa ibu yang berbeda.

2. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi kurang tepat


Cara guru dalam mengajar atau menyampaikan materi memiliki
andil yang besar bagi kemampuan anak untuk menerimanya. Semakin
tinggi kesesuaian metode yang digunakan dengan karakter anak maka
semakin baik pula kemampuan anak dalam menyerap materi yang
diberikan. Akan tetapi guru cenderung lebih sering menggunakan metode
ceramah dalam menyampaikan materi. Faktanya, metode ceramah kurang
optimal apabila digunakan pada siswa yang berada pada tahap
perkembangan operasional konkret, yakni siswa telah memiliki
kecakapan berpikir logis tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat
konkret.
Metode ceramah merupakan salah satu bentuk teacher centered
atau pembelajaran yang berpusat pada guru. Siswa cenderung pasif
mendengarkan penjelasan dari guru, sehingga akan mengakibatkan
verbalisme, artinya siswa hanya mengetahui tentang kata tanpa
memahami dan mengerti makna yang terkandung dalam kata tersebut.
Hal ini dapat menimbulkan ksalahan persepsi siswa.

3. Siswa merasa bosan


Kebosanan siswa merupakan dampak dari penjelasan yang sulit
dipahami. Siswa yang merasa bosan memiliki kecenderungan untuk
membuat kegaduhan, ia akan mencoba mengajak teman sebangkunya
berbicara, mengganggu, bahkan terdapat kemungkinan untuk berkelahi
dengan temannya. Sehingga semakin banyak siswa yang merasa gaduh
maka kondisi kelas akan semakin gaduh. Oleh karena itu, apabila siswa
merasa bosan maka informasi atau materi pembelajaran akan sulit untuk
diterima.

4. Kurangnya penguasaan kelas


Penguasaan kelas merupakan salah satu keterampilan utama yang
harus dimiliki seorang guru, karena keterampilan penguasaan kelas
memiliki dampak signifikan bagi ketercapaian tujuan pembelajaran, salah
satunya untuk menyampaikan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh
siswa. Pemasalahan yang sering terjadi adalah guru praktikan kurang
dapat menguasai kelas. Hal ini disebabkan oleh adanya mindset siswa
yang menganggap guru praktikan sebagai kakak sehingga siswa
cenderung enggan untuk menaati aturan.
Hal ini mengakibatkan suasana kelas menjadi kurang kondusif,
sehingga upaya guru praktikan untuk menyampaikan materi
pembelajaran tidak dapat berjalan dengan optimal dan berakhir pada
kesalahan konsep atau bahkan gagal memahami konsep. Selain itu,
pengausaan kelas yang buruk dapat berkibat pada manajemen waktu.
Oleh karena guru sibuk mengurangi kegaduhan maka sebagian waktu
pembelajaran terbuang sia-sia, sehingga waktu pembelajaran tidak dapat
digunakan secara optimal.

B. Upaya Pemecahan Masalah


Mengacu pada definisi permasalahan, yakni suatu kondisi yang
menghambat terjadinya perubahan tingkah laku yang sesuai dengan harapan
dan harus diselesaikan, maka frasa “harus diselesaikan” perlu digaris bawahi.
Sehingga, permasalahan pembelajaran tidak dapat dibiarkan.
Untuk menyelesaikan masalah, perlu dikaji dari penyebab-
penyebabnya. Oleh karena itu penulis memberikan alternatif pemecahan
masalah berikut.
1. Memahami karakteristik anak
Masing-masing siswa sebagai individu ndan subjek belajar
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kondisi setiap siswa dapat
mempengaruhi proses belajarnya. Sedangkan proses belajar masing-
masing siswa dapat mempengaruhi proses belajar siswa yang lain.
Apabila pengaruhnya positif maka akan memberikan efek yang baik bagi
proses pembelajaran, namun sebaliknya karakter yang buruk akan
memberikan pengaruh negatif bagi pembelajaran. Oleh karena itu, guru
harus mengetahui karakteristik siswa. Dengan demikian guru dapat
mengantisipasi dan mengatasi pengaruh negatif yang mungkin muncul
dan berakibat buruk bagi proses pembelajaran.
Terdapat 3 macam karakteristik siswa yang perlu diperhatikan
guru, yaitu: a. Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal
siswa, misalnya kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan lain-
lain ; b. Karakteristik yang berkenaan dengan latar belakang dan status
sosial ; c. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan
kepribadian seperti sikap, perasaan, minat, bakat, dan lain-lain.
(Sardiman, 2011 : 120)
Selain mengenali karakteristik siswa, hendaknya guru juga
memantau setiap perubahan keadaan siswa baik sebelum pembelajaran
dimulai, saat pembelajaran, sampai paska pembelajaran dan evaluasi.
2. Menerapkan metode pembelajaran yang tepat
Metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru
dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsung pembelajaran (Sudjana, 2005:76). Dalam kegiatan
pembelajaran, setiap siswa memiliki daya serap yang berbeda-
beda. Sehingga dalam pemilihan metode yang tepat seorang guru
perlu melihat situasi dan kondisi siswa serta materi yang
diajarkan.
Menurut Ahmadi (Asih, 2007:20) syarat yang harus
diperhatikan dalam penggunaan metode pembelajaran adalah
metode pembelajaran harus dapat: a. Membangkitkan motif,
minat atau gairah siswa; b. Menjamin perkembangan kepribadian
siswa; c. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan
hasil karya; d. Merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih
lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi; e. Mendidik murid
dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan
melalui usaha pribadi ; f. Mengganti verbalitas dengan
pengalaman atau situasi nyata dan bertujuan ; g. Menanamkan
dan mengembangkan nilai dan sikap yang diharapkan dalam
keseharian.
Penggunaaan metode pembelajaran hendaknya secara
bergantian. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan
kelemahan, maka tugas guru adalah memilih metode yang paling
tepat. Menurut Djamarah (2002:93-110) macam-macam metode
adalah sebagai berikut.
a. Metode proyek, yakni cara penyajian pelajaran yang bertitik
tolak pada setiap masalah.
b. Metode eksperimen, yakni dengan melakukan percobaan
dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang
dipelajari.
c. Metode tugas atau resitasi, yakni guru memberikan tugas agar
siswa melakukan tugas belajar.
d. Metode diskusi, yakni menghadapkan siswa pada suatu
masalah yang bersifat problematis untuk dipecahkan
bersama.
e. Metode sosiodrama, yakni mendramatisasi tingkah laku
dalam hubungannya dengan masalah siosial.
f. Metode demonstrasi, yakni dengan memperagakan kepada
siswa mengenai suatu proses.
g. Metode problem solving, yakni metode berpikir.
h. Metode karya wisata, yakni dengan melaksanakan kunjungan
luar kelas dalam rangka belajar
i. Metode tanya jawab, yang memungkinkan terjadinya
komunikasi secara langsung.
j. Metode latihan, yakni untuk menanamkan kebiasaan tertentu.
k. Metode ceramah

3. Menciptaka suasana pembelajaran yang menyenangkan


Suasana pembelajaran cukup berpengaruh pada proses
pembelajaran, suasana pembelajaran dipengaruhi oleh keadaan setiap
anggota kelas, termasuk guru didalamnya. Sesuai dengan usia siswa
sekolah dasar yang notabene masih membutuhkan dan menyukai
aktivitas bermain, maka sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk menciptakan suasana pembelajaran yan menyenangkan adalah
dengan menyisipkan permainan kecil atau ice breaking dalam proses
pembelajaran. Hal ini dapat menyegarkan kembali pikiran siswa,
menghilangkan kebosanan, serta dapat mencairkan suasana.
Cara selanjutnya untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
menyenangkan adalah dengan menggunakan media pembelajaran dalam
penyampaian materi. Media pembelajaran merupakan alat untuk
memberi rangsangan bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Riana,
2008:1).
Manfaat yang diperoleh apabila menggunakan media dalam
pembelajaran antara lain : a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu
verbalistik; b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan indra; c.
Menimbulkan gairah belajar karena terjadi interaksi lebih langsung
antara murid dengan sumber belajar; d. Memungkinkan anak belajar
mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori &
kinestetiknya; d. Memberi rangsangan yang sama, menyamakan
pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.
Vernon (1980) menyatakan bahwa dalam memilih media
pembelajaran yang tepat dapat menggunakan rumus ACTION, yaitu
akronim dari; Access, Cost, Technology, Interactivity, Organization, dan
Novelty.
Access atau kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama
dalam memilih media. Apakah media yang diperlukan itu tersedia,
mudah, dan dapat dimanfaatkan oleh siswa. Akses juga menyangkut
aspek kebijakan sekolah untuk mengizinkan untuk menggunakannya.
Siswa harus memperoleh akses. Dalam hal ini media harus merupakan
bagian dalam interaksi dan aktivitas siswa, bukan hanya guru yang
menggunakan media tersebut.
Cost atau biaya juga harus dipertimbangkan. Banyak jenis media
yang dapat dipilih. Pada umumnya media canggih biasanya cenderung
mahal. Namun, mahalnya biaya itu harus dihitung dengan aspek
menfaatnya. Media yang efektif tidak selalu mahal, jika guru kreatif dan
menguasai materi pelajaran dapat memanfaatkan objek-objek untuk
dijadikan sebagai media dengan biaya yang murah namun efektif.
Technology atau teknologi. bila guru tertarik kepada satu media
tertentu, perlu diperhatikan ketersediaan teknologi dan kemudahan
penggunaan. Misalnya, bila guru ingin menggunakan media audio visual
di kelas. Perlu dipertimbangkan listrik dan voltasenya.
Interactivity atau komunikasi dua arah. Media yang baik adalah
yang dapat memunculkan komunikasi dua arah atau interaktivitas. Setiap
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan tentu saja memerlukan media
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tersebut. Jadikan media itu
sebagai alat bantu siswa dalam beraktivitas, misalnya puzzel untuk anak
SD, siswa dapat menggunakannya sendiri, menyusun gambar hingga
lengkap. Prinsipnya, semua siswa diharapkan terlibat secara fisik,
intelektual, maupun mental.
Organization. Pertimbangan yang juga penting adalah dukungan
organisasi. Misalnya, dukungan dari pimpinan sekolah atau yayasan
berikut cara pengorganisasiannya.
Novelty atau kebaruan dari media yang dipilih juga harus menjadi
pertimbangan. Media yang lebih baru biasanya lebih baik dan lebih
menarik bagi siswa.

4. Memberikan tugas tambahan


Langkah lain untuk mengatasi siswa yang sulit menerima
penjelasan materi pembelajaran adalah dengan memberikan tugas
tambahan. Tugas tambahan yang dimaksud dapat berupa PR dalam
bentuk tugas membaca, merangkum, dan lain sebagainya. Tujuan
pemberian tugas tambahan adalah agar anak dapat mengejar
ketertinggalan dari siswa lain dan menyetarakan kemampuan antara
siswa satu dengan yang lain.
13

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian permasalahan dan upaya pemecahan yang telah
dijabarkan diatas, permasalahan yang sangat umum terjadi pada siswa kelas V
SD Negeri Laweyan No.54 Surakarta adalah kegagalan komunikasi dalam
pembelajaran. Sehingga upaya pemecahan masalah yang pokok adalah
peningkatan keterampilan penguasaan kelas dan peningkatan kreativitas guru
dalam menciptakan desain dan media pembelajaran. Apabila siswa sudah
tertarik pada pembelajaran, maka siswa akan lebih mudah menerima informasi
atau materi pembelajaran dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali

Press.

Gerlach, S. Vernon. 1980. Teaching and Media. New Jersey: Prentice-Hall., Inc.

Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar

Bandung: Sinar Baru.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai