Anda di halaman 1dari 17

Pemeriksaan Motorik Ekstremitas Atas

A. Tenaga

Syarat pemeriksaan :

1. Pasien sadar dan kooperatif

1. m. deltoid (abduksi lengan atas)

m. deltoid merupakan otot yang paling menonjol pada regio bahu, m deltoid
disuplai oleh C5 dan C6 lewat nervus axillaris yang merupakan cabang cord posterior
dari pleksus brakialis. Fungsi utama dari m. deltoid dapat dinilai dengan
kemampuan pasien untuk melakukan abduksi lengan hingga 90 0 melawan tahanan,
atau dengan menahan lengan dalam posisi abduksi dalam keadaan horizontal secara
lateral atau ke depan ( dengan siku fleksi atau ekstensi) dan melawan tahanan dari
pemeriksa.
a. Pasien diminta untuk melakukan
abduksi lengan melawan tahanan yang
diberikan oleh pemeriksa, dimana
tangan pemeriksa yang satunya
diletakkan diatas m. deltoid untuk
palpasi kontraksi dari m deltoid.

2. m. biceps (fleksi lengan atas)

m. biceps diinervasi oleh C5-C6 melalui nervus musculocutaneus yang merupakan


cabang lateral dari pleksus brakialis. Fungsi dari m. biceps brachii dapat dilihat
dengan cara meminta pasien untuk memflleksikan sikunya melawan tahanan kemudian
pemeriksa dapat melihat dan merasakan kontraksi dari m biceps.
3. m. triceps (ekstensi lengan bawah)

m. triceps brachii merupakan ekstensor dari siku, otot ini diinervasi oleh C6,C7,C8
melalui nervus radialis yang merupakan cabang posterior dari plexus brachialis. Untuk
menilai kekuatan m triceps, minta pasien untuk meletakkan siku pada posisi setengah
fleksi, lalu pasien diminta untuk meluruskan sikunya melawan tahanan pemeriksa atau
dengan mempertahankan posisinya melawan tahanan yang diberikan.

4. fleksi pergelangan tangan

Fleksi pergelangan tangan diperiksa dengan cara meminta pasien untuk


memfleksikan pergelangan tangannya sambil melawan tahanan yang diberikan
pemeriksa. Tendon flexor carpii radialis dan flexor carpii ulnaris serta tendon
palmaris longus dapat dilihat dan dipalpasi.
5. ekstensi pergelangan tangan

Untuk menilai ekstensor pergelangan tangan, telapak tangan digenggam dalam posisi
pronasi dengan pergelangan tangan setengah ekstensi, pasien lalu diminta melawan
tahanan yang diberikan oleh pemeriksa untuk membuat pergelangan tangan ke posisi
fleksi. Tangan pemeriksa yang satunya digunakan untuk meraba kontraksi dari m.
extensor carpii radialis longus, m. carpi ulnaris dan m. digitorum communis.

6. membuka jari-jari tangan

Pasien diminta untuk mengekestensikan jari-jari tangan, lalu mengabduksi jari


tangannnya sementara pemeriksa memberikan tahanan. Tes ini digunakan untuk
menilai kekuatan otot dorsal interoseiii.

7. menutup jari-jari tangan


Pasien diminta untuk mengekestensikan jari-jari tangan, lalu mengaduksi jari
tangannnya sementara pemeriksa memberikan tahanan. Tes ini digunakan untuk
menilai kekuatan otot volar interoseiii.

B.Tonus

Tonus merupakan tegangan otot pada waktu istirahat atau tahanan terhadap gerakan
pasif saat kontrol volunter tidak ada.
Syarat pemeriksaan:
- Pasien rileks dan kooperatif

Cara pemeriksaan :
1. ektremitas digerakkan secara pasif, dimulai dengan kecepatan awal yang lambat
digerakkan penuh sesuai ROM dan kemudian digerakkan dengan kecepatan bervariasi.
2. pemeriksaan dilakukan pada kedua ekstremitas secara bilateral.

Jenis Pemeriksaan pada ekstremitas atas:


1. Shoulder shaking test
Pemeriksa menaruh tanganya pada bahu pasien dan menggerakkannya ke depan
dan kebelakang sambil mengobservasi gerakan resiprokal dari lengan.
2. Arm-droping test
Lengan pasien digerakkan dengan cepat setinggi bahu lalu dijatuhkan. Pada pasien
dengan spastisitas terjadi perlambatan gerakan penurunan bahu sedangkan pada
pasien dengan hipotoni, gerakan penurunan bahu akan lebih cepat. Pada pasien
berbaring, pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mengangkat lalu menjatuhkan
tungkai bawah yang ekstensi.
3. Hand position
Beberapa posisi tangan dipengaruhi oleh jenis penyakit tertentu, misalnya pada
pasien dengan hipotonisitas terutama karena penyakit serebelar atau sydehan’s
chorea. Terdapat fleksi pergelangan tangan dengan penjuluran tangan disertai
dengan overpronasi sedang.

Interpretasi:
a. Normotoni
b. Atoni
c. Hipotoni
d. Hipertoni
- Spastik
- Rigid

D. Trofik

Volume dan kontur otot dapat diperiksa melalui inspeksi, palpasi serta pengukuran.
Pada inspeksi dilakukan pembadingan antara sisi kiri dan kanan, pada inspeksi
diperhatikan apakah terdapat massa otot yang rata, cekung atau menggembung.
Pada palpasi diperiksa besar otot, kontur dan konsistensi.
Interpretasi:
Normal : pada palpasi teraba semi elastis dan kembali ke posisi semula setelah
ditekan.
Hipertofi : pada palpasi otot akan teraba keras dan kuat.
Pseudohipertrofi : pada inspeksi otot terlihat membesar namun teraba kenyal saat
dipalpasi.
Atrofi : teraba lunak saat palpasi

D. Refleks

Refleks merupakan respon involunter terhadap stimulus sensorik.

Syarat pemeriksaan:

1. Ketokan palu refleks harus cepat, langsung dan cukup kuat.


2. Pasien rileks, nyaman dan diposisikan dengan tepat.
3. bagian tubuh yang akan diperiksa harus berada pada posisi optimal (sekitar
setengah dari ROM) .
4. saat pemeriksaan , kepala pasien harus diposisikan menatap lurus ke depan.

Interpretasi:

Derajat Keterangan
Refleks

- Arefleksia
+ Hiporefleksia, ada krontraksi otot, tanpa gerakan sendi
++ Normal, kontraksi otot, gerakan sendi
+++ Hiperrefleksia, namun cenderung belum patologis
+++ Hiperrefleksia, dengan perluasan, klonus (+)

Pemeriksaan refleks ektremitas atas:

1. Refleks Biceps

- lengan bawah pasien diposisikan setengah fleksi dan sedikit pronasi


- jari atau ibu jadi pemeriksa diletakkan pada tendon bisep pasien
- ketuk tendon biceps dengan palu refleks.
- (+) adanya fleksi sendi siku, kontraksi m. Biceps, dan supinasi

2. Refleks Tricep

- lengan bawah pasien diposisikan setengah fleksi dan dapat diistirahatkan dengan
diletakkan pada paha pasien atau pada tangan pemeriksa.
- ketuk tendon triceps yang berada di atas prosesus olekranon dengan palu refleks.
- (+) terjadi ekstensi sendi siku, kontraksi m. triceps.

3. Refleks radius

- Lengan pasien setengah fleksi, tangan sedikit pronasi


- Perkusi proc. stiloideus radii
- (+) kontraksi m. brakioradialis, fleksi sendi siku, supinasi lengan bawah

4. Refleks Ulna

- Lengan setengah fleksi, tangan sedikit pronasi

- Perkusi dorsal proc. Stiloideus ulna

- (+)kontraksi m. pronator kuadratus, pronasi lengan bawah, aduksi pergelangan


tangan

5. Refleks Leri

- Lengan dlm keadaan ekstensi. Fleksi semaksimal mungkin jari-jari dan tangan
penderita.
- (+)  fleksi pada siku lengan
6. Refleks Grewel

- Lengan dlm kedudukan setengah fleksi pd siku dan setengah pronasi. Lakukan pronasi
semaksimal mungkin pd lengan bawah.
- (+)  abduksi lengan atas
7. Refleks mayer
- Tekan jari tengah semaksimal mungkin mendekati telapak tangan
- (+)  Aposisi dari ibu jari

8. Hofmann Tromner

Hofmann refleks:
- Tangan pasien relaksasi, dengan pergelangan tangan didorsifleksikan dan jari
tangan setengah fleksi. Dengan satu tangan, pemeriksa menggenggam jari
tengan antara ibu jari dan telunjuk atau antara telunjuk dan jari tengah.
Pemeriksa lantas memetik dengan keras kuku jari tengah pasien dengan ibu
jari.

- Hofman (+)  fleksi dan abduksi ibu jari, fleksi jari tengah dan jari-jari lainnya

R. tromner:

- pemeriksa memegang jari tengah pasien yang setengah ekstensi, membiarkan


tangan terjuntai, lalu dengan tangan lain menjentikkan atau mengetuk
bantalan jari

- Tromner (+)  fleksi dan abduksi ibu jari, fleksi jari tengah dan jari-jari lainnya

9. R. memegang

- pasien diintruksikan untuk tidak memegang jari pemeriksa sementara jari


pemeriksa diletakkan di telapak tangan pasien terutama diantara ibu jari dan
telunjuk pasien. + bila terdapat fleksi dari jari-jari tangan ataupun pasien
menggenggam jari pemeriksa,

Cara lain:
- apabila jari pasien yang telah mengalami fleksi diluruskan oleh jari pemeriksa,
jari tangan pasien akan fleksi kembali (respon hooking atau traksi)

10.R. palmomental

- dilakukan ketukan pada bagian thenar dari pasien (sekitar pergelangan tangan
hingga ibu jari)
- (+) kontraksi m. mentalis dan m. orbicularis oris ipsilateral dari tangan yang
diketuk.
REFLEKS PADA BADAN
1. Refleks kulit dinding perut bawah dan refleks kulit dinding perut atas
Refleks superfisial pada abdomen merupakan kontraksi dari otot-otot abdomen
yang mendorong umbilikus ataupun linea alba searah dengan stimulus yang dipicu oleh
pukulan ringan atau goresan pada dinding anterior abdomen.goresan dapat berupa
garis paralel, ke arah umbilikus maupun menjauhi umbilikus yang dilakukan pada
keepat kuadran abdomen. Refleks pada kuadran atas abdomen dimediasi oleh nervus
intercostal (T7-T10) dan pada kuadran bawah oleh nervus intercostal, iliohypogastric
dan ilioinguinal (T10 – segmen atas lumbar). Refleks ini + jika terjadi kontraksi cepat
otot ke arah umbilikus yang diikuti relaksasi dengan segera. Refleks dapat negatif
pada orang normal yang memiliki tonus otot abdomen yang kurang, obese, wanita
yang telah melahirkan banyak anak, kelainan abdomen, post laparotomi.

2. Refleks Kremaster
Refleks ini dipicu oleh goresan pada kulit pada paha dalam atas. + jika terdapat
kontraksi m. cremaster yang ditandai dengan elevasi singkat dari testis homolateral.
Refleks ini dapat hilang pada pria tua, atau individu dengan varicocele, hydrocele,
orchitis dan epididimitis.

3. Refleks anal
Goresan atau tusukan pada kulit atau mukosa pada regio perianal akan
menimbulkan kontraksi otot sfingter eksternal anus. Refleks ini menurun atau
menghilang pada individu yang mengalami lesi cauda equina ataupun conus medularis.
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS

Pemeriksaan sensorik primer : nyeri, raba, suhu, tekan, vibrasi, temperatur,


proprioseptif
Pemeriksaan sensorik sekunder : stereognosis, barognosis, diskriminasi dua titik,
grafestesia, topognosis,

Syarat:
1. Pasien sadar, mampu berkomunikasi dan kooperatif
2. pasien harus mengerti tujuan dan metode pemeriksaan
3. pasien harus nyaman dan rileks selama pemeriksaan.
4. area yang akan diperiksa harus tidak tertutup, namun diusahakan untuk melakukan
pemeriksaan pada area bervariasi dengan luas seminimal mungkin, mata pasien
harus ditutup atau dihalangi untuk melihat area pemeriksaan.
5. pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan bagian tubuh yang homolog (kiri
dan kanan).

Pemeriksaan

a. Perasa raba
alat: kapas, bulu halus, kertas tissue, sikat halus ataupun sentuhan lembut jari
prosedur:
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan, minta pasien untuk menutup mata
2. Sentuh kulit dengan kapas/bulu halus/kertas tissue/sikat halus ataupun
sentuhan lembut jari, jangan sampai menemukan tekanan
3. Ditanyakan apa terasa disentuh atau tidak
4. Bandingkan kanan dan kiri atau proksimal dengan distal
5. Bila terdapat perbedaan di daerah tertentu, diperiksa lebih teliti

b. Perasa nyeri
alat : jarum pentul.
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Penderita hendaknya bisa membedakan tajam dan tumpul, pasien diminta
menutup mata
3. Sentuh kulit pasien dengan jarum pentul, ditanyakan apakah terasa tajam atau
tumpul
4. Bandingkan kanan dan kiri atau proksimal dengan distal

c. Perasa suhu
alat : tabung berisi air hangat (40 atau 450C) dan dingin (5-100C)
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Pasien diminta menutup mata
3. Sentuh kulit pasien dengan tabung berisi air hangat atau dingin, ditanyakan
apakah terasa hangat atau dingin.
4. Bandingkan kanan dan kiri atau proksimal dengan distal

d. Proprioseptif
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Minta pasien untuk menutup mata, rileks dan tidak ikut melakukan gerakan aktif
saat pemeriksaan.
3. Pemeriksa memegang salah satu jari tangan pasien, kemudian digerakkan secara
pasif ke atas dan ke bawah.
4. pasien diminta menentukan ke arah mana jarinya digerakkan, ke atas atau ke
bawah.
5. Bandingkan kanan dan kiri atau proksimal dengan distal

e. Perasa vibrasi
alat : garpu tala
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Minta pasien untuk menutup mata, rileks
3. garpu tala digetarkan dan ditempelkan pada tonjolan tulang biasanya pada
dorsum ibu jari kaki,
4. pasien ditanyakan apakah merasakan getaran, sentuhan atau tidak merasakan
apa-apa.
5. bandingkan dengan bagian tubuh yang satunya.

f. Stereognosis
Alat: bola, kunci, kancing, pensil, sisir, koin
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Minta pasien untuk menutup mata, rileks
3. Minta pasien mengenali objek yang diberikan dengan merasakannya lewat
perabaan tangan.
4. Bandingkan tangan kiri dan kanan.

g. Diskriminasi dua titik


Alat : jangka, klip yang dibentuk huruf V
Diskriminasi dua titik (tipe statik)
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Minta pasien untuk menutup mata, rileks
3. Untuk menilai diskriminasi dua titik pada bantalan jari tangan, discriminator
diletakkan pada lipatan sendi interphalangeal distal hingga ujung jari selama
beberapa detik. Berikan stimulus satu titik atau dua titik, dua titik yang
berdekatan secara acak. Perpendek jarak titik hingga pasien tidak dapat
menebak. Jarak minimal yang dapat dirasakan sebagai 2 titik merupakan hasil
pemeriksaan pasien. Nilai normal kemampuan diskriminasi dua titik bervariasi
sesuai bagian tubuh ( 1mm pada ujung lidah, 2-3mm pada bibir, 2-4 mm pada
ujung jari, 4-6 mm pada punggung jari, 8-12 mm pada telapak tangan, 2-3 cm
pada punggung tangan, 3-4 cm pada dorsum pedis)
4. Bandingkan pada tubuh kiri dan kanan.

i. Grafetesia
Alat : pensil, ujung tumpul jarum pentul dll
1. Jelaskan pada pasien mengenai tujuan dan prosedur pemeriksaan serta respon
yang diharapkan.
2. Minta pasien untuk menutup mata, rileks
3. percobaan dilakukan pada bantalan jari, telapak tangan atau punggung kaki
dengan menggambar huruf.
4. Minta pasien untuk menyebutkan huruf atau angka yang digambar
4. Bandingkan tangan kiri dan kanan.

h. Parestesia
adanya sensasi abnormal yang spontan tanpa ada stimulus spesifik (merasa dingin,
hangat, baal, berat, gatal, tertekan, terbakar, ditusuk, perih)

i. Tes Phalen
pergelangan tangan pasien difleksikan maksimal oleh pemeriksa, kemudian pasien
mempertahankan posisi ini dengan menahan satu pergelangan tangan dengan
pergelangan tangan yang lain selama 1 menit. Hasil uji positif jika terdapat
parestesia di ibu jari, jari telunjuk, dan ½ lateral jari manis

j. Tanda Trosseau
tanda Trousseau adalah spasme karpopedal yang terjadi setelah beberapa menit
setelah pemasangat manset sfigmomanometer pada tekanan darah sistolik. Tanda
ini berupa fleksi pergelangan tangan dan sendi metacarpophalangeal, hiperekstensi
jari-jari, dan fleksi ibu jari ke telapak, menghasilkan postur karakteristik utama
yang disebut main d'accoucheur. Tanda Trousseau dianggap sensitif dan spesifik
untuk kejang hipokalsemia. Selain itu, tanda visual yang jelas, pasien dengan tanda
Trousseau positif mungkin mengalami parestesia dari jari-jari, fasikulasi otot atau
kedutan jari-jari, dan sensasi kram otot atau kaku.
Interpretasi Definisi

Alodinia Peningkatan sensibilitas terhadap nyeri; respon nyeri terhadap stimulus


yang normalnya tidak nyeri

Alloesthesia persepsi stimulus sensorik pada daerah yang tidak mengalami rangsangan.

Analgesia tidak ada sensibilitas terhadap nyeri

Astereognosis hilangnya sensibilitas taktil spasial, ketidakmampuan mengenali objek


dengan cara merasakan

Anesthesia Tidak ada sensibilitas terhadap semua stimulus

Dysesthesia rasa tidak nyaman atau nyeri tidak wajar, dapat spontan ataupun setelah
mendapat stimulus yang normalnya tidak nyeri (misalnya rasa terbakar saat
disentuh)

Hypalgesia penurunan sensibilitas terhadap nyeri

Hyperalgesia Peningkatan sensibilitas terhadap nyeri, nyeri sebagai respon terhadap


stimulus yang normalnya tidak menimbulkan nyeri

Hyperpathia Peningkatan sensibilitas terhadap nyeri, nyeri sebagai respon terhadap


stimulus yang normalnya tidak menimbulkan nyeri

Kinesthesia Sensasi bergerak

Pallesthesia Sensasi vibrasi, ( hypopallesthesia : menurun; apallesthesia :hilang)

Paresthesia sensasi abnormal yang spontan tanpa ada stimulus spesifik (merasa dingin,
hangat, baal, berat, gatal, tertekan, terbakar, ditusuk, perih)
PEMERIKSAAN KOORDINASI

Syarat:
1. Pasien sadar, kooperatif,

1. Tes telunjuk-telunjuk
2. Tes Telunjuk-hidung
Pasien diminta untuk mengekstensikan lengan secara penuh, lalu menyentuh ujung
hidung dengan ujung jari telunjuknya, pertama-tama dilakukan secara lambat lalu
makin lama makin cepat, dengan mata tertutup atau terbuka. Pasien dapat diminta
untuk menyentuh ujung hidungnya dengan ujung telunjuk, lalu menyentuh ujung
telunjuk pemeriksa lalu kembali menyentuh hidungnya. Telunjuk pemeriksa dapat
diposisikan pada berbagai sudut selama melakukan test. Selama pemeriksaan
perhatikan kelancaran gerakan tangan pasien, akurasi,serta apakah ada iregularitas
dan tremor.
3. Tes pronasi-supinasi (diadokinesis)
Pasien duduk, lalu diminta menjulurkan kedua lengannya. Pasien diminta untuk
melakukan gerakan pronasi dan supinasi kedua tangan secara repetitif dan cepat.
Kemudian dinilai akurasi, kecepatan dan kelancaran gerakan.
4. Tes tepuk lutut
Pasien duduk, pasien diminta untuk melakukan tepuk lutut/paha berturut-turut
dengan telapak tangan dan punggung tangan secara silih berganti.
5. Dismetri
Dismetri merupakan ketidakmampuan untuk memperkirakan jarak, kecepatan,
kekuatan dan arah pergerakan.
6. Fenomena lajak (Stewart- Holmes)
Pasien diminta mengaduksikan lengan pada bahu, sendi siku difleksikan, lengan
supinasi, dan tangan menggenggam kuat. Pemeriksa menarik pergerangan tangan dan
pasien diminta menahan dengan kuat usaha pemeriksa untuk mengekstensikan sendi
siku. Pemeriksa lalu melepaskan tahanan yang diberikan pada lengan. Tes ini positif
apabila pasien tidak dapat menahan kontraksi otot fleksor untuk menghentikan
pergerakan siku sehingga terjadi gerakan memukul dirinya sendiri.
7. Asinergia serebelar
Pasien diminta tidur terlentang dengan kedua lengannya tersilang di depan dada,
lalu pasien diminta untuk duduk tanpa menggunakan lengannya. Pada penderita
dengan gangguan serebelar, maka kedua kakinya akan bergerak ke atas.
Gerakan involunter:

1. Tremor

Tremor adalah serangkaian gerakan involunter, relatif berirama, tak bertujuan,


gerakan berosilasi (bolak-balik, akibat kontraksi dan relaksasi otot agonis-antagonis)
dan dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. tremor sederhana hanya
melibatkan kelompok otot tunggal; tremor majemuk melibatkan beberapa kelompok
otot dan menghasilkan serangkaian gerakan yang kompleks (misalnya, fleksi yang
bergantian dan ekstensi bersama-sama dengan pronasi dan supinasi yang bergantian).
Tidak hanya agonis dan antagonis, tapi fiksasi otot dan sinergis mungkin memainkan
peran dalam gerakan. Tremor dapat terjadi pada saat beristirahat atau saat
beraktivitas. Beberapa tremor lebih mudah terlihat saat pasien mengekstensikan jari-
jari tangan.

2. Korea

Chorea merupakan gerakan involunter yang tidak teratur, tak bertujuan, acak,
hiperkinesis tak berirama. Pergerakan yang spontan, tiba-tiba, singkat, cepat,
menyentak, dan tidak berkelanjutan. Gerakan bersifat diskrit, tetapi bervariasi pada
jenis dan lokasi, menyebabkan pola yang tidak teratur atau kacau, beraneka ragam.
Korea dapat muncul pada saat beristirahat dan meningkat dengan aktivitas,
ketegangan, stres emosional dan kesadaran diri. Pasien mungkin bisa secara
sementara dan sebagian menahan gerakannya, gerakan ini akan menghilang saat
pasien tidur.

3. Athetosis

Gerakan ini involunter, lambat, tidak teratur, kasar, agak berirama dan disertai
peningkatan tonus. Athetosis dapat melibatkan ekstremitas, wajah, leher, dan tubuh.
terutama bagian distal, jari-jari, tangan dan kaki. Gerakan ditandai dengan kombinasi
fleksi, ekstensi, abduksi, pronasi, dan supinasi, sering bergantian dalam berbagai
derjat dengan arah gerakannya berubah secara acak. Anggota badan yang terkena
berada dalam gerakan konstan. Hiperekstensi jari dan pergelangan tangan dan pronasi
lengan bawah dapat bergantian dengan fleksi penuh jari-jari dan pergelangan tangan
dan supinasi lengan bawah. Athetosis menghilang saat pasien tidur.

4. Dystonia

Dystonia merupakan gerakan spontan, tanpa disengaja, kontraksi otot terus menerus
yang menyebabkan bagian tubuh yang terkena menjadi bergerak abnormal atau dalam
postur abnormal, terkadang disertai dengan kontraksi otot agonis dan antagonis.
Dystonia sering mempengaruhi ekstremitas, leher, tubuh, kelopak mata, wajah atau
pita suara, dapat bersifat konstan atau intermiten, general, segmental, focal,
multifocal, atau dalam hemi-distribusi.

5. Hemibalismuss

Hemiballismus merupakan gerakan membanting, kasar dan gerakan terus-menerus


yang terjadi pada salah satu sisi tubuh. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark atau
pendarahan di wilayah inti subthalamic kontralateral; lesi tersebut menyebabkan
disinhibisi dari thalamus motorik dan korteks, sehingga menyebabkan gerakan
hiperkinetik kontralateral. Gerakan balistik hemiballismus mirip dengan chorea tetapi
lebih jelas. Hemiballismus umumnya bersifat unilateral dan melibatkan hampir
setengah bagian tubuh, dan menghilang saat tidur dalam.

6. Mioklonus

Mioklonus adalah istilah yang telah digunakan untuk beberapa fenomena motorik yang
berbeda. Secara umum, mioklonus dapat didefinisikan sebagai gerakan tunggal atau
berulang, tiba-tiba, singkat, cepat, arrhythmic, asynergic, kontraksi involunter yang
melibatkan bagian-bagian dari otot, seluruh otot, atau kelompok otot namun tidak
menyebabkan gerakan tertentu. Mioklonus terlihat terutama pada otot-otot
ekstremitas dan tubuh, tetapi keterlibatan sering multifokal, difus, atau meluas.
Mioklonus mungkin muncul secara simetris pada kedua sisi tubuh;

7. Spasme

spasme adalah kontraksi involunter dari otot atau kelompok otot. Kontraksi dapat
menyebabkan salah perubahan posisi atau keterbatasan gerakan. Spasme
berkepanjangan dapat menyebabkan kekakuan refleks atau diikuti oleh kontraktur
otot.

Anda mungkin juga menyukai