Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

Deep vein thrombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana trombus terbentuk
pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh
darah dan jaringan disekitar vena. DVT merupakan penyakit yang sulit
didiagnosa, kesalahan diagnosis dengan diagnosa klinis saja mencapai 50%. DVT
dapat berlanjut menjadi emboli paru, separuh dari penyakit ini tidak menimbulkan
gejala sehingga menyebabkan penderita menuju kematian bila tidak dikenali dan
diterapi secara efektif. Insiden DVT di Amerika Serikat adalah 159 per 100.000
atau sekitar 398.000 pertahun, sedangkan insiden DVT pada pasien tanpa
profilaksis adalah: strokee (56%), elective hip replacement (51%), trauma
multipel (50%), total knee replacemet (47%), fraktur panggul (45%), cedera
medulla spinalis (35%), operasi umum (25%), infark miokard (22%), operasi
bedah saraf (22%), operasi ginekologi (14-22%), dan kondisi medis umum (17%).
Insiden DVT pasca operasi ortopedi tanpa profilaksis pada pasien Asia adalah:
pada total knee replacement (76,5%), total hip replacement (64,3%) dan fiksasi
fraktur femur proksimal (50%).1,2,3

Insiden DVT dimulai saat operasi namun pada umumnya trombus


terbentuk pada tiga hingga tujuh hari pasca operasi. Tatalaksana profilaksis DVT
dibagi menjadi dua yaitu dengan cara inaktifasi koagulasi darah (profilaksis
farmakologis) atau pencegahan stasis vena (profilaksis mekanis). Profilaksis
farmakologis (Low Molecular Weight Heparin/ LMWH) secara nyata menurunkan
insiden DVT pada bedah ortopedi sebesar 71%. Diagnosa DVT dapat ditegakkan
baik secara klinis maupun radiologis dengan menggunakan doppler ultrasound
atau venografi. Dengan diberikan terapi LMWH, gejala-gejala DVT sebagian
besar akan berkurang sejak hari ke 4 dan bebas gejala sama sekali pada hari ke 10.
Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru diagnosis dan
penatalaksanaan profilaksis yang tepat sangat diperlukan.3,4
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Vaskuler Perifer

Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang kontinu serta
terbagi menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik (Gambar 2.1-1).

Sirkuit pulmonal menghantarkan darah dari jantung ke paru, di mana


darah dioksigenasi dan kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik,
atau sistem vaskular perifer, meliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler,
dimana sistem ini membawa darah dari jantung ke seluruh organ dan jaringan lain
dan kemudian membawa darah kembali ke jantung.

Gambar 2.1‐1 Sistem sirkulasi


3

2.1.1 Arteri

Jantung memompa darah baru yang telah teroksigenasi melalui arteri, arteriol, dan
bantalan kapiler menuju seluruh organ dan jaringan. Arteri tersusun atas otot
polos yang tebal dan serat elastis. Serat yang kontraktil dan elastis membantu
menahan tekanan yang dihasilkan saat jantung mendorong darah menuju sirkulasi
sistemik. Arteri utama/mayor dari sirkulasi sistemik meliputi aorta, karotis,
subklavia dan iliaka (Gambar 2.1-2). Aorta melengkung membentuk seperti busur
di belakang jantung dan turun ke bawah hingga pertengahan tubuh. Arteri lain
merupakan cabang dari aorta dan mengalirkan darah menuju kepala, leher dan
organ-organ utama di dalam abdomen. Arteri karotis bergerak naik di dalam leher
dan mengalirkan darah ke organ di dalam kepala dan leher, termasuk otak. Arteri
subklavia mengalirkan darah menuju lengan, dinding dada, bahu, punggung, dan
sistem saraf pusat. Arteri iliaka mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.

Gambar 2.1‐2 Arteri utama sistem sirkulasi


4

2.1.2 Arteri di Lengan

Setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri subklavia menjadi arteri


aksilaris (Gambar 2.1-3). Arteri aksilaris kemudian menyeberangi aksila dan
menjadi arteri brakhialis, yang terletak di dalam lekukan/sulkus bisep-trisep pada
lengan atas. Arteri brakhialis mengalirkan sebagian besar darah menuju lengan.
Pada fosa kubiti (yaitu lipatan siku), arteri brakhialis bercabang menjadi arteri
radialis dan arteri, yang meluas ke lengan bawah dan, selanjutnya bercabang
menjadi arkus palmaris yang mengalirkan darah ke telapak tangan.

Gambar 2.1‐3 Arteri pada lengan

2.1.3 Arteri di Kaki

Setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka selanjutnya menjadi arteri femoralis,
yang bergerak turun di sebelah anterior paha (Gambar 2.1-4). Arteri femoralis
mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian bawah paha, arteri
femoralis menyilang di posterior dan menjadi arteri poplitea. Di bawah lutut,
arteri poplitea terbagi menjadi arteri tibialis anterior dan tibialis posterior. Arteri
tibialis bergerak turun di sebelah depan dari kaki bagian bawah menuju bagian
dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis
posterior bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang
menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.
5

Gambar 2.1‐4 Arteri pada kaki

2.1.4 Vena

Setelah dihantarkan melalui sistem vaskular arteri dan menuju jaringan tubuh dan
organ, darah “dikosongkan” menuju jaringan vena yang tersusun menyebar
(Gambar 2.1-5) yang dan pada akhirnya mengembalikan darah ke atrium kanan
jantung. Sistem vena berjalan berdampingan dengan sistem arteri dan memiliki
nama yang sama; walaupun terdapat perbedaan mayor antara sistem arteri dan
sistem vena di leher dan ekstremitas. Arteri di daerah ini terletak dalam di bawah
kulit dan terlindung oleh tulang dan jaringan lunak.
Sebaliknya, dua set vena perifer biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas: satu
superfisial dan satu lagi terletak lebih dalam. Vena superficial terletak dekat
dengan permukaan kulit, mudah untuk dilihat, dan membantun untuk mengatur
suhu tubuh. Saat suhu tubuh, menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi
berkurang, dan vena vena superfisial dilewati. Sebaliknya, saat tubuh menjadi
kelebihan panas, aliran darah ke kulit meningkat, dan vena superfisialis
berdilatasi.

Gambar 2.1‐5 Vena utama sistem sirkulasi


Vena-vena mayor dari sirkulasi sistemik meliputi vena kava superior, vena
kava inferior, dan vena jugularis. Vena kava superior menerima darah dari
jaringan dan organ di kepala, leher, dada, bahu, dan ekstremitas atas. Vena kava
inferior mengumpulkan darah dari sebagian besar organ yang terletak di bawah
diafragma. Darah vena dari kepala dan wajah dialirkan menuju vena jugularis,
yang terletak di dalam leher.

2.1.5. Vena di Lengan

Arkus vena palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah, dimana vena-vena
ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris (Gambar 2.1-6). Saat vena ulnaris dan
radialis mencapaifosa kubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena ini bergabung untuk
membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis meluas melalui lengan atas, vena
ini bergabung dengan vena superfisialis lenan untuk membentuk vena aksilaris,
yang berjalan melalui aksila dan menjadi vena subklavia di dalam rongga toraks.
Vena subklavia membawa arau dari lengan dan area toraks/dada menuju vena
kava superior.

Gambar 2.1‐6 Vena pada lengan


2.1.6 Vena di Kaki

Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki bergabung


membentuk jaringan vena plantaris (Gambar 2.1-7). Jaringan plantar mengalirkan
darah menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis anterior, tibialis posterior,
poplitea, dan femoralis). Vena safena magna dan safena parva superfisial
mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus vena dorsalis menuju vena poplitea
dan femoralis.

Gambar 2.1‐7 Vena pada kaki


2.2 Definisi

Deep vein trombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana trombus terbentuk
pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh
darah dan jaringan disekitar vena. DVT terjadi terutama di tungkai bawah dan
inguinal. Bekuan darah dapat menghambat darah dari tungkai bawah kembali ke
jantung. Trombus adalah bekuan abnormal didalam pembuluh darah yang
terbentuk walaupun tidak ada kebocoran, proses pembentukan trombus
dinamakan trombosis. Trombus vena merupakan deposit intravaskuler yang
tersusun dari fibrin dan sel darah merah disertai berbagai komponen trombosit dan
leukosit.1,4,5

2.3 Patogenesis

DVT biasanya terbentuk pada daerah dengan aliran darah lambat atau terganggu
di sinus vena besar dan kantung ujung katup di vena dalam tungkai bawah atau
segmen vena yang terpapar oleh trauma langsung. Pembentukkan dan
perkembangan trombus vena menggambarkan keseimbangan antara efek
rangsangan trombogenik dan berbagai mekanisme protektif. Faktor yang
mempengaruhi keseimbangan dan berimplikasi pada patogenesis trombosis vena,
dikenal dengan Trias Virchow’s, yaitu: 1). Cedera Vaskuler (kerusakan
endothelial); 2). Stasis Vena; 3). Aktivasi koagulasi darah (hiperkoagulabilitas).1,5

1.Cedera Vaskular

Kerusakan vaskular memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan trombosis vena


melalui trauma langsung atau aktivasi sel endotel melalui sitokinin (interleukin-1
dan tumor necrosis factor) yang dilepaskan dari hasil cedera jaringan dan
inflamasi. Koagulasi darah dapat diaktifkan melalui rangsangan intravaskuler
yang dilepaskan dari tempat jauh (misal kerusakan vena femoralis saat operasi
panggul) atau oleh sitokin yang terinduksi rangsangan endotel yang utuh.
Sitokinin ini merangsang sel endotel untuk mensintesis tissue factor dan
plasminogen activator inhibitor-1 dan mengakibatkan reduksi trombodulin,
sehingga membalikkan kemampuan protektif endotel yang normal. Trombodulin
(TM) adalah reseptor membran sel endotel untuk trombin. Bila trombin terikat
pada TM maka kemampuan memecah fibrinogen menurun. Sebaliknya
kemampuan mengaktifasi antikoagulan, protein C meningkat. Protein C dengan
kofaktornya protein S menginaktifasi bentuk aktif kofaktor prokoagulan, faktor
Va dan VIIIa. Protein C aktif juga meningkatkan fibrinolisis.1,5

Endotel vena mengandung activator yang mengkonversi plasminogen ke


plasmin kemudian plasmin melisis fibrin. Setelah pembedahan dan cedera, sistem
fibrinolisis akan dihambat kemudian aktivitas vena ekstemitas bawah lebih
berkurang dibanding dengan ekstremitas atas.1,5

2. Stasis Vena

Stasis vena sering pada usia tua, tirah baring lebih dari tiga hari dan operasi yang
memakan waktu lama. Stasis vena memberikan predisposisi trombosis lokal.
Stasis menggangu pembersihan faktor koagulasi aktif dan membatasi aksesibilitas
trombin di vena kemudian menempel ke trombomodulin. Protein ini terdapat
dalam densitas terbesar di pembuluh darah kapiler.1,5

Penelitian ultrastruktural menunjukkan bahwa setelah trauma ditempat jauh,


leukosit melekat diantara intercellular junction endotel pada daerah stasis vena.
Hal ini menjadi nidus untuk pembentukkan trombus. Bila nidus trombus mulai
terdapat di daerah stasis, maka substansi yang dapat meningkatkan agregasi
trombosit, yaitu faktor X teraktivasi, trombin, fibrin dan katekolamin tetap dalam
konsentrasi tinggi di daerah tersebut. Stasis juga memberikan kontribusi
tambahan, yaitu membentuk trombin dengan cara merusak katup vena yang
avaskuler. Sebaliknya katup tergantung pada darah lumen untuk oksigenasi dan
nutrisi, sedangkan aliran darah stasis. Mekanisme trombosis adalah aktivitas
faktor koagulasi aktif melalui darah yang mengalir, inhibisi trombomodulin pada
aktivitas koagulan dari trombin, pengaruh trombomodulin aktivitas antikoagulan
dari trombin melalui aktivasi protein C dan disolusi fibrin oleh sistem
fibrinolitik.1,5

3. Hiperkoagulabilitas

Keadaan hirepkoagulabilitas adalah suatu perubahan keadaan darah membantu


pembentukan trombus vena. Perubahannya meliputi peningkatan konsentrasi
faktor koagulasi normal maupun teraktivasi, penurunan kadar inhibitors dalam
sirkulasi, gangguan fungsi sistem fibrinolitik, adanya trombosit hiperaktif, faktor
hiperkoagulabilitas dan stasis bekerjasama membentuk trombus vena. Dari ketiga
factor penyebab DVT yang terpenting adalah faktor stasis dan
hirepkoagulabilitas.1,5

Faktor resiko penyakit DVT digolongkan faktor patogenesis pembentukan


DVT (Trias Virchow’s) dan faktor umum yang mendukung, berhubungan dengan
pembentukan DVT atau kombinasi dari faktor trias Virchow’s.1,5

Gambar 2.3-1 Trias Virchow’s


2.4 Epidemiologi

DVT merupakan kelainan kardiovaskular tersering nomor tiga setelah penyakit


jantung koroner dan strokee. DVT terjadi pada kurang lebih 0,1% orang/tahun.
Insidennya meningkat 30 kali lipat dibanding dekade yang lalu. DVT di Amerika
Serikat adalah 159 per 100.000 atau sekitar 398.000 pertahun, sedangkan insiden
DVT pada pasien tanpa profilaksis adalah: stroke (56%), elective hip replacement
(51%), trauma multipel (50%), total knee replacemet (47%), hip fracture (45%),
cedera medulla spinalis (35%), operasi umum (25%), infark miokard (22%),
operasi bedah saraf (22%), operasi ginekologi (14-22%), kondisi medis umum
(17%). Insiden DVT pasca operasi ortopedi tanpa profilaksis pada pasien Asia
adalah: pada total knee replacement (76,5%), total hip replacement (64,3%) dan
fiksasi fraktur femur proksimal (50%).1,2,3,4

2.5 Faktor Resiko

Berdasarkan konferensi ketujuh American College of Chest Physicians (ACCP),


pasien yang melakukan operasi diklasifikasikan menjadi 4 tingkat menjadi resiko
rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Klasifikasi dibuat berdasarkan umur,
jenis operasi, durasi operasi, durasi immobilisasi dan faktor resiko lainnya.6,7

 Resiko rendah: Durasi operasi kurang dari 30 menit, umur lebih dari 40 tahun,
perbaikan dari fraktur kecil.
 Resiko sedang: Umur 40 – 60 tahun, arthroscopy atau perbaikan fraktur tunkai
bagian bawah, penggunaan plaster cast post-operasi.
 Resiko tinggi: Umur lebih dari 60 tahun, atau umur 40 – 60 tahun dengan
adanya faktor resiko tambahan, immobilisasi lebih dari 4 hari.
 Resiko sangat tinggi: Operasi arthroplasty lutut dan panggul, operasi fraktur
panggul, operasi open fracture pada tungkai bawah, trauma pada spinal cord,
berbagai resiko tambahan (umur lebih dari 40 tahun, sebelumnya ada riwayat
mengalami DVT, kanker, dan hypercoagulable state).
2.6 Diagnosis

Gejala dan tanda klinis DVT mungkin asimtomatis atau pasien mengeluh nyeri,
bengkak, rasa berat, gatal atau varises vena yang timbul mendadak. Bengkak dan
nyeri merupakan gejala utama dan tergantung pada lokasi. Sifat nyeri biasanya
terus menerus dan tiba-tiba. Nyeri dapat bertambah dengan meningkatnya
aktivitas atau jika berdiri dalam jangka waktu lama. Karakteristik manifestasi
DVT dapat berupa tungkai bengkak unilateral, gambaran eritrosianotik, dilatasi
vena superfisial, suhu kulit meningkat atau nyeri tekan pada paha atau betis.
Tanda klinis ini hanya ditemukan pada 23-50% pasien DVT. Tanda klinis yang
negatif belum dapat menyingkirkan diagnosis DVT. Tungkai bawah yang
bengkak, lunak disertai dengan cord vena yang dapat dipalpasi mengarahkan pada
DVT popliteal. Perbedaan ukuran lingkaran tungkai yang bermakna mendukung
diagnosis DVT. Namun sebagian besar pasien tidak menunjukkan bengkak yang
jelas. Kepastian diagnosis DVT secara klinis hanya 50%, sehingga tes diagnosik
diharuskan bila ada kecurigaan DVT. Kematian dapat terjadi bila trombus vena
pecah dan membentuk emboli pulmoner yang akan mengobstruksi arteri pada
paru.1,3,4

Pemeriksaan klinis tanda Homans dengan cara lutut dalam posisi fleksi,
pergelangan kaki didorsofleksikan dengan kuat. Bila pasien merasa nyeri pada
daerah betis atau poplitea, maka tanda Homans positif. Tanda ini tidak dapat di
percaya, tanda ini dapat negatif walaupun DVT positif, dan dapat positif meskipun
seluruh vena bebas dari bekuan darah. Berbagai gangguan otot betis dapat
berhubungan dengan tanda Homans yang positif.3,4

Kecurigaan trombosis vena secara klinis harus dikonfirmasi dengan tes yang
terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan radiologis. Tes laboratorium adalah
Simplie-red D-dimer. Konsentrasi plasma D-dimer merupakan hasil pencernaan
fibrin oleh plasmin. Kadarnya meningkat pada pasien trombosis vena atau emboli
pulmoner. Pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan darah dari jari tangan
pasien diperiksa secara ELISA atau dengan Simple RED agent. Tes ini hasil
sensitifitas 97%. Tes D-dimer sering menghasilkan positif semu pada pasien pasca
bedah atau trauma. Pemeriksaan radiologis menggunakan Venous compression
duplex ultrasonography, merupakan teknik noninvasif yang memiliki sensitifitas
95% untuk mendiagnosis DVT.3,4

Gambar 2.6-1 Manifestasi klinis DVT

2.7 Komplikasi

Komplikasi utama dari DVT adalah Pulmonary Embolism (PE). PE muncul


ditandai dengan dispnea, nyeri dada pleuritik, batuk, takikardi, takipnea, ronki,
sinkop dan hipoksia.PE merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa pasien.
Post-phlebitic syndrome dapat terjadi setelah deep vein trombosis. Kaki yang
terpengaruh dapat menjadi bengkak dan nyeri secara kronis dengan perubahan-
perubahan warna kulit dan pembentukan borok-borok (ulkus) disekitar kaki dan
pergelangan kaki. Untuk meminimalkan resiko fatal terjadinya emboli paru
diagnosis dan panatalaksanaan profilasis yang tepat sangat diperlukan.3,4,5

2.8 Tatalaksana Profilaksis

Profilaksis dapat dilakukan dengan cara aktivasi koagulasi darah (profilaksis


farmakologis) dan pencegahan stasis vena (profilaksis mekanis). Konferensi
ketujuh ACCP telah membuat rekomendasi yang dibagi menjadi beberapa grade
tentang tatalaksan profilaksis DVT berdasarkan faktor resiko yang berpengaruh
menyebabkan DVT. Rekomendasi profilaksis berdasarkan faktor resikodapat
dilihat pada tabel 2.1.7,8,9
Tabel 2.1 Rekomendasi profilaksis DVT berdasarkan faktor resiko.7

RISK GROUP Rekomendasi Profilkasis

Resiko Rendah Profilasis Mobilisasi Persisten

Operasi minor usia < 40 tahun; tidak


ada tambahan faktor resiko lainnya

Resiko Sedang LDUH (5,000 U bid)

Tidak ada operasi mayor pada pasien atau


usia 40 sampai 60 tahun, adanya
LMWH (≤ 3,400 U/qd)
tambahan faktor resiko

Operasi mayor pada pasien usia < 40


tahun; tidak ada tambahan faktor
resiko lainnya

Resiko Lebih Tinggi LDUH (5,000 U tid) atau LMWH (>


3,400 U/d)
Tidak ada operasi mayor pada usia >
60 tahun atau adanya tambahan
faktor resiko

Operasi mayor pada pasien usia > 40


tahun, atau dengantambahan faktor
resiko lainnya
Resiko Tinggi dan Faktor Resiko LDUH tid atau LMWH > 3,400 U/d,
Multipel dengan GCS dan atau alat IPC

Resiko Perdarahan Tinggi GCS dan atau alat IPC di awal, sampai
resiko perdarahan berkurang

Pasien Resiko Tinggi Pilihan Setelah LMWH

Contohnya, setelah operasi kanker

2.8.1 Profilaksis Farmakologis

1. Heparin.

Heparin adalah antikoagulan yang diberikan secara parental, mekanisme kerjanya


adalah meningkatkan efek antitrombin III dalam menetralkan trombin dan
protease serum lainnya. Heparin dosis rendah di berikan subkutan dengan dosis
5000 U. diberikan sebelum operasi dan setelah operasi (setiap 8-12 jam). Cara ini
merupakan pilihan bagi pasien sedang terhadap DVT. Dapat menurunkan resiko
DVT 50-70%. Cara ini tidak memerlukan pemantauan dengan laboratorium,
sederhana, tidak mahal, aman. Cara ini kurang efektif bagi penderita yang
memerlukan bedah orthopedic mayor. Heparin menginduksi terjadinya
trombositopenia karena ikatan antara Heparin dengan faktor IV trombosit dapat
menyebabkan terbentuknya antibodi IgG yang nantinya menginduksi terjadinya
trombositopenia.3,5,6
2. Warfarin

Warfarin dosis sedang, efektif untuk mencegah DVT pada semua kategori resiko.
Dapat mulai diberikan 5 atau 10 mg malam sebelum operasi atau malam setelah
operasi, efek antikoagulan terukur baru dapat dicapai pada 3-4 hari pasca operasi,
namum bila terapi dimulai saat operasi atau sesaat setelah operasi maka warfarin
masih efektif bagi penderita resiko tinggi DVT, termasuk pasien fraktur tulang
panggul. Lama profilaksis menurut rekomendasi ACPP adalah minimal 7-10 hari.
Regimen ini kurang menyenangkan karena memerlukan monitoring
laboratorium.3,5

3. Low-dose Unfractionated Heparin (UFH)

Diberikan secara subkutan 3 kali 3500 U sehari, dimulai sejak dua hari sebelum
operasi. Lebih efektif dari heparin dosis rendah bila diberikan pada pasien operasi
panggul elektif. Bila dibanding LMWH efektifnya lebih rendah dalam mencegah
trombosis vena proksimal setelah operasi panggul. Membutuhkan monitoring
laboratorium yang teliti.5,6

4. Low Molecular Weight heparin (LMWH)

LMWH lebih efektif dibanding yang lainnya, sediaan ini juga lebih efektif
mencegah trombosis vena proksimal setelah operasi panggul. Mekanisme
kerjanya adalah meningkatkan aktivitas efek antitrombin III, anti faktor Xa dan
anti faktor IIa. Secara subkutan, LMWH/enoxaparin diberikan sehingga profilaksi
dengan dosis 40 mg satu kali sehari, pada pasien yang menjalani pembedahan
beresiko tinggi DVT. Dosis pertama diberikan 12 jam sebelum pebedahan dan
dilanjutkan sehari sekali selama tujuh hari. Selain tidak memerlukan pemantauan
komplikasi perdarahan kecil terjadi. Pada operasi ortopedic mayor, terapi
LMWH/enoxaparin menurut adalah injeksi 40 mg secara sub kutan 12 jam
sebelum pembedahan dan dilanjutkan sehari sekali selama 12-14 hari. Sebaliknya
Turpie memberikan 30 mg LMWH/enoxaparin sub kutan 12-14 jam sesudah
pembedahan dan dilanjutkan 30 mg dua kali sehari 10-15 hari.3,6
5. Obat antiplatelet

Aspirin telah diteliti sebagai profilaksi terhadap DVT (dosis >100 mh/hari) dapat
menurunkan DVT proksimal dan distal sebesar 30-40% pada pasien pembedahan
general, ortopedi. Tetapi proteksinya lebih rendah dibandingkan antikoagulan.
Dextran yang merupakan polisakarida meningkatkan aliran mikrosirkulasi melalui
berbagai mekanisme dan mampu mencegah DVT. Reaksi alergi termasuk
anafilaksi (pada intravena) dan mahal membatasi penggunaanya. Rekombinasi
herudin, hirugol dan argatroban adalah inhibitor trombin langsung.3,6

2.8.2 Profilaksis Mekanis

Bentuk profilaksi mekanis dalah mobilisasi dini, machine continous passive


motion, pressure vascular stocking, dan alat kompresi pneumatik bergradasi
secara elevasi tungkai 15-22 cm. Stasis vena, proses patologi yang mendasari
terjadinya trombosis, dicegah dengan kontraksi atau kompresi otot betis yang
dapat menghindari penumpukan darah vena di ekstremitas bawah. Stoking elastis
dapat digunakan untuk tujuan di atas. Pemakaian stoking elastis meningkatkan
aliran dara vena hingga 1,5 kali aliran basalnya sehingga memacu sirkulasi darah,
mencegah stasis darah pada aneurisma (pelebaran vena dan dilatasi sakuler) yang
sering pada usia lanjut dan penderita DVT. Tekanan pada mata kaki 18mmHg,
14mmHg pada betis, 10mmHg pada lutut dan 8mmHg pertengahan paha.
Penggunaannya merupakan pilihan pertama untuk mencegah DVT pada pasien
yang dirawat. Alat kompresi pneumatik merangsang pengosongan vena
ekstremitas bawah dengan cara menurunkan stasis dan menstimuli sistem
fibrinolik.3,8,9

2.9 USG

2.9.1 Pengertian USG

Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan dalam bidang penunjang diagnostik


yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi dalam
menghasilkan imajing, tanpa menggunakan radiasi, tidak menimbulkan rasa sakit
(non traumatic), tidak menimbulkan efek samping (non invasif). Selain itu
ultrasonografi relatif murah, pemeriksaannya relatif cepat, dan persiapan pasien
serta peralatannya relatif mudah. Gelombang suara ultrasonik memiliki frekuensi
lebih dari 20.000 Hz, tapi yang dimanfaatkan dalam teknik ultrasonografi
(kedokteran) adalah gelombang suara dengan frekuensi 1-10 MHz. Ultrasonik
adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi dari pada kemampuan
pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali.
Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20 Hz – 20.000
Hz. Ultrasonografi ini memanfaatkan gelombang ultrasonik yang merupakan
gelombang elektromagnetik dalam mendiagnosa penyakit ataupun mendeteksi apa
yang ada dalam tubuh pasien. Ultrasonografi dalam bidang kesehatan bertujuan
untuk pemeriksaan organ-organ tubuh yang dapat mengetahui bentuk, ukuran
anatomis, gerakan, serta hubungannya dengan jaringan lain disekitarnya. Sifat
dasar ultrasound : 1. Sangat lambat bila melalui media yang bersifat gas, dan
sangat cepat bila melalui media padat. 2. Semakin padat suatu media maka
semakin cepat kecepatan suaranya. 3. Apabila melalui suatu media maka akan
terjadi atenuasi.

2.9.2 Sejarah dan Perkembangan USG

Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan penemuan gelombang


ultrasonik kemudian bertahun-tahun setelah itu, tepatnya sekitar tahun 1920-an,
prinsip kerja gelomabang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran.
Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan
untuk kepentingan terapi, bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Dalam hal
ini, yang dimanfaatkan adalah kemampuan gelombang ultrasonik dalam
menghancurkan sel-sel atau jaringan “berbahaya”. Hal ini kemudian secara luas
diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya, terapi
untuk penderita artritis, hemoroid, asma, tirotoksitosis, ulkus peptikum (tukak
lambung), elephanthiasis (kaki gajah) dan bahkan terapi untuk penderita angina
pectoris. Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai
memungkinkan untuk digunakan sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit, bukan
hanya untuk terapi. Hal ini disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore
Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria bersama dengan
saudaranya, Freiderich yang merupakan seorang ahli fisika, berhasil menemukan
lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar dengan mengukur
transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang tengkorak. Dengan
menggunakan Transduser (kombinasi alat pengirim dan penerima data), hasil
pemindaian masih berupa gambar 2 dimensi yang terdiri dari barisan titik-titik
berintensitas rendah. Kemudian George Ludwig, ahli fisika Amerika
menyempurnakan alat temuan Dussik. Seperti yang kita ketahui bahwa
ultrasonography adalah salah satu dari produk teknologi Medical Imaging yang
dikenal sampai saat ini. Medical Imaging adalah suatu teknik yang digunakan
untuk mencitrakan bagian dalam organ atau suatu jaringan (tissue) pada tubuh
tanpa membuat sayatan atau luka (non-invasive). Interaksi antara fenomena fisik
tissue dan diikuti dengan teknik pendeteksian hasil interaksi itu sendiri untuk
diproses dan direkonstruksi menjadi suatu citra (image), menjadi dasar bekerjanya
peralatan Medical Imaging. Teknologi transduser diciptakan kira-kira tahun 1990
memungkinkan sinyal gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan
tampilan gambar suatu jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan komputer
pada tahun 1990 jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonik akan
mengalami proses sebagai berikut: pertama gelombang akan diterima transduser
kemudian gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam komputer sehingga
bentuk tampilan gambar akan terlihat ke layar monitor. Transduser yang
digunakan terdiri dari transduser penghasil gambar 2 dimensi atau 3 dimensi.
Seperti inilah hingga USG berkembang sedemikian rupa hingga saat ini.

2.9.3 Bagian - Bagian USG dan Fungsinya

1. Display ( LCD ) berfungsi untuk menampilkan gambar hasil scanning.


2. Transduser berfungsi sebagai transmitter (pemancar) sekaligus sebagai receiver
(penerima). Dalam fungsinya sebagai pemancar, transduser merubah energi listrik
menjadi energi mekanik berupa getaran suara berfrekuensi tinggi. Fungsi receiver
pada transduser merubah energi mekanik menjadi listrik.
3. Pulse controls berfungsi sebagai penghasil tegangan untuk merangsang kristal
pada transduser dan membangkitkan pulsasisi ultrasonik.
4. Keyboard berfungsi untuk memilih mode mode yang akan digunakan
5. Printer berfungsi untuk mendokumentasikan gambaran yang ditampilkan oleh
tabung sinar katoda.
6. CPU berfungsi untuk untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk
gelombang .
7. Disc storage berfungsi untuk penyimpana data yang direkam saat alat USG di
operasikan.
2.9.4 Mode – Mode Scanning pada USG

1. A-Mode (Amplitudo Scan Mode) : Untuk mendeteksi objek yang diam, dan
probe dalam keadaan diam (Contoh: scanning jantung).
2. B-Mode : Untuk deteksi objek diam, dan probe digunakan dengan bergerak.
Memperlihatkan semua jaringan yang dilewati oleh scan ultrasound. Jika diamati
dengan cepat akan terlihat secara real time
3. Real Time : Memperlihatkan gerakan yang menunjukan gambar real time tepat
dibawah transduser
4. M-Mode : Untuk objek bergerak dan probe bergerak (Contoh: scanning
jantung). Hasilnya berupa garis gelombang biasanya untuk ultrasound
2.9.5 Prinsip Kerja USG

Transduser bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima gelombang suara.


Pulsasisi listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik oleh
transduser yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh yang akan
dipelajari. Sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat terus
menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam pantulan sesuai
dengan jaringan yang dilaluinya. Pantulan gema yang berasal dari jaringan-
jaringan tersebut akan membentur transduser dan akan ditangkap oleh transduser,
dan kemudian diubah menjadi pulsasi listrik lalu diperkuat dan selanjutnya
diperlihatkan dalam bentuk cahaya pada layar monitor. Gelombang ini kemudian
diteruskan ke tabung sinar katoda melalui receiver seterusnya ditampilkan sebagai
gambar di layar monitor. Secara rinci dapat dinyatakan sebagai berikut: 1.
Generator pulsasi (oscilator) berfungsi sebagai penghasil gelombang listrik,
kemudian oleh transduser diubah menjadi gelombang suara yang diteruskan ke
medium. 2. Apabila gelombang suara mengenai jaringan yang memiliki nilai
akustik impedansi, maka gelombang suara akan dipantulkan kembali sebagai
echo. 3. Di dalam media (jaringan) akan terjadi atenuasi, gema (echo) yang lebih
jauh maka intensitasnya lebih lemah dibandingkan dari echo yg lebih superfisial.
Pantulan gema akan ditangkap oleh transduser dan diteruskan ke amplifier untuk
diperkuat. Gelombang ini kemudian diteruskan ke tabung sinar katoda melalui
receiver seterusnya ditampilkan sebagai gambar di layar monitor

2.9.6 Tata Cara Penggunaan USG

1. Tekan tombol Power pada pesawat USG, biarkan beberapa waktu untuk boot
up.
2. Untuk memulai penamaan data, tekan tombol Pasien, gunakan track ball dan
keyboard untuk mengisi data pada sheet pasien.
3. Sebelum menggunakan pastikan probe transduser terpasang dengan baik,
pastikan knob tidak kendor.
4. Untuk memulai melakukan pemeriksaan pertama-tama pilih Probe Menu
- Tipe Linear untuk mendapatkan hasil resolusi yang tinggi.
- Tipe Konveks/Curve untuk pemeriksaan struktur yang lebih dalam.
5. Untuk melakukan pemeriksaan pada pasien, oleskan gel pada pasien dan
gunakan probe yang telah dipilih
6. Jika ingin melakukan pengamatan 2Dimensi pilih tombol 2D, begitu pula
dengan 3 Dimensi, tekan tombol 3D
7. Pada awal pemeriksaan setting depth dan zoom, dengan menggunakan tombol
depth & zoom.
8. Untuk mengatur TGC (Time Gain Compensation) geser knob-knob ke kanan
atau kekiri, knob paling atas untuk titik yang teratas (kurang dalam) semakin ke
bawah, semakin dalam
9. Jika sudah mendapatkan visualisasi hasil USG yang diinginkan kita dapat
menekan tombol Freeze. Gunakan tombol Store jika ingin menyimpan gambar.
10. Pada hasil Scan yang sudah di-freeze, kita dapat memberi label pada hasil
scan dengan cara menekan tombol penamaan (ABC button), lalu beri penamaan
dengan keyboard.
11. Jika ingin melakukan pengukuran pada objek yang di-scan, gunakan tombol
Measure, gunakan Track Ball & tombol Set untuk menentukan mark (titik/tanda)
agar dapat dilakukan pengukuran, panjang atau lebar objek
12. Untuk melakukan pengukuran volume (pada ginjal contohnya) lakukan
pengukuran seperti diatas, hanya saja diperlukan 3 tipe pengukuran, yaitu,
panjang, lebar, dan tinggi (kedalaman)
13. Setelah selesai melakukan pengamatan, matikan alat dengan menekan OFF
tombol Power
2.9.7 Komponen dalam USG

Pada prinsipnya, ada tiga komponen mesin USG. Pertama, transduser, komponen
yang dipegang dokter atau tenaga medis, berfungsi mengalirkan gelombang suara
dan menerima pantulannya dan mengubah gelombang akusitik ke sinyal
elektronik. Kedua, monitor, berfungsi memunculkan gambar. Ketiga, mesin USG
sendiri, berfungsi mengubah pantulan gelombang suara menjadi gambar di
monitor. Tugasnya mirip dengan central proccesing unit (CPU) pada komputer
personal.

2.9.8 Peralatan Yang Digunakan

Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang
akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada
pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat kristal yang digunakan untuk
menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser. Gelombang
yang diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan)
sehingga fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi
gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat
diterjemahkan dalam bentuk gambar. Transduser adalah alat yang berfungsi
sebagai transmitter (pemancar) sekaligus sebagai receiver (penerima). Dalam
fungsinya sebagai pemancar, transduser merubah energi listrik menjadi energi
mekanik berupa getaran suara berfrekuensi tinggi. Fungsi receiver pada transduser
merubah energi mekanik menjadi listrik.

Monitor yang digunakan dalam USG


Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data
yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPU-nya USG
sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU
pada PC. Cara kerja USG adalah merubah gelombang menjadi gambar. Adapun
komponen USG selain komponen di atas yaitu :

1. Pulser adalah alat yang berfungsi sebagai penghasil tegangan untuk


merangsang kristal pada transduser dan membangkitkan pulsasi ultrasonik.
2. Tabung sinar katoda adalah alat untuk menampilkan gambaran ultrasound. Pada
tabung ini terdapat tabung hampa udara yg memiliki beda potensial yang tinggi
antara anoda dan katoda.
3. Printer adalah alat yang digunakan untuk mendokumentasikan gambaran yang
ditampilkan oleh tabung sinar katoda.
4. Display adalah alat peraga hasil gambaran scanning pada TV monitor.
2.9.9 Jenis – Jenis Pemeriksaan USG

1. USG 2 Dimensi

Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas gambar


yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.

2. USG 3 Dimensi

Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang disebut
koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu benda dapat
dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan janin dari posisi yang berbeda. Ini
dimungkinkan karena gambarnya dapat diputar.

3. USG 4 Dimensi

Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang dapat
bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis,
sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”.
4. USG Doppler

Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah

2.9.10 Indikasi Pemeriksaan USG

Manfaat dari ultrasonografi adalah untuk pemeriksaan kanker pada hati dan otak,
melihat janin di dalam rahim ibu hamil, melihat pergerakan serta perkembangan
sebuah janin, mendeteksi perbedaan antar jaringan-jaringan lunak dalam tubuh,
yang tidak dapat dilakukan oleh sinar-X, sehingga mampu menemukan tumor atau
gumpalan lunak di tubuh manusia. Selain manfaat di atas, ultrasonografi
dimanfaaatkan untuk memonitor laju aliran darah. Pulsasi ultrasonik berfrekuensi
5 – 10 MHz diarahkan menuju pembuluh nadi, dan suatu receiver akan menerima
signal hamburan gelombang pantul. Frekuensi pantulan akan bergantung pada
gerak aliran darah. Tujuannya untuk mendeteksi trombosis (penyempitan
pembuluh darah) yang menyebabkan perubahan laju aliran darah. Pemeriksaan
dengan ultrasonografi lebih aman dibandingkan dengan pemeriksaan
menggunakan sinar-X (sinar Rontgen) karena gelombang ultrasonik yang
digunakan tidak akan merusak material yang dilewatinya sedangkan sinar-X dapat
mengionisasi sel-sel hidup. Karena ultrasonik merupakan salah satu gelombang
mekanik, maka pemeriksaan ultrasonografi disebut pengujian tak merusak (non
destructive testing).

2.9.11 Kelemahan dan Kelebihan USG

Kelemahan USG :

a. Dapat ditahan oleh kertas tipis.


b. Antara tranduser (probe) dengan kulit tidak dapat kontak dengan baik
(interface) sehingga bias terjadi artefak sehingga perlu diberi jeli sebagai
penghantar ultrasound.
c. Bila ada celah dan ada udara, gelombang suara akan dihamburkan.
d. Tidak 100% akurat
e. Perlu diketahui, akurasi/ketepatan pemeriksaan USG tidak 100%, melainkan
80%.
Kelebihan USG :

1. Pasien dapat diperiksa langsung tanpa persiapan dan memberi hasil yang cepat.
2. Bersifat non invasif (tidak terjadi efek samping) sehingga dapat dilakukan pula
pada anak-anak. Aman untuk pasien dan operator, karena tidak tergantung pada
radiasi ionisasi.
3. Memberi informasi dengan batas struktur organ sehingga memberi gambaran
anatomis lebih besar dari informasi fungsi organ.
4. Semua organ kecuali yang mengandung udara dapat ditentukan bentuk, ukuran,
posisi, dan ruang interpasial.
5. Dapat membedakan jenis jaringan dengan melihat perbedaan interaksi dengan
gelombang suara.
2.9.12 Gambaran USG

Gambar 2.9.12-1 Ultrasonographic image of femoral vessels without


compression.

Gambar 2.9.12-2 Ultrasonographic image of femoral vessels with compression.


Gambar 2.9.12-3 GambarWanita usia 85 tahun dengan peningkatan D-dimer
dan rasa nyeri pada ekstremitas kanan bawah. Gambaran USG tanpa (kiri)
dan dengan (kanan) kompresi menunjukkan trombosis total pada proksimal
vena popliteal kanan.
Gambar 2.9.12-4 Pria usia 69 tahun dengan edema pada ekstremitas kiri
bawah. Gambaran USG tanpa (kiri) dan dengan (kanan) kompresi
menunjukkan trombosis sebagian pada vena popliteal kiri.
Gambar 2.9.12-5 Wanita usia 75 tahun dengan riwayat DVT dan edema
ekstremitas bawah. Gambaran USG tanpa (kiri) dan dengan (kanan)
kompresi menunjukkan trombosis sebagian pada vena femoral kiri.
2.10 CT-scan

CT-scan (Computed Tomography Scanner) adalah suatu prosedur yang digunakan


untuk mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan
otak. Tujuan utama penggunaan CT-scan adalah untuk pemeriksaan seluruh
organ tubuh, seperti sususan saraf pusat, otot dan tulang, tenggorokan, rongga
perut.13

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk memperjelas adanya dugaan yang kuat


suatu kelainan,yaitu :

a. Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.


b. Perubahan vaskuler: malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
c. Brain contusion.
d. Brain atrofi.
e. Hydrocephalus
f. Inflamasi.
Bagian basilar dan posterior tidak begitu baik diperlihatkan oleh CT-scan.
CT –scan mulai dipergunakan sejak tahun 1970 dalam alat bantu dalam proses
diagnosa dan pengobatan pada pasien neurologis. Gambaran CT-scan adalah hasil
rekonstruksi komputer terhadap gambar sinar-X. Gambaran dari berbagai lapisan
secara multiple dilakukan dengan cara mengukur densitas dari substansi yang
dilalui oleh sinar-X.18

2.10.1 Prinsip Dasar

Prinsip dasar CT-scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih umum
dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan
setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan antara
keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan pada
citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik radiografi,
informasi citra yang ditampilkan oleh CT-scan tidak tumpang tindih (overlap)
sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang
tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT-scan dapat
menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu,
citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga
citra yang dihasilkan oleh CT-scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang
dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.18

CT-scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan


komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh
gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas suatu meja
khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT-scan.
Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen. Waktu
yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari 45 menit
sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT-scan yang digunakan (waktu ini termasuk
waktu check-in nya).

Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit. Sebelum dilakukan


scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan
tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada
jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk
meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan
proses scanning khususnya untuk daerah perut.13

2.10.2 Instrumen CT-scan

Ada beberapa komponen penyusun dari sebuah pesawat CT-scan. Komponen-


komponen tersebut, meliputi:

A. Meja Pemeriksaan

Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk dilakukannya


pemeriksaan CT-scan. Bentuknya kurva dan terbuat dari Carbon Graphite Fiber.
Setiap scanning satu slice selesai, maka meja pemeriksaan akan bergeser sesuai
ketebalan slice (slice thickness). Meja pemeriksaan terletak dipertengahan gantry
dengan posisi horizontal dan dapat digerakkan maju, mundur, naik dan turun
dengan cara menekan tombol yang melambangkan maju, mundur, naik, dan turun
yang terdapat pada gantry.
B. Gantry

Gantry merupakan komponen pesawat CT-scan yang didalamnya terdapat tabung


sinar-X, filter, detektor, DAS (Data Acquisition System). Serta lampu indikator
untuk sentrasi. Pada gantry ini juga dilengkapi dengan indikator data digital yang
memberi informasi tentang ketinggian meja pemeriksaan, posisi objek dan
kemiringan gantry.
Pada pertengahan gantry diletakkan pasien. Tabung sinar-X dan
detektor yang letaknya selalu berhadapan didalam gantry akan berputar
mengelilingi objek yang akan dilakukan scanning.

Ada beberapa bagian yang terdapat di dalam gantry :


1) Tabung sinar-X
Berfungsi sebagai pembangkit sinar-X dengan sifat:

a. Bekerja pada tegangan tinggi diatas 100 kV


b. Ukuran focal spot kecil 10 – 1 mm
c. Tahan terhadap goncangan
2) Kolimator
Pada pesawat CT-Scan, umumnya terdapat dua buah kolimator, yaitu:
a. Kolimator pada tabunng sinar-X
Berfungsi untuk mengurangi dosis radiasi, sebagai pembatas luas lapangan
penyinaran dan mengurangi bayangan penumbra dengan adanya focal spot
kecil.
b. Kolimator pada detektor

Berfungsi untuk pengarah radiasi menuju ke detektor, pengontrol radiasi dan


menentukan ketebalan lapisan (slice thickness).

3) Detektor dan DAS (Data Acqusition system)

Setelah sinar-X menembus objek, maka akan diterima oleh detektor yang
selanjutnya dan dilakukan proses pengolahan data oleh DAS. Adapun fungsi
detektor dan DAS secara garis besar adalah: untuk menangkap sinar-X yang telah
menembus objek, mengubah sinar-X dalam bentuk cahaya tampak, kemudian
mengubah cahaya tampak tersebut menjadi sinyal-sinyal elektron, lalu kemudian
menguatkan sinyal-sinyal elektron tersebut dan mengubah sinyal elektron tersebut
ke dalam bentuk data digital.18

C. Komputer

Merupakan pengendali dari semua instrumen pada CT-scan. Berfungsi untuk


melakukan proses scanning, rekonstruksi atau pengolahan data, menampilkan
(display) gambar serta untuk menganalisa gambar.

Adapun elemen-elemen pada komputer adalah sebagai berikut:

1) Input Device

Unit yang menterjemahkan data-data dari luar ke dalam bahasa komputer


sehingga dapat menjalankan program atau instruksi.

2) CPU (Central Procesing Unit)

Merupakan pusat pengolahan dan pengolahan dari keseluruhan sistem komputer


yang sedang bekerja.

Terdiri atas :

a. ALU (Arithmetic Logic Unit)


Berfungsi untuk melaksanakan proses berupa arithmetic operation seperti
penambahan, pengurangan, pembagian, serta perkalian
b. Control Unit
Berfungsi untuk mengontrol keseluruhan sistem komputer dalam melakukan
pengolahan data.

c. Memory Unit
Berfungsi sebagai tempat penyimpanan data ataupun instruksi yang sedang
dikerjakan.
3) Output Device

Digunakan untuk menampilkan hasil program atau instruksi sehingga dapat


dengan mudah dilihat oleh personel yang mengoperasikannya, misalnya CRT
(Cathoda Ray Tube).

D. Layar TV Monitor

Berfungsi sebagai alat untuk menampilkan gambar dari objek yang diperiksa serta
menampilkan instruksi-instruksi atau program yang diberikan.

E. Image Recording

Berfungsi untuk menyimpan program hasil kerja dari komputer ketika melakukan
scanning, rekonstruksi dan display gambar menggunakan:

1. Magnetic Disc

Digunakan untuk penyimpanan sementara dari data atau gambaran, apabila


gambaran akan ditampilkan dan diproses. Magnetic disc dapat menyimpan dan
mengirim data dengan cepat, bentuknya berupa piringan yang dilapisi bahan
ferromagnetic. Kapasitasnya sangat besar.

2. Floppy Disc

Biasa disebut dengan disket, merupakan modifikasi dari magnetic disc, bentuknya
kecil dan fleksibel atau lentur. Floppy disc mudah dibawa dan disimpan.
Kapasitasnya relatif kecil (sekarang sudah tidak digunakan lagi).13

F. Operator Terminal

Merupakan pusat semua kegiatan scanning atau pengoperasian sistem secara


umum serta berfungsi untuk merekonstruksi hasil gambaran sesuai dengan
kebutuhan.
G. Multiformat Kamera

Digunakan untuk memperoleh gambaran permanen pada film. Pada satu film
dapat dihasilkan beberapa irisan gambar tergantung jenis pesawat CT dan film
yang digunakan.

2.10.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Citra

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil dan kualitas dari citra. Berikut
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi citra :

 Pengaruh Arus Listrik (mA)

Arus listrik akan berpengaruh pada intensitas sinar-X atau derajat


terang/brightness. Dengan peningkatan mA akan menambah intensitas sinar-X
dan sebaliknya. Oleh sebab itu derajat terang dapat diatur dengan mengubah
mA.

 Pengaruh jarak dan waktu pencitraan (exposure).

Selain arus listrik (mA), jarak dan waktu pencitraan juga berpengaruh pada
intensitas. Waktu exposure yang lama juga akan meningkatkan intensitas dari
sinar-X. Untuk itu dalam setiap pengoperasian pesawat sinar-X selalu
dilakukan pengaturan waktu (S) dan arus (mA) atau biasa disebut dengan mAS
yang bergantung pada obyek yang disinari. Jika tabung didekatkan pada obyek
maka intensitas akan naik dan hasil gambar jelas dan terang. Sebaliknya jika
tabung dijauhkan dari obyek maka intensitas akan menurun. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa cahaya dan sinar-X merambat dalam pancaran garis lurus
yang melebar.

 Pengaruh Tegangan (kV)

Tegangan tinggi merupakan daya dorong elektron di dalam tabung dari katoda
ke anoda. Supaya dapat menghasilkan sinar-X, daya dorong ini harus kuat
sehingga mampu menembus obyek. Dengan demikian perubahan kV sangat
berpengaruh terhadap daya tembus sinarX.13

Penyerapan sinar-X oleh suatu bahan tergantung pada tiga faktor sebagai
berikut14. :

a) Panjang gelombang sinar-X


b) Susunan obyek yang terdapat pada alur berkas sinar-X
c) Ketebalan dan kerapatan obyek

2.10.4 Indikasi Pemeriksaan14

1. Deep Vein Thrombosis ( DVT ): pembekuan darah di pembuluh darah kaki


dan perut bagian bawah.
2. Tromboflebitis: peradangan pada urat disebabkan oleh bekuan darah kepala
dan leher pengeringan.
3. Serviks tulang rusuk: extra rib di leher
4. Sindrom kompartemen: death meningkatkan tekanan dalam ruang tertutup
menyebabkan kematian jaringan.
5. Penyakit urat kronis: dan membantu prosedur rencana untuk meningkatkan
aliran darah
6. Kelainan bawaan dari sistem vena

2.10.5 Kontrak Indikasi Pemeriksaan14

1. Anafilaksis (alergi serius terhadap obat atau makanan)


2. Diabetes
3. Memiliki riwayat perdarahan masalah atau sedang menggunakan obat-obatan
pengencer darah
4. Ginjal kronik atau akut
5. Ibu hamil atau menyusui
2.10.6 Prosedur CT-scan

CT-scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan


komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk memperoleh
gambaran panampang-lintang dari badan.13

1. Sebelum dilakukan scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau
meminum cairan tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning.
Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula prosedur scanning
yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan kontras yang
mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah
perut.
2. Pasien akan berbaring di meja sinar-X. Bergantung pada bagian tubuh yang
sedang diperiksa (misalnya, kaki), meja dapat diletakkan pada posisi berdiri.
Jika meja direposisi selama prosedur, pasien akan diamankan dengan tali
pengaman.
3. Dokter akan memasukkan jarum atau kateter ke pembuluh darah untuk
menyuntikkan zat kontras. Di mana jarum itu ditempatkan tergantung pada
area tubuh Anda di mana pembuluh darah sedang dievaluasi. Saat materi
kontras mengalir melalui pembuluh darah yang diperiksa, beberapa sinar-X
diambil. Anda dapat dipindahkan ke posisi yang berbeda sehingga sinar-X
dapat mengambil foto pembuluh darah Anda pada sudut yang berbeda.13
2.10.7 Gambaran CT-scan

Gambar 2.10.7-1 Venogram tungkai bawah menunjukkan vena femoralis


superfisial normal. Perhatikan katup normal (panah).15
Gambar 2.10.7-2 Venogram ekstremitas bawah menunjukkan garis besar
trombosis vena dalam akut di vena popliteal dengan peningkatan kontras.16
Gambar 2.10.7-3 Venogram ekstremitas bawah menunjukkan trombus
kronis non-eklusif. Vena femoralis superfisial (vena lateral) memiliki
penampilan 2 urat paralel, padahal sebenarnya, 1 lumen mengandung
trombus linier kronis. Meskipun penggumpalan kronis tidak obstruktif
setelah itu rekristalisasi, itu secara efektif menyebabkan katup vena melekat
dalam posisi terbuka, mempengaruhi pasien untuk refluks di segmen yang
terlibat.17
Gambar 2.10.7-4 Venogram dari ekstremitas bawah menunjukkan defek
pengisian yang berhubungan dengan trombosis vena dalam (panah merah).17
Gambar 2.10.7-5 Venogram dari ekstremitas bawah menunjukkan defek
pengisian yang berhubungan dengan trombosis vena dalam (panah merah).18
Gambar 2.10.7-6 Venogram ini menunjukkan DVT ekstensif dari vena
dalam. Perhatikan banyak cacat pengisian.19
Gambar 2.10.7-7 Venografi menunjukkan trombosis luas dari femoralis
kanan (panah pada A, C) vena yang membentang secara superior ke vena
iliaka eksternal kanan ( panah dalam B).20
2.11 MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran


penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.
Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat
gambaran potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh
manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat
dievaluasi secara teliti.21

Magnetic Resonance Imaging yang disingkat dengan MRI adalah suatu alat
diagnostik mutakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan
menggunakan medan magnet dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi,
penggunaan sinar-X ataupun bahan radioaktif.21

Hasil pemeriksaan MRI adalah berupa rekaman gambar potongan


penampang tubuh/organ manusia dengan menggunakan medan magnet
berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran
terhadap inti atom hidrogen.

Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya


membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak.13

Teknik penggambaran MRI relatif kompleks karena gambaran yang


dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut
tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia
dengan perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh
dapat dievaluasi secara teliti.13

Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai


alat diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan
teknik penggambaran MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.

MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari21 :

a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang
luas
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.
Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :
a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi
karena alat tersebut dapat digunakan untuk teknik Fast Scan yaitu suatu teknik
yang memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik,
sehingga kita dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalam
waktu yang sangat singkat. Dengan banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi
menjadi menjadi lebih spesifik.12

2.11.1 Prinsip MRI

Pasien ditempatkan dalam medan magnet, dan gelombang pulsasi elektromagnet


diterapkan untuk membangkitkan “objective nuclide” di dalam tubuh. Nuclide
yang dibangkitkan akan kembali ke dalam energi semula dan akan melepaskan
energi yang diserap sebagai gelombang elektromagnet. Gelombang elektromagnet
yang dilepas ini adalah sinyal MR. Sinyal ini dideteksi dengan kumparan (coil)
untuk membentuk suatu gambar (image).22

Yang perlu diperhatikan dengan memakai MR adalah nukleus (proton di


dalam tubuh). Nukleus mempunyai massa dan muatan positif serta berputar pada
sumbunya. Nukleus yang berputar ini dianggap sebagai suatu magnet batang kecil
(small bar magnet). Karena nukleus ditempatkan di dalam medan magnet statis,
maka akan berputar (precession). Ketika suatu pulsasi RF yang mempunyai
frekuensi sama dengan kecepatan/frekuensi dari putaran diberikan, nukleus
menyerap energi dari pulsa (yang disebut gejala resonansi). Pulsa RF adalah
gelombang elektromagnet dan disebut pulsa RF (Radio Frequency) karena band
frekuensinya. Ketika pulsa RF dimatikan, nukleus kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi yang diserap (yang disebut relaxation). Dengan
membuat nukleus memancarkan sinyal ketika melepaskan energi yang diserap,
suatu gambar (image) dihasilkan.22
Permanent magnet (generating a constant static magnetic
field)
Gradient magnetic field coil (providing MR signal with positional information)
Transmitter coil (applying an RF pulse)
Receiver coil (receiving MR signal)

Display

Image
Nc Processing
system

Rf Signal

Gambar 2.11.1-1 Komposisi dasar sistem MRI

2.11.2 Instrumen MRI

Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari23:

a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet.

Agar dapat mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang :
tipe magnet, efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari
pesawat MRI tersebut
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah
kumparan koil, yaitu:
- Gradien coil X, untuk membuat citra potongan sagital.
- Gardien coil Y, untuk membuat citra potongan koronal.
- Gradien coil Z untuk membuat citra potongan aksial .
Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk
potongan oblik

Gambar 2.11.2-1 Potongan sagital dari kepala manusia

c. Sistem frekuensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio


frekuensi serta mendeteksi sinyal.
d. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol
semua komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra.
e. Sistem pencetakan citra, fungsinya untuk mencetak gambar pada film rontgen
atau untuk menyimpan citra.
Sebagai inti dari MRI adalah magnet untuk menghasilkan medan magnet statis.
Berikut adalah 3 macam magnet yang sekarang dipakai dalam sistem MRI:

1. Magnet tetap (Permanent Magnet/PM)

Magnet tetap adalah sama dengan suatu magnet batang. Sistem MRI yang
menggunakan suatu magnet tetap dapat dianggap suatu magnet batang yang besar.
N

S
Patient Large bar
magnet
Magnetic
field N

Gambar 2.11.2-2 MRI dengan magnet tetap

Ciri-ciri sistem MRI yang menggunakan magnet tetap adalah sebagai berikut:

 Karena tidak ada daya listrik untuk menghasilkan medan magnet, biaya
pemakaian sangat rendah.

 Sistem sangat berat.


Keuntungan sistem ini adalah biaya pemakaian (running cost) yang sangat
rendah dibanding sistem yang lain (magnet kumparan dan magnet
superkonduktif).
2. Magnet Resistif (Resistive Magnet/RM)

Magnet resistif dapat dianggap suatu magnet listrik. Magnet ini menghasilkan
medan magnet yang kuat dengan mengalirkan suatu arus listrik yang besar
melalui suatu kumparan tembaga, aluminium, atau materi yang lain yang
mempunyai hambatan listrik (electric resistance) rendah.14
Cooling-water flanges

(sandwitching the coil)

Cooling
Coil

Water
(Aluminium sheet)
Gambar 2.11.2-3 Metoda MRI dengan magnet resistif

Ciri-ciri sistem magnet resistif adalah sebagai berikut:

 Termasuk tidak mahal

 Gampang untuk menangani

 Biaya pemakaian sangat tinggi karena:


a. Arus sebesar 200 A mengalir
b. Harus ada aliran air untuk pendinginan sistem, karena panas yang terjadi
sangat tinggi
3. Magnet Superkonduktif (Superconductive Magnet/SCM)

Dari 3 macam magnet, magnet superkonduktif mungkin paling tidak dikenal.


Magnet ini adalah suatu magnet listrik yang menggunakan suatu kumparan
sebagai materi dengan suatu gejala superkonduktif terjadi. Gejala superkonduktif
adalah bahwa hambatan listrik (electrical resistance) dari suatu logam menjadi
nol bila metal didinginkan dengan temperatur yang sangat rendah (-272° C), dan
temperatur pada saat tersebut disebut temperatur kritis (critical temperatur).
Hambatan listrik menjadi nol berarti bahwa suatu arus besar dapat mengalir
dengan memakai tegangan (voltage) rendah beberapa volt.14
resistance
Electrical
Temperatur

Critical Temperatur Tc

Gambar 2.11.2-4 Gejala superkonduktif

Ciri-ciri sistem MRI dengan magnet superkonduktif adalah sebagai berikut:22

 Pemakaian daya listrik sangat rendah dibandingkan dengan sistem magnet


kumparan.

 Medan magnet yang kuat dapat dihasilkan karena arus listrik yang cukup besar
dapat dialirkan.

 Untuk mendapatkan temperatur yang sangat rendah, kumparan harus


dicelupkan ke dalam helium cair (-272° C).
Magnet superkonduktif memerlukan biaya daya listrik yang rendah daripada
magnet kumparan untuk mendapatkan medan magnet yang kuat, yang membuat
magnet superkonduktif lebih berguna, tetapi masalahnya adalah helium cair yang
dibutuhkan untuk mendinginkan kumparan.

Kekurangan dengan menggunakan helium cair adalah sebagai berikut:

1. Tidak mudah untuk menangani


2. Harga helium cair sangat mahal
3. Helium cair menguap pada kecepatan 0,6 sampai 0,7 liter/jam
4. Penggunaan kembali helium gas sesudah penguapan adalah sulit
2.11.3 Pelindung untuk MRI14

Dua macam pelindung (shield) sangat penting untuk MRI:

1. MRI dipengaruhi oleh noise radio

Gelombang elektromagnet yang digunakan MRI mempunyai frekuensi yang sama


dengan siaran radio. Jika sistem MRI yang dipasang tanpa pelindung (shield),
maka akan terpengaruh noise radio serta mempengaruhi mutu gambar (image)
yang dihasilkan. Untuk menjamin mutu gambar, seluruh sistem ruang MRI harus
diberi pelindung.

Radio-wave shield
Radio

noise

Gambar 2.11.3-1 Radio-wave (RF) shield

2. MRI dipengaruhi bahan magnet (pengaruh luar terhadap sistem MRI)

Jika ada suatu benda dari bahan magnet di sekeliling MRI, akan mengganggu
uniformity dari medan magnet yang menyebabkan mutu gambar menjadi rendah.
Pelindung magnet tidak diperlukan karena kasus ini tergantung pada kondisi
sekeliling.

2.11.4 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya21

Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar yang menurut jenisnya terdiri
dari :

a. Kesalahan geometrik
b. Kesalahan algoritma
c. Kesalahan pengukuran atenuasi.
Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :

a. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan fisiologi, karena gerakan jantung


gerakan pernafasan, gerakan darah dan cairan serebrospinal, gerakan yang
terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan, berkedip dan lain-lain.
b. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia dan pengaruh magnet.
c. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang seharusnya.
d. Artefak yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak lengkap.
e. Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan bentuk
gambaran akibat faktor kesalahan geometri, kebocoran dari tabir
radiofrekuensi. Akibat adanya artefak – artefak tersebut pada gambaran akan
tampak: gambaran kabur, terjadi kesalahan geometri, tidak ada gambaran,
gambaran tidak bersih, terdapat garis–garis dibawah gambaran, gambaran
bergaris garis miring, gambaran tidak beraturan.
Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRI, antara lain dilakukan dengan
cara :

a. Waktu pemotretan dibuat secepat mungkin memeriksa keutuhan tabir


pelindung radio frekuensi
b. Menanggalkan benda-benda yang bersifat ferromagnetic bila memungkinkan
c. Perlu kerja sama yang baik dengan pasien.
d. Pengambilan sample/gambar sebaiknya lebih dari satu kali.
e. Pengolahan citra yang dilakukan pada komputer (image processing) harus
sebaik mungkin.
2.11.5 Aplikasi Klinik Pemeriksaan MRI12

Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morfologik (lokasi, ukuran,


bentuk, perluasan dan lain-lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut dapat
diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh
aksial, sagittal, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan kemungkinan
patologinya.
Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :

1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada: kelenjar pituitary, lobang


telinga dalam, rongga mata, sinus.
2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke/infark, gambaran fungsi otak,
pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh darah seperti
aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi.
3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses degenerasi (HNP), tumor,
infeksi, trauma, kelainan bawaan.
4. Pemeriksaan Musculoskeletal untuk organ : lutut, bahu, siku, pergelangan
tangan, pergelangan kaki, kaki, untuk mendeteksi robekan tulang rawan,
tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain.
5. Pemeriksaan abdomen untuk melihat hati, ginjal, kantong dan saluran empedu,
pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli.
6. Pemeriksaan thorax untuk melihat: paru –paru, jantung.
Venografi ialah ujian radiologi untuk vena dengan menggunakan sinar-X
selepas suntikan medium kontras ke dalam vena melalui jarum atau kateter.
Venografi boleh dikira sebagai satu prosedur invasif untuk menilai saluran darah
vena. Prosedur ini diperlukan apabila vena perlu ditunjukkan secara jelas atau
apabila kaedah-kaedah lain tidak berjaya dilaksanakan. Venografi boleh
dilaksanakan untuk menunjukkan vena pada anggota badan di bahagian bawah,
atas, pada kepala dan vena yang lebih besar dalam dada atau di dalam abdomen.15

Karena tes Venogram mahal, tidak nyaman, dan membawa beberapa resiko,
itu sebagian besar telah digantikan oleh tes pencitraan kurang invasif. Namun,
venografi masih dapat dilakukan dalam kasus-kasus sulit tertentu untuk bisa
melihat lebih dekat padapembuluh darah.23 Pada wanita dengan DVT dicurigai,
venografi biasanya dilakukan hanya setelah tes lain telah gagal menemukan
bekuan. Sebagai contoh, USG mungkin gagal untuk menemukan bekuan, tapi tes
D-dimer positif dapat menunjukkan ada gumpalan di suatu tempat. Dalam kasus
ini, venografi dapat digunakan untuk mencoba untuk mencari bekuan USG
mungkin telah terjawab.23
Venografi masih tes pilihan untuk memvisualisasikan pembuluh darah pada
wanita dengan bawaan (dilahirkan) cacat dalam pembentukan pembuluh darah,
dan untuk merencanakan pengobatan untuk kondisi tersebut.23

Prinsip pemeriksaan ini adalah membandingkan resonansi magnetik antara


daerah dan aliran darah vena lancar dengan yang tersumbat bekuan darah.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi, namun belum luas
digunakan.23

2.11.6 Indikasi Pemeriksaan

 Deep Vein Thrombosis (DVT): pembekuan darah di pembuluh darah kaki dan
perut bagian bawah.
 Tromboflebitis: peradangan pada urat disebabkan oleh bekuan darah kepala
dan leher pengeringan.
 Serviks tulang rusuk: extra rib di leher
 Sindrom kompartemen: death meningkatkan tekanan dalam ruang tertutup
menyebabkan kematian jaringan.
 Penyakit urat kronis: dan membantu prosedur rencana untuk meningkatkan
aliran darah
 Kelainan bawaan dari sistem vena

2.11.7 Kontra Indikasi Pemeriksaan

 Anafilaksis (alergi serius terhadap obat atau makanan)


 Diabetes
 Memiliki riwayat perdarahan masalah atau sedang menggunakan obat-obatan
pengencer darah
 Ginjal kronik atau akut
 Ibu hamil atau menyusui.

2.11.8 Modalitas

 Foto konvensional
 CR (Computed Radiology)
 CT-scan (Computed Tomography scan)
 MRI (Magnetic Resonance Imaging)
 USG (Ultrasonography)
 DSA (Digital Subtraction Angiography)
Peralatan dan bahan peralatan tidak steril

 Flouroskopi unit dengan perangkat spot film


 Meja Radiografi
 Tourniquet band elastic
 Baju Pasien
Peralatan Steril :

 Wing needle
 Kontras Media
 Spuit
 Kapas Alkohol
 Kateter
 Kawat penunjuk (Guide Wire)

2.11.9 Persiapan Pasien

 Mengganti semua pakaian dan perhiasan mengenakan baju pasien


 Pemberian obat pengencer darah untuk mencegah penggumpalan selama
prosedur
 Puasa 4 – 8 jam sebelum prosedur pemeriksaan
 50 – 100 ml bahan kontras disuntikan
 Bolus diikuti oleh pencitraan radiografi sebagai bahan mengalir ke vena pusat

2.11.10 Teknik Pemeriksaan

 Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, kedua lengan dan kaki
berada di garis lurus meja pemeriksaan
 Posisi Objek : Posisi Ekstremitas bawah ( kaki ) diputar eksorotasi.
 Teknik Pemasukan bahan kontras media.
 Pheriperal Venography biasanya memakan waktu 30 sampai 45 menit.
Pemasukan bahan kontras Peripheral Venography terbagi menjadi 2 :

1. Ascending Venography

Dimulai dengan penempatan kateter dalam pembuluh darah perifer. Perangkat


jalur akses yang paling sering digunakan adalah kateter intravena pendek
dimasukkan ke dalam vena superfisial pada dorsum tangan atau kaki.

Posisi Pasien: ekstremitas atas dapat dilakukan dengan pasien berbaring,


sedangkan ekstremitas bawah biasanya dilakukan pada meja fluoroskopi miring
dengan pasien awalnya dalam posisi berdiri kemudian dibaringkan sesuai
kebutuhan untuk melihat anatomi dan fisiologinya.23

2. Descending Venography

Selalu membutuhkan akses kateter langsung ke dalam vena. Dalam kebanyakan


kasus situs akses vena femoralis kontra lateral ke sisi yang diperiksa.23
2.11.11 Gambaran MRI

Gambar 2.11.11-1 Gambaran MRV tanpa DVT.


Gambar 2.11.11-2 Gambaran DVT pada vena femoral

Gambar 2.11.11-3 Gambaran DVT pada vena iliaka.


BAB III

KESIMPULAN

Deep vein trombosis (DVT) merupakan suatu kondisi dimana trombus terbentuk
pada vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh
darah dan jaringan disekitar vena. DVT merupakan kelainan kardiovaskular
tersering nomor tiga setelah penyakit jantung koroner dan stroke. DVT terjadi
pada kurang lebih 0,1% orang/tahun. Insidennya meningkat 30 kali lipat
dibanding dekade yang lalu. Gejala dan tanda klinis DVT mungkin asimtomatis
atau pasien mengeluh nyeri, bengkak, rasa berat, gatal atau varises vena yang
timbul mendadak. Bengkak dan nyeri merupakan gejala utama dan tergantung
pada lokasi. Sifat nyeri biasanya terus menerus dan tiba-tiba. Nyeri dapat
bertambah dengan meningkatnya aktivitas atau jika berdiri dalam jangka waktu
lama. Karakteristik manifestasi DVT dapat berupa tungkai bengkak unilateral,
gambaran eritrosianotik, dilatasi vena superficial, suhu kulit meningkat atau nyeri
tekan pada paha atau betis. Kecurigaan trombosis vena secara klinis harus
dikonfirmasi dengan tes yang terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan
radiologis. Tes laboratorium adalah Simplie-red D-dimer. Pemeriksaan radiologis
menggunakan Venous compression duplex ultrasonography, MRI DAN CTSCAN
dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa lebih baik. Profilaksis dapat
dilakukan dengan cara aktivasi koagulasi darah (profilaksis farmakologis) dan
pencegahan stasis vena (profilaksis mekanis).1,3,4,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Patel, Kaushal et al. deep Venous Trombosis. Avalible in:


www.medscape.com.( Accessed 15 April 2012 ).

2. Hetcher, John et al. Prevention of Venous


Thromboembolism.Australia.2008

3. Ennis,Robert et al. deep venous Trombosis Propylaxis in Ortopedic


Surgery. Avalaible in :www.medscape.com ( Accessed 15 April 2012 )

4. Lilly, Leonard. Pathopysiology of Hearth Disease 5th Edition. London:


Lippincott; 2011

5. Baksa, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006

6. Deitelzweig, Steven et al. prevention of venous Thromboembolism in The


Ortopedic Surgery Patient. Cleveland clinic journal of Medicine. 2008; 75
(3) : 27-36

7. Kearon, Clive et al. antithrombotic Therapy for Venous Thromboemboli


Disease : American College of Chest Physicians Evidence-Based Practice
Guidline ( 8th Edition). Journal of American Colleg of Chest Physicians.
2008; 133 (10) : 475-510

8. Tosadak, Uddin et al. aetiology and Prevention of Venous


Thromboembolism. National Journal Medicine. 2007; 331 (24): 70-81
9. David, Samam. Management of Prevention of Deep Vein Trombosis in
General Practice.2006; 25 (3): 1-19
10. Proven Outcome in Acutely III Medical Patient from Landmark
MENDENOX Trial. Avalaible in :www.lovenox.com.( Accessed 15 April
2012 )
11. Ketz, Jelf. Enoxaparin Clinical Pearl. Avalaible
in:www.clevelandclinicmeded.com. (Accessed 15 April 2012)
12. Juita, Skolatika. Diagnostik USG. Surabaya; 2015
13. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/53816/Chapter
%20II.pdf?sequence=3&isAllowed=y
14. http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/328/7441/655
15. Haenen JH, Wollersheim H, Janssen MC, et al. Evolution of deep venous
thrombosis: a 2-year follow-up using duplex ultrasound scan and strain-
gauge plethysmography. J Vasc Surg. 2001 Oct. 34(4):649-55. [Medline].
16. Haenen JH, Wollersheim H, Janssen MC, et al. Evolution of deep venous
thrombosis: a 2-year follow-up using duplex ultrasound scan and strain-
gauge plethysmography. J Vasc Surg. 2001 Oct. 34(4):649-55. [Medline].
17. https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC2783129_1757-
1626-2-173-2&req=4
18. Spritzer CE, Norconk J, Sostman H, et al. Detection of deep venous
thrombosis by MRI. Chest 1993;104:54-60. [Crossref] [PubMed]
19. source: Mosby 2003
in www.elcamino.edu/faculty/mcolunga/RT%20255/Venography%20&%
20Lymphography.ppt
20. Kim T, Murakami T, Hori M, et al. Efficacy of multislice helical CT
venography for the diagnosis of deep venous thrombosis: comparison with
venous sonography. Radiat Med 2004;22:77-81. [PubMed]
21. Smityh, Francis W, NMR Historical Aspects in Modern
Neuroradiological.
22. Barry R. Friedman, et al. Principles of MRI. Mc Graw Hill Information
ServiceCompany,New York , 2008
23. Edelman, Robert R, et. El. Clinical Magnetic Resonance Imaging. WB.
Saunders Co. Toronto. 2016.
24. SusySuswaty,Prosedure Teknik Penggambaran MRI, Makalah yang
disampaikan pada Pelatihan Dosen APRO Depkes . Jakarta , 2002.

Anda mungkin juga menyukai