Andi Susanto
Just another Blog Universitas Jember site
Search for:
Recent Posts
Recent Comments
Archives
May 2015
April 2015
Categories
Uncategorized
Meta
Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.org
Latar Belakang
Varises merupakan pembuluh darah balik yang mengalami pelebaran. Kita bisa melihat varises di
bawah kulit kita. Bentuknya biasanya memanjang dan menonjol, menyerupai bentuk kabel yang
agak panjang. Pembuluh darah tersebut berwarna biru gelap bahkan cenderung ungu karena
kadar oksigennya sedikit. Varises tidak hanya timbul di kaki tapi juga pada bagian lainnya seperti
vulva (bibir vagina), testis pada lelaki, anus yang berujung pada ambien dan juga daerah
kerongkongan.
Penyakit vena kronis maupun insufisiensi vena kronis sering disebutoleh orang awam dengan
istilah varises. Kelainan pada pembuluh darah venaini menempati tempat yang pertama untuk
dibicarakan, karena kasusnyaadalah yang paling sering dan terbanyak ditemukan dalam klinik
rawat jalan bedah vaskular.
Walaupun kelainan vena kronis pada ekstremitas inferior tidak mengancam jiwa, tetapi
menimbulkan morbiditas yang nyata danmemerlukan pengelolaan yang benar (Yuwono, 2010).
Varises berhubungan erat dengan kelemahan struktur tonus otot pembuluh darah balik atau vena.
Pada dasarnya vena tidak mempunyai cukup kekuatan untuk mendorong darah kembali ke
peredaran, karena arah alirannya ke atas. Untuk membantu darah bergerak ke atas, vena
dilengkapi katup. Katup terbuka untuk membiarkan darah mengalir, kemudian katup menutup
kembali setelah darah melaluinya. Jika tonus otot di sekitar pembuluh vena kurang
kekuatannya/lemah, maka terjadilah stasis (aliran darah terhenti) dan darah cenderung
berkumpul di dasar vena, sehingga vena melebar. Akibatnya, timbul pengendapan-pengendapan
darah pada pembuluh vena yang kemudian membentuk tonjolan-tonjolan besar berkelok-kelok
berwarna kebiru-biruan, yang kemudian kita kenal sebagai varises.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa varises vena;
Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang kontinu serta terbagi
menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik. Sirkuit pulmonal menghantarkan darah dari jantung ke
paru, di mana darah dioksigenasi dan kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik atau
sistem vaskular perifermeliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan kapiler, dimana sistem ini
membawa darahdari jantung ke seluruh organ dan jaringan lain dan kemudian membawa darah
kembali ke jantung (Jones, 2009).
Gambar 1.1 Sistem sirkulasi tubuh manusia
Secara umum, pembuluh darah dalam sistem vaskuler terdiri atas tiga jenis, yaitu arteri, vena,
dan kapiler (Jones, 2009).
1. Arteri
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung dandisebarkan
ke berbagai jaringan tubuh melalui cabangnya. Arteri yang mempunyai diameter kurang
lebih 25mm (1 inchi) mempunyai banyak cabang. Cabang itu kemudian dibagi bagi lagi menjadi
pembuluh darah yang lebih lebih kecil, arteri dan arteriol yang berukuran 4 mm (0.16 inchi) yang
mengalirkan darah menuju ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Pembuluh darah arteri adalah
jenis pembuluh darah berotot yang berfungsi membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh.
Arteri tersusun atas otot polos yang tebal dan serat elastis. Serat yang kontraktil dan elastis
membantu menahan tekanan yang dihasilkan saat jantung mendorong darah menuju sirkulasi
sistemik. Arteri utama/mayor dari sirkulasi sistemik meliputi aorta, karotis, subklavia dan iliaka.
Aorta melengkung membentuk seperti busur di belakang jantung dan turun ke bawah hingga
pertengahan tubuh. Arteri lain merupakan cabang dari aorta dan mengalirkan darah menuju
kepala, leher dan organ-oragan utama di dalam abdomen. Arteri karotis bergerak naik di dalam
leher dan mengalirkan darah ke organ di dalam kepala dan leher, termasuk otak. Arteri subklavia
mengalirkan darah menuju lengan, dinding dada, bahu, punggung, dan sistem saraf pusat. Arteri
iliaka mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.
Gambar 1.2 Arteri-arteri utama sistem sirkulasi
Pada ekstremitas atas, setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri subklavia menjadi arteri
aksilaris. Arteri aksilaris kemudian menyeberangi aksila dan menjadi arteri brakhialis yang
terletak di dalam lekukan/sulkus bisep-trisep pada lengan atas. Arteri brakhialis mengalirkan
sebagian besar darah menuju lengan. Pada fosa kubiti (yaitu lipatan siku), arteribrakhialis
bercabang menjadi arteri radialis dan arteri, yang meluas ke lengan bawah dan selanjutnya
bercabang menjadi arkus palmaris yang mengalirkan darah ke telapak tangan.
Gambar 1.3 Arteri-arteri pada tangan (ekstremitas atas)
Lalu pada ekstremitas bawah, setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka selanjutnya menjadi
arteri femoralis, yang bergerak turun di sebelah anterior paha (Gambar 1.3). Arteri femoralis
mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian bawah paha, arteri femoralis
menyilang di posterior dan menjadi arteri poplitea. Di bawah lutut, arteri poplitea terbagi
menjadi arteri tibialis anterior dan tibialis posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah
depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung telapak kaki dan menjadi arteri
dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah
dan bercabang menjadi arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.
Gambar 1.3 Arteri-arteri pada kaki (ekstremitas bawah)
2. Vena
Setelah dihantarkan melalui sistem vaskular arteri dan menuju jaringan tubuh dan organ, darah
dikosongkan menuju jaringan vena yang tersusun menyebar yang dan pada akhirnya
mengembalikan darah ke atrium kanan jantung. Fungsi pembuluh darah vena (balik) adalah
membawa kembali darah menuju jantung. Di dalam pembuluh darah vena ini, terdapat katupkatup yang berungsi mencegah terjadinya aliran balik (refluks).
Sistem vena berjalan berdampingan dengan sistem arteri dan memiliki nama yang sama
walaupun terdapat perbedaan mayor antara sistem arteri dan sistem vena di leher dan
ekstremitas. Arteri didaerah ini terletak dalam di bawah kulit dan terlindung oleh tulang dan
jaringan lunak. Sebaliknya, dua set vena perifer biasanya ditemukan di leher dan ekstremitas,
satu superficial dan satu lagi terletak lebih dalam. Vena superficial terletak dekat dengan
permukaan kulit, mudah untuk dilihat, dan membantu untuk mengatur suhu tubuh. Saat suhu
tubuh, menjadi rendah, aliran darah arteri menjadi berkurang, dan vena vena superfisial dilewati.
Sebaliknya, saat tubuh menjadi kelebihan panas, aliran darah ke kulit meningkat, dan vena
superfisialis berdilatasi.
bagian bawah dan btis bagian atas. Akhir dari perjalanan VSM berakhir di vena femoralis
bercabangan ini disebut dengan Safenofemoral junction pada pertemuan antara vena safena
magna dengan vena femoralis terdapat katup terakhir dari VSM.
3. Kapiler
Pembuluh kapiler merupakan pembuluh sebagai tempat terjadinya pertukaran zat yang menjadi
fungsi utama sistem sirkulasi. Pembuluh kapiler adalah pembuluh yang menghubungkan cabangcabang pembuluh nadi dan cabang-cabang pembuluh balik yang terkecil dengan sel-sel tubuh.
Pembuluh nadi dan pembuluh balik itu bercabang-cabang dan ukuran cabang-cabang pembuluh
itu semakin jauh dari jantung semakin kecil. Pembuluh kapiler sangat halus dan berdinding tipis.
Gambar 1.8 Pembuluh darah kapiler
Definisi
Varises (vena varikosa) adalah pelebaran dari vena superfisial yang menonjol dan berliku-liku
pada ekstremitas bawah, sering pada distribusi anatomis dari vena safena magna dan parva
(Grace, 2006). Varises adalah vena normal yang mengalami dilatasi akibat pengaruh peningkatan
tekanan vena. Varises ini merupakan suatu manifestasi yang dari sindrom insufisiensi vena
dimana pada sindrom ini aliran darah dalam vena mengalami arah aliran retrograde atau aliran
balik menuju tungkai yang kemudian mengalami kongesti.
Gambar 1.9 Aliran darah balik pada varises vena
Varises (varices) merupakan suatu kondisi pembuluh darah balik (vena) yang melebar
danberkelok-kelok akibat gangguan (hambatan) aliran darah. Bila hanya melebar saja disebut
venektasi. Ini terjadi lantaran ketidakmampuan katup (klep) vena dalam mengatur aliran darah.
Akibatnya aliran darah yang seharusnya mengalir lancar kearah jantung, mengalami hambatan
dan terjadi arus balik sebagian aliran darah dalam pembuluh darah vena, sehingga pembuluh
darah vena melebar dan berkelok-kelok.Varises terutama paling sering terjadi pada tungkai
ekstremitas bawah. Selain itu, varises juga bisa terjadi pada daerah vulva, skrotum, esophagus
bagian distal, dan rektum.
Epidemiologi
Insidensi dari varises telah dipelajari dari sejumlah study cross sectional. Pada tahun 1973,
Komunitas Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat memperkirakansekitar 40 juta orang (26 juta
diantaranya adalah wanita) di Amerika Serikat mengalamivarises. Pada tahun 1994, sebuah
Review Study oleh Callam menyatakan bahwa setengah dari populasi orang dewasa memiliki
gejala penyakit vena (wanita 5055% ; pria 4050%) dan lebih sedikit dari setengahnya yang
menunjukkan gejala varises (wanita 2025% ; pria 1015%). Umur dan jenis kelamin
merupakan faktor risiko utama terjadinya varises (Lew, 2009).
Saat ini, diperkirakan varices pada ektremitas bawah terjadi pada satu diantara lima orang di
dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang yang pekerjaannya menuntut untuk
berdiri lama. Varises lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki pada beberapa tingkat
umur. Pada penelitian kesehatan komunitas Tecumsech, varises ditemukan72% pada wanita
berumur 6069 tahun dan hanya 1% pada laki-laki berumur 2029tahun. Angka prevalensi
penyakit vena didapatkan lebih tinggi pada negara barat dan negara industri daripada negara
kurang berkembang (Beale, 2005).
Etiologi
Etiologi yang menyebabkan terjadinya varises vena belum diketahui secara pasti. Ada yang
terjadi karena herediter (misalnya kelemahan pada vena sejak lahir), ada juga yang terjadi karena
penyakit lain (misalnya akibat gejala sisa trombosis vena profunda yang dilatasi vena kolateral
dan kerusakan katup vena profunda.
Berbagai faktor intrinsik berupa kondisi patologis dan ekstriksi yaitu faktorlingkungan
bergabung menciptakan spektrum yang luas dari penyakit vena. Penyebab terbanyak dari varises
vena adalah oleh karena peningkatan tekanan vena superfisialis, namun pada beberapa penderita
pembentukan varises vena ini sudah terjadi saat lahir dimana sudah terjadi kelenahan pada
dinding pembuluh darah vena walaupun tidak adanya peningkatan tekanan vena.Pada pasien ini
juga didapatkan distensi abnormal vena di lengan dan tangan.
Meskipun begitu, terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya varises vena
pada seseorang. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya varises vena adalah sebagai
berikut.
1. Faktor keturunan (herediter)
Herediter merupakan faktor penting yang mendasari terjadinya kegagalan katup primer, namun
faktor genetik spesifik yang bertanggung jawab terhadap terjadi varises masih belum diketahui.
Pada penderita yang memiliki riwayat refluks pada safenofemoral junction (tempat dimana v.
Safena Magna bergabung dengan v. femoralis kommunis) akan memiliki risiko dua kali lipat.
Pada penderita kembar monozigot, sekitar 75% kasus terjadi pada pasangan kembarnya.angka
prevalensi varises vena pada wanita sebesar 43% sedangakan pada laki-laki sebesar 19%. Varises
biasanya terjadi saat dewasa akibat perubahan hormon dan bertambahnya berat badan.
Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama padabeberapa anggota keluarga dan
gambaran varises pada usia remaja, kemungkinan besar disebabkan oleh faktor keturunan.
Sekitar 15% pasien menderita varises karena adanya riwayat keluarga yang juga menderita
varises.
2. Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil dapat
menyebabkan kaki semakin terbebani. Akibatnya, aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal paha
dan perut bagian bawah pun dapat terhambat sehingga juga dapat menimbulkan varises pada
ekstremitas.
Kehamilan meningkatkan kerentangan menderita varises karena pengaruh faktor hormonal
dalam sirkulasi yang dihubungkan dengan kehamilan. Hormon progesterone yang meningkat
saat kehamilan iniakan meningkatkan kemampuan distensi dinding vena dan melunakkan daun
katup vena. Pada saat yang bersamaan, vena harus mengakomodasikan peningkatan volume
darah sirkulasi. Pada akhir kehamilan, terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus
yang membesar. Penekanan pada v. cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena
dan distensi vena tungkai sekunder. Berdasarkan mekanisme tersebut, varises vena pada
kehamilan mungkin akan menghilang setelah proses kelahiran. Pengobatan pada varises yang
sudah ada sebelum kehamilan akan menekan pembentukan varises pada vena yang lain selama
kehamilan.
3. Kurang gerak/olahraga
Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot sekitar pembuluh darah vena tidak
mampu memompa darah secara maksimal. Hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya varises
vena pada ekstremitas kaki.
4. Jenis kelamin wanita
Setiap orang khususnya wanita rentan menderita varises vena, hal ini dikarenakan pada wanita
secara periodik terjadi distensi dinding dan katup vena akibat pengaruh peningkatan hormon
progrestron. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada wanita dengan rasio perbandingan wanita
terhadap pria adalah 5:1.
5. Usia
Usia juga turut mempengaruhi kejadian penyakit varises vena. Usia yang berisiko terjadi
penyakit ini adalah usia lebih dari 37 tahun, terutama pada wanita (akibat kehamilan), dan usia
antara 6070 tahun, baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Umur merupakan faktor risiko
independen dari varises. Pada umur tua atau lanjut, terjadi atropi pada lamina elastis dari
pembuluh darah vena dan terjadi degenerasi lapisan otot polos meninggalkan kelemahan pada
vena sehingga meningkatkan kerentanan mengalami dilatasi. Hal ini dapat memicu terjadinya
varises vena pada ekstremitas.
6. Obesitas
Obesitas juga dapat meningkatkan risiko terjadinya varises vena. Seseorang dengan berat badan
lebih dari 115% dari BBR (Berat Badan Relatif) lebih berisiko menderita penyakit ini.
7. Obstruksi pembuluh darah (misalnya trombosis, DVT, tromboemboli)
Varises vena juga dapat terjadi apabila penekanan akibat adanya obstruksi. Obstruksi akan
menciptakan jalur bypass yang penting dalam aliran darah vena ke sirkulasi sentral, maka dalam
keadaan vena yang mengalami varises tidah dianjurkan untuk diablasi.
8. Faktor berdiri lama (Orthostatik)
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah beban kerja
pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisitersebut tekanan vena 10 kali lebih besar,
sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi
inkompetensi pada katup. Keadaan tertentu seperti berdiri terlalu lama dapat memicu terjadinya
peningkatan tekanan hidrostatik dalam vena, sehingga akan menyebabkan distensi vena kronis
dan inkompetensi katup vena sekunder dalam sistem vena superfisialis. Jika katup penghubung
vena dalam dengan vena superfisialis di bagian proksimal menjadi inkompeten, maka akan
terjadi perpindahan tekanan tinggi dalam vena dalam ke sistem vena superfisialis dan kondisi ini
secara progresif menjadi irreversibel dalam waktu singkat. Bila pekerjaan mengharuskan banyak
berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya
dengan berjalan di tempat, agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.
Klasifikasi
Varises atau vena varikosa diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut Sabiston (1994), yaitu:
1. vena varikosa primer, merupakan kelainan tersendiri vena superficial ekstremitas bawah;
2. vena varikosa sekunder, merupakan manifestasi insufisiensi vena profunda dan disertai
dengan beberapa stigmata insufisiensi vena kronis, mencakup edema, perubahan
kulit, dermatitis stasis dan ulserasi.
Berdasarkan penyebabnya, varises juga dibedakan menjadi dua, yaitu varises primer dan varises
sekunder. Varises primer adalah varises yang terjadi karena kelemahan pada vena yang bersifat
herediter, sehingga terbentuk varises yang primer dan spontan. Kelainan ini biasanya didapatkan
sejak lahir atau diturunkan secara genetik. Penyebab varices primer adalah kelemahan struktural
pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena,
karena daun katup tidak mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varices primer cenderung
terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya
resistensi jaringan subkutan.
Sedangkan varises sekunder merupakan gejala sisa trombosis vena profunda akibat dilatasi vena
kolateral dan kerusakan katup vena profunda. Varices sekunder disebabkan oleh gangguan
patologi sistem vena dalam, yang timbul kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini
menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan, penghubung, atau kolateral. Misalnya, kerusakan
katup vena pada sistem vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan
statis, dan penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung
(penyambung) tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit vena dalam akan
menyebabkan aliran balik darah ke dalam vena penghubung. Darah vena akan dialirkan ke vena
permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan factor predisposisi timbulnya varices sekunder
pada vena-vena permukaan. Pada keadaan ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh
kolateral untuk sistem vena dalam,memirau darah dari daerah yang mati (Bakta, 2007).
Berdasarkan atas ukuran besar diameter pembuluh vena yang menderita varises, terdapat
pembagian atau klasifikasi seperti berikut:
1. varises vena safena magna dan atau vena safena parva (varises stem);
2. varises percabangan dari vena safena (varises retikularis);
3. varises venula (hyphen-webs atau spider-vein atau telangiektasia) yangberukuran paling
halus, yaitu berdiameter 12 mm, berbentuk seperti jaring laba-laba, yang memucat
dengan tekanan ringan (Yuwono, 2010).
Secara klinis, varises tungkai (ekstremitas bawah) dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu
varises trunkal, varisesretikular, dan varises kapilar. Varises trunkal merupakan varises yang
terjadi pada v.safena magnadan v.safena parava. Varises retikular adalah varises yang menyerang
cabang v.safena magna atau parva yang umumnya kecil dan berkelok-kelok hebat. Varises
kapilar merupakan varises pada kapiler vena subkutan yang tampak sebagai kelompok serabut
halus dari pembuluh darah (Jong, 2005).
Sesuai dengan berat ringannya, varises dibagi atas empat stadium (Jong,2005).
Tabel 5.1 Stadium Varises pada Ibu Hamil
Stadium
I
II
III
IV
Gambaran Klinis
Keluhan samar tidak jelas
Pelebaran vena
Varises tampak jelas
Kelainan kulit dan/atau tukak karena sindrom insufisiensi vena
menahun
Patofisiologi
Menurut Beale (2005), pada keadaan normal, katup vena bekerja satu arah dalam mengalirkan
darah vena naik keatas dan masuk ke dalam. Pertama darah dikumpulkan dalam kapiler vena
superfisialis kemudian dialirkan ke pembuluh vena yang lebih besar, akhirnya melewati katup
vena ke vena profunda yang kemudian ke sirkulasi sentral menuju jantung dan paru.Vena
superficial terletak suprafasial, sedangkan vena profunda terletak di dalam fasia dan otot.Vena
perforate mengijinkan adanya aliran darah dari vena superfisial ke vena profunda.
Di dalam kompartemen otot, vena profunda akan mengalirkan darah naik keatas melawan
gravitasi dengan dibantu oleh adanya kontraksi otot yang menghasikan suatu mekanisme pompa
otot. Pompa ini akan meningkatkan tekanan dalam vena profunda sekitar 5 atm. Tekanan sebesar
5 atm tidak akan menimbulkan distensi pada vena profunda dan selain itu karena vena profunda
terletak di dalam fasia yang dapat mencegah distensi berlebihan. Tekanan dalam vena superficial
normalnya sangat rendah, apabila mendapat paparan tekanan tinggi yang berlebihan akan
menyebabkan distensi dan perunbahan bentuk menjadi berkelok-kelok.
Keadaan lain yang menyebabkan vena berdilatasi secara berlebihan dapat dilihat pada pasien
dengan dialisis shunt dan pasien dengan arteri vena malformation spontan. Pada pasien tersebut,
terjadi peningkatan tekanan dalam pembuluh darah vena yang memberikan respon terhadap vena
menjadi melebar dan berkelok-kelok. Pada pasien dengan kelainan heresiter, berupa kelemahan
pada dinding pembuluh darah vena, tekanan vena normal pada pasien ini akan menyebabkan
distensi pembuluh darah vena paling sering dan vena menjadi berkelok-kelok.
Peningkatan di dalam lumen paling sering disebabkan oleh terjadinya insufisiensi vena dengan
adanya refluks yang melewati katup vena yang inkompeten, baik terjadi pada vena profunda
maupun pada vena superficial. Peningkatan tekanan vena yang bersifat kronis juga dapat
disebabkan oleh adanya obstruksi aliran darah vena. Penyebab obstruksi ini dapat oleh karena
thrombosis intravascular atau akibat adanya penekanan dari luar pembuluh darah. Pada pasien
dengan varises oleh karena obstruksi tidak boleh dilakukan ablasi pada varisesnya karena segera
menghilang setelah penyebab obstruksi dihilangkan.
Gambar 2.1 Patofisiologi varises vena
Kegagalan katup pada vena superfisal paling umum disebabkan oleh karena peningkatan tekanan
di dalam pembuluh darah oleh adanya insufisiensi vena. Penyebab lain yang mungkin dapat
memicu kegagalan katup vena yaitu adanya trauma langsung pada vena adanya kelainan katup
karena thrombosis. Bila vena superficial ini terpapar dengan adanya tekanan tinggi dalam
pembuluh darah, pembuluh vena ini akan mengalami dilatasi yang kemudian terus membesar
sampai katup vena satu sama lain tidak dapat saling bertemu.
Kegagalan pada satu katup vena akan memicu terjadinya kegagalan pada katup-katup lainnya.
Peningkatan tekanan yang berlebihan di dalam system vena superfisial akan menyebabkan
terjadinya dilatasi vena yang bersifat lokal. Setelah beberapa katup vena mengalami kegagalan,
fungsi vena untuk mengalirkan darah ke atas dan ke vena profunda akan mengalami gangguan.
Tanpa adanya katup-katup fungsional, aliran darah vena akan mengalir karena adanya gradient
tekanan dan gravitasi.
Varises vena pada kehamilan paling sering disebabkan oleh karena adanya perubahan hormonal
yang menyebabkan dinding pembuluh darah dan katupnya menjadi lebih lunak dan lentur,
namun bila terbentuk varises selama kehamilan hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk
menyingkir adanya kemungkinan disebabkan oleh keadaan DVT akut.
Kerusakan yang terjadi akibat insufisiensi vena berhubungan dengan tekanan vena dan volume
darah vena yang melewati katup yang inkompeten. Sayangnya penampilan dan ukuran dari
varies yang terlihat tidak mencerminkan keadaan volume atau tekanan vena yang sesungguhnya.
Vena yang terletak dibawah fasia atau terletak subkutan dapat mengangkut darah dalam jumlah
besar tanpa terlihat ke permukaan. Sebaliknya peningkatan tekanan tidak terlalu besar akhirnya
dapat menyebabkan dilatasi yang berlebihan.
Telaah tentang penyakit vena umumnya dititikberatkan pada kelainan vena di tungkai, karena
tungkailah yang paling besar menyangga beban hidrostatik dan gangguan peredaran darah vena
tungkai paling sering terjadi. Gangguan lain yang mungkin merupakan sebab awal dari kelainan
sistem vena adalah faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis seperti yang dikemukakan
oleh Virchow dengan triasnya, yaitu kelainan dinding, stasis atau hambatan aliran, dan
kecenderungan pembekuan darah (Jong, 2005).
Secara diagram dapat dijelaskan sebagai berikut:
Vena ekstremitas bawah
Kehilangan kompetensi katup
dan lama Pembesaran dimensi transversa dan longitudinal
Distensi terus-menerus
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada penderita penyakit varises (vena varikosa) adalah
sebagai berikut:
1. Tegang, kram otot, sampai kelelahan otot tungkai bawah.
2. Edema tumit dan rasa berat tungkai dapat pula terjadi, sering terjadi kram di malam hari.
3. Terjadi peningkatankepekaan terhadap cedera dan infeksi.
4. Apabila terjadi obstruksi vena dalam (DVT) pada varises, pasien akan menunjukkan
tanda dan gejala insufisiensi vena kronis, seperti edema, nyeri, pigmentasi, dan ulserasi.
5. Gejala subjektif biasanya lebih berat pada awal perjalanan penyakit, lebih ringan pada
pertengahan dan menjadi berat lagi seiring berjalannya waktu. Gejala yang muncul
umumnya berupa kaki terasa berat, nyeri atau kedengan sepanjang vena, gatal, rasa
terbakar, kram pada malam hari, edema, perubahan kulit dan kesemutan. Nyeri biasanya
tidak terlalu berat, namun dirasakan terus-menerus dan memberat setelah berdiri terlalu
lama.
6. Nyeri yang disebabkan oleh insufisiensi vena; membaik bila beraktifitas seperti berjalan
atau dengan mengangkat tungkai, sebaliknya nyeri pada insufisiensi arteri akan
bertambah berat bila berjalan dan tungkai diangkat (Cheatle & Scott, 1998; Bergan, et al.,
2006).
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat penyakit varises vena adalah sebagai berikut:
1. Trauma pada nervus safenus dan suralis dengan diserta hiperestesia kulit.
2. Pembentukan hematoma subkutis dan kadang-kadang stripiing arteri tak sengaja.
3. Dermatitis, menyebabkan ruam kemerahan, bersisik dan terasa gatal atau daerah
kecoklatan biasanya pada bagian dalam tungkai, di atas pergelangan kaki. Penggarukan
atau luka kecil bisa menyebabkan terbentuknya ulkus (borok) yang terasa nyeri dan tidak
sembuh-sembuh.
4. Flebitis, bisa terjadi secara spontan atau setelah suatu cedera, biasanya menimbulkan
nyeri tetapi tidak berbahaya.
5. Perdarahan, jika kulit diatas varises sangat tipis cedera ringan (terutama karena
penggarukan atau pencukuran) bisa menyebabkan perdarahan.
Prognosis
Pasien harus diberi informasi bahwa terkadang penbedahan yang dilakukan secara berhati-hati
mungkin tidak dapat mencegah perkembangan varises tambahan sehingga penbedahan atau
skleroterapi menjadi penting. Hasil baik berupa perbaikan gejala biasa ditunjukan oleh banyak
pasien. Jika varises berat kembali muncul sesudah pembedahan, kelengkapan ligasi harus
dipertayakan, dan eksplorasi ulang pada daerah sefena femoral mungkin diperlukan. Sesudah
pengobatan yang adekuat, perubahan jaringan sekunder selalu tidak mengalami kemunduran.
Penegakan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnostik penyakit varises (vena varikosa), perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan berikut.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem vena penuh dengan kesulitan karena sebagian besar sistem vena
profunda tidak dapat dilakukan pemeriksaan langsung seperti inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi. Pada sebagian besar area tubuh, pemeriksaan pada sistem vena superfisial harus
mencerminkan keadaan sistem vena profunda secara tidak langsung.
Pemeriksaan vena dapat dilakukan secara bertahap melalui inspeksi, palpasi, perkusi, dan
pemeriksaan menggunakan Doppler. Hasil pemeriksaan tersebut nantinya dibuatkan peta
mengenai gambaran keadaan vena yang di terjemahkan ke dalam bentuk gambar. Gambar ini
akan memberikan informasi mengenai penatalaksanaan selanjutnya.
1. Inspeksi
Inspeksi tungkai dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang. Region perineum,
pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan inspeksi. Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya
ulserasi, telangiektasi, sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena
prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi sklerotan sebelumnya.Setiap
lesi yang terlihat seharusnya dilakukan pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan.
Vena normalnya terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki. Pelebaran vena
superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai biasanya merupakan suatu kelainan.
Pada seseorang yang mempunyai kulit yang tipis vena akan terlihat lebih jelas.
Stasis aliran darah vena yang bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial pergelangan
kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur kulit. Ulkus dapat terjadi dan
sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh
adanya insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan gejala berupa ulkus
yang berloksi pada sisi lateral.
1. Palpasi
Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena. Seluruh permukaan kulit dilakukan
palpasi dengan jari tangan untuk mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke
permukaan kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal dan
abnormal.Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat diidentifikasi adanya kelainan vena
superfisial. Penekanan yang lebih dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena
profunda.
Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk menilai keadaan SVM kemudian
dilanjutkan pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang merupakan
cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi pada permukaan posterior untuk
meinail keadaan VSP. Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri distal dan
proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri dengan menghitung indeks ankle-brachial.
Nyeri pada saat palpasi kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan, thrombosis
vena.Empat puluh persen DVT didapatkan pada palpasi vena superfisialis yang mengalami
trombosis.
1. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan katup vena superfisial. Caranya adalah dengan
mengetok vena bagian distal dan dirasakan adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di
bagian proksimal. Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan dirasakan
adanya gelombang tersebut.
2. Pemeriksaan Klinis
Setelah melakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan klinis berikut untuk
menegakkan diagnose penyakit varises (vena varikosa). Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini
meliputi tes Perthes (manuver Perthes), tes trendelenburg, dan tes Doppler (auskultasi
menggunakan Doppler).
1. Manuver Perthes
Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara aliran darah retrograde dengan
aliran darah antegrade. Aliran antergrade dalam sistem vena yang mengalami varises
menunjukkan suatu jalur bypass karena adanya obstruksi vena profunda. Hal ini penting karena
apabila aliran darah pada vena profunda tidak lancar, aliran bypass ini penting untuk menjaga
volume aliran darah balik vena ke jantung sehingga tidak memerlukan terapi pembedahan
maupun skeroterapi.
Untuk melakukan manuver ini pertama dipasang sebuah Penrose tourniquet atau diikat di bagian
proksimal tungkai yang mengalami varises. Pemasangan tourniquet ini bertujuan untuk menekan
vena superfisial saja. Selanjutnya pasien disuruh untuk berjalan atau berdiri sambil
menggerakkan pergelangan kaki agar sistem pompa otot menjadi aktif. Pada keadaan normal
aktifitas pompa otot ini akan menyebabkan darah dalam vena yang mengalami varises menjadi
berkurang, namun adanya obstruksi pada vena profunda akan mengakibatkan vena superficial
menjadi lebih lebar dan distesi. Perthes positif apabila varises menjadi lebih lebar dan kemudian
pasien diposisikan dengan tungkai diangkat (tes Linton) dengan tourniquet terpasang. Obstruksi
pada vena profunda ditemukan apabila setelah tungkai diangkat, vena yang melebar tidak dapat
kembali ke ukuran semula.
1. Tes Trendelenburg
Tes Trendelenburg sering dapat membedakan antara pasien dengan refluks vena superfisial
dengan pasien dengan inkompetensi katup vena profunda. Tes ini dilakukan dengan cara
mengangkat tungkai dimana sebelumnya dilakukan pengikatan pada paha sampai vena yang
mengalami varises kolaps. Kemudian pasien disuruh untuk berdiri dengan ikatan tetap tidak
dilepaskan.Interpretasinya adalah apabila varises yang tadinya telah kolaps tetap kolaps atau
melebar secara perlahan-lahan berarti adanya suatu inkopenten pada vena superfisal, namun
apabila vena tersebut terisi atau melebar dengan cepat adannya inkopensi pada katup vena yang
lebih tinggi atau adanya kelainan katup lainnya.
1. Auskultasi menggunakan Doppler
Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah aliran darah vena yang
mengalami varises, baik itu aliran retrograde, antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana.
Probe dari doppler ini diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi
lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan arah dari katup vena yang
kemudian menyebabkan adanya perubahan suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan
dari penekanan vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya bila katup
berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah katup saat penekanan dilepaskan,
akhirnya tidak aka nada suara yang terdengar dari Doppler.
3. Pemeriksaan Penunjang
Selanjutnya, untuk menegakkan diagnosis penyakit varises, pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah sebagai berikut (Sacher, 2004).
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium saat ini tidak bermanfaat dalam menegakkan diagnosis atau terapi
penyakit varises (vena varikosa).
1. Pemeriksaan Imaging
Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan seluruh
area yang mengalami obstruksi dan refluks dalam sistem vena superfisial dan sistem vena
profunda.Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu venografi dengan kontras, MRV, dan USG
color-flowataudupleks.
USG dupleks merupakan pemeriksaan imaging standar yang digunakan untuk diagnosis
sindrom insufisiensi vasirses dan untuk perencanaan terapi serta pemetaan preoperasi.
Color-flow USG (USG tripleks) digunakan untuk mengetahui keadaan aliran darah dalam
vena menggunakan pewarnaan yang berbeda.
Venografi dengan kontras merupakan teknik pemeriksaan invasif. Saat ini, venografi
sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan pemeriksaan USG dupleks sebagai
pemeriksaan rutin penyakit vena. Sekitar 15% pasien yang dilakukan pemeriksaan
venografi ditemukan adanya DVT dan pembentukan trombosis baru setelah pemberian
kontras.
1. Pemeriksaan Radiologi
Untuk menegakkan diagnosis penyakit varises, dapat juga dilakukan pemeriksaan radiologi,
seperti phlebografi, morfometri, dan phlethysmografi.
Penatalaksanaan
Pengobatan varises vena atau insufisiensi vena kronis pada tungkai/kaki pada prinsipnya adalah
usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan elevasi tungkai
sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan, dimana elevasi dilakukan dalam
posisi duduk atau berbaring dengan membuatposisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi
tersebut aliran darah vena akan menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok
menjadi tampak mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan
merasa keluhannya berkurang dengan cepat (Yuwono, 2010).
1. Terapi Non Operatif
Kebanyakan terapi varises dilakukan atas indikasi kosmetik. Indikasi medis,misalnya berupa
keluhan kaki berat atau sakit jika berdiri lama. Perdarahan, perubahan kulit hipotropik, dan
tromboflebitis merupakan indikasi medis lain. Perdarahan biasanya terjadi pada malam hari
tanpa disadari oleh penderita, terutama pada orang tua yang sudah lama varises. Terapi terdiri
atas pemasangan pembalut (stocking) setelah kaki diangkat beberapa waktu untuk
mengosongkan vena dan meniadakan edema (Jong, 2005).
1. Skleroterapi
Skleroterapi dilakukan dengan menyuntikkan substansi sklerotan ke dalam pembuluh darah yang
abnormal sehingga terjadi destruksi endotel yang diikuti dengan pembentukan jaringan fibrotik.
Sklerotan yang digunakan saat yaitu ferric chloride, saline hipertonic, polidocanol, iodine
gliserin, dan sodium tetradecyl sulphate, namun untuk terapi varises vena safena paling umum
digunakan saat ini adalah sodium tetradecyl sulphate dan polidacanol. Kedua bahan ini dipilih
karena sedikit menimbulkan reaksi alergi, efek pada perubahan warna kulit (penumpukan
hemosiderin) yang rendah, dan jarang menimbulkan kerusakan jaringan apabila terjadi
ekstravasasi ke jaringan.
Terapi menggunakan kombinasi skleroterapi dengan ligasi safeno femoral junction sangat
pupuler dilakukan pada tahun 1960 dan 1970, terapi kombinasi ini diberikan setelah dilakukan
pembedahan konvensional untuk menghilangkan vaarises residual setelah operasi. Sebuah
penelitian yang membandingkan antara kombinasi skleroterapi dengan ligasi SFJ dibandingkan
kombinas ligasi SFJ dengan stripping didapatkan angka rekurensi klinis dan rekuresnsi
terjadinya refluks SFJ yang lebih tinggi pada kelompok yang menggunakan skleroterapi.
Sklerotan dibagi berdasarkan jenis substansinya yaitu yang berbentuk foam dan benbentuk
liquid. Pada sklerotan jenis foam memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis
liquid yaitu dosis yang lebih sedikit, lebih efektif dan menimbulkan komplikasi yang lebih
rendah. Pada sebuah penelitian non-randomised membandingkan antara sklerotan jenis foam
dengan liquid didapatkan angka oklusi pembuluh darah yang lebih tinggi (67% dengan 17%
dalam 1 tahun) dan angka gejala klinis yang lebih rendah (8.1% dan 25%) pada pasien yang
menggunakan sklerotan foam. Tidak ada komplikasi ditemukan pada penelitian ini. Penelitian
randomized trial lebih lanjut yang membandingkan antara polidocalol foam dengan polidocanol
liquid didapatkan dalam terapi Vena Safena Magna (VSM) inkompen (diameter < 8 mm)
didapatkan keberhasilan dalam mengablasi refluks VSM lebih tinggi pada polidocanol jenis foam
(84% lawan 14%).
2. Terapi Minimal Invasif
1. Radiofrekuensi ablasi (RF)
Radiofrekuensi adalah teknik ablasi vena menggunakan kateter radio frekuensi yang diletakkan
di dalam vena untuk menghangatkan dinding pembuluh darah dan jaringan sekitar pembuluh
darah. Pemanasan ini menyebakan denaturasi protein, kontraksi kolagen dan penutupan vena.
Kateter dimasukkan sampai ujung aktif kateter berada sedikit sebelah distal SFJ yang
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan USG. Ujung kateter menempel pada endotel vena,
kemudian energy radio frekuensi dihantarkan melalui kateter logam untuk memanaskan
pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Jumlah energi yang diberikan dimonitor melalui sensor
termal yang diletakkan di dalam pembuluh darah. Sensor ini berfungsi mengatur suhu yang sesui
agar ablasi endotel terjadi.
1. Endovenous Laser Therapy (EVLT)
Salah satu pilihan terapi varises vena yang minimal invasif adalah dengan Endo-Venous Laset
Therapy (EVLT). Keuntungan yang didapat menggunakan pilihan terapi ini adalah dapat
dilakukan pada pasien poliklinis di bawah anestesi lokal. EVLT yang secara luas digunakan
menggunakan daya sebesar 10 14 watt. Prosedurnya EVLT menggunakan fibre laser yang
dimasukkan ke distal VSM sampai SFJ dibawah control USG.
Prosedur yang dilakukan pertama-tama dilakukan anestesi lokal perivena dengan jalan
memberikan infiltrasi di sekitar pembuluh darah pepanjang VSM. Tujuannya selain memberikan
efek analgesia juga memberikan efek penekanan pada vena agar dinding vena beraposisi dengan
fibred dan berperan sebagai heat sink mencegah kerusakan jaringan lokal.
EVLT tidak menyebabkan vena segera menjadi mengecil bila dibandingkan dengan apabila
dilakukan RF ablation, tetapi vena akan mengecil secara gradual beberapa minggu sampai tidak
tampak setelah 6 bulan dengan pemerikasaan USG, kemudia diikuti dengan kerusakan endotel,
nekrosis koagulatif, penyempitan dan thrombosis vena.
3. Terapi Pembedahan
1. Ambualtory phlebectomy (Stab Avulsion)
Teknik yang digunakan adalah teknik Stab-avulsion dengan menghilangkan segmen varises yang
pendek dan vena retikular dengan jalan melakukan insisi ukuran kecil dan menggunakan kaitan
khusus yang dibuat untuk tujuan ini, prosedur ini dapat digunakan untuk menghilangkan
kelompok varises residual setelah dilakukan sphenectomy.
Mikroinsisi dibuat diatas pembuluh darah menggunakan pisau kecil atau jarum yang berukuran
besar. Selanjutnya kaitan phlebectomu dimasukkan ke dalam dan vena dicapai melalui
mikroinsisi ini. Menggunakan kaitan kemudian dilakukan traksi pada vena, bagian vena yang
panjang dipisahkan dari perlekatan sekitarnya. Bila vena tidak dapat ditarik rapat, dilakukan
insisi di tempat lain dan proses diulangi dari awal sampai keseluruhan vena.
1. Saphectomy
Teknik saphenektomi yang paling popular saat ini adalah teknik menggunakan peralatan
stripping internal dan teknik invaginasi dengan jalan membalik pembuluh darah dan menariknya
menggunakan traksi endovenous, teknik tersebut dapat menurunkan terjadinya cedera pada
struktur di sekitarnya.Untuk menghilangkan VSM, sebuah insisi dibuat 23 cm sebelah medial
lipatan paha untuk melihat SFJ.
Sebelum melakukan stripping pada VSM, semua percabangan dari SFJ harus diidentifikasi dan
dilakukan ligasi untuk memilinimalkan terjadinya rekurensi. Setelah ligasi dan pemisahan
Junction, peralatan stripping dimasukkan ke dalam VSM di lipatan paha didorong sampai level
cruris selanjutnya alat strippeer dikeluarkan melalui insisi yang dibuat (5 mm ataiu lebih kecil)
sekitar 1 cm dari tuberosity tibia pada lutut. Kemudia head stripper dipasangkan pada lipatan
paha dan dikunci pada ujung proksimal vena. Pembuluh darah kemudian ditarik dan dilipat ke
dalam lumen vena sepanjang pembuluh darah sampai pintu keluar yang dibuat sebelumnya di
bagian distal. Jika diperlukan dapat diberikan gaas yang berisi epineprin atau dilakukan ligasi
untuk tujuan hemostasis setelah dilakukan stripping.
Teknik lama dalam stripping vena sudah ditinggalkan karena tingginya insiden komplikasi yang
terjasi setelah dilakukan stripping, komplikasi ini meliputi kerusakan pada nervus safena, yang
berlokasi sangat dekat dengan vena pada regio lutut. Komplikasi banyak terjadi pada bila VSP
dikeluarkan, karena anatomi dan risiko terjadinya cedera pada vena poplitea dan nerevus
peroneal lebih besar. Safenopopliteal junction harus diidentifikasi dengan pemeriksaan dupleks
USG sebelum dilakukan deseksi, dan visualisasi dari Safeno popleteal junction secara langsung
yang adekuat sangat penting dilakukan. Setelah dilakukan ligasi dan pemisahan junction, sebiauh
peralatan stripping dimasukkan ke dalam vena sampai distal cruris dan dikeluarkan melalui pintu
yang dibuat dengan insisi (24 mm). Selanjutnya stripper dikunci di proksimal vena dan
dilakukan invaginasi dan ditarik dari daerah lutut sampai daerah pergelangan kaki.
4. Modifikasi Teknik Pembedahan
1. Ambulatory Conservative Haemodynamic Management (ACHM or CHIVA)
Conservative haemodynamic surgery for varicose veins (CHIVA) adalah sebuah
teknik pembedahan fisiologis meliputi identifikasi mengugunakan ultrasound
dupleks dan ligasi refluk. Vena perforata dan vena safena dipersiapkan dan tidak
dilakukan tindakan phlebektomi. Walaupun terdapat peningkatan hemodinamik
dan morbilitas yang rendah namun agka rekurensi masih cukup tinggi sebesar 35
% pada 3 tahun. Namun pada sebuah studi yang membandingkan antara ligasi
SFJ, stripping, dan phlebektomi dilaporkan hasil yang sama pada 3 tahun tapi
dengan kerusakan pada nervus cutaneus yang lebih sedikit pada kelompok
CHIVA. Prosedur ini belum secara luas digunakan karena teknik yang relatif lebih
rumit.
2. Transilluminated Powered Phlebectomy Ablation of Varicosities (TriVexe)
Phelebektomi dengan transiluuminasi merupakan metode untuk ablasi varises yang lebih cepat
dan reliabel. Teknik memungkinkan dilakukan insisi dan menimbulkan komplikasi yang lebih
sedikit. Beberapa studi melaporkan peningkatan biaya operasi, peningkatan insiden terjadinya
hematome, dan parestesia pada pasien dengan TriVex. Walupun demikian teknik ini mungkin
bermanfaat pada pembedahan dengan varises yang rekuren dimana didapatkan jaringan parut
perivaskular dan kekkakuan pembuluh vena yang menurunkan efikasi bila dilakukan stab
avulsion konvensional.
1. Subfascial Endoscopic Perforator Ligation (SEPS) danThe Linton Procedure
Peran dari vena perforata dalam etiologi varises vena masih kontroversi. Bagaimanapun ukuran
dan persentase vena perforata yang mengalami inkompenten di sisi medial cruris menunjukkan
hubungan dengan severitas penyakit insufisiensi vena kronis. Beberapa ahli bedah vaskurel
berpendapat ligasi pada vena perforata merupakan tindakan yang tidak rutin dilakukan.
Bila ligasi vena perforata diperlukan untuk mengisolasi vena perforata yang inkompeten,
tindakan ligasi endoskopi lebih disarankan dibandingkan dengan operasi terbuka untuk
menghindari masalah dengan penyembuhan luka operasi. Atau bila dilakukan operasi terbuka,
penentuan vena perforata melalui pemeriksaan ultrasound mungkin dapat mengatasi masalah
penyembuhan luka operasi bila dibandingkan dengan prosedur Lintos tradisional.
1. External Valvular Stents
Penggunaan valvular stent eksternal diperkenalkan oleh Lane merupakan sebuah solusi yang
fisiologis dalam mengatasi refluks vena dengan mempertahankan VSM. Dia mendeskripsikan
pada 1500 pasien walaupun out come data hanya tersedia pada 107 pasien saja menunjukkan
setelah folow-up selama 57 bulan, 90% didapatkan dengan SFJ yang kompeten dengan rara-rata
penuruanan diameter VSM dari 7.6 menjasi 4.8 mm. Rekurensi secara klinis menurun.
Sayangnya pasien dengan VSM yang berdiameter 1011 mm atau dengan varises yang berkelokkelok sepanjang VSF diekslusi dan teknik ini hanya dapat diaplikasikan pada 34% pasien
saja.Pasien dengan valvuloplasty didapatkan tingkat morbiditas yang lebih rendah dibandingkan
bila dialakukan stripping. Komplikasi yang terjasi lebih jarang dan infeksi yang terjasi karena
pelepasan cuff hanya 0.3% kasus. Teknik mungkin dapat dipilih pada pasien dengan varises vena
minor, namun belum ada penelitian yang membandingkan dengan teknik lain dan teknik ini
belum secara luas digunakan.
1. Endovenous Diathermy
Teknik ini telah dialakukan oleh beberapa ahli bedah pada than 19601970.Tidak ada bukti
keuntungan yang didapat dan ini meningkatkan ririko terjadinya cedera termal. Studi terbaru
dikatakan teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengablasi percangan VSM yang
inkompeten dengan tetap mempertahankan VSM setelah dilakuakan ligasi Safeno-femoral
walupun tidak ada folow up yang dilakuakan selanjutnya dan sebagian besar pasien memerlukan
terapi tambahan seperti skloroterapi.
Pencegahan
Berikut adalah pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit varises
vena.
1. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur, seperti jogging atau berjalan cepat. Juga
dianjurkan untuk mengatur berat badan, untuk mencegah obesitas.
2. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika dalam aktifitas
sehari-hari dituntut berdiri lama.
3. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat menghambat aliran
darah dari tungkai ke arah jantung.
4. Hindari pemakaian pakaian bawah yang terlalu ketat.
5. Jika sedang bepergian jauh, usahakan meluruskan kaki secara berkala dan memijit-mijit
tungkai sehabis bepergian. Hindari posisi menyilangkan kaki.
6. Gunakan kaos kaki elastis atau stocking yang mendukung untuk mencegah penekanan
pada tungkai.
7. Bagi yang menyukai sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot sekitar varises
berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah. Tetapi, penggunaannya perlu dibatasi.
BAB 3. PATHWAYS
4.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Identitas Klien
3. Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien
2. Umur
Umur dapat mengidentifikasi penyebab dari varices vena yang terjadi pada orang dewasa dengan
umur lebih dari 37 tahun pada wanita dan umur 60-70 tahun baik laki-laki atu perempuan
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin bisa untuk identifikasi penyebab misalnya pada perempuan hamil bisa terjadi
varises vena akibat meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil
yang menyebabkan kaki semakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal
paha dan perut bagian bawah pun terhambat.
4. Agama
Untuk mengkaji status spiritual sehingga kebutuhan baik fisik, psikis dan spiritual dapat dipenuhi
5. Pendidikan
Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan pasien mengenai penyakitnya.
6. Pekerjaan
Pekerjaan yang membutuhkan berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh
dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisi tersebut
tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan
elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup.
7. Status kawin
2. Riwayat kesehatan
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat pasien terdahulu mungkin pernah mengalami rasa berat pada area tungkai kaki dan
biasanya terasa sakit saat malam hari.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ialah status kesehatan klien saat ini seperti edema, kaki mudah
kram, terdapat pelebaran pembuluh darah rambut yang mirip jaring laba-laba dan berkelok-kelok
diarea betis, yang disertai perubahan warna kulit disekitar mata kaki.
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien ada yang menderita penyakit yang sama pada yaitu varices jadi kemungkinan
besar varises yang diderita pasien disebabkan faktor keturunan.
3. Pengkajian Keperawatan
4. Aktivitas dan istirahat
Mengalami gangguan aktivitas akibat kram diikuti otot yang mudah pegal, kaku, panas dan sakit
di seputar kaki maupun tungkai. Biasanya rasa sakit dirasakan menjelang malam.
1. Integritas ego
Faktor stress, ansietas, perasaan berbeda dengan orang lain akibat penyakit varises yang
dideritanya.
1. Elimasi
Tidak mengalami gangguan pada pola eliminasi.
1. Makanan/cairan
Tidak mengalami gangguan pada pemenuhan nutrisi.
1. Nyeri/kenyamanan
Nyeri pada daerah kaki tergantung derajat keparahan.
1. Interaksi sosial
Gangguan dalam menjalankan peran seperti biasa, akibat perasaan yang berbeda dengan orang
lan akibat penyakit varises yang dideritanya
1. Persepsi diri
Kurangnya pengetahuan dan ansietas mengenai kondisi penyakitnya.
1. Sirkulasi
Terjadi gangguan aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan terjadi penimbunan darah.
4. Pengkajian Fisik
5. Kulit:
Terjadi perubahan pigmentasi di area betis, dan mata kaki.
1. Kepala:
Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
1. Mata:
Conjungtiva merah mudah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
1. Telinga:
Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
1. Hidung:
simetris, septum di tengah, selaput mucosa basah.
1. Mulut:
gigi lengkap, bibir tidak pucat, tidak kering
1. Leher:
trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan
vena jugularis tidak meningkat.
1. Thorax :
Jantung:
Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2
regular, tidak ada suara tambahan.
Paru-paru:
Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh
lapangan paru, suara dasar vesikuler seluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.
1. Abdomen :
Inspeksi: Perut datar, tidak ada benjolan
Auskultasi: Bising usus biasanya dalam batas normal.
Perkusi: Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
1. Ekstremitas
Superior: tidak ada deformitas, tonus otot cukup.
Inferior : oedema (+), tonus otot cukup, dilatasi lekuk-lekuk vena superficial pada kaki.
4.3 Perencanaan
Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena, penumpukan darah di vena
ekstremitas.
Tujuan
berkurang.
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional
Mengenal klien dan mempermudah untuk
memberikan intervensi selanjutnya.
Mengetahui skala dan kualitas nyeri
Posisi yang nyaman akan membantu
memberikan kesempatan pada otot untuk
relaksasi seoptimal mungkin
Teknik relaksasi dapat mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien.
Pemahaman pasien tentang penyebab nyeri
yang terjadi akan mengurangi ketegangan
pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
Obat-obat analgesik dapat membantu
mengurangi nyeri pasien
Diagnosa 2
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan peningkatan metabolisme anaerob.
Tujuan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Intervensi
Rasional
ROM aktif dapat membantu dalam
mempertahankan/ meningkatkan kekuatan
Kaji tingkat kemampuan ROM aktif
dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi
pasien
cardiorespirasi, dan mencegah kontraktur
dan kekakuan sendi.
Body mechanic dan ambulasi merupakan
Anjurkan pasien untuk melakukan body usaha koordinasi diri muskuloskeletal dan
mechanic dan ambulasi
sistem saraf untuk mempertahankan
keseimbangan yang tepat
Memberikan alat bantu pada ekstremitas
Berikan alat bantu pada ekstremitas
yang luka dapat meningkatkan kerja vena,
yang sakit
menurunkan edema, dan mengurangi rasa
nyeri.
Ajarkan cara-cara yang benar dalam
melakukan macam-macam mobilisasi Agar pasien terhindar dari kerusakan
seperti body mechanic, ROM aktif, dan kembali pada ekstremitas yang luka.
ambulasi.
Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
Penanganan yang tepat dapat mempercepat
penggunaan alat bantu dan batasan
waktu penyembuhan
pergerakan.
Diagnosa 3
Fatigue berhubungan dengan peningkatan metabolisme anaerob.
Tujuan
pasien berkurang.
Kriteria hasil
berkurang.
Intervensi:
No.
Intervensi
1.
Rasional
Meningkatkan stabilitas jaringan
(mengurangi risiko cedera), posisi
fungsional pada ekstremitas
2.
3.
4.
5.
Diagnosa 4
Ansietas berhubungan dengan perubahan persepsi terhadap penyakit.
Tujuan
pasien berkurang.
Kriteria hasil
10. Tingkat kecemasan pasien pada rentang 1-5 dengan komposisi skala 1-10.
11. Pasien mampu mengungkapkan secara verbal ansietasnya berkurang.
Intervensi:
No.
1.
Intervensi
Kaji tingkat kecemasan
2.
3.
4.
5.
6.
Rasional
Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien
Mengetahui faktor pencetus kecemasan
pasien
Untuk mengurangi kecemasan pasien
Memberi wawasan kepada pasien sehingga
bisa mengurnagi kecemasannya.
Agar pasien mampu mengenal situasi yang
bisa menimbulkan kecemasan.
Peran keluarga mendukung dalam
klien
7.
8.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi mengenai penyakit varises.
Tujuan
2.
3.
4.
Intervensi
Rasional
Memberikan dasar pengetahuan dimana
Kaji ulang patofisiologi kondisi dan
pasien dapat membuat pilihan berdasarkan
tanda/gejala kemungkinan komplikasi informasi dan memahami/ mengidentifikasi
kebutuhan perawatan kesehatan.
Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen
Jelaskan tujuan pembatasan aktivitas dan dan nutrisi jaringan yang rusak.
kebutuhan keseimbangan aktivitas/tidur Keseimbangan istirahat mencegah kelelahan
dan gangguan lanjut perfusi seluler.
Membantu dalam mengembangkan sirkulasi
Adakan latihan/program latihan yang
kolateral, meningkatkan aliran balik vena,
tepat
dan mencegah kambuh.
Selesaikan masalah faktor pencetus yang Melibatkan pasien secara aktif dalam
mungkin ada, contoh: tindakan yang
identifikasi dan melakukan perubahan pola
memerlukan berdiri/duduk lama,
hidup/perilaku untuk meningkatkan
Diagnosa 6
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan dilatasi pembuluh darah vena yang nampak berkelokkelok pada kaki
Tujuan
kembali meningkat.
Kriteria hasil
5.
Intervensi
Dorong pengungkapan mengenai
masalah tentang proses penyakit,
harapan masa depan.
Diskusikan persepsi pasien mengenai
bagaimana orang terdekat menerima
keterbatasan.
Akui dan terima perasaan berduka,
bermusuhan, ketergantungan.
Rasional
Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi
rasa takut/kesalahan konsep dan
menghadapinya secara langsung.
Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat
dapat mempunyai pengaruh mayor pada
bagaimana pasien memandang dirinya.
Nyeri konstan akan melelahkan, dan
perasaan marah dan bermusuhan umum
terjadi.
Dapat menunjukkan emosional ataupun
metode koping maladaptif, membutuhkan
intervensi lebih lanjut/dukungan psikologis.
6.
diagnosa
keperawatan
BAB 4. PENUTUP
Kesimpulan
Varises sendiri merupakan kelainan pada pembuluh darah balik (vena), di mana terjadi
penurunan atau hilangnya elastisitas dinding vena, vena yang berkelok-kelok, menonjol dan
berbelit dan kerusakan katup. Varises sering terdapat pada ekstermitas bawah karena efek
gravitasi pada tekanan vena. Varises vena diakibatkan oleh katup-katup vena yang tidak
kompenten dan tekanan hidrostatik yang tidak normal pada ekstermitas bawah.
Secara umum gejala klinis yang biasa ditimbulkan yakni rasa nyeri, kejang, berat di betis, kram,
dan tromboflebitis (panas dan nyeri). Penatalaksanaan varises dapat dilakukan terapi operatif,
non-operatif dan kompresi. Pengobatansecara opertaif seperti dilakukan ligasi dan pemotongan
vena.
Saran
Dengan makalah ini diharapkan pada pasien dapat mengerti tentang penyakit yang dialaminya
sehingga memudahkan tim pelayanan kesehatan dalam hal memberikan pelayanan yang optimal
dan dianjurkan untuk meluruskan kaki setelah melakukan olahraga dan meninggikannya untuk
menghindari bendungan pada tungkai dan bagi sesama mahasiswa khususnya dalam bidang
kesehatan dapat dijadikan pedoman dalam perkuliahan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I.M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Jones, Rhonda M. 2009. Sistem Vaskuler Perifer. Diterjemahkan oleh Ni Luh Agustini Leonita
dan D. Lyrawati. Tidak Dipublikasikan.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *
Email *
Website
Comment
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title="">
Post navigation
Previous Previous post: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPOSPADIA
Next Next post: ada apa dengan daun sirsak???
Proudly powered by WordPress
Skip to toolbar
About WordPress
Log in
Search