Anda di halaman 1dari 31

ETOS KERJA ISLAMI

Agus Siswanto
ETOS KERJA (HIMMATUL ‘AMAL)
ETOS
• Berasal dari bahasa Yunani ‘Ethos’ : sikap, kepribadian, watak,
karakter, serta keyakinan atas sesuatu
• Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh
kelompok bahkan masyarakat

KERJA adalah kegiatan melakukan sesuatu


1) dilakukan atas dorongan tanggung jawab
2) dilakukan karena kesengajaan dan perencanaan
3) memiliki arah dan tujuan yang memberikan makna bagi
pelakunya

ETOS KERJA
• Sikap & pandangan thd kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau
sifat-sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang atau
suatu kelompok manusia/ bangsa
ETOS KERJA ISLAMI
• Etos kerja yang muncul karena dorongan pelaksanaan
ibadah, sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan,
mempunyai tujuan Mardhatillah (keridhaan ALLAH SWT)

ALLAH SWT

SESAMA
MANUSIA MANUSIA
Realitas (Fakta)

Akal (Reason) Penginderaan Akal


Otak (Aqliyyah)

Informasi Awal
Mafhûm

Makan-Minum
Kebutuhan Istirahat-Tidur
Jasmani
Jalan-Duduk, dll.

Dorongan Bertindak Kecenderungan (Muyul) Tingkah


laku
Potensi
Kehidupan Survival
Manusia Naluri (Gharîzah) Sexual

Religius
MOTIVASI KERJA
Dorongan/landasan manusia utk melakukan
aktivitas perbuatan
Menentukan keberhasilan perbuatan
Wajib memahami motivasi yg shahih & kuat agar
aktivitas dpt dilakukan dg baik & sempurna
Tiga jenis motivasi
1. Motivasi materi/ kebendaan (al-quwwah al-madiyyah)
2. Motivasi non materi/ emosional (al-quwwah al-
ma’nawiyah)
3. Motivasi spiritual (al-quwwah ar-ruhiyah)
1. Motivasi materi/ kebendaan
(al-quwwah al-madiyyah)
• Pengaruh lemah dan mudah dipatahkan
• Berasal dari kebutuhan jasmani/ naluri manusia
• Ada dorongan kebutuhan jasmani dan naluri, namun
tidak dipenuhi karena tidak memerlukan atau karena
dapat menahan dorongan nafsunya
• Lapar → makan (bisa ditahan dg puasa)
• Keinginan memiliki harta (uang, mobil, rumah) →
korupsi (terhalang oleh rasa takut atau harga diri)
• Tidak bisa dijadikan landasan utk membangun
perbuatan yang shahih
2. Motivasi non materi/ emosional
(al-quwwah al-ma’nawiyah)
• Kondisi kejiwaan/ psikologis yg mendorong manusia
melakukan perbuatan
• Pengaruhnya lebih kuat daripada motivasi materi
meskipun tidak konstan & tahan lama
• Utk melakukan perbuatan ini kadang manusia
mampu mengorbankan materi atau tenaga
• Namun jika kondisi kejiwaan seseorang berubah/
dialihkan maka motivasi psikologi bisa hilang
• Contoh: Reformasi Indonesia 1998
• Tidak bisa dijadikan asas utk melakukan perbuatan
3. Motivasi spiritual
(al-quwwah ar-ruhiyah)
• Motivasi yg dibangun berdasarkan prinsip perintah &
larangan Allah SWT
• Kesadaran atas hubungan manusia dg Allah sbg Zat
Yg Maha Tahu segala perbuatan
• Mendorong manusia utk melakukan perbuatan apa
saja meskipun mengorbankan jiwa, raga, & harta
• Contoh: motivasi sahabat ketika bersama Rasulullah
SAW pergi berjihad ke perang Badar. Jumlah
pasukan kaum muslimin hanya 300 sedangkan
pasukan kafir Quraisy > 1000
Jawaban Sa’ad bin Mu’adz

“Sepertinya Tuan ragu pada kami, wahai Rasulullah. Tuan juga


sepertinya khawatir bahwa orang-orang Anshar, sebagaimana yang
terlihat dalam pandanganmu, tidak akan menolongmu, kecuali di
negeri mereka. Saya bicara atas nama orang-orang Anshar, dan
memberi jawaban berdasarkan sikap mereka. Bawalah kami pergi
bersamamu sebagaimana yg Tuan kehendaki. Ikatlah tali siapapun
yg Tuan kehendaki. Dan ambillah dari harta siapapun di antara
kami yg Tuan kehendaki. Dan berikanlah mana saja yg Tuan
kehendaki. Apa saja yg Tuan ambil, niscaya lebih kami sukai
daripada yg Tuan tinggalkan. Demi Allah, kalau seandainya Tuan
menempuh perjalanan berama kami hingga ke Barak al-Ghamad
(kota di Ethiopia), pasti kami semua akan tetap bersamamu. Dan
demi Allah, kalau seandainya Tuan mengajak kami untuk
menyeberangi lautan sekalipun, pasti akan kami seberangi
bersamamu”
Motivasi Yang Shahih Dan Kuat
Untuk Membangun Aktivitas
Manusia Sehingga Berhasil
Merealisasikan Tujuannya
Adalah Motivasi Spiritual
TUJUAN PERBUATAN
Nilai perbuatan yang hendak diraih manusia ketika
melakukan aktivitas
1. Nilai materi (al qimah al madiyyah)
Jual beli, bekerja, syirkah → keuntungan

2. Nilai kemanusiaan (al qimah al-khuluqiyyah)


Menghiasi perbuatan dg sifat-sifat yg diperintahkan Allah
Misal : jujur dalam jual beli

3. Nilai akhlak (al qimah al insaniyah)


Layanan manusia pada sesamanya
Misal: membantu fakir-miskin

4. Nilai spiritual (al qimah ar ruhiyah)


Meningkatkan hubungan manusia dengan Allah
Misal: Shalat, zakat, puasa, haji
KAIDAH PERBUATAN (Qa’idah ‘amaliyyah)
1. Dibangun berdasarkan pemikiran atau kesadaran
(mabni ‘ala al-fikri)
• Adanya realitas kebutuhan manusia (jasmani & naluri)
• Dasar pemenuhan kebutuhan (status hukum syara atas perbuatan,
nilai yg ditetapkan Allah atas perbuatan tersebut, metode utk
merealisasikan perbuatan)
2. Untuk mencapai tujuan tertentu (min ajli ghayah
mu’ayyanah)
Perbuatan dilakukan utk mewujudkan tujuan tertentu (al qimah al
madiyyah, al qimah al-khuluqiyyah, al qimah al insaniyah, al qimah
ar ruhiyah)
3. Dibangun berdasarkan keimanan dan keyakinan (mabni
‘ala al-iman)
• Allah Maha Tahu atas apa yg dikerjakan (lahir & batin)
• Perbuatan manusia akan dihisab di akherat
• Tawakkal
Material
Motivasi
Emosional Serius Beramal
(Quwwah Amal)
Spiritual

Materi
Tergambar
Tujuan Kemanusiaan
(Qimah ‘Amal) Bisa Diwujudkan
Akhlak
Ada Sarana
Cara Spiritual

Melakukan
Perbuatan Dinalar
Kaidah Ada Tujuan Serius Berfikir
(Qa’idah ‘Amal)
Disertai Iman
Syarat pokok agar setiap aktivitas bernilai
ibadah
• Ikhlas
• Menjadikan Allah SWT tujuan akhir dalam
setiap perbuatan

• Shawab (benar)
• Aktivitas dilakukan sesuai dengan tuntunan
yang diajarkan oleh agama melalui Rasulullah
saw untuk pekerjaan ubudiyah (ibadah khusus),
dan tidak bertentangan dengan suatu ketentuan
agama dalam hal muamalat (ibadah umum)
KONSEP RIZKI
• Berasal dari bahasa arab: Razaqa-Yarzuqu-Rizq yg
berarti a’tha-Yu’thi-I’tha (pemberian)
• Rizki = Apa saja yg bisa dikuasai (diperoleh) oleh
makhluk baik yg bisa dimanfaatkan atau tidak (halal-
haram, positif-negatif, bodoh-cerdas, cantik-jelek)
• Setiap makhluk telah dijamin rizkinya oleh Allah
• “Dan tidak ada satupun hewan melata dimuka bumi ini,
kecuali rizkinya telah ditetapkan oleh Allah “ (QS. Hud:6)
• Rizki ada di tangan Allah
• Usaha manusia hanya merupakan kondisi yg bisa
mendatangkan rizqi bukan sebab datangnya rizki
• Usaha manusia menentukan halal/haramnya rizki yg
diperoleh
“Jika kalian bertawakkal dengan tawakkal
yang sebenar-benarnya niscaya Allah akan
melapangkan rizki kepada kalian,
sebagaimana Dia telah memberi rizki
kepada burung yang berangkat (pagi)
dengan perut kosong dan pulang dengan
(perut) kenyang”
(HR At-Tirmidzi dan Ahmad)
HUKUM BEKERJA
• Bekerja adalah kodrat dari kehidupan, baik kehidupan spiritual,
intelektual, fisik, biologis, maupun kehidupan individual dan
sosial dalam berbagai bidang
• Jika kerja adalah ibadah dan status hukum ibadah pada
dasarnya adalah wajib, maka status hukum bekerja pada
dasarnya juga wajib. Kewajiban ini pada dasarnya bersifat
individual, atau fardhu ‘ain, yang tidak bisa diwakilkan kepada
orang lain

ْ‫ض َوِِبَا أَنْ َف ُقوا ِم ْن أ َْم َواِلِِم‬


ٍ ‫ض ُه ْم َعلَ ٰى بَ ْع‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ه‬َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ل‬ ‫ض‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ِ
‫ِب‬ ِ ‫ال قَ َّوامو َن علَى النِّس‬
‫اء‬
َ َْ ُ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ‫الر َج‬ ِّ
• Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas
sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki)
telah memberikan nafkah dari harta mereka” (QS. An-Nisa: 34).
Landasan bekerja (1)
• “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri Akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari Dunia”(Al-Qashash:
77)

• “Apabila telah selesai shalat, maka hendaklah kalian


bertebaran di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan
sebutlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian
memperoleh keberuntungan” (Al-Jumu’ah: 10)

• “Dan katakanlah: "bekerjalah kamu, Maka Allah dan


Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu. (At Taubah:105)
Landasan bekerja (2)
• Tidaklah seorang di antara kamu makan suatu
makanan yang lebih baik daripada memakan dari
hasil keringatnya sendiri (HR Baihaqi)

• Barangsiapa pada malam hari merasakan


kelelahan dari upaya ketrampilan kedua
tangannya pada siang hari maka pada malam itu
ia diampuni (HR Ahmad)
Landasan bekerja (3)
• Suatu hari Rasulullah Saw. berjumpa dengan Sa’ad bin
Mu’adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa’ad
melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti
terpanggang matahari. “Kenapa tanganmu?” tanya Rasul
kepada Sa’ad. “Wahai Rasullullah,” jawab Sa’ad,
“tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan
cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi
tanggunganku”. Seketika itu beliau mengambil tangan
Sa’ad dan menciumnya seraya berkata, “Inilah tangan
yang yang tidak akan pernah tersentuh api Neraka”.
Landasan bekerja (4)
• Ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah
SAW. Orang tersebut bekerja sangat giat dan tangkas.
Para sahabat kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah,
andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan
jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya”. Mendengar itu
Rasul menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi
anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah,
kalau ia bekerja menghidupi orangtuanya yang sudah
lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk
kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu
juga fi sabilillah.” (HR. Thabrani)
KUALITAS KERJA ISLAMI
1. Ash-Shalah (Baik dan Bermanfaat)
2. Al-Itqan (Kemantapan atau perfectness)
3. Al-Ihsan (Melakukan yang Terbaik atau Lebih
Baik Lagi)
4. Al-Mujahadah (Kerja Keras dan Optimal)
5. Tanafus dan Ta’awun (Berkompetisi dan
Tolong-menolong)
6. Menghargai Nilai Waktu
1. Ash-Shalah (Baik dan Bermanfaat)
• Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan
pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi
kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu
memberi nilai tambah dan mengangkat derajat
manusia baik secara individu maupun kelompok
• “Dan masing-masing orang memperoleh derajat-
derajat (seimbang) dengan apa yang
dikerjakannya.” (al-An’am: 132)
Surat Al-An'am Ayat 132
َ ُ‫ك ِب َغافِ ٍل َعمَّا َيع َمل‬
• ‫ون‬ َ ‫ات ِممَّا َع ِملُوا ۚ َو َما َر ُّب‬
ٌ ‫َولِ ُك ٍّل َد َر َج‬
• Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat
(seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan
Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
2. Al-Itqan (Kemantapan atau perfectness)
• Kualitas kerja yang itqan atau perfect merupakan
sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian
menjadi kualitas pekerjaan yang Islami (an-Naml: 88)
• Itqan = mencapai standar ideal secara teknis
• Diperlukan dukungan pengetahuan & skill yang
optimal
• Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah
atau mengembangkan ilmunya
• Konsep itqan memberikan penilaian lebih terhadap
hasil pekerjaan yang sedikit atau terbatas, tetapi
berkualitas, daripada output yang banyak, tetapi
kurang bermutu
Al-Mulk Ayat 2
• ‫س ُن َع َملا‬ ‫َح‬‫أ‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ي‬
َُّ‫أ‬ ‫م‬‫ك‬ُ‫و‬ُ‫ل‬ ‫ب‬ ‫ي‬ِ‫ل‬ ‫ة‬
َ ‫ا‬‫ي‬ ‫اْل‬
ْ ‫و‬ ‫ت‬ ‫و‬ ‫م‬‫ل‬
ْ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ل‬
َ ‫خ‬ ‫ي‬‫ذ‬ِ َّ
‫ل‬ ‫ا‬
ْ
َ ْ ْ َ ْ َ ََ َ
َ َْ َ َ
• Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
3. Al-Ihsan (Melakukan yang Terbaik atau
Lebih Baik Lagi)
• Pertama, ihsan berarti ‘yang terbaik’ dari yang dapat
dilakukan
• Setiap muslim mempunyai komitmen terhadap dirinya untuk
berbuat yang terbaik dalam segala hal yang ia kerjakan

• Kedua, ihsan mempunyai makna ‘lebih baik’ dari


prestasi atau kualitas pekerjaan sebelumnya
• Peningkatan yang terus-menerus, seiring dengan
bertambahnya pengetahuan, pengalaman, waktu, dan
sumber daya lainnya
4. Al-Mujahadah (Kerja Keras & Optimal)
• Mujahadah adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni
mengerahkan segenap daya dan kemampuan
yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan
yang baik
• Mobilisasi & optimalisasi sumber daya
5. Tanafus dan Ta’awun (Berkompetisi &
Tolong-menolong)
• Persaingan dalam kualitas amal solih
• “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah
kamu sekalian dalam kebaikan)
• “wasari’u ilaa maghfiratin min Rabbikum
wajannah” `bersegeralah kamu sekalian
menuju ampunan Rabbmu dan surga` (Ali
Imran 133-135)
6. Menghargai Nilai Waktu
• Keuntungan atau pun kerugian manusia banyak
ditentukan oleh sikapnya terhadap waktu
• Menghargai waktu sebagai karunia Ilahi yang
wajib disyukuri.
• Dengan cara mengisinya dengan kualitas amal
terbaik
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai