TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Feryanto (2011:37-38) anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut
ini:
1) Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan.
2) Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
3) Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
D. Klasifikasi Anemia Dalam Kehamilan
Klasifikasi Anemia Dalam kehamilan menurut Tarwoto,dkk, (2007 : 42-56) adalah sebagai
berikut:
1) Anemia Defesiensi Besi
Anemia defesiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak didunia, yang disebabkan oleh
suplai besi kurang dalam tubuh.
2) Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat.
3) Anemia Aplastik
Terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang membentuk sel-sel darah. Kegagalan
tersebut disebabkan kerusakan primer sistem sel yang mengakibatkan anemia.
4) Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik disebabkan karena terjadi peningkatan hemolisis dari eritrosit, sehingga
usianya lebih pendek.
5) Anemia Sel Sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat dan pembesaran limpa akibat molekul Hb.
E. Pengaruh Anemia Pada Kehamilan
Menurut Rukiyah, dkk (2010:114-115) pengaruh anemia pada kehamilan bervariasi
dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan
(Abortus, partus prematurus), gangguan proses persalinan (atonia uteri, partus lama),
gangguan pada masa nifas (daya tahan terhadap infeksi dan stress, produksi ASI rendah) dan
gangguan pada janin (abortus, mikrosomia, BBLR, kematian perinatal).
F. Pencegahan Anemia Kehamilan
Menurut Proverawati (2011 : 137) nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk
mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil. Makan makanan yang tinggi kandungan zat
besi (seperti sayuran berdaunan hijau, daging merah dan kacang tanah) dapat membantu
memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan
baik. Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat besi dan folat.
Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap hari. Jika mengalami anemia selama
kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil suplemen zat besi. Pastikan bahwa
wanita hamil diperiksa pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia.
2.1.2 Persalinan
A. Pengertian
Persalinan adalah suatu proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari
uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia cukup bulan (setelah
37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (APN,2007).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang dapat
hidup di dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Rustam
Mochtar,2012).
B. Tanda-tanda Persalinan
Menurut Rustam Mochtar (2012) terdapat tanda-tanda persalinan meliputi :
a. Lightening/setting/dropping, yaitu kepala turun memasuki PAP terutama pada
primigravida.
b. Perut kelihatan lebih melebar
c. Perasaan sering/susah kencing karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan sakit diperut dan dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus.
e. Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah bisa tercampur darah
(bloody show).
f. Terjadi tekanan pada panggul
g. Vaginal discharge/keputihan akibat melunaknya rahim
h. Kontraksi Braxton-Hicks, hanya terasa dibawah perut/diatas daerah kemaluan, lemah dan
tidak teratur.
i. Pecahnya air ketuban
C. Kala Persalinan
Menurut Rustam Mochtar (2012) terdapat kala-kala persalinan meliputi :
1. Kala I (kala pembukaan)
Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah, karena serviks mulai membuka
dan mendatar, terdiri atas 2 fase :
a. Fase laten : Pembukaan serviks berlangsung lambat, sampai pembukaan 3cm berlangsung
selama 7-8 jam.
b. Fase aktif : Berlangsung selama 6 jam, dibagi atas 3 periode :
(1) Periode akselerasi : Berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4cm.
(2) Periode dilatasi maksimal : Selama 2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9cm.
(3) Periode deselerasi : Berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi
10cm/lengkap.
2. Kala II (kala pengeluaran janin)
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3
menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Karena tekanan
pada rektum, ibu merasa seperti ingin BAB dengan tanda anus terbuka.
Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum meregang.
3. Kala III (kala pengeluaran uri)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus
uteri setinggi pusat, yang berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat
kemudian, timbul his pelepaan dan pengeluaran uri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-
30 menit setelah bayi lahir.
4. Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Tahap ini
merupakan tahap pengawasaan setelah bayi dan plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu
terutama terhadap bahaya post partum.
3. Kontrasepsi kombinasi
Selama 6 – 8 minggu pasca persalinan, kontrasepsi kombinasi akan mengurangi produksi ASI
dan mempengaruhi tumbuh kembang bayi. Jika tidak menyusui dapat dimulai 3 minggu
pasca persalinan.
4. Kontrasepsi Progestin
Jika tidak menyusui dapat dimulai lebih dari 6 minggu pasca persalinan. Menurut Manuaba
(2010), metode KB terdiri dari sebagai berikut:
a. Metode Amenore Laktasi (MAL)
b. KB Alamiah, terdiri dari sistem kalender, metode suhu basal, dan metode lender serviks.
c. Senggama terputus
d. Kondom
e. Pil, terdiri dari:
1) Pil kombinasi, berisi hormon estrogen dan progesteron
2) Pil progestin, berisi hormon progesteron
f. Suntik, terdiri dari:
1) Suntik 1 bulan, berisi hormon estrogen dan progesteron
2) Suntik 3 bulan, berisi hormon progesterone
g. Implan
h. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
b. Alasan datang
Alasan datang merupakan alasan pasien datang ke tempat bidan atau klinik, yang
diungkapkan dengan kata-katanya sendiri. (Hani,dkk,2011)
c. Keluhan utama
Berisi tentang keluhan yang dirasakan ibu, biasanya pada ibu anemia yang dirasakan yaitu,
lemah, letih, cepat lelah, cepat ngantuk. (Proverawati,2011).
Menurut Proverawati (2010) tanda dan gejala ibu hamil dengan anemia adalah sebagai
berikut : keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, sementara tensi masaih dalam batas normal
(perlu dicurigai anemia defisiensi), mengalami malnutrisi, cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang,
nafas pendek (pada anemia parah), dan keluhan mual muntah lebih berat pada hamil muda.
d. Riwayat menstruasi
Dikaji untuk mengetahui tentang menarch, siklus, volume, berapa lama menstruasi,
banyaknya menstruasi, keluhan, dan untuk mengetahui hari pertama menstruasi serta untuk
menentukan umur kehamilan dan tanggal kelahiran. (Salmah,2006)
4) Hubungan seksual
Dikaji untuk mengetahui berapa kali frekuensi ibu melakukan hubungan seksual dalam
seminggu, pola seksual, dan keluhan. (Varney,2007)
5) Personal hygine
Dikaji untuk mengetahui berapa kali dalam sehari ibu menjaga kebersihan diri. Mandi, gosok
gigi, keramas, dan ganti pakaian. (Sulistyawati,2012)
6) Aktifitas
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah anemia yang dialami ibu disebabkan karena aktifitas
fisik secara berlebihan. (Saifudin,2007)
7) Perokok dan pemakaian obat-obatan
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu perokok dan pemakai obat-obatan yang tidak dianjurkan
selama kehamilan (Saifudin,2007)
j. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan menurut Hani dalam buku asuhan kebidanan pada kehamilan fisiologis
(2011) meliputi :
1) Riwayat penyakit sekarang
Dikaji untuk mengetahui penyakit yang saat ini sedang diderita oleh ibu.
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum awal yang dapat diamati meliputi adanya kecemasan yang dialami pasien.
(Salmah,dkk,2006)
2) Kesadaran
Untuk mengetahui gambaran kesadaran pasien. Dilakukan dengan pengkajian tingkat
kesadaran mulai dari keadaan Composmentis (keadaan maximal) sampai dengan koma
(pasien tidak dalam keadaan sadar) (Sulistyawati,2012)
3) Tekanan darah
Tekanan darah pada ibu hamil tidak boleh mencapai 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik. Perubahan 30 mmHg sistolik dan 15 mmHg diastolik di atas tekanan darah sebelum
hamil, menandakan toxaemia gravidarum(keracunan kehamilan) (Hani,dkk,2011)
4) Suhu
Untuk mengetahui suhu badan, apakah ada peningkatan atau tidak, suhu normal 36,5–37,5°C.
(Sulistyawati,2012)
5) Nadi
Untuk mengetahui nadipasien yang di hitung dalam menit. Batas normal 60-100 kali
permenit. (Hani,dkk,2011)
6) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung dalam menit. Batas normal 20-
24 kali permenit.(Salmah,dkk,2006)
7) Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan ibu , dan mengetahui resiko tinggi badan. Tinggi normal
untuk ibu hamil adalah 145 cm. (Hani,dkk,2011)
8) Berat badan
Untuk mengetahui berat badan ibu, karena jika berat badan ibu berlebih dapat beresiko
menyebabkan komplikasi kehamilan meliputi diabetes gestasional, hipertensi akibat
kehamilan dan distorsia bahu. Kenaikan berat badan ibu normalnya selama kehamilan sekitar
6,5-15 kg. (Salmah,dkk,2006)
9) Lila (lingkar lengan atas)
Untuk mengetahui lingkar lengan atas pasien, sebagai ukuran status gizi ibu hamil jika
kurang dari 22 cm maka ststus gizi ibu hamil buruk. (Sulistyawati,2012)
b. Pemeriksaan sistematis
1) Kepala
Untuk mengetahui rambut rontok atau tidak, bersih atau kotor, dan berketombe atau tidak.
(Sulistyawati,2012)
2) Muka
Apakah terdapat odema (pembengkakan) atau tidak, terdapat kloasma gravidarum atau tidak,
dan muka pucat atau tidak, karena pada pasien dengan anemia muka terlihat pucat.
(Hani,dkk,2011)
3) Mata
Untuk mengetahui warna konjungtiva pucat atau tidak, dan sklera putih atau tidak. Pada
penderita anemia biasanya warna konjungtiva pucat dan sklera berwarna putih (Varney,2007)
4) Hidung
Untuk mengetahui adanya kelainan, cuping hidung, benjolan, dan sekret. (Hani,dkk,2011)
5) Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga, ada kotoran / serum atau tidak. (Sulistyawati,2012)
10) Anus
Untuk mengetahui adakah Hemoroid, dan varises pada anus. (Sulistyawati,2012)
11) Ekstermitas
Untuk mengetahui adakah varises, odema atau tidak, apakah kuku jari pucat, suhu atau
kehangatan, dan untuk mengetahui reflek patella (Hani,dkk,2011)
c. Pemeriksaan khusus obstetri
1) Abdomen
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk menilai pembesaran perut sesuai atau
tidak dengan tuanya kehamilan, bentuk perut memanjang atau melintang, adakah linea alba
atau nigra, adakah strie albican atau livide, adakah kelainan pada perut, serta untuk menilai
pergerakan anak (Salmah,2006)
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba yaitu tangan dilakukan untuk menentukan
besarnya rahim dengan menentukan usia kehamilan serta menentukan letak anak dalam
rahim. Pemeriksaan palpasi dengan metode Leopold menurut manuaba (2010) meliputi :
Kontraksi : Untuk mengetahui adanya kontraksi atau Tidak
1. Leopold I : Untuk mengetahui Tinggi Fundus Uteri (TFU) dan bagian apakah yang
terdapat di fundus
2. Leopold II : Untuk mengetahui bagian punggung janin di sebelah kanan atau kiri
3. Leopold III : Untuk mengetahui bagian terbawah janin bokong atau kepala
4. Leopold IV : Untuk mengetahui apakah bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas
panggul (PAP) atau belum
TFU (Mc. Donald) : Untuk mengetahui TFU dengan menggunakan metlin mengukur dari
fundus uteri sampai atas simfisis.
Tafsiran berat janin (TBJ) : Untuk mengetahui kisaran berat janin. TBJ : (TFU–12)x155
(belum masuk panggul/convergen).
(TFU– 11) x 155 (sudah masuk panggul/ divergen)
c) Auskultasi
Adalah pemeriksaan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi detak jantung janin,
punctum maximum, frekuensi, normal atau tidak (Salmah,2006)
Detak Jantung Janin (DJJ) :
Jumlah denyut jantung janin normal antara 120 sampai 140 denyut permenit (Manuaba,
2010).
2) Pemeriksaan panggul
Untuk mengetahui kesan panggul normal atau tidak, berapa ukuran distansia spinarum,
distansia kristarum, konjungtiva eksterna (boudeloque) dan lingkar panggul (Mochtar,2007).
3) Pemeriksaan genitalia
Pemeriksaan pada vulva vagina untuk mengetahui ada tidaknya varices, luka, kemerahan,
nyeri, kelenjar bartolini, pengeluaran pervaginam. Perineum untuk mengetahui ada atau
tidaknya bekas luka dan anus untuk mengetahui ada atau tidaknya haemorhoid
(Sulistyawati,2012).
4) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium untuk menguji adanya kelainan yang menyertai kehamilan atau tidak berguna
untuk mengetahui kesejahteraan janin. Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengkaji
kadar Hb ibu hamil dengan anemia sedang, dimana kadar Hb ibu hanya mencapai 7-8 gr%.
(Manuaba, 2010).
a) Pemeriksaan darah (Hemoglobin)
Minimal dilakukan 2x selama hamil, yaitu pada trimester I dan III. Hasil pemeriksaan dengan
sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
Tabel 2.4 Hasil Pemeriksaan Hb dengan Sahli
HB Hasil
11 gr % tidak anemia
9-10 gr % anemia ringan
7-8 gr % anemia sedang
< 7 gr % anemia berat
Diagnosa yang ditegakkan dalam ruang lingkup praktek kebidanan dan memenuhi
standar nomenklatur diagnosa kebidanan. Diagnosa kebidanan yang ditegakkan
pada anemia sedang adalah Ny.X G….P…..A…. umur…. tahun, hamil….. minggu,
tunggal/ kembar……., hidup/ mati ….., intra/ekstrauteri……, memanjang/
melintang……, fleksi/defleksi……, presentasi kepala/ bokong……, punggung kanan/
kiri…..
Data dasar :
Data subyektif :
1. Ibu mengatakan bernama ny. X
2. Ibu mengatakan saat ini ia berumur ... tahun
3. Ibu mengatakan haid terakhir tanggal…
4. Ibu mengatakan ini kehamilannya yang ke…
5. Ibu mengatakan tidak pernah keguguran
6. Ibu mengatakan sering pusing
7. Ibu mengatakan mata berkunang-kunang
8. Ibu mengatakan mudah mengantuk
Data objektif :
1. Keadaan umum dan vital sign
2. Conjungtiva dan sklera
3. HPL (hari perkiraan lahir)
4. Pemeriksaan leopold I sampai dengan leopold III
5. Djj (Denyut jantung janin)
Masalah : Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari
hasil pengkajian yang menyertai diagnosa (Varney,2004). Masalah yang sering
timbul pada ibu hamil dengan anemia ringan yaitu sering pusing, mudah lelah, mata
berkunang-kunang (Proverawati,2011)
Kebutuhan : Hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan belum teridentifikasi dalam
diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data
(Varney,2007) Kebutuhan untuk ibu hamil dengan anemia sedang adalah pemberian
konseling tentang anemia dan pengaruhnya terhadap kehamilan.
Langkah III. Diagnosa Potensial
Langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi,
oleh karena itu membutuhkan pencegahan serta pengawasan pada ibu hamil
dengan anemia terhadap kehamilannya (Varney,2007)
Pada kasus ibu hamil dengan anemia diagnosa potensial yang mungkin terjadi
adalah anemia sedang, abortus, partus prematurus, dan hambatan tumbuh
kembang janin dalam rahim (Manuaba.2010)
Langkah IV. Tindakan Segera
Menunjukan bahwa bidan dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan
prioritas masalah atau kebutuhan yang dihadapi kliennya, setelah bidan
merumuskan tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa atau masalah
potensial yang sebelumnya. Penanganan segera pada kasus anemia ini adalah
melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter obsygn, ahli gizi,
dan laboratorium (Varney,2007)
Langkah V. Rencana Tindakan Asuhan Kebidanan
Mengembangkan tindakan komprehensif yang ditentukan pada tahap
sebelumnya, juga mengantisipasi diagnosa dan masalah kebidanan secara
komprehensif yang didasari atas rasional tindakan yang relevan dan diakui
kebenarannya sesuai kondisi dan situasi berdasarkan analisa dan asumsi yang
seharusnya boleh dikerjakan atau tidak oleh bidan.
Rencana asuhan yang di berikan pada ibu hamil dengan anemia menurut
Penatalaksanaan Anemia menurut Wiknjosastro (2009) adalah:
(1) Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian preparat besi sebanyak 600-
1000mg perhari. Seperti sulfat-ferrosus atau glukonas ferrosus sampai Hb naik
menjadi 10g/100ml atau mungkin lebih bila waktu masih cukup sampai dengan janin
lahir.
(2) Pemberian vitamin C lebih efisien karena vitamin C mempunyai khasiat
mempermudah penyerapan Fe oleh selaput usus, dan anjurkan ibu untuk:
a. Meminum tablet Fe dan makan buah-buahan yang kaya akan vitamin C seperti
jeruk dan tomat.
b. Makan sayuran yang berwarna hijau setiap hari
c. Menghindari meminum teh dan kopi saat meminum tablet Fe karena dapat
menghambat penyerapan zat besi
Penatalaksanaan Anemia menurut Saifuddin (2007)
1. Pemantauan kadar Hb
2. Beri transfusi darah bila perlu
3. Pantau keseimbangan cairan
4. Beri Furrosemida 20mg IV atau peroral
5. Beri sulfas ferosus 60mg peroral ditambah asam folat 50μm per oral, sekali
sehari.
Dari penatalaksanaan anemia tersebut untuk asuhan kebidanan yang diberikan
pada klien dapat dilakukan:
1. Menganjurkan ibu untuk banyak beristirahat
2. Memberikan konseling tentang kebutuhan nutrisi selama masa kehamilan
3. Memberikan konseling tentang tablet penambah darah dan sumber makanan yang
mengandung zat besi
4. Memberikan konseling kepada ibu tentang pengaruh anemia dalam kehamilan
5. Pemeriksaan kadar Hb rutin
Langkah VI. Impelementasi
Langkah ini merupakan pelaksanaan asuhan yang menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah kelima, dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini dapat dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh klien atau
tenaga lainya (Varney, 2007)
Langkah VII. Evaluasi
Mengevaluasi keefektifan dan seluruh asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan teblet Fe. Apakah telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah diagnosa.(Varney,
2007)
Evaluasi pada ibu hamil dengan anemia menurut Wiknjosastro (2009)
1) Terpenuhinnya kebutuhan ibu untuk banyak beristirahat
2) Ibu mengerti tentang tentang kebutuhan nutrisi selama masa kehamilan
3) Ibu mengerti tentang tentang tablet penambah darah dan sumber bahan makanan
yang mengandung zat besi
4) Ibu mengerti ibu tentang pengaruh anemia dalam kehamilan
5) Pemeriksaan kadar Hb rutin, dan kadar Hb meningkat.
Menurut Varney dalam Asrinah (2010) sistem pondokumentasian asuhan
kebidanan dengan menggunakan SOAP yaitu:
a. S (subjektif) : Menggambarkan dan mendokumentasikan
hasil pengumpulan data klien melalui
anamnesa sebagai langkah satu Varney.
b. O (objektif) : Menggambarkan dan mendokumentasikan hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratorium, dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung asuhan langkah satu Varney.
c. A (assesment) : Menggambarkan dan mendokumentasikan Hasil analisa dan
interpretasi data subjektif dan objektif suatu identifikasi.
d. P (planning) : Menggambarkan dan mendokumentasikan dari tindakan dan evaluasi
perencanaan berdasarkan pada assesment sebagai langkah V, VI, VII Varney.
Selain kondisi di atas, ada bebrapa tindakan yang sering dilakukan namun sebenarnya tidak
banyak membawa manfaat bahkan justru merugikan, sehingga tidak dianjurkan melakukan
hal-hal berikut:
1) Kateterisasi kandung kemoh rutin : dapat meningkatkan resiko infeksi saluran kemih.
Lakukan jika ada indikasi.
2) Posisi terlentang : dapat mengurangi detak jantung dan penurunan aliran darah uterus
sehingga kontraksi melemah.
3) Mendorong abdomen : menyakitkan bagi ibu, meningkatkan resiko ruptura uteri.
4) Mengedan sebelum pembukaan serviks lengka : dapat menyebabkan edema dan/atau laserasi
serviks.
5) Edema.
6) Pencukuran rambut pubis.
7) Membersihkan vagina dengan antiseptik selama persalinan.
b) Asuhan Kala II
APN langkah 1-27
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul dan
memasukkan alat suntik sekali pakai 2 ½ ml ke dalam wadah partus set
3. Memakai celemek plastik
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk
pemeriksaan dalam
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan
letakkan kembali kedalam wadah partus set
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan dari vulva ke
perineum
8. Melakukan pemeriksaan dalam, pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban
sudah pecah
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%
dan membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5%
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai, pastikan DJJ dalam batas
normal (120-160 x/menit)
11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his,
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan kuat untuk meneran
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, jongkok dan mengambil posisi nyaman, jika ibu merasa
ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
15. Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm, memasang handuk bersih
untuk mengeringkan bayi pada perut ibu
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putar paksi luar secara spontan
22. Setelah kepala melakukan putar paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada
ibu untuk meneran saat kontraksi, dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan ke arah atas dan
distal untuk melakukan bahu belakang
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan tungkai
bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri diantara lutut
janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat ?
b. Apakah bayi bernafas tanpa kesulitan ?
c. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering
dan membiarkan bayi di atas perut ibu
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus
c) Kala III
APN 28-41 langkah
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM (intramuscular) di
1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin)
30. Setelah 2 menit pascapersalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama
31. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi) dan lakukan
pengguntingan tali pusat di antara dua klem tersebut
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
35. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain meregangkan tali pusat
36. Setelah uterus berkontraksi, regangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan
kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorsokranial. Jika plasenta tidak lahir setelah 30-
40 detik, hentikan peregangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan mengulangi prosedur
37. Melakukan peregangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah
atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial)
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah
untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan
bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukkan ke dalam
kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan
d) Kala IV
APN 42-58 Langkah
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 Jam
44. Setelah 1 jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis
dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral
45. Setelah 1 jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pascapersalinan dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua pascapersalinan
50. Memeriksa kembali untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai ke dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan sisa cairan ketuban,
lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin
minum
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
2) Pernapasan
Laju napas normal neonatus berkisar antara 40-60 kali permenit. perhitungan harus dilakukan
satu menit penuh karena sering terdapatperiodic breathing, yaitu pola pernapasan pada
neonatus, terutama prematur, yang ditandai dengan henti napas yang berlangsung kurang dari
20 detik, dan terjadi secara berkala. Perhatikan juga tipe pernapasan neonatus.
3) Nadi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/ menit.
b. Pemeriksaan fisik
a) Kulit
Kulit neonatus ditutupi oleh zat seperti lemak (verniks kaseosa) berfungsi sebagai pelumas
serta isolasi panas. Lanugo (rambut halus yang terdapat pada punggung bayi) lebih banyak
pada bayi kurang bulan dan makin berkurang pada bayi cukup bulan.
b) Kepala
Pada kelahiran spontan letak kepala sering terlihat tulang kepala tumpang tindih karena
Perhatikan adanya kelainan yang disebabkan trauma lahir, seperti kaput suksedaneum,
hematoma sefal, perdarahan subaponeurotik, atau fraktur tulang tengkorak. Perhatikan juga
kelainan kongenital, seperti anensefali, mikrosefali, kraniotabes, atau hidrosefalus.
c) Muka
Wajah neonatus sering tampak asimetris oleh karena posisi janin intrauterin. Kelainan wajah
yang khas terdapat pada beberapa sindrom, seperti sindrom Down atau sindrom Pierre-Robin.
d) Mata
Konjungtiva merah muda, sclera putih. Perhatikan adanya sekret mata. Konjungtivitis oleh
kuman gonokok cepat menjadi panoftalmia dan menyebabkan buta.
e) Hidung
Neonatus bernapas melalui hidung. Bila bernapas melalui mulut, harus dipikirkan
kemungkinan adanya obstruksi jalan napas karena atresia koana bilateral, fraktur tulang
hidung, atau ensefalokel yang menonjol ke nasofaring. Pernapasan cuping hidung
menunjukkan adanya gangguan paru.
f) Mulut
Dengan inspeksi, dapat terlihat adanya labio dan gnatoskisis, adanya gigi atau ranula, yaitu
kista lunak berasal dari dasar mulut. Perhatikan lidah apakah membesar, seperti pada sindrom
Beckmith, atau selalu bergerak, seperti pada sindrom Down. Neonatus dengan edema otak
atau tekanan intrakranial meninggi seringkali lidahnya keluar masuk (tanda Foote).
g) Telinga
Pada neonatus cukup bulan telah terbentuk tulang rawan, sehingga bentuk telinga dapat
dipertahankan. Perhatikan letak daun telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set
ears) terdapat pada neonatus dengan sindrom Pierre-Robin. Bila terdapat tanda-tanda infeksi,
periksalah membran timpani.
h) Leher
Leher neonatus tampak pendek, tetapi pergerakan baik. Bila terdapat keterbatasan
pergerakan, perlu dipikirkan kelainan tulang leher. Trauma leher pada persalinan sulit, dapat
menyebabkan kerusakan pleksus brakialis, sehingga terjadi paresis pada tangan, lengan, atau
diafragma. Dapat terjadi perdarahan. Sternokleidomastoideus yang bila tidak ditangani
dengan baik, dapat menyebabkan tortikolis. (Latief, 2013).
i) Dada
Bentuk dada neonatus seperti tong. Pada respirasi normal dinding dada bergerak bersama
dengan dinding perut.
j) Abdomen
Dinding perut neonatus lebih datar dari pada dinding dadanya. Bila perut sangat cekung.
Perut yang membuncit mungkin disebabkan hepatosplenomegali, tumor lainnya, atau cairan
di dalam rongga perut.
k) Genitalia
Pada bayi perempuan cukup bulan, labia minora tertutup oleh labia mayora. Lubang uretra
terpisah dari lubang vagina. Bila hanya terdapat satu lubang, berarti ada kelainan. Kadang
tampak sekret berdarah dari vagina, disebabkan oleh pengaruh hormon ibu (wihdrawal
bleeding). Pada bayi laki-laki sering terdapat fimosis. Ukuran penis berkisar antara 3-4 cm
(panjang) dan 1-1,3 cm (lebar).
l) Anus
Pemeriksaan anus untuk mengetahui ada tidaknya atresia ani. Perhatikan adanya anus
imperforata dengan memasukkan termometer ke anus. Pengeluaran mekonium biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama.
m) Punggung
Neonatus diletakkan dalam posisi tengkurap, tangan pemeriksa meraba sepanjang tulang
belakang untuk mencari adanya skoliosis, meningokel, spina bifida, spina bifida okulta, atau
sinus pilonidalis.
n) Ekstremitas
Perhatikan pergerakan ekstremitas. Bila ada asimetri, kemungkinan adanya patah tulang atau
kelumpuhan saraf. Kelumpuhan pada lengan mungkin disebabkan oleh fraktur humerus atau
kelumpuhanErb (kerusakan pada saraf servikal 5 dan 6).
c. Pemeriksaan refleks
1) Reflek rooting
Diperiksa dengan menyentuhkan ujung jari atau puting di sudut mulut bayi, maka bayi akan
menengok ke arah rangsangan dan berusaha memasukkan ujung jari tersebut ke mulutnya.
2) Reflek sucking
Refleks sucking atau refleks isap terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang
disertai refleks menelan.
3) Reflek Moro
Gendong bayi dalam posisi setengah duduk, biarkan kepala dan badan bayi jatuh ke belakang
dengan sudut 30o atau tempatkan bayi pada permukaan yang rata lalu hentakkan permukaan
untuk mengejutkan bayi. Reflek tonic neck atau fencing
4) Reflek withdrawal
Pemeriksaan dilakukan dengan jarum untuk merangsang telapak kaki, maka akan terjadi
fleksi pada tungkai yang dirangsang dan terjadi ekstensi pada tungkai kontralateral.
5) Reflek Babinski
Pada telapak kaki, dimulai pada tumit, gores sisi lateral telapak kaki ke arah atas kemudian
gerakkan jari sepanjang telapak kaki. Reaksinya semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu jari
dorsofleksi, dicatat sebagai hasil positif. Jika refleks ini tidak ada, perlu dilakukan
pemeriksaan neurologis. Harus hilang setelah usia satu tahun.
6) Reflek plantar grasp
Tempatkan jari pada telapak kaki, maka akan terjadi fleksi jari-jari kaki. Respons telapak
kaki berkurang pada usia 8 bulan.
7) Reflek palmar grasp
Tempatkan jari pada telapak tangan, maka jari-jari bayi akan menggenggam jari pemeriksa.
Respons telapak tangan menurun pada usia 3-4 bulan.
d. Pengukuran antropometri
1) Berat badan
Berat neonatus cukup bulan antara 2500 sampai 4000 gram. Penurunan berat badan lebih dari
5% berat badan lahir menunjukkan kekurangan cairan.
2) Panjang badan
Panjang neonatus cukup bulan 45 sampai 54 cm.
3) Lingkar kepala
a) Ukuran lingkaran kepala
Sirkumferensia : Diukur mengelilingi kepala melewati
Occipitomentalis os oksipitalis sampai titik mentalis,
besarnya ± 35 cm.
Sirkumferensia : Diukur mengelilingi kepala
Occipitofrontalis melewati fontanella
posterior,eminentia parietalis,
dan margo supraorbitalis, besarnya
33 cm sampai 34 cm .
Sirkumferensiasuboccipito : Diukur mengelilingi kepala melewati
bregmatica protuberantia occipitalis, eminentia
parietalis, dan bregma, besarnya 30
cm sampai 32 cm.
Sirkumferensiasubmento : Diukur mengelilingi kepala melewati
bregmatica bawah dagu ke bregma, besarnya ±
32 cm.
Sirkumferensiamontoverticalis : Diukur melingkar melewati dagu ke
atas sampai vertex, besarnya 38 cm.
b) Lingkar dada
Lingkar dada biasanya 2 cm lebih kecil dari lingkaran kepala. Panjang lingkar dada 30-38
cm.
c) Lingkar lengan
Pengukuran dilakukan pada pertengahan lengan bayi, normalnya 9-11 cm.
3. Analisa Data
Neonatus aterm usia … fisiologis
4. Pelanatalaksana
a. Asuhan Bayi Baru Lahir di Fasilitas Kesehatan
Asuhan Bayi Baru Lahir di Fasilitas Kesehatan menurut Pelayanan Kesehatan Neonatal
Esensial (2012) :
1) Pastikan bayi tetap hangat
2) Isap lendir dari mulut dan hidung (hanya jika perlu)
3) Keringkan
4) Pemantauan tanda bahaya
5) Klem, potong tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit setelah lahir
6) Lakukan Inisiasi Menyusui Dini
7) Berikan suntikan Vit K1 1 mg intramuskuler, di paha kirianterolateral setelah
Inisiasi Menyusui Dini
8) Beri salep mata antibiotika pada kedua mata
9) Pemeriksaan fisik
10) Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 ml intramuskular di paha kanananterolateral kira-kira 1-2
jam setelah pemberian VIT K1
b. Pemulangan Bayi
Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan seharusnya dipulangkan minimal 24 jam setelah lahir
apabila selama pengawasan tidak dijumpai kelainan. Sedangkan pada bayi yang lahir di
rumah bayi dianggap dipulangkan pada saat petugas kesehatan meninggalkan tempat
persalinan. Pada bayi yang lahir normal dan tanpa masalah petugas kesehatan meninggalkan
tempat persalinan paling cepat 2 jam setelah lahir.
c. Kunjungan Ulang
Terdapat minimal tiga kali kunjungan ulang bayi baru lahir :
1) Pada usia 6 – 48 jam (kunjungan neonatal 1)
2) Pada usia 3 – 7 hari (kunjungan neonatal 2)
3) Pada usia 8 – 28 hari (kunjungan neonatal 3)
a) Lakukan pemeriksaan fisik, timbang berat, periksa suhu, dan kebiasaan makan bayi.
b) Periksa tanda bahaya :
c) Periksa tanda – tanda infeksi kulit sperfisial, seperti nanah keluar dari umbilikus kemerahan
di sekitar umbilikus, adanya lebih dari 10 pustula di kulit, pembengkakan, kemerahan, dan
pengerasan kulit.
d) Bila terdapat tanda bahaya atau infeksi, rujuk bayo ke fasilitas kesehatan.
e) Pastikan ibu memberikan ASI eksklusif.
f) Tingkatkan kebersihan dan rawat kulit, mata, serta tali pusat dengan baik.
g) Ingatkan orang tua untuk mengurus akte kelahiran bayinya.
h) Rujuk bayi untuk mendapatkan imunisasi pada waktunya.
i) Jelaskan kepada orang tua untuk waspada terhadap tanda bahaya pada bayinya.
a. Kunjungan I (umur 6 jam – 3 hari)
1) Melakukan observasi TTV, BAB dan BAK untuk mencegah terjadinya tanda
bahaya neonatus.
2) Memberikan nutrisi, yaitu pemberian ASI sebanyak 60 cc/ kg BB/ 24 jam pada hari pertama,
90 cc/ kg BB/ 24 jam pada hari kedua, 120 cc/ kg BB/ 24 jam pada hari ketiga karena utrisi
penting untuk metabolisme tubuh.
3) Memandikan bayi setelah 6 jam persalinan untuk mencegahhipotermi.
4) Merawat tali pusat untuk mencegah terjadinya infeksi.
5) Menjaga kehangatan dengan membedong bayi untuk menghindarihipotermi.
6) Menjelaskan tanda bahaya bayi baru lahir meliputi
a) Hipotermi/ hipertermi
b) Malas minum
c) Tidak berkemih setelah 24 jam
d) Mekonial belum keluar setelah 3 hari pertama kelahiran
e) Tali pusat menunjukkan tanda – tanda infeksi
f) Rewel dan menangis terus
g) Warna kulit sianosis
h) Feces hijau/ berlendir/ berdarah
i) Sulit bernapas
Agar Ibu dapat memahami tanda bahaya BBL dan jika ada salah satu tanda yang muncul
dapat segera di tangani.
7) Melakukan rawat gabung karena dapat mencipkatan bounding antara ibu dan bayi.
8) Menjadwalkan kunjungan ulang neonatus untuk mengevaluasi keadaan bayi
b. Kunjungan II (umur 4-7 hari)
1) Melakukan observasi TTV, BAB, dan BAK untuk Mencegah terjadinya tanda
bahaya neonates.
2) Mengevaluasi pemberiaan nutrisi, yaitu pemberian ASI sebanyak 200cc/Kg BB/24 jam
karena nutrisi penting untuk metabolisme tubuh.
3) Mengingatkan kembali pada ibu tentang tanda bahaya pada neonatusagar Ibu dapat
memahami tanda bahaya pada neonatus dan jika ada salah satu tanda yang muncul dapat
segera di tangani.
4) Menjadwalkan kunjungan ulang neonatus untuk Mengevaluasi keadaan bayi dan
menjadwalkan program imunisasi.
c. Kunjungan III (umur 8-14 hari)
1) Observasi TTV, BAB, dan BAK untuk Mencegah terjadinya tanda bahaya neonatus.
2) Memberikan imunisasi BCG untuk memberikan kekebalan tubuh bayi terhadap
virus tuberculosis.
3) Mengingatkan kembali pada ibu tentang tanda bahaya neonatus agar ibu dapat memahami
tanda bahaya pada neonatus dan jika ada salah satu tanda yang muncul dapat segera di
tangani.
4) Menjadwalkan kunjungan ulang neonatal untuk Mengevaluasi keadaan bayi dan
menjadwalkan imunisasi selanjutnya.
d. Kunjungan IV (umur ≥15 hari)
1) Observasi TTV, BAB, dan BAK untuk Mencegah terjadinya tanda bahaya neonatus.
2) Memastikan bahawa bayi sudah bisa menyusu dengan baik, minimal 2-4 jam sekali
menyusu, berkemih 6-8 x/hari, dan gerakan bayi aktif.
3) Mengingatkan kembali pada ibu tentang tanda bahaya neonatus agar ibu dapat memahami
tanda bahaya neonatus dan jika ada salah satu tanda yang muncul dapat segera di tangani.
4) Menjadwalkan kunjungan neonatal dan mengingatkan pada ibu. jadwal imunisasi selanjutnya
agar dapat mengevaluasi keadaan bayi.
Serta dilakukan evaluasi asuhan kebidanan pada neonatus, tujuannya yaitu untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan tindakan kebidanan yang dilakukan pada neonatus,
efektif jika sesuai dengan kriteria hasil menurut Menurut Sudarti (2010), yaitu:
(a) Bayi dapat beradaptasi dengan kehidupan di luar uterus.
(b) Tidak terjadi infeksi.