Laporan Argentometri - Kelompok 6b (Caker Fi)
Laporan Argentometri - Kelompok 6b (Caker Fi)
TITRASI ARGENTOMETRI
PENETAPAN KADAR NATRIUM KLORIDA DALAM
INFUS
DISUSUN OLEH:
GOLONGAN II
KELOMPOK 6B
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
TITRASI ARGENTOMETRI
PENETAPAN KADAR NATRIUM KLORIDA DALAM INFUS
I. TUJUAN
I.1 Memahami prinsip metode titrasi argentometri
I.2 Mampu menetapkan normalitas rata-rata AgNO3 yang digunakan dalam
praktikum.
I.3 Menetapkan kadar Natrium Klorida dalam infus dengan metode titrasi
argentrometri
1
2.3 Kalium Kromat
Kalium Kromat mengandung tidak kurang dari 99,0 % K2CrO4. Berupa
massa hablur berwarna kuning, larutan jernih, dan sangat mudah larut dalam air
(Depkes RI, 1979).
2.4 Titrasi Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak
nitrat pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode
pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang
relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:
2
titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa
kuat (Harjadi,1993),
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode
Volhard, metode K. Fajans, dan metode Leibig.
1) Metode Mohr
Metode Mohr ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan
penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan
terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka
penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk
endapan perak kromat yang berwarna merah. Kerugian dari metode Mohr adalah:
o Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr tetapi
untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena
endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat,
sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
o Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap.
o Titik akhir titrasi kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
o Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil
yang rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir titrasi
diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi
(Gandjar dan Rohman, 2007).
2) Metode Volhard
Metode ini dilakukan dengan menetapkan perak secara teliti dalam suasana
asam dengan larutan baku kalium atau ammonium tiosianat yang mempunyai
hasil kali kelarutan 7,1 × 10-13. Kelebihan dari tiosianat yaitu dapat ditetapkan
secara jelas dengan garam besi(III) nitrat atau besi(III) ammonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi(III)-tiosianat dalam
lingkungan asam nitrat 0,5-1,5 N. Titrasi dengan metode Volhard harus dilakukan
dalam suasana asam dengan pH larutan harus dibawah 3, sebab ion besi(III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak
dapat ditunjukkan. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,1-1% sebelum titik
3
ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion
perak yang diadsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan
tiosianat. Metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida,
bromida, dan iodida dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan
baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat
dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Gandjar dan Rohman, 2007).
3) Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen,
indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator adsorbsi adalah zat yang dapat
diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH (Khopkhar, 1990). Indikator tidak
memberikan perubahan warna pada larutan tetapi pada permukaan endapan. Hal-
hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini, ialah:
o Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid.
o Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan
karena mempunyai daya mengkoagulasi.
o Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali
yang akan mengakibatkan perubahan warna tidak jelas.
o Ion indikator muatannya harus berlawanan dengan ion pengendap.
o Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum mencapai titik ekivalen, tetapi
harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen.
o Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
4) Metode Leibig
Pada metode leibig, titik akhirnya tidak ditentukan dengan indikator akan
tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Cara leibig hanya menghasilkan
titik akhir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi dilakukan pada saat
mendeteksi titik akhir titrasi dengan perlahan-lahan. Cara leibig tidak dapat
dilakukan pada keadaan larutan amoni alkalis karena ion perak akan membentuk
4
komplek Ag(NH3)2 yang kuat. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit
larutan KI (Gandjar dan Rohman, 2007),
2.5 Penetapan Kadar Natrium Klorida
Penetapan kadar serbuk natrium klorida dilakukan dengan timbang seksama
250 mg, larutkan dalam 50 mL air. Titrasi dengan perak nitrat 0,1 N
menggunakan indikator larutan kalium kromat P. 1 mL perak nitrat 0,1 N setara
dengan 5,844 mg NaCl (Depkes RI, 1979).
Penetapan kadar Natrium Klorida dalam infus dapat dilakukan dengan cara
yang sama seperti pada penetapan kadar serbuk Natrium Klorida dengan
menggunakan 25 mL larutan infus (Depkes RI, 1979).
5
Ditanya : Massa Kalium kromat yang ditimbang?
Jawab :
Kalium kromat 5%b/v berarti 5 gram dalam 100 mL pelarut, maka untuk
membuat 100 mL larutan diperlukan
5 gram x
=
100 mL 25 mL
5 gram x 25 mL
x= =1,25 gram
100 mL
Jadi, massa Kalium kromat yang ditimbang adalah 1,25 gram
IV.1.2 Prosedur Kerja
Ditimbang 1,25 g kalium kromat P dan dimasukkan ke dalam gelas
beaker. Kemudian dilarutkan dengan aquadest secukupnya hingga larut.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda
batas.
IV.2 Pembuatan Larutan Standar Perak Nitrat 0,1 N
IV.2.1 Perhitungan
Diketahui : N AgNO3 = 0,1 N
V AgNO3 = 250 mL
BM AgNO3 = 169,87 g/mol
Ditanya : Massa AgNO3 yang ditimbang?
Jawab : AgNO3 → Ag + + NO3- (ek = 1 grek/mol)
N 0,1
M= = =0,1 M
ek 1
massa 1000
M= ×
BM V (mL)
massa 1000
0,1 M= ×
169,87 g/mol 250 mL
g
0, 1 M ×169,87 ×250mL
mol
Massa = = 4,24675 gram
1000
Jadi, massa AgNO3 yang ditimbang adalah 4,24675 gram
IV.2.2 Prosedur Kerja
6
Ditimbang seksama 4,24675 gram AgNO3 dan dimasukkan ke dalam gelas
beaker. kemudian dilarutkan dengan sedikit aquadest hingga larut. Dimasukkan
ke labu ukur 500 mL dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas.
7
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III penetapan kadar Natrium
klorida dalam infus dilaksanakan dengan memipet larutan infus sebanyak 25 mL.
Dititrasi dengan perak nitrat 0,1 N menggunakan indikator larutan kalium kromat
P. 1 mL perak nitrat 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl (Depkes RI, 1979).
V. SKEMA KERJA
5.1 Penyiapan Larutan Kalium kromat
8
5.3 Penyiapan Larutan Natrium klorida 0,1 N
Ditimbang Natrium klorida 0 , 584 4 gram dengan gelas beaker pada
neraca analitik
10
VI. HASIL DAN PERHITUNGAN
VI.1 Data Hasil Percobaan
VI.1.1 Tabel Penimbangan
11
(mL)
10,2 mL
- Endapan putih – endapan merah Titik Akhir
10,1 mL
- Warna larutan kuning – Jingga Titrasi Tercapai
10,25 mL
Titik Akhir titrasi : 10,2 mL; 10,1 mL; 10,25 mL
Normalitas AgNO3 : 0,098 N; 0,099 N; 0,098 N
Normalitas AgNO3 rata-rata : 0,098 N
Standar Deviasi : 7,071 x 10-4
% Kesalahan (RSD) : 0,72 %
VI.1.3 Penetapan Kadar NaCl
Larutan Standar AgNO3 yang digunakan : 0,098 N
Indikator : Kalium Kromat
Volume HCl
Pengamatan Kesimpulan
(mL)
15,4 mL - Endapan putih – endapan merah Titik Akhir Titrasi
15,1 mL Warna larutan kuning – Jingga Tercapai
16,7 mL
Titik akhir titrasi : 15,4 mL; 15,1 mL; 16,7 mL
Kadar %b/v NaCl : 0,882 %b/v; 0,8648 %b/v; 0,9564 %b/v
Rata-rata Kadar %b/v NaCl : 0,901 %b/v
% Recovery : 90%; 96,08%; 106, 27%
Rata-rata % Recovery : 100,12%
Standar Deviasi : 0,048
% Kesalahan (RSD) : 5,3 %
VI.2 Perhitungan
VI.2.1 Standarisasi larutan AgNO3
Diketahui : Normalitas NaCl = 0,1 N
Volume NaCl = 10 mL
Ekivalensi AgNO3 = 1 grek/L
Volume AgNO3 I = 10,2 mL
12
II = 10,1 mL
III = 10,25 mL
Ditanya :
a. Normalitas AgNO3 rata - rata = …?
b. Standar deviasi dan Standar deviasi relatif pembakuan AgNO3 = …?
Jawab :
a. Perhitungan normalitas rata-rata larutan AgNO3
NaCl(aq) Na+ + Cl- (Ek=1 grek/L)
N 0,1 N
M NaCl = = = 0,1 M
ek 1 grek / L
mol NaCl = M x V NaCl
= 0,1 M x 10 mL
= 1 mmol
NaCl(aq) + AgNO3(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
Mula : 1 mmol 1 mmol - -
Bereaksi : 1 mmol 1 mmol 1 mmol 1 mmol
Sisa : - - 1 mmol 1 mmol
Jadi, mol AgNO3 = 1 mmol
1) Titrasi I
Volume bereaksi = 10,2 mL
mol AgN O3 1 mmol
M AgNO3 = = = 0,098 M
volume AgN O 3 10,2mL
N AgNO3 = M × ek
= 0,098 M x 1 grek/L = 0,098 N
Jadi, Normalitas AgNO3 pada titrasi I adalah 0,098 N.
2) Titrasi II
Volume AgNO3 = 10,1 mL
mol AgN O 3 1 mmol
M AgNO3 = = = 0,099 M
volume AgN O 3 10,1mL
N AgNO3 = M × ek
13
= 0,099 M x 1 grek/L = 0,099 N
Jadi, Normalitas AgNO3 pada titrasi II adalah 0,099 N.
3) Titrasi III
Volume AgNO3 = 10,25 mL
mol AgN O3 1 mmol
M AgNO3 = = = 0,098 M
volume AgN O 3 10,25mL
N AgNO3 = M × ek
= 0,098 M x 1 grek/L = 0,098 N
Jadi, Normalitas AgNO3 pada titrasi III adalah 0,098 N.
N I + N II +N III
Normalitas Rata-rata AgNO3 =
3
0,09 8 N + 0,099 N + 0 098 N
=
3
0,295 N
= = 0,098 N
3
Jadi, Normalitas AgNO3 rata-rata adalah 0,096 N.
b. Standar deviasi dan standar deviasi relative pembakuan AgNO3
Titrasi N AgNO3 (x) xrata-rata (x – xrata-rata) (x – xrata-rata)2
I 0,098 N 0,098 N 0N 0N
II 0,099 N 0,098 N 10-3 N 10-6 N
III 0,098 N 0,098 N 0N 0N
∑ (x – xrata-rata)2 10-6 N
Σ ( x – x rata −rata )²
Standar deviasi =
√-6
n -1
= 10
2 √
= 7,071 x 10-4 N
Jadi, standar deviasi pembakuan AgNO3 adalah 1,225 × 10-3 N.
SD
RSD = × 100%
xrata−rata
7,071×10−4 N
= × 100% = 0,72 %
0 , 098 N
14
VI.2.2 Penetapan Kadar Infus NaCl
Diketahui : Volume AgNO3 (I) = 15,4 mL
Volume AgNO3 (II) = 15,1 mL
Volume AgNO3 (III) = 16,7 mL
ekivalensi AgNO3 = 1 grek/L
Normalitas AgNO3 = 0,098 N
Volume NaCl = 10 mL
ekivalen NaCl = 1 grek/L
BM NaCl = 58,44 g/mol
Kadar pada etiket = 0,9 %b/v
Ditanya :
a. Kadar NaCl rata-rata dalam (% b/v) = . . .?
b. Standar deviasi penetapan kadar NaCl = …?
c. Standar deviasi relatif penetapan kadar NaCl = …?
d. Persentase perolehan kembali (% recovery) = …?
Jawab :
AgNO3(aq) Ag+ + NO3 - (Ek=1 grek/L)
N 0,1 N
M AgNO3 = = = 0,1 M
ek 1 grek / L
NaCl(aq) + AgNO3(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
Mol NaCl = Mol AgNO3
1) Titrasi I
Mol NaCl = Mol AgNO3
= M x V AgNO3
= 0,098 M x 15,4 mL
= 1,5092 mmol
Massa NaCl = BM x mol
= 58,44 g/mol x 1,5092 mmol
= 88,2 mg
=0,0882 gram
15
0,0882 gram
Kadar NaCl = × 100% = 0,882 % b/v
10 mL
kadar yang diperoleh
% recovery = × 100%
kadar pada etiket
0,882 % b/ v
= 0 , 9 % b/ v × 100%
= 98 %
2) Titrasi II
Mol NaCl = Mol AgNO3
= M x V AgNO3
= 0,098 M x 15,1 mL
= 1,4798 mmol
Massa NaCl = BM x mol
= 58,44 g/mol x 1,4798 mmol
= 86,48 mg
= 0,08648 gram
0,08648 gram
Kadar NaCl = × 100% = 0,8648 % b/v
10 mL
kadar yang diperoleh
%recovery = × 100%
kadar pada etiket
0 , 8648 % b/ v
= 0 , 9 % b /v × 100%
= 96,08 %
3) Titrasi III
Mol NaCl = Mol AgNO3
= M x V AgNO3
= 0,098 M x 16,7 mL
= 1,6366 mmol
16
Massa NaCl = BM x mol
= 58,44 g/mol x 1,6366 mmol
= 95,64 mg
= 0,09564 gram
0,0 9564 gram
Kadar NaCl = × 100% = 0,9564 % b/v
10 mL
kadar yang diperoleh
% recovery = × 100%
kadar pada etiket
0 , 9564 % b /v
= 0 , 9 % b /v × 100%
= 106,07%
Rata-rata %recovery =
90 %+ 96,08 %+106,27 %
=
3
= 100,12 %
Standar deviasi (SD) dan Standar deviasi relatif (RSD) penetapan
kadar NaCl
Titrasi Kadar (x) xrata-rata (x – xrata-rata) (x – xrata-rata)2
I 0,882 %b/v 0,901 %b/v -0,019 % b/v 3,61 x 10-4 % b/v
II 0,8648 %b/v 0,901 %b/v -0,0362 % b/v 1,31 ×10-3 % b/v
III 0,9564 %b/v 0,901 %b/v 0,0554 % b/v 3,06 ×10-3 % b/v
∑ (x – xrata-rata)2 4,731 ×10-3 % b/v
17
Σ ( x – x rata −rata )²
Standar deviasi =
√ n -1
-3
= 4,731 × 10
2 √
= 0,048 % b/v
RSD = × 100%
0,048 % b/ v
= × 100% = 5,3 %
0 , 901% b/ v
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar NaCl dari suatu cairan infus
dengan menggunakan titrasi argentometri. Titrasi argentometri merupakan metode
umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang
membentuk endapan dengan perak nitrat pada suasana tertentu. Metode
argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Ada beberapa metode yang digunakan dalam titrasi argentometri, yaitu
metode Mohr, Volhard, K. Fajans, dan Leibig. Pada praktikum ini yang digunakan
adalah metode Mohr, karena metode Mohr ditandai dengan pembentukan endapan
berwarna, yang mana endapan ini digunakan untuk menetapkan kadar klorida
dalam suasana netral atau sedikit basa dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi ini dilakukan pada pH 6,5-9,0; jika
dilakukan dalam suasana asam, perak kromat akan larut dan terbentuk dikromat,
sedangkan pada suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida (Khopkar,
1990).
18
(Khopkar, 1990).
Praktikum ini terdiri dari beberapa tahap, antara lain pembuatan larutan
seperti larutan AgNO3 0,1 N, NaCl 0,1 N dan indikator K2CrO4 5% b/v,
standarisasi larutan AgNO3, serta penetapan kadar NaCl pada cairan infus.
Pembuatan larutan AgNO3 bertujuan untuk membuat larutan baku yang digunakan
sebagi titran dalam titrasi ini. Larutan NaCl 0,1 N digunakan sebagai titrat dalam
proses standarisasi AgNO3.
Terlebih dahulu dilakukan standarisasi AgNO3 dengan NaCl 0,1 N. Dalam
standarisasi maupun penetapan kadar, indikator kalium kromat (K 2CrO4) diatur
konsentrasinya 5 %b/v untuk menghindari terjadinya pengendapan perak kromat
(Ag2CrO4) mendahului pengendapan perak klorida (AgCl). Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya titik akhir titrasi sebelum tercapai titik ekivalen karena
Ksp dari perak kromat (Ksp Ag2CrO4 = 9×10-12) lebih kecil daripada Ksp perak
klorida (Ksp AgCl = 1,56×10-10) (Harvey, 2000). pH juga menjadi hal yang
penting dari titrasi ini, karena dalam suasana asam (pH < 6,5), ion kromat (CrO 42-)
akan berubah menjadi ion dikromat (Cr2O72-) sehingga tidak dapat menghasilkan
endapan dengan adanya perak nitrat (AgNO3), sedangkan pada suasana basa akan
terbentuk endapan perak oksida (Ag2O) yang mengakibatkan bertambahnya
jumlah perak nitrat sebagai pentiter untuk bereaksi dengan ion klorida (Cl -)
(Khopkar, 1990). Selama titrasi argentometri dengan metode Mohr, larutan harus
digojog dengan baik. Bila tidak digojog dengan baik, maka terbentuk perak oksida
(Ag2O) sehingga terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai (titik akhir mendahului titik ekivalen), sehingga
mengurangi keakuratan hasil yang diperoleh (Watson, 2007).
Dalam standarisasi maupun penetapan kadar, awalnya terbentuk endapan
berwarna putih yang merupakan perak klorida (AgCl). Terbentuknya endapan
perak klorida (AgCl) pada titrasi ini dikarenakan hasil kali konsentrasi ion dari
perak klorida (AgCl) lebih besar daripada hasil kali kelarutan perak klorida (Ksp
AgCl). Titik akhir titrasi terjadi saat seluruh ion klorida (Cl -) telah bereaksi
dengan perak nitrat (AgNO3) dan kelebihan perak nitrat (AgNO 3) akan bereaksi
dengan ion kromat (CrO42-) dari indikator (Basset et al., 1994). Titik akhir titrasi
19
tercapai ketika terbentuk endapan merah kecoklatan dari perak kromat (Ag2CrO4)
yang menyebabkan warna larutan berubah menjadi merah kecoklatan (Sudjadi
dan Rohman, 2004). Standarisasi dilakukan untuk memperoleh normalitas larutan
AgNO3 secara pasti, karena pada proses pembuatan AgNO3 kemungkinan terjadi
kesalahan dan AgNO3 bersifat tidak stabil apabila terpapar cahaya dengan adanya
zat organik menjadi berwarna abu-abu atau hitam keabu-abuan (Depkes RI,
1995).
Standarisasi dilakukan dengan mengambil 10 mL larutan NaCl 0,1 N
kemudian ditirasi dengan larutan AgNO3 dengan menggunakan 1 mL indikator
kalium kromat 5% b/v yang mengubah larutan menjadi warna kuning sebelum
dilakukannya titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya endapan
merah kecoklatan pada dasar Erlenmeyer. Dalam titrasi ini digunakan indikator
kalium kromat 5% karena suasana dari larutan tersebut cenderung netral. Oleh
karena itu, pengaturan pH sangat diperlukan. Reaksi yang terjadi adalah (Sudjadi
dan Rohman, 2004):
20
Dikarenkan larutan AgNO3 yang kurang mencukupi, maka titrasi dilakukan
dengan 10 mL campuran sampel dan indikator yang telah dibuat sebelumnya.
Seperti halnya pada tahap standarisasi AgNO3, indikator kalium kromat 5% b/v
juga digunakan untuk penentuan titik akhir titrasi. Larutan yang awalnya
berwarna kuning setelah dititrasi akan terbentuk endapan putih AgCl. Endapan
putih yang terbentuk akan semakin banyak seiring bertambahnya AgNO 3. Ketika
larutan berwarna merah kecoklatan dan terbentuk endapan putih maka pada saat
inilah ion Cl- yang berasal dari NaCl sudah tepat habis bereaksi dengan Ag + dari
AgNO3 kemudian ion Ag+ dari AgNO3 akan bereaksi dengan ion CrO42- dari
K2CrO4 yang menunjukkan perubahan warna larutan dari kuning menjadi merah
kecoklatan. Reaksi yang terjadi antara larutan AgNO3 dengan larutan NaCl
adalah:
VIII. PENUTUP
VIII.1 Kesimpulan
21
VIII.1.1 Penetapan kadar natrium klorida
menggunakan titrasi argentometri. Argentometri merupakan metode umum
untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang
membentuk endapan dengan perak nitrat atau AgNO3. Pada praktikum ini,
digunakan metode Mohr yang merupakan salah satu metode titrasi
argentometri yaitu penetapan kadar klorida dalam suasana netral dengan
menggunakan larutan baku AgNO3 dan indikator kalium kromat 5%. Titik
akhir titrasi pada standarisasi dan penetapan kadar natrium klorida adalah
terbentuk endapan berwarna putih dengan larutan berwarna merah
kecoklatan.
VIII.1.2 Normalitas rata-rata larutan standar AgNO3
yang diperoleh sebesar 0,098 N dengan standar deviasi sebesar 7,071 x 10-4
N dan %RSD sebesar 0,72%.
VIII.1.3 Kadar NaCl rata-rata yang diperoleh sebesar
0,901% b/v dengan standar deviasi 0,048% b/v dan %RSD sebesar 5,3%.
Perolehan kembali yang didapat yaitu 0,882%,0,8648 %, 0,9564%, rata-rata
perolehan kembali adalah 100,12%.
VIII.2 Saran
VIII.2.1 Praktikan diharapkan mampu meningkatkan ketelitian dalam uji
penetapan kadar Natrium Klorida agar diperoleh hasil yang optimal dan
bersesuaian dengan kadar Natrium Klorida dalam infus.
VIII.2.2 Dalam hal metode titrasi yang dilakukan, diharapkan ketelitian dan
pemahaman yang baik mengenai titik akhir titrasi agar hasil yang diperoleh
tidak jauh berbeda dengan kadar Natrium Klorida dalam infus.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York : The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Khopkhar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Kisman, S.. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung: Bumi Aksara.
Sudjadi dan A. Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Watson, D. G. 2007. Analisis Farmasi : BA Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Wiryawan, A., R. Retnowati, dan A. Sabarudin. 2013. Kimia Analitik. Jakarta :
Buku Sekolah Elektronik.
LAMPIRAN
24
Gambar 2. Titrasi Larutan infus dengan Perak nitrat 0,1 N
25