Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR MEDIASTINUM

A. LANDASAN TEORITIS PENYAKIT


1. DEFENISI
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi
jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea,
kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam rongga
mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri.
Rongga mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh
darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya. Rongga mediastinum sempit dan tidak dapat
diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ didekatnya dan
dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. ( Hood Alsagaff,
2006)
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh,
sedangkan mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat antata paru-
paru kanan dan paru-paru kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar,
pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat,
kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumormediastinum adalah
tumor yang berada di daerah mediastinum. Tidak ada hal yang spesifik
yang dapat mencegah tumor mediastinum ini. (dr. Agus Rahmadi, 2010).

1
(Gambar :tumor mediastinum)

2. ETIOLOGI
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor
adalah :
a. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekarja
pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap
sebagai penyababnya
b. Faktor Genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20% berisiko menderita kanker/
tumor pada lambung dari pada golongan darah O, selain itu berubahan
genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan
tumor.
c. Faktor Fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-
ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa

2
sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari maupun sinar lain
seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor Nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang
dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus
timbulnya tumor.
e. Penyebab Bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyabab tumor
dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada
binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang
lanjut pada manusia.
f. Faktor Hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan
kepastian peranannnya belum jelas. Pengaruh hormon dalam
pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi
oleh hormon tersebut.

3. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus,
faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan
dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan
adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya
perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agent
biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
beraksi langsung dan merubah struktur darsar dari komponen genetic
(DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai
dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor.
Hal ini dapat berlangsung lama,minggu bahkan sampai tahunan.
Semakin meningkatnya volume massa sel-seL yang berproliferasi
maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan
sekitarnya,pelepasan berbagai substansi pada jaringan normal seperti

3
prostalandin, radikal bebas dan protein-protin reaktif secara berlebihab
sebagai penyebab timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel
kanker terhadap jaringan sekitarnya, terutama jaringan yang memiliki
ikatan yang relatif lemah. Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang
memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari
jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar keberbagai organ
tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun
peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif
pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct
pressure/indirect pressur) serta dapat menimbulkan distruksi jaringan
sekitar yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan
lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum,
bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala
telah melibatkan banyak kerukan pembuluh darah. Kondisi kanker juga
meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder, sehingga kadang kala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran
napas seperti pneumoni tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik
kurang dijumpai gejala demam yang menonjol. (Muttaqin, 2007).

4. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA


Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien
sering datang setelah tumor cukup besar disertai keluhan dan tanda akibat
penekanan tumor terhadap organ sekitarnya. Tanda dan gejala yang timbul
tergantung pada organ yang terlibat:
 Batuk, sesak, atau stridor bila terjadi penekanan atau inasi pada
trakea dan atau bronkus utama.
 Disfagia bila terjadi penekanan atau invasi pada esofagus.
 Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak.
 Suara serak dan batuk kering bila nervus laringeal terlibat

4
 Paralisis diafragma timbul apabila terjadi penekanan pada nervus
frenikus
 Nyeri dinding dada pada tumor neurogenik atau pada penekanan
pada sistem syaraf.

Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum


anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh
kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis.
Kompresi batang trakhebronkus biasanya memberikan gejala seperti
dispnae, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu
stidor. Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala
obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau
plekus brakialis masing-masing menimbulkan paralisis plika vokalis,
sindrom horner dan sindrom pancoast. Tumor mediastinun yang
menyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum
superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis
diafragma. (Muttaqin, 2007).

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
a. Prosedur Radiologi
 Foto thoraks
Dari foto thoraks PA atau lateral untuk menentukan lokasi tumor
anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran
tumor yang besar sulit ditentukan lokasinya yang pasti.
 Tomografi
Dapat menentukan lokasi tumor, mendeteksi klasifikasi pada lesi
yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid, dan kadang-
kadang timoma. Teknik ini semakin jarang digunakan.
 CT-scan toraks dengan kontras
apat mendeskripsikan lokasi, kelainan tumor secara lebih baik,
kemungkina jenis tumor, misalnya pada teratoma dan timoma,
menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah

5
telah terjadi invasi atau belum, mempermudah pelaksanaan
pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi, serta untuk
menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastiinum bila
dilakukan CT-Scan Toraks dan CT-Scan abdomen.
 Flouroskopi
Untuk melihat kemungkinan terjadi aneurisma aorta.
 Ekokardiografi
Untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga terjadi aneurisma
aorta.
 Angiografi
Lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma aorta dibandingkan
flouroskopi dan ekokardiografi.
 Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan dilakukan bila ada dugaan invasi atau
penekanan pada esofagus.
 USG, MRI, dan Kedokteran Nuklir
Jarang dilakukan, tetapi pemeriksaan ini terkadang harus dilakukan
untuk beberapa kasus tumor mediastinum.
(www.klik pdpi.com/tumor mediastinum)

b. Prosedur Endoskopi
 Bronkoskopi
Dilakukan bila ada indikasi operasi, dapat memberikan informasi
tentang penekanan tumor teerhadap saluran nafas beserta lokasinya,.
Bronkoskopi sering dapat digunakan untuk membedakan antara
tumor mediastinum dengan kanker paru primer.
 Mediastinoskopi
Tindakan ini dilakukan bila tumor berlokasi di mediastinum anterior.
 Esofagoskopi
 Torakoskopi Diagnostik
 Elektromagnestic Navigation Diagnostic Bronchoscopy

6
Tindakan ini merupakan metode yang aman untuk mengambil
sampel lesi-lesi yang terletak agak ke perifer dimana bronkoskopi
biasa tidak bisa mencapainya. Selain itu tindakan ini dapat
digunakan untuk mengambil sampel lesi tumor mediastinum dengan
cara Tranbroncial Needle Bronchoscopy Aspiration (TNBA), dimana
dapat memberikan hasil diagnostik yang tinggi serta tidak
dipengaruhi oleh besar kecil dan lokasi tumor.
(www.klik pdpi.com/tumor mediastinum)

c. Prosedur Anatomi Patologik (Histopatologi) dengan pemeriksaan


sitologi dan histologi
Prosedur ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis tumor.
 Biopsi Jarum Halus (BJH) atau Fine Needle Aspiration Biopsy
(FNAB) bila ditemukan pembesaran kelenjar getah bening atau
tumor superfisial.
 Pungsi pleura bila ada efusi pleura
 Bilasan atau sikatan bronkus pada saat pemeriksaan bronkoskopi
 Biopsi Aspirasi Jarum (BAJ), yairu pengambilan bahan atau
spesimen dengan menggunakan jarum, dimana dilakukan bila
terlihat massa intrabronkial pada saat pemeriksaan bronkoskopi yang
sangat mudah berdarah sehingga bila dilakukan pemeriksaan biopsi
sangat berbahaya.

d. Pemeriksaan Laboratorium
 Hasil pemeriksaan rutin laboratorium sering tidak memberikan
informasi yang berkaitan dengan tumor, tetapi terkadang LED
meningkat pada limfoma dan TBC mediastinum.
 Uji tuberkulin bila dicurigai adanya limfadenitis TBC.
 Pemeriksaan T3 dan T4 dibutuhkan untuk mendeteksi tumor tiroid.
 Pemeriksaan beta-HCG dan alfa-fetoprotein dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal,

7
khususnya bila ada keraguan antara tumor sel germinal seminoma
atau nonseminoma. (syahruddin, 2011)

e. Pemeriksaan Lain

EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum


jenis timoma, dimana untuk mencarikemungkinan terjadi miestenia
gravis atau myesthenic reaction. (syahruddin, 2011)

6. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor mediastinum tergantung sifat tumor,
jinak atau ganas. Tindakan yang dapat dilakukan pada tumor
mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan
penatalaksanaan secara umum untuk tumor yang bersifat ganas adalah
multimodaliti, yaitu bedah, kemoterapi, dan radiasi. Selain itu
kemoradioterapi dapat juga diberikan sebelum prosedur pembedahan
(neoadjuvan) atau sesudah prosedur pembedahan (adjuvan).
(Syahruddin, 2011).
Pembedahan
 Indikasi ;
- Tumor stadium I
- Stadium II jenis karsinoma dan karsinoma sel besar tidak dapat di
bedakan (undifferentiated).
- Dilakukan secara khusus pada stadium II Secara individual yang
mencakup 3 kriteria;
a. karakteristik biologis tumor
 Hasil baik: Tumor dari skuamosa atau epidermoid.
 Hasil cukup baik : adenokarsinoma dan karsinoma sel besar
tak terdiferensiasi.
 Hasil buruk : oat cell
b. letak tumor dan pembagian stadium klinis
menentukan teknik reseksi terbaik yang dilakukan

8
c. Keadaan fungsional penderita
Terdapatnya penyakit degeneratif lain atau penyakit gangguan
kardiovaskuler, operasi harus dipertimbangkan masak-masak.
 Syarat untuk tindakan bedah:
Pengkuran toleransi berdasarkan fungsi paru yang diukur
dengan spirometri. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis,
maka harus dikonfirmasi dengan analisis gas darah. Tekanan O2
arteri dan saturasi O2 darah arteri harus > 90 %.
 Tujuan
pada pembedahan kanker paru untuk mengangkat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi
paru-paru yang tidak terkena kanker.
 Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.
 Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak
semua lesi bisa diangkat
 Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa, abses paru, infeksi
jamur; tumor jinak tuberkulois.
 Reseksi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
 Reseksi baji
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metasmetik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan
dari permukaan paru-paru berbentuk baji (potongan es).
 Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura
viscelaris).

9
Radiasi
Indikasi dan syarat pasien dilakukan tindakan radiasi adalah ;
 Pasien dengan tumor yang operabel tetapi karena resiko tinggi
maka pembedahan tidak dapat dilakukan.
 Pasien kanker jenis adenokarsinoma atau sel skuamosa yang
inoperabel yang diketahui terdapat pembesaran kelenjar getah
bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
 Pasien dengan karsinoma bronkus dengan histology sel gandum
atau anaplastik pada satu paru tetapi terdapat penyebaran nodul
pada kelenjar getah bening dibawah supraklavikula.
 Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi tanpa
bukti penyebaran diluar rongga dada.
 Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan biasa juga sebagai terapi paliatif pada tumor dengan
komplkasi, seperti mengurangi efek obsrtuksi atau penekanan
terhadap pembuluh darah atau brokus. Dosis umum 5000-6000 rad
dalam jangka waktu 5-6 minggu, pengobatan dilakukan dalam lima
kali seminggudengan dosis 180-200 rad/ hari.
 Komplikasi:
 Esofagitis, hilang 7 – 10 hari sesudah pengobatan
 Pneumonitis, pada rontgen terlihat bayangan eksudat.

Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Syarat untuk pelaksanaan radioterapi dan kemoterapi:
 Hb > 10 gr%
 Leukosit > 4000/dl
 Trombosit > 100.000/dl
Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya
melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.

10
Macam-macam kemoterapi berdasarkan klasifikasi tumor:
a) Small Cell Lung Cancer (SCLC)
o Limited stage diseasediobati dengan tujuan kuratif (kombinasi
kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi 20 %.
o Extensive stage disease diobati dengan kemoterapi.
b) Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
o Kemoterapi adjuvant diberikan mulai stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor yang dapat direseksi lengkap, dimana cara
pemberiannya dilakukan setelah terapi definitif pembedahan,
radioteerapi, atau keduanya.
o Kemoterapi neoadjuvant diberikan mulai dari stadium II dengan
sasaran lokoregional tumor yang dapat direseksi lengkap, dimana
pemberian terapi definitif pembedahan dan radioterapi diberikan
diantarra siklus pemberian kemoterapi.
o Kemoradioterapi konkomitan dilakukan mulai dari stage III,
dimana pemberian kemoterapi dilakukan bersamaan radioterapi.
 Penatalaksanaan timoma berdasarkan staging:
Stage I Extended Thymo Thymectomy (ETT)
Stage II ETT + radioterapi
Stage III ETT + Extended Resection (ER) + Radioterapi +
Stage IV A Kemoterapi
Stage IV B Debulking + Kemoterapi + Radioterapi
Kemoterapi+ Radioterapi + Debulking

7. KOMPLIKASI

Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer


yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum.
Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya
komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan
melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel
bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui
metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit
mediastinum adalah:

11
 Obstruksi trachea
 Sindrom Vena Cava Superior
 Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
 Rupture esofagus

8. Pathway

Virus
Faktor hormonal Struktur dasar
Adanya zat yang
DNA berubah
Faktor lingkungan bersifat initiation
Faktor genetik

Initiation agent
(unsur kimia. fisik, Terjadi
dan biologis) perubahan
struktur sel

Memerlukan waktu yang Memerlukan waktu yang


lama, minggu bahkan lama dan
sampai tahunan berkesinambungan

Terbentuk Terbentuk Memicu terbentuknya sel


formasi tumor neoplasma tumor

Vena leher
Nervus Nerves laryngeus Trakea
mengembang Kompresi
vagus inferior tertekan tertekan
pada sindroma esofagus
vena cava tertekan
superior
Batuk atau
Serangan batuk Suara serak Gangguan stridor
dan spasme menelan
bronkus

MK: gangguan MK: gangguan


konsep diri nutrisi

MK: -Pola nafas tidak efektif


12- bersihan jalan nafas
- nyeri
B. LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN:
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang
dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama
Keluhan yang biasa muncul pada klien tumor mediastinum
biasanya batuk terus menerus, dahak berdarah, sesak nafas dan
pendek – pendek, sakit kepala.
2) Riwayat kesehatan terdahulu
Kemungkinan yang muncul pada riwayat kesehatan terdahulu pada
pasien dengan tumor mediastinum antara lain, perokok berat,
lingkungan tempat tinggal di daerah yang tercemar polusi udara,
pernah menglami bronchitis kronik, pernah terpajan bahan kimia
seperti asbestos.
3) Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien ada yang pernah mengidap penyakit kanker
paru – paru/tumor mediastinum.
c. Pemeriksaan sekunder (11 fungsional Gordon)
- dan cairan klien.
a) Mengkaji gambaran Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Menggambarkan persepsi klien, penanganan kesehatan dan
kesejahteraan, Arti sehat dan sakit bagi pasien, Pengetahuan status
kesehatan pasien saat ini, Perlindungan terhadap kesehatan :
kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan, pengobatan yang sudah
dilakukan, Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.

b) Pola nutrisi
- Mengkaji intake makanan komposisi makan.

13
- Mengkaji nafsu makan, dan factor-faktor yang mempengaruhi
nafsu makan.
- Mangkaji makanan kesukaan, pantangan atau alergi yang ada.
- Mengkaji apakah menggunakan suplemen makanan.
- Mengkaji apakah menggunakan obat diet tertentu.
- Mengkaji perubahan berat badan yang terjadi.
- Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan,
terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.
- Biasanya klien dengan vertiogo mengalami penurunan nafsu makan
karena terjadinya mual dan muntah, sehingga berat badannya juga
menurun.

c) Eliminasi
- Mengkaji pola miksi yang meliputi: frekuensi, warna, dan bau.
- Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine.
- Mengkaji apakah menggunakan alat bantu untuk berkemih.
- Mengkaji pola defekasi yang meliputi: frekuensi, warna,dan
karakteristiknya.
- Apakah menggunakan alat bantu untuk defekasi.
- Mengkaji pengeluaran melalui IWL .
- kaji adanya riwayat ISK kronis; Obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluan urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat
BAK.Keinginan/dorongan ingin berkemih terus, oliguria,
henaturia, piuri atau perubahan pola berkemih.

d) Aktivitas/latihan
- Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan
apakah pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas, misalnya
karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medula
spinalis.

14
- klien dengan vertigo akan merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis serta
merasa mudah lelah, susah beristirahat karena nyeri kepala

e) Tidur dan Istirahat


- Mengkaji pola tidur klien yang meliputi lama waktu tidur, dan
keefektifan.
- Mengkaji apakah mempunyai kebiasaan sebelum tidur.
- Menanyakan apakah mengalami kesulitan dalam tidur.
- Mengkaji kebiasaan jam berapa tidur dan bangun klien.
- Biasanya tidur klien terganggu karena penyakit yang dideritanya.
- Biasanya klien dengan vertigo akan mengalami gangguan istirahat
tidur karena adanya nyeri kepala yang hebat

f) Kognitif dan Persepsi


- Mengkaji kemampuan membaca, menulis dan mendengar klien.
- Menanyakan pada klien atau keluarga apakah mengalami kesulitan
dalam mendengar.
- Mengkaji apakah klien menggunakan alat bantu lihat atau dengar.
- Mengkaji apakah ada keluhan pusing atau sebagainya.

g) Persepsi Diri- Konsep Diri


- Mengkaji bagaimana gambaran diri klien.
- Mengkaji apakah sakit yang ia alami mengubah gambaran diri klien.
- Hal-hal apa saja yang membebani pikiran klien.
- Mengkaji apakah klien sering merasa cemas, depresi, dan takut.
- Biasanya klien merasa cemas dan takut jika penyakitnya tidak bisa
disembuhkan.

h) Peran – Hubungan
- Mengkaji pekerjaan klien.

15
- Apakah hubungan yang dijalin klien dengan rekan kerja, keluarga
dan lingkungan sekitar berjalan dengan baik.
- Apa yang menjadi peran klien dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana penyelesaian konflik dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana keadaan ekomoni klien.
- Apakah dalam lingkungan klien mengikuti kegiatan social.
- Biasanya klien dengan CHF merasa terganggu dalam melaksanaan
tugas dan peran tersebut karena penyakitnya sekarang.

i) Seksualitas dan Reproduksi


- Mengkaji bagaimana hubungan klien dengan pasangan.
- Mengkaji apakah klien menggunakan alat bantu atau alat pelindung
saat melakukan hubungan seks.
- Mengkaji apakah terdapat kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
seks.
- Biasanya pada wanita, siklus menstruasinya tidak teratur, karena
terjadinya perdarahan.

j) Koping – Toleransi Stress


- Mengkaji apa yang menjadi visi klien kedepan.
- Mengkaji apakah klien biasa mendapatkan apa yang diinginkannya.
- Mengkaji sejauh mana klien harus berusaha untuk mendaptkan apa
yang diinginkan.
- Mengkaji bagaimana penanganan klien tentang stress yang mungkin
ia hadapi.

k) Nilai- Kepercayaan
- Mengkaji agama klien.
- Sejauh mana ia taat pada agama yang ia anut.
- Mengkaji sejauh mana agama/ nilai yang ia percayai mempengaruhi
kehidupannya.
- Mengkaji apakah agama atau nilai kepercayaan merupakan hal yang
penting dalam kehidupan klien.

16
d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Dikaji mengenai tingkat kesadaran.
Tingkat kesadaran:
 Compos mentis
 Samnolen
 Stupor
 Apatis
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
c) Pemeriksaan head to toe
1. Kepala : bentuk kepala, adanya pembengkakkan atau tidak, adanya
lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak.
2. Wajah : adanya muka memerah atau tidak, adanya berjerawat dan
berminyak atau tidak.
3. Mata : simetris kiri dan kanan, tidak ada kotoran, Konjungtiva:
Anemis, Sklera anikterik, Pupil Tidak dilatasi (isokor).
4. Hidung : simetris kiri dan kanan, Sekret tidak ada, tidak ada polip,
tidak ada pernafasan cuping hidung.
5. Mulut : Membran mukosa pucat, bibir kering.
6. Telinga: simetris kiri dan kanan,lubang telinga ada, tidak ada
serumen.
7. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis
distensi, tidak ada pemberngkakkan kelenjer getah bening.
8. Thorak
a. Paru – paru
 Inspeksi : Tidak terlihat retraksi intercosta hidung,
pergerakan dada simetris atau tidak.
 Palpasi : adanya terdapat nyeri tekan atau tidak
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Tidak ada suara tambahan

17
b. Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5
midclavicula
 Perkusi : Pekak
 Auskultasi : Irama teratur
9. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak simetris, dan edema, striae
b. Palpasi : Nyeri tekan
c. Perkusi : Suara redup
d. Auskultasi : adanya Bising usus
10. Ekstremitas : adanya keterbatasan dalam beraktivitas atau tidak,
adanya kekakuan, adanya nyeri atau tidak pada seluruh bagian
ekstremitas.
11. Integument : Turgor kulit baik, kulit kemerahan, terdapat bulu
halus.
12. Genitalia : genetalia lengkap, bersih tidak ada gangguan.
Tidak terpasang kateter, BAK dan BAB lancar.

2. PERUMUSAN DIAGNOSA NANDA, NOC, NIC

No NANDA NOC NIC


1 Ketidakefektifan pola nafas NOC : NIC :
berhubungan dengan  Respiratory Airway Management
penurunan ekspansi paru status: o Buka jalan nafas dengan
ventiolation teknik chin lift atau jaw
Definisi : Inspirasi atau  Respiratory status: thrust bila perlu
ekspirasi yang tidak memberi Airway patency o Posisikan pasien untuk
ventilasi  Vital sign status memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : o Identivikassi pasien perlunya
Batasan Karakteristik: v Mendemonstrasikan pemasangan alat jalan nafas
 Perubahan kedalaman batuk efektif dengan buatan

18
bernafas suara nafas yang o Pasang mayo bila perlu
 Perubaham ekskursi dada besih, tidak ada o Lakukan fisioterapi bila perlu
 Mengambil posisi tiga titik sianosis dan dyspneu ( o Kluarkan sekret dengan
 Bradipneu mamou mengeluarkan batuk atau suction

 Penurunan tekanan septum,mampu o Auskultassi suara nafas, catat

ekspirasi bernafas dengan adanya suara tambahan

 Penurunan ventilasi se mudah, tidak ada o Lakulkan suction pada mayo

menit pursed lips) o Berikan brinkodilator bila

 Penurunan kapsitas vital v Menunjukkan jalan perlu


nafas yang paten ( o Berikan pelembab udara
 Dipneu
klien tidak merasa kassa basah NaCl lembab
 Peningkatan diameter
tercekik, irama nafas, o Atur intake untuk cairan
anterior posterior
frekuensi pernafasan mengoptimalkan
 Pernapasan cuping hidung
dalam rentang normal, keseimbangan.
 Ortopneu
tidak ada suara o Monitor respirasi dan status
 Fese ekspirassi memanjang
abnormal) O2
 Pernapasan bibir
v Tanda- tanda vital Oxygen Therapy
 Takipneu
dalam rentang o Bersihkan mulut, hidung dan
 Penggunaan otot eksesorius
normal(tekanan darah, sekret trakea
untuk bernapas
nadi, pernafasan) o Pertahankan jalan nafas yang
Faktor faktor yang
paten
berhubungan :
o Atur peralatan oksigen
 Ansietas
o Monitor aliran oksigen
 Posisi tubuh
o Pertahankan posisi pasien
 Defomitas tulang
o Observasi adanya tanda –
 Defomitas dinding dada tanda hiperventilasi
 Keletihan o Monitor adanya kecemasan
 Hiperventilasi pasien terhadan oksigenasi
 Sindrom hipoventilasi
 Gangguan muskuloskeletal Vital Sign Monitoring
 Kerusakan neurologis o Monitor TD,nadi,suhu,dan
 Imaturitas neurologis RR

19
 Disfungsi neuromuskular o Catat adanya fluktuasi
 Obesitas tekanan darah
 Nyeri o Monitor Vs saat pasien

 Keletihan otot pernafasan berbaring, duduk n, atau

cedera medula spinalis berdiri


o Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
o Monitor TD, nadi,
RR,sebelum,selama,dan
setelah aktivitass
o Monitor kualitas dari nadi
o Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
o Monitor suara paru
o Monitor pola pernafasan
abnormal
o Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
o Monitor sianosis perifer
o Monitor adanya cushing
triad(tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,peningkatan
sistolik)
o Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2 Ketidakefektifan NOC: Airway Suction


pembersihan jalan nafas o Respiratory Status: o Pastikan kebutuhan oral /
berhubungan dengan Ventilation trakeal suctioning
obstruksi jalan nafas. o Respiratory status: o Auskultassi suara nafas
Airway patency sebelum dan sesudah

20
Definisi : Ketidakmampuan suctioning
untuk membersihkan sekresi Kriteria Hasil: o Informasikan pada klien dan
atau obstruksi dari saluran o Mendemonstrasikan kluarga tentang suctioning
pernafasan untuk batuk efektif dan o Minta pasien nafas dalam
mempertahankan kiebersihan suara nafas yang sebelum suction dilakukan
jalan nafas. bersih, tidak ada o Berikan O2 dengan
Batasan Karakteristik : sianosis dan menggunakan nasal untuk
 Tidak ada batuk dyspneu(mampu memfasilitassi suction
 Suara napas tambahan mengelurkan nasotrakeal
 Perubahan frekuensi napas sputum,mampu o Gunakan alat yang steril setiap

 Perubahan irama napas bernafas dengan melakukan tindakan

 Sianosis mudah,tidak ada o Anjurkan passien untuk

 Kesulitan berbicara atau suara nafas istirahat dan nafass dalam

mengeluarakan suara abnormal) setelah kateter dikeluarkan dari


o Menunjukkan jalan nasotrakeal
 Penurunan bunyi napas
nafas yang paten ( o Monitor status oksigen pasien
 Dipsneu
klien tidak merasa o Ajarkan keluarga bagaimana
 Sputum dalam jumlah yang
tercekik, irama cara melakukan suction
berlebihan
nafas,frekuensi o Hentikan suction dan berikan
 Batuk yang tidak efektif
pernafasan dalam oksigen apabila pasien
 Orthopneu
rentang normal,tidak menunjukkan
 Gelisah
ada suara nafas bradikardi,peningkatan
 Mata terbuka lebar
abnormala) saturassi O2 ,dll.
Faktor Yang berhubungan:
o Mampu
· Lingkungan:
mengidentifikasikan Airway Management
 Perokok pasif
dan mencegah faktor o Buka jalan nafas, gunakan
 Pengisap asap
yang dapat teknik chin lift atau jaw thrust
 Merokok
menghambat bjalan bila perlu
o Obstruksi jalan nafas:
nafas o Posisikan pasien untuk
 Spasme jalan nafas
memaksimalkan ventilasi
 Mokus dalam jumlah o Identifikasi pasien perlunya
berlebihan pemasangan alat jalan nafas

21
 Eksudat dalam jalan alveoli buatan
 Mareti asing dalam jalan o Pasang mayo bila perlu
nafas o Lakukan fisioterapi dada jika
 Adanya jalan nafas buatan perlu

 Sekresi bertahan/sisa sekresi o Keluarkan sekret dengan batuk

 Sekresi dalam bronki atau suction

o Fisiologis: o Auskultassi suara nafass , catat

 Jalan nafas alergik adanya suara tambahan


o Lakukan suction pada mayo
 Asma
o Berikan bronkodilator bila
 Penyakit paru obstruktif
perlu
kronik
o Berikan pelembab udara kassa
 Hiperplasihiperplasi dinding
basah NaCl lembab
bronkial
o Atur intake untuk cairan
 Infeksi
mengoptimalkan
 Disfungsi neuromuskular
keseimbangan
o Monitor rspirasi dan status O2

3 Nyeri akut b.d agen cidera - Kontrol nyeri a. Manajemen nyeri


biologi Indikator : Aktifitas :
o Lakukan penilaian nyeri secara
 Menilai faktor
komprehensif dimulai dari
penyebab
lokasi, karakteristik, dan
 Monitor TTV
penyebab
untuk memantau
o Kaji ketidaknyamanan non
perawatan
verbal
 Menilai gejala
o Tentukan dampak nyeri pada
nyeri
kehidupan sehari-hari
o Kurangi atau hapuskan faktor-
- Tingkat kenyamanan
faktor yang mempercepat atau
Indikator :
meningkatkan nyeri (seperti
 Melaporkan
ketakutan, fatique, sifat
perkembangan

22
fisik membosankan, ketiadaan
 Melaporkan pengetahuan)
perkembangan o Ajari untuk menggunakan
kepuasan teknik non farmakologis
 Melaporkan (seperti biofeedback, TENS,
kepuasan dengan hypnosis, relaksasi, terapi
tingkatan nyeri musik, distraksi, terapi
- Tingkatan nyeri bermain, acupresure, aplikasi
 Melaporkan nyeri hangat/dingin dan pijatan)

 Persen respon sebelum, sesudah dan jika

tubuh memungkinkan selama puncak

 Frekuensi nyeri nyeri, sebelum nyeri terjadi


atau meningkat dan sepanjang
nyeri itu terjadi atau
meningkat dan sepanjang nyeri
itu masih terukur
o Anjurkan untuk istirahat atau
tidur yang adekuat untuk
mengurangi nyeri

b. Pemberian analgesik
Aktifitas :
o Tentukan lokasi,
karakteristik,mutu dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati klien
o Periksa order medis untuk obat
, dosis dan frekuensi yang
ditentukan
o Cek riwayat alergi obat
o Utamakan pemberian secara
IV

23
3. EVALUASI

Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana


tentang keresahan klien dengan berdasar tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan dengan standart
yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan sebagai sebagian
sebagian sesuai dengan standart yang telah ditetapkan.
- Tujuan tidak : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
tercapai sama sekali.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H & Abdul, M. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Air
Langga University.
Gloria, howard, joanne, Cheryl. 2013. Nursing Intervension Classification ( NIC).
Edition 6. Elsivier.

Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Internasional Nursing Diagnosis :


Defenitions and Clasification 2012 -2014. Oxford : Wiley-Blackwell.

Muttaqin A, 2007 , Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan, Jakarta, Salemba Medika.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Tumor mediastinum (tumor


mediastinum non limfoma) pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta.
Soomor head, marions J.dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification ( NOC ).
Edition 5. Elsevier.

Syahruddin E, 2011, Sindroma Vena Cava Superior,Departemen Pulmonologi dan


Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran universitas Indonesia– RS
Persahabatan, Jakarta,
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Okto09JRI/SVCS%20Elisna_5_.pdf

www.klikpdpi.com/tumormediastinum.pdf.

25

Anda mungkin juga menyukai