TUMOR MEDIASTINUM
1
(Gambar :tumor mediastinum)
2. ETIOLOGI
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor
adalah :
a. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekarja
pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap
sebagai penyababnya
b. Faktor Genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20% berisiko menderita kanker/
tumor pada lambung dari pada golongan darah O, selain itu berubahan
genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan
tumor.
c. Faktor Fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-
ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa
2
sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari maupun sinar lain
seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor Nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang
dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus
timbulnya tumor.
e. Penyebab Bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyabab tumor
dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada
binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang
lanjut pada manusia.
f. Faktor Hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan
kepastian peranannnya belum jelas. Pengaruh hormon dalam
pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi
oleh hormon tersebut.
3. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus,
faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan
dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan
adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya
perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. Initiati agent
biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
beraksi langsung dan merubah struktur darsar dari komponen genetic
(DNA). Keadaan selanjutnya akibat keterpaparan yang lama ditandai
dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya formasi tumor.
Hal ini dapat berlangsung lama,minggu bahkan sampai tahunan.
Semakin meningkatnya volume massa sel-seL yang berproliferasi
maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan
sekitarnya,pelepasan berbagai substansi pada jaringan normal seperti
3
prostalandin, radikal bebas dan protein-protin reaktif secara berlebihab
sebagai penyebab timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel
kanker terhadap jaringan sekitarnya, terutama jaringan yang memiliki
ikatan yang relatif lemah. Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang
memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari
jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar keberbagai organ
tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun
peristiwa mekanis dalam tubuh. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif
pada mediastinum secara mekanik menyebabkan penekanan (direct
pressure/indirect pressur) serta dapat menimbulkan distruksi jaringan
sekitar yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan
lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum,
bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah (hemaptoe) manakala
telah melibatkan banyak kerukan pembuluh darah. Kondisi kanker juga
meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder, sehingga kadang kala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran
napas seperti pneumoni tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik
kurang dijumpai gejala demam yang menonjol. (Muttaqin, 2007).
4
Paralisis diafragma timbul apabila terjadi penekanan pada nervus
frenikus
Nyeri dinding dada pada tumor neurogenik atau pada penekanan
pada sistem syaraf.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
a. Prosedur Radiologi
Foto thoraks
Dari foto thoraks PA atau lateral untuk menentukan lokasi tumor
anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran
tumor yang besar sulit ditentukan lokasinya yang pasti.
Tomografi
Dapat menentukan lokasi tumor, mendeteksi klasifikasi pada lesi
yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid, dan kadang-
kadang timoma. Teknik ini semakin jarang digunakan.
CT-scan toraks dengan kontras
apat mendeskripsikan lokasi, kelainan tumor secara lebih baik,
kemungkina jenis tumor, misalnya pada teratoma dan timoma,
menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah
5
telah terjadi invasi atau belum, mempermudah pelaksanaan
pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi, serta untuk
menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastiinum bila
dilakukan CT-Scan Toraks dan CT-Scan abdomen.
Flouroskopi
Untuk melihat kemungkinan terjadi aneurisma aorta.
Ekokardiografi
Untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga terjadi aneurisma
aorta.
Angiografi
Lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma aorta dibandingkan
flouroskopi dan ekokardiografi.
Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan dilakukan bila ada dugaan invasi atau
penekanan pada esofagus.
USG, MRI, dan Kedokteran Nuklir
Jarang dilakukan, tetapi pemeriksaan ini terkadang harus dilakukan
untuk beberapa kasus tumor mediastinum.
(www.klik pdpi.com/tumor mediastinum)
b. Prosedur Endoskopi
Bronkoskopi
Dilakukan bila ada indikasi operasi, dapat memberikan informasi
tentang penekanan tumor teerhadap saluran nafas beserta lokasinya,.
Bronkoskopi sering dapat digunakan untuk membedakan antara
tumor mediastinum dengan kanker paru primer.
Mediastinoskopi
Tindakan ini dilakukan bila tumor berlokasi di mediastinum anterior.
Esofagoskopi
Torakoskopi Diagnostik
Elektromagnestic Navigation Diagnostic Bronchoscopy
6
Tindakan ini merupakan metode yang aman untuk mengambil
sampel lesi-lesi yang terletak agak ke perifer dimana bronkoskopi
biasa tidak bisa mencapainya. Selain itu tindakan ini dapat
digunakan untuk mengambil sampel lesi tumor mediastinum dengan
cara Tranbroncial Needle Bronchoscopy Aspiration (TNBA), dimana
dapat memberikan hasil diagnostik yang tinggi serta tidak
dipengaruhi oleh besar kecil dan lokasi tumor.
(www.klik pdpi.com/tumor mediastinum)
d. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan rutin laboratorium sering tidak memberikan
informasi yang berkaitan dengan tumor, tetapi terkadang LED
meningkat pada limfoma dan TBC mediastinum.
Uji tuberkulin bila dicurigai adanya limfadenitis TBC.
Pemeriksaan T3 dan T4 dibutuhkan untuk mendeteksi tumor tiroid.
Pemeriksaan beta-HCG dan alfa-fetoprotein dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal,
7
khususnya bila ada keraguan antara tumor sel germinal seminoma
atau nonseminoma. (syahruddin, 2011)
e. Pemeriksaan Lain
6. PENATALAKSANAAN
1) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor mediastinum tergantung sifat tumor,
jinak atau ganas. Tindakan yang dapat dilakukan pada tumor
mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan
penatalaksanaan secara umum untuk tumor yang bersifat ganas adalah
multimodaliti, yaitu bedah, kemoterapi, dan radiasi. Selain itu
kemoradioterapi dapat juga diberikan sebelum prosedur pembedahan
(neoadjuvan) atau sesudah prosedur pembedahan (adjuvan).
(Syahruddin, 2011).
Pembedahan
Indikasi ;
- Tumor stadium I
- Stadium II jenis karsinoma dan karsinoma sel besar tidak dapat di
bedakan (undifferentiated).
- Dilakukan secara khusus pada stadium II Secara individual yang
mencakup 3 kriteria;
a. karakteristik biologis tumor
Hasil baik: Tumor dari skuamosa atau epidermoid.
Hasil cukup baik : adenokarsinoma dan karsinoma sel besar
tak terdiferensiasi.
Hasil buruk : oat cell
b. letak tumor dan pembagian stadium klinis
menentukan teknik reseksi terbaik yang dilakukan
8
c. Keadaan fungsional penderita
Terdapatnya penyakit degeneratif lain atau penyakit gangguan
kardiovaskuler, operasi harus dipertimbangkan masak-masak.
Syarat untuk tindakan bedah:
Pengkuran toleransi berdasarkan fungsi paru yang diukur
dengan spirometri. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis,
maka harus dikonfirmasi dengan analisis gas darah. Tekanan O2
arteri dan saturasi O2 darah arteri harus > 90 %.
Tujuan
pada pembedahan kanker paru untuk mengangkat semua jaringan
yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi
paru-paru yang tidak terkena kanker.
Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsi.
Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak
semua lesi bisa diangkat
Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa, abses paru, infeksi
jamur; tumor jinak tuberkulois.
Reseksi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
Reseksi baji
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metasmetik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan
dari permukaan paru-paru berbentuk baji (potongan es).
Dekortikasi
Merupakan pengangkatan bahan-bahan fibrin dari pleura
viscelaris).
9
Radiasi
Indikasi dan syarat pasien dilakukan tindakan radiasi adalah ;
Pasien dengan tumor yang operabel tetapi karena resiko tinggi
maka pembedahan tidak dapat dilakukan.
Pasien kanker jenis adenokarsinoma atau sel skuamosa yang
inoperabel yang diketahui terdapat pembesaran kelenjar getah
bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
Pasien dengan karsinoma bronkus dengan histology sel gandum
atau anaplastik pada satu paru tetapi terdapat penyebaran nodul
pada kelenjar getah bening dibawah supraklavikula.
Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi tanpa
bukti penyebaran diluar rongga dada.
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan biasa juga sebagai terapi paliatif pada tumor dengan
komplkasi, seperti mengurangi efek obsrtuksi atau penekanan
terhadap pembuluh darah atau brokus. Dosis umum 5000-6000 rad
dalam jangka waktu 5-6 minggu, pengobatan dilakukan dalam lima
kali seminggudengan dosis 180-200 rad/ hari.
Komplikasi:
Esofagitis, hilang 7 – 10 hari sesudah pengobatan
Pneumonitis, pada rontgen terlihat bayangan eksudat.
Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Syarat untuk pelaksanaan radioterapi dan kemoterapi:
Hb > 10 gr%
Leukosit > 4000/dl
Trombosit > 100.000/dl
Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya
melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya.
10
Macam-macam kemoterapi berdasarkan klasifikasi tumor:
a) Small Cell Lung Cancer (SCLC)
o Limited stage diseasediobati dengan tujuan kuratif (kombinasi
kemoterapi dan radiasi) dan angka keberhasilan terapi 20 %.
o Extensive stage disease diobati dengan kemoterapi.
b) Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
o Kemoterapi adjuvant diberikan mulai stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor yang dapat direseksi lengkap, dimana cara
pemberiannya dilakukan setelah terapi definitif pembedahan,
radioteerapi, atau keduanya.
o Kemoterapi neoadjuvant diberikan mulai dari stadium II dengan
sasaran lokoregional tumor yang dapat direseksi lengkap, dimana
pemberian terapi definitif pembedahan dan radioterapi diberikan
diantarra siklus pemberian kemoterapi.
o Kemoradioterapi konkomitan dilakukan mulai dari stage III,
dimana pemberian kemoterapi dilakukan bersamaan radioterapi.
Penatalaksanaan timoma berdasarkan staging:
Stage I Extended Thymo Thymectomy (ETT)
Stage II ETT + radioterapi
Stage III ETT + Extended Resection (ER) + Radioterapi +
Stage IV A Kemoterapi
Stage IV B Debulking + Kemoterapi + Radioterapi
Kemoterapi+ Radioterapi + Debulking
7. KOMPLIKASI
11
Obstruksi trachea
Sindrom Vena Cava Superior
Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
Rupture esofagus
8. Pathway
Virus
Faktor hormonal Struktur dasar
Adanya zat yang
DNA berubah
Faktor lingkungan bersifat initiation
Faktor genetik
Initiation agent
(unsur kimia. fisik, Terjadi
dan biologis) perubahan
struktur sel
Vena leher
Nervus Nerves laryngeus Trakea
mengembang Kompresi
vagus inferior tertekan tertekan
pada sindroma esofagus
vena cava tertekan
superior
Batuk atau
Serangan batuk Suara serak Gangguan stridor
dan spasme menelan
bronkus
b) Pola nutrisi
- Mengkaji intake makanan komposisi makan.
13
- Mengkaji nafsu makan, dan factor-faktor yang mempengaruhi
nafsu makan.
- Mangkaji makanan kesukaan, pantangan atau alergi yang ada.
- Mengkaji apakah menggunakan suplemen makanan.
- Mengkaji apakah menggunakan obat diet tertentu.
- Mengkaji perubahan berat badan yang terjadi.
- Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan,
terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.
- Biasanya klien dengan vertiogo mengalami penurunan nafsu makan
karena terjadinya mual dan muntah, sehingga berat badannya juga
menurun.
c) Eliminasi
- Mengkaji pola miksi yang meliputi: frekuensi, warna, dan bau.
- Apakah ada masalah dalam pengeluaran urine.
- Mengkaji apakah menggunakan alat bantu untuk berkemih.
- Mengkaji pola defekasi yang meliputi: frekuensi, warna,dan
karakteristiknya.
- Apakah menggunakan alat bantu untuk defekasi.
- Mengkaji pengeluaran melalui IWL .
- kaji adanya riwayat ISK kronis; Obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Penurunan haluan urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat
BAK.Keinginan/dorongan ingin berkemih terus, oliguria,
henaturia, piuri atau perubahan pola berkemih.
d) Aktivitas/latihan
- Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan
apakah pasien terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas, misalnya
karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medula
spinalis.
14
- klien dengan vertigo akan merasa kesulitan untuk melakukan
aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis serta
merasa mudah lelah, susah beristirahat karena nyeri kepala
h) Peran – Hubungan
- Mengkaji pekerjaan klien.
15
- Apakah hubungan yang dijalin klien dengan rekan kerja, keluarga
dan lingkungan sekitar berjalan dengan baik.
- Apa yang menjadi peran klien dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana penyelesaian konflik dalam keluarga.
- Mengkaji bagaimana keadaan ekomoni klien.
- Apakah dalam lingkungan klien mengikuti kegiatan social.
- Biasanya klien dengan CHF merasa terganggu dalam melaksanaan
tugas dan peran tersebut karena penyakitnya sekarang.
k) Nilai- Kepercayaan
- Mengkaji agama klien.
- Sejauh mana ia taat pada agama yang ia anut.
- Mengkaji sejauh mana agama/ nilai yang ia percayai mempengaruhi
kehidupannya.
- Mengkaji apakah agama atau nilai kepercayaan merupakan hal yang
penting dalam kehidupan klien.
16
d. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Dikaji mengenai tingkat kesadaran.
Tingkat kesadaran:
Compos mentis
Samnolen
Stupor
Apatis
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
c) Pemeriksaan head to toe
1. Kepala : bentuk kepala, adanya pembengkakkan atau tidak, adanya
lesi atau tidak, warna rambut, bentuk rambut, bersih atau tidak.
2. Wajah : adanya muka memerah atau tidak, adanya berjerawat dan
berminyak atau tidak.
3. Mata : simetris kiri dan kanan, tidak ada kotoran, Konjungtiva:
Anemis, Sklera anikterik, Pupil Tidak dilatasi (isokor).
4. Hidung : simetris kiri dan kanan, Sekret tidak ada, tidak ada polip,
tidak ada pernafasan cuping hidung.
5. Mulut : Membran mukosa pucat, bibir kering.
6. Telinga: simetris kiri dan kanan,lubang telinga ada, tidak ada
serumen.
7. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, vena jugularis
distensi, tidak ada pemberngkakkan kelenjer getah bening.
8. Thorak
a. Paru – paru
Inspeksi : Tidak terlihat retraksi intercosta hidung,
pergerakan dada simetris atau tidak.
Palpasi : adanya terdapat nyeri tekan atau tidak
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Tidak ada suara tambahan
17
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4 – 5
midclavicula
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Irama teratur
9. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak simetris, dan edema, striae
b. Palpasi : Nyeri tekan
c. Perkusi : Suara redup
d. Auskultasi : adanya Bising usus
10. Ekstremitas : adanya keterbatasan dalam beraktivitas atau tidak,
adanya kekakuan, adanya nyeri atau tidak pada seluruh bagian
ekstremitas.
11. Integument : Turgor kulit baik, kulit kemerahan, terdapat bulu
halus.
12. Genitalia : genetalia lengkap, bersih tidak ada gangguan.
Tidak terpasang kateter, BAK dan BAB lancar.
18
bernafas suara nafas yang o Pasang mayo bila perlu
Perubaham ekskursi dada besih, tidak ada o Lakukan fisioterapi bila perlu
Mengambil posisi tiga titik sianosis dan dyspneu ( o Kluarkan sekret dengan
Bradipneu mamou mengeluarkan batuk atau suction
19
Disfungsi neuromuskular o Catat adanya fluktuasi
Obesitas tekanan darah
Nyeri o Monitor Vs saat pasien
20
Definisi : Ketidakmampuan suctioning
untuk membersihkan sekresi Kriteria Hasil: o Informasikan pada klien dan
atau obstruksi dari saluran o Mendemonstrasikan kluarga tentang suctioning
pernafasan untuk batuk efektif dan o Minta pasien nafas dalam
mempertahankan kiebersihan suara nafas yang sebelum suction dilakukan
jalan nafas. bersih, tidak ada o Berikan O2 dengan
Batasan Karakteristik : sianosis dan menggunakan nasal untuk
Tidak ada batuk dyspneu(mampu memfasilitassi suction
Suara napas tambahan mengelurkan nasotrakeal
Perubahan frekuensi napas sputum,mampu o Gunakan alat yang steril setiap
21
Eksudat dalam jalan alveoli buatan
Mareti asing dalam jalan o Pasang mayo bila perlu
nafas o Lakukan fisioterapi dada jika
Adanya jalan nafas buatan perlu
22
fisik membosankan, ketiadaan
Melaporkan pengetahuan)
perkembangan o Ajari untuk menggunakan
kepuasan teknik non farmakologis
Melaporkan (seperti biofeedback, TENS,
kepuasan dengan hypnosis, relaksasi, terapi
tingkatan nyeri musik, distraksi, terapi
- Tingkatan nyeri bermain, acupresure, aplikasi
Melaporkan nyeri hangat/dingin dan pijatan)
b. Pemberian analgesik
Aktifitas :
o Tentukan lokasi,
karakteristik,mutu dan
intensitas nyeri sebelum
mengobati klien
o Periksa order medis untuk obat
, dosis dan frekuensi yang
ditentukan
o Cek riwayat alergi obat
o Utamakan pemberian secara
IV
23
3. EVALUASI
24
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H & Abdul, M. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Air
Langga University.
Gloria, howard, joanne, Cheryl. 2013. Nursing Intervension Classification ( NIC).
Edition 6. Elsivier.
www.klikpdpi.com/tumormediastinum.pdf.
25