Anda di halaman 1dari 114

SKRIPSI

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN


MOTIVASI UNTUK SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP
DI RUANG ANGGREK RSUD PROF. DR. W. Z.
JOHANNES KUPANG

ANISIA ERITA RIKA


NIM: 2014114 012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA
KUPANG
2017

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah selesai diberikan bimbingan dalam penulisan proposal penelitian sehingga


naskah proposal ini memenuhi syarat dan dapat disetujui untuk melakukan penelitian,
oleh:

Nama : Anisia Erita Rika


Nim : 2014114 012
Program Studi : S1 keperawatan
JudulProposal : Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk

sembuh pada pasien rawat inap di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr.

W. Z Johannes Kupang.

Kupang, 16 Desember 2017

Mengetahui

Ketua Program Studi Pembimbing

Agustince. E. Manafe , SST., MPH Syahrir, S. Kep., M.Si


NIDK.08913087514 NIDN.0823018902

ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

memberikan rahmat, berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi

untuk sembuh pada pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z

Johannes Kupang”.

Dalam menyelesaikan skripsi, penulis mengalami berbagai macam hambatan

dan kendala karena keterbatasan penulis yang dimiliki, Namun menyadari bahwa itu

tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moril maupun secara materil. Pada

kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Rudizon B. Doko Patty, SE, M.MKes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Nusantara Kupang.

2. Agustince.E. Manafe , SST., MPH, selakuKetua Program Studi Ilmu

Keperawatan Sekolah TinggiI lmu Kesehatan Nusantara Kupang.

3. Syahrir, S.Kep.,M.Si, selaku pembimbing yang telah banyak membimbing,

mengarahkan penelulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Dosen-dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan penilaian

terhadap skripsi yang disusun oleh peneliti.

5. Direktur RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang telah memberikan ijin

selama penulis melaksanakan proses penelitian.

v
6. Pasien Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang telah

bersedia menjadi responden selama pelaksanaan penelitian

7. Dosen dan staf Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Kupang yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini

8. Keluarga besarku (Bapa, Mama, Kakak, Adik serta semua keluarga) khusus utk

mama Theresia Telik Bria dan Sr. Helga PRR yang telah memberikan dukungan

doa, dan materi beserta cinta kasih kepada penulis selama mengikuti pendidikan

sampai saat ini.

9. Spesial untuk keluarga kecilku tercinta (suami Anselmus B. Nahak dan anak

NoveliaA. Nahak) yang telah dengan setia memberikan semangat, doa,

kasihsayang yang tulus yang mendorong penulis menjadi orang yang lebih baik.

10. Teman-teman seangkatan KPN 14 1B, yang telah banyak memberikan bantuan

dan dukungan dalam penulisan skripsi ini sampai dengan selesai.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik secara

langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan

skripsi ini. .

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik

dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan

skripsi ini.

Kupang, 04 Januari 2018

Penulis

vi
MOTTO

“ KESUKSESAN ADALAH BUAH DARI


USAHA-USAHA KECIL, YANG DI
ULANG HARI DEMI HARI ”

Oleh :
ANISIA ERITA RIKA

ABSTRAK
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN
MOTIVASI UNTUK SEMBUH PADA PADA PASIEN RAWAT

vii
INAP DI RUANG ANGGREK RSUD PROF. DR. W.Z
JOHANNES KUPANG
Anisia Erita Rika 1, Syahrir, S.Kep.,M.Si 2
PROGRAM STUDI S-1 KEPERWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA KUPANG
TAHUN 2017
Banyak persoalan yang muncul ketika seseorang menderita penyakit tertentu
tetapi tidak memiliki motivasi untuk sembuh terhadap dirinya sendiri. Hambatan ini
terjadi karena kurangnya dukungan dari lingkungan pasien. Kemampuan komunikasi
therapeutik perawat dapat memberikan dukungan dan semangat bagi pasien untuk
menerima keadaan yang dialami dan mampu mengadakan perubahan yang dapat
meningkatkan kesehatan pasien.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi
therapeutic perawat dengan motivasi sembuh pasien rawat inap di ruang Ruang
Anggrek RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dengan mengambil
desain penelitian adalah cross sectional dengan menggunakan kuesioner berisi 20
pertanyaan komunikasi terapeutik perawat dan 10 pertanyaan motivasi sembuh yang
diberikan kepada 36 responden yang pengambilan sampelnya menggunakan teknik
purposive sampling padapasien rawat inap di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang pada bulan Desember 2017. Selanjutnya data yang terkumpul
dengan menggunakan kuisioner dan pengolahan data dengan SPSS 16 dengan uji
Korelasi Spearman Rank.
Hasil pengolahan data dan uji Korelasi Spearman Rank menunjukkan korelasi
antara komunikasi therapeutic perawat dengan motivasi sembuh pasien rawat inap
diperoleh koefisien korelasi = 0,632 dengan signifikansi atau P=0,000 < 0,05 artinya
bahwa komunikasi terapeutik perawat berhubungan dengan motivasi sembuh pasien
rawat inap.
Simpulan dari penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara
komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pasien rawat inap, dimana
komunikasi terapeutik perawat berhubungan dengan meningkatnya motivasi sembuh
pasien rawat inap.
Kata Kunci : Komunikasi Therapeutik, Motivasi Sembuh
ABSTRACT
NURSING THERAPEUTIC COMMUNICATION LINK WITH THE
MOTIVATION TO RECOVER ON PATIENT CARESTAY AT THE ORCHID

viii
ROOM PROVINCIAL HOSPITAL, PROF. DR. W. Z
JOHANNES KUPANG
Anisia Erita Rika 1, Syahrir, s. Kep., M. Si 2
NURSING STUDY PROGRAMSHIGH SCHOOL HEALTH SCIENCE
NUSANTARA KUPANG
YEAR 2017
Many of the issues that arise when a person is suffering from a particular
disease but have no motivations to recover against himself. These barriers occur due
to lack of support from the patient's environment. Therapeutik communication skills
nurses can provide support and encouragement for patients to receive the State
experienced and able to hold the changes that can improve the health of patients.
The goal of the research is to know the communication link with the
motivation of nurses therapeutic cured patients hospitalization in Hospitals Orchid
Room, Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
This research is a type of quantitative research, by taking the research design
is cross sectional by using the questionnaire contains 20 questions the therapeutic
communication nurses and 10 questions the motivation of cured given to 36
respondents that capture sampelnya using purposive sampling technique in patients
hospitalised in the Orchid Provincial Hospital, Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang in
December 2017. Furthermore the data collected by using questionnaire and data
processing with SPSS 16 wirh Spearman Rank Correlation Test.
The results of the data processing and correlation of Spearman Rank test
showed a correlation between communication therapeutic nurse with the motivation
of cured patients of inpatient care obtained correlation coefficient = 0.632 with
significance or P = 0.000 < 0.05 means that communication nurse related therapeutic
motivation cured patient hospitalization.
A summary of this research proves that there is a relationship between
therapeutic communication the nurse with the motivation of cured patients of
inpatient care, therapeutic communication where nurses relate to increasing the
motivation of cured patients hospitalization.
Keywords: Communication Therapeutic , Motivation Cured

DAFTAR ISI

ix
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN………..............................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................iii
KATA PENGANTAR......................................................................................iv
MOTO………………………………………………………………………...v
ABSTRAK…………………............................................................................vi
ABSTRACK……………………….................................................................viii
DAFTAR ISI .......................................................................................x
DAFTAR TABEL .......................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian...................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIK
2.1. Tinjauan Pustaka......................................................................7
2.2. Landasan Teori........................................................................10
2.2.1. Konsepmotivasisembuh..................................................10
2.2.2. Konsepkomunikasitherapeutik........................................25
2.2.3. Hubungan komunikasi terapeutic perawat dengan
Motivasi utuk sembuh.........................................................46
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual..............................................................49
3.2. Hipotesis .................................................................................51
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian........................................................................52
4.2. Rancangan Penelitian...............................................................42
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................42
4.4. Populasi dan Sampel................................................................53
4.5. Kerangka Operasional.............................................................55
4.6. Identifikasi Variabel ...............................................................57
4.7. Teknik Dan Prosedur Pengumpulan Data................................60
4.8. Pengolahan Data dan Analisa Data..........................................62
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1. GambaranUmumLokasiPenelitian……...................................65
5.2. HasilPenelitian….....................................................................66
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1.Komunikasi Therapeutik Perawat……....................................70
6.2. Motivasi Sembuh….................................................................71
6.3.Hubungan Komunikasi Therapeutik Dengan

x
Motivasi Sembuh…..................................................................72
BAB 7 PENUTUP
7.1. Kesimpulan…..........................................................................76
7.2. Saran…………………............................................................76

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

xi
Nomor Judul Tabel Halaman

Tabel 4.1 Defenisi Operasional 34


Tabel 5.1 Usia 66
Tabel 5.2 Lama Rawat Inap 67
Tabel 5.3 Komunikasi Therapeutik 67
Tabel 5.4 Motivasi Sembuh 68
Tabel 5.5 Hubungan Komunikasi Therapeutik Dengan
Motivasi Untuk Sembuh 68

DAFTAR GAMBAR

xii
Tabel 3.1 Kerangka Konseptual..........................................................................49

Tabel 4.1 Kerangka Operasional.........................................................................56

DAFTAR LAMPIRAN

xiii
Lampiran1 Lembar Permohonan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran2 Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden
Lampiran3 Petunjuk Pengisian Kuisioner
Lampiran4 Kuisioner Penelitian
Lampiran5 Rekapitulasi Hasil Penelitian
Lampiran 6 Hasil Pengolahan data SPSS
Lampiran 7 Surat Pengambilan Data Awal
Lampiran 8 Surat Selesai Penelitian
Lampiran 9 Lembar Konsultasi
Lampiran 10 Jadwal Skripsi
Lampiran 11 Surat Keaslian Penelitian
Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri

seseorang yang menimbulkan, menggerakan dan mengorganisasikan tingkah

lakunya. Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong

dilakukannnya suatu tindakan yang memberi kekuatan yang mengarahkan kepada

pencapaian tujuan. Motivasi tidak akan terjadi jika tidak di rasakan rangsangan

hal semacam itu di atas yang akan menumbuhkan motivasi dan motivasi yang

tumbuh dapat menjadi motovasi atau dorongan untuk mencapai tujuan (Irwanto,

1996).

Pasien yang di katakan dokter menderita penyakit tertentu, jika tidak di

dukung adanya keinginan untuk sembuh dari diri pasien tersebut di pastikan akan

menghambat proses kesembuhan. Keadaan pikiran pasien sangat berpengaruh

untuk dapat menghambat atau mendorong kesembuhan pasien dari penyakit.

Begitu pula adanya motivasi mampu mempengaruhi kesembuhan pasien, karena

dengan adanya motivasi pasien akan mau melakukan pengobatan. Motivasi untuk

sembuh menjadi suatu kekuatan yang berasal dari dalam diri pasien yang

mendorong perilaku menuju kesembuhan yang ingin di capai. Banyak persoalan

ketika seseorang menderita penyakit tertentu tidak memiliki motivasi bagi

1
kesembuhannya sendiri, hambatan ini mungkin terjadi karena sebagian besar

kurangnya dukungan dari lingkungan pada dirinya. Pasien sangat membutuhkan

banyak dukungan dan bantuan dari diri orang lain yang ada di sekitarnya,

dukungan informasi sangat diperlukan bagi pasien untuk mendapatkan petunjuk

dan informasi yang diperlukan (Smet, 1994).

Motivasi pasien untuk sembuh dipengaruhi oleh factor lingkungan rumah

sakit/dokter, perawat dan tim medis lainnnya. Perawat adalah profesi yang sangat

dekat dengan pasien yang memungkinkan perawat selalu berhubungan dengan

pasien (Nurjannah, 2001). Hubungan perawat dengan pasien merupakan

pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien.

Kunci hubungan aktivitas perawat dengan pasien adalah motivasi, memotivasi

pasien agar melakukan aktivitas berdasarkan kebutuhan. Perawat mengggunakan

diri dan teknik-teknik klinik tertentu dalam bekerja untuk meningkatkan

penghayatan dan perubahan perilaku pasien (Stuart dan Laraia, 2001).

Kemampuan komunikasi terapeutik perawat dapat mengembangkan

hubungan dengan pasien yang dapat meningkatkan pemahaman pasien sebagai

manusia seutuhnya (Perry dan Pottwer, 2005). Perawat yang mampu

berkomunikasi efekti akan mampu mengadakan perubahan yang bisa

meningkatkan kesehatan ( Baradero, 2006). Perawat di lihat sebagai sumber

dengan kredibilitas tinggi. Dalam hal iniupaya dilakukan oleh perawat yang

berada di sekitar pasien untuk memberikan dukungan dan semangat serta

2
informasi dapat menjadi salah satu jalan keluar yang positif bagi pasien untuk

menerima dengan tenang dan berani atas beban penderitaan yang di alami.

Namun saat ini hubungan perawat dengan pasien kian singkat hanya berfokus

pada tugas (Menzies, 1970).

Hasil studi Roatib (2007), dalam penelitiannya tentang hubungan

karakteristik perawat dengan motivasi dalam melakukan komunikasi terapeutik

pada fase kerja di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang menunjukan

bahwa pada tindakan-tindakan keperawatan realitanya perawat terkesan kurang

berkomunikasi. Tidak heran pada saat melakukan tindakan tersebut pasien tampak

ketakutan, gelisah, menarik napas panjang, wajah tampak cemas, dengan di tandai

munculnya pertanyaan pada perawat yang sedang melakukan tindakan

keperawatan sehingga seringkali di temukan pasien menolak untuk dilakukan

suatu tindakan keperawatan.

Hasil pengambil data awal dan wawancara peneliti di ruang Anggrek

RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes Kupang, saat ini masih ditemukan perawat yang

kurang berkomunikasi dengan pasien baik saat akan melakukan tindakan

keperawatan maupun saat melakukan tindakan keperawatan.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan

3
Motivasi Untuk Sembuh Pada Pasien Rawat Inap Di RSUD Prof. DR. W. Z

Johannes Kupang”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk

sembuh pada pasien rawat inap di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z

Johannes Kupang

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan

motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap di Ruang Anggek RSUD Prof.

Dr. W. Z Johannes Kupang

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mendeskripsikan komunikasi terapeutik perawat di Ruang Anggrek

RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang

1.3.2.2 Mendeskripsikan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap di

Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang

1.3.2.3 Menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan

motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap di Ruang Anggrek I

RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang

4
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1.4.1.1 Bagi Perawat

Sebagai bahan masukan untuk perawat melaksanakan

komunikasi terapeutik perawat dengan pasien sehingga dapat

meningkatkan motivasi pasien untuk sembuh.

1.4.1.2 Bagi Pasien

Tercipta hubungan terapeutik antara perawat dengan pasien,

dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalah dan keinginannya

sehingga dapat memotivasi diri untuk sembuh.

1.4.1.3 Bagi Institusi Rumah

Sebagai bahan masukan yang digunakan dalam melaksanakan

pembinaan terhadap perawat khususnya mengenai komunikasi

terapeutik karena dengan komunikasi terapeutik pasien menjadi

lebih termotivasi untuk sembuh dan di harapkan dapat meningkat

mutu pelayan keperawatan pada pasien.

1.4.1.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai referensi dalam

penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan komunikasi

terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat

inap.

5
1.4.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang untuk lebih memperhatikan dan

meningkatkan komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien dalam

proses penyembuhan pasien, meningkatkan kesehatan pasien, meningkatkan

mutu pelayanan rumah sakit dan dapat dipakai sebagai pedoman penelitian

selanjutnya.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Muhammad Ikhwan (2014), dengan judul “Komunikasi Interpersonal

Perawat dan Kualitas Pelayanan terhadap Motivasi Kesembuhan

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Kasih Ibu Surakarta”.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

survey di mana penelitian ini mengambil sampel dari suatu populasi

dan menggunakan data primer berupa kuisioner dengan populasi

sebanyak 127 dan jumlah kisaran sampel bebanyak 55,94 atau

dibulatkan menjadi 56 responden. Hasil analisa data untuk mengetahui

ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikasi antara variabel

komunikasi interpersonal perawat (X1) dengan variabel motivasi

kesembuhan (Y) pasien rawat inap di Rumah Sakit Kasih Ibu

Surakarta, menunjukkan korelasi positif antara keduanya. Karena

berdasarkan penghitungan diketahui koefisien korelasi (rs) = 0,505

terletak antara 0,00 dan 1,00 (positif). Tingkat keeratan hubungan

antara variabel kuat. Signifikansi hubungan kedua variabel tersebut

kuat dengan taraf signifikansi 1% atau dengan kata lain tingkat

7
kesalahan dari pengujian hipotesis ini sebesar 1% sehingga tingkat

kepercayaannya sebesar 99%.

2.1.2 Cicilia Graita Purwa (2014), dengan judul “Hubungan antara kualitas

komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi pasien untuk sembuh

di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta”

Pada penelitian ini data primer yang digunakan adalah data

yang bersumber dari kuesioner yang dibagikan kepada 77 responden.

Populasi dalam penelitian ini merupakan pasien rawat inap di Rumah

Sakit Panti Rini Yogyakarta.hubungan antara kualitas komunikasi

terapeutik perawat (X) dengan motivasi pasien untuk sembuh (Y)

memiliki signifikansi sebesar 0,000. Nilai tersebut menunjuk pada

signifikansi <0,05. Nilai signifikansi 0,000<0,05 memiliki arti bahwa

Kualitas Komunikasi Terapeutik Perawat memiliki hubungan yang

signifikan dengan Motivasi Pasien untuk Sembuh. Nilai korelasi

antara Kualitas Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Motivasi

Pasien untuk Sembuh adalah r=0,707. Berdasarkan tabel nilai korelasi

Guiford Emperical Rules (Muhidin dan Abdurahman, 2007: 127-128),

nilai r=0,707 memiliki arti bahwa Kualitas Komunikasi Terapeutik

Perawat memiliki pengaruh positif yang kuat atau tinggi dengan

Motivasi Pasien untuk Sembuh.

8
2.1.3 Yuwanda Diningsih (2015), dengan judul “Hubungan Komunikasi

Terapeutik Perawat Dengan Motivasi Sembuh Pasien Pasca Bedah di

Ruang Baitussalam Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan

metode survei analitik melalui pendekatan cross-sectional.

Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Jumlah responden

sebanyak 84 pasien dengan teknik purposive sampling dengan

menggunakan uji spearman. Hasil analisis dari 84 responden,

penelitian ini menunjukkan hasil komunikasi terapeutik buruk

sebanyak 6,0%, sedang sebanyak 42,9% dan baik sebanyak 51,2%.

Motivasi sembuh rendah sebanyak 7,1%, sedang sebanyak 46,4% dan

tinggi sebanyak 46,4%. Hasil uji kedua variabel tersebut menggunakan

uji spearman diperoleh nilai p-value atau signifikan 0,000 (p-value

<0,05) dan nilai correlation coefficient 0,763.Ada hubungan antara

komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi sembuh pasien pasca

bedah di Ruang Baitussalam Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Semarang (p-value <0,05).

Persamaan dari penelitian ini adalah hubungan komunikasi

terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh. Perbedaan dari

penelitian ini adalah waktu,lokasi dan tahun penelitian dengan

populasi dan sampel yang diambil dari setiap penelitian.

9
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Motivasi Sembuh

2.2.1.1 Pengertian Motivasi

Sobur (2003:268), mendefinisikan motivasi merupakan

istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses

gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang

timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya

dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu,

bisa juga dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan

motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan

seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka

mencapai suatu kepuasan atau tujuan.

Pendapat lain dari Fiedman dan Schustack (2006:320),

motivasi adalah dorongan psikobiologis internal yang

membantu pola perilaku tertentu. Konsep motivasi

menunjukkan pemikiran adanya dorongan dalam diri manusia

yang mendorong munculnya perilaku-untuk memenuhi

kebutuhan akan makanan, bermain, bersenang-senang, dan

sebagainya.

10
Motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang

mendorong keinginan individu kegiatan tertentu guna

mencapai suatu tujuan. Motivasi merupakan konstruksi dengan

3 (tiga) karakteristik yaitu, intensitas, arah dan persisten

(Rahmawati dan Turniani, 2002:136).

Menurut Suryabrata (1998:70) motivasi adalah keadaan

dalam pribadi seseorang yang mendorong individu untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu

tujuan. Jadi, motivasi bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi

adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang

dapat disaksikan. Tiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang

itu didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri orang itu.

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat diambil

kesimpulan bahwa motivasi adalah daya dalam diri, sebagai

penggerak, pendorong, sebab, yang melatarbelakangi,

merupakan kehendak atau alasan yang diberikan pada individu

untuk membangkitkan, mengarahkan, mengontrol,

menjalankan tingkah laku atau bertindak serta berpengaruh

terhadap perilaku manusia dalam mencapai tujuan tertentuatau

yang digunakan dalam memenuhi kebutuha baik psikis

maupun fisik.

11
2.2.1.2 Unsur-unsur motivasi

Menurut Dirgagunarsa (Sobur, 2003:271), unsur

motivasi terdiri dari :

a) Kebutuhan

Motivasi pada dasarnya bukan hanyamerupakan

suatu dorongan fisik, tetapi juga berorientasi kognitif

elementer yang diarahkan pada pemuasan kebutuhan.

b) Tingkah laku

Tingkah laku adalah cara atau alat yang

dipergunakan untuk mencapai tujuan. Jadi, tingkah laku

pada dasarnya ditujukan untuk memperoleh tujuan yang

diinginkannya.

c) Tujuan

Tujuan berfungsi untuk memotivasi tingkah laku.

Tujuan juga menentukan seberapa aktif individu bertingkah

laku. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar, tingkah

laku juga ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika

tujuannya menarik, indivuidu akan lebih aktif bertingkah

laku.

12
Tingkah laku yang dilatar belakangi oleh adanya

kebutuhan, diarahkan pada pencapaian suatu tujuan, agar

suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu kehendak terpuaskan.

2.2.1.3 Jenis motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang

mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas

tertentu guna mencapai suatu tujuan (Suryabrata, 2004:70).

Menurut Sobur (2003:295) Berdasarkan sumber dorongan

terhadap perilaku, motivasi dibedakan menjadi enam, yaitu :

a) Motivasi primer dan motivasi sekunder

Motivasi primer bergantung pada keadaan organic

individu. Motif primer sangat bergantung pada keadaan

fisiologis, karena motif primer bertujuan menjaga

keseimbangan tubuh, motif primer sering kali juga disebut

homeostasis. Motivasi sekunder tidak bergantung pada

proses fisio-kemis yang tejadi di dalam tubuh. Motif

sekunder sangat tergantung pada pengalaman individu.

Sobur (2003:295) ada dua cirri pokok yang

membedakan apakah suatu motif tergolong dalam motif

primer berdasarkan pada keadaan fisiologis manusia,

13
sedangkan motif sekunder tidak berhubungan dengan

keadaan fisiologis manusia. Motif psrimer juga tidak

bergantung pada pengalaman seseorang, sedangkan motif

sekunder sangat bergantung pada pengalaman seseorang.

b) Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik

Menurut Suryabrata (2004:72), motivasi intrinsik

merupakan motif-motif yang berfungsinya tidak usah

dirangsang dari luar. Dalam diri individu sendiri, memang

telah ada dorongan itu. Biasanya timbul dari perilaku yang

dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi

puas.

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang

berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Perilaku

yang dilakukan dengan motivasi ekstrinsik penuh dengan

kesangsian, kekhawatiran, apabila tidak tercapai

kebutuhan.

c) Motivasi tunggal dan motivasi bergabung

Menurut Gerungan (2004:152) motivasi dari semua

kegiatan dapat merupakan motif tunggal dan motif

gabungan. Merupakan motif kompleks, motif kegiatan

14
sehari-hari bisa merupakan motif tunggal ataupun motif

bergabung.

d) Motivasi mendekat dan motivasi menjauh

Suatu motif disebut motif mendekat bila reaksi

terhadap stimulus yang datang bersifat mendekati stimulus,

sedangkan motif menjauh terjadi bila respon terhadap

stimulus yang datang sifatnya menghindari stimulus atau

menjauhi stimulus yang datang.

e) Motivasi sadar dan motivasi tak sadar

Pengklasifikasian motif menjadi motif sadar dan

motif tidak sadar, semata-mata didasarkan pada taraf

kesadaran manusia terhadap motif yang sedang

melatarbelakangi tingkah lakunya . Apabila ada seseorang

yang bertingkah laku tertentu, namun seseorang tersebut

tidak bisa mengatakan alasannya, motif yang

menggerakkan tingkah laku itu adalah motif tidak sadar.

Sebaliknya, jika seseorang bertingkah laku tertentu dan dia

mengerti alasannya berbuat demikian, maka motif yang

melatar belakangi tingkah laku itu disebut motif sadar

(Sobur, 2003:297) .

15
f) Motivasi Biogenetis, Sosiogenetis, dan Teogenetis

Menurut Gerungan (2004:155), motif teogenesis

yaitu motif-motif yang berasal sari Tuhan Yang Maha

Esa. Motif tersebut berasal dari interaksi antara

manusia dengan Tuhan seperti yang terwujud dalam

ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari di mana

ia berusaha merealisasikannya norma-norma agamanya.

Motivasi biogenetis menurut Gerungan (2004:156)

merupakan motif-motif yang berasal dari kebutuhan

organisme orang demi kelanjutan kehidupannya secara

biologis. Motif biogenesis ini ini bercorak universal dan

kurang terikat dengan lingkungan kebudayaan tempat

manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif

biogenetis ini adalah asli dalam diri orang dan

berkembang dengan sendirinya.

Motivasi sosiogenetis adalah motif-motif yang

dipelajari orang dan berasal dari lingkungan

kebudayaan tempat orang itu berada dan berkembang.

Motif sosiogenetis ini berbeda-beda sesuai dengan

perbedaan yang terdapat di antara bermacam-macam

corak kebudayaan di dunia (Gerungan, 2004:154).

16
2.2.1.4 Faktor yang mempengaruhi motivasi

Menurut Gerungan (2004:167) ada dua faktor yang

mempengaruhi motivasi, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal.

a) Faktor internal

Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari

dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang

dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. Faktor

internal meliputi :

1) Faktor fisik

Faktor fisik adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan kondisi fisik, missal status kesehatan

pasien. Fisik yang kurang sehat dan cacat yang tidak

dapat disembuhkan berbahaya bagi penyesuaian pribadi

dan sosial. Pasien yang mempunyai hambatan fisik

karena kesehatannya buruk sebagai akibatnya mereka

selalu frustasi terhadap kesehatannya.

2) Faktor proses mental

Motivasi merupakan suatu proses yang tidak

terjadi begitu saja,tapi ada kebutuhan yang mendasari

17
munculnya motivasi tersebut. Pasien dengan fungsi

mental yang normal akan menyebabkan bias yang

positif pada diri. Seperti halnya ada kemampuan untuk

mengontrol kejadian-kejadian dalam hidup yang harus

dihadapi, keadaan pemikiran dan pandangan hidup

yang positif dari diri pasien dalam reaksi terhadap

perawatan akan meningkatkan penerimaan diri serta

keyakinan diri, sehingga mampu mengatasi kecemasan

dan selalu berpikir optimis untuk kesembuhannya.

3) Keinginan dalam diri sendiri

Misalnya keinginan untuk lepas dari keadaan

sakit yang mengganggu aktivitasnya sehari-hari, masih

ingin menikmati prestasi yang masih berada dipuncak

karir, merasa belum sepenuhnya mengembangkan

potensi-potensi yang dimiliki.

4) Kematangan usia

Kematangan usia akan mempengaruhi proses

berfikir dan pengambilan keputusan dalam melakukan

pengobatan yang menunjang kesembuhan pasien.

b) Faktor Eksternal

18
Faktor eksternal adalah faktor motivasi yang berasal

dari luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari

orang lain atau lingkungan (Gerungan, 2004:168). Faktor

eksternal meliputi :

1) Faktor lingkungan

Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar

pasien, baik fisik, psikologis, maupun sosial.

Lingkungan rumah sakit sangat berpengaruh terhadap

motivasi pasien untuk sembuh. Lingkungan rumah sakit

yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan

membuat stress bertambah. Secara fisik misalnya

penataan ruangan dirumah sakit, konstruksi bangunan

akan meningkatkan ataupun mengurangi stress dan

secara biologis lingkungan ini tidak mengganggu

kenyamanan yang dapat memicu stress, sedangkan

lingkungan sosial salah satunya adalah dukungan

perawat khususnya dukungan sosial.

2) Dukungan sosial

Menurut Rachmawati dan Turniani (2002:137),

dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat

verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan

19
yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat

karena kehadiran mereka yang mempunyai manfaat

emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.

Dukungan social sangat mempengaruhi dalam

memotivasi pasien untuk sembuh, meliputi dukungan

emosional, dukungan instrumental, dukungan

informasi, dan dukungan jaringan. Komunikasi

teraupetik perawat yang ditujukan untuk menolong

pasien dalam melakukan koping secara efektif dimana

perawat membutuhkan waktu untuk menanyakan dan

mendengarkan ketakutan, kekhawatiran, keyakinan

mengenai kesehatan dan keadaan pasien sendiri.

3) Fasilitas (sarana dan prasarana)

Ketersediaan fasilitas yang menunjang

kesembuhan pasien tersedia, mudah dijangkau menjadi

motivasi pasien untuk sembuh. Termasuk dalam

fasilitas adalah tersedianya sumber biaya yang

mencukupi bagi kesembuhan pasien, tersedianya alat-

alat medis yang menunjang kesembuhan pasien.

4) Media

Menurut Rachmawati dan Turniani (2002:137),

media yaitu dukungan yang diberikan dalam bentuk

20
informasi pengetahuan tentang penyakit, nasehat, atau

petunjuk saran. Adanya media ini pasien menjadi lebih

tahu tentang kesehatannya dan pada akhirnya dapat

menjadi motivasi untuk sembuh.

2.2.1.5 Kesembuhan atau Kesehatan

Menurut World Health Organization (Smet, 1994:7),

kesehatan atau kesembuhan adalah keadaan (status) sehat

secara utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial, dan bukan

hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan

kelemahan. Lyttle (dalam Latipun dan Notosoedirdjo, 1999:6),

sehat dikatakan sebagai orang yang tidak mengalami gangguan

atau kesakitan.

Kesehatan pada prinsipnya berada pada rentangan yang

kontinum, yaitu antara titik yang benar-benar sakit dan titik

yang benar-benar sehat. Sehat didefinisikan sebagai suatu

kondisi keseimbangan antara status kesehatan jasmani, mental,

sosial dan spiritual yang memungkinkan orang tersebut hidup

secara mandiri dan produktif yang memerlukan intervensi

pengobatan dan perawatan karena keduanya mempunyai peran

yang sama dalam penyembuhan penyakit. Berdasarkan devinisi

21
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sembuh adalah hal

yang baik atau pulih menjadi sehat kembali setelah sakit.

Sedangkan kesembuhan adalah suatu keadaan perihal sembuh.

Motivasi sembuh adalah perilaku yang didorong oleh

kebutuhan (need) yang ada pada individu dan diarahkan pada

sasaran (goals) dimana kembalinya seseorang pada satu kondisi

kenormalan setelah menderita suatu penyakit, penyakit mental,

atau luka – luka. Motivasi sembuh adalah faktor yang

mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu guna

memperoleh kesembuhan. Dengan demikian dapatlah

dikatakan bahwa motivasi sembuh pada dasarnya adalah

kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan

(action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy)

yang mengarah kepada pencapaian kesembuhan.

Motivasi sembuh ini pun juga dapat diperoleh melalui

beberapa rangsangan, rangsangan-rangsangan terhadap hal

semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi, dan

motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor

dan dorongan untuk mencapai kesembuhan (Dedewijaya,

2007).

22
2.2.1.6 Aspek-aspek motivasi kesembuhan

Aspek-aspek motivasi kesembuhan menurut Conger

(1997) adalah sebagai berikut :

a) Memiliki sikap positif

Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan diri yang

kuat, perencanaan diri yang tinggi, serta selalu optimis

dalam menghadapi sesuatu hal.

b) Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan

Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi

menyediakan suatu orientasi tujuan tingkah yang diarahkan

pada sesuatu.

c) Kekuatan yang mendorong individu

Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya kekuatan akan

mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kekuatan

ini berasal dari dalam diri individu, lingkungan sekitar,

serta keyakinan individu akan kekuatan kodrati

Menurut Syam (2009) motivasi atau kekuatan pasien

untuk sembuh juga dipengaruhi oleh efek plasebo. Efek

plasebo ini bekerja berdasarkan tiga hukum sederhana yaitu

kepercayaan pasien, kepercayaan dokter dan kekuatan spiritual

23
yang dibangkitkan oleh rasa saling percaya antara dokter dan

pasien, yang menghubungkan secara emosional dokter dan

pasien serta tim medis lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

motivasi kesembuhan disini adalah daya atau kekuatan yang

berasal dari dalam diri individu atau penderita yang

mendorong, membangkitkan, menggerakkan,

melatarbelakangi, menjalankan dan mengontrol seseorang serta

mengarahkan pada tindakan penyembuhan atau pulih kembali

serta bebas dari suatu penyakit yang telah dideritanya selama

beberapa waktu dan membentuk keadaan sejahtera dari badan,

jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif

secara sosial dan ekonomi.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pasien untuk

sembuh menurut Nadhifah (2009) adalah sebagai berikut:

a) lingkungan rumah sakit

b) dokter

c) perawat dan tim kesehatan lainnya.

Perawat adalah profesi yang sangat dekat dengan pasien

yang memungkinkan perawat selalu berhubungan dengan

24
pasien (Nurjannah, 2001). Hubungan perawat dengan pasien

merupakan pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman

emosional korektif bagi pasien. Kunci hubungan aktivitas

perawat dan pasien adalah motivasi, memotivasi pasien agar

melakukan aktivitas berdasarkan kebutuhan. Perawat

menggunakan diri dan teknik-teknik klinik tertentu dalam

bekerja untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan

perilaku pasien (Stuart dan Laraia, 2001).

2.2.2 Komunikasi Therapeutik

2.2.2.1 Komunikasi

a) Pengertian

Komunikasi merupakan suatu pertukaan pikiran,

pendapat, perasaan dan pemb Istilah komunikasi berasal dari

bahasa Latin communicare – communicatio dan communicatus

yang berarti suatu alat yang berhubungan dengan sistem

penyampaian dan penerimaan berita, seperti telepon, telegraf,

radio, dan sebagainya. Chitty (1997) mendefinisikan

komunikasi adalah tukar-menukar pikiran, ide, atau informasi

dan perasaan dalam setiap interaksi. Nursalam 2007,

menyatakan komunikasi juga merupakan suatu seni untuk

25
menyususun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang

mudah sehinggga orang lain dapat mengerti dan menerima

maksud dan tujuan pemberian Komunikasi merpakan proses

kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan

individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia

sekitarnya. Menurut Potter dan Perry dalam Nurjannah (2005),

komunikasi terjadi pada tiga tingkat yaitu : intrapersonal,

interpersonal, dan public. Komunikasi interpersonal yang sehat

memungkinkan penyelesaian masalah, berbagai ide,

pengambilan keputusan, dan pertumbuhan personal.

Dalam proses komunikasi melibatkan suatu lingkungan

internal dan eksternal dimanapun komunikasi itu terjadi.

Lingkungan internal meliputi: nilai-nilai, kepercayaan,

tempramen, dan stress pengirm pesan maupun penerima pesan.

Sedangkan factor eksternal melipui: kadaan cuaca, suhu, factor

kekuasaan dan waktu. Kedua belah pihak (pengirim dan

penerima pesan) harus peka terhadap factor internal dan

eksternal, sepertipersepsi dar komnikasi yang ditentukan oleh

lingkungan eksternal yang ada.

b) Tujuan Komunikasi

26
Berdasarkan beberapa pengertian/definisi di atas, dapat

disimpulkan bahwa secara umum tujuan komunikasi sebagai berikut.

1) Menyampaikan ide/informasi/berita

2) Memengaruhi orang lain

3) Mengubah perilaku orang lain

4) Memberikan pendidikan

5) Memahami (ide) orang lain

c) Bentuk atau Jenis Komunikasi

1) Komunikasi Tertulis

Proses penyampaian informasi dengan mengembangkan

melalui suatu metode penulisan

2) Komunikasi Verbal langsung)

Menurut Nursalam (2007), tujuan komunikasi verbal yaitu

assertiveness. Dimana perilaku asertif adalah suatu cara

berkomunikasi yang memberikan kesempatan individu untuk

mengekspresikan perasaannya secara langsung, jujur dengan

cara yang sesuai tanpa menyinggung perasaan orang lain yang

di ajak berkomunikasi.

3) Komunikasi Non Verbal

27
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi dengan

mengggunakan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sikap tubuh

atau “body language”.

d) Komponen dalam komunikasi

Dijelaskan oleh Potter & Perry dalam Intansary Nurjanah

(2005), yaitu sebagai berikut:

1) Komunikator

Penyampaian informasi atau sumber informasi.

2) Komunikasi

Penerima informasi atau member respon terhdap stimulus yang

disampaikan oleh komunikator.

3) Pesan

Gagasan atau pendapat, fakta, informasi atau stimulus yang di

sampaikan.

4) Media komunikasi

Saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.

5) Kegiatan “encoding”

Yaitu perumusan pesan oleh komunikator sebelum

disampaikan kepada komunikan.

6) Kegiatan “decoding”

28
Yaitu penafsiran pesan oleh komunikan pada saan menerima

pesan.

2.2.2.2 Komunikasi Terapeutik

a) Pengertian

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi

terapeutik dalam hal ini komunikasi dilakukan oleh seseorang perawat

pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu memberkan

khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenaya seorang

perawat harus meningkatkn pengetahuan dan kemampuan aplikatif

komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat

dipenuhi. Stuard G.W dalam Ibadurokhman (2007), menyatakan

bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal

antara perawat dank lien, dalam hubungan ini perawat dan klien

memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki

pengalaman emosional klien. Sedangkan menurut Stuart dan Sunden

(1987: 103) hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar-menukar

perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika membina

hubungan intim yang terapeutik.

Mundakir (2006), menyatakan Komunikasi Terapeutik adalah

salah satu pengalaman bersama antara perawat klien yang bertujuan

29
untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah

mempengaruhi perilaku orang lain. Menurut khaltner dalam Mundakir

(2006), mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan

tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang

professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan

perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus ada

unsure kepercayaan. Mulyana (2000), juga mengatakan bahwa

komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang

dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan orang-oran

secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap

reaksi oang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non

verbal.

Dari beberapa pengertian di atas dapat di pahami bahwa

komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna

terapeutik bagi klien dan dilakukan oleh perawat untuk membantu

klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif.

b) Tujuan Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan definisi komunikasi terapeutik, berikut ini tujuan dari

komunikasi terapeutik.

30
1) Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban

perasaan dan pikiran.

2) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk

klien/pasien.

3) Memperbaiki pengalaman emosional klien.

4) Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien

sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Apabila

perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut

bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang

mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

c) Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik meningkatkan pemahaman dan

membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif diantara

perawat-klien. Tidak seperti komunikasi social, komunikajsi

terapeutik mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu

tujuan dalam asuhan keperawatan. Oleh karenya sangat penting bagi

perawat untuk memahami prinsip dasar komunikasi terapeutik

berikut ini:

31
Keliat dalam Sudiati (2004) menjelaskan prinsip-prinsip

komunikasi terapeutik, yaitu seperti berikut ini:

1) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti

menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang

dianut.

2) Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima,

saling percaya dan saling menghargai.

3) Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh

pasien.

4) Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik

fisik maupun mental.

5) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan

pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap

maupun tinkah lakunya sehngga tumbuh makin matang dan

dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

6) Perawat harus mampu menguasai perasaa diri sendiri secara

bertahap untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira,

sedih, marah, keberhasilan maupun frustasi.

7) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat

mempertahankan konsistensinya.

32
8) Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang

terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang

terapeutik.

9) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar

darihubungan terapeutik

10) Mampu berperan sebagai role model agar dapat menjuka dan

meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Oleh karena itu

perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik, mental

spiritual dan gaya hidup.

11) Disarankamengekspresikan perasaan yang dianggap

mengganggu.

12) Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan

pasien bebas berkembang tanpa rasa takut.

13) Altruism, endapat kepuasan dengan menolo orang lain secara

manusiawi.

14) Berpegang ada etika dan cara berusaha sedapat mungkn

keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.

15) Bertanggug jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab

terhadap dirinya atas tindakan yang dilakukan dan tanggung

jawab terhadap oranglain.

d) Tahan Komunikai Terapeutik

33
Telah disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik

merupakan komunikasi yang terstruktur dan memiliki tahapan-

tahapan. Stuard G.W dalam Ibadurokhman (2007), menjelaskan

bahwa dalam proses komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat

tahapan yaitu tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap

perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.

1) Tahap Persiapan/Pra-Interaksi

Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan

menilik dirinya dengan cara mengidentifkasi kelebihan dan

kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat mencari informasi

tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini dilakukan

perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan

klien. Tahapan ini dilakukan perawat dengan tujuan mengurangi

rasa cemas atau kecemasan yang memungkikan dirasakan oleh

perawat sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan klien.

Ellis, Gates da Kenwothy dalam Suriyani (2005),

menyatakan kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat

mempengaruhi interaksinya dengan orang lain. Hal ini

disebabkan oleh adanya kesalahan dalam menginterpretasikan

apa yang diucapkan oleh lawan bicara. Begitu pula Brammer

dalam Suriyani 2005), menyatakan pada saat perawat merasa

34
cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa yang dikatan

oleh klien sehingga tidak mampu melakukan active listening

(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas

perawat dalam tahap ini adalah mengeksplorasi perasaan,

mendefenisikan harapan dan mengidentifikasi kecemasan,

menganalisi kekuatan dan kelemahan diri, mengumpulkan data

tenang klien, serta merencanakan pertemuan pertama dengan

klien.

2) Tahap perkenalan/Orientasi

Stuard G.W dalam Suriyani (2005), menyatakan

tahapperkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien

dilakukan. Tuuan dalm tahap ini adalah memvalidasi

keakuaratan datab dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan

keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang

telah lalu

Tugas perawat dalam tahap perkenalan adalah:

(1) Membina rasa saling percaya, menunjuan penerimaan

dan komunikasi terbuka.

(2) Merumuskan kontrak waktu, tempat pertemuan, dan

topik pemicaraan) bersam-sama dengan klien dan

menjelaskan atau mengklasifikasi kembali kontrak yang

telah disepakati bersama.

35
(3) Menggaliikiran dan perasaan serta mengidentifikasi

masalah klien yang umumnyadilakukan dengan

menggunakan teknik komunikasi peanyaan terbuka.

(4) Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.

Sangat penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan

ini dengan baik karena tahapan ini merupakan dar bagi hubungan

terapeutik antara perawat dengan klien.

3) Tahap Kerja

Stuard G.W dalam Suriyani (2005), menyatakan tahap

kerja merupakan inti dari keseluruha prises komunikasi

terapeutik. Tahap kerja merupakan tahap yang panjang dalam

komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut untuk

membantu dan mendukung klien untuk menyampampaikan

perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respon

ataupun pesan verbal dan non verbal yang disampaikan oleh

klien. Dalam tahapini perawat mendengarkan secara aktif dan

penuh perhatian sehingga mampu membanu klien untuk

mendefenisikan maalah yang sedang dihadapi oleh klien,

mencari penelesaian masalah dan mengevaluasikannya.

Menurut Murray, B. & Judith, P. Dalam Suriyani (2005),

dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu

menyimpulkan percakapan dengan klien. Tekni menympulkan

36
ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan hal-hal

penting dalam percakapan, dan memantu perawat dank lien

memiliki pikiran dan ide yang sama. Dengan dilakukanna

penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan

bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah

disampaikannnya diterima dengan baik dan benar-benar

dipahami oleh masyarakat.

4) Tahap Terminasi

Stuart, G.W dalam Suriyani (2005), menyatakan terminasi

merupakan akhir dari pertemuanperawat dank lien. Tahap

termiasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi

akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan

perawat dank lien, setelah hal ini dilakukan perawat dank lien

masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai

kontrak waktu yang disepakati bersama. Sedangkan terminasi

akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh

proses keperawatannya.

Tugas perawat dalam tahap terminasi adalah:

(1) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah

dilaksanakan evaluasi objektif)

(2) Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan

perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.

37
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah

dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan

interaksi yang baru saja dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut

dievaluasi pada tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.

e) Sikap Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik

Sikap sebagai kehadiran perawat dalam berkomunikasi agar

terapeutik klien mempunyai peran yang penting untuk tercapainya

tujuan komunikasi/interaksi (hubungan). Sikap (kehadiran) yang harus

ditunjukkan perawat dalam berkomunikasi terapeutik ada dua, yaitu

sikap (kehadiran) secara fisik dan secara psikologis. Dalam kehadiran

secara psikologis, ada dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi

tindakan (Stuart dan Laraia, 1998).

1) Sikap (Kehadiran) secara Fisik

Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang

dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik sebagai berikut:

(1) Berhadapan

(2) Mempertahankan kontak mata.

(3) Membungkuk ke arah klien.

(4) Mempertahankan sikap terbuka.

(5) Tetap relaks.

38
(6) Berjabat tangan.

2) Sikap (kehadiran) secara psikologis

Dalam berkomunikasi dengan klien, mulai awal sampai akhir

hubungan, perawat harus menunjukkan sikap (kehadiran) secara

psikologis dengan cara mempertahankan sikap dalam dimensi

respons dan dimensi tindakan seperti berikut:

(1) Sikap dalam Dimensi Respons

(a) Ikhlas (Genuiness): perawat menyatakan dan menunjukkan

sikap keterbukaan, jujur, tulus, dan berperan aktif dalam

berhubungan dengan klien.

(b) Menghargai: perawat menerima klien apa adanya. Sikap

tidak menghakimi, tidak mengejek, tidak mengkritik,

ataupun tidak menghina; harus ditunjukkan oleh perawat.

(c) Empati (empathy) merupakan kemampuan perawat untuk

memasuki pikiran dan perasaan klien sehingga dapat

merasakan apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan klien.

(d) Konkret: perawat menggunakan kata-kata yang spesifik,

jelas, dan nyata untuk menghindari keraguan dan

ketidakjelasan penyampaian.

(2) Sikap dalam Dimensi Tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran,

pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain

39
peran (Stuart dan Sundeen, 1998). Dimensi ini harus

diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan,

dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

(a) Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku

klien yang bermanfaat untuk memperluas kesadaran diri

klien.

(b) Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan untuk

membantu klien dan digunakan untuk mempelajari fungsi

klien dalam hubungan interpersonal lainnya.

(c) Keterbukaan perawat

Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang

diri, ide, nilai, perasaan, dan sikapnya sendiri untuk

memfasilitasi kerja sama, proses belajar, katarsis, atau

dukungan klien.

(d) Katarsis emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang

sangat mengganggunya untuk mendapatkan efek

terapeutik. Bermain peran

f) Teknik Komunikasi Terapeutik

40
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan

teknik berkomunikasi yang berbeda pula. Teknik komunikasi berikut

ini, terutama penggunaan referensi dari Stuart & Sundeen cit.

Mundakir (2006), yaitu:

1) Mendengarkan dengan penuh perhatian.

2) Menunjukan penerimaan

3) Menyakan pertanyaan yang berkaitan.

4) Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata

sendiri.

5) Klarifikasi

6) Memfokuskan

7) Menyampaikan hasil observasi

8) Menawarkan informasi

9) Diam

10) Meringkas

11) Memberikan penghargaan

12) Menawarkan diri

13) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai

pembicaraan.

14) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.

41
15) Menetapkan kejadian secara teratur akan menolong perawat

dank lien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.

16) Menganjurkan klien untuk menguraikan persepsinya

17) Refleksi

g) Faktor yang mempengaruhi komunikasi therapeutic

Menurut Potter dan Perry (Nurjannah, 2005:43), proses

komunikasi therapeutic dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

1) Perkembangan

Agar dapat berkomunikasi dengan efektif dengan pasien,

perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari

sisi bahasa, maupun proses berfikir dari orang tersebut. Cara

komunikasi pasien anak-anak, remaja, dewasa sangat berbeda,

untuk itu perawat diharapkan bisa berkomunikasi dengan

lancar.

2) Emosi

Emosi merupakan perasaan subjek terhadap suatu kejadian.

Emosi seperti marah, sedih, senang, akan dapat mempengaruhi

perawat dalam berkomunikasi dengan pasien. Perawat perlu

mengkaji emosi pasien dan keluarganya sehingga perawat

mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

42
3) Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang

berbeda. mulai usia 3 tahun seorang wanita bisa bermain

dengan teman baiknya dan menggunakan bahasa untuk

mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta

membangun dan mendukung keintiman. Laki-laki dilain pihak,

menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian bahasa

verbal dengan tingkat pengetahuan yang tinggi.

4) Peran dan hubungan

Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar

orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat

dengan perawat lain, dengan cara komunikasi seorang perawat

dengan pasien akan berbeda.

5) Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi

yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada privasi yang tepat

akan menimbulkan keracuan, ketengangan serta ketidak

nyamanan.

6) Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu

menyediakan rasa aman dan kontrol.

43
h) Hubungan Perawat dan Klien/Helping Relationship

Salah satu karakteristik dasar komunikasi yaitu ketika

seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka akan

tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi

bersifat resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya

memebentuk suatu hubungan ‘helping relationship’. Helping

relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih)

individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima

bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya

sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan hubungan yang

dimaksut adalah hubungan antara perawat dank lien. Ketika hubungan

antara perawat dank lien terjadi, perawat sebagai penolong (helper)

membantu klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, atau

mencapai tujuan yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.

Menurut Stuart G.W dalam Suryani (2005) ada beberapa

karakteristik seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya

hubungan yang terapeutik, yaitu:

1) Kejujuran

Kejujuran sangat penting karena tanpa adanya kejujuran

mustahil bias terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan

44
menaruh rasa percanya pada lawan bicara yang terbuka dan

mempunyai respon yang tidak di buat-buat, sebaliknya ia akan

berhati-hati pada lawn bicara yang terlalu halus sehingga sering

menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata

atau sikap yang tidak jujur. Sangat penting bagi perawat untuk

menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien, karena

apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri,

merasa dibohongi, membenci perawat atau bias juga berpura-pura

patuh terhadap perawat.

2) Tidak membingungkan dan cukup ekspresif

Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya

menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak

menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi non-verbal

perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena

sketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.

3) Bersikap positif

Burnard P. dan Morrison. P. dalam Suryani 2005), menyatakan

bersifat positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan

lewat komunikasi non verbal sangat penting baik dalam membina

hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana

tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukan dengan

bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.

45
Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang

terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan

tertentu diantara perawat dan klien. Akan tetapi penciptaan suasana

yang dapatmembuat klien merasa aman dan diterima dalam

mengungkapkan perasaan dan pikirannya.

4) Empati bukan simpati

Brammer dalam Suryani (2005), mengungkapkan sikap empati

sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap

ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan

klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien. Dengan bersikap

empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah

karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi

juga tidak berlarut-larut dalam perasaan tersebut dan turut

berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.

2.2.3 Hubungan Antara Komuniksi Therapeutic Perawat dengan Motivasi

Untuk Sembuh Pasien

Hubungan antara variabel adalah hal yang penting untuk dilihat dalam

suatu penelitian. Variabel-variabel dalam penelitian tentunya saling

berhubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain.. Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah komunikasi terapeutik perawat. Variabel terikat

yaitu motivasi sembuh pada pasien rawat inap.

46
Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam kehidupan

manusia, termasuk dalam dunia keperawatan, perawat perlu menjaga

hubungan kerjasama yang baik dengan pasien, peran komunikasi sangat

dibutuhkan untuk menciptakan hubungan yang baik antara perawat dengan

pasien. Komunikasi seperti itu disebut juga dengan komunikasi therapeutic

yang merupakan komunikasi antara perawat dengan pasien yang dilakukan

secara sadar, selain itu bertujuan untuk kesembuhan pasien, memberikan

motivasi untuk kesembuhan pasien dan bersifat terapi. Menurut teori dari

Stuart (Perry dan Potter, 2005:112) komunikasi merupakan alat untuk

membina hubungan yang therapeutic, karena dalam proses komunikasi terjadi

penyampaian informasi, pertukaran perasaan dan pikiran. Telah dijelaskan

bahwa tujuan dari komunikasi adalah untuk mempengaruhi perilaku orang

lain, sehingga keberhasilan dari motivasi sembuh adalah tergantung pada

komunikasi. Komunikasi therapeutic ditujukan untuk merubah perilaku dalam

mencapai tingkat kesehatan yang optimal sehingga diperlukan komunikasi

yang terapeutik antara perawat dan pasien.

Motivasi untuk sembuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

faktor lingkungan rumah sakit/dokter, perawat dan tim kesehatan lainnya.

Perawat adalah profesi yang sangat dekat dengan pasien yang memungkinkan

perawat selalu berhubungan dengan pasien (Nurjannah, 2005:4). Kemampuan

komunikasi terapeutik perawat dapat mengembangkan hubungan dengan

47
pasien yang dapat meningkatkan pemahaman pasien sebagai manusia

seutuhnya (Perry dan Potter, 2005:311).Perawatyang mampu berkomunikasi

efektif akan mampu mengadakan perubahan yang bisa meningkatkan

kesehatan, dengan adanya komunikasi terapeutik dari perawat maka pasien

akan termotivasi untuk sembuh dari penyakitnya.

48
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian adalah hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan

dilakukan (Notomoatmojo,2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat

digambarkan seperti skema dibawah ini :

49
Faktor Internal Faktor Eksternal

1. Fisik 1. Lingkungan

2.Proses mental 2. Dukungan social

3. Keinginan dalam diri 3. Emosional dan Informasi

sendiri

4. Kematangan usia  Komunikasi Therapeutic

4. Fasilitas Sarana Prasarana

5. Media

6. Pendidikn

Motivasi untuk sembuh

pada pasien rawat inap

Keterangan :

: Teliti

- - - - - - - - - - - : Tidak Diteliti

: Berpengaruh

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual

50
3.2. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap tujuan penelitian

yang diturunkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat. Hipotesis

merupakan pernyataan tentative tentang hubungan antara dua variable atau

lebih (V.Wiratna, 2014).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :Ada Hubungan Antara Komunikasi

Terapeutik Perawat Dengan Motivasi Untuk Sembuh Pada Pasien Rawat Inap

Di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang.

51
BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

rancangan surve analitik yakni penelitian untuk mengetahui hubungan antara

Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Motivasi untuk Sembuh Pada Paasien

Rawat Inap Di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang.

4.2 Rancang Bangun Penelitian Yang Digunakan

Rancang bangun penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk

menjawab pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang

mungkin timbul selama proses penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini rancang bangun yang di gunakan adalah Cross Sectional, yang

mana dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara komunikasi

Terapeutik Perawat dengan Motivasi untuk Sembuh pada Pasien Rawat Inap Di

Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang dengan pendekatan

observasi atau pengumpulan data pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010).

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z.

Johanes Kupang, yang Pelaksanaanya pada tanggal 28-29 November 2017.

52
4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

“Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian” (Arikunto, 2006:130).

Dalam penelitian ini karakteristik populasi yang ditentukan adalah

seluruh pasien yang menjalani perawatan inap (opname) di ruang

Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Dalam kurun waktu

bulan November 2017 sebanyak 56 orang.

4.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, 2006:131). Sampel pada penelitian berjumlah 36 orang. Besar

sampel dapat dihitung dengan rumus slovin (Notoatmodjo, 2010):

53
Keterangan :

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

D = tingkat signifikan (10%)

4.4.3 Kriteria sampel

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2010, p.130).

a. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1. Pasien dalam masa perawatan minimal 1x24 jam (sehari

semalam)

2. Pasien yang bersedia menjadi subjek atau responden penelitian

3. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab

antara lain (Setiadi, 2013) :

b. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah :

1. Pasien dengan gangguan kesadaran

2. Pasien dengan gangguan pendengaran

3. Pasien dengan gangguan penglihatan

4. Pasien dengan gangguan jiwa

54
4.4.4 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

Purpusive sampling. Pengambilan sampel yang berdasarkan atas suatu

pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat populasi ataupun ciri-ciri yang

sudah diketahui sebelumnya. (Notoatmodjo 2010).

4.5 Kerangka Operasional

Menurut Notoadmojo, (2010) Kerangka operasional adalah sesuatu yang

abstrak, logika secara arti harfiah dan akan membantu peneliti dalam

menghubungkan hasil penemuan dengan Body of Knowledge. Bentuk kerangka

operasional penelitian ini adalah sebagai berikut :

55
Populasi
Seluruh pasien yang menjalani perawatan inap (opname) di ruang
Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes Kupang. Sebanyak 56
orang yang memenuhi kriteria pada bulan November 2017

Purposive sampling
Sampel
Jumlah sampel 36 orang

Memberi penjelasan penelitian


dan
Infoment consent

Pengambilan data
(Kuesioner)

Analisa menggunakan SPSS 16.0 for


windows dengan uji Korelasi
Spearman Rank Test

Penyajian Hasil

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Operasional

4.6 Identifikasi Variabel dan Defensi Operasional

56
Menurut Suryabrata (1998:72) “variabel sebagai segala sesuatu yang akan

menjadi obyek pengamatan penelitian”. Pada penelitian ini terdapat 2 variabel,

yaitu variabel bebas (independen) dan terikat (depende).

4.6.1 Variabel independen (bebas)

Variabel bebas (independen) yaitu variabel yang dapat mempengaruhi

hasil penelitian. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

komunikasi therapeutic perawat.

4.6.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel terikat (depende) yaitu variabel penelitian yang diukur untuk

mengetahui seberapa besarnya efek atau pengaruh variabel lain, dalam

penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah motivasi sembuh

pada pasien rawat inap.

4.6.3 Defenisi operasional, dan cara pengukuran variable

Tabel 4.1 Defenisi Operasional

57
Variabel Defenisi Cara Alat Skala Skor

Operasional Ukur Ukur

58
Variabel Independen
Komunikasi Komunikasi Membagi Kuisioner Ordinal Pertanyaan Positif:

therapeutik therapeutic adalah Kuisioner Sangat Tidak Setuju

perawat komunikasi yang (STS): 1

direncanakan Tidak Setuju (TS): 2

secara sadar, Setuju (S): 3

bertujuan dan Sangat Setuju (SS): 4

kegiatannya Pertanyaan Negatif:

dipusatkan untuk Sangat Tidak Setuju

kesembuhan (STS): 4

pasien. Tidak Setuju (TS): 3

Setuju (S): 2

Sangat Setuju (SS): 1

Variabel dependen
Motivasi Motivasi sembuh Membagi Kuesione Ordinal Pertanyaan Positif:

Sembuh adalah daya atau kuesioner r Sangat Tidak Setuju

kekuatan yang (STS): 1

berasal dari dalam Tidak Setuju (ST): 2

diri individu atau Setuju (S): 3

penderita suatu Sangat Setuju (SS): 4

penyakit yang Pertanyaan Negatif:

59
mendorong, Sangat Tidak Setuju

membangkitkan, (STS): 4

menggerakkan, Tidak Setuju (TS): 3

melatar belakangi, Setuju (S): 2

menjalankan dan Sangat Setuju (SS): 1

mengontrol

seseorang serta

mengarahkan pada

tindakan

penyembuhan atau

pulih kembali serta

bebas dari suatu

penyakit yang telah

dideritanya selama

beberapa waktu dan

membentuk suatu

keadaan yang lebih

baik dari dalam

badan, jiwa dan

sosial yang

memungkinkan

60
seseorang hidup

produktif secara

sosial dan ekonomi.

4.7 Teknik Pengumpulan Data

4.7.1 Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian

a) Data primer

Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian dengan

menyebarkan kuesioner langsung kepada responden, dan selanjutnya.

b) Data Sekunder

Data yang diperoleh dari Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W.

Z Johannes Kupang.

4.7.2 Cara Pengumpulan Data Dalam Penelitian

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menyebarkan alat ukur berupa kuesioner atau angket yang

berisi item pertanyaan kepada responden dan diisi langsung oleh

responden, yang sebelumnya peneliti telah menjelaskan maksud dan

tujuan pengisian kuesioner dan menjelaskan cara-cara pengisian.

4.7.3 Prosedur pengumpulan Data

Setelah mendapat ijin dari Ketua Stikes Nusantara Kupang, Ketua

Prodi SI-Keperawatan Stikes Nusantara Kupang, dan Direktur RSUD

Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang serta kepala ruangan ruang Anggrek .

61
Peneliti memberikan informasi tentang tujuan penelitian, bagi yang setuju

berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk menandatangi lembar

persetujuan penelitian/ informed consent yang dibagi oleh peneliti. Proses

pengambilan dan pengumpulan data dalam penelitian ini dengan lembar

kuesioner. Data-data yang terdapat dalam lembaran kuesioner merupakan

data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Peneliti menentukan

sampel dengan kriteria sampel yaitu kriteria inklusi yaitu pasien dalam

masa perawatan minimal 1x24 jam (sehari semalam), pasien yang

bersedia menjadi subjek atau responden penelitian, pasien dapat

berkomunikasi dengan baik. Kriteria eksklusi yaitu pasien dengan

gangguan kesadaran, pasien dengan gangguan pendengaran pasien

dengan gangguan penglihatan, pasien dengan gangguan jiwa. Peneliti

memberikan kuesioner kepada pasien mengenai cara komunikasi

terapeutik perawat dengan pasien dan motivasi untuk sembuh untuk di isi.

Kuesioner yang telah lengkap terisi dikumpulkan kemudian dilanjiutkan

dengan pengolahan data dan analisa data.

4.8 Pengolahan Data Dan Analisa Data

4.8.1 Pengolahan Data

Menurut Budiarto (2002) setelah dilakukan pengumpulan data, maka

selanjutnya data tersebut diolah dengan cara sebagai berikut :

a. Editing, yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian angket

yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh

62
responden, yaitu memberikan kode jawaban secara angka atau kode

tertentu sehingga lebih mudah dan sederhana.

b. Coding, yaitu member kode jawaban secara angka atau kode tertentu

sehingga lebih mudah dan sederhana.

c. Cleaning, Melakukan pengecekan kembali untuk memastikan bahwa

data yang sudah di entry tidak terdapat kesalahan dan siap di analisis.

d. Tabulating, yaitu mengelompokan responden berdasarkan kategori yang

telah dibuat untuk variabel yang diukur dan ditampilkan kedalam bentuk

tabel.

4.8.2 Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil

penelitian, yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis

ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang

diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk

mencapai tujuan, dimana tujuan pokok penelitian adalah menjawab

pertanyaan peneliti dalam mengungkapkan fenomena (Hidayat, 2008).

Analisa univariat dalam penelitian ini untuk mengetahui komunikasi

terapeutik perawat dan motivasi sembuh pada pasien rawat inap, yang

63
meliputi karakteristik responden menurut usia, jenis kelamin, dan lama

di rawat inap.

b. Analisa Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Untuk

mengetahui hubungan antara variabel, diuji dengan uji Korelasi

Spearman Rank Test menggunakan program SSPS 16.0 for window

untuk mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik perawat

dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap, dengan

intreprestasi hasil jika pada tingkat signifikan P < 0,05 maka, dapat

disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antar komunikasi

terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat

inap, sebaliknya jika nilai signifikan P > 0,05 maka, dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara hubungan

komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada

pasien rawat inap.

64
BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

merupakan Rumah Sakit Pemerintah Daerah Tingkat 1 Daerah dan merupakan

kelas B non pendidikan dengan luas area 051,67 sekaligus merupakan

rumah sakit rujukan dari rumah sakit lain dan puskesmas terpadu di wilayah

65
provinsi NTT. Hal ini berdasarkan SK Menkes No. 9/Menkes/SK/95 tentang

RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes sebagai rumah sakit Tipe B pendidikan serta

berdasarkan SK Gubernur No. 76/1996 tentang pelaksanaan peraturan daerah

Provinsi Daerah Tingkat 1 menjadi BLUD RSUD.

BLUD RSUD Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang memiliki 2 unit rawat

jalan dan 14 unit rawat inap. Fasilitas layanan di unit rawat inap terdiri dari

instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, instalasi gawat darurat, instalasi

bedah sentral, instalasi radiologi, instalasi gizi, instalasi sarana pemeliharaan

sarana rumah sakit, instalasi pemulangan jenasah. Terdapat perumahan dokter,

perumahan karyawan, asrama karyawan, gedung obat dan peralatan. Ruang

IGD merupakan ruang perawatan yang menjadi bagian dari instalasi rawat

inap. Penlitian ini dilakukan di RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Di

Isntalasi Rawat Inap Ruang Anggek (Kelas II Wanita). Dengan jumlah kamar

lima yaitu kamar A,B,C,D masing-masing 4 tempat tidur dan kamar E hanya

1 tempat tidur serta 13 perawat dan kepala ruangan.

5.2 Hasil Penelitian

Hasil penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik perawat

dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap di RSUD Prof. Dr. W.

Z. Johannes Kupang, hasil penelitian di kelompokan menjadi dua yaitu data

umum dan data khusus.

5.2.1 Data Umum

66
Dari ke 36 responden yang dijadikan sampel penelitian

beberapa gambaran demografi seperti terlihat pada Tabel berikut ini :

5.2.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia


No Usia Jumlah Porsentase (%)
1 21-30 9 25
2 31-40 11 31
3 41-50 4 11
4 >50 20 33
  Total 36 100
*Sumber : Data Primer

Pada tabel 5.1 menunjukan bahwa 36 responden

sebagian besar berusia >50 tahun dengan jumlah 12 Orang

(33%) dan sebagian kecil pada usia 41-50 tahun 4 orang

(11%).

5.2.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Rawat Inap

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Rawat


Inap
No Hari Jumlah Porsentase (%)
1 1-3 27 75
2 4-6 4 11
3 7-10 5 14
  Total 36 100
*Sumber: Data Primer

Pada tabel 5.2 menunjukan bahwa 36 responden

sebagian besar dirawat inap selama 1-3 hari berjumlah 27

Orang (75%) dan sebagian kecil 4-6 hari 4 orang (11%)

67
5.2.2. Data Khusus

5.2.2.1 Data Komunikasi Therapeutik

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan


Komunikasi Therapeutik
Komunikasi
No Therapeutik Jumlah Porsentase (%)
1 Baik 12 33
2 Cukup 24 67
  Total 36 100
*Sumber Data Primer

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukan bahwa dari 36

responden sebagian besar mendapatkan komunikasi

therapeutik yang cukup yakni sebanyak 24 orang (67%) dan yg

baik 12 orang (33%).

5.2.2.2. Data Motivasi Sembuh

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan


motivasi sembuh
Motivasi
No Sembuh Jumlah Porsentase (%)
1 Tinggi 20 56
2 Sedang 16 44
  Total 36 100
*Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukan bahwa dari 36

responden sebagian besar responden memiliki motivasi yang

tinggi yakni sebanyak 20 0rang (56%) dan motivasi sedang

yakni sebanyak 16 orang (44%).

68
5.2.2.3 Hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi
untuk sembuh pada pasien rawat inap.
Tabel 5.5 Distribusi hubungan komunikasi terapeutik
perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien
rawat inap
Motivasi Sembuh Koefisien
Total Prevalensi
Komunikasi Tinggi Sedang Kolerasi
Terapeutik
F % F % F %

Baik 12 33 0 0 12 33,3
0,632

Cukup 8 22 16 44,4 24 66,7

Total 20 56 16 44,4 36 100 0,000


Korelasi Spearman Rank Test: P = 0,000 <
P= 0,05

Berdasarkan tabel 5.5 dari 36 responden sebagian besar

responden mendapatkan komunikasi yang cukup yaitu 24

orang (67%) dan komunikasi yang baik yaitu 12 orang (33%)

saerta memiliki motivasi untuk sembuh yang tinggi yaitu 20

orang (56%) dang motivasi sembuh yang rendah yaitu 16

orang (44%).

Dilihat dari uji statistik tabulasi silang Korelasi

Spearman Rank Test menunjukan P = 0,000 maka H0 ditolak

pada tingkat signifikan P < 0,05 artinya ada hubungan antara

69
komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh

pada pasien rawat inap di ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W.

Z. Johannes Kupang.

BAB 6

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang meliputi

komunikasi terapeutik perawat klien, motivasi sembuh pada pasien rawat inap dan

hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pasien

rawat inap.

70
6.1 Komunikasi therapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada

psien rawat inap di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W. Z Johannes

Kupang

Berdasarkan hasil pengolahan data pada grafik 5.3. didapatkan data

bahwa dari 36 responden sebagian besar mendapatkan komunikasi

therapeutik yang cukup yakni sebanyak 24 orang (67%) dan mendapatkan

komunikasi yg baik yakni 12 orang (33%). Komunikasi terapeutik yang baik

akan menjadi motivasi untuk sembuh pada pasien.

Hal ini di dukung oleh penelitian Cicilia Graita Purwa (2014), hasil

penelitiannya menunjukan bahwa kualitas komunikasi terapeutik perawat

memiliki pengaruh positif yang kuat atau tinggi dengan motivasi pasien untuk

sembuh.

Komunikasi therapeutic merupakan komunikasi yang direncanakan

secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Menurut Purwanto (1994) dalam Setiawan dan Tanjung (2001:21).

Komunikasi therapeutic memandang gangguan atau penyakit pada pasien

bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk

mengungkap dirinya. Pada dasarnya komunikasi therapeutic merupakan

komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan

pasien.

71
6.2 Motivasi Sembuh Pada pasien Rawat Inap Di Ruang Anggek RSUD Prof.

Dr. W. Z Johannes Kupang.

Berdasarkan hasil pengolahan data pada grafik 5.4 menunjukan bahwa

dari 36 responden sebagian besar responden memiliki motivasi yang tinggi

yakni sebanyak 20 0rang (56%) dan motivasi sedang yakni sebanyak 16

orang (44%). Memiliki sikap positif, berorientasi pada pencapaian suatu

tujuan dan kekuatan yang mendorong individu merupakan aspek penting dari

motivasi sembuh.

Hal ini di dukung oleh penelitian Risky Hardhiyani (2013) dimana

hasil penelitiannya membuktikan bahwa pada aspek memiliki sikap positif

pasien akan selalu berpikir positif, karena dengan berpikir positif maka pasien

akan terjauh dari hal-hal negatif yang bisa menghambat semangat dan

motivasinya untuk segera sembuh dari penyakit yang diidapnya. Pada aspek

berorientasi pada suatu pencapaian tujuan, pasien yang sedang dirawat di

rumah sakit mempunyai satu tujuan, yaitu segera sembuh dari penyakit yang

diidapnya dengan bertujuan untuk segera sembuh maka pasien akan

memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan tersebut dan pada aspek kekuatan

yang mendorong individu, kekuatan dari dalam dan luar diri pasien akan

sangat berpengaruh terhadap motivasi sembuhnya, dukungan dari lingkungan

sekitar, keluarga dan teman- teman akan semakin membantu pasien untuk

lebih memotivasi dirinya. Sedangkan kekuatan dari dalam diri pasien antara

72
lain dengan selalu berpikir positif juga akan mempengaruhi motivasi untuk

sembuh dari penyakitnya.

Sobur (2003:268), mendefinisikan motivasi merupakan istilah yang

lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi

yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku

yang ditimbulkannya dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan.

Karena itu, bisa juga dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan motif,

membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri

untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan.

6.3. Hubungan Komunikasi Therapeutik Perawat Dengan Motivasi Untuk

Sembuh Pada Pasien Rawat Inap di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr.

W.Z. Johannes Kupang

Dilihat dari uji statistik tabulasi silang Korelasi Spearman Rank Test

menunjukan P = 0,000, maka H0 ditolak pada tingkat signifikan P < 0,05

artinya ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi

untuk sembuh pada pasien rawat inap.

Menurut peneliti dengan perawat menggunakan komunikasi yang

therapeutic dalam setiap tindakannya maka pasien akan termotivasi untuk

sembuh dari penyakitnya. Istiyanto dan Syafei (2003:10) unsur percaya

terhadap staf medis dan daya tarik yang diperlihatkan akan menimbulkan

ketaatan atau kepatuhan pasien terhadap staf medis hal ini merupakan

kekuatan yang memotivasi pasien untuk sembuh .

73
Hal ini di dukung oleh penelitian Cicilia Graita Purwa (2014), hasil

penelitiannya menunjukan bahwa kualitas komunikasi terapeutik perawat

memiliki pengaruh positif yang kuat atau tinggi dengan motivasi pasien untuk

sembuh.

Melalui komunikasi therapeutic secara tepat dapat membantu

meringankan beban pasien, untuk melaksanakan komunikasi staf medis

dengan pasien diperlukan strategi komunikasi yang dimulai dari kebijakan

rumah sakit sebagai tempat rujukan pasien (Istiyanto dan Syafei, 2003:1).

Komunikasi akan sangat menolong tidak saja bagi pasien tapi juga untuk staf

medis. Bagi staf medis informasi mengenai pasien sangat penting untuk

menetapkan diagnosa maupun pengobatannya. Bagi pasien, berkomunikasi

dapat mengeluarkan keluhan-keluhan yang mereka hadapi sekaligus

merupakan suatu bentuk pengobatan, karena tidak jarang pasien merasa puas

dan lega setelah menyalurkan kepihak lain.

Komunikasi therapeutic merupakan suatu kewajiban yang harus

dilakukan oleh perawat, perawat berperan penting dalam proses penyembuhan

atau pemulihan kondisi pasien. Selain pengobatan medis tercapainya

kesembuhan pasien juga dapat dipengaruhi oleh penciptaan suasana fisik dan

sosiopsikologis yang mendukung. Istiyanto dan Syafei (2003:10) unsur

percaya terhadap staf medis dan daya tarik yang diperlihatkan akan

74
menimbulkan ketaatan atau kepatuhan pasien terhadap staf medis hal ini

merupakan kekuatan yang memotivasi pasien untuk sembuh .

Motivasi sembuh pasien ditunjukkan dengan tiga aspek yaitu aspek

memiliki sikap positif, aspek berorientasi pada pencapaian suatu tujuan, dan

aspek kekuatan yang mendorong individu (Smett, 1994:53). Motivasi atau

semangat hidup merupakan hal yang sangat penting bagi seorang pasien yang

sedang menjalani perawatan medis, karena dengan termotivasinya seseorang

untuk sembuh, maka besar pula kemungkinan dirinya untuk sembuh (Uno,

2007:1).

Adanya rasa tulus dan iklas dalam memberikan perawatan pada pasien

akan membuat pasien merasa nyaman, dan dengan rasa itulah dapat

membantu bahkan dapat mempercepat proses penyembuhan dalam diri pasien

(Efendi, 2004:6). Perawat merupakan seorang komunikator yang memberikan

suatu rangsangan atau stimulus terhadap pasien, yang nantinya bisa

menimbulkan suatu tindakan tersendiri oleh pasien yaitu tindakan untuk

sembuh.

Menurut teori dari Stuart (Perry dan Potter, 2005:112) komunikasi

merupakan alat untuk membina hubungan yang terapeutik. Karena dalam

proses komunikasi terjadi penyampaian informasi, pertukaran perasaan dan

pikiran. Telah dijelaskan bahwa tujuan dari komunikasi adalah untuk

75
mempengaruhi perilaku orang lain, sehingga keberhasilan dari motivasi

sembuh adalah tergantung pada komunikasi. Komunikasi therapeutic

ditujukan untuk merubah perilaku dalam mencapai tingkat kesehatan yang

optimal sehingga diperlukan komunikasi yang terapeutik antara perawat dan

pasien. Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jika

tingkat komunikasi terapeutiknya baik maka tingkat motivasi untuk sembuh

pada pasien rawat inap juga akan tinggi.

BAB 7

PENUTUP

76
7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan

pada bab sebelumnya, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

7.1.1. Komunikasi therapeutik perawat di ruang Anggrek dalam kategori

cukup dari 36 responden sebagian besar yaitu 24 responden (67%).

7.1.2. Motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap dari 36 responden

sebagian besar memiliki motivasi tinggi untuk sembuh yaitu

sebanyak 20 responden (56%)

7.1.3. Ada hubungan yang bermakna antara komunikasi terapeutik perawat

dengan motivasi untuk sembuh pada pasien rawat inap.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi para perawat

Diharapkan untuk tetap mempertahankan komunikasi

therapeutic yang sudah terjalin, baik komunikasi therapeutic secara

verbal maupun non verbal agar tetap tercipta hubungan yang benar-

benar terapeutik antara perawat dan pasien sehingga tercipta

keterbukaan yang bisa memotivasi pasien untuk segera sembuh dari

penyakitnya.

77
7.2.2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian

serupa sebaiknya peneliti harus lebih dekat mendampingi para

responden agar saat mengisi instrumen responden benar-benar

mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan. Peneliti selanjutkan

juga harus lebih mencermati fenomena awal yang terjadi, serta

diharapkan peneliti selanjutnya lebih kaya akan referensi yang bisa

digunakan untuk membantu pembahasan.

7.2.3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan yang digunakan dalam melaksanakan

pembinaan terhadap perawat khususnya mengenai komunikasi

terapeutik karena dengan komunikasi terapeutik pasien menjadi

lebih termotivasi untuk sembuh dan di harapkan dapat meningkat

mutu pelayan keperawatan pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

78
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi
Revisi. Jakarta: PT Rineka Pustaka.
Azwar, Syaifudin. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
------------------------ 2003. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Cetakan
keenam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Baradero, dkk. (2006). Seri Asuhan keperawatan : Klien Gangguan Sistem
Reproduksi dan Seksualitas, Jakarta: ECG
Citthy, R.T ( 1997). Profesional Nursing for Consept and Challenges. W.B. Sounders
: Company Philadelphia
DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antarmanusia, penj. Agus Maulana. Jakarta:
Professional Book
Efeendy, O. U. 2004. Jurnal : Dinamika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Friedman, H. S, Schustack, M. W. 2006. Kepribadian (Teori Klasik dan Riset
Modern). Jakarta : Erlangga
Gerungan, W. A. 2010. Psikologi Sosial. Cetakan ketiga. Bandung : PT Refika
Aditama
Hermawan, A. H. 2009. Jurnal : Persepsi Pasien Tentang Pelaksanaan Komunikasi
Terapeutik Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pada Pasien Di Unit Gawat
Darurat RS Mardi Rahayu Kudus. 2009
Irmwanto. 1997. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Istiyanto, S.B dan Syafei M. 2003. Jurnal : Studi Komparatif Strategi Komunikasi
Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas dan Rumah Sakit Margono Soekarjo
Purwokerto Terhadap Penyembuhan Pasien.
Keliat, B. A. 2003. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. EGC: Jakarta
Kozier dan Erb. 1999. Fundamental of Nursing: Concept and Practice. St. Louis:
Mosby.
Kurniawan. 2011. Skripsi : Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Oleh Perawat
Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Keperawatan Di
Ruang Rawat Inap Kenanga RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhamadiyah Pekajangan Kabupaten Pekalongan
Latipun, Moeljono Notosoedirdjo. 1999. Kesehatan Mental. Cetakan ketiga. Malang :
UMM Malang

79
Liliweri, Alo. 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Cetakan kedua.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
-------------------. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Cetakan ke-1. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group
Machfoedz, M. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).
Yogyakarta : Penerbit Ganbika
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Graha Ilmu:
Yogyakarta
Notoatmodjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan Edisi 2. Salema Medica: Jakarta
Nurhayati. 2011. Tesis : Hubungan Pola komunikasi dan Kekuatan Keluarga Dengan
Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja di Desa Tridaya Sakti Kecamatan
Tambun Selatan Kabupaten Bekasi. Depok : Universitas Indonesia : Fakultas
Ilmu Keperawatan Program Megister Ilmu Keperawatan
Nurjannah, Intansari. 2001. Hubungan Terapeutik Perawat dan Pasien. FK UGM.
Yogyakarta
Nurjannah, Intansari. 2005. Komunikasi Terapeutik (Dasar-dasar Komunikasi Bagi
Perawat). Yogyakarta : Mocomedia
Perry A. G, Potter P. A. 2005. Fundamental Keperawatan (Konseo, Proses, dan
Praktik). Penerbit Buku Kedokteran EGC
Purba, J. M. 2003. Jurnal : Komunikasi Dalam Keperawatan. Digital Library
Universitas Sumatra Utara
Rachmawati T dan Turniani. 2002. Jurnal : Pengaruh Dukungan Sosial dan
Pengetahuan Penyakit TBC Terhadap Motivasi Untuk Sembuh Penderita
Tubercolosis Paru Yang Berobat Di Puskesmas. Peneliti Puslitbang Sistem
dan Kebijakan Kesehatan : Surabaya
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi edisi revisi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Setiawa, Tanjung M. S. 2005. Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara : Efek
Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Volume I

80
Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Widiarsarana
Indonesia
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia
Stuart, WG & Sundeen. 15.Buku Saku Keperawatan Edisi III .ECG: Jakarta
Stuard, G.W., dan M.L. Laraia. 1998. Principle and Practice of Psychiatric Nursing.
Edisi keenam. St. Louis: Mosby.
Sugiyo. 2005. Komunikasi Antarpribadi. Semarang : UNNES PRESS
Suryabrata, Sumadi. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Pustaka
-------------------------. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers
Taylor, C.; C. Lillis; dan P. LeMone. 1989. Fundamental of Nursing : The Art and
Science of Nursing Care. Philadelphia: J.B. Lippincott.
V. Wiratna Sujarweni, 2008). Belajar Mudah SPSS Untuk Penelitian. Global Media
Informasi
Uno, B.H. 2007. Jurnal : Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Jakarta. Vol.1

81
LAMPIRAN I

LEMBAR PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN


No : Kepada
Lampiran : 1 (Satu) Jepitan Yth. Bapak/Ibu
Perihal : Permohonan menjadi Di -
Responden Penelitian Tempat
Dengan hormat,
Bersama ini saya Anisia Erita Rika, adalah mahasiswa Program studi S1
Keperwatan pada Stikes Nusantara Kupang.Yang pada saat ini saya sedang
melakukan penelitian mengenai hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
motivasi untuk sembuh pada pada pasien rawat inap di Ruang Anggrek RSUD Prof.
Dr. W.Z Johannes Kupang. Untuk itu saya mohon kesediaan anda untuk menjadi
responden dalam penelitian ini.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan
komunikasi terapeutik perawat dengan motivasi untuk sembuh pada pada pasien
rawat inap di Ruang Anggrek RSUD Prof. Dr. W.Z Johanes Kupang. Dengan
diketahui komunikasi terapeutik perawat akan berpengaruh pada motivasi untuk
sembuh pada pasien rawat inap.
Disamping itu perlu saya tegaskan, bahwa kerahasiaan jawabannya anda
akan saya jamin. Jawaban yang anda berikan hanya saya gunakan untuk kepentingan
penelitian ini.untuk itu anda tidak perlu menuliskan nama pada lembaran kuisioner
yang akan anda dapatkan dalam lampiran surat ini.
Apabila anda bersedia menjadi responden, saya persilakan
menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi responden yang terlampir dalam
surat ini. Setelah itu saya persilakan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat
dalam lembaran kuisioner dengan memilih salah satu pilihan jawabannya. Jika anda
telah selesai menjawabnya, lembar kuisioner ini akan saya minta kembalikan.
Demikian atas partisipasi, perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya

Anisia Erita Rika

1
LAMPIRAN II

SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN PADA

PENELITIAN

“HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN MOTIVASI

UNTUK SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ANGGREK RSUD

PROF. DR. W. Z JOHANNES KUPANG”

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk

berpartisipasi sebagai responden pada penelitian tentang “HUBUNGAN

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN MOTIVASI UNTUK

SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ANGGREK RSUD PROF.

DR. W. Z JOHANNES KUPANG”

Yang dilakukan oleh Anisia Erita Rika, Mahasiswa Stikes Nusantara pada

Progaram Studi S1 Keperawatan.

Tanda tangan saya ini menunjukkan bahwa saya telah diberi informasi dan

memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Kupang, Desember 2017

(Tanda Tangan Responden)

2
LAMPIRAN III

PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER

“HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN MOTIVASI

UNTUK SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ANGGREK RSUD

PROF. DR. W. Z JOHANNES KUPANG”

1. Anda tidak perlu tulis nama lengkap pada lembar kuisioner ini. Cukup dengan

inisial.

2. Berikan jawaban anda sejujurnya, karena kejujuran sangat penting dalam

penelitian ini.

3. Anda dipersilahkan memberi tanda chek list( ) pada jawaban yang telah di

sediakan.

4. Usahakan tidak ada satu pertanyaan yang terlewatkan.

5. Dalam hal ini tidak ada penilaian yang buruk, juga tidak ada benar atau salah.

6. Anda sepenuhnya bebas menentukan pilihan.

7. Setelah semua kuisioner penelitian ini diisi, mohon diserahkan kembali

kepada kami, terima kasih.

3
LAMPIRAN IV

LEMBAR KUESIONER

HUBUNGAN KOMNIKASI THERAPEUTIC PERAWAT DENGAN MOTIVASI

UNTUK SEMBUH PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG ANGGREK RSUD

PROF. DR. W. Z JOHANNES KUPANG

I. Identitas

Nama (Inisial) : Ny.

Umur : Tahun

Jenis Kelamin :

Lama Sakit :

Petunjuk Pengisian : jawablah pertanyaan dibawa ini sesuai dengan pilihan

anda dengan memberikan tanda check list ( ) pada kotak yang telah

disediakan.

Adapun pilihan jawaban tersebut adalah :

1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju

3. Setuju

4. Sangat Setuju

4
II. Skala Komunikasi Therapeutik

No Pertanyaan STS TS S SS

1. Perawat mengucapkan salam setiap


berinteraksi dengan saya
2. Perawat akan menjelaskan semua
tindakan dalam proses pengobatan saya.
3. Selama berbicara perawat menunjukan
sikap tidak peduli.
4. Sebelum berkomunikasi dengan saya
perawat menunjukan sikap ingin
membantu.
5. Jika saya ingin bertanya pada perawat,
perawat selalu membantu menjawab
pertanyaan saya.
6 Saya merasa perawat memahami
keadaan saya karena perawat bersedia
mendengarkan keluhan saya.
7. Menurut saya perawat bebicara dengan
intonasi yang lembut
8. Perawat tidak pernah menawarkan untuk
bertukar pikiran tentang penyakit yang
sedang saya hadapi.
9. Perawat merahasiakan semua informasi
tentang penyakit saya
10. Perawat secara rutin menanyakan tentang
perkembangan penyakit saya
11. Saya merasa perawat sudah sepenuh hati
saat memberikan tindakan keperawatan
untuk saya.
12. Saat akan melakukan tindakan
perawatan, perawat selalu menjelaskan
maksud dan tujuan tindakan tersebut.

5
13 Perawat selalu memberikan kesempatan
kepada saya untuk bercerita dan bertanya
tentang penyakit saya.
14. Perawat berbicara dengan bahasa yang
sulit saya mengerti.
15. Perawat selalu menjelaskan tentang
informasi untuk penyakit yang saya idap.

16 Perawat tidak pernah melakukan kontak


mata dengan saya saat melakukan
tindakan perawatan.
17. Saat bertemu perawat selalu mendoakan
agar saya lekas sembuh.

18. Perawat memberikan kesempatan pada


saya untuk mengemukakan masalah
penyakit saya.
19. Perawat tidak pernah menawarkan untuk
membantu permasalahan penyakit yang
saya idap
20. Perawat selalu meminta izin pada saya
dan keluarga saya saat akan melakukan
tindakan keperawatan untuk saya

6
III. Skala Motivasi Sembuh

No Pertanyaan STS TS S SS
1. Saya pasti sembuh dari penyakit ini.
2. Saya harus segera sembuh dari penyakit
ini.
3. Saya merasa lelah menghadapi penyakit
ini.
4. Saya takut bila penyakit saya ini tidak
bisa sembuh.
5. Perawat selalu memotivasi saya untuk
segera sembuh dari penyakit ini
6 Lingkungan rumah sakit membuat saya
merasa nyaman menjalani proses
penyembuhan ini.
7. Dukungan dari keluarga membuat saya
ingin segera sembuh dari penyakit ini.
8. Minum obat akan mempercepat
kesembuhan.
9. Saya merasa tidak kunjung sembuh dari
penyakit ini.
10. Setelah di rawat dirumah sakit ini, saya
pasti akan pulih seperti semula.

7
LAMPIRAN 6

HASIL PENGOLAHAN DATA SSPS

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 20-30 Tahun 9 25.0 25.0 25.0

31-40 Tahun 11 30.6 30.6 55.6

41-50 Tahun 4 11.1 11.1 66.7

> 50 Tahun 12 33.3 33.3 100.0

Total 36 100.0 100.0

Lama Rawat Inap

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-3 Hari 27 75.0 75.0 75.0

4-6 Hari 4 11.1 11.1 86.1

7-10 Hari 5 13.9 13.9 100.0

Total 36 100.0 100.0

8
Komunikasi Therapeutik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 12 33.3 33.3 33.3

Cukup 24 66.7 66.7 100.0

Total 36 100.0 100.0

Motivasi Sembuh

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tinggi 20 55.6 55.6 55.6

Sedang 16 44.4 44.4 100.0

Total 36 100.0 100.0

9
Correlations

Komunikasi
Terapheutik Motivasi Sembuh

Spearman's rho Komunikasi Correlation 1.000 .632**


Terapheutik Coefficient

Sig. (2-tailed) . .000

N 36 36

Motivasi Sembuh Correlation .632** 1.000


Coefficient

Sig. (2-tailed) .000 .

N 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

10
11
12
13
LAMPIRAN 9

Jl.El Tari No. 21Kupang

No.Telp. (0380) 828233


Website: www.stikesnusantara
E-mail:stikes@gmail.com
14
KONSULTASI PROPOSAL

NAMA MAHASISWA : ANISIA ERITA RIKA

NIM : 2014 114 012

PRODI : S1 KEPERAWATAN

JUDUL SKRIPSI :HubunganKomunikasi Therapeutic

PerawatDenganMotivasiUntukSembuhPadaPasienRaw

atInap Di RuangAnggrek 1 RSUD Prof. Dr. W. Z.

JohanesKupang

DOSEN PEMBIMBING : Syahrir, S. Kep., M.SI

Bab yang di Ttd


NO Tanggal REVISI
kosultasikan Pembimbing

1 02/11/2012 JUDUL AccJudul

2 05/11/2012 BAB 1 Revisi

BAB 1
3 13/11/2012 Revisi

4 14/11/2012 BAB 1 Acc

15
5 16/11/2012 BAB 2 Revisi

6 21/11/2012 BAB 2 Acc

7 27/11/2012 BAB 3 Revisi

8 05-12-2017 BAB 3 Acc

9 12/12/2017 BAB 4 Revisi

10 17/12/2017 BAB 4 Acc

11 11/01/2018 BAB 5 Revisi

12 17/12/2018 BAB 6 Revisi

13 20/01/2018 BAB 7 Revisi

14 22/01/2018 BAB 5,6,7 Revisi

15 24/01/2018 BAB 5,6,7 Acc

LAMPIRAN 12

16
Gambar 1 Pengisian Lembar Kuisioner

Gambar 2. Pengisian lembar kuisioner

17
Gambar 3. Penjelasan Kuisioner Gambar 4. Pengisian Biodata

Gambar 5. Dokumentasi setelah pengisian lembar kuisioner

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

18
Nama : Anisia Erita Rika

Tempat, Tanggal Lahir : Balila, 17 April 1996

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Status : Sudah Menikah

Alamat : Jl. Lakbanu. RT 19/ RW 05

Kel. Liliba Kec. Oebobo Kupang Kota

No. Telp/Hp : 0822-3939-3446

Email : erynahak@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 2014 – Sekarang : Mahasiswa S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu


Kesehatan Nusantara Kupang
Tahun 2011 – 2014 : SMA Negeri 1 Malaka Tengah
Tahun 2008 – 2011 : SMP Katolik St. Isidorus Besikama
Tahun 2002 – 2008 : SDK Besikama 1

19

Anda mungkin juga menyukai