Membangun Kembali
Masyarakat Indonesia Pascabencana
Diterbitkan oleh:
Sekretariat Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias
dan Java Reconstruction Fund
Bank Dunia
Kantor Bursa Efek Indonesia
Menara II, Lantai 12
Jakarta 12910, Indonesia
Tel: (+6221) 5299-3000
Fax: (+6221) 5299-3111
www.multidonorfund.org
www.javareconstructionfund.org
www.worldbank.org
Oktober 2012
REKOMPAK
Membangun Kembali
Masyarakat Indonesia Pascabencana
2
JAKARTA
Juli 2006:
• Tsunami
• 1.000 orang meninggal
• 50.000 kehilangan tempat tinggal
• Perkiraan kerugian: AS$ 110 juta
JAWA BARAT
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH 6
KATA PENGANTAR 8
SAMBUTAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 11
PENDAHULUAN
Pendahuluan 16
BAGIAN SATU
BAB 1
Serangkaian Bencana
BAB 2
Tanggap Bencana dan
Pemulihan Masyarakat
BAGIAN DUA
BAB 3
Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
Pendekatan Rekompak 74
Langkah-Langkah untuk Melaksanakan Pendekatan Rekompak 80
5
BAB 4
Membangun Rumah dan
Infrastruktur Masyarakat
BAB 5
Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan Pelaksanaan
BAGIAN TIGA
BAB 6
Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Berbagi Pengalaman Rekompak
Buku ini, dan video yang menyertainya dengan judul yang sama, dipersiapkan
oleh Sekretariat MDF dan JRF. Bank Dunia bertindak sebagai wali amanat
bagi keduanya. Shamima Khan, Manajer MDF dan JRF, memberikan arahan
umum, dukungan dan pengawasan pada keseluruhan penulisan dan
proses produksi. Anita Kendrick, Pejabat Pengawasan dan Evaluasi MDF/
JRF, mengatur pembuatan buku ini dari awal hingga akhir, mengembangkan
konsep, mengarahkan dan menyunting isinya serta mengarahkan proses
produksi. Sebagai Konsultan, Helen Vanwel bertanggung jawab terhadap
riset dan penulisan. Shaun Parker, Pejabat Operasi MDF/JRF, memberikan
kontribusi penting terhadap konsep, isi dan desain dari buku ini. Kate Redmon
menyunting bermacam draf, sementara Sharon Lumbantobing mengawasi
tata letak akhir dan proses produksi.
Amenah Smith memberikan dukungan administrasi. Ola Santo dan timnya dari
Studio Rancang Imaji menyiapkan keseluruhan desain dan tata letak buku ini,
sementara Dian Estey dan timnya dari Mata Hati Productions memproduksi
video yang menyertainya. Tim kerja Bank Dunia untuk Rekompak, terutama
George Soraya dan Sri Probo Sudarmo, adalah sumber berharga dalam
menyediakan informasi mengenai proyek-proyek, selain memberikan arahan
konsep dan menyediakan bahan-bahan, baik untuk buku maupun video.
KATA PENGANTAR
Antara tahun 2004 dan 2010, Indonesia diterpa sejumlah bencana alam
yang dahsyat. Sebuah gempa bumi besar memicu tsunami dalam skala
tak terbayangkan yang menyapu sebagian besar kawasan pesisir padat
penduduk di Aceh dan Nias pada bulan Desember 2004. Gempa bumi besar
lain yang berpusat di dekat pulau Nias, terjadi kemudian pada bulan Maret
2005. Saat Indonesia masih berada dalam proses membangun kembali Aceh
dan Nias, tragedi terjadi lagi, kali ini di Jawa. Pada bulan Mei 2006, kota
bersejarah Yogyakarta dan sebagian provinsi Jawa Tengah dilanda gempa.
Hanya berselang dua bulan kemudian, pada bulan Juli 2006, gempa bumi
yang diikuti tsunami menghantam pesisir selatan Jawa Barat.
Buku ini bertujuan agar pendekatan Rekompak dapat diakses sebagai bahan
pertimbangan dan diadaptasikan ke dalam konteks-konteks lain. Mengapa?
Karena model Rekompak berhasil. Model ini memberdayakan para individu,
hemat biaya, dapat beradaptasi, memberikan hasil bermutu, dan membawa
terciptanya tingkat kepuasan yang tinggi dan rasa memiliki masyarakat.
Halaman-halaman selanjutnya menguraikan perubahan bertahap dari
komunitas yang hancur, porakporanda dan mengalami trauma akibat
pengalaman bencana, menjadi masyarakat yang hidup kembali, bersemangat
dan bergairah. Kami berharap pengalaman Rekompak seperti yang
terdokumentasikan di sini bermanfaat bagi para pemerintah, donor, LSM
dan pihak lain yang ingin membantu komunitas yang mengalami kehancuran
untuk membangun kembali dan memulihkan diri selepas bencana alam, di
Indonesia dan di manapun juga.
Budi Yuwono P.
Direktur Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum
12
Desa Lambung, di Banda Aceh, diluluhlantakkan oleh tsunami. Tiga tahun kemudian, Foto-foto:
korban selamat telah membangun kembali rumah mereka dan infrastruktur terkait Tim Rekompak
dengan bantuan proyek Rekompak.
14
BAB 1: Serangkaian Bencana
REKOMPAK
Pendahuluan
PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia.
Negeri ini berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik dan memiliki tingkat
keterpaparan yang tinggi terhadap aktifitas seismik. Indonesia merupakan
negara tertinggi dalam data statistik terkait gunung berapi. Sepanjang
sejarahnya, negeri ini mempunyai jumlah gunung berapi aktif terbanyak
(76) dan mengalami letusan dengan angka kematian tertinggi yang tercatat
dalam sejarah.1 Disamping itu, Indonesia kerap mengalami gempa bumi dan
tsunami, tanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan.
REKOMPAK
Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana
dimaksudkan untuk mendokumentasikan dan berbagi pengalaman dari
serangkaian proyek yang didukung oleh dua dana perwalian yang didirikan
untuk menanggapi bencana-bencana tersebut: Multi Donor Fund untuk
Aceh dan Nias (MDF) dan Java Reconstruction Fund (JRF). Atas permintaan
Pemerintah Indonesia, dana perwalian tersebut dikelola oleh Bank Dunia.
dan tsunami yang menghantam Aceh dan Nias pada bulan Desember 2004
dan gempa bumi lainnya yang melanda wilayah tersebut pada bulan Maret
2005. MDF menghimpun AS$655 juta dalam bentuk dana hibah dari 15
donor (lihat Bab 2) dan mendukung 23 proyek pemulihan dengan bantuan
lembaga-lembaga pelaksana.
Untuk menanggapi gempa bumi di Jawa pada bulan Mei 2006 dan tsunami
dua bulan kemudian, Java Reconstruction Fund (JRF) segera didirikan.
Program ini mengadaptasi dan memperbaiki rancangan perintis dan struktur
administrasi Rekompak yang telah diperkenalkan di Aceh. JRF mendanai tiga
proyek di bidang perumahan dan infrastruktur masyarakat, dan dua proyek
yang menangani pemulihan mata pencaharian. Bantuan awal dipusatkan pada
pemenuhan kebutuhan perumahan yang mendesak dengan menyediakan
rumah sementara, yang diikuti dengan perumahan permanen. Karena
banyak industri berbasis rumah tangga hancur bersama rumah-rumah
penduduk, kegiatan awal membangun rumah juga mendukung pemulihan
mata pencaharian. Bantuan lebih lanjut langsung menangani pemulihan
ekonomi, termasuk memfokuskan diri pada pemulihan usaha-usaha mikro,
kecil, dan menengah.
REKOMPAK
Struktur, jaringan, aliran pendanaan hibah dan fasilitator terampil yang dilatih
dan dikembangkan program PPK dan P2KP menjadi dasar desain proyek
Rekompak. Rekompak dibangun atas mekanisme dan keahlian yang sudah
ada dan ditingkatkan skalanya dengan berlipat ganda untuk memenuhi
kebutuhan rekonstruksi di Aceh pascatsunami. Meskipun bertumpu pada
struktur yang ada dan para fasilitator yang membuat peralihan relatif mudah,
pendekatan Rekompak juga dapat diterapkan tanpa harus melalui proses
seperti itu.
Sistem drainase baru sedang dibangun untuk mencegah banjir di Wonokromo, Foto:
Bantul, di Daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek-proyek semacam ini diidentifikasi Tim Rekompak
melalui proses perencanaan komunitas di bawah Rekompak.
20
Pendahuluan
Proyek-proyek Rekompak di Aceh dan Jawa memperbaiki tempat tinggal, yang Foto:
merupakan prioritas awal dan mendesak pascabencana, baik bagi para penerima Purnomo untuk
Tim Rekompak
manfaat maupun pemerintah. Gambar ini menunjukkan fondasi sedang dibangun
pada sebuah rumah Rekompak JRF di Pucanganom, Jawa Tengah.
21
REKOMPAK
infrastruktur masyarakat dan pengurangan risiko bencana saat ini, sedang
diarusutamakan dalam program-program pemerintah di seluruh Indonesia.
Pembelajaran tersebut juga dipandang sebagai model praktik yang baik bagi
program-program pascabencana dalam konteks lain di seluruh dunia.
Pengaturan Buku
Bagian Satu
Di Bagian Satu, Bab 1 dan 2 menyajikan informasi latar belakang mengenai
bencana alam tragis yang terjadi di Aceh dan Jawa antara bulan Desember
2004 dan November 2010. Bab-bab ini menggambarkan besarnya tanggapan
dari masyarakat internasional, membahas konteks rekonstruksi, dan
mendiskusikan bagaimana pengkoordinasikan tanggapan.
Bagian Dua
Bagian Dua menerangkan cara kerja Rekompak. Tiga bab dalam bagian
ini menyajikan beberapa rincian proses perencanaan masyarakat yang
mendahului pembangunan rumah dan infrastruktur masyarakat, juga
informasi mengenai proses membangun rumah yang sesungguhnya.
Bermacam isu lintas sektoral dan tantangan pelaksanaan, serta pemecahan
masalah juga disajikan.
REKOMPAK
Bagian Tiga
Bab 6 menghantarkan ke sebuah kesimpulan mengenai kisah pengalaman
Rekompak di Indonesia. Bab ini meringkas prinsip-prinsip panduan proyek
dan hasil pembelajaran utama. Bab ini menarik kesimpulan dengan
merenungkan warisan Rekompak, elemen-elemen kunci yang membuat
model ini sukses dan merefleksikan kemungkinan pengadaptasian
pendekatan Rekompak dalam bencana-bencana mendatang.
Jalan-jalan beton seperti pada gambar ini di daerah Jawa yang dibangun oleh Foto:
Rekompak meningkatkan mobilitas warga desa dan meningkatkan kualitas kehidupan Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
dengan memberikan akses yang lebih mudah ke pasar, sekolah, sawah, rumah teman
dan kerabat. Jalan tersebut juga memberikan jalur penyelamatan yang lebih cepat
sewaktu terjadi bencana.
1
USGS: http://vulcan.wr.usgs.gov/Volcanoes/Indonesia/description_indonesia_volcanics.html
2
Puluhan lembaga internasional dan nasional, donor dan LSM terlibat aktif dalam rekonstruksi perumahan di Aceh dan Jawa, dan
banyak di antara mereka juga menggunakan pendekatan berbasis masyarakat. Sebanyak 900 LSM dilaporkan bekerja di Aceh
untuk mengulurkan bantuan pascatsunami, selain dukungan resmi dari berbagai pemerintah asing dan organisasi multilateral.
Pemerintah Indonesia secara mengagumkan menangani tugas besar ini untuk mengoordinasikan bantuan yang ditawarkan kepada
Indonesia. Lihat Agusta, Margaret, Ed. 2009. Housing. Banda Aceh: The Agency for Rehabilitation and Reconstruction (BRR).p.3
3
Lihat Laporan Akhir Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias 2012 dan Laporan Akhir JRF 2012 untuk gambaran lengkap proyek-
proyek ini.
4
Proyek-proyek ini kemudian dinamakan PNPM Perdesaan dan Perkotaan
5
Pendekatan rekonstruksi berbasis pemilik, yang memiliki banyak persamaan dengan pendekatan berbasis masyarakat, berhasil
dilaksanakan untuk menanggapi gempa bumi di Pakistan bagian utara pada tahun 2005.
6
Dercon, Bruno, ed. Anchoring Homes: UN-HABITAT’s People’s Process in Aceh and Nias after the Tsunami, Nairobi: UN-HABITAT,
2007.9.
BAGIAN SATU
BAB 1: Serangkaian Bencana
26
27
REKOMPAK
BAB 1
Serangkaian Bencana
REKOMPAK
TRAGEDI YANG SULIT DIPERCAYA – ACEH DAN NIAS
Pada pagi 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,1
pada Skala Richter menghantam Indonesia. Pusat gempa ini, tercatat sebagai
ketiga terbesar dalam sejarah1, terletak di Samudera Hindia dalam radius 150
kilometer dari provinsi Aceh, yang berada di ujung utara pulau Sumatera.
Hanya sedikit penduduk Indonesia atau bahkan sedikit warga dunia yang
akan melupakan hari itu; banyak orang dapat mengingat dengan tepat di
mana mereka berada saat mendengar berita tentang peristiwa bencana yang
terjadi pagi itu.
Ketika air akhirnya surut, para korban selamat dihadapkan pada kengerian
dan besarnya skala tragedi tersebut sementara mereka berusaha memahami
kenyataan dahsyat yang terbentang di hadapan mereka. Mayat-mayat tergeletak
di mana-mana. Desa-desa, yang beberapa menit sebelumnya dihuni masyarakat
yang hidup sejahtera, berubah menjadi puing-puing. Banyak jalan, jembatan,
sistem komunikasi, sekolah, rumah sakit, dan klinik musnah atau rusak parah.
Garis pantai sepanjang 800 kilometer ditelan oleh laut dan sebagian besar
pelabuhan roboh. Tidak ada aliran listrik atau air minum yang bersih dan hanya
sedikit orang yang memiliki akses ke makanan dan tempat tinggal layak di hari-
hari pertama setelah tsunami. Kapal-kapal nelayan hancur berkeping-keping, dan
banyak lahan pertanian dan tambak ikan di Aceh lenyap atau tak dapat digunakan
lagi. Para nelayan, petani dan yang lainnya kehilangan mata pencaharian mereka
dan banyak usaha bisnis hancur atau tak dapat lagi beroperasi.
Pukulan paling mengerikan dari semuanya adalah bahwa di Aceh dan Nias
saja, sekitar 220.000 orang kehilangan nyawa atau hilang dan 635.000 lainnya
kehilangan tempat tinggal. Di antara korban luka, sebagian menjadi cacat seumur
hidup. Sulit untuk mengetahui dari mana upaya membangun kembali kehidupan
dan permukiman harus dimulai. Hampir tidak ada seorangpun di Aceh yang
tak tersentuh oleh bencana itu. Banyak dari mereka yang selamat kehilangan
anggota keluarga, harta benda, dan sarana untuk mencari nafkah. Dengan
lenyapnya sejumlah komunitas dan korban selamat tersebar di berbagai tempat
penampungan, bersama sanak saudara dan sahabat atau di barak pengungsian,
dan struktur sosial di Aceh yang telah rapuh sungguh-sungguh hancur. Presiden
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan gempa bumi dan tsunami
tersebut sebagai bencana nasional dan bendera Indonesia dikibarkan setengah
tiang selama tiga hari. Trauma yang dirasakan oleh korban selamat sangat jelas;
seluruh negeri berduka dan dunia berduka bersamanya.
REKOMPAK
Pemerintah Indonesia membentuk tim penilai kerugian dan kerusakan yang
mulai bekerja seminggu setelah tsunami dan merampungkan penilaian
awal dua minggu kemudian. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), yang mewakili Pemerintah, memimpin tim tersebut, yang terdiri
dari sejumlah lembaga bilateral dan multilateral, termasuk Bank Dunia dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga LSM nasional dan internasional, yang
secara sukarela mengerahkan keahlian mereka pada upaya ini. Hasil laporan
tersebut4 menyatakan bahwa tsunami 2004 adalah bencana alam terburuk
dalam sejarah Indonesia dan memperkirakan bahwa kerugian dan kerusakan
awal berkisar AS$4,5 miliar5 (angka ini kemudian direvisi menjadi AS$6,2
miliar dolar). Laporan itu juga mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibutuhkan.
Dalam beberapa minggu setelah bencana di Aceh dan Jawa, penilaian awal atas
kerusakan dan kerugian diselesaikan, dengan bantuan dari komunitas donor
internasional. Pemerintah Indonesia menggunakan penilaian tersebut sebagai dasar
untuk meminta bantuan keuangan dan mengembangkan rencana rekonstruksi.
32
BAB 1: Serangkaian Bencana
REKOMPAK
Gempa Bumi Lain
Pada bulan Maret 2005, hanya tiga bulan setelah tsunami di bulan Desember
2004, saat keadaan masih sangat sulit dan duka cita masih belum lagi
hilang, gempa bumi dahsyat lainnya berkekuatan 8,6 pada Skala Richter
mengguncang Aceh dan provinsi tetangganya Sumatera Utara. Gempa
bumi ini meluluhlantakkan pulau Nias di provinsi Sumatera Utara, yang
berada di Samudera Hindia, tepat di sebelah selatan Aceh. Pulau Simeulue,
bagian dari provinsi Aceh yang berada di lepas pantai sebelah barat daratan
Sumatera, juga diguncang keras dan menderita kerusakan parah. Gempa
bumi itu mendatangkan kerusakan lebih parah lagi pada daerah yang sudah
porak-poranda. Permukaan tanah menjadi melengkung dan di beberapa
tempat, gempa mengangkat permukaan bumi dan merobohkan bangunan,
sedangkan di tempat lain, tanah terdorong turun hingga menenggelamkan
daerah-daerah pantai. Sekitar 1.000 orang tewas dan 47.000 lainnya
kehilangan tempat tinggal. Sebelum bencana, Nias dan Simeulue sudah
termasuk sebagai daerah-daerah termiskin di Indonesia dan penduduknya
tidak mampu menghadapi keterpurukan sedahsyat ini.
Pada tahun 2004 ketika tsunami terjadi, masyarakat Aceh dipenuhi rasa
ketakutan, letih akan perang, dan kehilangan rasa percaya terhadap
pemerintah dan juga antara satu dengan yang lain.
Pada saat tsunami, Aceh berada dalam keadaan darurat sipil dan tertutup
dari dunia luar selama hampir dua tahun. Hanya sedikit orang asing diizinkan
berkunjung sepanjang periode ini, termasuk donor. Beberapa hari setelah
tsunami, para pekerja bantuan kemanusiaan internasional diberikan
akses dengan syarat bahwa seluruh orang asing harus meninggalkan Aceh
sebelum akhir bulan Maret 2005. Disamping itu, para pekerja bantuan
kemanusiaan hanya dapat bepergian ke dua pusat bencana terbesar, Banda
Aceh dan Meulaboh. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa hal ini perlu
dilakukan demi keselamatan mereka karena, walaupun perjanjian gencatan
senjata sedang berlaku, perang tetap berlangsung. Pembatasan ini akhirnya
dikendurkan dan pekerja bantuan kemanusiaan tidak hanya boleh tetap
tinggal, tetapi juga boleh bekerja di seluruh daerah terdampak bencana.
REKOMPAK
Pemulihan
Pada tanggal 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 6,3 Skala Richter
menghantam kota bersejarah Jawa, Yogyakarta, dan provinsi padat penduduk
Jawa Tengah. Gempa bumi terjadi pada dini hari dan seruan Allahu Akbar
(Tuhan Maha Besar) terdengar saat orang-orang merasakan dampak dari
guncangan dan berlarian ke jalan-jalan.
Kerusakan dari gempa bumi tersebut jauh lebih besar dari yang semula disadari.
Gedung-gedung besar kebanyakan tak tersentuh gempa, namun ratusan ribu
rumah dan bangunan yang lebih kecil mengalami kehancuran. Banyak rumah
REKOMPAK
di daerah tersebut dibangun tanpa penyangga yang layak dan dengan bahan-
bahan bangunan bermutu rendah, sehingga menyebabkan lebih banyak
korban meninggal dan kerusakan daripada dampak yang seharusnya terjadi
dari sebuah gempa bumi sebesar itu. Faktor lain yang berkontribusi pada
kerusakan yang sedemikian dahsyatnya itu adalah bahwa gempa bumi
tersebut terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal, yaitu 33 kaki (sekitar
10 meter) di bawah permukaan tanah, yang guncangannya sangat kuat dan
merobohkan rumah-rumah.
Banyak orang terjebak dan terkubur di bawah rumah dan bangunan mereka
yang runtuh. Banyak dari yang terluka menjadi cacat seumur hidup, sebagian
di antara mereka lumpuh. Pemandangan yang sama terlihat di desa-desa di
seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah.
Jawa adalah pulau dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dan salah satu
tempat paling padat penduduk di muka bumi. Pulau ini dihuni sekitar 140
juta orang atau 60 persen dari populasi Indonesia. Mayoritas penduduk Jawa
adalah Muslim. Jawa mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
Indonesia. Kebanyakan penduduk di daerah yang terdampak bencana hidup
miskin, walaupun tidak terlampau miskin, sebagian besar dari mereka hidup
dalam kondisi serupa.
Suami dan salah satu anaknya terluka karena terkena jatuhan bagian
atap yang. Tulang belakang anaknya patah, sementara suaminya
menderita luka-luka ringan. “Ada hikmah di balik keegoisan saya.
Allah memberi saya keselamatan sehingga saya dapat merawat anak,
suami, dan anggota keluarga lain hingga pulih dari luka-luka mereka,”
kenang Sulastri.
“Ada dinding yang tidak roboh dan di situlah anak saya yang terluka
berada. Jika saja dinding itu roboh, habislah keluarga saya,” kata
Sulastri.
REKOMPAK
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations
Development Programme atau UNDP), badan PBB UN-Habitat, dan lain-
lain, menyiapkan Penilaian Kerusakan dan Kerugian awal yang menetapkan
seluruh jumlah kebutuhan untuk tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Total
jumlah kerusakan dan kerugian dari gempa bumi ini diperkirakan sekitar
AS$3,1 miliar. Skala bencana ini setara dengan gempa bumi dahsyat di
Gujarat, India pada tahun 2001 dan di Pakistan pada tahun 2005.
“Gempanya sangat kuat. Saya mencoba berdiri dan berlari, tapi terus-
menerus terjatuh,” kata dia. Kemudian dia ingat bahwa anak satu-
satunya masih berada di dalam rumah dan dia berlari kembali ke
dalam. Dia meraih anaknya dan mencoba keluar dari rumah, tetapi
tidak berhasil melakukannya. Dia terjatuh, kepalanya terantuk tanah
dan kakinya terkubur reruntuhan. Dia tak dapat bergerak.
REKOMPAK
Tak ada peringatan dini. Orang-orang yang berada di pantai hari itu tiba-tiba
mendapati diri mereka tersapu ke laut. Beberapa korban selamat mengatakan
bahwa mereka hampir-hampir tak merasakan gempa bumi tersebut dan
tidak berpikir bahwa ada sesuatu yang sangat janggal sedang terjadi. Tsunami
datang dengan cepat, dengan dinding air setinggi enam hingga sepuluh meter.
Sedikitnya pohon dan tumbuhan untuk melindungi garis pantai membuat
tsunami dengan cepat menerobos masuk ke daratan, menghancurkan apapun
yang dilaluinya. Bangunan-bangunan roboh oleh gelombang dahsyat yang
menyeret mobil, perahu, rumah dan puing-puing lain ke daratan berkilo-
kilometer jauhnya.
“Sebelum gempa bumi dan tsunami, laut luar biasa tenang”, kata
Karim, seorang petugas desa Pangandaran. Dia berada di pantai
untuk menghadiri sebuah festival sekolah yang dihadiri ratusan
anak-anak.
Pada bulan Oktober dan November 2010, Gunung Merapi, gunung berapi
aktif di dekat Yogyakarta, meletus tidak hanya sekali, tetapi delapan kali.
Selama dua minggu yang terasa panjang, letusan-letusannya menyemburkan
gas dan debu panas ke desa-desa di sekitarnya dan lava panas mengalir ke
sungai-sungai di kaki gunung. Hujan debu, yang menyelimuti apapun dengan
abu vulkanik halus, terjadi di berbagai kota di seluruh Jawa. Lalu lintas
udara terganggu oleh debunya hingga Jakarta. Seluruh desa dalam radius
20 kilometer dari kawah dievakuasi. Bahkan di daerah-daerah yang tidak
dievakuasi, debu dan abu vulkanik menyebabkan gangguan pernapasan dan
masalah kesehatan lainnya, sehingga memaksa orang keluar dari kawasan itu
secara sukarela.
REKOMPAK
Selama berhari-hari, materi piroklastik menyembur dari kawah Merapi,
menghancurkan kawasan di sekitarnya. Awan debu panas dan gas beracun,
dan awan panas yang bertemperatur 600 hingga 800 derajat Celsius,
memanggang apa saja yang bisa dijangkaunya, termasuk hewan ternak,
tanaman pangan dan pepohonan yang sangat berharga bagi mata pencaharian
para pengungsi. Penduduk yang tetap bertahan dilaporkan melakukan hal itu
karena mereka ingin melindungi hewan ternak dan harta benda mereka –
dan akibatnya, banyak di antara mereka kehilangan nyawa.
Selama dan setelah letusan, reruntuhan vulkanik bercampur dengan air hujan
mengalir menuruni lereng-lereng Merapi dalam bentuk aliran lumpur yang
besar. Di Jawa aliran ini dikenal sebagai ‘lahar dingin’, yang terdiri dari debu
dan pasir hasil letusan, dan bila bercampur dengan air hujan akan berubah
menjadi aliran lumpur kental dan cair yang menyapu apa saja yang dilaluinya.
Lahar dingin menuruni gunung dengan kekuatan yang begitu besar. Lebar dan
dalamnya yang demikian besar sehingga mengubur seluruh desa, ladang,
dan sawah. Batu-batu raksasa, pohon, rumah, hewan ternak, sepeda motor,
dan mobil diseret oleh lumpur tersebut. Jembatan hancur dan sungai-sungai
yang meluap menjadi berubah bentuk dan bertambah lebar karena daratan
REKOMPAK
Menanggapi Berbagai Krisis
REKOMPAK
Bab 1 menyajikan suatu ikhtisar tentang beberapa bencana alam
dahsyat yang terjadi di Indonesia antara tahun 2004 dan 2010. Bab
ini menjelaskan konteks-konteks rekonstruksi yang dihadapi oleh
Pemerintah Indonesia dan pihak-pihak yang datang untuk membantu
pembangunan kembali. Bab ini memberikan gambaran mengenai
dana perwalian MDF dan JRF yang dihimpun dari para donor untuk
membantu pemulihan. Di antara proyek-proyek yang dibantu oleh dana
tersebut adalah proyek-proyek berbasis masyarakat, Rekompak, yang
membantu dengan cara membangun perumahan dan infrastruktur
masyarakat di Aceh dan Jawa.
1
United States Geological Survey: http://www.earthquake.usgs.gov/earthquakes/world/10_largestworld.php
2
United States Geological Survey: http://www.soundwaves.usgs.gov/2005/01/
3
Sumber: Indonesia, Bappenas, 2005. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, December 26, 2004 Natural Disaster. 3
4
Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, December 26, 2004 Natural Disaster
5
Semua jumlah dolar mengacu pada dolar AS
6
Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment December 26, 2004 Natural Disaster. 64
7
Sumber: Indonesia, Bappenas, 2005. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, Desember 26,2004 Natural Disaster. 19
8
Indonesia, Bappenas, 2006. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. 7
9
GIZ dahulu dikenal sebagai GTZ (Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit)
10
Indonesia, Bappenas, 2006. Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. xi
11
Nama resmi, baik untuk proyek-proyek perumahan MDF dan JRF, adalah Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Permukiman Berbasis
Masyarakat (Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project atau CSRRP). Dalam keseluruhan isi buku ini, baik
proyek maupun pendekatannya, mengacu pada namanya yang populer, Rekompak, yang merupakan singkatan yang berdasarkan pada
nama proyek tersebut dalam bahasa Indonesia, Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas.
BAB 2: Tanggap Bencana dan
Pemulihan Masyarakat 48
49
REKOMPAK
BAB 2
Tanggap Bencana dan
Pemulihan Masyarakat
REKOMPAK
Tsunami yang menghancurkan Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember
2004 adalah bencana alam terburuk yang tercatat dalam sejarah Indonesia.1
Pada hari berikutnya, 27 Desember 2004, Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, mengeluarkan sebuah keputusan yang menyatakan gempa
bumi dan tsunami tersebut sebagai bencana nasional. Ini berarti bahwa
Pemerintah Indonesia, menurut undang-undang negara, akan bertanggung
jawab terhadap pemulihan Aceh dan Nias. Presiden juga mengeluarkan
sejumlah arahan yang bertujuan mengatur suatu tanggapan bencana yang
terkoordinasi. Tim yang terdiri dari 80 ahli yang dipimpin Bappenas melakukan
Penilaian Kerusakan dan Kerugian (Damage and Loss Assessment atau DaLA)
dalam jangka waktu dua minggu. Tim DaLA mencakup sejumlah perwakilan
dari Pemerintah Indonesia, LSM dan lembaga internasional, termasuk Bank
Dunia dan UNDP. Temuan tim dipresentasikan pada tanggal 19 Januari 2005
pada pertemuan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia2 (Consultative Group
on Indonesia atau CGI) yang diadakan di Jakarta. Pada awalnya, total kerusakan
dan kerugian untuk Aceh dan Nias diperkirakan sekitar AS$4,5 miliar. Penilaian
tersebut kemudian diubah dengan menambahkan kerugian yang semula tidak
dimasukan, yang oleh Pemerintah Indonesia dipergunakan sebagai dasar untuk
meminta bantuan keuangan. Angka terakhir untuk kerusakan dan kerugian ini
diperkirakan mencapai AS$6,2 miliar, termasuk inflasi.
Kepemimpinan pemerintah pada berbagai tingkatan sangat penting baik bagi Foto:
kesuksesan JRF maupun MDF. Di sini, perwakilan Pemerintah Indonesia dan Bank Sekretariat JRF
Dunia membicarakan pembangunan kembali Jawa pada sebuah seminar yang
diselenggarakan oleh JRF.
52Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan
Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias memimpin pertemuan Foto:
Komite Pengarah MDF yang dihadiri oleh Gubernur Sumatera Utara dan Wakil Inge Susilo
untuk Sekretariat MDF
Gubernur Aceh. JRF dan MDF masing-masing dipimpin oleh sebuah Komite Pengarah
yang diketuai bersama oleh Pemerintah Indonesia, Bank Dunia sebagai Wali Amanat
dan Uni Eropa, donor terbesar dana perwalian. Komite-komite tersebut bertemu
sesuai kebutuhan untuk mengalokasikan dana, memantau kemajuan dan membahas
strategi dan kebijakan.
53
REKOMPAK
konflik yang ada. Beberapa donor bekerja lebih cepat daripada yang lain dan
banyak metode dengan beberapa pendekatan berbeda. Daerah-daerah yang
mudah dijangkau dibanjiri dengan bantuan, sementara lokasi-lokasi lainnya
hanya menerima sedikit bantuan awal atau tidak sama sekali. Standar untuk
rekonstruksi perumahan harus ditetapkan sehingga para penerima manfaat
menerima rumah dengan kualitas dan luas yang sama. Pemerintah menyadari
bahwa perbedaan dapat dipandang sebagai diskriminasi dan dapat menyulut
perselisihan sosial jika tidak dikelola dan dikoordinasikan secara hati-hati.
Diharapkan bahwa dengan koordinasi yang baik dan keterlibatan dari para
pemangku kepentingan, termasuk masyarakat terdampak bencana, proses
pembangunan kembali dapat mempersatukan masyarakat.
Salah satu kekuatan BRR adalah bahwa badan ini diberikan status setingkat
kementerian dan dianggap sebagai badan “di luar” layanan sipil Indonesia
mengingat sifat kedaruratan dari kegiatannya. Badan ini dapat menghindari
dari sejumlah prosedur dan hambatan birokrasi yang umumnya terjadi pada
kegiatan pemerintah reguler. Hal ini menghasilkan efisiensi yang lebih baik
dan tanggapan yang lebih cepat.
Kontribusi Donor
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF)
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias merupakan suatu kemitraan antara
masyarakat internasional, Pemerintah Indonesia dan masyarakat madani,
termasuk komunitas-komunitas terkena dampak. MDF mendukung pemulihan
Aceh dan Nias dengan menyediakan hibah bagi investasi berkualitas yang
berdasarkan pada praktik yang baik, keikutsertaan pemangku kepentingan
dan koordinasi dengan semua pihak terkait. Dalam melakukan itu, MDF
juga berupaya mengurangi kemiskinan, menguatkan kapasitas, mendukung
pemerintahan yang baik, dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan.
REKOMPAK
Nasional dan Kepala Bappenas, menekankan kepada para donor pada
Forum Efektivitas Bantuan pada bulan Februari 2005 bahwa koordinasi
adalah penting bagi rekonstruksi di Aceh. Sri Mulyani meminta para donor
untuk mempertimbangkan pembiayaan melalui anggaran Pemerintah. Dia
menyoroti MDF, yang saat itu sudah direncanakan, dapat menjadi contoh
yang baik bagi koordinasi di antara para donor dan antara pemerintah dan
donor. Pengalaman internasional telah menunjukkan bahwa dana perwalian
multi-donor merupakan cara yang efisien, bertanggung jawab, dan transparan
dalam menyelaraskan masukan dari donor dan meningkatkan efektivitas
bantuan. Dana perwalian bahkan dapat beroperasi di tengah berbagai situasi
saat pemerintah lemah sebagaimana yang mungkin terjadi dalam kasus
situasi pascabencana, seperti pascaperang atau bencana alam.
MDF dikelola oleh sebuah Komite Pengarah yang melibatkan perwakilan dari
seluruh pemangku kepentingan. Anggotanya mencakup enam perwakilan
pemerintah, dua anggota perwakilan organisasi masyarakat madani di Aceh dan
Nias, para donor yang telah berkontribusi minimal AS$10 juta dan Bank Dunia
selaku wali amanat. Semuanya memiliki hak suara. Status peninjau diberikan
kepada wakil-wakil dari sebuah konsorsium LSM internasional dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Donor-donor internasional lain yang bergiat di Indonesia
diundang sebagai peninjau. Hal ini menghasilkan sebuah konsorsium bersifat
inklusif yang dapat memainkan peran dalam dialog kebijakan. Sebuah Kelompok
Pengkaji Teknis dibentuk untuk mempersiapkan landasan sebelum sebuah
kebijakan atau proyek diajukan untuk memperoleh persetujuan dari Komite
Pengarah yang menghasilkan rapat-rapat yang lebih efisien.
BRR adalah salah satu ketua bersama MDF dan bertanggung jawab untuk
mengkaji dan meneruskan proposal pendanaan kepada Komite Pengarah.
Pada akhir masa tugasnya pada tahun 2009, peran koordinasi BRR diambil
alih oleh Bappenas, yang kemudian menjadi salah satu ketua bersama MDF.
Pemerintah Aceh juga merupakan salah satu ketua bersama. Ketua-ketua
bersama lainnya adalah Uni Eropa, donor terbesar MDF, dan Bank Dunia
sebagai wali amanat dana perwalian tersebut. Sekretariat MDF memberikan
laporan mengenai status capaian kepada Komite Pengarah, para donor, dan
masyarakat umum lewat laporan-laporan tengah tahunan dan tahunan.
56Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan
Dengan sangat terganggunya jalur pasokan dan jaringan transportasi, makanan dan Foto:
kebutuhan penting lainnya tidak tersedia segera setelah tsunami. MDF memberikan Chris Clark
Lomba Foto MDF
bantuan transportasi dan logistik melalui proyek yang dilaksanakan oleh Program
Bantuan Pangan Dunia (World Food Programme atau WFP). Proyek WFP tersebut
juga mendukung pengiriman bahan bangunan ke lokasi-lokasi terpencil yang tak
dapat dijangkau melalui jalan darat
57
REKOMPAK
versi revisi berikutnya, yaitu Rencana Aksi, berlaku sebagai dasar bagi seluruh
program perumahan dan infrastruktur masyarakat skala kecil yang dilakukan
oleh berbagai donor. Tujuannya adalah untuk memastikan konsistensi dan
transparansi dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat.
(Foto Kiri) Palang Merah Indonesia dan Internasional, dan pekerja kemanusiaan dari seluruh Foto-foto:
Indonesia, regional, dan seluruh dunia bergegas ke Aceh dan Nias untuk memberikan Kantor Berita Antara
bantuan pascabencana.
(Foto Kanan) Tentara Indonesia membagikan air minum kepada korban selamat. Militer
Indonesia membagikan makanan, pasokan medis, dan bantuan lainnya dan terlibat dalam
banyak operasi seperti membersihkan sampah tsunami untuk membuka akses jalan.
58Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan
Lahirnya Rekompak
REKOMPAK
Ada sejumlah ahli dalam berbagai bidang yang berpendapat bahwa pendekatan
berbasis masyarakat tidak akan pernah berhasil. Mereka menyebut korupsi,
kesulitan dalam pengadaan material, kurangnya keterampilan, dan tingkat
kerumitan proyek bagi warga biasa yang tidak terlatih dalam bidang konstruksi
merupakan penghalang keberhasilan pendekatan ini. Setelah diskusi yang
intensif, munculah sebuah konsensus dari para pemangku kepentingan yang
sepakat bahwa bukan hanya rumah yang harus dibangun kembali, tetapi juga
masyarakat dan mata pencaharian. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa
hal ini hanya bisa terjadi jika pendekatan ini dipandang layak, efisien dan benar-
benar melibatkan masyarakat. Pendekatan ini perlu menangkap aspirasi dan
visi warga Aceh dan Nias. Pemerintah Indonesia mengarahkan keputusan ini
dan Bank Dunia, MDF, serta para donor sepakat untuk menggunakan sebuah
pendekatan berbasis masyarakat. Keputusan ini menghasilkan proyek yang
kemudian dikenal luas sebagai Rekompak.
Pembentukan Rekompak
REKOMPAK
secara langsung kepada masyarakat, dimana kelompok-kelompok perumahan
mengelola dan bertanggung jawab terhadap dana tersebut. Kepercayaan
yang ditumbuhkan melalui kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan
donor ada di balik keberhasilan Rekompak di Aceh.
Ketiga foto ini memperlihatkan desa Gampong Baro, Banda Aceh, yang merupakan Foto-foto:
lokasi percontohan untuk menguji pendekatan berbasis masyarakat bagi rekonstruksi Kiri & Tengah:
Kristin Thompson untuk
perumahan melalui proyek P2KP di bawah Kementerian Pekerjaan Umum. Program
Sekretariat MDF
percontohan tersebut berhasil dan hasil pembelajarannya dimasukkan ke dalam Kanan: Tim Rekompak
rancangan proyek Rekompak.
62Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan
REKOMPAK
para penerima bantuan dan pemerintah daerah, setiap tantangan dapat
dihadapi dan diatasi. Bagaimana pencapaian terjadi dibahas dalam Bab
3 dan 4.
Indonesia tidak pernah jauh dari bahaya bencana alam. Pada bulan Mei 2006,
malapetaka melanda Indonesia sekali lagi saat Yogyakarta dan Jawa Tengah
dihantam oleh gempa bumi. Jumlah korban lebih rendah daripada bencana-
bencana serupa, namun kerusakan dan kerugian tetap besar. Gempa bumi
ini menempati peringkat sebagai salah satu bencana alam dengan tingkat
kerugian terbesar di negara-negara sedang berkembang dalam sepuluh tahun
terakhir.8 Kerusakan dan kerugian awal diperkirakan sekitar AS$3,1 miliar;
sektor perumahan menyumbang lebih dari separuh dari jumlah kerugian ini.9
Kurang dari dua bulan kemudian, pada bulan Juli 2006, tsunami terjadi di
Jawa Barat. Kejadian-kejadian ini meninggalkan jejak korban jiwa, hancurnya
rumah dan infrastruktur dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Kerusakan dan kerugian mencapai sekitar AS$112 juta.
Seorang penerima bantuan memperlihatkan sertifikat tanahnya kepada Ibu Agnes Foto:
van Ardenne, Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda, dalam kunjungannya ke Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
Blang Oi, Banda Aceh, pada tahun 2006. Belanda adalah salah satu dari 15 donor
untuk MDF.
64Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan
Kerusakan dan kerugian di Jawa berbeda dari yang terjadi di Aceh dimana
kebanyakan infrastruktur berskala besar tidak rusak dan kerugian bagi
pemerintah daerah minimal. Seperti halnya di Aceh, banyak rumah hancur,
tetapi situasinya tidak mengerikan seperti yang telah terjadi di Aceh dan
rekonstruksi dapat berjalan lebih cepat. Di Aceh, banyak daratan lenyap
begitu saja ditelan laut dan dalam banyak kasus, komunitas-komunitas harus
dibangun kembali di lokasi-lokasi baru. Di Jawa, daratan kebanyakan tetap
utuh dan batas kepemilikan tanah masih terlihat, yang berarti bahwa setelah
pembersihan, komunitas dapat dibangun kembali di tanah yang sama.
REKOMPAK
mengimbau para donor untuk mengerahkan bantuan melalui sebuah dana
perwalian multi donor, serupa dengan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias
(MDF). Tujuan dari strategi ini adalah untuk mendayagunakan pengalaman
positif dan keunggulan komparatif MDF seperti kemampuan membangun
secara cepat, membiayai dan melaksanakan proyek-proyek; mengoordinasikan
sumber daya internasional seputar tujuan-tujuan umum; menghindari rangkap
pekerjaan; menciptakan sinergi dan mengurangi biaya transaksi bagi para donor
dan penerima bantuan. Secara khusus, Pemerintah Indonesia mengapresiasi
fleksibilitas pendanaan tersebut yang dapat digunakan untuk melengkapi
sumber dananya sendiri melalui pembiayaan rekonstruksi dan kegiatan
pembangunan lewat badan-badan pemerintah, juga lembaga-lembaga non-
pemerintah lainnya.
Sekali lagi para donor berkumpul untuk memberikan bantuan. Pada bulan Oktober
2006, Java Reconstruction Fund (JRF) memulai operasi dengan mandat mendukung
rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan dan mata pencaharian. Sumbangan dari
tujuh donor berjumlah sekitar AS$94 juta. JRF bekerja bersama dan dipimpin oleh
Bappenas, yang bertanggung jawab pada seluruh koordinasi rekonstruksi. Seperti
dengan MDF, Bank Dunia bertindak sebagai wali amanat dana perwalian tersebut
atas permintaan Pemerintah Indonesia.
JRF mengerahkan sumber dana para donor dan memberikan dukungan keuangan
yang terkoordinasi bagi upaya pemulihan dengan menyalurkan bantuan bagi
rekonstruksi masyarakat dan pemulihan mata pencaharian di daerah terdampak.
Pada awalnya, JRF dimaksudkan beroperasi dari bulan Oktober 2006 hingga
Oktober 2009, dan kemudian diperpanjang hingga Desember 2011.10
Kontribusi Donor
Java Reconstruction Fund (JRF)
Struktur tata kelola JRF meniru MDF, dengan Komite Pengarah yang terdiri
dari wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan para donor. Komite Pengarah
bertanggung jawab untuk menetapkan berbagai prioritas strategis, menyetujui
usulan pembiayaan proyek, dan melakukan pengawasan dan pelaporan
kemajuan. Komite Pengarah didukung oleh Komite Peninjau Teknis, yang
terdiri dari wakil-wakil donor dan pemerintah lokal, yang memberikan tinjauan
teknis mengenai usulan proyek dan kegiatan program, mengawasi kemajuan
pelaksanaan dan membuat rekomendasi kepada Komite Pengarah. Sekretariat
membantu Komite Pengarah dan mengatur operasi sehari-hari.
Para penerima manfaat menyusun batu bata untuk dinding rumah mereka yang baru. Foto:
Dalam pendekatan berbasis masyarakat Rekompak, anggota masyarakat sendirilah Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
yang bertanggung jawab membangun kembali rumah mereka, yang menuntun pada
pemberdayaan dan penguasaan keterampilan baru.
67
REKOMPAK
pemulihan perumahan dan infrastruktur umum, revitalisasi perekonomian
masyarakat dan daerah. Dukungan awal berpusat pada pemenuhan kebutuhan
tempat tinggal yang segera, perumahan dan pemulihan masyarakat, sementara
dukungan berikutnya menangani pemulihan ekonomi. Kebutuhan-kebutuhan
ini didukung oleh proyek-proyek JRF yang lain.11
Lebih dari AS$75 juta, atau 80 persen dari dana JRF, dialokasikan bagi Rekompak
untuk membangun rumah dan infrastruktur masyarakat tahan gempa. Setelah
perumahan sementara dibangun untuk menyediakan tempat perlindungan
sementara, prioritas Pemerintah Indonesia adalah membangun rumah-rumah
permanen. Menggunakan pendekatan Rekompak yang dikembangkan di Aceh,
pemerintah daerah, para mitra dan sukarelawan dengan cepat dikerahkan untuk
memulai proses rekonstruksi di Jawa. Pengurangan risiko bencana disertakan
dalam seluruh kegiatan untuk memastikan rumah-rumah tahan gempa dan
masyarakat lebih siap untuk menghadapi kemungkinan bencana mendatang
(Lihat Bab 4). JRF membangun lebih dari 15.000 rumah tahan gempa di Jawa.
Selain rumah dan kegiatan yang didukung dengan dana hibah JRF melalui
proyek Rekompak, Pemerintah Indonesia juga menerapkan pendekatan
Rekompak secara lebih luas bagi keseluruhan program rekonstruksi perumahan
di Jawa, dengan menggunakan dana Pemerintah sendiri. Lewat pendekatan ini,
hampir 200.000 rumah dibangun kembali di Jawa dalam waktu kurang dari dua
tahun. Capaian ini merupakan salah satu pengalaman rekonstruksi perumahan
terbesar dan tercepat di dunia.
Pemerintah Indonesia meminta suatu pertemuan darurat para donor JRF untuk
membahas bencana Merapi. Menanggapi permintaan Pemerintah, Komite
Pengarah JRF menyetujui untuk memperpanjang program JRF selama setahun lagi,
hingga bulan Desember 2012, dalam upaya membantu korban letusan Gunung
Merapi. Komite Pengarah mengalokasikan AS$3,5 juta dari dana JRF yang masih
tersedia bagi Rekompak untuk menangani kebutuhan rekonstruksi yang muncul
setelah letusan Gunung Merapi. Karena Rekompak masih memiliki kegiatan dan
fasilitator lapangan di daerah terdampak, hal tersebut memungkinkan Rekompak
memobilisasi tanggapan yang cepat dan meningkatkan dukungan melalui
mekanisme Rekompak yang ada. Karena mampu memperbesar skala kegiatan
tersebut, JRF dapat menjadi yang pertama memberikan alokasi yang signifikan
untuk bencana Merapi sementara bantuan lain sedang diupayakan.
REKOMPAK
Komitmen pemerintah yang kuat menghasilkan suatu upaya rekonstruksi yang
terkoordinasi baik dan cepat. Pemerintah pusat mendelegasikan pelaksanaan
rekonstruksi kepada dua pemerintah provinsi sehingga memastikan rasa
memiliki pada tingkat daerah. Hal ini juga memungkinkan kedua provinsi
tersebut merancang strategi-strategi bersifat lokal untuk disesuaikan dengan
masing-masing masyarakat. Dukungan yang disediakan oleh TTN bagi Tim
Koordinasi Nasional untuk mengoordinasikan rekonstruksi penting artinya
bagi kecepatan dan keefektifan proses rekonstruksi. TTN mempertemukan
beragam pemangku kepentingan pada rapat-rapat koordinasi bulanan hingga
akhir masa tugasnya pada tahun 2008, saat Bappenas mengambil alih peran
koordinasi tersebut. Masyarakat internasional juga memainkan peranan
penting dalam memperkuat upaya pemerintah dan kelompok-kelompok
masyarakat madani nasional dalam tanggap darurat.
1
Indonesia, Bappenas. 2005. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, December 26, 2004 Natural Disaster.
Kata Pengantar.
2
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (the Consultative Group on Indonesia atau CGI) dibentuk oleh Pemerintah Indonesia dan
Bank Dunia untuk bekerja sama dengan para donor internasional dari tahun 1992 hingga 2007 untuk menanggulangi utang luar
negeri Indonesia dan mendukung pembangunan Indonesia.
3
Sudiatmo, Bambang; Susilo Kasru; Sarosa, Wisnubroto. The Executing Agency of Rehabilitation for Aceh and Nias (BRR NAD-
NIAS), 2009.3
4
BRR: Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias
5
NAD adalah singkatan dari Nanggroe Aceh Darussalam, yang merupakan nama resmi provinsi Aceh saat tsunami terjadi.
6
Pada bulan Juli 2007, BRR mempresentasikan Rencana Aksi, sebuah versi Rencana Induk yang direvisi.
7
Proyek-proyek P2KP dan PPK berkembang menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) Perdesaan
dan Perkotaan, gugus utama dari program-program Pemerintah Indonesia bagi pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat.
8
Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. Juni 2006. Ringkasan Eksekutif.
9
Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. June 2006. 12, 15
10
JRF kemudian diperpanjang lagi hingga bulan Desember 2012 dalam upaya menanggapi letusan Gunung Merapi
11
Lihat Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012.
12
Living in Disaster Prone Area, TTN 2007. 44 (sebagaimana dikutip dalam Evaluasi Tengah Waktu (MTR) Java Reconstruction Fund
(JRF), April 2009).
BAGIAN DUA
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat 72
73
REKOMPAK
BAB 3
Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
PENDEKATAN REKOMPAK
Dalam pendekatan berbasis masyarakat Rekompak, para penerima bantuan
menjadi pusat dari kegiatan tersebut. Semua keputusan dibuat oleh anggota
masyarakat sendiri: menentukan siapa yang berhak untuk menerima bantuan,
bagaimana perencanaan komunitas, tipe-tipe rumah seperti apa yang akan
dibangun, penentuan kebutuhan infrastruktur masyarakat, dan bagaimana
pelaksanaan pemeliharaan.
REKOMPAK
memungkinkan fleksibilitas dalam menerapkan selera individu dan gaya
pribadi pada rancangan rumah, yang menghasilkan kepuasan yang tinggi di
pihak penerima bantuan.
Para fasilitator Rekompak dan anggota misi pengawasan Bank Dunia membahas Foto:
tata letak, kemajuan dan berbagai tantangan dari sebuah Rencana Pembangunan Sekretariat JRF
Pemukiman.
76
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
Rincian dari model berbagai tipe perumahan dan sebuah model lokasi berkontur Foto:
berdasarkan pada Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP), yang menggambarkan Sekretariat JRF
usulan tata letak bagi sebuah komunitas yang sedang direlokasikan jauh dari zona
bahaya Gunung Merapi. Proses perencanaan permukiman masyarakat mendukung
akuntabilitas sosial, transparansi dan sasaran efektif yang mengarah kepada rasa
kepemilikan masyarakat yang kuat.
77
REKOMPAK
mereka. Melihat rumah dan komunitas mereka yang terbentuk secara
perlahan tapi pasti sebagai hasil upaya mereka sendiri telah membantu para
penerima bantuan membayangkan bentuk masa depan setelah tragedi yang
mereka alami.
REKOMPAK
Komunikasi yang baik merupakan faktor kunci dalam keberhasilan program Sumber:
rekonstruksi berbasis masyarakat. Poster-poster semacam ini menyebarkan Tim Rekompak
informasi tentang topik-topik seperti kesiapsiagaan risiko bencana, transparansi dan
akuntabilitas, dan antikorupsi dalam program Rekompak.
80
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
Provinsi Provincial
Kecamatan Sub-District
Desa Village
Dusun Sub-village
81
REKOMPAK
Pada bulan April 2005, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi untuk Aceh dan Nias (BRR) untuk mengoordinasikan dan
mengawasi pembangunan kembali Aceh, sebagaimana diuraikan dalam Bab
2. Multi Donor Fund (MDF), yang menghimpun pendanaan donor, didirikan
sekitar waktu yang sama dan bekerja sama erat dengan Badan Rekonstruksi
dan Rehabilitasi tersebut. Proyek Rekompak disetujui oleh Komite Pengarah
MDF pada bulan Mei 2005. Pada saat itu, pendekatan Rekompak sedang
dilaksanakan sebagai proyek percontohan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum bekerja sama dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) Pemerintah di salah satu desa yang terdampak paling parah di
Banda Aceh, Gampong Baro. Pada bulan Desember 2005, Pemerintah telah
mengidentifikasi komunitas-komunitas yang akan menerima bantuan melalui
Rekompak. Tahap berikutnya adalah menyiapkan kegiatan pada tingkat lokal.
Para anggota kelompok perumahan di Aceh bertemu untuk membahas dan Foto:
memonitor kemajuan. Rekompak berkontribusi terhadap pembentukan komunitas Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
yang kuat dan lestari dengan memberdayakan para penerima manfaat untuk
mengambil keputusan terkait masa depan mereka.
82
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
REKOMPAK
Tantangan-Tantangan dalam Menetapkan Kebijakan Rekonstruksi
Sumber: Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing after Natural Disasters,
World Bank, Washington DC, 2010. 30-31
84
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
Perumahan Sementara
Segera setelah bencana alam, muncul kebutuhan akan perumahan sementara
ketika perumahan permanen sedang dibangun kembali. Perumahan sementara
menyediakan tempat tinggal layak huni bagi mereka yang rumahnya telah hancur
sementara menunggu rumah permanen dibangun kembali. Proses perencanaan
dan pembangunan perumahan permanen yang baru terkadang dapat memakan
waktu bertahun-tahun daripada berbulan-bulan, tergantung pada skala
bencana dan faktor-faktor yang memperumit pengambilan keputusan, seperti
pengambilalihan tanah dan penentuan apakah masyarakat di daerah-daerah
rawan bencana dipindahkan atau tidak.1
Sekitar 7.300 rumah tinggal sementara dibangun oleh JRF melalui Rekompak dan Foto:
dua proyek lainnya setelah gempa bumi tahun 2006. Struktur bangunan seperti Kristin Thompson
untuk Sekretariat JRF
ini dihargai sangat tinggi oleh para penerima manfaat sebagai alat untuk mulai
membangun kembali hidup mereka setelah bencana.
85
REKOMPAK
erat dengan para pemangku kepentingan dan badan-badan pelaksana terkait,
keluarga-keluarga yang kehilangan tempat tinggal di Jawa diberi tempat
tinggal sementara yang memadai sementara rumah permanen mereka sedang
dibangun. Java Reconstruction Fund (JRF) membangun hampir 7.300 tempat
penampungan sementara di Yogyakarta dan Jawa Tengah melalui dua proyek
khusus, juga melalui Rekompak.2
REKOMPAK
Di Aceh, kapasitas pemerintah sudah rendah sebelum tsunami karena konflik
bertahun-tahun. Pada waktu tsunami, sejumlah tanah hilang tersapu, dan
banyak kantor pertanahan dan surat tanah hancur. Di daerah-daerah terdampak
paling parah, kekuatan tsunami begitu dahsyatnya sehingga tanda batas
tanah dan bangunan tidak terlihat lagi atau tanahnya sendiri sudah lenyap.
MDF mendukung Proyek Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh
(RALAS), yang membantu pemerintah dalam rekonstruksi hak-hak kepemilikan
tanah, surat tanah, dan proses ajudikasi tanah masyarakat.
Penerima bantuan Rekompak di Sigli, Aceh, memperlihatkan sertifikat tanah yang Foto:
membuat dirinya berhak membangun sebuah rumah di atas tanah itu. Catatan Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
pertanahan di banyak daerah di Aceh hancur saat tsunami. Proyek Rekonstruksi
Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS) yang didanai oleh MDF membagikan
lebih dari 220.000 sertifikat tanah di Aceh dengan menggunakan suatu proses
ajudikasi masyarakat untuk menetapkan kepemilikan tanah.
88
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
Disadur dari: Housing: Roofing the Pillars of Hope. BRR Book Series
(BRR NAD-Nias. Banda Aceh, 2009). 44-45. Mengutip Keputusan
Badan Pertanahan Nasional No. 114-II.2005, mengenai Panduan untuk
Pendaftaran Tanah di Daerah Pascatsunami, halaman 1-27.
REKOMPAK
bagian integral bagi keberhasilan pelaksanaan proyek-proyek Rekompak dan
seluruh program berbasis masyarakat. Oleh karena itu, perekrutan, pelatihan
dan retensi fasilitator yang berkualitas menjadi sebuah prioritas tinggi di
sepanjang usia Rekompak.
Para fasilitator Rekompak membahas sebuah peta desa bersama para pejabat Foto:
lokal di Pante Cermin, Aceh. Fasilitator yang terlatih baik, cakap, dan berkomitmen Haikal
Lomba Foto MDF
merupakan komponen kunci bagi keberhasilan pelaksanaan Rekompak.
90
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
Fitur
Rekrutmen Fasilitator dipilih dari mereka yang memiliki kualifikasi dalam
salah satu bidang berikut: teknik atau konstruksi, keuangan,
pembangunan, atau pengorganisasian masyarakat. Seluruh
fasilitator perlu memiliki kecakapan praktis, juga kemampuan
untuk bekerja bersama masyarakat guna memberdayakan
mereka agar melaksanakan peran mereka dalam rekonstruksi
dan mengelola harapan masyarakat. Proses seleksi bagi
fasilitator dikelola oleh konsultan luar dan mencakup lamaran
tertulis dan wawancara.
REKOMPAK
Pengawasan Pengawasan terhadap fasilitator dilakukan melalui
kunjungan mingguan oleh ahli-ahli keuangan, pembangunan
masyarakat, dan teknik, agar mereka mengidentifikasi
masalah-masalah khusus untuk masyarakat tertentu, juga
masalah-masalah umum dalam program. Ketika masalah
umum diidentifikasi, para fasilitator dikumpulkan untuk
pelatihan tambahan atau pemecahan masalah. Buku harian
fasilitator dikaji oleh para ahli selama kunjungan mereka.
Fasilitator dinilai berdasarkan kualitas dari hasil dalam
masyarakat, dan gaji mereka dapat ditahan jika standar
proyek dan tahapan kemajuan tidak dapat dipenuhi
Sumber: Jha, Abbas, dkk. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook for Reconstructing After
Natural Disasters, 2010: Bank Dunia: Washington DC.
Sumber daya manusia di Aceh semakin menipis karena kebutuhan akan staf
yang sangat besar untuk keseluruhan proses rekonstruksi. Ini mengakibatkan
kurangnya fasilitator yang baik di Aceh, dan terlebih lagi di Nias. Hal ini menjadi
salah satu tantangan paling signifikan yang terus-menerus dihadapi oleh
Rekompak selama kegiatan rekonstruksi. Berdasarkan hubungan yang terlihat di
Aceh antara kualitas fasilitator secara individu dan kualitas hasil kerja Rekompak
pada tingkat desa, penekanan yang lebih dilakukan untuk memastikan bahwa
fasilitator memiliki kecakapan yang diperlukan saat Rekompak dilaksanakan di
Jawa, agar dapat menjamin kualitas hasil yang lebih tinggi pula. Hal ini dilakukan
dengan memberikan pelatihan tambahan kepada fasilitator dan juga dengan
mempekerjakan pengawas teknis tambahan dengan latar belakang bidang
konstruksi di sekolah kejuruan untuk mendukung tim-tim fasilitator di lapangan.
Proses tersebut dimulai dengan penyebaran informasi yang diikuti dengan sebuah
survei, yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar bagi perencanaan. Sejumlah
sesi penyebaran informasi dilakukan oleh para fasilitator dengan keahlian di
bidang konstruksi dan pembangunan masyarakat. Mereka memberikan informasi
umum tentang Rekompak dan survei tersebut dan menjawab pertanyaan
apa saja. Hal ini untuk memastikan bahwa para penerima manfaat mengerti
bagaimana menyelenggarakan survei semacam itu yang akan digunakan untuk
mengembangkan RPP.
REKOMPAK
Recana Tata Ruang Desa – Peta Lokasi dan Jalur Evakuasi
Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta
Kantor Lurah
• Daya tampung: 50 KK Banguntapan
• Fasilitas: MCK 3 ruang Rejowinangun
• Bangunan tahan gempa Gedung SD & lapangan
I
• Daya tampung: 250 KK
• Fasilitas: MCK 6 ruang
Rumah Sakit
• Konstruksi tahan gempa
• Daya tampung: 150 KK II
• Fasilitas: cukup
III
Jagalan VIII
XIII LEGENDA
Tanah kosong XI
IX Batas kelurahan
• Daya tampung: 450 KK
• Fasilitas: belum ada Batas RW
XIV
Banjir
X Genangan
Wirokerten Kebakaran
Angin ribut
Lokasi evakuasi
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) membantu masyarakat mengidentifikasi kebutuhan mereka sendiri dan
memasukkan upaya pengurangan risiko bencana dan strategi pengelolaan ke dalam rencana tata ruang mereka sendiri.
Disini, denah rencana tata ruang desa memperlihatkan tempat evakuasi dan jalur penyelamatan bagi desa Purbayan
di kecamatan Kotagede, DIY. Proses Perencanaan Tata Ruang Masyarakat di bawah proyek Rekompak telah membantu
lebih dari 265 desa untuk menilai risiko dan bersiaga terhadap potensi bencana.
94
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
1. Penyebaran Informasi
Penyebaran Informasi dan peningkatan kesadaran bagi masyarakat
terdampak dilakukan oleh dewan perwalian desa dengan bantuan dari
fasilitator. Di Indonesia, dewan perwalian desa pada awalnya dibentuk oleh
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dan Rekompak bergantung
pada badan yang telah ada ini untuk penyebaran informasi di tempat-
tempat di mana mereka pernah berada. Menggunakan mekanisme yang ada
memungkinkan pelaksanaan proyek yang lebih cepat dan efisien. Struktur
manajemen/kepemimpinan desa lainnya juga dapat digunakan atau sebuah
badan baru dapat dibentuk bilamana struktur yang ada lemah atau tidak
tersedia.
3. Survei Komunitas
Wakil-wakil masyarakat melakukan survei mandiri tentang perumahan
dan infrastruktur dengan bantuan dari fasilitator dan berkoordinasi
dengan pemerintah setempat. Surveinya termasuk pengidentifikasian dan
pencocokan para penerima bantuan serta penyelesaian daftar penerima
bantuan. Kepemilikan tanah juga dikonfirmasi pada saat ini dan surat-surat
tanah diberikan oleh badan pemerintah terkait. Hasil temuan dipresentasikan
95
REKOMPAK
kepada para wali amanat desa dan masyarakat untuk disetujui sebelum
proses pembangunan kembali secara fisik dimulai.
REKOMPAK
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP): Elemen-Elemen Dasar untuk
Pemukiman Kembali
Dua anggota komite kelompok perumahan di desa Wonorejo, Yogyakarta, Jawa Foto:
Tengah, memperlihatkan dokumen lengkap Rencana Pembangunan Pemukiman Christiani Tumelap
untuk Sekretariat JRF
(RPP). Kelompok-kelompok perumahan mengembangkan setiap RPP dengan bantuan
fasilitator.
98
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat
• Hibah Perumahan
Dana hibah dari dana donor MDF dan JRF disalurkan melalui Rekompak
langsung ke masyarakat sehingga anggota masyarakat yang memenuhi syarat
dapat membangun kembali atau memperbaiki rumah mereka sendiri. Hibah
dicairkan dari anggaran proyek ke rekening-rekening kelompok perumahan.
Para ketua kelompok kemudian memindahkan dana ke anggota kelompok
99
REKOMPAK
PENYALURAN DANA
HIBAH
(Donor → Bank Dunia →
Pemerintah Indonesia)
PEMERINTAH
BANK SENTRAL INDONESIA
Badan Pelaksana
BANK
OPERASIONAL
Perumahan Infrastruktur
Konsultan,
Desa
Fasilitator
Rekening
Wali Amanat
Desa
Rekening Kelompok
7-10 keluarga
yang memenuhi syarat. Hibah dicairkan dalam tiga tahap dan ditambah
kembali sesuai dengan kemajuan yang dapat diverifikasi yang dicapai
oleh kelompok perumahan yang konsisten dengan rencana pelaksanaan
yang disetujui. Fasilitator perumahan mengesahkan dan menandatangani
permintaan pencairan dana yang ditandatangani bersama oleh kelompok
perumahan dan disaksikan oleh seorang fasilitator lain. Setelah menerima
formulir yang ditandatangani oleh Manajer Operasi Lapangan (seorang
pegawai pemerintah dari jajaran staf kecamatan), permintaan tersebut
disampaikan kepada bank untuk pencairan dana.
Untuk mengurangi dampak dari kenaikan harga pada hasil proyek, di Jawa,
diputuskan untuk memberikan “rumah inti” kepada penerima bantuan. Di
Aceh, komitmen telah dibuat untuk memberikan rumah lengkap dengan
semua sentuhan akhir, termasuk pengecatan dan perapihan, kepada
penerima bantuan. Di Jawa, setiap penerima manfaat perumahan Rekompak
menerima AS$2.200 untuk pembangunan sebuah rumah inti.6 Rumah inti
merupakan struktur bangunan tahan gempa dan atapnya, yang dilengkapi
dengan fasilitas dasar (listrik dan air). Sentuhan akhir, seperti pengecatan,
penghalusan dinding dengan plester dan pemasangan ubin, tidak termasuk,
karena hal tersebut diharapkan dibiayai lewat kontribusi pemilik rumah
sendiri dengan dana mereka sendiri. Sentuhan akhir dapat dilakukan segera
Eri Indriastuti (kiri), penerima manfaat perumahan Rekompak, bersama ayahnya Foto:
(kanan) di depan rumah mereka di Wonokromo, Yogyakarta. Eri bertindak sebagai Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
bendahara bagi sebuah kelompok rumah tangga yang terdiri dari sepuluh keluarga
yang membangun kembali rumah mereka dengan dukungan dari Rekompak JRF.
101
REKOMPAK
atau suatu hari di masa mendatang saat dana telah tersedia. Sementara
itu, para warga dapat keluar dari tempat penampungan sementara dan
menempati rumah-rumah baru mereka.
REKOMPAK
balik, mengajukan pertanyaan dan menyampaikan keluhan terkait kegiatan
proyek. Selain itu, seluruh keluhan dan pertanyaan, termasuk aksi tindak
lanjut dari tim proyek, didokumentasikan dan dapat diakses oleh publik
melalui laman Rekompak. Mekanisme-mekanisme ini terus dipantau
untuk memastikan bahwa keluhan dan pertanyaan dituntaskan dengan
sepantasnya. Proses tersebut meningkatkan permintaan akan pemenuhan
layanan yang baik dan bertanggung jawab pada tingkat akar rumput dan
memberdayakan anggota masyarakat. Tekanan sejawat juga merupakan
sebuah faktor. Jika salah satu penerima bantuan dalam sebuah kelompok
rumah tangga tidak dapat memenuhi standar kualitas yang disetujui pada
waktu yang disepakati, pendanaan untuk seluruh kelompok dapat ditunda
hingga masalah diselesaikan. Jika masalahnya tidak terpecahkan, seluruh
masyarakat akan merasakan penundaan kucuran dana hingga masalahnya
diselesaikan secara memuaskan.
1
Jha, Abbas, dkk. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook for Reconstructing After Natural Disasters, 2010: Bank Dunia:
Washington DC.
2
Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration atau IOM) dan Yayasan Koperasi Perumahan
(Cooperative Housing Foundation atau CHF) beroperasi di daerah-daerah terdampak gempa bumi dan keduanya memiliki tujuan
yang sama untuk menyediakan tempat tinggal sementara yang aman dan tahan lama bagi keluarga-keluarga terdampak gempa bumi
yang memenuhi syarat.
3
Mengacu pada Proyek-Proyek Perumahan Sementara JRF di bawah IOM dan CHF.
4
Jumlah desa dikurangi menjadi 130 dari target semula karena kenaikan biaya rekonstruksi.
5
Jha, Abbas, dkk. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook for Reconstructing After Natural Disasters, 2010: Bank Dunia:
Washington DC.
6
Para penerima manfaat yang terdampak oleh letusan vulkanik di kawasan Merapi menerima Rp30 juta per rumah ($3.300) karena
naiknya biaya dalam selang waktu tiga tahun dan karena inflasi nilai kerusakan rumah lebih besar.
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
104
105
REKOMPAK
BAB 4
Membangun Rumah dan
Infrastruktur Masyarakat
Upaya terpadu seluruh badan yang terlibat dalam rekonstruksi gaya Rekompak
di Jawa menghasilkan sekitar 150.000 rumah permanen dalam waktu setahun
setelah bencana, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam hal
kecepatan dan cakupan proyek. Dua tahun setelah bencana, jumlah rumah
yang selesai dibangun mencapai 300.000, yang membuatnya menjadi salah
satu rekonstruksi perumahan tercepat di dunia.1
REKOMPAK
“Rekompak merupakan sebuah pendekatan berbasis
masyarakat dan berbeda dari pendekatan yang
mempekerjakan para kontraktor untuk melaksanakan
pembangunan kembali. Contohnya, katakanlah kita
membangun 15.000 rumah. Salah satu pilihannya adalah
mendapatkan 15 kontraktor dan setiap kontraktor
membangun 1.000 rumah. Dalam kasus itu, akan terdapat
15 kontraktor sebagai peserta aktif rekonstruksi dan 15.000
penerima bantuan yang pasif. Dalam pendekatan Rekompak,
bukan begitu cara melakukannya.Yang terbaik adalah memiliki
15.000 orang, yang setiap orangnya bekerja untuk rumah
mereka sendiri. Itulah Rekompak.”
George Soraya, Ketua Tim Tugas Bank Dunia
Proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF merehabilitasi atau membangun kembali Foto-foto:
lebih dari 30.000 rumah dengan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat di Tim Rekompak
Aceh dan Jawa.
108
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
REKOMPAK
yang memerlukan bantuan untuk membangun kembali rumah mereka
diidentifikasi melalui penilaian-penilaian yang dipimpin oleh pemerintah.
Dengan Rekompak, penerima bantuan tertentu di dalam masyarakat ini
diidentifikasi dan diseleksi melalui sebuah proses konsultasi masyarakat,
berdasarkan seperangkat kriteria yang jelas.3
Fasilitas sementara di Banda Aceh yang digunakan untuk memproses hibah Foto:
perumahan Rekompak. Spanduk di atas menjelaskan kriteria kelayakan, termasuk Tim Rekompak
bukti kepemilikan tanah dan bukti bertempat tinggal di dalam komunitas di mana
rumah akan dibangun.
110
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
kategori hunian rumah. Ada yang memiliki rumah sendiri, ada yang menyewa
dari pemilik rumah sewaan dan ada yang menempati tanah atau rumah tanpa
memiliki penetapan resmi untuk itu. Di beberapa tempat di Aceh, korban
selamat begitu sedikit sehingga pada awalnya tidak jelas apakah ada yang
akan kembali ke bekas permukiman masyarakat tersebut untuk membangun
kembali. Sebagian dari mereka yang selamat tidak ingin kembali. Ada
sejumlah pertanyaan apakah ahli waris dari pemilik rumah yang meninggal
seharusnya menerima sebuah rumah atau tidak. Semua keputusan ini
harus diseimbangkan dengan sumber dana keuangan yang tersedia untuk
membangun rumah kembali. Dengan Rekompak, masalah-masalah sulit ini
ditangani oleh masyarakat itu sendiri.
REKOMPAK
Setiap kelompok rumah tangga membuka sebuah rekening bank dan dengan
arahan fasilitator, mengembangkan sebuah rencana pembangunan dan jadwal
pelaksanaannya. Rencana-rencana tersebut digunakan untuk memverifikasi
tahap-tahap pembangunan bagi keperluan pencairan dana hibah.
Tito Judi, 47 tahun, memiliki rumah yang dicat dengan begitu banyak
warna mencolok sehingga dijuluki taman kanak-kanak oleh penduduk
setempat. Hal ini membuat dia bangga. Tito hidup sendiri di rumah
barunya sejak awal tahun 2008. Dia kehilangan anak lelakinya ketika
gempa bumi menghancurkan rumah lamanya. Istrinya jatuh sakit
dan meninggal dunia setahun kemudian. “Warna-warna ceria ini
membantu membangkitkan semangat saya,” kata Tito.
REKOMPAK
dan dibayar dengan upah harian untuk pekerjaan mereka, apakah mereka
bekerja untuk rumah mereka sendiri atau rumah yang lain di kelompoknya
atau di masyarakat.
Para penerima manfaat di depan rumah baru mereka di Yogyakarta. Banyak rumah Foto:
yang baru dibangun di bawah JRF dicat dengan warna-warna ceria oleh pemilik Tim Rekompak
rumah yang menerapkan selera individu pada “rumah inti” mereka.
114
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
Salah satu keraguan paling umum tentang apakah warga desa dapat sungguh-
sungguh memikul tanggung jawab bagi pembangunan kembali rumah
mereka sendiri pascabencana di Indonesia adalah bagaimana memastikan
standar mutu. Apakah warga desa biasa, yang banyak di antara mereka
adalah petani atau nelayan dengan pendidikan rendah, benar-benar mampu
membangun rumah dengan standar mutu yang memadai? Rekompak
melakukan percobaan ini di Aceh, dan hasilnya membuktikan bahwa hal
ini tidak saja mungkin, tetapi mutu rumah yang dibangun oleh penerima
manfaat seringkali lebih baik daripada yang dibangun oleh kontraktor.
Tentu saja, tidak semua warga desa memiliki kecakapan teknis untuk
membangun rumah. Para fasilitator membantu mengisi kekosongan
pengetahuan tersebut. Dengan dukungan dan bantuan fasilitator, penerima
manfaat dengan sedikit atau tanpa pengetahuan sama sekali di bidang
konstruksi mampu secara aktif memimpin pembangunan kembali rumah
dan masyarakat mereka. Fasilitator memastikan agar standar tahan gempa
dipenuhi dan langkah-langkah pengurangan risiko bencana disertakan dalam
infrastruktur masyarakat. Dalam prosesnya, penerima manfaat mempelajari
Seorang fasilitator memeriksa mutu konstruksi jembatan ini di Gayamharjo, Sleman. Foto:
Tim Rekompak
115
REKOMPAK
metode rekonstruksi yang bermutu dan bagaimana membangun rumah yang
lebih baik sehingga rumah akan menjadi tempat yang lebih aman jika terjadi
bencana lagi.
Para fasilitator bekerja dalam tim-tim Gugus Tugas. Setiap tim bertanggung
jawab terhadap enam desa dengan total 250 rumah. Fasilitator teknis
membantu mengatur masyarakat mengelola perencanaan dan pelaksanaan
proyek pada tingkat desa, dan juga memberikan ketrampilan teknis dan
keahlian serta mengawasi mutu bahan bangunan dan konstruksi. Tim-tim
fasilitator memberikan laporan kepada Konsultan Manajemen Kecamatan
yang memberikan arahan dan pengawasan tambahan terkait pemantauan
teknis konstruksi. Sebuah tim Gugus Tugas biasanya terdiri atas:
Di Aceh, diberikan rumah “lengkap” dengan semua sentuhan akhirnya. Rumah ini Foto:
adalah rumah khas yang dibangun di Aceh. Ketika foto tersebut diambil, keluarga ini Tim Rekompak
telah menghuni rumah dan mempercantik lingkungannya dengan berbagai tanaman
dan bunga dalam pot.
117
REKOMPAK
Papan Sirip Bubungan 3/30
Balok Bubungan
Beton 15/20
Kuda-kuda
Bertulang Beton 15/15
Atap Seng
Zincalume 20
Kuda-Kuda Beton
15/15 Balok Ring Induk 15/15
Kasau 5/10
Balok Ring Induk 15/15
Balok Beton 15/15
Balok Ring
Induk 15/15
Lisplang
Atap 2/20
Lisplang
Atap 2/20
Pagar Kayu
Lantai Beton
T= 12 cm 1:2:3 Lantai Beranda
Pelat Tanah 15/25
Tangga Kayu
Tembok
Tahan Air
Penyangga Beton
25/25 Penyangga Beton
25/25
Di Jawa, Rekompak membangun rumah-rumah “inti”. Rumah-rumah ini utuh dan Foto:
aman secara struktural dan penerima manfaat menggunakan dana mereka sendiri Tim Rekompak
untuk menuntaskan sentuhan-sentuhan terakhirnya. Rumah di atas adalah rumah
khas yang dibangun di Jawa.
118
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
REKOMPAK
Kami Menjual Batangan JRF
a b c
d e f
a. Jaring kawat baja las, yang akan digunakan untuk memperkuat dinding, diukur dan Foto:
dipotong sesuai ukuran. Tim Rekompak
b. Pemberian plester pada dinding, yang akan diperkuat, dilakukan dengan cara
dirompal untuk mengunci lapisan plester berikutnya yang akan dibuat.
c & d. Jaring kawat baja las dilekatkan pada dinding dengan menggunakan paku agar
tetap menempel di tempatnya.
e & f. Penulangan dengan jaring kawat baja las diterapkan baik untuk dinding dalam
maupun luar. Dinding-dinding tersebut diplester untuk menutupi jaring dan diakhiri
kemudian dengan pengecatan.
120
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
1. PENGUKURAN
REKOMPAK
6. SLOOF BETON 7. KOLOM BETON
Sumber: Hartman, Ekart dan Heinz Unger, Picture Book: the Good & the Bad Infrastructure vol. 4
House Construction. Jakarta: Bank Dunia.
122
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
Pembangunan sebuah jembatan Rekompak di Jawa Tengah. Spanduk di atas lokasi Foto:
pembangunan mengumumkan bahwa melalui proyek Rekompak, masyarakat sedang Tim Rekompak
mengurangi risiko bencana. Pendekatan inovatif berbasis masyarakat Rekompak
menghasilkan masyarakat yang lebih aman dan tangguh.
123
REKOMPAK
Keefektifan Biaya
Rekompak bersifat hemat biaya dan pelaksanaan pendekatan Rekompak
menghasilkan penghematan biaya yang besar dibandingkan dengan
pendekatan-pendekatan lain dalam pembangunan rumah kembali. Sebuah
penelitian pada tahun 20076 dan sebuah survei tentang tingkat kepuasan
penerima bantuan yang dilakukan oleh proyek ini pada tahun 2008
menunjukkan bahwa Rekompak memberikan perumahan berkualitas yang
biayanya lebih rendah hingga 40 persen dibandingkan dengan proyek-proyek
yang tidak menerapkan pendekatan berbasis masyarakat. Untuk rumah-
rumah dengan spesifikasi serupa, biaya rumah Rekompak 30 persen lebih
murah. Ini sebagian disebabkan oleh tingginya tingkat tenaga kerja sukarela
yang dikontribusikan bagi Rekompak oleh warga, dan fakta bahwa mereka
mendaur ulang bahan-bahan bangunan dari puing-puing dan apa yang
tersisa dari rumah lama mereka untuk mendukung hibah pembangunan dari
Rekompak. Dalam hal infrastruktur, diperkirakan bahwa di Jawa, rumahtangga-
rumahtangga menyumbang hingga 20 persen dari biaya sebuah proyek (tidak
termasuk harga tanah)
Jalan desa dan saluran drainase di Yogyakarta ini adalah salah satu dari banyak jalan Foto-foto:
serupa yang dibangun di bawah Rekompak. Proyek-proyek seperti ini diidentifikasi Tim Rekompak
menggunakan sebuah proses perencanaan partisipatoris dan berdasarkan pada
kebutuhan dan prioritas masyarakat.
124
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
Meningkatkan sifat ketahanan gempa dari rumah yang dilakukan dengan memasang Foto:
jaring kawat baja las pada dinding-dinding dalam dan luar memerlukan biaya Tim Rekompak
tambahan, tetapi menghasilkan rumah yang lebih bermutu.
125
REKOMPAK
penanggulangan bencana pada tahun 2007, yang mewajibkan pemerintah
daerah merancang kesiapsiagaan bencana dan rencana penanggulangan.
Selain itu, sebuah kajian tengah periode Bank Dunia yang mencakup kegiatan-
kegiatan Rekompak di Jawa menunjukkan bahwa upaya Pengurangan Risiko
Bencana memerlukan perhatian lebih besar. Rekompak menjawabnya dengan
aksi yang sekali lagi memperlihatkan kemampuannya untuk mengembangkan
dan menanggapi kebutuhan daerah.
Pendanaan dan sumber daya yang lebih besar disediakan dan proyek
Rekompak memberikan perhatian pada infrastruktur masyarakat yang akan
menjadikan komunitas yang dituju di Jawa lebih siap menghadapi bencana
di masa mendatang. Proyek tersebut memberikan peningkatan kapasitas
tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pejabat pemerintah daerah.
Komunitas Rekompak terlibat dalam dialog tentang kebijakan Pengurangan
Risiko Bencana dengan pemerintah daerah, dan rencana infrastruktur
masyarakat dikembangkan dengan arahan pemerintah daerah dan dipadukan
dengan rencana daerah.
REKOMPAK
Bab ini telah menunjukkan bahwa pendekatan Rekompak—dengan
mengutamakan kemitraan masyarakat dan pemerintah—dapat
mencapai hasil yang transparan, hemat biaya dan berkualitas baik.
Sebagaimana dilaporkan, kepuasan penerima manfaat tinggi ketika
mereka secara langsung mengendalikan kualitas konstruksi dan
rancangan rumah dan infrastruktur masyarakat.
1
George Soraya, Ketua Tim Tugas Bank Dunia sebagaimana dikutip dalam sebuah wawancara pada bulan Mei 2012. Proyek
Rekompak membangun sekitar 15.000 rumah di Jawa dengan pendanaan dari Java Reconstruction Fund (JRF). Selain itu,
Pemerintah Indonesia mengadopsi pendekatan Rekompak untuk keseluruhan program pembangunan kembali perumahan
di Jawa. Lebih dari 300.000 rumah dibangun dengan menggunakan pendekatan ini, yang menggunakan sumber daya dari
Pemerintah dan donor lain.
2
Pendekatan-pendekatan ini disebut dalam Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing after Disaster
oleh Abhas Jha. Bank Dunia, Washington DC, 2010.
3
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing after Disasters oleh Abhas
Jha. Bank Dunia, Washington DC, 2010. Chapter 4: Who Gets a House? The Social Dimension of Housing Reconstruction.
4
Collier, Dr. William, (Ketua tim) Mid-Term Evaluation of Re-Kompak (CSRRP) Aceh.
5
Collier, Dr. William, (Ketua tim) Evaluation of Re-Kompak (CSRRP).
6
Findings of Post Construction Economic Impact Analysis Study for CDD Programs. 2008.
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan 128
129
REKOMPAK
BAB 5
Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
Setelah bencana, saat realitas kerusakan masih tampak jelas, para mitra
pembangunan, pemerintah dan masyarakat sangat sadar akan kebutuhan
untuk memasukkan langkah-langkah pengurangan risiko bencana dalam proses
pembangunan kembali. Walau menyakitkan, ini terlihat jelas menyusul gempa
bumi di Jawa pada tahun 2006, saat menyadari kaitan langsung antara konstruksi
yang buruk dan bahan-bahan bangunan di bawah standar dengan hilangnya
nyawa dan properti terlihat. Untuk menyelamatkan tidak sajanya properti tetapi
juga nyawa, penting untuk memadukan infrastruktur yang mengurangi risiko,
kesiapsiagaan darurat, dan standar tahan gempa.
131
REKOMPAK
Tantangannya adalah memastikan bahwa prinsip-prinsip dan praktik-praktik
pengurangan risiko bencana dimasukkan ke dalam proses rekonstruksi dan
dilanjutkan di bawah pengelolaan masyarakat setelah proyek rekonstruksi
berakhir. Ini meliputi upaya meningkatkan kesadaran tentang pengurangan risiko
di kalangan masyarakat dan menyediakan kapasitas untuk merencanakan dan
mengelola masyarakat yang berkesinambungan dan tangguh kepada individu
dan pemerintah daerah.
Pelaksanaan latihan tanggap bencana di Yogyakarta pada tahun 2012. Proyek-proyek Foto:
Rekompak berhasil memadukan pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana ke Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
dalam upaya pemulihan tingkat daerah, yang menghasilkan masyarakat yang lebih
siap dan tangguh terhadap bencana.
132
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
REKOMPAK
MDF mendukung pendirian Pusat Penelitian Penanggulangan Tsunami dan
Bencana (Tsunami and Disaster Mitigation Research Center atau TDMRC)
di Banda Aceh untuk memastikan bahwa penelitian tentang pengurangan
risiko bencana berlanjut. Pusat penelitian ini bertindak sebagai sebuah
“wadah pemikir” mengenai pengurangan risiko dan manajemen bencana bagi
pemerintah Aceh dan menyediakan sumber daya dan layanan baik secara
nasional maupun internasional. Lembaga ini telah membentuk serangkaian
kemitraan yang luas dengan pemerintah, media, LSM dan dunia akademis, dan
bersama dinas-dinas provinsi, menumbuhkan rasa memiliki agenda pengurangan
risiko bencana. Melalui kerjasama erat dengan Universitas Syiah Kuala, lembaga
ini menyelenggarakan program pascasarjana dalam berbagai disiplin ilmu
tentang manajemen pengurangan risiko bencana yang mencakup bencana alam,
kesehatan, ekonomi dan lingkungan hidup. Kebanyakan mahasiswanya adalah
pegawai pemerintah yang bekerja di Badan-badan Penanggulangan Bencana di
seluruh Indonesia.
Sebuah rambu jalur evakuasi ditempatkan di dekat jalan desa yang dibangun oleh Foto:
Rekompak di Ciamis, Jawa Barat, di bawah JRF. Langkah-langkah pengurangan risiko Tim Rekompak
bencana merupakan bagian integral dari proses perencanaan masyarakat Rekompak.
134
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
REKOMPAK
pembangunan kembali, juga bantuan teknis. Untuk mereka yang tidak dapat
berpartisipasi (misalnya, anak yatim piatu), wakil-wakil mereka ditunjuk, yang
biasanya adalah kerabat dekat yang bertindak sebagai wali mereka. Berbagai
kegiatan seperti pemetaan sosial masyarakat yang bertujuan mengumpulkan
dan menetapkan daftar para penerima manfaat yang memenuhi syarat,
mempersiapkan Rencana Pembangunan Pemukiman dan memberikan dukungan
lewat konstruksi, membantu meningkatkan kecakapan dan mengembangkan
agenda bersama masyarakat. Melalui upaya peningkatan kapasitas ini, penerima
manfaat Rekompak diberdayakan untuk memainkan peran yang kuat dalam
keseluruhan rekonstruksi masyarakat.
Sepasang suami isteri dengan papan dokumentasi hibah perumahan yang disediakan Foto:
oleh Rekompak di Aceh. Para penerima manfaat diseleksi oleh komunitas mereka Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
melalui suatu proses yang terbuka dan transparan.
136
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
Dampak bencana alam pada perempuan sering kali lebih besar dibandingkan
pada laki-laki karena beberapa faktor seperti kondisi sosial ekonomi, peran
tradisional perempuan sebagai pengasuh anak dan orang tua, juga kekuatan
fisik dan kapasitas mereka. Perempuan mewakili hampir 70 persen1 dari
jumlah kematian setelah tsunami 2004 di Aceh. Penyakit yang kerap muncul
setelah bencana alam, seperti kolera, juga menyebabkan kematian perempuan
yang lebih besar – yang tidak sedikit disebabkan oleh tanggung jawab mereka
merawat orang sakit.2 Semuanya ini merupakan alasan yang mendesak mengapa
perempuan perlu terlibat dalam keputusan yang menyangkut rekonstruksi
rumah dan permukiman mereka, termasuk kegiatan pengurangan risiko bencana
dan kesiapsiagaan darurat.
REKOMPAK
“Menyusul terjadinya bencana alam, peran laki-laki
dan perempuan sama pentingnya bagi kelangsungan
hidup dan perkembangan rumah tangga, komunitas dan
masyarakat. Namun, terlalu sering perempuan tidak
terlibat dan terwakili secara efektif dalam pemulihan
pascabencana dan prakarsa pembangunan kembali”
Making Women’s Voices Count3
Proyek-proyek MDF dan JRF mendorong pemberdayaan dan peran serta perempuan Foto:
dalam seluruh aspek perencanaan dan pengambilan keputusan masyarakat. Disini, Rosaleen Cunningham
untuk Sekretariat JRF
sekelompok perempuan membahas sebuah model usulan rekonstruksi untuk
pemukiman mereka yang berdasarkan pada Rencana Pembangunan Pemukiman
(RPP), yang membantu mengembangkan masyarakat mereka setelah letusan Gunung
Merapi.
138
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
Sekelompok pekerja perempuan dari berbagai desa di daerah Yogyakarta turut serta dalam Foto:
pembangunan kembali sebuah rumah. Para pekerja ini tidak hanya dibayar dengan upah Sekretariat JRF
harian, tetapi mereka juga belajar bagaimana membangun sebuah rumah.
139
REKOMPAK
Perempuan Berperan Serta Secara Aktif dalam Membangun Kembali
Rumah Mereka
Sebelum tsunami, Ibu Zubir dan suaminya Pak Zubir memiliki rumah
yang berada di desa Blang Gelinggang di Aceh. Rumah mereka adalah
salah satu dari sekian banyak rumah yang dihancurkan oleh tsunami
pada tahun 2004.
Disadur dari: Aceh After the Tsunami Rebuilding Houses and Communities, Unit Pengelolaan
Proyek), Rekompak Aceh, Kementerian Pekerjaan Umum, Desember 2007. 27
Tenaga kerja sulit didapatkan di sebagian besar desa dan pekerjaan yang
disumbangkan oleh perempuan berpengaruh secara positif pada kemajuan
konstruksi rumah dan infrastruktur masyarakat. Dalam kebanyakan kasus,
rekonstruksi masyarakat tidak akan bisa diselesaikan secara cepat tanpa bantuan
perempuan. Perempuan yang belum pernah mengangkat alat konstruksi turun
tangan dan membersihkan puing-puing, menghela gerobak dorong beroda
satu yang berat, dan menata batu-batu yang telah dipecahkan dan pasir
dalam persiapan untuk membuat jalan. Perempuan bekerja dalam komite dan
menulis laporan. Mereka menyediakan tenaga kerja tambahan yang dibutuhkan
dan diberdayakan untuk mengambil bagian dalam pembuatan keputusan.
Beberapa perempuan melakukan ini lebih sukses dari yang lain, tetapi bagi
banyak perempuan, tingkat keikutsertaan ini membuka sebuah jalan menuju
kemandirian yang lebih besar.
REKOMPAK
“Selama proyek (Rekompak), kami mempelajari cara
membangun sebuah rumah. Sekarang kami tahu apa yang
harus dilakukan. Kami tidak tahu sebelumnya dan tentu saja
tidak pernah berpikir itu mungkin. Bayangkan, perempuan
seperti kami–ibu rumah tangga–dapat mempelajari cara
membangun sebuah rumah. Biasanya ini pekerjaan lelaki.”
Para perempuan dari desa Kebon, Klaten, Jawa Tengah
Karena begitu banyak bangunan harus dibangun kembali setelah gempa bumi
dan tsunami, kayu tidak saja menjadi langka tapi harganya melonjak secara
dramatis dan terdapat kekhawatiran bahwa volume kayu gelondongan dalam
jumlah sangat besar yang dibutuhkan untuk rekonstruksi dapat mengakibatkan
kerusakan hutan di Aceh. Rekompak menjawab keprihatinan akan lingkungan
hidup ini dengan membuat sejumlah strategi untuk mengurangi penggunaan
kayu dengan misalnya:
• menggunakan baja ringan untuk rangka atap rumah dan sekolah
• menggunakan kembali kayu yang tersisa sebanyak mungkin
• menggunakan perancah yang terbuat dari bambu dan
• mengadakan pengawasan rutin terhadap penggunaan kayu
Pembangunan Kapasitas
Atap sedang dipasang di atas sebuah rumah di Aceh. Penggunaan baja ringan untuk Foto:
rangka atap mengurangi kebutuhan pemakaian kayu yang tidak banyak tersedia. Fakhrurrazi
Lomba Foto MDF
Penggunaan baja ketimbang kayu membantu melindungi lingkungan hidup di
tengah keprihatinan bahwa pemakaian kayu untuk rekonstruksi berskala besar dapat
menyebabkan kerusakan hutan di Aceh dan Nias.
143
REKOMPAK
memperkuat kapasitas individu, masyarakat dan pemerintah daerah, dan
mendukung pemerintah pada semua tingkatan selama pelaksanaan proyek,
Rekompak bertujuan memberikan sumbangsihnya pada dampak positif
jangka panjang. Pencapaian pada saat berakhirnya proyek mengindikasikan
adanya prospek baik bagi kesinambungan hasil-hasil proyek Rekompak.
Sebagai lokasi dari sebuah kota kuno dengan nilai warisan budaya
tinggi, komunitas kota Gede di Yogyakarta berperan sebagai model bagi
upaya pelestarian budaya Rekompak. Langkah-langkah awal dilakukan
untuk menanggapi prioritas komunitas untuk melestarikan warisan
budaya mereka yang unik. Melalui proses RPP, komunitas tersebut
memetakan dan menginventarisasi bangunan-bangunan kuno, dengan
memprioritaskan rehabilitasi dan rekonstruksi berdasarkan pada upaya
menciptakan keseimbangan antara kebutuhan akan rumah tradisional,
fasilitas warisan budaya umum dan infrastruktur lingkungan. Pariwisata
dan akses publik terhadap bangunan-bangunan tersebut juga
dipertimbangkan.
REKOMPAK
Rekompak menyediakan buku-buku panduan bagi masyarakat tentang pelestarian Sumber:
warisan arsitektur budaya. Tim Rekompak
Pendekatan Rekompak bersifat fleksibel untuk mengadaptasi kebutuhan dan konteks Foto:
lokal, seperti membantu masyarakat membangun kembali arsitektur tradisional yang Tim Rekompak
merupakan ciri khas lingkungan Kota Gede di Yogyakarta.
146
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
MENGHADAPI TANTANGAN-TANTANGAN
PELAKSANAAN: BEBERAPA MASALAH DAN
SOLUSI UMUM
REKOMPAK
TANTANGAN:
Penerima manfaat dengan pengetahuan metode konstruksi yang
tidak memadai. Selain trauma yang telah mereka alami, sebagian
besar pemilik rumah belum pernah membangun apapun dan tidak
akrab dengan teknik-teknik konstruksi. Sebagian besar pendekatan
berbasis masyarakat menggunakan tenaga kerja lokal yang tidak
terampil dan seringkali pemilik rumah sendiri yang membangun
kembali rumah mereka. Rekompak bergantung pada pengawas
pembangunan dan fasilitator masyarakat untuk memberikan keahlian
teknik dan kendali mutu. Selama pelaksanaan awal di Aceh, terdapat
kelangkaan tenaga fasilitator terlatih karena kerasnya persaingan
dalam mendapatkan pekerja masyarakat berkualitas tinggi untuk
mendukung upaya rekonstruksi umum. Jadi, dukungan lapangan,
kendali mutu dan pengawasan terhadap pembangunan seringkali
kurang memadai karena bergantung pada kecakapan yang dan
tingginya perpindahan kerja di kalangan fasilitator. Dalam beberapa
komunitas, hal ini menyebabkan persiapan dan pemahaman
masyarakat yang tidak memadai, yang menunda pembangunan
perumahan dan mengakibatkan kendali mutu yang lemah.
SOLUSI:
Ketentuan akan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan oleh
staf lapangan yang sangat terlatih untuk menjamin penyelesaian
rumah sesuai jadwal dengan kualitas yang dapat diterima. Jumlah
fasilitator terlatih yang memadai harus diupayakan untuk memberikan
bantuan teknis dan pengawasan pembangunan. Pendekatan
berbasis masyarakat bersifat kemampuan mengelola intensif dan
memerlukan dedikasi dan komitmen yang kuat dan berkelanjutan
dari para manajer proyek dan fasilitator. Untuk meningkatkan kualitas
fasilitator di lapangan, fasilitator senior ditugaskan untuk memimpin
dan mendukung tiga atau empat fasilitator junior. Selain itu, fasilitator
diawasi oleh seorang Konsultan Manajemen Kabupaten. Peningkatan
kapasitas dalam bentuk pelatihan kerja dan bimbingan diberikan
kepada para fasilitator untuk menjamin persiapan dan pelaksanaan
program yang lebih efektif.
148
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
TANTANGAN:
Kualitas struktural tahan gempa yang tidak memadai.
Mempertahankan pembangunan berkualitas baik merupakan sebuah
tantangan utama dalam situasi pascabencana apapun. Hal ini khususnya
benar dalam situasi-situasi yang tenaga kerjanya cakap dan bahan-
bahan bangunan berkualitas telah relatif langka karena pelaksanaan
berbagai proyek perumahan dalam waktu bersamaan. Ketergesaan
untuk melaksanakan secara cepat dapat mengkompromikan kualitas
konstruksi. Menjamin agar rumah yang sedang dibangun berkualitas
memadai dan memenuhi standar minimum merupakan masalah yang
terus menjadi keprihatinan dalam Rekompak. Masalah pembangunan
paling umum adalah: (a) batang penguat yang tidak dibengkokkan
dengan tepat untuk menjamin kaitan yang kuat antara kolom dan
balok; (b) kekuatan beton yang rendah karena campuran semen, pasir,
kerikil dan air yang tidak tepat; dan (c) kurangnya angkur antara atap
dan balok untuk menjamin rumah yang tahan gempa dan badai.
SOLUSI:
Ketersediaan fasilitator teknis yang terlatih di lapangan dan
pelaksanaan sebuah sistem untuk mengaudit kualitas konstruksi.
Pengawasan oleh fasilitator teknis yang sangat terlatih yang tersedia
dalam jumlah memadai dalam proses pembangunan merupakan
kepentingan kunci. Insinyur teknik sipil disertakan dalam Gugus Tugas
Fasilitator yang mengawasi kualitas konstruksi. Terdapat hubungan
langsung antara kualitas fasilitator dengan mutu konstruksi. Rekompak
meningkatkan pelatihan teknis dan pengawasan terhadap fasilitator
dalam upaya meningkatkan kualitas kerja mereka di lapangan. Selain
itu, uji mutu secara acak (audit teknis) dilakukan pada rumah-rumah
yang sedang dibangun dan yang telah selesai dibangun. Penting
untuk menggunakan peralatan ujian, termasuk uji palu, uji pindai
dan densitometer. Bagi mereka yang rumahnya memiliki kekurangan,
perbaikan mutu segera dilaksanakan di bawah program peningkatan
kualitas khusus, dengan menggunakan jaring kawat baja las, misalnya,
untuk memperkuat dinding. Perbaikan struktur bangunan semacam
itu membutuhkan tambahan biaya, namun menghasilkan rumah
berkualitas lebih baik dan penerima bantuan yang lebih puas. Di Jawa,
rumah-rumah diuji dan disertifikasi oleh para ahli dari luar.
149
REKOMPAK
TANTANGAN:
Pengelolaan keuangan yang lemah dan tidak wajar. Pengelolaan
keuangan dana hibah kurang memuaskan selama tahap awal
pelaksanaan proyek di Aceh karena masyarakat sering tidak mematuhi
panduan. Hal-hal yang khususnya berhubungan dengan penyimpanan
uang kas, pembukuan dan penyebaran laporan keuangan selalu
bermasalah. Pada awalnya, terdapat kasus-kasus salah kelola dan
penyalahgunaan dana oleh beberapa kelompok rumah tangga yang
diungkapkan oleh mekanisme pertanggungjawaban Rekompak seperti
penanganan keluhan. Penemuan-penemuan ini mengakibatkan
penundaan kegiatan pembangunan hingga masalah diselesaikan. Kasus-
kasus penyalahkelolaan keuangan umumnya terbagi ke dalam dua
kategori: (a) dana yang digunakan untuk keperluan selain perumahan
(biasanya untuk mengatasi keperluan keluarga yang mendesak seperti
pengobatan); dan (b) perubahan desain (biasanya perluasan rumah)
dilakukan oleh pemiliknya tanpa dibekali dana pribadi yang cukup.
Masalah-masalah semacam itu adalah yang paling menyulitkan pada
tahap-tahap awal pelaksanaan, di saat sulit pula mendapatkan fasilitator
yang berkualitas untuk mengawasi pembangunan.
SOLUSI:
Mengaitkan pencairan dana dengan kemajuan fisik dan mekanisme
penanganan keluhan yang efektif. Pelaporan mandiri oleh fasilitator
terlatih juga menolong, selain tekanan rekan sejawat yang dilakukan oleh
anggota kelompok terdampak. Dalam peraturan Rekompak, jika satu rumah
tangga dalam kelompok menyalahgunakan dana perumahan, pencairan
dana untuk seluruh kelompok akan ditunda dengan tahapan pendanaan
berikutnya tidak dicairkan hingga masalah diselesaikan dan dana yang
disalahgunakan dikembalikan. Di bawah sistem ini, tekanan masyarakat
memaksa mereka yang menyalahgunakan dana untuk membayar kembali
atau jika tidak, menyelesaikan masalah secepat mungkin. Seiring dengan
kemajuan pelaksanaan, mekanisme periksa dan timbang yang diprakarsai
oleh proyek dan masyarakat dilaksanakan, seperti mekanisme penanganan
keluhan dan “saluran siaga” untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan.
Mekanisme-mekanisme ini terbukti efektif. Belajar dari pengalaman di
Aceh, Rekompak mengatur pencairan dana dalam tiga tahap dibandingkan
di Jawa dengan dua tahap , yang mensyaratkan pencapaian kemajuan
pembangunan fisik tertentu dipenuhi oleh semua anggota kelompok rumah
tangga sebelum dana tahap berikutnya dicairkan. Sistem penanganan
keluhan segera dibentuk di Jawa untuk mendorong akuntabilitas dan
transparansi. Karena masalah-masalah awal hampir terselesaikan,
perhitungan akhir menunjukan bahwa hanya sedikit sekali persentase dana
Rekompak Aceh disalahgunakan, dengan jumlah kurang dari satu persen
dari total dana proyek.
150
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
TANTANGAN:
Sasaran penerima manfaat yang tidak akurat. Penentuan sasaran yang
tidak akurat dan persyaratan kelayakan yang tidak jelas merupakan
alasan ketidakpuasan paling umum di antara para penerima bantuan
perumahan. Dalam beberapa kasus, pertanyaan muncul mengenai
soal kelayakan menerima bantuan. Beberapa penerima manfaat yang
terpilih adalah individu-individu yang dipekerjakan penuh waktu
di luar kawasan proyek. Beberapa memiliki hunian permanen di
daerah lain dan permintaan mereka rumah Rekompak adalah karena
alasan warisan. Supaya berhasil, pendekatan berbasis masyarakat
mensyaratkan bahwa penerima bantuan harus terlibat secara aktif
dalam rekonstruksi rumah mereka sendiri, dan berperan serta dalam
perencanaan komunitas dan pengelolaan keuangan. Jika bukan
itu yang terjadi, yang dirugikan adalah kualitas kontruksi, sehingga
pemilik rumah yang tidak berperan serta akan memberikan dampak
bagi keberhasilan proyek tersebut.
SOLUSI:
Penerapan kriteria yang ketat dan transparan sebagaimana telah
disepakati untuk menyeleksi penerima manfaat yang memenuhi
syarat. Para penerima manfaat Rekompak harus merupakan
penduduk tetap daerah sasaran dan bersedia berperan serta penuh
dalam perencanaan komunitas, pengelolaan dana dan pengawasan
pembangunan rumah mereka. Informasi mengenai kriteria kelayakan
ini perlu disebarluaskan dan diterangkan dengan jelas oleh para
fasilitator dalam sesi-sesi informasi masyarakat.
REKOMPAK
TANTANGAN:
Double dipping atau satu penerima manfaat menuntut lebih dari satu
rumah. Memutuskan siapa yang memenuhi syarat untuk menerima sebuah
rumah baru adalah salah satu aspek tersulit dari program rekonstruksi
perumahan apapun. Masalah keadilan dapat menggagalkan sebuah
program jika penerima manfaat tidak menerima keputusan sasaran dan
kelayakan. Terdapat beberapa kasus pada tahap awal yang bertolak belakang
dari kebijakan proyek karena beberapa penerima manfaat menerima lebih
dari satu rumah dari Rekompak. Dalam kasus-kasus lain, beberapa pemilik
rumah dilaporkan memperoleh pendanaan untuk pembangunan kembali
satu rumah dan untuk rehabilitasi rumah lain.
SOLUSI:
Dengan sungguh-sungguh melibatkan masyarakat dan pimpinan daerah
dalam penetapan sasaran penerima manfaat dan dalam pengumpulan
fakta untuk memfasilitasi pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan. Kasus-kasus, yang kelayakannya dipertanyakan, diperiksa dan
dikonfirmasi oleh inspeksi lapangan. Terdapat beberapa kasus seorang
individu memiliki dua atau lebih rumah yang hancur karena tsunami.
Namun, menurut aturan Rekompak, setiap rumah tangga hanya berhak
atas satu rumah dari Rekompak, tanpa memandang berapa banyak rumah
yang mungkin pernah dimiliki individu tersebut sebelum tsunami. Melalui
umpan balik dari masyarakat dan pimpinan pemerintah daerah, dugaan
kasus-kasus “rumah ganda” diidentifikasi, dianalisa, dan dikategorikan.
Lewat proses konsultasi, Unit Pengelolaan Proyek dan masyarakat
bersama-sama tiba pada beberapa opsi untuk menangani kasus-kasus
ini. Peran yang dimainkan oleh pemerintah daerah lewat camat dan
kepala desa membantu penyelesaian perselisihan.
Tantangan Solusi/Opsi
• Penerima manfaat memiliki dua • Anak laki-lakinya dijadikan penerima manfaat
rumah yang hancur karena tsunami. untuk rumah kedua yang dia terima sebagai
warisan. Ini melegitimasi klaim atas bantuan bagi
masing-masing dari kedua rumah tersebut.
TANTANGAN:
Kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja dalam rekonstruksi
berskala besar. Sebagai akibat dari sangat besarnya permintaan akan
bahan-bahan bangunan dan tenaga kerja begitu rekonstruksi dimulai
di Aceh, biaya konstruksi melonjak hampir dua kali lipat dalam tahun
pertama. Awalnya, Pemerintah menetapkan biaya rekonstruksi rumah
per unit sebesar AS$3.300 . Namun, pada saat Rekompak MDF memulai
pembangunan kembali, biaya per unit meningkat hingga lebih dari
AS$6.000. Bagi Rekompak MDF, ini berarti membangun rumah yang
lebih sedikit daripada yang direncanakan semula, mengubah target dan
bekerja untuk 130 komunitas, ketimbang 200 komunitas.
SOLUSI:
Ketentuan mengenai rumah inti ketimbang rumah penuh. Daripada
membangun lebih sedikit rumah pada komunitas yang lebih sedikit
seperti di Aceh, Rekompak JRF mengubah pendekatannya di Jawa.
Ketimbang memberikan sebuah rumah penuh, Rekompak berkomitmen
untuk membangun kembali rumah inti yang tahan gempa. Pemilik rumah
didorong untuk menyumbangkan dana mereka sendiri untuk memberikan
sentuhan akhir pada struktur bangunan dasar. Pilihan lain bagi pemilik
adalah membangun sebuah rumah yang sedikit lebih kecil daripada
rumah berstandar 36 meter persegi dan menggunakan “penghematan”-
nya untuk menyempurnakan rumah tersebut. Pilihan-pilihan lainnya
termasuk menggunakan kembali bahan-bahan dari tempat-tempat
tinggal sementara dan pemiliknya menyelesaikan sendiri sebagian besar
pekerjaan pembangunan rumah. Dengan membangun rumah inti sebagai
hunian tahan gempa yang memadai ketimbang rumah penuh, pendanaan
disesuaikan sehingga sumber daya proyek yang tersedia dapat digunakan
untuk membantu lebih banyak rumah tangga.
Para fasilitator Rekompak menguji bagian samping dan atas balok dinding rumah Foto:
untuk memastikan kekuatannya. Desa Lasikin, Aceh, 2009. Tim Rekompak
153
REKOMPAK
TANTANGAN:
Lebih sedikit perempuan dibandingkan laki-laki berperan serta dalam
kegiatan Rekompak. Menjamin partisipasi yang setara bagi perempuan
dalam rekonstruksi Rekompak tetap menjadi tantangan bagi Rekompak
MDF dan JRF. Rekompak mensyaratkan 30 persen partisipasi perempuan
pada pertemuan dan keterwakilan pada wali amanat desa dan komite
Rekompak. Sulit untuk memenuhi kuota 30 persen dan akibatnya, dibuat
kewajiban untuk melibatkan paling tidak satu perempuan pada komite
Rekompak. Bahkan ketika perempuan menghadiri pertemuan, mereka
tidak selalu berperan serta pada tingkat yang sama dengan laki-laki,
yang sebagian karena sejumlah perempuan tidak terbiasa mengeluarkan
pendapat mereka, dan bahkan ketika mereka benar-benar berbicara,
pendapat mereka tidak selalu dihargai dan tidak mengandung bobot yang
sama dengan pendapat laki-laki.
SOLUSI:
Mencari solusi khusus untuk mendorong partisipasi perempuan.
Proyek Rekompak mengadaptasi proses konsultatif mereka dengan
memisahkan forum resmi dan tidak resmi khusus untuk perempuan di
dalam lingkungan yang nyaman untuk mengeluarkan pendapat dan
masukan. Dengan perubahan ini, partisipasi perempuan dalam kegiatan-
kegiatan Rekompak dapat ditingkatkan, namun belum optimal di dalam
semua komunitas penerima manfaat. Walaupun penting untuk mengakui
kemajuan yang dicapai dan pencapaian para perempuan itu sendiri,
penting pula mengakui bahwa menjamin partisipasi yang setara bagi
perempuan menghadirkan sejumlah tantangan. Pengalokasian sumber
daya yang memadai untuk kegiatan pengarusutamaan gender, termasuk
pelatihan gender bagi fasilitator, disarankan bagi pelaksanaan proyek
Rekompak di masa depan.
154
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan
TANTANGAN:
Rumah-rumah dengan infrastruktur tidak lengkap dan kurangnya akses
terhadap layanan. Di Aceh, tidak semua rumah Rekompak dilengkapi
dengan hubungan dan akses kepada air dan listrik. Layanan ini seharusnya
disediakan oleh badan-badan lain atau pemerintah daerah. Dalam kasus-
kasus di mana akses terhadap layanan tidak tersedia, rumah-rumah
tersebut terkadang tidak dihuni hingga layanan tersebut tersedia.
SOLUSI:
Pastikan koordinasi yang erat untuk menghindari keterlambatan dalam
penyediaan fasilitas listrik dan air. Koordinasi antara mereka yang
bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dan proyek perumahan
sebaiknya bertujuan menuntaskan layanan air dan listrik pada saat
yang sama ketika rumah selesai dibangun sehingga penundaan untuk
menempati rumah dapat dihindari.
Pekerja lokal memasang batangan-batangan baja bertulang untuk kolom dan balok Foto:
sebuah rumah baru di Jawa. Para penerima bantuan diharuskan menaati standar Tim Rekompak
tahan gempa dan teknik rekonstruksi dalam membangun rumah mereka.
155
REKOMPAK
Bab 5 menguraikan tentang tema-tema lintas sektoral yang dijalinkan
ke dalam seluruh kegiatan Rekompak: pengurangan risiko bencana,
pemberdayaan masyarakat, peran serta perempuan, perlindungan
lingkungan hidup, dan penguatan kapasitas. Contoh-contoh tantangan
pelaksanaan dan bagaimana hal-hal tersebut ditangani oleh Rekompak
juga dibahas.
1
Making Women’s Voices Count. Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Overview and Resources, Bank Dunia, 2012. 2
2
Making Women’s Voices Count. Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Overview and Resources Note 1, Bank Dunia,
2012. 2
3
Making Women’s Voices Count. Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Guidance Note 5, Bank Dunia, 2012. 1
4
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Making Women’s Voices Count: Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Guidance
Note 5, Bank Dunia, 2012
5
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM–R2PN), yang didanai oleh MDF.
6
Untuk informasi tambahan mengenai pertimbangan-pertimbangan lingkungan hidup, lihat Jha, Abhas, Safer Homes, Stronger
Communities, a Handbook for Reconstructing after Natural Disasters, Bank Dunia, 2010. Bab 9 Environmental Planning.
7
Beberapa tantangan dan solusi yang disebutkan dalam bagian ini diadaptasikan dari Aceh after Tsunami: Rebuilding Houses and
Communities. 49-59.
BAGIAN TIGA
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Berbagi Pengalaman Rekompak 158
159
REKOMPAK
BAB 6
Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Berbagi Pengalaman Rekompak
REKOMPAK
tantangan, hasilnya membuat upaya-upayanya menjadi berarti. Prinsip-
prinsip atau karakteristik-karakteristik utama proyek Rekompak yang
berkontribusi pada keberhasilannya terdaftar di bawah ini.
Jalan semen desa yang baru dibangun oleh Rekompak di desa Wonoharjo di Ciamis, Foto:
Jawa Barat, sebagai bagian dari program pengurangan risiko bencana. Jalan ini Tim Rekompak
memberikan akses yang lebih mudah bagi anak-anak sekolah ini dan keluarga mereka
ke titik-titik evakuasi jika bencana terjadi di daerah tersebut.
162 Berbagi Pengalaman Rekompak
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Laman Rekompak JRF yang diakses dari sebuah komputer pribadi. Komunikasi Foto:
yang jelas, mudah diakses, dan transparan merupakan komponen kunci Christiani Tumelap
untuk Sekretariat JRF
keberhasilan Rekompak.
163
REKOMPAK
• Konstruksi Tahan Gempa yang Berkualitas
Untuk menjamin bahwa bencana masa depan akan menimbulkan korban
jiwa yang lebih sedikit, Rekompak mensyaratkan kepatuhan yang tinggi
terhadap standar konstruksi tahan gempa. Audit teknis dan kegiatan
pengawasan dan penilaian dilakukan pada semua tahap proses rekonstruksi.
Bantuan teknis dan pengawasan yang sering dilakukan oleh fasilitator, juga
pengawasan teratur oleh badan-badan mitra, membantu menjamin kualitas
yang konsisten. Pendanaan pembangunan dicairkan secara bertahap dan
jika satu atau lebih rumah tangga dalam sebuah kelompok perumahan
tidak mematuhi standar yang ditetapkan, pencairan dana tahap berikutnya
ditangguhkan untuk seluruh kelompok hingga masalah diselesaikan. Hasilnya,
anggota kelompok rumah tangga dan tetangga mendukung satu sama lain
untuk menjamin bahwa semuanya memenuhi standar yang ditetapkan.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas konstruksi
juga merupakan sebuah aspek desain utama.
REKOMPAK
“Rekompak adalah kemitraan yang sukses antara
Pemerintah Indonesia, pemerintah daerah, donor, penerima
bantuan dan masyarakat serta Bank Dunia. Setiap mitra
dalam hubungan saling percaya ini memerlukan satu
sama lain untuk berhasil dalam pembangunan kembali
masyarakat yang berkesinambungan. Tidak satu mitra
pun dapat menyelesaikan rekonstruksi sendiri. Kesatuan
pikiran menghasilkan kesatuan dalam tindakan.”
George Soraya, Ketua Tim Tugas Rekompak, Bank Dunia
Delegasi dari Uni Eropa sewaktu melakukan kunjungan lapangan ke sebuah proyek Foto:
perumahan Rekompak di Aceh. Kemitraan berdasarkan saling percaya, yang Sekretariat MDF
melibatkan Pemerintah Indonesia, donor, masyarakat, pemerintah daerah, dan Bank
Dunia, dipuji atas keberhasilan proyek-proyek Rekompak JRF dan MDF.
166
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Membagi Pengalaman Rekompak
• Fasilitator yang sangat terlatih dan cakap penting bagi keberhasilan rekonstruksi
berbasis masyarakat. Terdapat hubungan langsung antara kualitas fasilitator dan
mutu konstruksi. Investasi pada fasilitator artinya uang dibelanjakan dengan baik.
• Pengambilan keputusan yang inklusif memberikan hasil yang lebih baik dan
adil. Dampak positif dari upaya memberikan perempuan peran yang lebih kuat
dalam proses proyek jelas terlihat.
167
REKOMPAK
• Proses pengawasan partisipatoris efektif dalam memantau kemajuan
perumahan dan infrastruktur masyarakat dan meningkatkan akuntabilitas.
Masyarakat dilibatkan dan mengawasi seluruh tahap pelaksanaan proyek,
mulai dari penyediaan barang hingga catatan pembukuan, pengeluaran dan
kemajuan rekonstruksi. Laporan dipresentasikan kepada publik dan disertai
sejumlah rekomendasi yang dibuat untuk peningkatan kinerja. Hal-hal ini
dijalankan oleh penerima manfaat dan diperiksa oleh fasilitator dan komite
pengawas harus transparan.
Ketika para pemimpin kelompok perumahan dan kepala desa di desa Mesjid
Gigieng di Aceh ditanya tentang faktor apa yang berkontribusi dalam kesuksesan
Rekompak, mereka menyebutkan hal-hal berikut:
• Komunikasi yang efektif antara masyarakat dan fasilitator, yang pada akhir
proyek dianggap “keluarga”
• Prosedur pengadaan barang, pengelolaan keuangan, dan pengawasan
pembangunan yang efektif
• Tender untuk bahan bangunan di tempat. Beberapa pemasok barang turut
serta dan ini memungkinkan kelompok masyarakat memperoleh harga lebih
rendah dibandingkan jika hal tersebut tidak dilakukan
• Memaksimalkan penggunaan dana administrasi dengan meminimalkan
pembelanjaan – hanya 1,9 persen anggaran digunakan untuk biaya
administrasi seperti persiapan laporan
• Penghitungan biaya yang jelas dan transparansi keuangan. Kelompok rumah
tangga membuat laporan kepada para anggota secara teratur dan informasi
ditempelkan di pos Rekompak yang juga merupakan tempat pertemuan
• Pengawasan yang hati-hati terhadap pengadaan bahan-bahan bangunan
oleh fasilitator perumahan menjamin akuntabilitas di pihak pemimpin
kelompok rumah tangga
• Peran serta aktif perempuan dalam kegiatan-kegiatan seperti menerima dan
memeriksa bahan-bahan bangunan, mempersiapkan makanan dan minuman
untuk para pekerja, dan melakukan pekerjaan untuk menyelesaikan lantai.
KESIMPULAN
Pemerintah Indonesia diakui secara luas akan pengelolaannya yang efisien
dan efektif dalam rekonstruksi pascabencana di Aceh, Nias dan Jawa,
termasuk pemulihan perumahan dan infrastruktur masyarakat. Dari sejak
awal, dukungan rekonstruksi dipimpin dengan kuat oleh Pemerintah
Indonesia dan dikoordinasikan secara erat dengan pemerintah daerah.
Pemerintah Indonesia bekerja melalui jajaran kementerian terkait untuk
mengoordinasikan dan melaksanakan program rekonstruksi.
REKOMPAK
pengentasan kemiskinan. Adalah kehendak Pemerintah untuk memadukan
seluruh program berbasis masyarakat di bawah PNPM dengan penyatuan
perencanaan masyarakat terpadu dan proses pengambilan keputusan. Ini
akan sangat sesuai untuk membantu masyarakat berkebutuhan khusus
seperti untuk pemulihan pascabencana. Pemerintah mendirikan Fasilitas
Pendanaan Multi Donor untuk Pemulihan Bencana (Indonesia Multi-Donor
Fund Facility for Disaster Recovery atau IMDFF-DR) pada tahun 2011, sebuah
dana siaga untuk kegiatan pencegahan dan tanggap bencana. Dana tersebut
akan tersedia untuk tanggap awal yang lebih cepat ketika bencana terjadi.
1
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM–R2PN) dilaksanakan oleh
Kementerian Dalam Negeri. Selain membangun kembali infrastruktur masyarakat dan rumah, dana hibah masyarakat di bawah
proyek ini juga digunakan untuk membangun kembali sekolah dan kantor pemerintah desa.
170
DAFTAR PUSTAKA
Budiman dan Subandono Dipasaptono. 2010. Post-Tsunami and Earthquake
Community-Based Rebuilding of Settlements and Infrastructure: Experiences
of REKOMPAK JRF in the Special Region of Yogyakarta, Central Java and
West Java. Jakarta: Directorate General of Human Settlements, Ministry of
Public Works.
Hartmann, Ekart dan Heinz Unger. n.d. Picture Book The Good & The Bad
Infrastructure vol. 4 House Construction. Jakarta: World Bank.
Sekretariat JRF. 2007. Java Reconstruction Fund Progress Report. One Year
after the Java Earthquake and Tsunami: Reconstruction Achievements and
the Results of the Java Reconstruction Fund. Jakarta: JRF Secretariat.
Sekretariat JRF. 2008. Java Reconstruction Fund Progress Report. Two Years
after the Java Earthquake and Tsunami: Implementing Community Based
Reconstruction, Increasing Transparency. Jakarta: JRF Secretariat.
Sekretariat MDF. 2006. Multi Donor Fund Progress Report II. The First Year
of the Multi Donor Fund: Results, Challenges and Opportunities. Jakarta:
MDF Secretariat.
Sekretariat MDF. 2007. Multi Donor Fund Progress Report IV. Three Years
after the Tsunami: Delivering Results, Supporting Transition. Jakarta:
MDF Secretariat.
Sekretariat MDF. 2008. Multi Donor Fund Progress Report IV. Investing in
Institutions: Sustaining Reconstruction and Economic Recovery Four Years
after the Tsunami. Jakarta: MDF Secretariat.
Sekretariat MDF. 2009. Multi Donor Fund Progress Report IV. Five Years
after the Tsunami: Continuing the Commitment to Reconstruction. Jakarta:
MDF Secretariat.
Sekretariat MDF. 2010. Multi Donor Fund Progress Report. Six Years after
the Tsunami: From Recovery towards Sustainable Economic Growth. Jakarta:
MDF Secretariat.
Sekretariat MDF. 2011. Multi Donor Fund Progress Report. Partnerships for
Sustainability. Jakarta: MDF Secretariat.
Sugiarto, Ricky. 2009 Housing: Roofing the Pillars of Hope – BRR Book Series.
Jakarta: MDF – UNDP
174
Bank Dunia. 2012. East Asia and Pacific Region Social Development Notes.
2012 Making Women’s Voices Count: Integrating Gender Issues in Disaster
Risk Management Overview & Resources. Washington, DC: The World Bank.
SUMBER-SUMBER UTAMA
Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana
menyajikan sebuah tinjauan mengenai rekonstruksi berbasis masyarakat,
Rekompak MDF and JRF, yang digunakan untuk membangun kembali Aceh
dan Jawa pascabencana alam yang dahsyat. Untuk semua tahapan dalam
konstruksi dan pelaksanaan, disarankan merujuk pada sumber-sumber yang
terdapat di bawah ini. Disarankan juga untuk membaca sumber-sumber ini
sebagai bahan-bahan pendamping utama untuk Rekompak: Membangun
Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana. Bagi mereka yang masih
ingin menggali topik ini lebih dalam, rujukan tambahan dapat dilihat pada
daftar pustaka.
Ekhart, Harmann, dan Heinz Unger. n.d. Picture Book: The Good and the
Bad Infrastructure: Housing. Jakarta: Bank Dunia.
Multi Donor Fund. 2005-2012. Multi Donor Fund Progress Reports. Jakarta:
Sekretariat MDF.
GAMBAR-GAMBAR KONSTRUKSI
179
180
181
182
183
184
185