Anda di halaman 1dari 191

REKOMPAK

Membangun Kembali
Masyarakat Indonesia Pascabencana
Diterbitkan oleh:
Sekretariat Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias
dan Java Reconstruction Fund

Bank Dunia
Kantor Bursa Efek Indonesia
Menara II, Lantai 12
Jakarta 12910, Indonesia
Tel: (+6221) 5299-3000
Fax: (+6221) 5299-3111

www.multidonorfund.org
www.javareconstructionfund.org
www.worldbank.org

Oktober 2012
REKOMPAK
Membangun Kembali
Masyarakat Indonesia Pascabencana
2

SERANGKAIAN BENCANA DI INDONESIA 2004-2010


Desember 2004: Maret 2005:
• Gempa Bumi & Tsunami • Gempa Bumi
• 220.000 orang meninggal & hilang • 1.000 orang meninggal
• 585.000 orang kehilangan • 50.000 orang kehilangan
tempat tinggal tempat tinggal
• Perkiraan kerugian: AS$4,5 miliar • Perkiraan kerugian: AS$390 juta
ACEH KEPULAUAN NIAS

JAKARTA
Juli 2006:
• Tsunami
• 1.000 orang meninggal
• 50.000 kehilangan tempat tinggal
• Perkiraan kerugian: AS$ 110 juta
JAWA BARAT

Mei 2006: Oktober-November 2010:


• Gempa Bumi • Letusan Gunung Api
• 5.700 orang meninggal • 300 orang meninggal
• 40.000 orang kehilangan tempat tinggal • 350.000 orang kehilangan
• Perkiraan kerugian: AS$3,1 miliar tempat tinggal
YOGYAKARTA DAN JAWA TENGAH • Perkiraan kerugian: AS$360 juta
GUNUNG MERAPI
3
4

DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH 6
KATA PENGANTAR 8
SAMBUTAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 11

PENDAHULUAN

Pendahuluan 16

BAGIAN SATU

BAB 1
Serangkaian Bencana

Tragedi yang Sulit Dipercaya – Aceh dan Nias 29


Bencana Menghantam Jawa 36

BAB 2
Tanggap Bencana dan
Pemulihan Masyarakat

Mengoordinasikan Tanggap Bencana dan Rekonstruksi 50


Perumahan di Aceh dan Nias

Mengoordinasikan Bantuan Rekonstruksi dan 63


Membangun Kembali Perumahan di Jawa

BAGIAN DUA

BAB 3
Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Pendekatan Rekompak 74
Langkah-Langkah untuk Melaksanakan Pendekatan Rekompak 80
5

Perencanaan Permukiman Masyarakat: Inti Program Rekompak 91


Memercayakan Dana kepada Masyarakat 98
Transparansi dan Pertanggungjawaban 101

BAB 4
Membangun Rumah dan
Infrastruktur Masyarakat

Rekonstruksi Rumah Berbasis Masyarakat 106


Membangun Infrastruktur Masyarakat 123

BAB 5
Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan Pelaksanaan

Tema-tema Lintas Sektoral 130

Menghadapi Tantangan-Tantangan Pelaksanaan: 146


Beberapa Masalah dan Solusi Umum

BAGIAN TIGA

BAB 6
Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Berbagi Pengalaman Rekompak

Prinsip-Prinsip Panduan Rekompak 160


Hasil Pembelajaran Utama 166
Kesimpulan 168

SINGKATAN DAN AKRONIM 170


DAFTAR PUSTAKA 172
SUMBER-SUMBER UTAMA 175
GAMBAR-GAMBAR KONSTRUKSI 178
6

UCAPAN TERIMA KASIH


Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana
menyampaikan kisah tentang Rekompak, suatu model rekonstruksi perumahan
pascabencana berbasis masyarakat yang inovatif. Rekompak diciptakan dan
diadaptasi melalui Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF) dan Java
Reconstruction Java (JRF) antara tahun 2005 sampai 2012. Walaupun terdapat
buku-buku lain yang telah mendeskripsikan pelaksanaan dan pengalaman
proyek Rekompak MDF dan JRF dalam konteks yang berbeda, buku ini bertujuan
memberikan gambaran secara lebih gamblang tentang bagaimana Pemerintah
Indonesia dengan berani mengakui manfaat dan risiko pendekatan berbasis
masyarakat ini, menerapkan, menyelaraskan, dan menyesuaikannya sepanjang
tujuh tahun terakhir, hingga akhirnya menetapkan Rekompak sebagai dasar
program nasional untuk rekonstruksi permukiman pascabencana. Buku ini
dimaksudkan untuk menyampaikan kisah tersebut kepada kalangan yang lebih
luas, dengan harapan bahwa para pembuat kebijakan dan pihak lain yang
harus membuat keputusan tentang rekonstruksi perumahan pascabencana
akan mempertimbangkan untuk menerapkan pendekatan Rekompak yang
telah begitu berhasil membangun kembali sejumlah komunitas dan kehidupan
setelah terjadinya bencana di Indonesia.

Buku ini, dan video yang menyertainya dengan judul yang sama, dipersiapkan
oleh Sekretariat MDF dan JRF. Bank Dunia bertindak sebagai wali amanat
bagi keduanya. Shamima Khan, Manajer MDF dan JRF, memberikan arahan
umum, dukungan dan pengawasan pada keseluruhan penulisan dan
proses produksi. Anita Kendrick, Pejabat Pengawasan dan Evaluasi MDF/
JRF, mengatur pembuatan buku ini dari awal hingga akhir, mengembangkan
konsep, mengarahkan dan menyunting isinya serta mengarahkan proses
produksi. Sebagai Konsultan, Helen Vanwel bertanggung jawab terhadap
riset dan penulisan. Shaun Parker, Pejabat Operasi MDF/JRF, memberikan
kontribusi penting terhadap konsep, isi dan desain dari buku ini. Kate Redmon
menyunting bermacam draf, sementara Sharon Lumbantobing mengawasi
tata letak akhir dan proses produksi.

Anggota lainnya dalam Tim Sekretariat MDF/JRF dan para konsultan


memberikan masukan penting bagi isi, desain, tata letak dan produksi buku
ini: Safriza Sofyan, Deputi Manajer MDF, Akil Abduljalil, Dessly Sorongan, Inge
Susilo, Puni Indrayanto, Eva Muchtar, David Lawrence, Lina Lo, Nur Raihan,
Inayat Bhagawati, Puteri Natalie Watson dan Mary Ann Brocklesby, semuanya
memberikan dukungan bagi pembuatan buku dan video ini. Olga Lambey dan
7

Amenah Smith memberikan dukungan administrasi. Ola Santo dan timnya dari
Studio Rancang Imaji menyiapkan keseluruhan desain dan tata letak buku ini,
sementara Dian Estey dan timnya dari Mata Hati Productions memproduksi
video yang menyertainya. Tim kerja Bank Dunia untuk Rekompak, terutama
George Soraya dan Sri Probo Sudarmo, adalah sumber berharga dalam
menyediakan informasi mengenai proyek-proyek, selain memberikan arahan
konsep dan menyediakan bahan-bahan, baik untuk buku maupun video.

Sekretariat MDF/JRF mengucapkan terima kasih kepada Kementerian


Pekerjaan Umum atas terobosannya dalam mengembangkan model dan
pendekatan Rekompak, juga kepada tim-tim proyek yang melaksanakannya
di lapangan. Terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Aceh,
Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat atas koordinasi yang baik sekali
dalam melakukan rekonstruksi dan kesediaan mereka untuk mencoba
pendekatan Rekompak bagi pemulihan kembali masyarakat di tengah situasi
yang luar biasa sulit dan berat. Terima kasih kami haturkan pula kepada Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Rekonstruksi
dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (BRR) untuk kepemimpinan dan dukungannya
yang memungkinkan program-program MDF dan JRF dapat mendanai
Rekompak. Dan tentu saja, semua ini tidak akan mungkin terwujud tanpa
dukungan yang besar sekali dari para warga dunia dan pemerintahan yang
diwakili oleh 15 donor MDF dan tujuh donor JRF.

Akhirnya, ucapan terima kasih terpenting dipersembahkan kepada para


anggota masyarakat di Aceh, Nias, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa
Barat yang setelah berbagai kejadian tak pernah terbayangkan itu, memiliki
keberanian, kekuatan, dan ketangguhan untuk bergabung dalam kemitraan
dengan pemerintah yang menempatkan mereka pada suatu proses sebagai
pihak yang bertanggung jawab dalam merekonstruksi komunitas mereka dan
membangun kembali kehidupan mereka.
8

KATA PENGANTAR
Antara tahun 2004 dan 2010, Indonesia diterpa sejumlah bencana alam
yang dahsyat. Sebuah gempa bumi besar memicu tsunami dalam skala
tak terbayangkan yang menyapu sebagian besar kawasan pesisir padat
penduduk di Aceh dan Nias pada bulan Desember 2004. Gempa bumi besar
lain yang berpusat di dekat pulau Nias, terjadi kemudian pada bulan Maret
2005. Saat Indonesia masih berada dalam proses membangun kembali Aceh
dan Nias, tragedi terjadi lagi, kali ini di Jawa. Pada bulan Mei 2006, kota
bersejarah Yogyakarta dan sebagian provinsi Jawa Tengah dilanda gempa.
Hanya berselang dua bulan kemudian, pada bulan Juli 2006, gempa bumi
yang diikuti tsunami menghantam pesisir selatan Jawa Barat.

Berbagai bencana tersebut menyebabkan korban jiwa dan luka-luka dalam


jumlah besar dan menghancurkan ratusan ribu rumah, fasilitas infrastruktur
dan mata pencaharian. Disamping itu, lebih dari satu juta orang kehilangan
tempat tinggal. Dalam banyak kasus, korban selamat dan yang mengalami
trauma bertahan hidup hanya dengan kekuatan diri untuk memulai proses
yang lambat dalam membangun kembali kehidupan dan komunitas mereka.
Ungkapan solidaritas, simpati mendalam, dan dukungan dari seluruh dunia
saat itu tak pernah terjadi sebelumnya. Dua dana perwalian dibentuk
untuk mengoordinasikan bantuan donor bagi upaya rekonstruksi yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Multi Donor Fund untuk Aceh dan
Nias (MDF) menghimpun sekitar AS$655 juta dari 15 donor internasional
dan menyumbang hampir 10 persen dari seluruh dana rekonstruksi untuk
Aceh dan Nias. Java Reconstruction Fund (JRF) menerima sekitar AS$94 juta
dari tujuh donor untuk membangun kembali rumah, komunitas, dan mata
pencaharian di daerah terdampak bencana di Jawa. Bank Dunia bertindak
sebagai wali amanat untuk kedua lembaga tersebut atas permintaan
Pemerintah Indonesia.

Pemerintah Indonesia dan para mitra pembangunan menyepakati bahwa


pendekatan berbasis masyarakat digunakan untuk membangun kembali
rumah-rumah dan infrastruktur masyarakat, pertama di Aceh, lalu di Jawa.
Sebuah pendekatan berbasis masyarakat menempatkan tanggung jawab
dari proses pembangunan kembali, termasuk pengelolaan dana tersebut,
langsung ke tangan kelompok-kelompok rumah tangga dalam masyarakat yang
terkena bencana. Pada awalnya, sejumlah pihak sangat meragukan bahwa
pendekatan ini dapat berjalan baik. Tak pernah terjadi sebelumnya bahwa
dana sebesar itu dipercayakan kepada para penerima manfaat. Banyak pula
9

yang mempertanyakan apakah tindakan tersebut cukup bijaksana, terutama


saat masyarakat tersebut telah diluluhlantakkan oleh bencana alam. Terlebih,
Aceh ketika itu berada dalam kondisi pascakonflik akibat konflik internal
yang telah berlangsung bertahun-tahun. Menempatkan penerima manfaat
sebagai orang yang bertanggung jawab untuk membangun kembali rumah
mereka sendiri merupakan gagasan baru dan tampaknya berisiko jauh lebih
besar dibandingkan dengan pendekatan biasa yang memberikan kontrak
pekerjaan pembangunan kembali rumah pada kontraktor. Setelah diskusi
yang intensif, diputuskan bahwa manfaat yang didapat dari pelaksanaan
pendekatan berbasis masyarakat berupa rasa memiliki penerima manfaat
dan transparansi, menyebabkan risiko tersebut perlu diambil. Komite
Pengarah MDF menyetujui pembiayaan Proyek Rekonstruksi dan Rehabilitasi
Permukiman Masyarakat di Aceh dan Nias, yang dikenal sebagai Rekompak,
pada bulan Mei 2005.

Risiko tersebut tidak hanya menunjukkan hasil di Aceh, tetapi juga


menghasilkan sebuah program yang sukses yang telah diadaptasi dan ditiru
pada sejumlah konteks pascabencana di Indonesia. Melibatkan anggota
masyarakat dalam proses rekonstruksi rumah dan infrastruktur masyarakat
terbukti sebagai cara yang efisien dan hemat biaya dalam melakukan
rekonstruksi, dengan tingkat kepuasaan penerima manfaat yang tinggi dalam
hal produk dan prosesnya. Mungkin yang lebih penting lagi adalah bahwa
pendekatan ini membantu proses penyembuhan dan memberdayakan
masyarakat yang terkena bencana untuk memikul tanggung jawab bagi
pemulihan diri mereka sendiri.

Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana


menyajikan elemen-elemen utama dari pendekatan ini. Buku ini menyampaikan
pengalaman dan hasil pembelajaran dalam melaksanakan dan meningkatkan
upaya rekonstruksi perumahan Rekompak di Aceh dan Jawa. Hasil luar biasa
telah dicapai, meskipun kadangkala dihadapkan pada kondisi yang menantang.
Hasil tersebut tercapai karena Pemerintah Indonesia, Bank Dunia, para donor,
pemerintah provinsi dan daerah, para pemangku kepentingan lainnya, dan
masyarakat bekerja dalam kemitraan berdasarkan pada kepercayaan. Buku
ini merayakan pencapaian Rekompak dan memberi penghargaan pada upaya-
upaya terkoordinasi oleh seluruh pemangku kepentingan, juga pada kekuatan
dan keberanian para korban yang selamat untuk bekerja sama demi tujuan
bersama membangun rumah dan masyarakat mereka.
10

Buku ini bertujuan agar pendekatan Rekompak dapat diakses sebagai bahan
pertimbangan dan diadaptasikan ke dalam konteks-konteks lain. Mengapa?
Karena model Rekompak berhasil. Model ini memberdayakan para individu,
hemat biaya, dapat beradaptasi, memberikan hasil bermutu, dan membawa
terciptanya tingkat kepuasan yang tinggi dan rasa memiliki masyarakat.
Halaman-halaman selanjutnya menguraikan perubahan bertahap dari
komunitas yang hancur, porakporanda dan mengalami trauma akibat
pengalaman bencana, menjadi masyarakat yang hidup kembali, bersemangat
dan bergairah. Kami berharap pengalaman Rekompak seperti yang
terdokumentasikan di sini bermanfaat bagi para pemerintah, donor, LSM
dan pihak lain yang ingin membantu komunitas yang mengalami kehancuran
untuk membangun kembali dan memulihkan diri selepas bencana alam, di
Indonesia dan di manapun juga.

Sukses Rekompak yang luar biasa didasarkan pada kemitraan antara


Pemerintah Indonesia, khususnya BRR, Bappenas dan Kementerian Pekerjaan
Umum, pemerintah-pemerintah daerah, donor internasional, dan Bank
Dunia, serta masyarakat yang terkena dampak bencana. Kami berterima
kasih kepada semua pihak atas dukungan kuat, rasa saling percaya, kerja
keras, fleksibilitas, dan kegigihan mereka dalam membantu membangun
masyarakat yang lebih tangguh.

Armida Alisjahbana Stefan Koeberle Julian Wilson


Menteri Negara Kepala Perwakilan Ketua Delegasi
Perencanaan Pembangunan Bank Dunia Uni Eropa
Nasional/Kepala Bappenas
11

SAMBUTAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

Menyusul serangkaian bencana alam berdampak menghancurkan, yang awalnya


melanda masyarakat di Aceh dan Nias dan kemudian di Yogyakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Barat, Pemerintah Indonesia bertekad untuk melaksanakan
rekonstruksi permukiman yang cepat di daerah-daerah terkena bencana.
Prakarsa-prakarsa dalam negeri dengan pendanaan donor memusatkan
perhatian pada program-program rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan,
infrastruktur dan fasilitas umum, dan pemulihan ekonomi yang luas.

Pemerintah Indonesia mendukung pendekatan berbasis masyarakat Rekompak


untuk membangun kembali perumahan dan infrastruktur masyarakat di Aceh,
Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Rekompak telah mampu menciptakan
suatu landasan agar para individu, masyarakat dan lembaga terdampak
bencana bekerja sama dalam keselarasan dan kesatuan untuk membangun
kembali permukiman mereka.

Ciri khas pendekatan Rekompak adalah bahwa Pemerintah Indonesia


dan para donor berkontribusi terhadap keseluruhan proses rekonstruksi,
masyarakat sendirilah yang bertanggung jawab melaksanakan rehabilitasi dan
rekonstruksi. Pendekatan Rekompak memperkuat kemampuan masyarakat
untuk membangun kembali perumahan dan infrastruktur mereka sendiri dan
meningkatkan kapasitas para pejabat pemerintah pada tingkat provinsi dan
kabupaten dalam mengawasi proses rekonstruksi. Rekompak juga memikirkan
hal lain di luar urusan rehabilitasi dan rekonstruksi dengan menyertakan upaya
meningkatkan ketahanan masyarakat untuk menghadapi bencana alam di
masa depan.

Rekompak telah terbukti sebagai model tanggap bencana dan rekonstruksi di


Indonesia yang berhasil dan dapat ditiru secara luas yang tentunya dapat pula
diterapkan di negara-negara lain. Tidak hanya rumah, masyarakat dan mata
pencaharian yang dibangun kembali setelah berbagai bencana alam tersebut,
namun juga harapan dan impian masyarakat, serta pemulihan kembali
kapasitas mereka untuk menggapai semua itu. Kami bangga telah menjadi
mitra bagi komunitas tersebut dalam pencapaian mereka yang luar biasa.

Budi Yuwono P.
Direktur Jenderal Cipta Karya
Kementerian Pekerjaan Umum
12

SEBELUM DAN SESUDAH

Lambung, Banda Aceh, setelah tsunami

Lambung, Banda Aceh, tiga tahun kemudian


13

Desa Lambung, di Banda Aceh, diluluhlantakkan oleh tsunami. Tiga tahun kemudian, Foto-foto:
korban selamat telah membangun kembali rumah mereka dan infrastruktur terkait Tim Rekompak
dengan bantuan proyek Rekompak.
14
BAB 1: Serangkaian Bencana

Peta Risiko Bencana di Indonesia

Tingkat Risiko Bencana


Rendah Sedang Tinggi
15

REKOMPAK
Pendahuluan

Peta ini mengilustrasikan kerentanan


Indonesia terhadap bencana. Sementara
program-program rekonstruksi menangani
dampak bencana, investasi untuk
mitigasi risiko dan kesiapsiagaan
bencana membantu mengurangi dampak
bencana dan menyelamatkan jiwa bila
bencana terjadi.
16
Pendahuluan

PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia.
Negeri ini berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik dan memiliki tingkat
keterpaparan yang tinggi terhadap aktifitas seismik. Indonesia merupakan
negara tertinggi dalam data statistik terkait gunung berapi. Sepanjang
sejarahnya, negeri ini mempunyai jumlah gunung berapi aktif terbanyak
(76) dan mengalami letusan dengan angka kematian tertinggi yang tercatat
dalam sejarah.1 Disamping itu, Indonesia kerap mengalami gempa bumi dan
tsunami, tanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan.

Serangkaian bencana alam semacam itu melanda Indonesia dalam sepuluh


tahun terakhir: tsunami Samudera Hindia melanda provinsi Aceh dan pulau
Nias pada tahun 2004, dan gempa bumi lainnya terjadi lagi di kawasan
tersebut pada awal tahun 2005; gempa bumi dan tsunami menghancurkan
sejumlah tempat di Jawa pada bulan Mei dan Juli 2006; dan pada tahun 2010,
letusan vulkanik Gunung Merapi berdampak pada banyak komunitas di Jawa.

Tsunami Aceh dan Nias, 2004. Foto:


Di pagi hari pada tanggal 26 Desember 2004, gelombang tsunami yang dahsyat Kantor Berita Antara
menghantam Aceh dan Nias. Gelombang raksasa itu bergemuruh memasuki
perkotaan dan pedesaan, membawa jutaan ton air laut dan menghancurkan apa saja
yang dilewatinya.
17

REKOMPAK
Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana
dimaksudkan untuk mendokumentasikan dan berbagi pengalaman dari
serangkaian proyek yang didukung oleh dua dana perwalian yang didirikan
untuk menanggapi bencana-bencana tersebut: Multi Donor Fund untuk
Aceh dan Nias (MDF) dan Java Reconstruction Fund (JRF). Atas permintaan
Pemerintah Indonesia, dana perwalian tersebut dikelola oleh Bank Dunia.

Rekompak adalah nama dari suatu pendekatan berbasis masyarakat untuk


rekonstruksi berskala besar rumah dan infratruktur masyarakat yang
digagas di Indonesia oleh MDF dan JRF. Dalam Bahasa Indonesia, Rekompak
mengandung arti “berkumpul kembali”—untuk meningkatkan kekompakan
dan menjadi kuat kembali. Rekompak mewujudkan semangat pendekatan
berbasis masyarakat dan menangkap intisari dari proyek, yaitu yang berfokus
pada upaya membangun kembali kehidupan sembari juga membangun
kembali masyarakat.

Rekompak bertujuan memberdayakan masyarakat agar menjadi pihak yang


memimpin pelaksanaan rekonstruksi mereka sendiri dan terlibat secara
efektif dengan para pemangku kepentingan lainnya, terutama dengan
pemerintah daerah. Pendekatan pembangunan berbasis masyarakat atau
yang digerakkan oleh masyarakat memberikan kendali kepada kelompok
masyarakat dan pemerintah daerah dalam hal keputusan perencanaan
dan investasi sumber dana. Walaupun pemerintah daerah adalah mitra
yang penting dalam pendekatan berbasis masyarakat, adalah perlu untuk
menggarisbawahi bahwa pendekatan ini pada dasarnya merupakan sebuah
mekanisme di mana masyarakat diberi kepercayaan terkait dana dan
wewenang, dan difasilitasi serta diberdayakan untuk berinteraksi dengan
para pemangku kepentingan setempat lainnya.

Proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF menghimpun kekuatan bersama dari


para pemangku kepentingan: pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan
dan arahan; para donor menyediakan dana; pemerintah lokal melakukan
pengawasan dan fasilitator, yang terpenting, adalah modal sosial yang
masih ada pada masyarakat terkena dampak bencana dimanfaatkan untuk
mengelola sumber dana rekonstruksi.

Walaupun terdapat puluhan organisasi bergiat dalam rekonstruksi


perumahan, buku ini memberikan perhatian secara khusus pada kisah
proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF.2 Buku ini membahas kegiatan-
kegiatan Rekompak dalam hal perumahan dan infrastruktur masyarakat
di Aceh dan Jawa, dengan menempatkannya dalam konteks keseluruhan
program pemulihan dan rekonstruksi melalui pendanaan MDF dan JRF.

MDF didirikan pada bulan April 2005 untuk mendukung pelaksanaan


usaha rehabilitasi dan rekonstruksi pemerintah menyusul gempa bumi
18
Pendahuluan

dan tsunami yang menghantam Aceh dan Nias pada bulan Desember 2004
dan gempa bumi lainnya yang melanda wilayah tersebut pada bulan Maret
2005. MDF menghimpun AS$655 juta dalam bentuk dana hibah dari 15
donor (lihat Bab 2) dan mendukung 23 proyek pemulihan dengan bantuan
lembaga-lembaga pelaksana.

Rekompak di Aceh adalah satu dari 23 proyek sebagaimana halnya Program


Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias
(PNPM–R2PN) yang menyediakan perumahan dan infrastruktur masyarakat
di Nias melalui pendekatan berbasis masyarakat. Program MDF, baik Aceh
maupun Nias, sangat luas cakupannya dan menyeluruh sifatnya; termasuk di
antaranya adalah proyek-proyek yang memfokuskan diri pada rekonstruksi
dan rehabilitasi perumahan dan infrastruktur masyarakat, pemulihan
infrastruktur besar dan transportasi, penguatan kapasitas pemerintahan,
pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi.3 Rekompak adalah salah
satu proyek yang pertama yang bertujuan membangun kembali perumahan
yang merupakan prioritas awal dan mendesak bagi para penerima manfaat
dan pemerintah pascabencana.

Untuk menanggapi gempa bumi di Jawa pada bulan Mei 2006 dan tsunami
dua bulan kemudian, Java Reconstruction Fund (JRF) segera didirikan.
Program ini mengadaptasi dan memperbaiki rancangan perintis dan struktur
administrasi Rekompak yang telah diperkenalkan di Aceh. JRF mendanai tiga
proyek di bidang perumahan dan infrastruktur masyarakat, dan dua proyek
yang menangani pemulihan mata pencaharian. Bantuan awal dipusatkan pada
pemenuhan kebutuhan perumahan yang mendesak dengan menyediakan
rumah sementara, yang diikuti dengan perumahan permanen. Karena
banyak industri berbasis rumah tangga hancur bersama rumah-rumah
penduduk, kegiatan awal membangun rumah juga mendukung pemulihan
mata pencaharian. Bantuan lebih lanjut langsung menangani pemulihan
ekonomi, termasuk memfokuskan diri pada pemulihan usaha-usaha mikro,
kecil, dan menengah.

Proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF berdasar pada dua proyek


pembangunan masyarakat yang pernah dijalankan di Indonesia. Pada tahun
1998, menyusul krisis keuangan Asia, Program Pengembangan Kecamatan
(PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) didirikan
dan dipimpin oleh Pemerintah Indonesia dengan dana dari pemerintah dan
Bank Dunia.4 Proyek-proyek itu menerapkan pendekatan berbasis masyarakat
untuk pembangunan daerah. Pemerintah Indonesia menyediakan dana hibah
bagi masyarakat yang berpartisipasi dan hibah tersebut seringkali dilengkapi
dengan dana pemerintah daerah. Hal ini memberi masyarakat kewenangan
untuk pengambilan keputusan dan kesempatan untuk mengelola keuangan,
bekerja bersama pemerintah, mengawasi perkembangan dan memastikan
transparansi dan akuntabilitas.
19

REKOMPAK
Struktur, jaringan, aliran pendanaan hibah dan fasilitator terampil yang dilatih
dan dikembangkan program PPK dan P2KP menjadi dasar desain proyek
Rekompak. Rekompak dibangun atas mekanisme dan keahlian yang sudah
ada dan ditingkatkan skalanya dengan berlipat ganda untuk memenuhi
kebutuhan rekonstruksi di Aceh pascatsunami. Meskipun bertumpu pada
struktur yang ada dan para fasilitator yang membuat peralihan relatif mudah,
pendekatan Rekompak juga dapat diterapkan tanpa harus melalui proses
seperti itu.

Indonesia, tentu saja, bukanlah satu-satunya negara yang telah menggunakan


pendekatan berbasis masyarakat untuk rekonstruksi pascabencana.
Pendekatan ini telah sukses digunakan untuk membangun sekitar 200.000
rumah di Gujarat, India, menyusul gempa bumi tahun 2002 dan di Nikaragua
pada tahun 1998 setelah serangan Badai Topan Mitch.5 Badan PBB UN-
HABITAT telah lama mempromosikan apa yang disebut “Proses Perumahan
Masyarakat” dan telah menerapkan pendekatan berbasis masyarakat
ini untuk membangun kembali rumah di banyak negara, termasuk di
Indonesia pascatsunami. “Proses Perumahan Masyarakat” menyadari

Sistem drainase baru sedang dibangun untuk mencegah banjir di Wonokromo, Foto:
Bantul, di Daerah Istimewa Yogyakarta. Proyek-proyek semacam ini diidentifikasi Tim Rekompak
melalui proses perencanaan komunitas di bawah Rekompak.
20
Pendahuluan

perlunya melibatkan masyarakat secara aktif setelah terjadinya bencana


dan “membangun kembali modal sosial, tidak hanya infrastruktur daerah
dan aset fisik masyarakat. ‘Proses Masyarakat’ didasarkan pada keterlibatan
penerima manfaat sebagai peserta aktif. Adalah masyarakat sendiri yang
membangun fondasi bagi masa depan mereka sendiri.”6 Masing-masing
pengalaman telah membuktikan dan menegaskan pentingnya pendekatan
ini dalam rekonstruksi pascabencana.

Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana dan


video dokumenter yang menyertainya, sesuai isi buku ini, menyajikan sebuah
sinopsis tentang bagaimana penggunaan pendekatan berbasis masyarakat
untuk membangun rumah dan masyarakat dan dalam prosesnya, membuat
para penerima bantuan menjadi lebih tangguh dan lebih siap menghadapi
bencana mendatang. Berbagai pelajaran dan pendekatan yang didapat dari
pengalaman MDF dan JRF dari Rekompak terkait rekonstruksi perumahan,

Proyek-proyek Rekompak di Aceh dan Jawa memperbaiki tempat tinggal, yang Foto:
merupakan prioritas awal dan mendesak pascabencana, baik bagi para penerima Purnomo untuk
Tim Rekompak
manfaat maupun pemerintah. Gambar ini menunjukkan fondasi sedang dibangun
pada sebuah rumah Rekompak JRF di Pucanganom, Jawa Tengah.
21

REKOMPAK
infrastruktur masyarakat dan pengurangan risiko bencana saat ini, sedang
diarusutamakan dalam program-program pemerintah di seluruh Indonesia.
Pembelajaran tersebut juga dipandang sebagai model praktik yang baik bagi
program-program pascabencana dalam konteks lain di seluruh dunia.

Buku ini menguraikan bagaimana proyek Rekompak dilahirkan dalam kondisi


kehancuran yang tak terbayangkan dan bagaimana proyek ini berkembang
menjadi sebuah kemitraan antara Pemerintah Indonesia, para donor,
Bank Dunia, dan yang terpenting, masyarakat yang terkena bencana. Buku
ini menceritakan bagaimana pendekatan Rekompak dapat berhasil dan
membahas hasil pembelajaran penting selama ini. Diharapkan, para pejabat
pemerintah dan pengambil keputusan, donor, dan praktisi pascabencana
akan menemukan manfaat dari pelajaran dan pengalaman yang disampaikan
dalam halaman-halaman buku ini untuk digunakan dalam mengadaptasi
pendekatan berbasis masyarakat Rekompak ke dalam situasi pascabencana
lain dan/atau pascakonflik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Pengaturan Buku

Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana


dibagi dalam tiga bagian.

Bagian Satu
Di Bagian Satu, Bab 1 dan 2 menyajikan informasi latar belakang mengenai
bencana alam tragis yang terjadi di Aceh dan Jawa antara bulan Desember
2004 dan November 2010. Bab-bab ini menggambarkan besarnya tanggapan
dari masyarakat internasional, membahas konteks rekonstruksi, dan
mendiskusikan bagaimana pengkoordinasikan tanggapan.

Rekompak membantu masyarakat untuk membangun infrastruktur berskala kecil, Foto-foto:


dengan penekanan pada pengurangan risiko bencana mendatang, serta membangun Purnomo untuk
Tim Rekompak
kembali rumah. Gambar ini menunjukkan dinding-dinding penahan yang dibangun
di Jiwowetan, Jawa Tengah. Penahan dinding menstabilkan tanah miring di belakang
bangunan untuk mengurangi risiko tanah longsor akibat gempa bumi atau hujan lebat.
22
Pendahuluan

Bab 1 memaparkan dampak bencana pada masyarakat sekitar. Bab ini


membahas kehancuran yang ditinggalkan oleh berbagai peristiwa tersebut
dan menggambarkan besarnya kerusakan, termasuk harta pribadi para
korban yang selamat.

Bab 2 menjelaskan bagaimana pendekatan Rekompak pada pemulihan


masyarakat berkembang, dari awalnya untuk menanggapi kebutuhan luar
biasa dalam pembangunan kembali masyarakat di Aceh dan kemudian
untuk memenuhi kebutuhan rekonstruksi perumahan di Jawa menyusul
gempa bumi pada tahun 2006 dan bencana-bencana berikutnya. Bab ini
menguraikan bagaimana pengkoordinasian bantuan, juga membahas
pembentukan serta capaian MDF dan JRF.

Bagian Dua
Bagian Dua menerangkan cara kerja Rekompak. Tiga bab dalam bagian
ini menyajikan beberapa rincian proses perencanaan masyarakat yang
mendahului pembangunan rumah dan infrastruktur masyarakat, juga
informasi mengenai proses membangun rumah yang sesungguhnya.
Bermacam isu lintas sektoral dan tantangan pelaksanaan, serta pemecahan
masalah juga disajikan.

Bab 3 membahas bagaimana pelaksanaan pendekatan berbasis


masyarakat, termasuk identifikasi masyarakat penerima manfaat, proses
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) dan pengelolaan dana. Bab ini
mengambil pengalaman baik dari Aceh maupun Jawa dan menerangkan
bagaimana Rekompak, ketika dilaksanakan di Jawa, mengambil manfaat
dari pengalaman dan hasil pembelajaran di Aceh.

Bab 4 menggambarkan bagaimana penerima manfaat membangun


kembali rumah mereka dan infrastruktur masyarakat. Bab ini membahas
bagaimana kualitas teknis dijamin, dan membahas tentang efektivitas
biaya dari pengadaan barang lokal dan bagaimana hal itu mendorong
ekonomi daerah. Bab ini juga mengulas bagaimana Rekompak membantu
pemilik rumah dan masyarakat supaya lebih siap menghadapi bencana
mendatang.

Bab 5 menyajikan berbagai tema pokok lintas sektoral yang diarusutamakan


dan diintegrasikan ke dalam seluruh kegiatan proyek Rekompak.
Tema-tema tersebut adalah: pengurangan risiko bencana; partisipasi
perempuan; pemberdayaan masyarakat dan individu; pertimbangan
lingkungan; dan penguatan kapasitas. Tantangan-tantangan pelaksanaan
yang dihadapi oleh proyek-proyek Rekompak, dan membahas bagaimana
cara penanganannya.
23

REKOMPAK
Bagian Tiga
Bab 6 menghantarkan ke sebuah kesimpulan mengenai kisah pengalaman
Rekompak di Indonesia. Bab ini meringkas prinsip-prinsip panduan proyek
dan hasil pembelajaran utama. Bab ini menarik kesimpulan dengan
merenungkan warisan Rekompak, elemen-elemen kunci yang membuat
model ini sukses dan merefleksikan kemungkinan pengadaptasian
pendekatan Rekompak dalam bencana-bencana mendatang.

Jalan-jalan beton seperti pada gambar ini di daerah Jawa yang dibangun oleh Foto:
Rekompak meningkatkan mobilitas warga desa dan meningkatkan kualitas kehidupan Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
dengan memberikan akses yang lebih mudah ke pasar, sekolah, sawah, rumah teman
dan kerabat. Jalan tersebut juga memberikan jalur penyelamatan yang lebih cepat
sewaktu terjadi bencana.

1
USGS: http://vulcan.wr.usgs.gov/Volcanoes/Indonesia/description_indonesia_volcanics.html
2
Puluhan lembaga internasional dan nasional, donor dan LSM terlibat aktif dalam rekonstruksi perumahan di Aceh dan Jawa, dan
banyak di antara mereka juga menggunakan pendekatan berbasis masyarakat. Sebanyak 900 LSM dilaporkan bekerja di Aceh
untuk mengulurkan bantuan pascatsunami, selain dukungan resmi dari berbagai pemerintah asing dan organisasi multilateral.
Pemerintah Indonesia secara mengagumkan menangani tugas besar ini untuk mengoordinasikan bantuan yang ditawarkan kepada
Indonesia. Lihat Agusta, Margaret, Ed. 2009. Housing. Banda Aceh: The Agency for Rehabilitation and Reconstruction (BRR).p.3
3
Lihat Laporan Akhir Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias 2012 dan Laporan Akhir JRF 2012 untuk gambaran lengkap proyek-
proyek ini.
4
Proyek-proyek ini kemudian dinamakan PNPM Perdesaan dan Perkotaan
5
Pendekatan rekonstruksi berbasis pemilik, yang memiliki banyak persamaan dengan pendekatan berbasis masyarakat, berhasil
dilaksanakan untuk menanggapi gempa bumi di Pakistan bagian utara pada tahun 2005.
6
Dercon, Bruno, ed. Anchoring Homes: UN-HABITAT’s People’s Process in Aceh and Nias after the Tsunami, Nairobi: UN-HABITAT,
2007.9.
BAGIAN SATU
BAB 1: Serangkaian Bencana
26
27

REKOMPAK
BAB 1
Serangkaian Bencana

Tsunami Aceh dan Nias, 2004

Desa di Aceh Barat ini, seperti


banyak permukiman lainnya di Aceh,
diluluhlantakkan oleh gelombang
raksasa. Satu-satunya bangunan
yang tetap berdiri setelah tsunami
menyapu desa adalah masjid ini,
yang terletak sekitar 500 meter
dari pantai.

Foto: Kantor Berita Antara


28
BAB 1: Serangkaian Bencana

Kisah tentang kesuksesan luar biasa dari Rekompak sebagai proyek


perumahan dan infrastruktur masyarakat berbasis komunitas
di Aceh dan Jawa tak dapat disampaikan tanpa terlebih dahulu
menggambarkan betapa besarnya kerugian yang dialami sehingga
memicu kebutuhan akan proyek tersebut. Gempa bumi dan tsunami
Samudera Hindia di Aceh pada tahun 2004, serta sejumlah gempa
bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi yang menghancurkan
beberapa daerah di Jawa pada tahun 2006 dan 2010, telah
mencabik-cabik kehidupan masyarakat yang selamat dari bencana.
Bab ini membahas kehancuran yang ditinggalkan oleh bencana
tersebut dan menyajikan kisah-kisah pribadi korban selamat untuk
menggambarkan besarnya kerusakan. Bab ini diakhiri dengan
pembahasan singkat tentang bantuan yang dikucurkan dari seluruh
dunia untuk membantu Indonesia menangani bencana-bencana ini.

Tsunami Aceh dan Nias, 2004. Foto:


Puing-puing yang menggunung harus disingkirkan di Aceh dan Nias supaya akses jalan Kantor Berita Antara
menuju permukiman dapat dijangkau dan pembangunan kembali dapat dimulai.
Peralatan apapun yang ada digunakan dalam kerja keras ini, termasuk peralatan
berat dan bahkan gajah-gajah yang dikerahkan oleh Kementerian Kehutanan.
29

REKOMPAK
TRAGEDI YANG SULIT DIPERCAYA – ACEH DAN NIAS

Pada pagi 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,1
pada Skala Richter menghantam Indonesia. Pusat gempa ini, tercatat sebagai
ketiga terbesar dalam sejarah1, terletak di Samudera Hindia dalam radius 150
kilometer dari provinsi Aceh, yang berada di ujung utara pulau Sumatera.
Hanya sedikit penduduk Indonesia atau bahkan sedikit warga dunia yang
akan melupakan hari itu; banyak orang dapat mengingat dengan tepat di
mana mereka berada saat mendengar berita tentang peristiwa bencana yang
terjadi pagi itu.

“Saya adalah satu-satunya yang selamat. Sekarang saya


akan memberikan seluruh waktu saya kepada masyarakat
agar keluarga saya yang meninggal merasa bangga.”
Korban tsunami yang selamat, Banda Aceh

Gempa Bumi dan Tsunami


Hari itu dimulai seperti hari lainnya. Para nelayan sudah melaut. Keluarga-
keluarga telah bangun dari tidur, sarapan pagi dan memulai rencana
kegiatan hari Minggu mereka. Beberapa saat sebelum pukul 8 pagi, gempa
bumi dahsyat menghantam Aceh dan pulau Nias di provinsi Sumatera
Utara. Namun, sesuatu yang lebih buruk akan datang. Sebelum siapapun
dapat mulai melakukan pencarian terhadap orang-orang yang dikasihi atau
menaksir kerugian akibat gempa bumi itu, tsunami raksasa yang membawa
miliaran ton air samudera bergemuruh memasuki daratan, menyapu apa saja
yang dilaluinya. Tsunami ini adalah yang terbesar yang pernah terjadi di dunia
selama lebih dari 40 tahun terakhir.2 Dalam hitungan menit, permukiman
penduduk di sepanjang pesisir Aceh dan Nias telah rata dengan tanah. Orang,
rumah, perahu, mobil, dan bangunan digulung tsunami yang menelan apa saja
yang dilaluinya. Tak ada lagi yang terlalu besar bagi kekuatan maha dahsyat
ini. Sebuah kapal besar pembangkit listrik tenaga diesel, yang semula berada
di lepas pantai dekat Aceh dan berbobot 2.600 ton, dihanyutkan sejauh lebih
dari tiga kilometer ke daratan, menghancurkan rumah-rumah dan struktur
bangunan lainnya di sepanjang perjalanannya hingga PLTD apung itu berhenti
di atas bangunan-bangunan yang roboh. Tsunami Samudera Hindia ini begitu
dahsyatnya sehingga meskipun Aceh menanggung beban terparah karena
kekuatan yang menghancurkan itu, tsunami ini juga menyebabkan kematian
dan kerusakan di seantero Asia Selatan, termasuk Thailand, Bangladesh,
Srilanka, India, dan bahkan hingga ke tempat sejauh Afrika Timur. Ratusan
ribu orang meninggal.
30
BAB 1: Serangkaian Bencana

Ketika air akhirnya surut, para korban selamat dihadapkan pada kengerian
dan besarnya skala tragedi tersebut sementara mereka berusaha memahami
kenyataan dahsyat yang terbentang di hadapan mereka. Mayat-mayat tergeletak
di mana-mana. Desa-desa, yang beberapa menit sebelumnya dihuni masyarakat
yang hidup sejahtera, berubah menjadi puing-puing. Banyak jalan, jembatan,
sistem komunikasi, sekolah, rumah sakit, dan klinik musnah atau rusak parah.
Garis pantai sepanjang 800 kilometer ditelan oleh laut dan sebagian besar
pelabuhan roboh. Tidak ada aliran listrik atau air minum yang bersih dan hanya
sedikit orang yang memiliki akses ke makanan dan tempat tinggal layak di hari-
hari pertama setelah tsunami. Kapal-kapal nelayan hancur berkeping-keping, dan
banyak lahan pertanian dan tambak ikan di Aceh lenyap atau tak dapat digunakan
lagi. Para nelayan, petani dan yang lainnya kehilangan mata pencaharian mereka
dan banyak usaha bisnis hancur atau tak dapat lagi beroperasi.

Pukulan paling mengerikan dari semuanya adalah bahwa di Aceh dan Nias
saja, sekitar 220.000 orang kehilangan nyawa atau hilang dan 635.000 lainnya
kehilangan tempat tinggal. Di antara korban luka, sebagian menjadi cacat seumur
hidup. Sulit untuk mengetahui dari mana upaya membangun kembali kehidupan
dan permukiman harus dimulai. Hampir tidak ada seorangpun di Aceh yang
tak tersentuh oleh bencana itu. Banyak dari mereka yang selamat kehilangan
anggota keluarga, harta benda, dan sarana untuk mencari nafkah. Dengan
lenyapnya sejumlah komunitas dan korban selamat tersebar di berbagai tempat
penampungan, bersama sanak saudara dan sahabat atau di barak pengungsian,
dan struktur sosial di Aceh yang telah rapuh sungguh-sungguh hancur. Presiden
Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan gempa bumi dan tsunami
tersebut sebagai bencana nasional dan bendera Indonesia dikibarkan setengah
tiang selama tiga hari. Trauma yang dirasakan oleh korban selamat sangat jelas;
seluruh negeri berduka dan dunia berduka bersamanya.

“Kami ketakutan. Laut menjadi sangat aneh, airnya menyurut


hingga 200 meter jauhnya.Tiba-tiba kami melihat ikan ternyata
tertinggal di pantai, dan sebagian orang senang karena merasa
beruntung menemukan ikan-ikan itu. Mereka berusaha untuk
mengumpulkan ikan-ikan itu, namun kemudian kami melihat
ombak yang sangat besar datang mendekat, dan orang-orang
berusaha lari dan menyelamatkan diri. Akan tetapi banyak
orang tewas karena tidak cukup cepat berlari. Itu merupakan
kejadian yang buruk, khususnya bagi anak-anak. Semua
anak-anak di kampung ini meninggal. Sekitar separuh dari
300 warga desa kami kehilangan nyawa mereka.”
Dua korban tsunami yang selamat dari desa Alue Naga, Aceh 3
31

REKOMPAK
Pemerintah Indonesia membentuk tim penilai kerugian dan kerusakan yang
mulai bekerja seminggu setelah tsunami dan merampungkan penilaian
awal dua minggu kemudian. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), yang mewakili Pemerintah, memimpin tim tersebut, yang terdiri
dari sejumlah lembaga bilateral dan multilateral, termasuk Bank Dunia dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga LSM nasional dan internasional, yang
secara sukarela mengerahkan keahlian mereka pada upaya ini. Hasil laporan
tersebut4 menyatakan bahwa tsunami 2004 adalah bencana alam terburuk
dalam sejarah Indonesia dan memperkirakan bahwa kerugian dan kerusakan
awal berkisar AS$4,5 miliar5 (angka ini kemudian direvisi menjadi AS$6,2
miliar dolar). Laporan itu juga mengeluarkan sejumlah rekomendasi untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi yang dibutuhkan.

Kehancuran besar-besaran di Aceh sangat berdampak pada pemerintah


provinsi dan lokal di Aceh yang sudah lemah karena konflik bertahun-tahun.
Tsunami menghancurkan 21 persen bangunan publik dan 19 persen peralatan
di gedung-gedung ini. Sekitar sembilan persen pegawai negeri meninggal
dunia dan paling tidak 21 persen pegawai negeri yang selamat terdampak

Dalam beberapa minggu setelah bencana di Aceh dan Jawa, penilaian awal atas
kerusakan dan kerugian diselesaikan, dengan bantuan dari komunitas donor
internasional. Pemerintah Indonesia menggunakan penilaian tersebut sebagai dasar
untuk meminta bantuan keuangan dan mengembangkan rencana rekonstruksi.
32
BAB 1: Serangkaian Bencana

parah sehingga mempengaruhi kemampuan mereka untuk menjalankan


tugas sebagai pegawai pemerintah daerah. Dua puluh tujuh persen dokumen
publik hancur. Nilai penggantian dari kerugian ini diperkirakan lebih dari
AS$81 juta.6

Sebelum terjadinya tsunami, pemerintahan di Aceh telah menghadapi


sejumlah tantangan, termasuk kurangnya kapasitas lembaga lokal dan
pelayanan umum yang tidak efisien, seperti dalam bidang kesehatan
dan pendidikan, utamanya di daerah pedesaan. Singkatnya, tsunami
memperparah tantangan-tantangan ini, sementara pemerintah provinsi dan
lokal tidak berada dalam posisi untuk menangani upaya pemulihan besar-
besaran yang akan diperlukan. Pemerintah pusat segera turun tangan untuk
memimpin proses rekonstruksi.

Tsunami Aceh dan Nias, 2004. Foto:


Kerusakan parah di Aceh dan Nias benar-benar berdampak pada pemerintah provinsi Kristin Thompson
untuk Sekretariat
dan lokal yang sudah lemah karena konflik bertahun-tahun. Kantor-kantor hancur
MDF
dan banyak dokumen berharga seperti surat-surat tanah hilang.
33

REKOMPAK
Gempa Bumi Lain

Pada bulan Maret 2005, hanya tiga bulan setelah tsunami di bulan Desember
2004, saat keadaan masih sangat sulit dan duka cita masih belum lagi
hilang, gempa bumi dahsyat lainnya berkekuatan 8,6 pada Skala Richter
mengguncang Aceh dan provinsi tetangganya Sumatera Utara. Gempa
bumi ini meluluhlantakkan pulau Nias di provinsi Sumatera Utara, yang
berada di Samudera Hindia, tepat di sebelah selatan Aceh. Pulau Simeulue,
bagian dari provinsi Aceh yang berada di lepas pantai sebelah barat daratan
Sumatera, juga diguncang keras dan menderita kerusakan parah. Gempa
bumi itu mendatangkan kerusakan lebih parah lagi pada daerah yang sudah
porak-poranda. Permukaan tanah menjadi melengkung dan di beberapa
tempat, gempa mengangkat permukaan bumi dan merobohkan bangunan,
sedangkan di tempat lain, tanah terdorong turun hingga menenggelamkan
daerah-daerah pantai. Sekitar 1.000 orang tewas dan 47.000 lainnya
kehilangan tempat tinggal. Sebelum bencana, Nias dan Simeulue sudah
termasuk sebagai daerah-daerah termiskin di Indonesia dan penduduknya
tidak mampu menghadapi keterpurukan sedahsyat ini.

Tiga Dasawarsa Konflik di Aceh Sebelum Tsunami


Situasi di Aceh cukup rumit. Aceh tidak hanya berada dalam situasi
pascabencana namun Aceh juga berada di tengah konflik yang telah
berlangsung lama. Provinsi ini telah berjuang untuk memperoleh
kemerdekaannya sejak zaman penjajahan di Indonesia dan tidak pernah
bersedia menjadi bagian dari Hindia Belanda dibawah pemerintahan
Belanda. Pada tahun 1976, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mendeklarasikan
kemerdekaan secara sepihak. Hal ini membawa Aceh pada konflik bersenjata

Tsunami Aceh dan Nias, 2004. Foto-foto:


Banyak jalan, jembatan, sistem komunikasi, sekolah, dan infrastruktur lainnya Kiri: Yan ‘Ali Zebua,
Kanan: Tim IREP-IRFF
hancur atau mengalami kerusakan yang sangat parahnya, sehingga tidak dapat
digunakan kembali. Banyak garis pantai di Aceh ditelan oleh laut dan sebagian besar
pelabuhan musnah.
34
BAB 1: Serangkaian Bencana

dengan Pemerintah Indonesia. Selama periode hampir tiga dasawarsa, ribuan


warga Aceh tewas dan lebih dari setengah juta orang kehilangan tempat
tinggal sebagai akibat dari konflik.

Pada tahun 2004 ketika tsunami terjadi, masyarakat Aceh dipenuhi rasa
ketakutan, letih akan perang, dan kehilangan rasa percaya terhadap
pemerintah dan juga antara satu dengan yang lain.

“Orang-orang di sini berasal dari berbagai desa. Banyak


kepala desa tewas, dan kantor-kantor serta sarana desa
semuanya musnah. Kami telah menunjuk juru bicara
untuk setiap desa yang warganya tinggal di barak ini.”
Korban selamat di tempat penampungan sementara di Banda Aceh7

Pada saat tsunami, Aceh berada dalam keadaan darurat sipil dan tertutup
dari dunia luar selama hampir dua tahun. Hanya sedikit orang asing diizinkan
berkunjung sepanjang periode ini, termasuk donor. Beberapa hari setelah
tsunami, para pekerja bantuan kemanusiaan internasional diberikan
akses dengan syarat bahwa seluruh orang asing harus meninggalkan Aceh
sebelum akhir bulan Maret 2005. Disamping itu, para pekerja bantuan
kemanusiaan hanya dapat bepergian ke dua pusat bencana terbesar, Banda
Aceh dan Meulaboh. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa hal ini perlu
dilakukan demi keselamatan mereka karena, walaupun perjanjian gencatan
senjata sedang berlaku, perang tetap berlangsung. Pembatasan ini akhirnya
dikendurkan dan pekerja bantuan kemanusiaan tidak hanya boleh tetap
tinggal, tetapi juga boleh bekerja di seluruh daerah terdampak bencana.

Selain kerusakan yang disebabkan oleh bencana, konflik bertahun-tahun


telah melemahkan layanan sipil, merusak infrastruktur, dan mengakibatkan
penduduk dengan keterampilan yang umumnya sangat rendah. Konflik tiga
dasawarsa itu telah menciptakan ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
Banyak masyarakat sipil berada pada posisi yang sulit di antara kedua
belah pihak yang berkonflik, yang meninggalkan dampak mendalam pada
masyarakat Aceh.

Tsunami begitu mengguncangkan Pemerintah Indonesia dan kelompok


perlawanan sehingga kedua belah pihak sepakat bahwa konflik harus dihentikan
dan perdamaian harus dicapai. Hanya dengan Aceh yang damai, masyarakat
akan memperoleh kesempatan membangun kembali komunitas-komunitas
yang hancur di seluruh provinsi. Pembentukan Badan Reintegrasi-Damai Aceh
(BRA) pada bulan Februari 2006 telah membantu memfasilitasi pelaksanaan
program-program yang ditujukan bagi upaya rekonsiliasi dan reintegrasi,
dan sebuah Kesepakatan Perdamaian yang mengikat ditandatangani antara
Pemerintah Indonesia dan GAM pada bulan Agustus 2005.
35

REKOMPAK
Pemulihan

Perencanaan dan pengoordinasian upaya pemulihan berskala besar yang


dibutuhkan di Aceh merupakan tugas yang teramat rumit. Konflik telah
mengguncang kehidupan masyarakat Aceh; bencana memperparah keadaan
setiap orang di Aceh berupa hilangnya anggota keluarga, hancurnya harta
benda, tercabik-cabiknya kehidupan dan hilangnya mata pencaharian.

Pendekatan rekonstruksi Aceh perlu memasukkan faktor kesadaran akan


dalamnya dampak kehancuran dan trauma yang telah menimpa Aceh dan
penduduknya. Pendekatan ini membutuhkan upaya kerja sama dengan
penduduk yang sangat traumatis dan mengalami perpecahan dan keretakan
yang telah ada sebelum tsunami. Pendekatan rekonstruksi perlu membangun
kepercayaan dan keyakinan diri lewat suatu proses penyembuhan yang peka
demi membantu memelihara dan menghidupkan kembali struktur sosial yang
rapuh. Dan untuk mencapai semua ini beserta kebutuhan yang mendesak
untuk membangun kembali rumah-rumah, infrastruktur yang rusak dan
ekonomi yang hancur, dibutuhkan pendanaan dalam jumlah besar.

Tsunami Aceh dan Nias, 2004. Foto:


Di Aceh dan Nias, pascatsunami sekitar 220.000 orang meninggal atau hilang. Kantor Berita Antara
Kios kecil di Banda Aceh ini menjadi pusat informasi di mana anggota keluarga
yang selamat memajang pesan-pesan dengan harapan untuk dapat mengetahui
keberadaan kerabat yang hilang.
36
BAB 1: Serangkaian Bencana

BENCANA MENGHANTAM JAWA

Pada tanggal 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 6,3 Skala Richter
menghantam kota bersejarah Jawa, Yogyakarta, dan provinsi padat penduduk
Jawa Tengah. Gempa bumi terjadi pada dini hari dan seruan Allahu Akbar
(Tuhan Maha Besar) terdengar saat orang-orang merasakan dampak dari
guncangan dan berlarian ke jalan-jalan.

Kerusakan dari gempa bumi tersebut jauh lebih besar dari yang semula disadari.
Gedung-gedung besar kebanyakan tak tersentuh gempa, namun ratusan ribu
rumah dan bangunan yang lebih kecil mengalami kehancuran. Banyak rumah

Gempa Bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah, 2006. Foto:


Seorang gadis kecil berdiri di tengah reruntuhan bangunan kawasan tempat Tim Rekompak
tinggalnya yang dihancurkan oleh gempa bumi.
37

REKOMPAK
di daerah tersebut dibangun tanpa penyangga yang layak dan dengan bahan-
bahan bangunan bermutu rendah, sehingga menyebabkan lebih banyak
korban meninggal dan kerusakan daripada dampak yang seharusnya terjadi
dari sebuah gempa bumi sebesar itu. Faktor lain yang berkontribusi pada
kerusakan yang sedemikian dahsyatnya itu adalah bahwa gempa bumi
tersebut terjadi pada kedalaman yang relatif dangkal, yaitu 33 kaki (sekitar
10 meter) di bawah permukaan tanah, yang guncangannya sangat kuat dan
merobohkan rumah-rumah.

Gempa bumi tersebut berlangsung selama 52 detik dan menewaskan lebih


dari 5.700 orang. Sekitar 40.000 orang terluka dan, yang mencengangkan,
jumlah rumah yang hancur mencapai 350.000.

Banyak orang terjebak dan terkubur di bawah rumah dan bangunan mereka
yang runtuh. Banyak dari yang terluka menjadi cacat seumur hidup, sebagian
di antara mereka lumpuh. Pemandangan yang sama terlihat di desa-desa di
seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah.

Jawa adalah pulau dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dan salah satu
tempat paling padat penduduk di muka bumi. Pulau ini dihuni sekitar 140

Mengukur Kerusakan dan Kerugian

Penilaian kerusakan dan kerugian menganalisa tiga aspek utama:

Kerusakan (dampak langsung) mengacu pada dampak terhadap aset,


persediaan dan properti, yang dinilai berdasarkan harga per unit
penggantian (bukan rekonstruksi). Penilaian harus mempertimbangkan
tingkat kerusakan (apakah suatu aset dapat direhabilitasi/diperbaiki,
atau telah hancur sama sekali)

Kerugian (dampak tak langsung) mengacu pada arus ekonomi yang


akan terkena dampak, seperti berkurangnya penghasilan atau
naiknya pengeluaran selama periode waktu hingga pemulihan aset.
Hitungannya berdasarkan nilai terkini. Definisi periode waktu sangatlah
penting. Jika pemulihan berlangsung lebih lama dari yang diharapkan,
sebagaimana dalam kasus Aceh, kerugian dapat meningkat secara
signifikan.

Dampak ekonomi (terkadang disebut dampak sekunder) mencakup


dampak fiskal dan implikasinya pada pertumbuhan PDB. Analisa ini
juga dapat diterapkan pada tingkat sub-nasional.

Sumber: Indonesia, Bappenas, 2006. Indonesia: Preliminary Damage and Loss


Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. 13
38
BAB 1: Serangkaian Bencana

juta orang atau 60 persen dari populasi Indonesia. Mayoritas penduduk Jawa
adalah Muslim. Jawa mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi
Indonesia. Kebanyakan penduduk di daerah yang terdampak bencana hidup
miskin, walaupun tidak terlampau miskin, sebagian besar dari mereka hidup
dalam kondisi serupa.

Sebuah tim gabungan yang dipimpin oleh Bappenas, Badan Perencanaan


Pembangunan Daerah (Bappeda) Yogyakarta dan Jawa Tengah serta
komunitas internasional, termasuk Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia,
Badan Kerjasama Internasional Jerman (Gesellschaft fur Internationale
Zusammenarbeit atau GIZ),8 Japan Bank for International Cooperation(JBIC),

Selamat dari Gempa Bumi

Sulastri Widayati (43), warga Desa Wonokromo, berlari keluar rumah


saat dia merasakan bumi dan tanah bergerak. Dia melihat banyak
rumah bergoyang sebelum akhirnya roboh.

“Atap rumah saya berayun seperti ombak di samudera. Tapi anehnya,


pohon-pohon di sekitar rumah tidak tumbang atau bahkan tidak
bergerak sama sekali,” kata Sulastri. “Kami dalam keadaan panik.”
Dia melihat sebatang pohon kelapa di depan rumahnya yang tidak
tumbang dan lalu, dia memeluk pohon itu.

Namun kemudian, disadarinya bahwa suami dan anak-anaknya


masih berada di dalam rumah. Dia berpikir bahwa jika kembali ke
dalam rumah, dia pasti akan menjadi korban juga dan karena itu dia
menunggu di luar hingga guncangan berhenti.

Suami dan salah satu anaknya terluka karena terkena jatuhan bagian
atap yang. Tulang belakang anaknya patah, sementara suaminya
menderita luka-luka ringan. “Ada hikmah di balik keegoisan saya.
Allah memberi saya keselamatan sehingga saya dapat merawat anak,
suami, dan anggota keluarga lain hingga pulih dari luka-luka mereka,”
kenang Sulastri.

“Ada dinding yang tidak roboh dan di situlah anak saya yang terluka
berada. Jika saja dinding itu roboh, habislah keluarga saya,” kata
Sulastri.

Kerugian ekonomi yang diderita oleh keluarga Sulastri akibat gempa


bumi ini diperkirakan sekitar AS$8.300.

Sumber: Post-Tsunami and Earthquake Community-Based Rebuilding of Settlements and


Infrastructure: Experiences of REKOMPAK JRF in the Special Region of Yogyakarta and
Central Java. Kementerian Pekerjaan Umum, 2010. 24-26
39

REKOMPAK
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations
Development Programme atau UNDP), badan PBB UN-Habitat, dan lain-
lain, menyiapkan Penilaian Kerusakan dan Kerugian awal yang menetapkan
seluruh jumlah kebutuhan untuk tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Total
jumlah kerusakan dan kerugian dari gempa bumi ini diperkirakan sekitar
AS$3,1 miliar. Skala bencana ini setara dengan gempa bumi dahsyat di
Gujarat, India pada tahun 2001 dan di Pakistan pada tahun 2005.

“Pada setiap guncangan gempa bumi, rumah-rumah


miring dari kiri ke kanan dan kembali lagi.Tiba-tiba, rumah-
rumah itu roboh ke tanah dan seolah lenyap,” kenang
Salleh Udden, kepala desa Jagalan (Kabupaten Bantul,
Yogyakarta), dimana lebih dari 30 persen dari 216 rumah
tradisional rata dengan tanah. 9
Dampak ekonomi dari gempa bumi ini sangat berat karena terkonsentrasi
pada industri rumah tangga di daerah-daerah yang hancur oleh gempa.
Lebih dari 650.000 orang yang bekerja di berbagai kegiatan ekonomi
terdampak langsung oleh gempa bumi dengan hampir 90 persen kerusakan
dan kerugian terpusat pada usaha kecil dan menengah. Di dua kabupaten
yang paling parah terkena gempa, Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Klaten di Jawa Tengah, kerusakan pada rumah-rumah pribadi mencapai
lebih dari 70 persen dari total kerusakan.10 Banyak industri rumah tangga di
sektor kerajinan tangan utama di daerah tersebut terdampak sangat parah.
Membangun kembali rumah-rumah berarti pula mendukung pemulihan
usaha-usaha rumah tangga dan mata pencaharian.

Gempa Bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah, 2006. Foto:


Gempa bumi di Jawa yang berlangsung selama 52 detik mengakibatkan 40.000 Tim Rekompak
korban luka dan 5.700 korban jiwa. Sekitar 350.000 rumah, yang banyak di antaranya
untuk industri rumah tangga, hancur oleh gempa tersebut.
40
BAB 1: Serangkaian Bencana

Kekuatan Seorang Ibu

Khulil Khasanah, warga Desa Wonolelo, sedang tidur saat gempa


mengguncang. Ketika bumi bergoyang, dia terbangun dan mencoba
keluar rumah. Setelah terjatuh beberapa kali, akhirnya dia berhasil
keluar dari rumah.

“Gempanya sangat kuat. Saya mencoba berdiri dan berlari, tapi terus-
menerus terjatuh,” kata dia. Kemudian dia ingat bahwa anak satu-
satunya masih berada di dalam rumah dan dia berlari kembali ke
dalam. Dia meraih anaknya dan mencoba keluar dari rumah, tetapi
tidak berhasil melakukannya. Dia terjatuh, kepalanya terantuk tanah
dan kakinya terkubur reruntuhan. Dia tak dapat bergerak.

Dia terus berteriak minta tolong dan seseorang datang menolongnya


setelah guncangan pertama berhenti. “Syukurlah anak saya selamat.
Karena saya memeluknya erat-erat, puing-puing reruntuhan menimpa
saya,” kenang ibu berusia 30 tahun itu. Punggung dan kakinya terluka
ringan, tetapi dia dan anaknya baik-baik saja.

Bagian belakang rumah Khulil Khasanah tinggal puing-puing. Seluruh


harta miliknya hancur, termasuk sepeda motornya. Jumlah kerugian
diperkirakan sekitar AS$4.400.

Disadur dari: Post-Tsunami and Earthquake Community-Based Rebuilding of Settlements


and Infrastructure: Experiences of REKOMPAK JRF in the Special Region of Yogyakarta,
Central Java and West Java, Kementerian Pekerjaan Umum: 2010. 26-27

Tsunami di Jawa Barat


Dua bulan kemudian, pada bulan Juli 2006, gempa bumi berkekuatan 7,7 pada
skala Richter menghantam pesisir selatan Jawa Barat dan diikuti oleh tsunami
dua puluh menit kemudian. Ribuan orang mencoba untuk menyelamatkan
diri dalam kepanikan. Hampir 1.000 orang tewas atau hilang dan lebih dari
50.000 lainnya kehilangan tempat tinggal. Para saksi mata melaporkan bahwa
gelombang tsunami berdiri tegak bagaikan dinding dan meraung dengan suara
gemuruh menyerupai bunyi pesawat terbang, suara genderang atau ledakan.
Dalam banyak kasus, para anggota keluarga kehilangan nyawa mereka ketika
mencoba kembali ke rumah untuk menyelamatkan orang-orang tercinta
mereka. Gempa bumi ini juga menyebabkan kehancuran ekonomi yang
mendalam pada desa-desa nelayan di sepanjang pesisir selatan Jawa Barat,
dimana banyak perahu nelayan hilang dan pelabuhan-pelabuhan perikanan
kecil hancur. Kerusakan dan kerugian diperkirakan sekitar AS$112 juta.
41

REKOMPAK
Tak ada peringatan dini. Orang-orang yang berada di pantai hari itu tiba-tiba
mendapati diri mereka tersapu ke laut. Beberapa korban selamat mengatakan
bahwa mereka hampir-hampir tak merasakan gempa bumi tersebut dan
tidak berpikir bahwa ada sesuatu yang sangat janggal sedang terjadi. Tsunami
datang dengan cepat, dengan dinding air setinggi enam hingga sepuluh meter.
Sedikitnya pohon dan tumbuhan untuk melindungi garis pantai membuat
tsunami dengan cepat menerobos masuk ke daratan, menghancurkan apapun
yang dilaluinya. Bangunan-bangunan roboh oleh gelombang dahsyat yang
menyeret mobil, perahu, rumah dan puing-puing lain ke daratan berkilo-
kilometer jauhnya.

Kawasan pantai di Pangandaran merupakan tempat yang disukai oleh penduduk


lokal dan wisatawan mancanegara dan nusantara. Hotel, restoran, pasar wisata
dan pos Polisi Air rusak parah akibat bencana itu. Pangandaran menjadi ground
zero (titik nol); hampir tak ada yang tertinggal dari yang dulunya merupakan
suatu komunitas yang sejahtera dan ekonomi yang berkembang.

Sebuah Kisah Bertahan dari Ground Zero

“Sebelum gempa bumi dan tsunami, laut luar biasa tenang”, kata
Karim, seorang petugas desa Pangandaran. Dia berada di pantai
untuk menghadiri sebuah festival sekolah yang dihadiri ratusan
anak-anak.

“Gelombang laut tiba-tiba terlihat aneh. Bukan pasang, bukan pula


surut,” katanya. Dia merasa tak nyaman dan memutuskan untuk
meminta penyelenggara menutup acara lebih awal dan memulangkan
semua murid ke rumah walaupun hadiah-hadiah untuk sejumlah
pertandingan belum dibagikan dan acara terakhir belum digelar.
Walaupun murid-murid kecewa dan tak mengerti alasannya, mereka
meninggalkan kawasan pantai. Setengah jam kemudian gempa bumi
terjadi, diikuti oleh tsunami tak lama kemudian.

Disadur dari: Post-Tsunami and Earthquake community-based rebuilding of


settlements and infrastructure. Kementerian Pekerjaan Umum: 2010. 12
42
BAB 1: Serangkaian Bencana

Letusan Gunung Merapi

Pada bulan Oktober dan November 2010, Gunung Merapi, gunung berapi
aktif di dekat Yogyakarta, meletus tidak hanya sekali, tetapi delapan kali.
Selama dua minggu yang terasa panjang, letusan-letusannya menyemburkan
gas dan debu panas ke desa-desa di sekitarnya dan lava panas mengalir ke
sungai-sungai di kaki gunung. Hujan debu, yang menyelimuti apapun dengan
abu vulkanik halus, terjadi di berbagai kota di seluruh Jawa. Lalu lintas
udara terganggu oleh debunya hingga Jakarta. Seluruh desa dalam radius
20 kilometer dari kawah dievakuasi. Bahkan di daerah-daerah yang tidak
dievakuasi, debu dan abu vulkanik menyebabkan gangguan pernapasan dan
masalah kesehatan lainnya, sehingga memaksa orang keluar dari kawasan itu
secara sukarela.

Letusan vulkanik Gunung Merapi, 2010. Foto:


Berlokasi di perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa Tengah, Gunung Merapi Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
memuntahkan gas dan debu panas ke udara hingga setinggi 5.000 meter yang
mengakibatkan kerusakan parah dan penundaan sejumlah penerbangan.
43

REKOMPAK
Selama berhari-hari, materi piroklastik menyembur dari kawah Merapi,
menghancurkan kawasan di sekitarnya. Awan debu panas dan gas beracun,
dan awan panas yang bertemperatur 600 hingga 800 derajat Celsius,
memanggang apa saja yang bisa dijangkaunya, termasuk hewan ternak,
tanaman pangan dan pepohonan yang sangat berharga bagi mata pencaharian
para pengungsi. Penduduk yang tetap bertahan dilaporkan melakukan hal itu
karena mereka ingin melindungi hewan ternak dan harta benda mereka –
dan akibatnya, banyak di antara mereka kehilangan nyawa.

Selama dan setelah letusan, reruntuhan vulkanik bercampur dengan air hujan
mengalir menuruni lereng-lereng Merapi dalam bentuk aliran lumpur yang
besar. Di Jawa aliran ini dikenal sebagai ‘lahar dingin’, yang terdiri dari debu
dan pasir hasil letusan, dan bila bercampur dengan air hujan akan berubah
menjadi aliran lumpur kental dan cair yang menyapu apa saja yang dilaluinya.
Lahar dingin menuruni gunung dengan kekuatan yang begitu besar. Lebar dan
dalamnya yang demikian besar sehingga mengubur seluruh desa, ladang,
dan sawah. Batu-batu raksasa, pohon, rumah, hewan ternak, sepeda motor,
dan mobil diseret oleh lumpur tersebut. Jembatan hancur dan sungai-sungai
yang meluap menjadi berubah bentuk dan bertambah lebar karena daratan

Letusan vulkanik Gunung Merapi, 2010. Foto:


Letusan Merapi menghancurkan banyak rumah dan bangunan dan menyemburkan EJ Heri Wahyudi
untuk Sekretariat JRF
berton-ton abu bersuhu tinggi ke sejumlah komunitas yang tinggal di sekitar gunung.
Gumpalan abu panas dan gas beracun serta awan panas bersuhu antara 600 hingga
800 derajat Celsius, memanggang apa saja yang dijangkaunya. Gunungan debu yang
mengepulkan asap masih dapat dilihat di beberapa daerah terdampak bencana
hampir dua tahun setelah letusan.
44
BAB 1: Serangkaian Bencana

di sepanjang bantarannya turut tersapu. Letusan tersebut berdampak pada


sejumlah daerah di provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta,
termasuk beberapa komunitas yang terdampak gempa bumi pada tahun
2006 dan masih dalam proses pembangunan kembali.

Bersama dengan kerusakan parah pada infrastruktur lokal, sekitar 2.900


rumah hancur dan 350.000 orang kehilangan tempat tinggal dan ditampung
di kamp-kamp evakuasi. Berkat evakuasi yang tepat waktu, jumlah korban
sedikit. Walaupun demikian, hampir 300 orang meninggal dunia dan lebih
dari 500 lainnya luka-luka.

Letusan vulkanik Gunung Merapi, 2010. Foto:


Letusan tersebut membuat lebih dari 35.000 orang kehilangan tempat tinggal. Atas Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
permintaan Pemerintah Indonesia, JRF Rekompak menanggapi dengan memberikan
dukungan rekonstruksi bagi masyarakat terdampak bencana.
45

REKOMPAK
Menanggapi Berbagai Krisis

Pemulihan masyarakat, termasuk rekonstruksi perumahan, menjadi prioritas


utama pemerintah dan masyarakat terdampak bencana. Pemerintah
Indonesia dan mitra-mitranya sepakat bahwa MDF dan JRF mendukung
pendekatan berbasis masyarakat untuk membangun kembali rumah-rumah
dan infrastruktur masyarakat di Aceh dan Jawa. Ada pengakuan bahwa tidak
hanya struktur fisik yang perlu dibangun kembali, tetapi masyarakat juga
perlu dipulihkan. Hal ini paling baik dapat diwujudkan melalui pendekatan
partisipatoris yang inklusif, mengutamakan visi dan aspirasi korban yang
selamat. Sebuah proses telah bergulir dengan melibatkan dukungan teknis
yang memungkinkan para penerima manfaat bertanggung jawab penuh
dalam membangun kembali rumah mereka sendiri, termasuk dalam
menerima dan mempertanggungjawabkan dana rekonstruksi. Pendekatan
berbasis masyarakat untuk rekonstruksi perumahan ini disebut Rekompak.11

Banyaknya bencana yang terjadi sejak tahun 2004 merupakan sebuah


peringatan yang nyata bahwa Indonesia sangat rentan terhadap bencana
alam. Perbaikan sistem peringatan dini diharapkan dapat menyelamatkan
nyawa sebagaimana pula niat untuk memastikan bahwa rumah-rumah
dan struktur-struktur lainnya dibangun sesuai standar tahan gempa.
Banyak rumah yang hancur pada berbagai peristiwa gempa bumi didapati
menggunakan bahan-bahan bermutu rendah dan teknik pembangunan yang
buruk. Keduanya berkontribusi besar terhadap jumlah nyawa yang melayang

Letusan vulkanik Gunung Merapi, 2010 Foto-foto:


Seluruh isi desa, termasuk bangunan, infrastruktur, tumbuhan, dan palawija Tim DRR
pertanian hancur oleh letusan vulkanik tersebut.
46
BAB 1: Serangkaian Bencana

dan tingginya tingkat kerusakan. Pemerintah telah sungguh-sungguh


mengambil pelajaran dari peristiwa ini dan proyek-proyek Rekompak telah
bertindak proaktif untuk memastikan bahwa langkah-langkah pengurangan
risiko bencana diintegrasikan ke dalam rekonstruksi rumah dan infrastruktur
masyarakat. Begitu pentingnya upaya pengurangan risiko bencana sehingga
menjadi sebuah tema dan serangkaian aksi yang diarusutamakan ke dalam
semua kegiatan Rekompak. Bagaimana Rekompak mencapai tujuannya dan
melaksanakan rekonstruksi berbasis masyarakat akan dibahas dalam bab-
bab selanjutnya.

“Rekompak adalah nama singkat bagi proyek permukiman


masyarakat yang kami mulai di Aceh. Dalam Bahasa
Indonesia, Rekompak berarti: kesatuan, kekompakan
dan menciptakan suatu keutuhan – dan itulah apa
yang dilakukan proyek ini. Rekompak menyatukan para
penerima manfaat dan masyarakat untuk membangun
kembali rumah-rumah dan permukiman mereka.”
Shamima Khan, Manajer MDF dan JRF
47

REKOMPAK
Bab 1 menyajikan suatu ikhtisar tentang beberapa bencana alam
dahsyat yang terjadi di Indonesia antara tahun 2004 dan 2010. Bab
ini menjelaskan konteks-konteks rekonstruksi yang dihadapi oleh
Pemerintah Indonesia dan pihak-pihak yang datang untuk membantu
pembangunan kembali. Bab ini memberikan gambaran mengenai
dana perwalian MDF dan JRF yang dihimpun dari para donor untuk
membantu pemulihan. Di antara proyek-proyek yang dibantu oleh dana
tersebut adalah proyek-proyek berbasis masyarakat, Rekompak, yang
membantu dengan cara membangun perumahan dan infrastruktur
masyarakat di Aceh dan Jawa.

Bab berikut ini akan membahas faktor-faktor menentukan yang


mewujudkan prakarsa Pemerintah untuk menggunakan pendekatan
berbasis masyarakat. Bab ini mencakup bagaimana bantuan
dikoordinasikan, lembaga-lembaga pemerintah mana saja yang
terlibat, dan bagaimana Rekompak berkembang di Aceh dan
selanjutnya diadaptasi di Jawa.

1
United States Geological Survey: http://www.earthquake.usgs.gov/earthquakes/world/10_largestworld.php
2
United States Geological Survey: http://www.soundwaves.usgs.gov/2005/01/
3
Sumber: Indonesia, Bappenas, 2005. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, December 26, 2004 Natural Disaster. 3
4
Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, December 26, 2004 Natural Disaster
5
Semua jumlah dolar mengacu pada dolar AS
6
Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment December 26, 2004 Natural Disaster. 64
7
Sumber: Indonesia, Bappenas, 2005. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, Desember 26,2004 Natural Disaster. 19
8
Indonesia, Bappenas, 2006. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. 7
9
GIZ dahulu dikenal sebagai GTZ (Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit)
10
Indonesia, Bappenas, 2006. Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. xi
11
Nama resmi, baik untuk proyek-proyek perumahan MDF dan JRF, adalah Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Permukiman Berbasis
Masyarakat (Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project atau CSRRP). Dalam keseluruhan isi buku ini, baik
proyek maupun pendekatannya, mengacu pada namanya yang populer, Rekompak, yang merupakan singkatan yang berdasarkan pada
nama proyek tersebut dalam bahasa Indonesia, Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas.
BAB 2: Tanggap Bencana dan
Pemulihan Masyarakat 48
49

REKOMPAK
BAB 2
Tanggap Bencana dan
Pemulihan Masyarakat

Tradisi Jawa Gotong Royong, yang


berarti bekerja sama demi kebaikan
bersama, benar-benar sesuai dengan
pendekatan Rekompak. Di sini, para
pekerja bangunan saling tolong-
menolong mengangkut semen di
Batur, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Foto: Fauzan Ijazah


untuk Sekretariat JRF
50Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Bab 1 memaparkan kehancuran yang memilukan di Indonesia setelah


terjadinya berbagai bencana alam dahsyat, termasuk tsunami
Samudera Hindia di Aceh dan Nias pada tahun 2004, gempa bumi di
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006, gempa
bumi dan tsunami di Jawa Barat dan letusan vulkanik Gunung Merapi.
Skala bencana-bencana ini memerlukan suatu upaya rekonstruksi
besar-besaran. Tidak hanya rumah, tetapi seluruh masyarakat perlu
dibangun kembali.

Bab 2 terkait dengan bagaimana Pemerintah Indonesia dan donor


internasional mengambil keputusan berani untuk menempatkan
masyarakat sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
pemulihan mereka sendiri pada bidang yang langsung berdampak
pada mereka­—perumahan dan infrastruktur lokal. Bab ini terdiri dari
dua bagian: yang pertama menguraikan bagaimana bantuan untuk
rekonstruksi dikoordinasikan pascatsunami 2004 dan membahas
pembentukan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (Multi Donor
Fund for Aceh and Nias atau MDF); yang kedua terkait dengan
bagaimana upaya pemulihan terbentuk di Jawa setelah gempa
bumi Mei 2006 dan berbagai bencana berikutnya, dan membahas
pembentukan Java Reconstruction Fund (JRF). Peran penting yang
dimainkan oleh Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan
lainnya juga dibahas. Bab ini menjelaskan bagaimana Rekompak
dimulai untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar di Aceh dan
bagaimana program itu diadaptasikan dan berkembang di Jawa ketika
tragedi terjadi di sana. Bab ini diakhiri dengan ringkasan mengenai
hasil-hasil luar biasa yang dicapai oleh Rekompak di Aceh dan Jawa.

MENGOORDINASIKAN TANGGAP BENCANA DAN


REKONSTRUKSI PERUMAHAN DI ACEH DAN NIAS

Merencanakan dan mengoordinasikan upaya berskala besar untuk


membangun kembali Aceh dan Nias merupakan tugas yang sangat rumit.
Disamping hilangnya nyawa dan harta benda dalam jumlah yang monumental
akibat tsunami, situasi Aceh pascakonflik telah mengakibatkan lemahnya
layanan umum, infrastruktur yang buruk, pertumbuhan ekonomi yang rendah
dan tingkat kepercayaan yang rendah terhadap pemerintah. Pemerintah
Indonesia menyadari bahwa tidak hanya infrastruktur dan perumahan, tetapi
juga kepercayaan dan tata kelola yang baik perlu dibangun kembali. Sadar
akan hal yang mendesak ini, Pemerintah, dengan dukungan masyarakat
internasional, bertindak cepat untuk memulai tugas mahabesar dengan
menaksir kerugian dan merancang suatu strategi bantuan.
51

REKOMPAK
Tsunami yang menghancurkan Aceh dan Nias pada tanggal 26 Desember
2004 adalah bencana alam terburuk yang tercatat dalam sejarah Indonesia.1
Pada hari berikutnya, 27 Desember 2004, Presiden Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono, mengeluarkan sebuah keputusan yang menyatakan gempa
bumi dan tsunami tersebut sebagai bencana nasional. Ini berarti bahwa
Pemerintah Indonesia, menurut undang-undang negara, akan bertanggung
jawab terhadap pemulihan Aceh dan Nias. Presiden juga mengeluarkan
sejumlah arahan yang bertujuan mengatur suatu tanggapan bencana yang
terkoordinasi. Tim yang terdiri dari 80 ahli yang dipimpin Bappenas melakukan
Penilaian Kerusakan dan Kerugian (Damage and Loss Assessment atau DaLA)
dalam jangka waktu dua minggu. Tim DaLA mencakup sejumlah perwakilan
dari Pemerintah Indonesia, LSM dan lembaga internasional, termasuk Bank
Dunia dan UNDP. Temuan tim dipresentasikan pada tanggal 19 Januari 2005
pada pertemuan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia2 (Consultative Group
on Indonesia atau CGI) yang diadakan di Jakarta. Pada awalnya, total kerusakan
dan kerugian untuk Aceh dan Nias diperkirakan sekitar AS$4,5 miliar. Penilaian
tersebut kemudian diubah dengan menambahkan kerugian yang semula tidak
dimasukan, yang oleh Pemerintah Indonesia dipergunakan sebagai dasar untuk
meminta bantuan keuangan. Angka terakhir untuk kerusakan dan kerugian ini
diperkirakan mencapai AS$6,2 miliar, termasuk inflasi.

Kepemimpinan pemerintah pada berbagai tingkatan sangat penting baik bagi Foto:
kesuksesan JRF maupun MDF. Di sini, perwakilan Pemerintah Indonesia dan Bank Sekretariat JRF
Dunia membicarakan pembangunan kembali Jawa pada sebuah seminar yang
diselenggarakan oleh JRF.
52Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Dukungan dari Seluruh Dunia

Gambar-gambar dahsyat tentang kerusakan dan penderitaan manusia akibat


gempa bumi dan tsunami disiarkan ke seluruh dunia, yang mendorong pada
dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Masyarakat nasional dan
internasional dengan cepat bergerak untuk mengulurkan bantuan. Lebih dari
9003 organisasi internasional bergegas memberikan pertolongan untuk Aceh,
bersama dengan banyak donor nasional dan internasional. Tentara Nasional
Indonesia dan beberapa satuan militer internasional tiba di Aceh tak lama setelah
bencana. Tanggapan tersebut menjadi upaya bantuan nasional dan internasional
yang monumental. Jumlah total komitmen bantuan dari Pemerintah Indonesia,
berbagai donor, organisasi kemanusiaan dan sektor swasta akhirnya mencapai
AS$6,7 miliar bagi upaya rekonstruksi di Aceh dan Nias.

Aliran bantuan kemanusiaan yang besar dan signifikan ini memerlukan


koordinasi dan Pemerintah Indonesia mengambil tugas ini. Tidak ada
preseden tugas seperti ini sebelumnya yang bisa ditiru. Sangat penting
untuk memastikan bahwa bantuan kurang lebih disebarkan secara merata,
termasuk ke daerah-daerah yang lebih terpencil, agar tidak memperburuk

Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias memimpin pertemuan Foto:
Komite Pengarah MDF yang dihadiri oleh Gubernur Sumatera Utara dan Wakil Inge Susilo
untuk Sekretariat MDF
Gubernur Aceh. JRF dan MDF masing-masing dipimpin oleh sebuah Komite Pengarah
yang diketuai bersama oleh Pemerintah Indonesia, Bank Dunia sebagai Wali Amanat
dan Uni Eropa, donor terbesar dana perwalian. Komite-komite tersebut bertemu
sesuai kebutuhan untuk mengalokasikan dana, memantau kemajuan dan membahas
strategi dan kebijakan.
53

REKOMPAK
konflik yang ada. Beberapa donor bekerja lebih cepat daripada yang lain dan
banyak metode dengan beberapa pendekatan berbeda. Daerah-daerah yang
mudah dijangkau dibanjiri dengan bantuan, sementara lokasi-lokasi lainnya
hanya menerima sedikit bantuan awal atau tidak sama sekali. Standar untuk
rekonstruksi perumahan harus ditetapkan sehingga para penerima manfaat
menerima rumah dengan kualitas dan luas yang sama. Pemerintah menyadari
bahwa perbedaan dapat dipandang sebagai diskriminasi dan dapat menyulut
perselisihan sosial jika tidak dikelola dan dikoordinasikan secara hati-hati.
Diharapkan bahwa dengan koordinasi yang baik dan keterlibatan dari para
pemangku kepentingan, termasuk masyarakat terdampak bencana, proses
pembangunan kembali dapat mempersatukan masyarakat.

Pada tanggal 16 April 2005, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh


dan Nias4 didirikan oleh Pemerintah Indonesia dan ditugaskan untuk
mengoordinasikan keseluruhan upaya rekonstruksi. Badan ini, yang dikenal
luas dengan singkatan BRR, mewakili Pemerintah Indonesia di Aceh dan Nias
dan bertanggung jawab bagi pengoordinasian keseluruhan rekonstruksi, juga
pelaksanaan upaya rekonstruksi Pemerintah Indonesia sendiri. Mandatnya
adalah merancang kebijakan, strategi dan rencana aksi secara transparan
dan bertanggung jawab, dan melaksanakan program tersebut dengan
kepemimpinan yang efektif dan koordinasi upaya nasional dan internasional
untuk membangun kembali Aceh dan Nias. Badan ini bekerjasama secara erat
dengan pemerintah provinsi dan kabupaten dan mendorong pelaksanaan
rekonstruksi yang adil di seluruh kota dan kabupaten terdampak bencana.

Salah satu kekuatan BRR adalah bahwa badan ini diberikan status setingkat
kementerian dan dianggap sebagai badan “di luar” layanan sipil Indonesia
mengingat sifat kedaruratan dari kegiatannya. Badan ini dapat menghindari
dari sejumlah prosedur dan hambatan birokrasi yang umumnya terjadi pada
kegiatan pemerintah reguler. Hal ini menghasilkan efisiensi yang lebih baik
dan tanggapan yang lebih cepat.

Bantuan Rekonstruksi yang Terkoordinasi –


Multi Donor Fund

Memahami perlunya pendekatan yang terkoordinasi bagi rekonstruksi dan


pemulihan jangka panjang, Pemerintah Indonesia meminta para donor
mempertimbangkan untuk menyatukan sumber dana mereka. Lima belas
donor memberikan tanggapan dan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias
(MDF) didirikan pada bulan April 2005. Dana perwalian ini menghimpun
sekitar AS$655 juta untuk mendukung pelaksanaan agenda rehabilitasi dan
rekonstruksi pemerintah. Atas permintaan Pemerintah Indonesia, Bank Dunia
bertindak sebagai wali amanat yang bertanggung jawab mengelola MDF.
54Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Kontribusi Donor
Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias (MDF)

Sumber Kontribusi dalam juta AS$


Uni Eropa 271,31
Pemerintah Belanda 146,20
Pemerintah Inggris 68,50
Bank Dunia 25,00
Pemerintah Swedia 20,72
Pemerintah Kanada 20,22
Pemerintah Norwegia 19,57
Pemerintah Denmark 18,03
Pemerintah Jerman 13,93
Pemerintah Belgia 11,05
Pemerintah Finlandia 10,13
Bank Pembangunan Asia 10,00
Pemerintah Amerika Serikat 10,00
Pemerintah Selandia Baru 8,80
Pemerintah Irlandia 1,20
Jumlah Kontribusi 654,66

MDF dirancang untuk mengisi kesenjangan dalam keseluruhan upaya


rekonstruksi sebagaimana diidentifikasi oleh pemerintah, dan bekerja pada
enam bidang: (1) pemulihan masyarakat; (2) pemulihan infrastruktur besar
dan perhubungan; (3) penguatan pemerintahan; (4) pemeliharaan lingkungan
selama masa pemulihan; (5) peningkatan keseluruhan proses pemulihan; (6)
dan pemberian dukungan terhadap mata pencaharian dan pembangunan
ekonomi. Rekompak berkontribusi pada bidang hasil pertama, pemulihan
masyarakat, melalui pembangunan kembali rumah-rumah dan infrastruktur
masyarakat.

Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias merupakan suatu kemitraan antara
masyarakat internasional, Pemerintah Indonesia dan masyarakat madani,
termasuk komunitas-komunitas terkena dampak. MDF mendukung pemulihan
Aceh dan Nias dengan menyediakan hibah bagi investasi berkualitas yang
berdasarkan pada praktik yang baik, keikutsertaan pemangku kepentingan
dan koordinasi dengan semua pihak terkait. Dalam melakukan itu, MDF
juga berupaya mengurangi kemiskinan, menguatkan kapasitas, mendukung
pemerintahan yang baik, dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sri Mulyani Indrawati, yang


saat itu menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
55

REKOMPAK
Nasional dan Kepala Bappenas, menekankan kepada para donor pada
Forum Efektivitas Bantuan pada bulan Februari 2005 bahwa koordinasi
adalah penting bagi rekonstruksi di Aceh. Sri Mulyani meminta para donor
untuk mempertimbangkan pembiayaan melalui anggaran Pemerintah. Dia
menyoroti MDF, yang saat itu sudah direncanakan, dapat menjadi contoh
yang baik bagi koordinasi di antara para donor dan antara pemerintah dan
donor. Pengalaman internasional telah menunjukkan bahwa dana perwalian
multi-donor merupakan cara yang efisien, bertanggung jawab, dan transparan
dalam menyelaraskan masukan dari donor dan meningkatkan efektivitas
bantuan. Dana perwalian bahkan dapat beroperasi di tengah berbagai situasi
saat pemerintah lemah sebagaimana yang mungkin terjadi dalam kasus
situasi pascabencana, seperti pascaperang atau bencana alam.

MDF dikelola oleh sebuah Komite Pengarah yang melibatkan perwakilan dari
seluruh pemangku kepentingan. Anggotanya mencakup enam perwakilan
pemerintah, dua anggota perwakilan organisasi masyarakat madani di Aceh dan
Nias, para donor yang telah berkontribusi minimal AS$10 juta dan Bank Dunia
selaku wali amanat. Semuanya memiliki hak suara. Status peninjau diberikan
kepada wakil-wakil dari sebuah konsorsium LSM internasional dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Donor-donor internasional lain yang bergiat di Indonesia
diundang sebagai peninjau. Hal ini menghasilkan sebuah konsorsium bersifat
inklusif yang dapat memainkan peran dalam dialog kebijakan. Sebuah Kelompok
Pengkaji Teknis dibentuk untuk mempersiapkan landasan sebelum sebuah
kebijakan atau proyek diajukan untuk memperoleh persetujuan dari Komite
Pengarah yang menghasilkan rapat-rapat yang lebih efisien.

“Koordinasi tidak terjadi hanya dengan mempertemukan para


donor untuk rapat koordinasi mingguan. Hal ini terjadi dengan
menempatkan dana dari donor ke dalam anggaran pemerintah
berdasarkan sebuah strategi pemulihan dan rekonstruksi.”
Sri Mulyani Indrawati, mantan Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional Indonesia

BRR adalah salah satu ketua bersama MDF dan bertanggung jawab untuk
mengkaji dan meneruskan proposal pendanaan kepada Komite Pengarah.
Pada akhir masa tugasnya pada tahun 2009, peran koordinasi BRR diambil
alih oleh Bappenas, yang kemudian menjadi salah satu ketua bersama MDF.
Pemerintah Aceh juga merupakan salah satu ketua bersama. Ketua-ketua
bersama lainnya adalah Uni Eropa, donor terbesar MDF, dan Bank Dunia
sebagai wali amanat dana perwalian tersebut. Sekretariat MDF memberikan
laporan mengenai status capaian kepada Komite Pengarah, para donor, dan
masyarakat umum lewat laporan-laporan tengah tahunan dan tahunan.
56Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

‘Membangun Kembali Lebih Baik’ dan Rekonstruksi


Perumahan

Untuk mengarahkan koordinasi dan pelaksanaan program-program


pemulihan di Aceh dan Nias, Pemerintah Indonesia mengembangkan
sebuah Rencana Induk berdasarkan pada Penilaian Kerusakan dan Kerugian.
Rencana tersebut dinamakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD5 (Aceh) dan
Nias, yang dipresentasikan pada bulan Maret 2005. Rencana Induk tersebut
didasarkan pada prinsip “membangun kembali lebih baik.” Hal ini membuat
rekonstruksi dapat menanggapi berbagai kebutuhan yang beragam. Mitigasi
dan kesiapsiagaan saat terjadi bencana alam mendatang merupakan bagian
integral dari upaya rekonstruksi tersebut.

Salah satu komponen Rencana Induk adalah Strategi Komprehensif Rehabilitasi


dan Rekonstruksi Permukiman Masyarakat yang menjelaskan pendekatan
menyeluruh bagi perbaikan dan rekonstruksi perumahan.6 Strategi ini dan

Dengan sangat terganggunya jalur pasokan dan jaringan transportasi, makanan dan Foto:
kebutuhan penting lainnya tidak tersedia segera setelah tsunami. MDF memberikan Chris Clark
Lomba Foto MDF
bantuan transportasi dan logistik melalui proyek yang dilaksanakan oleh Program
Bantuan Pangan Dunia (World Food Programme atau WFP). Proyek WFP tersebut
juga mendukung pengiriman bahan bangunan ke lokasi-lokasi terpencil yang tak
dapat dijangkau melalui jalan darat
57

REKOMPAK
versi revisi berikutnya, yaitu Rencana Aksi, berlaku sebagai dasar bagi seluruh
program perumahan dan infrastruktur masyarakat skala kecil yang dilakukan
oleh berbagai donor. Tujuannya adalah untuk memastikan konsistensi dan
transparansi dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat.

Aceh menghadapi sejumlah tantangan unik sebagai daerah dengan situasi


pemulihan pascabencana dan sekaligus daerah pascakonflik. Kapasitas
pemerintah lokal dan masyarakat madaninya rendah akibat konflik bertahun-
tahun. Perhubungan, infrastruktur, layanan ekonomi dan sosial terkena
dampak parah tidak hanya oleh gempa bumi dan tsunami namun juga
terlantar selama konflik bertahun-tahun. Jumlah korban jiwa yang sangat
besar, jumlah korban luka-luka yang banyak, kehancuran yang sukar dipahami
dan duka mendalam dari mereka yang selamat, semua ini membuat tugas
pembangunan kembali menjadi teramat sulit.

Penilaian Kerusakan dan Kerugian merekomendasikan bahwa selain


rumah dan pasar, struktur sosial perlu dibangun kembali dan masyarakat
terdampak bencana seharusnya berpartisipasi dalam upaya rekonstruksi.
Tidak setiap orang setuju. Sejak awal, terdapat pihak yang mendukung
pendekatan berbasis masyarakat yang menempatkan penerima manfaat
yang mengendalikan proses pembangunan kembali, mulai dari perencanaan
tata ruang hingga pembangunan rumah dan infrastruktur berskala kecil.
Akan tetapi, banyak juga pihak yang meyakini bahwa pendekatan berbasis
masyarakat semacam itu tidak akan berjalan mengingat skala kebutuhan
yang sangat besar di Aceh.

(Foto Kiri) Palang Merah Indonesia dan Internasional, dan pekerja kemanusiaan dari seluruh Foto-foto:
Indonesia, regional, dan seluruh dunia bergegas ke Aceh dan Nias untuk memberikan Kantor Berita Antara
bantuan pascabencana.

(Foto Kanan) Tentara Indonesia membagikan air minum kepada korban selamat. Militer
Indonesia membagikan makanan, pasokan medis, dan bantuan lainnya dan terlibat dalam
banyak operasi seperti membersihkan sampah tsunami untuk membuka akses jalan.
58Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Lahirnya Rekompak

Pada kondisi pascabencana alam yang sangat parah, biasanya rekonstruksi


rumah seringkali dilaksanakan oleh pekerja bangunan berpengalaman dan
kontraktor profesional. Beberapa pemangku kepentingan berpendapat
bahwa pendekatan ini akan menjadi cara tercepat. Namun, sejak awal, BRR
dan Bappenas, keduanya mewakili pemerintah, mendukung pendekatan
berbasis komunitas yang terdapat pada dua program pengentasan kemiskinan
tingkat nasional, yakni Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) dan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Kedua program ini
sudah dilaksanakan dalam skala kecil di Aceh sebelum gempa bumi dan
tsunami. Proyek-proyek tersebut bertujuan memberdayakan masyarakat
agar memiliki hak berpendapat dalam perencanaan pembangunan lokal
mereka sendiri dan menyediakan dana hibah sekitar AS$30.000 per desa
untuk mendukung kegiatan pembangunan lokal yang diprioritaskan dan
dilaksanakan oleh masyarakat. Sebagian besar kegiatan tersebut terpusat
pada upaya pembangunan infrastruktur lokal berskala kecil seperti jalan
desa dan jembatan, sistem air bersih, dermaga, atau fasilitas pasar. Namun,
gagasan untuk menerapkan pendekatan ini pada upaya rekonstruksi rumah
pascabencana berarti adalah mempercayakan kepada masyarakat sejumlah
uang yang besarnya hingga seratus kali lebih besar daripada yang telah
diberikan dalam program P2KP atau PPK.7

Rekompak: Apalah Arti Sebuah Nama?

Proyek rekonstruksi perumahan MDF secara resmi diberi nama Proyek


Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis
Komunitas. Ketika proyek tersebut sedang dirancang, dicarikan sebuah
kependekan berupa gabungan suku kata yang mudah dilafalkan dan
dipahami oleh masyarakat. Beberapa kependekan diusulkan dan
Rekompak dipilih.

REKO = Rehabilitasi dan Rekonstruksi


M = Masyarakat dan
P = Permukiman
A = Berbasis
K = Komunitas

Dalam bahasa Indonesia, Rekompak berarti “berkumpul kembali”, dan


meningkatkan kekompakan dan menjadi kuat kembali – dalam hal ini
adalah sebuah komunitas. Nama Rekompak mewujudkan semangat
pendekatan berbasis masyarakat dan menangkap intisari dari proyek
yang berupaya membangun kembali kehidupan dan masyarakat.
59

REKOMPAK
Ada sejumlah ahli dalam berbagai bidang yang berpendapat bahwa pendekatan
berbasis masyarakat tidak akan pernah berhasil. Mereka menyebut korupsi,
kesulitan dalam pengadaan material, kurangnya keterampilan, dan tingkat
kerumitan proyek bagi warga biasa yang tidak terlatih dalam bidang konstruksi
merupakan penghalang keberhasilan pendekatan ini. Setelah diskusi yang
intensif, munculah sebuah konsensus dari para pemangku kepentingan yang
sepakat bahwa bukan hanya rumah yang harus dibangun kembali, tetapi juga
masyarakat dan mata pencaharian. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa
hal ini hanya bisa terjadi jika pendekatan ini dipandang layak, efisien dan benar-
benar melibatkan masyarakat. Pendekatan ini perlu menangkap aspirasi dan
visi warga Aceh dan Nias. Pemerintah Indonesia mengarahkan keputusan ini
dan Bank Dunia, MDF, serta para donor sepakat untuk menggunakan sebuah
pendekatan berbasis masyarakat. Keputusan ini menghasilkan proyek yang
kemudian dikenal luas sebagai Rekompak.

Proyek Rekompak MDF menerapkan pendekatan berbasis masyarakat yang


digunakan oleh PPK dan P2KP, berdasarkan pada pengalaman dan mekanisme

Anggota masyarakat sedang mengukur fondasi rumah Rekompak. Melalui Foto:


pendekatan berbasis masyarakat, Rekompak menempatkan tanggung jawab Catrini Kubontubuh
untuk Tim PNPM-R2PN
pembangunan kembali permukiman ke tangan masyarakat. Para fasilitator yang
dilatih oleh Kementerian Pekerjaan Umum memberikan saran-saran teknis dan
melatih para penerima manfaat untuk memperoleh berbagai keterampilan baru
dalam proses tersebut.
60Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

pelaksanaan seperti proses pembuatan keputusan yang partisipatoris dan


dana hibah yang dikelola oleh masyarakat. Rekompak MDF mempekerjakan
para fasilitator yang dilatih oleh program PPK dan P2KP sebagai jembatan
untuk mengembangkan pendekatan berbasis masyarakat untuk menanggapi
kebutuhan rekonstruksi yang besar di Aceh pascatsunami. Pemerintah daerah
dan masyarakat di Aceh sudah akrab dengan tujuan dan pendekatan proyek-
proyek P2KP dan PPK dan ini berarti membutuhkan waktu lebih sedikit untuk
membentuk proyek Rekompak, yang memungkinkan tanggapan lebih cepat
dibandingkan jika tidak ada kondisi tersebut.

“Kami selalu menekankan kepada masyarakat bahwa


bantuan asing hanyalah sebuah alat yang membantu warga
menolong dirinya sendiri. Rekompak telah melakukan itu.”
Bayudono, Pemerintah Yogyakarta

Proyek Rekompak, yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia melalui


Kementerian Pekerjaan Umum dan BRR, menyediakan dukungan keuangan
dan teknis secara langsung kepada masyarakat dan kelompok masyarakat
untuk membangun rumah dan proses membangun kembali komunitas
mereka. Namun hanya sedikit warga desa yang mengetahui bagaimana
membangun sebuah rumah atau membuat catatan keuangan. Pelatihan dan
fasilitasi penting untuk membantu masyarakat belajar mengenai metode
konstruksi, pertanggungjawaban, pencatatan, pengadaan bahan, pembiayaan
dan bagaimana mengambil bagian dalam rapat dan pengambilan keputusan.
Semuanya adalah usaha yang memakan waktu. Namun proyek Rekompak telah
menunjukkan bahwa usaha ekstra tersebut menghasilkan lebih dari sekadar
rumah-rumah baru. Pendekatan ini memberdayakan masyarakat dan individu
dan berujung pada penguasaan keterampilan baru. Pendekatan ini menghasilkan
kepuasan luar biasa bagi para penerima bantuan terhadap prosesnya, dalam hal
mengubah rumah mereka dari sekadar bangunan fisik menjadi tempat tinggal,
dan dalam hal menciptakan masyarakat yang lebih kuat.

Pembentukan Rekompak

Rekompak berdasarkan pada kemitraan saling percaya: Pemerintah Indonesia,


para donor, Bank Dunia, pemerintah lokal, para pemangku kepentingan
setempat dan masyarakat, semuanya bekerja bersama selama proses
pembangunan kembali. Pemerintah Indonesia memimpin rekonstruksi melalui
BRR dan kemudian Bappenas. Kementerian Pekerjaan Umum berhubungan
secara erat dengan pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan
lainnya. Kepercayaan ditanamkan pada masyarakat untuk merencanakan
dan membangun kembali rumah dan infrastruktur mereka. Dana disalurkan
61

REKOMPAK
secara langsung kepada masyarakat, dimana kelompok-kelompok perumahan
mengelola dan bertanggung jawab terhadap dana tersebut. Kepercayaan
yang ditumbuhkan melalui kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan
donor ada di balik keberhasilan Rekompak di Aceh.

Walaupun Rekompak dibangun berdasarkan pengalaman yang banyak


dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan Proyek
Pengembangan Kecamatan (PPK) yang berbasis masyarakat, pendekatan ini
belum pernah diuji untuk rekonstruksi berskala besar seperti yang dibutuhkan
di Aceh. Pemerintah memprakarsai sebuah proyek percontohan perumahan
berbasis masyarakat melalui Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) di bawah Kementerian Pekerjaan Umum yang sudah berjalan.

Aspek kunci dari model Relompak adalah kemitraan di


antara (seluruh tingkatan) pemerintah… melalui suatu
kebijakan yang jelas dan mendukung, dan masyarakat
sebagai pembuat keputusan, dengan para fasilitator
yang memiliki peran sebagai pendukung dan katalisator.
Pada dasarnya, model tersebut menempatkan secara
penuh kepercayaan pada masyarakat untuk mengambil
keputusan-keputusan tepat yang berdampak pada
kehidupan sehari-hari mereka dan lingkungan sekitar.
Kementerian Pekerjaan Umum, Laporan Penyelesaian Proyek untuk
Proyek JRF Rekompak, 2012

Ketiga foto ini memperlihatkan desa Gampong Baro, Banda Aceh, yang merupakan Foto-foto:
lokasi percontohan untuk menguji pendekatan berbasis masyarakat bagi rekonstruksi Kiri & Tengah:
Kristin Thompson untuk
perumahan melalui proyek P2KP di bawah Kementerian Pekerjaan Umum. Program
Sekretariat MDF
percontohan tersebut berhasil dan hasil pembelajarannya dimasukkan ke dalam Kanan: Tim Rekompak
rancangan proyek Rekompak.
62Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Program percontohan tersebut dilaksanakan dengan sukses selama


setahun, dan hasil pembelajarannya diserap dengan cermat dan digunakan
untuk mengembangkan proyek Rekompak dengan pendanaan MDF untuk
diterapkan secara lebih luas pada beberapa kabupaten/kota lain di
provinsi Aceh. Salah satu hasil pembelajaran tersebut adalah pentingnya
melatih fasilitator, karena mereka adalah kunci suksesnya rekonstruksi.
Juga terdapat rekomendasi dan penyertaan penguatan kapasitas bagi
lembaga-lembaga pemerintah, termasuk pemerintah daerah yang terlibat
dalam pelaksanaan dan pengawasan proyek. Disamping itu, para penerima
manfaat, komite masyarakat dan kelompok perencana menjadi sasaran
penguatan kapasitas. Untuk menjamin akuntabilitas, sebuah rencana
antikorupsi disiapkan dan program tersebut menempatkan berbagai
prosedur sebagai alat untuk mendorong dan mendukung keikutsertaan
perempuan dalam kegiatan proyek.

Meningkatkan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang besar sekali di Aceh


pascatsunami berarti menghadapi apa yang kadangkala tampak sebagai
tantangan yang tak dapat ditangani. Tantangan-tantangan ini meliputi
bekerja dengan pemerintahan daerah yang berkurang dan diperlemah
oleh bencana, kesungguhan memotivasi korban selamat yang trauma,
pemecahan masalah pertanahan, dan perekrutan dan mempertahankan
jumlah fasilitator yang memadai untuk mendukung pendekatan berbasis
masyarakat dan memberikan saran teknis mengenai rekonstruksi.
Rekompak dan proyek-proyek pembangunan kembali lainnya juga harus
menangani kekurangan bahan bangunan, juga kenaikan harga karena
langkanya pasokan dan naiknya permintaan. Dengan bekerja bersama

Bagaimana Pendekatan Rekompak Bekerja


Pendekatan berbasis masyarakat Rekompak menempatkan tanggung
jawab untuk membangun kembali permukiman di tangan masyarakat.
Kelompok-kelompok yang terdiri dari 10-15 keluarga dibentuk untuk
mengambil alih tanggung jawab dalam membangun kembali rumah
mereka. Kelompok-kelompok tersebut memutuskan bagaimana aturan
distribusi dana ke setiap keluarga dan seluruh anggota kelompok
bersumbangsih bagi proses pembangunan kembali. Komponen
kunci dari pendekatan ini adalah pengembangan rencana tata ruang
komunitas oleh tiap desa yang berfungsi sebagai dokumen panduan
bagi pembangunan kembali. Tim-tim desa dibentuk untuk membangun
kembali infrastruktur utama. Fasilitator yang dilatih oleh Kementerian
Pekerjaan Umum ditugaskan untuk membantu masyarakat
mempersiapkan dan melaksanakan proyek-proyek mereka. Hibah dari
MDF dan JRF disalurkan langsung ke dalam rekening masyarakat. Dana-
dana itu ditarik secara bertahap berdasarkan kemajuan sebagaimana
ditetapkan dalam tahapan-tahapan yang telah disetujui.
63

REKOMPAK
para penerima bantuan dan pemerintah daerah, setiap tantangan dapat
dihadapi dan diatasi. Bagaimana pencapaian terjadi dibahas dalam Bab
3 dan 4.

MENGOORDINASIKAN BANTUAN REKONSTRUKSI


DAN MEMBANGUN KEMBALI PERUMAHAN DI JAWA

Indonesia tidak pernah jauh dari bahaya bencana alam. Pada bulan Mei 2006,
malapetaka melanda Indonesia sekali lagi saat Yogyakarta dan Jawa Tengah
dihantam oleh gempa bumi. Jumlah korban lebih rendah daripada bencana-
bencana serupa, namun kerusakan dan kerugian tetap besar. Gempa bumi
ini menempati peringkat sebagai salah satu bencana alam dengan tingkat
kerugian terbesar di negara-negara sedang berkembang dalam sepuluh tahun
terakhir.8 Kerusakan dan kerugian awal diperkirakan sekitar AS$3,1 miliar;
sektor perumahan menyumbang lebih dari separuh dari jumlah kerugian ini.9

Kurang dari dua bulan kemudian, pada bulan Juli 2006, tsunami terjadi di
Jawa Barat. Kejadian-kejadian ini meninggalkan jejak korban jiwa, hancurnya
rumah dan infrastruktur dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Kerusakan dan kerugian mencapai sekitar AS$112 juta.

Seorang penerima bantuan memperlihatkan sertifikat tanahnya kepada Ibu Agnes Foto:
van Ardenne, Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda, dalam kunjungannya ke Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
Blang Oi, Banda Aceh, pada tahun 2006. Belanda adalah salah satu dari 15 donor
untuk MDF.
64Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Pada bulan Juli 2006, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Rencana Aksi


untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi bagi Yogyakarta and Jawa Tengah
Pascabencana. Rencana Aksi itu didasarkan pada Penilaian Kerusakan
dan Kerugian dan memberikan garis besar keseluruhan upaya rehabilitasi
dan rekonstruksi daerah-daerah terdampak. Tiga bidang diprioritaskan:
rehabilitasi perumahan dan daerah permukiman, rehabilitasi fasilitas umum
dan pengaktifan kembali ekonomi.

Kerusakan dan kerugian di Jawa berbeda dari yang terjadi di Aceh dimana
kebanyakan infrastruktur berskala besar tidak rusak dan kerugian bagi
pemerintah daerah minimal. Seperti halnya di Aceh, banyak rumah hancur,
tetapi situasinya tidak mengerikan seperti yang telah terjadi di Aceh dan
rekonstruksi dapat berjalan lebih cepat. Di Aceh, banyak daratan lenyap
begitu saja ditelan laut dan dalam banyak kasus, komunitas-komunitas harus
dibangun kembali di lokasi-lokasi baru. Di Jawa, daratan kebanyakan tetap
utuh dan batas kepemilikan tanah masih terlihat, yang berarti bahwa setelah
pembersihan, komunitas dapat dibangun kembali di tanah yang sama.

Mengoordinasikan Tanggap Bencana di Jawa

Bencana di Jawa tidak mencetuskan sebuah deklarasi bencana nasional karena


pemerintah lokal dan provinsi tidak menjadi tak berfungsi sebagaimana halnya
di Aceh dan sanggup untuk bertanggung jawab terhadap proses rekonstruksi.
Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Nasional Pemerintah Indonesia,
bersama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten, memimpin upaya
tanggap darurat. Keputusan Presiden yang diberlakukan pada bulan Juli 2006
membentuk tim koordinasi untuk membuat keputusan-keputusan strategis
terkait kemungkinan hambatan yang jangkauannya melewati batas-batas
provinsi. Ketua tim ini adalah Menteri Koordinator Perekonomian dan wakilnya
adalah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Komite Pengarah mencakup
beberapa kementerian dan pemerintahan Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Tim Teknis Nasional (TTN) dibentuk dengan anggota-anggotanya berasal


dari badan-badan lini utama pemerintah untuk mendukung peran dan
fungsi Tim Koordinasi Nasional. TTN berkedudukan di Yogyakarta dan
bertindak sebagai penghubung antara Menteri Koordinator Perekonomian
di tingkat nasional dan provinsi-provinsi terdampak bencana. Perannya
adalah mengoordinasikan pengembangan sebuah kerangka kerja kebijakan,
menetapkan sebuah strategi untuk rekonstruksi, dan melaksanakan
keseluruhan proses pengawasan dan penilaian.

Pada pertemuan ke-15 Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (CGI) yang


diadakan pada bulan Juni 2006, Penilaian Kerusakan dan Kerugian awal gempa
bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah dipresentasikan. Menteri Keuangan
65

REKOMPAK
mengimbau para donor untuk mengerahkan bantuan melalui sebuah dana
perwalian multi donor, serupa dengan Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias
(MDF). Tujuan dari strategi ini adalah untuk mendayagunakan pengalaman
positif dan keunggulan komparatif MDF seperti kemampuan membangun
secara cepat, membiayai dan melaksanakan proyek-proyek; mengoordinasikan
sumber daya internasional seputar tujuan-tujuan umum; menghindari rangkap
pekerjaan; menciptakan sinergi dan mengurangi biaya transaksi bagi para donor
dan penerima bantuan. Secara khusus, Pemerintah Indonesia mengapresiasi
fleksibilitas pendanaan tersebut yang dapat digunakan untuk melengkapi
sumber dananya sendiri melalui pembiayaan rekonstruksi dan kegiatan
pembangunan lewat badan-badan pemerintah, juga lembaga-lembaga non-
pemerintah lainnya.

Java Reconstruction Fund (JRF)

Sekali lagi para donor berkumpul untuk memberikan bantuan. Pada bulan Oktober
2006, Java Reconstruction Fund (JRF) memulai operasi dengan mandat mendukung
rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan dan mata pencaharian. Sumbangan dari
tujuh donor berjumlah sekitar AS$94 juta. JRF bekerja bersama dan dipimpin oleh
Bappenas, yang bertanggung jawab pada seluruh koordinasi rekonstruksi. Seperti
dengan MDF, Bank Dunia bertindak sebagai wali amanat dana perwalian tersebut
atas permintaan Pemerintah Indonesia.

JRF mengerahkan sumber dana para donor dan memberikan dukungan keuangan
yang terkoordinasi bagi upaya pemulihan dengan menyalurkan bantuan bagi
rekonstruksi masyarakat dan pemulihan mata pencaharian di daerah terdampak.
Pada awalnya, JRF dimaksudkan beroperasi dari bulan Oktober 2006 hingga
Oktober 2009, dan kemudian diperpanjang hingga Desember 2011.10

Kontribusi Donor
Java Reconstruction Fund (JRF)

Sumber Kontribusi dalam AS$juta


Uni Eropa 51,17
Pemerintah Belanda 12,00
Pemerintah Inggris 10,77
Bank Pembangunan Asia 10,00
Pemerintah Kanada 6,53
Pemerintah Finlandia 1,99
Pemerintah Denmark 1,60
Jumlah kontribusi 94,06
66Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Struktur tata kelola JRF meniru MDF, dengan Komite Pengarah yang terdiri
dari wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan para donor. Komite Pengarah
bertanggung jawab untuk menetapkan berbagai prioritas strategis, menyetujui
usulan pembiayaan proyek, dan melakukan pengawasan dan pelaporan
kemajuan. Komite Pengarah didukung oleh Komite Peninjau Teknis, yang
terdiri dari wakil-wakil donor dan pemerintah lokal, yang memberikan tinjauan
teknis mengenai usulan proyek dan kegiatan program, mengawasi kemajuan
pelaksanaan dan membuat rekomendasi kepada Komite Pengarah. Sekretariat
membantu Komite Pengarah dan mengatur operasi sehari-hari.

Bappenas menjadi ketua bersama Komite Pengarah, bersama dengan Uni


Eropa sebagai donor terbesar, dan Bank Dunia sebagai Wali Amanat. Bank
Dunia bertindak sebagai lembaga mitra, yang memainkan peran pengarahan
dan pengawasan pada seluruh proyek JRF.

JRF mengadopsi pendekatan bertahap pada pelaksanaan rekonstruksi sesuai


dengan strategi Pemerintah Indonesia. Strategi ini diselaraskan dengan
Rencana Aksi Nasional untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi, dan berfokus pada

Para penerima manfaat menyusun batu bata untuk dinding rumah mereka yang baru. Foto:
Dalam pendekatan berbasis masyarakat Rekompak, anggota masyarakat sendirilah Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
yang bertanggung jawab membangun kembali rumah mereka, yang menuntun pada
pemberdayaan dan penguasaan keterampilan baru.
67

REKOMPAK
pemulihan perumahan dan infrastruktur umum, revitalisasi perekonomian
masyarakat dan daerah. Dukungan awal berpusat pada pemenuhan kebutuhan
tempat tinggal yang segera, perumahan dan pemulihan masyarakat, sementara
dukungan berikutnya menangani pemulihan ekonomi. Kebutuhan-kebutuhan
ini didukung oleh proyek-proyek JRF yang lain.11

Rekonstruksi Perumahan di Jawa

Berdasarkan pada pelaksanaan proyek rekonstruksi perumahan MDF yang


sukses di Aceh, dan atas permintaan Gubernur Yogyakarta, Pemerintah
Indonesia memilih pendekatan Rekompak untuk pelaksanaan rekonstruksi
perumahan dan infrastruktur masyarakat di Jawa. Hasil pembelajaran dalam
mekanisme Rekompak yang telah teruji di Aceh diterapkan di Jawa untuk lebih
meningkatkan kinerja dan hasilnya.

Lebih dari AS$75 juta, atau 80 persen dari dana JRF, dialokasikan bagi Rekompak
untuk membangun rumah dan infrastruktur masyarakat tahan gempa. Setelah
perumahan sementara dibangun untuk menyediakan tempat perlindungan
sementara, prioritas Pemerintah Indonesia adalah membangun rumah-rumah
permanen. Menggunakan pendekatan Rekompak yang dikembangkan di Aceh,
pemerintah daerah, para mitra dan sukarelawan dengan cepat dikerahkan untuk
memulai proses rekonstruksi di Jawa. Pengurangan risiko bencana disertakan
dalam seluruh kegiatan untuk memastikan rumah-rumah tahan gempa dan
masyarakat lebih siap untuk menghadapi kemungkinan bencana mendatang
(Lihat Bab 4). JRF membangun lebih dari 15.000 rumah tahan gempa di Jawa.

Selain rumah dan kegiatan yang didukung dengan dana hibah JRF melalui
proyek Rekompak, Pemerintah Indonesia juga menerapkan pendekatan
Rekompak secara lebih luas bagi keseluruhan program rekonstruksi perumahan
di Jawa, dengan menggunakan dana Pemerintah sendiri. Lewat pendekatan ini,
hampir 200.000 rumah dibangun kembali di Jawa dalam waktu kurang dari dua
tahun. Capaian ini merupakan salah satu pengalaman rekonstruksi perumahan
terbesar dan tercepat di dunia.

Tanggapan atas Letusan Gunung Merapi

Pekerjaan Rekompak dalam menanggapi gempa bumi dan tsunami di Jawa


Barat pada tahun 2006 hampir selesai saat letusan Gunung Merapi terjadi.
Letusan vulkanik Gunung Merapi berdampak parah pada sejumlah daerah
di provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk 45 desa
di mana kegiatan proyek JRF sedang dilaksanakan saat itu. Pada saat letusan
tersebut, program JRF dijadwalkan berakhir pada bulan Desember 2011.
68Pemulihan Masyarakat
BAB 2: Tanggap Bencana dan

Pemerintah Indonesia meminta suatu pertemuan darurat para donor JRF untuk
membahas bencana Merapi. Menanggapi permintaan Pemerintah, Komite
Pengarah JRF menyetujui untuk memperpanjang program JRF selama setahun lagi,
hingga bulan Desember 2012, dalam upaya membantu korban letusan Gunung
Merapi. Komite Pengarah mengalokasikan AS$3,5 juta dari dana JRF yang masih
tersedia bagi Rekompak untuk menangani kebutuhan rekonstruksi yang muncul
setelah letusan Gunung Merapi. Karena Rekompak masih memiliki kegiatan dan
fasilitator lapangan di daerah terdampak, hal tersebut memungkinkan Rekompak
memobilisasi tanggapan yang cepat dan meningkatkan dukungan melalui
mekanisme Rekompak yang ada. Karena mampu memperbesar skala kegiatan
tersebut, JRF dapat menjadi yang pertama memberikan alokasi yang signifikan
untuk bencana Merapi sementara bantuan lain sedang diupayakan.

Mengadaptasikan Rekompak pada Konteks Jawa


Rekonstruksi Aceh telah membuktikan nilai dan efektivitas penggunaan
pendekatan berbasis masyarakat. Jelas bahwa ketika orang diberdayakan untuk
memiliki hak suara tentang bagaimana rumah dan masyarakat mereka akan
dibangun kembali dengan sejumlah batasan dan pedoman, hasilnya adalah
kepuasan pemilik rumah yang tinggi. Di lain pihak, ketika masyarakat tidak mampu
membuat keputusan mereka sendiri, hasilnya kerapkali tidak memuaskan pihak
penerima manfaat dan rumah-rumah tidak dihuni. Pemerintah mengambil
keputusan untuk sekali lagi mengadopsi pendekatan berbasis masyarakat
Rekompak untuk rekonstruksi di Jawa untuk membangun perumahan sederhana
dan tahan gempa bagi mereka yang telah kehilangan rumah karena gempa
bumi. Pemerintah Indonesia juga berharap untuk menyaksikan masyarakat
menggantungkan diri pada “sumberdaya mereka sendiri untuk melanjutkan
upaya rehabilitasi perumahan mereka sehingga dapat membangun lingkungan
hidupnya di masa depan.”12 Hal ini mendasari pemikiran untuk membangun
rumah-rumah inti di Jawa yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan
keinginan individu daripada rumah-rumah penuh seperti yang dibangun di Aceh.

“Penduduk yang membangun kembali rumah mereka


juga turut bertanggung jawab untuk membangun
kembali kehidupan mereka – ini bagian kunci dari proses
penyembuhan. Gairah dan kepentingan pribadi mereka
yang kuat dalam membangun kembali rumah mereka
juga merupakan alat paling ampuh untuk dimanfaatkan
bagi pengawasan aliran dana yang efektif dalam upaya
mencegah korupsi dan penyalahgunaan.”
Evaluasi Tengah Waktu JRF, April 2009
69

REKOMPAK
Komitmen pemerintah yang kuat menghasilkan suatu upaya rekonstruksi yang
terkoordinasi baik dan cepat. Pemerintah pusat mendelegasikan pelaksanaan
rekonstruksi kepada dua pemerintah provinsi sehingga memastikan rasa
memiliki pada tingkat daerah. Hal ini juga memungkinkan kedua provinsi
tersebut merancang strategi-strategi bersifat lokal untuk disesuaikan dengan
masing-masing masyarakat. Dukungan yang disediakan oleh TTN bagi Tim
Koordinasi Nasional untuk mengoordinasikan rekonstruksi penting artinya
bagi kecepatan dan keefektifan proses rekonstruksi. TTN mempertemukan
beragam pemangku kepentingan pada rapat-rapat koordinasi bulanan hingga
akhir masa tugasnya pada tahun 2008, saat Bappenas mengambil alih peran
koordinasi tersebut. Masyarakat internasional juga memainkan peranan
penting dalam memperkuat upaya pemerintah dan kelompok-kelompok
masyarakat madani nasional dalam tanggap darurat.

Bab 2 menyajikan informasi mengenai bagaimana tanggap bencana


di Aceh dan Jawa dikoordinasikan dan peran yang dimainkan serta
kontribusi yang diberikan oleh Pemerintah, para donor, MDF dan JRF.
Bab ini menjelaskan bagaimana MDF dan JRF didirikan dan bagaimana
tahapan ditentukan bagi pelaksanaan proyek-proyek Rekompak. Bab
ini menuntaskan Bagian 1 dari buku ini.

Bagian 2 berfokus pada bagaimana Rekompak bekerja. Bab 3 terkait


dengan bagaimana proyek ini dilaksanakan pada tingkat lapangan –
bagaimana perencanaan masyarakat dilakukan, bagaimana kelompok-
kelompok perumahan dan komite-komite lainnya dibentuk, dan
bagaimana dana dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat.

1
Indonesia, Bappenas. 2005. Indonesia: Preliminary Damage and Loss Assessment, December 26, 2004 Natural Disaster.
Kata Pengantar.
2
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (the Consultative Group on Indonesia atau CGI) dibentuk oleh Pemerintah Indonesia dan
Bank Dunia untuk bekerja sama dengan para donor internasional dari tahun 1992 hingga 2007 untuk menanggulangi utang luar
negeri Indonesia dan mendukung pembangunan Indonesia.
3
Sudiatmo, Bambang; Susilo Kasru; Sarosa, Wisnubroto. The Executing Agency of Rehabilitation for Aceh and Nias (BRR NAD-
NIAS), 2009.3
4
BRR: Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Nanggroe Aceh Darussalam-Nias
5
NAD adalah singkatan dari Nanggroe Aceh Darussalam, yang merupakan nama resmi provinsi Aceh saat tsunami terjadi.
6
Pada bulan Juli 2007, BRR mempresentasikan Rencana Aksi, sebuah versi Rencana Induk yang direvisi.
7
Proyek-proyek P2KP dan PPK berkembang menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) Perdesaan
dan Perkotaan, gugus utama dari program-program Pemerintah Indonesia bagi pengentasan kemiskinan berbasis masyarakat.
8
Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. Juni 2006. Ringkasan Eksekutif.
9
Preliminary Damage and Loss Assessment Yogyakarta and Central Java Natural Disaster. June 2006. 12, 15
10
JRF kemudian diperpanjang lagi hingga bulan Desember 2012 dalam upaya menanggapi letusan Gunung Merapi
11
Lihat Laporan Akhir Java Reconstruction Fund 2012.
12
Living in Disaster Prone Area, TTN 2007. 44 (sebagaimana dikutip dalam Evaluasi Tengah Waktu (MTR) Java Reconstruction Fund
(JRF), April 2009).
BAGIAN DUA
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat 72
73

REKOMPAK
BAB 3
Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Fasilitator Rekompak menunjukkan


sejumlah pilihan perumahan bagi
para warga yang terkena dampak
letusan Merapi di Cangkringan,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam
sebuah rapat komunitas.

Foto: Fauzan Ijazah


untuk Sekretariat JRF
74
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Bab-bab terdahulu membahas beberapa bencana alam besar


yang menimpa Indonesia antara tahun 2004 dan 2010, bagaimana
Pemerintah Indonesia menanggapi dengan bantuan organisasi
dan masyarakat nasional dan internasional, dan bagaimana
mengkoordinasikan upaya-upaya rekonstruksi. Bab 3 menguraikan
tentang perencanaan dan persiapan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan sebuah program seperti Rekompak berdasarkan pada
bagaimana pengembangan program tersebut di Indonesia.

Bab ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama menjelaskan


tentang proses persiapan dan perencanaan rekonstruksi perumahan
berbasis masyarakat. Bab ini membahas secara singkat bagaimana
masyarakat penerima manfaat diidentifikasi, pengaturan sistem dan
prosedur operasi daerah dan peran berbagai tingkat pemerintah
dalam menetapkan lokasi bagi pelaksanaan Rekompak. Bagian kedua
membahas bagaimana proyek-proyek Rekompak dibentuk, termasuk
berbagai proses yang berhubungan dengan pelaksanaan program,
proses untuk mempersiapkan Rencana Pembangunan Pemukiman
dan bagaimana dana dikelola dan dicairkan. Penjelasan dalam bab
ini menggambarkan pengalaman yang diperoleh dari Aceh dan
Jawa. Rekompak, saat diterapkan di Jawa, mengambil manfaat dari
pengalaman dan hasil pembelajaran di Aceh. Oleh karena itu, contoh-
contoh yang digunakan kerapkali berdasarkan pada pelaksanaan
proyek di Jawa.

PENDEKATAN REKOMPAK
Dalam pendekatan berbasis masyarakat Rekompak, para penerima bantuan
menjadi pusat dari kegiatan tersebut. Semua keputusan dibuat oleh anggota
masyarakat sendiri: menentukan siapa yang berhak untuk menerima bantuan,
bagaimana perencanaan komunitas, tipe-tipe rumah seperti apa yang akan
dibangun, penentuan kebutuhan infrastruktur masyarakat, dan bagaimana
pelaksanaan pemeliharaan.

Pendekatan Rekompak mensyaratkan pemilik rumah untuk bertanggung


jawab terhadap rekonstruksi dan rehabilitasi rumah mereka. Hal ini
menghasilkan tingkat kualitas dan kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan
pendekatan-pendekatan rekonstruksi perumahan pascabencana yang
lain. Dengan proyek Rekompak, masyarakat terdampak bencana diberi
kesempatan untuk membangun kembali rumah dan infrastruktur masyarakat
mereka dengan penyaluran pendanaan langsung kepada mereka melalui
anggaran pemerintah dalam bentuk dana hibah. Para pemilik rumah dapat
merekonstruksi rumah sendiri, bersama tetangga mereka, atau dengan
bantuan tukang bangunan yang dipekerjakan di bawah pengawasan pemilik
rumah. Para fasilitator memberikan bantuan teknis dan pengawasan. Diluar
persyaratan utama berupa kualitas dan standar, pendekatan tersebut
75

REKOMPAK
memungkinkan fleksibilitas dalam menerapkan selera individu dan gaya
pribadi pada rancangan rumah, yang menghasilkan kepuasan yang tinggi di
pihak penerima bantuan.

Landasan Rekompak adalah prinsip-prinsip transparansi dan partisipasi.


Penerima manfaat turut serta dalam merencanakan rekonstruksi masyarakat
mereka, membuat keputusan melalui sebuah proses partisipatoris yang
terkait dengan siapa yang berhak menerima manfaat, dimana, apa dan
bagaimana pelaksanaan pembangunan kembali, dan bagaimana penggunaan
dananya. Mereka terlibat di dalam semua aspek proses pembangunan dan
mengawasi pengelolaan dana. Semua transaksi dan catatan bersifat terbuka
dan transparan. Mekanisme penanganan keluhan yang efektif membantu
menjamin akuntabilitas dan mencegah korupsi.

Pendekatan Rekompak memberdayakan masyarakat untuk mengambil


keputusan dan untuk mengorganisasi pemulihan permukiman mereka
sendiri, yang memberikan mereka suatu perasaan bahwa mereka memiliki
kendali atas masa depan mereka setelah bangkit dari masa lalu yang di
luar kendali manusia. Dengan berlandaskan gotong royong, pada saat
yang sama, Rekompak mendukung proses penyembuhan korban selamat.
Saat kegiatan pembangunan kembali dimulai, penerima manfaat seringkali
masih merasakan trauma dari kejadian mengerikan yang telah berhasil

Para fasilitator Rekompak dan anggota misi pengawasan Bank Dunia membahas Foto:
tata letak, kemajuan dan berbagai tantangan dari sebuah Rencana Pembangunan Sekretariat JRF
Pemukiman.
76
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Tujuan Rekompak adalah meningkatkan kemampuan masyarakat


untuk memulihkan kondisi kehidupan yang layak, dengan membangun
rumah tahan gempa dan mengorganisasi permukiman. Ini dicapai
dengan meningkatkan kapasitas masyarakat untuk:
• membangun rumah tahan gempa
• memasukkan pengurangan risiko bencana dalam Rencana
Pembangunan Pemukiman (RPP); dan
• mengembangkan infrastruktur lingkungan perumahan di daerah-
daerah terdampak bencana berdasarkan Rencana Pembangunan
Pemukiman (RPP)

mereka lewati, hilangnya orang-orang tercinta, atau luka-luka yang mereka


derita. Bekerja bersama dengan anggota keluarga dan/atau tetangga untuk
merekonstruksi komunitas mereka menghasilkan dampak pemulihan pada
semangat mereka, dan aspek tetangga-menolong-tetangga merupakan
bagian integral dari pendekatan tersebut. Rekompak dirancang untuk
memberdayakan komunitas yang hancur untuk memprakarsai–dan
mengarahkan sendiri–proses pembangunan kembali kehidupan dan rumah

Rincian dari model berbagai tipe perumahan dan sebuah model lokasi berkontur Foto:
berdasarkan pada Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP), yang menggambarkan Sekretariat JRF
usulan tata letak bagi sebuah komunitas yang sedang direlokasikan jauh dari zona
bahaya Gunung Merapi. Proses perencanaan permukiman masyarakat mendukung
akuntabilitas sosial, transparansi dan sasaran efektif yang mengarah kepada rasa
kepemilikan masyarakat yang kuat.
77

REKOMPAK
mereka. Melihat rumah dan komunitas mereka yang terbentuk secara
perlahan tapi pasti sebagai hasil upaya mereka sendiri telah membantu para
penerima bantuan membayangkan bentuk masa depan setelah tragedi yang
mereka alami.

“Seringkali kita memandang para korban bencana


sebagai orang-orang tak berdaya tanpa kapasitas, yang
memerlukan sumbangan. Rekompak percaya akan
sebaliknya. Rekompak meyakini bahwa orang-orang ini
memiliki kapasitas, bahwa mereka benar-benar ingin
turut serta dalam rekonstruksi.”
George Soraya, Bank Dunia Indonesia, Ketua Tim Rekompak

Pendekatan Rekompak efektif bagi rekonstruksi di tempat asal, juga pada


situasi yang mengharuskan masyarakat pindah ke lokasi-lokasi baru. Di Aceh,
ratusan mil garis pantai yang telah mengakibatkan sejumlah komunitas lenyap
begitu saja ditelan laut. Para korban selamat dari komunitas-komunitas
tersebut harus pindah ke lokasi-lokasi baru–ke tanah yang mereka miliki atau
tanah yang dihibahkan oleh pemerintah provinsi atau setempat. Masyarakat
lainnya di Aceh mampu dan memilih membangun kembali di lokasi-lokasi
tepat di mana rumah mereka berada sebelum tsunami. Setelah gempa bumi
di Jawa Tengah, rekonstruksi perumahan lebih sederhana karena kebanyakan
orang dapat membangun kembali di lokasi tepat di mana rumah mereka
dulunya berada, tanpa memerlukan proses akuisisi tanah yang rumit dan
beragam masalah relokasi. Akan tetapi, tanggapan terhadap letusan vulkanik
Gunung Merapi berujung pada relokasi beberapa komunitas. Komunitas-
komunitas tersebut semula tinggal di ‘’zona merah’’, suatu kawasan yang
dipandang tidak aman bagi permukiman manusia karena berada di jalur
langsung kemungkinan aliran lahar atau paparan gas-gas beracun jika Gunung
Merapi yang sangat aktif itu meletus. Relokasi sukarela ditawarkan kepada
komunitas-komunitas ini. Sebuah proses pengambilan keputusan berbasis
masyarakat dilakukan untuk menentukan ke mana mereka akan pindah,
dan proses ini memakan waktu. Tantangan-tantangan yang dihadirkan oleh
beragam kebutuhan dari berbagai bencana tidak dapat disepelekan.

Rekompak merupakan suatu pendekatan yang terus berkembang dan bersifat


fleksibel yang dapat diadaptasi untuk memenuhi sejumlah kondisi dalam
beragam konteks dan lingkungan. Di Indonesia, pendekatan Rekompak telah
digunakan dengan sukses dalam sejumlah situasi yang dihancurkan oleh
tsunami, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Di Aceh, pendekatan ini
berjalan dalam sebuah lingkungan yang tidak hanya berada dalam situasi
pascabencana tetapi juga pascakonflik.
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat 78

Poster-Poster Penyebaran Informasi Proyek


79

REKOMPAK
Komunikasi yang baik merupakan faktor kunci dalam keberhasilan program Sumber:
rekonstruksi berbasis masyarakat. Poster-poster semacam ini menyebarkan Tim Rekompak
informasi tentang topik-topik seperti kesiapsiagaan risiko bencana, transparansi dan
akuntabilitas, dan antikorupsi dalam program Rekompak.
80
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

LANGKAH-LANGKAH UNTUK MELAKSANAKAN


PENDEKATAN REKOMPAK

Rekonstruksi Rumah dalam Keseluruhan Kerangka


Kerja Rekonstruksi
Segera setelah bencana, penilaian kerusakan dan kerugian awal disiapkan
untuk menentukan besarnya kerugian dan menaksir jumlah kebutuhan.
Dokumen ini lazimnya berfungsi sebagai dasar bagi rencana rekonstruksi dan
permintaan pendanaan. Tahap tanggap darurat yang berlangsung beberapa
bulan pertama setelah bencana umumnya bersifat bantuan, dan memenuhi
kebutuhan pengobatan darurat, menyediakan tempat penampungan
sementara, makanan, air minum dan fasilitas sanitasi, membersihkan puing-
puing dan menyelamatkan rumah dan aset yang masih layak pakai. Layanan
psikologis dan sosial disediakan bagi korban selamat dan bantuan diberikan
untuk mencari anggota keluarga yang hilang dan memakamkan mereka
yang meninggal. Berbagai tingkatan pemerintah memainkan peran berbeda
dengan dukungan badan-badan kemanusian. Selama tahap ini, pendanaan
awal bagi rekonstruksi disisihkan, berbagai kebutuhan diidentifikasi
secara lebih rinci dan perencanaan untuk pembangunan kembali dimulai.
Komunitas-komunitas juga mulai berkumpul bersama selama tahap ini
untuk memikirkan bagaimana mereka dapat membangun kembali rumah,
komunitas dan kehidupan mereka.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Rencana Induk bagi Rehabilitasi dan


Rekonstruksi Aceh dan Nias berdasarkan Penilaian Kerusakan dan Kerugian
pada bulan Maret 2005, tiga bulan setelah tsunami. Rencana tersebut
mencakup rincian rekonstruksi yang dibutuhkan di Aceh, tapi bukan
merupakan cetak biru tentang bagaimana melakukan pembangunan kembali.
Prinsip “membangun kembali lebih baik” juga dimasukkan ke dalam Rencana
Induk dan telah menjadi slogan bagi kegiatan rekonstruksi di Aceh dan Nias.

Tingkatan Pemerintah di Indonesia

Bahasa Indonesia Bahasa Inggris


Pemerintah Pusat National Government

Provinsi Provincial

Kabupaten atau Kota District atau City

Kecamatan Sub-District

Desa Village

Dusun Sub-village
81

REKOMPAK
Pada bulan April 2005, Pemerintah Indonesia membentuk Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi untuk Aceh dan Nias (BRR) untuk mengoordinasikan dan
mengawasi pembangunan kembali Aceh, sebagaimana diuraikan dalam Bab
2. Multi Donor Fund (MDF), yang menghimpun pendanaan donor, didirikan
sekitar waktu yang sama dan bekerja sama erat dengan Badan Rekonstruksi
dan Rehabilitasi tersebut. Proyek Rekompak disetujui oleh Komite Pengarah
MDF pada bulan Mei 2005. Pada saat itu, pendekatan Rekompak sedang
dilaksanakan sebagai proyek percontohan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum bekerja sama dengan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) Pemerintah di salah satu desa yang terdampak paling parah di
Banda Aceh, Gampong Baro. Pada bulan Desember 2005, Pemerintah telah
mengidentifikasi komunitas-komunitas yang akan menerima bantuan melalui
Rekompak. Tahap berikutnya adalah menyiapkan kegiatan pada tingkat lokal.

Para anggota kelompok perumahan di Aceh bertemu untuk membahas dan Foto:
memonitor kemajuan. Rekompak berkontribusi terhadap pembentukan komunitas Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
yang kuat dan lestari dengan memberdayakan para penerima manfaat untuk
mengambil keputusan terkait masa depan mereka.
82
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Tanggapan segera terhadap bencana di Jawa berbeda dengan di Aceh,


dipandang dari skala, jenis kerusakan dan hasil pembelajaran berdasarkan
pengalaman Aceh. Pada tingkat nasional, Pemerintah Indonesia membentuk
sebuah Tim Koordinasi Nasional untuk Rekonstruksi dan Rehabilitasi daerah-
daerah terdampak gempa bumi di Jawa – ini sangat berbeda dengan badan
khusus setingkat kementerian (BRR) yang dibentuk dalam upaya rekonstruksi
Aceh. Tim Koordinasi Nasional untuk Jawa terdiri atas wakil-wakil dari
badan-badan pemerintah yang ada dan mencakup Kementerian Pekerjaan
Umum, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, pemerintah provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat dan
Yogyakarta dan Kementerian Keuangan. Tim ini bertindak sebagai badan
pembuat kebijakan dan penasihat bagi proyek Rekompak di daerah-daerah
terdampak bencana di Jawa.

Pada tingkat provinsi, Satuan Pelaksanaan Proyek ditunjuk oleh pemerintah


provinsi dibentuk di masing-masing dari tiga provinsi terdampak (Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat). Peran dari satuan
pelaksanaan adalah mengoordinasikan berbagai entitas rekonstruksi, yang
dengan demikian mendukung upaya rekonstruksi yang terkoordinasi.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah rencana yang mencontoh


Rencana Induk untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh, yang dalam
hal ini disebut sebagai Rencana Aksi untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi,
menyusul gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Rencana Aksi
tersebut dikeluarkan pada tanggal 17 Juli 2006, hari yang sama saat tsunami
menyerang pantai selatan Jawa Barat. Pemerintah Indonesia, yang diwakili
oleh Bappenas, merancang pedoman umum mengenai rekonstruksi dan
rehabilitasi. Pemerintah provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat serta Daerah
Istimewa Yogyakarta merancang rincian bagi rekonstruksi dan rehabilitasi
di daerah mereka masing-masing, yang dijadikan sebagai lampiran pada
Rencana Aksi utama.

Pemerintah Indonesia dan Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono


X, tertarik menggunakan pengalaman Rekompak di Aceh dalam rekonstruksi
perumahan di Jawa dan secara khusus meminta agar Rekompak dilaksanakan
disana. Sekali lagi, Kementerian Pekerjaan Umum menjadikan pendekatan
Rekompak sebagai contoh dalam proyek yang ada sebagai jembatan
penghubung sementara pengaturan kelembagaan sedang dalam proses
pembentukan untuk melaksanakan program tersebut di Jawa. Komite
Pengarah JRF menyetujui proyek Rekompak pada bulan November 2006.

Rencana Aksi Jawa menekankan bahwa mitigasi risiko bencana membutuhkan


perhatian khusus melalui pengidentifikasian risiko, penguatan institusi dan
kebijakan, dan melalui pendidikan dan peningkatan kapasitas masyarakat.
Penekanan ini selanjutnya menghasilkan suatu komponen pengurangan
risiko bencana yang lebih kuat dalam kegiatan-kegiatan Rekompak yang
dilaksanakan di Jawa dibandingkan pada kasus di Aceh.
83

REKOMPAK
Tantangan-Tantangan dalam Menetapkan Kebijakan Rekonstruksi

Tantangan Pembuatan Kebijakan Saran kepada Pembuat Kebijakan


Kebijakan rekonstruksi pasti Hindarilah mengumumkan rincian skema
akan menjadi pekerjaan yang bantuan sebelum mengumpulkan data
terus berproses sehingga perlu yang relatif dapat dipercaya mengenai
pemutakhirkan ketika informasi baru rumah tangga terdampak bencana untuk
tersedia. menghindari harapan tidak pasti akibat
pemberian komitmen kepada masyarakat
terdampak tersebut yang mungkin akan
sulit untuk dipenuhi karena alasan logistik
atau keuangan.
Masyarakat-masyarakat terdampak dan Hindarilah penyampaian kebijakan
para pemangku kepentingan lain perlu rekonstruksi sebagai sesuatu yang
untuk dimintai pendapat mengenai sudah final sebelum adanya dialog yang
parameter kebijakan rekonstruksi bersifat substantif terkait rekonstruksi
sebelum penuntasan parameter tersebut. yang dilakukan bersama para pemangku
Konsultasi yang tidak memadai dapat kepentingan.
menciptakan dinamika ketidakpercayaan
yang akan sulit diatasi kemudian.
Keputusan yang dibuat pada Sadarilah bahwa keputusan awal
tanggapan awal dapat mempengaruhi menyangkut tempat penampungan
bagaimana rekonstruksi dijalankan. dapat mempengaruhi pilihan-pilihan
yang tersedia nantinya dalam program
rekonstruksi dan pikirkanlah dengan hati-
hati tentang dampak jangka panjang dari
solusi jangka pendek.

Keputusan untuk memindahkan seluruh


penduduk ke barak-barak, dibandingkan
dengan solusi untuk menyediakan tempat
penampungan sementara di lokasi
terdampak bencana, umpamanya, dapat
mencerai-beraikan masyarakat terdampak
sampai ke tingkat yang hampir tidak
memungkinkan melaksanakan pendekatan
rekonstruksi berbasis masyarakat.

Mengumumkan skema bantuan Lakukanlah paling tidak suatu sensus dan


sebelum melakukan penilaian dapat penilaian kerusakan perumahan awal
mendorong para pemilik rumah sebelum mengumumkan skema bantuan
untuk merusak rumah-rumah perumahan.
mereka agar menerima manfaat
seperti yang diumumkan, dan
berakibat pada pengulangan secara
besar-besaran proses penilaian dan
pemrosesan keluhan.

Sumber: Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing after Natural Disasters,
World Bank, Washington DC, 2010. 30-31
84
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Perumahan Sementara
Segera setelah bencana alam, muncul kebutuhan akan perumahan sementara
ketika perumahan permanen sedang dibangun kembali. Perumahan sementara
menyediakan tempat tinggal layak huni bagi mereka yang rumahnya telah hancur
sementara menunggu rumah permanen dibangun kembali. Proses perencanaan
dan pembangunan perumahan permanen yang baru terkadang dapat memakan
waktu bertahun-tahun daripada berbulan-bulan, tergantung pada skala
bencana dan faktor-faktor yang memperumit pengambilan keputusan, seperti
pengambilalihan tanah dan penentuan apakah masyarakat di daerah-daerah
rawan bencana dipindahkan atau tidak.1

Setelah tsunami di Aceh, tempat-tempat penampungan sementara disediakan


oleh Pemerintah Indonesia dan badan-badan kemanusiaan nasional dan
internasional untuk para keluarga yang kehilangan rumah saat bencana.
Pemerintah menyadari bahwa karena skala dan kompleksitas bencana,
rekonstruksi perumahan akan memakan waktu lama. Pada kenyataannya,
sedikit rumah permanen diselesaikan dalam dua tahun pertama. Rekompak
memfokuskan upayanya pada pemberian dukungan kepada masyarakat untuk
membangun kembali perumahan permanen dan oleh karena itu, Rekompak tidak
menyediakan perumahan sementara di Aceh. Rumah-rumah yang disediakan
oleh Rekompak diselesaikan antara dua hingga empat tahun setelah tsunami.

Di Jawa, banyak organisasi nasional dan internasional, juga pemerintah,


menyediakan tempat penampungan sementara bagi keluarga-keluarga
sementara rumah permanen sedang dibangun. Dengan berkoordinasi secara

Sekitar 7.300 rumah tinggal sementara dibangun oleh JRF melalui Rekompak dan Foto:
dua proyek lainnya setelah gempa bumi tahun 2006. Struktur bangunan seperti Kristin Thompson
untuk Sekretariat JRF
ini dihargai sangat tinggi oleh para penerima manfaat sebagai alat untuk mulai
membangun kembali hidup mereka setelah bencana.
85

REKOMPAK
erat dengan para pemangku kepentingan dan badan-badan pelaksana terkait,
keluarga-keluarga yang kehilangan tempat tinggal di Jawa diberi tempat
tinggal sementara yang memadai sementara rumah permanen mereka sedang
dibangun. Java Reconstruction Fund (JRF) membangun hampir 7.300 tempat
penampungan sementara di Yogyakarta dan Jawa Tengah melalui dua proyek
khusus, juga melalui Rekompak.2

Pemerintah provinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah, bersama dengan Kelompok


Pemulihan Awal yang dipimpin PBB, mengembangkan sebuah strategi bersama
untuk mempercepat proses rekonstruksi. Strategi ini menjawab kebutuhan akan
perumahan sementara, dan tetap berpegang pada rencana pemerintah untuk
membangun perumahan permanen. Pembangunan perumahan permanen
telah berjalan dan diselesaikan jauh lebih cepat di Jawa dibandingkan pada
kasus di Aceh, yang disebabkan terutama oleh hasil pembelajaran dari berbagai
pengalaman di Aceh. Pada kenyataannya, proses rekonstruksi perumahan di
Jawa berjalan sangat jauh lebih cepat dari perkiraan semula sehingga jumlah
rumah sementara yang diperlukan berkurang.

Tempat tinggal sementara tidak dibiarkan tak berguna. Beberapa penerima


bantuan memanfaatkan tempat tinggal sementara mereka sebagai perluasan
pada rumah mereka, misalnya sebagai dapur, gudang atau toko kecil. Yang
lain menggunakan sebagian bahannya, terutama atap, untuk rumah-rumah
permanen mereka.3

Penilaian Perumahan dan Pengidentifikasian Masyarakat


yang Memenuhi Syarat
Data yang dikumpulkan selama penilaian awal memberikan bukti penting untuk
membuat kebijakan rekonstruksi. Namun, sangat mungkin bahwa tidak semua
informasi yang diperlukan akan tersedia saat pelaksanaan penilaian cepat di
awal. Jadi, penilaian kerusakan perumahan lanjutan diperlukan agar dapat
memperkirakan kebutuhan rinci bagi pemulihan perumahan dengan lebih
akurat dan mengidentifikasi masyarakat mana yang memenuhi syarat untuk
menerima bantuan dalam membangun kembali atau memperbaiki rumah
mereka. Mengidentifikasi masyarakat atau rumah tangga mana yang berhak atas
bantuan rekonstruksi perumahan merupakan sebuah tantangan yang sensitif.
Untuk menghindari ketegangan dan kemungkinan konflik, sebuah proses yang
transparan dan kriteria yang jelas harus diterapkan.

Penilaian Kerusakan dan Kerugian yang dituntaskan menyusul bencana di


Aceh dan Jawa digunakan untuk membantu menentukan masyarakat mana
yang memenuhi syarat bagi upaya rekonstruksi. Kriteria yang dipertimbangkan
termasuk:
• tingkat kerusakan fisik pada rumah dan infrastruktur
• besarnya jumlah penduduk yang ada
86
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

• kesediaan masyarakat untuk melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi


permukiman berbasis masyarakat
• kesediaan untuk terlibat dalam perjanjian dengan pemerintah lokal
• komitmen rekonstruksi oleh LSM atau donor lain
• jumlah unit rumah yang membutuhkan rekonstruksi atau rehabilitasi yang
tidak memiliki komitmen pembangunan kembali dari donor lain
• kemudahan akses dan dan koordinasi, dan
• ketersediaan dana.

Di Aceh, setelah pemerintah menentukan daerah-daerah terdampak


yang memenuhi syarat untuk direkonstruksi oleh donor, ditetapkanlah
desa-desa yang tercakup dalam rekonstruksi Rekompak MDF. Pada bulan
Desember 2005, Pemerintah memilih 100 desa di perkotaan dan 100 desa
di pedesaan4 di Aceh dari sejumlah desa yang terdampak paling parah oleh
tsunami dan gempa bumi untuk mendapatkan upaya rekonstruksi atau
rehabilitasi Rekompak MDF.

Di Jawa, karena sifat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi,


Pemerintah menjadikan perumahan sebagai prioritas tertinggi dalam
rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan mempertimbangkan pentingnya
industri rumah tangga di daerah tersebut, asumsinya adalah bahwa semakin
cepat orang dapat kembali ke rumah mereka yang baru direkonstruksi
atau direhabilitasi, akan semakin berkurang dampak bencana pada sektor
ekonomi. Rekompak memulai dengan sebuah proyek percontohan yang
dilaksanakan melalui Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
(P2KP) yang sedang berlangsung. Lewat program ini, dipilihlah rumahtangga-
rumahtangga termiskin di dalam masyarakat perkotaan yang terdampak
paling parah. Begitu rekonstruksi berjalan, untuk rumah dengan kerusakan
sedang hingga parah, para pemiliknya memenuhi syarat untuk menerima
bantuan pembangunan kembali dari Pemerintah. Rekompak setuju dengan
Pemerintah untuk memfokuskan rekonstruksi perumahannya di dua
kabupaten: Bantul di Yogyakarta dan Klaten di Jawa Tengah.

Perencanaan Peruntukan Tanah


Membenahi kepemilikan dan hak atas tanah merupakan sebuah proses sensitif
yang dilakukan sebelum pembangunan kembali, dengan mempertimbangkan
hukum-hukum yang berlaku, berbagai peraturan dan hak-hak milik.5 Proses
ini tergantung pada kerangka kerja hukum dan kelembagaan yang ada, juga
kapasitas sesungguhnya di tingkatan pemerintah daerah. Ketika batas tanah
dan properti telah hancur, dan saat penduduk harus dipindahkan karena
tanah yang semula mereka tempati dianggap tidak aman, dibutuhkanlah
proses ajudikasi tanah masyarakat. Pendekatan berbasis masyarakat untuk
ajudikasi tanah memiliki banyak manfaat.
87

REKOMPAK
Di Aceh, kapasitas pemerintah sudah rendah sebelum tsunami karena konflik
bertahun-tahun. Pada waktu tsunami, sejumlah tanah hilang tersapu, dan
banyak kantor pertanahan dan surat tanah hancur. Di daerah-daerah terdampak
paling parah, kekuatan tsunami begitu dahsyatnya sehingga tanda batas
tanah dan bangunan tidak terlihat lagi atau tanahnya sendiri sudah lenyap.
MDF mendukung Proyek Rekonstruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh
(RALAS), yang membantu pemerintah dalam rekonstruksi hak-hak kepemilikan
tanah, surat tanah, dan proses ajudikasi tanah masyarakat.

Di Aceh, kebanyakan tanah telah diturunkan ke ahli waris melalui sistem


tradisional, yang seringkali tanpa surat-surat tanah resmi. Dalam kasus-kasus
ini, para tetangga dipanggil untuk membuktikan kepemilikan tanah. Jika
prosesnya diselesaikan secara memuaskan, surat-surat tanah diterbitkan.
Karena begitu banyak korban jiwa, terkadang pemilik atau ahli warisnya tidak
dapat ditemukan. Aceh mengembangkan suatu proses ajudikasi masyarakat
yang unik untuk menangani situasi semacam itu.

Penerima bantuan Rekompak di Sigli, Aceh, memperlihatkan sertifikat tanah yang Foto:
membuat dirinya berhak membangun sebuah rumah di atas tanah itu. Catatan Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
pertanahan di banyak daerah di Aceh hancur saat tsunami. Proyek Rekonstruksi
Sistem Administrasi Pertanahan Aceh (RALAS) yang didanai oleh MDF membagikan
lebih dari 220.000 sertifikat tanah di Aceh dengan menggunakan suatu proses
ajudikasi masyarakat untuk menetapkan kepemilikan tanah.
88
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Rekonstruksi Sistem Administrasi dan Pertanahan Aceh:


Tiga Langkah Menuju Keamanan Pertanahan

Langkah 1: Ajudikasi Berbasis Masyarakat (Community Driven


Adjudication atau CDA)
Anggota masyarakat ikut serta menciptakan sebuah peta untuk
mengidentifikasi batas-batas dan kepemilikan tanah.

Langkah 2: Pengukuran dan Pemetaaan


Berdasarkan peta yang dibuat melalui proses CDA, Badan
Pertanahan Nasional (BPN) membuat sebuah peta tanah masyarakat,
membolehkan masyarakat untuk menanggapi dan menyelesaikan
keberatan atau masalah melalui diskusi desa atau tim penanganan
keluhan provinsi.

Langkah 3: Penerbitan Sertifikat


BPN menerbitkan sertifikat tanah atas nama pemilik tunggal atau
pemilik bersama. Dalam situasi khusus (ketika tanah harus diserahkan
kepada ahli waris yang belum cukup usia, atau ahli waris yang belum
dapat diidentifikasi), dokumen tanah sementara dapat diterbitkan.

Disadur dari: Housing: Roofing the Pillars of Hope. BRR Book Series
(BRR NAD-Nias. Banda Aceh, 2009). 44-45. Mengutip Keputusan
Badan Pertanahan Nasional No. 114-II.2005, mengenai Panduan untuk
Pendaftaran Tanah di Daerah Pascatsunami, halaman 1-27.

Investasi pada Fasilitator

Masyarakat yang dihancurkan oleh bencana tidak dapat begitu saja


membangun kembali rumah dan infrastruktur mereka sendiri. Mereka
membutuhkan bantuan dalam mengorganisasi diri mereka sendiri dan
memerlukan bantuan teknis untuk mengembangkan kecakapan mereka
dan memastikan hasil yang bermutu tinggi. Sebagaimana di program
lain, staf kunci harus dilatih dan berada pada posisi yang sesuai sebelum
Rekompak dapat memulai pelaksanaan programnya. Para pekerja lapangan
pengembangan masyarakat yang bagus, yang disebut fasilitator, penting bagi
proses tersebut. Mereka menyediakan dukungan teknis dan pengorganisasian
untuk memberdayakan masyarakat agar bertanggung jawab pada upaya
pemulihan mereka sendiri. Mereka juga merupakan komponen kunci
pendekatan Rekompak.

Program Pengembangan Kecamatan dan Program Penanggulangan


Kemiskinan Perkotaan, sebagai program-program pembangunan berbasis
masyarakat Pemerintah Indonesia yang dicontoh oleh Rekompak, bergantung
pada fasilitator untuk bekerja bersama masyarakat. Rekompak mengambil
pengalaman-pengalaman ini dan para fasilitator yang baik terbukti menjadi
89

REKOMPAK
bagian integral bagi keberhasilan pelaksanaan proyek-proyek Rekompak dan
seluruh program berbasis masyarakat. Oleh karena itu, perekrutan, pelatihan
dan retensi fasilitator yang berkualitas menjadi sebuah prioritas tinggi di
sepanjang usia Rekompak.

Fasilitator bertanggung jawab untuk memastikan bahwa para penerima


bantuan memahami tujuan Rekompak, termasuk manfaat apa saja yang
yang akan mereka terima dan tanggung jawab mereka sebagai peserta
Rekompak. Disamping itu, fasilitator memberikan pembinaan dan pelatihan
sambil bekerja mengenai penilaian kerusakan, pengadaan barang, konstruksi
rumah tahan gempa, praktik konstruksi yang baik, pengelolaan keuangan,
penanganan keluhan, dimensi sosial dan aspek-aspek pelaksanaan proyek
yang lain. Fasilitator membantu penerima bantuan mengatur diri mereka
sendiri dan melakukan pemetaan dan perencanaan masyarakat. Mereka
memberikan nasihat dan bantuan teknis pada setiap langkah proses
rekonstruksi. Barangkali, peran terpenting fasilitator adalah memberdayakan
penerima bantuan untuk bertanggung jawab terhadap pembangunan
kembali dengan meningkatkan rasa percaya diri, kapasitas dan pengetahuan
mereka tentang konstruksi. Tanpa fasilitator yang memainkan peran-peran
penting ini, pendekatan berbasis masyarakat tidak akan mungkin terjadi.

Para fasilitator Rekompak membahas sebuah peta desa bersama para pejabat Foto:
lokal di Pante Cermin, Aceh. Fasilitator yang terlatih baik, cakap, dan berkomitmen Haikal
Lomba Foto MDF
merupakan komponen kunci bagi keberhasilan pelaksanaan Rekompak.
90
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Fitur-Fitur Kunci dari Sistem Fasilitasi Masyarakat yang Baik

Fitur
Rekrutmen Fasilitator dipilih dari mereka yang memiliki kualifikasi dalam
salah satu bidang berikut: teknik atau konstruksi, keuangan,
pembangunan, atau pengorganisasian masyarakat. Seluruh
fasilitator perlu memiliki kecakapan praktis, juga kemampuan
untuk bekerja bersama masyarakat guna memberdayakan
mereka agar melaksanakan peran mereka dalam rekonstruksi
dan mengelola harapan masyarakat. Proses seleksi bagi
fasilitator dikelola oleh konsultan luar dan mencakup lamaran
tertulis dan wawancara.

Karena proyek berbasis masyarakat merupakan sebuah sumber


pembiayaan utama konstruksi pascabencana, kompensasi yang
ditawarkan kepada fasilitator mencerminkan nilai yang tidak
lebih dari harga pasar untuk tingkat pendidikan dan pengalaman
mereka sehingga mempekerjakan fasilitator masyarakat tidak
akan berkontribusi pada kenaikan gaji di pasar tenaga kerja
pascabencana.
Pelatihan Calon yang berhasil lulus proses rekrutmen menerima pelatihan
selama sekitar tiga minggu dalam dua komponen sebagai
berikut:

Dasar. Seluruh calon menerima pelatihan dasar yang sama.


Selama itu, mereka masih dievaluasi. Para pelatih menjelaskan
tentang proses fasilitasi dan “people skills” (kecakapan dalam
berhubungan dengan masyarakat) yang diperlukan. Fasilitator
diajarkan bahwa membangun rumah merupakan pintu masuk
yang memberi mereka kesempatan untuk mengatur masyarakat,
namun proses yang mereka fasilitasi adalah mengenai
pengerahan dan pemberdayaan masyarakat, bukan hanya
pembangunan rumah.

Teknis. Setiap fasilitator yang lulus pelatihan dasar


lalu ditugaskan pada salah satu dari tiga peran berikut:
pengembangan masyarakat; teknis (konstruksi); atau keuangan
– untuk pelatihan tambahan. Dalam komponen pelatihan ini,
mereka menerima instruksi tentang melatih anggota masyarakat
dalam prosedur proyek. Misalnya, fasilitator keuangan diajarkan
bagaimana melatih anggota masyarakat untuk mengelola
keuangan proyek.

Penugasan Fasilitator dibagi ke dalam tim-tim yang beranggotakan


masing-masing sembilan orang, yang terdiri atas dua fasilitator
pengembangan masyarakat, dua fasilitator teknik, seorang
fasilitator keuangan dan empat pengawas konstruksi
(yang disebut pengawas bangunan). Tim ini memberikan
dukungan kepada sebuah komunitas yang terdiri dari sekitar
275 rumah tangga selama enam bulan.
91

REKOMPAK
Pengawasan Pengawasan terhadap fasilitator dilakukan melalui
kunjungan mingguan oleh ahli-ahli keuangan, pembangunan
masyarakat, dan teknik, agar mereka mengidentifikasi
masalah-masalah khusus untuk masyarakat tertentu, juga
masalah-masalah umum dalam program. Ketika masalah
umum diidentifikasi, para fasilitator dikumpulkan untuk
pelatihan tambahan atau pemecahan masalah. Buku harian
fasilitator dikaji oleh para ahli selama kunjungan mereka.
Fasilitator dinilai berdasarkan kualitas dari hasil dalam
masyarakat, dan gaji mereka dapat ditahan jika standar
proyek dan tahapan kemajuan tidak dapat dipenuhi
Sumber: Jha, Abbas, dkk. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook for Reconstructing After
Natural Disasters, 2010: Bank Dunia: Washington DC.

Sumber daya manusia di Aceh semakin menipis karena kebutuhan akan staf
yang sangat besar untuk keseluruhan proses rekonstruksi. Ini mengakibatkan
kurangnya fasilitator yang baik di Aceh, dan terlebih lagi di Nias. Hal ini menjadi
salah satu tantangan paling signifikan yang terus-menerus dihadapi oleh
Rekompak selama kegiatan rekonstruksi. Berdasarkan hubungan yang terlihat di
Aceh antara kualitas fasilitator secara individu dan kualitas hasil kerja Rekompak
pada tingkat desa, penekanan yang lebih dilakukan untuk memastikan bahwa
fasilitator memiliki kecakapan yang diperlukan saat Rekompak dilaksanakan di
Jawa, agar dapat menjamin kualitas hasil yang lebih tinggi pula. Hal ini dilakukan
dengan memberikan pelatihan tambahan kepada fasilitator dan juga dengan
mempekerjakan pengawas teknis tambahan dengan latar belakang bidang
konstruksi di sekolah kejuruan untuk mendukung tim-tim fasilitator di lapangan.

“Awalnya sulit karena kebanyakan orang tidak mengerti


bagaimana mengelola pembangunan sebuah rumah. Tapi
dengan dukungan para fasilitator dan konsultan Rekompak,
setiap orang akhirnya menjadi sangat bersemangat. Usaha
seluruh anggota tim sungguh-sungguh membuat program
ini dapat berjalan di desa kami.” 
Munazir, tukang kayu di desa Gampong Baro, Banda Aceh

PERENCANAAN PERMUKIMAN MASYARAKAT:


INTI PROGRAM REKOMPAK

Proses Perencanaan Permukiman Masyarakat merupakan inti Rekompak. Para


penerima bantuan adalah ahli-ahlinya dalam pengertian mereka mengetahui
seperti apa masyarakat mereka sebelum bencana dan masyarakat seperti apa
yang diangankan untuk dibangun kembali. Inilah salah satu alasan mengapa
92
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

pendekatan berbasis masyarakat berjalan dengan baik, yang menghasilkan


kepuasan yang tinggi dan rasa memiliki. Proses perencanaan bersifat inklusif,
yang dimaksudkan untuk melibatkan seluruh anggota masyarakat, termasuk
perempuan, dengan memberi mereka peran dan suara dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan.

Rencana Pembangunan Pemukiman Rekompak adalah rencana tata ruang


yang dikembangkan oleh masyarakat penerima manfaat melalui suatu proses
partisipatoris lewat banyak pertemuan dan dengan segudang pembahasan.
Proses persiapan memberi kesempatan kepada penerima manfaat untuk
merencanakan tempat tinggal masa depan mereka dengan mempertimbangkan
bahaya alam, perlindungan lingkungan hidup dan kebutuhan akan fasilitas dan
ruang sosial bersama. Rencana Pembangunan Pemukiman dimulai dengan
pemetaan tanah dan memasukan lokasi rumah, ruang publik, jalan lingkungan,
sistem pembuangan air, pasokan air dan jaringan listrik.

Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) adalah proses inklusif yang mendorong


keterlibatan lebih besar dari kelompok-kelompok terpinggirkan dalam kegiatan
rekonstruksi. Contohnya, perempuan dan kaum miskin diberi suara lebih banyak
dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan proyek-proyek yang berdampak
pada seluruh masyarakat sebagai hasil dari keterlibatan mereka dalam proses
perencanaan. RPP juga membuahkan tingkat kepuasan di kalangan penerima
manfaat dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap proses perencanaan dan
aset-aset baru mereka yang lebih tinggi. Cakupan anggota masyarakat yang
lebih luas dapat terekspos untuk strategi kesiapsiagaan bencana melalui proses
perencanaan, yang juga berkontribusi terhadap tujuan proyek untuk membangun
kembali masyarakat yang lebih kuat dan tangguh.

Proses tersebut dimulai dengan penyebaran informasi yang diikuti dengan sebuah
survei, yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar bagi perencanaan. Sejumlah
sesi penyebaran informasi dilakukan oleh para fasilitator dengan keahlian di
bidang konstruksi dan pembangunan masyarakat. Mereka memberikan informasi
umum tentang Rekompak dan survei tersebut dan menjawab pertanyaan
apa saja. Hal ini untuk memastikan bahwa para penerima manfaat mengerti
bagaimana menyelenggarakan survei semacam itu yang akan digunakan untuk
mengembangkan RPP.

Penyusunan RPP menyita waktu dan memerlukan konsensus. Setiap rumah,


batas tanah dan bangunan, lokasi akses jalan dan penempatan rumah harus
disetujui oleh semua orang. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mencegah
konflik di masa datang dengan memastikan bahwa prosesnya terpadu dan tidak
bersifat memecah belah. Jika terdapat ketidaksetujuan selama proses tersebut,
dicarikan pemecahan masalah lewat perundingan dan diambil keputusan demi
kepentingan terbaik seluruh masyarakat.
93

REKOMPAK
Recana Tata Ruang Desa – Peta Lokasi dan Jalur Evakuasi
Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta

Kantor Lurah
• Daya tampung: 50 KK Banguntapan
• Fasilitas: MCK 3 ruang Rejowinangun
• Bangunan tahan gempa Gedung SD & lapangan
I
• Daya tampung: 250 KK
• Fasilitas: MCK 6 ruang
Rumah Sakit
• Konstruksi tahan gempa
• Daya tampung: 150 KK II
• Fasilitas: cukup
III

Gedung SD & lapangan


• Daya tampung: 250 KK IV
• Fasilitas: MCK 12 ruang
• Bangunan tahan gempa Prenggan
Tanah kosong
Tanah kosong • Daya tampung: 450 KK
• Fasilitas: belum ada
• Daya tampung: 300 KK
• Fasilitas: belum ada V
Gedung SMP & lapangan
Tanah kosong VI
• Daya tampung: 350 KK
• Daya tampung: 450 KK • Fasilitas: MCK 9 ruang
• Fasilitas: belum ada VII • Bangunan tahan gempa
XII

Jagalan VIII
XIII LEGENDA
Tanah kosong XI
IX Batas kelurahan
• Daya tampung: 450 KK
• Fasilitas: belum ada Batas RW
XIV
Banjir

X Genangan
Wirokerten Kebakaran

Angin ribut

Lokasi evakuasi

Evakuasi alternatif (masjid)


Gedung SD & lapangan Wisma AMM
Jalur evakuasi
• Daya tampung: 250 KK • Daya tampung: 350 KK
• Fasilitas: MCK 7 ruang • Fasilitas: MCK 8 ruang
100 m 50 m 200 m
• Bangunan tahan gempa • Bangunan tahan gempa
0m U

Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) membantu masyarakat mengidentifikasi kebutuhan mereka sendiri dan
memasukkan upaya pengurangan risiko bencana dan strategi pengelolaan ke dalam rencana tata ruang mereka sendiri.
Disini, denah rencana tata ruang desa memperlihatkan tempat evakuasi dan jalur penyelamatan bagi desa Purbayan
di kecamatan Kotagede, DIY. Proses Perencanaan Tata Ruang Masyarakat di bawah proyek Rekompak telah membantu
lebih dari 265 desa untuk menilai risiko dan bersiaga terhadap potensi bencana.
94
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Langkah-Langkah dalam Proses


Perencanaan Permukiman Masyarakat
Proses Perencanaan Rekonstruksi Masyarakat melibatkan serangkaian
kegiatan yang mencakup penyebaran informasi mengenai kegiatan Rekompak,
pembentukan kelompok-kelompok penerima bantuan dan komite pengawas
dan persiapan RPP. Ketika rencana-rencana telah diselesaikan dan disetujui,
langkah terakhir dari proses tersebut berujung pada pencairan dana tahap
pertama sehingga pembangunan kembali dapat dimulai. Di bawah ini adalah
penjelasan singkat dari sebuah proses perencanaan masyarakat Rekompak
yang digunakan di Indonesia. Perlu dicatat bahwa proses tersebut terus
berkembang dan harus disesuaikan dengan situasi tertentu. Beberapa
langkah dapat berjalan bersamaan dan dalam sebagian besar kasus mencakup
perumahan dan infrastruktur masyarakat.

1. Penyebaran Informasi
Penyebaran Informasi dan peningkatan kesadaran bagi masyarakat
terdampak dilakukan oleh dewan perwalian desa dengan bantuan dari
fasilitator. Di Indonesia, dewan perwalian desa pada awalnya dibentuk oleh
Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan dan Rekompak bergantung
pada badan yang telah ada ini untuk penyebaran informasi di tempat-
tempat di mana mereka pernah berada. Menggunakan mekanisme yang ada
memungkinkan pelaksanaan proyek yang lebih cepat dan efisien. Struktur
manajemen/kepemimpinan desa lainnya juga dapat digunakan atau sebuah
badan baru dapat dibentuk bilamana struktur yang ada lemah atau tidak
tersedia.

2. Pembentukan Komite Sukarelawan


Di Indonesia, komite sukarelawan terdiri atas Komite Perencanaan, Komite
Pelaksana, dan Komite Operasi dan Pemeliharaan. Komite-komite tersebut
tidak perlu dibentuk pada saat yang bersamaan dan dapat bertahap
sesuai kebutuhan. Komite-komite lain, seperti Komite Pengadaan Barang,
juga dibentuk ketika dibutuhkan. Wakil-wakil masyarakat dalam komite
sukarelawan menjalankan tugas dan memimpin komite.

3. Survei Komunitas
Wakil-wakil masyarakat melakukan survei mandiri tentang perumahan
dan infrastruktur dengan bantuan dari fasilitator dan berkoordinasi
dengan pemerintah setempat. Surveinya termasuk pengidentifikasian dan
pencocokan para penerima bantuan serta penyelesaian daftar penerima
bantuan. Kepemilikan tanah juga dikonfirmasi pada saat ini dan surat-surat
tanah diberikan oleh badan pemerintah terkait. Hasil temuan dipresentasikan
95

REKOMPAK
kepada para wali amanat desa dan masyarakat untuk disetujui sebelum
proses pembangunan kembali secara fisik dimulai.

4. Pembentukan Kelompok dan Komite Perumahan


Pembangunan kembali di bawah Rekompak diatur oleh kelompok perumahan
masyarakat yang terdiri atas sekitar 10 keluarga yang tinggal berdekatan.
Anggota kelompok biasanya adalah tetangga atau kerabat yang bersedia
bekerja sama membangun kembali permukiman mereka. Sukarelawan dari
kelompok membentuk sebuah komite yang terdiri atas ketua, sekretaris,
bendahara dan wakil-wakil rumah tangga, yang biasanya satu orang per
rumah tangga. Bersama dengan para anggota rumah tangga, komite tersebut
membuat keputusan atas investasi, melakukan pengadaan barang, mengawasi
dana, membantu pelaksanaan konstruksi, melakukan pengawasan terhadap
rekening terkait dana yang dibelanjakan dan melaporkan kemajuan. Setiap
komite melapor ke para wali amanat desa.

5. Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) Disiapkan


RPP yang dikembangkan melalui proses partisipatoris menjadi dokumen
panduan tentang bagaimana pembangunan kembali dilakukan.
Rencana tata ruang disiapkan dan masyarakat menyetujui prioritas
infrastruktur dan fasilitas desa yang akan dibangun kembali. Sistem dan
prosedur operasi serta pemeliharaan juga dibentuk. Rencana tersebut
mengidentifikasi daerah-daerah yang rawan terhadap potensi bahaya
sehingga tindakan dapat dilakukan untuk mencegah, atau paling tidak
untuk menanggulangi, kemungkinan bencana di masa datang. Jika batas
tanah dan bangunan harus dibuat seperti pada kasus di beberapa daerah
di Aceh dan Jawa, ini dimasukkan dalam proses perencanaan. Setiap
desa Rekompak memiliki RPP sendiri, sesuai dengan kebutuhan, kondisi
dan potensi khasnya. Fasilitator Rekompak menyediakan bantuan dalam
seluruh aspek pengembangan rencana.

6. Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) Diajukan kepada Wali Amanat


Desa untuk Disetujui
Begitu dituntaskan, RPP diajukan kepada wali amanat desa untuk mendapatkan
persetujuan. Setelah para fasilitator dan wali amanat memeriksa dan
menyetujui rencana tersebut (revisi yang diperlukan dapat dilakukan pada
tiap tahapan), rencana tersebut diajukan kepada Unit Pengelolaan Program
untuk mendapatkan persetujuan. Jika rencana disetujui, pendanaan untuk
melanjutkan rencana disediakan. Pembangunan dimulai ketika dana tahap
pertama dicairkan. Ini mengawali proses yang akhirnya berujung pada titik di
mana pemilik rumah memperoleh persetujuan untuk menempati rumahnya.
96
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Peran Fasilitator dalam Rencana Pembangunan Pemukiman


• Menyebarkan informasi mengenai proyek Rekompak
• Membantu para penerima bantuan untuk membentuk kelompok
rumah tangga yang memenuhi syarat untuk menerima bantuan
Rekompak
• Melatih para sukarelawan masyarakat dalam hal metodologi
penilaian kerusakan dan praktik konstruksi tahan gempa yang baik
• Memfasilitasi pengembangan Rencana Pembangunan Pemukiman
• Memberi bantuan teknis untuk memastikan konstruksi rumah
tahan gempa yang baik
• Membantu penulisan proposal untuk pendanaan infrastruktur
masyarakat
• Menyebarkan informasi mengenai sumber-sumber pendanaan
• Memberi bantuan teknis untuk membangun kembali infrastruktur
dengan pengurangan risiko bencana terpasang
• Memfasilitasi diskusi masyarakat, yang memastikan semua suara
dan pendapat kelompok minoritas didengar, dan menjadi penengah
jika diperlukan
• Melatih para penerima bantuan dalam hal administrasi, tata buku,
pelaporan, dan pemeliharaan aset
• Mengkaji semua rencana dan laporan keuangan dan memberikan
rekomendasi jika diperlukan
• Mengawasi kualitas konstruksi dan merekomendasikan pencairan
dana jika standar dipenuhi

Apa yang Dimasukkan dalam Suatu Rencana Pembangunan Pemukiman?

Rencana Pembangunan Pemukiman mempertimbangkan sejumlah


keprihatinan sosial dan lingkungan hidup dan memfokuskan diri pada
peningkatan kesiapsiagaan bencana. Di bawah ini adalah contoh dari
beberapa kegiatan yang dilibatkan dalam mempersiapkan rencana-
rencana ini:
• Siapkan profil desa termasuk data penduduk, tingkat pendidikan,
pekerjaan warga, batas-batas desa, penggunaan lahan dan surat-
surat tanah
• Lakukan pemetaan mandiri yang mencakup potensi sumber daya,
potensi masalah, dan rencana pemerintah
• Analisa potensi sumber daya, masalah, dan solusinya
• Siapkan rencana penanggulangan bencana
• Periksa berbagai acuan seperti peta penggunaan lahan, peta
jaringan, peta zona ekonomi dan peta daerah rawan bencana
• Siapkan rencana tata ruang, termasuk rumah, infrastruktur
masyarakat, fasilitas, dan jalur evakuasi

Di Indonesia, Rencana Pembangunan Pemukiman disertakan dalam rencana


jangka menengah (3-5 tahun) tetap pemerintah dan disesuaikan dengan
program-program desa tetangga.

Disadur dari: Post-Tsunami and Earthquake Community-Based Rebuilding of Settlement and


Infrastructure. 126
97

REKOMPAK
Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP): Elemen-Elemen Dasar untuk
Pemukiman Kembali

RPP merupakan sebuah rencana tata ruang menyeluruh yang digunakan


untuk merancang dan menyepakati lingkungan sosial dan fisik sebagaimana
diangankan/dibutuhkan oleh suatu masyarakat. Rencana tersebut dapat
mencakup berbagai langkah untuk menanggulangi kemungkinan bencana
di masa datang dengan merehabilitasi dan/atau membangun (kembali)
infrastruktur masyarakat. RPP Rekompak biasanya meliputi:
• peta-peta kondisi yang ada
• pemetaan kerusakan
• pemetaan rencana alokasi tanah
• rencana perumahan dan infrastruktur
• rencana fasilitas dan utilitas
• rencana pengelolaan lingkungan hidup dan sosial
• peraturan dan persetujuan tentang program perumahan masyarakat;
dan
• rancangan rencana aksi untuk setiap prioritas program.

Dua anggota komite kelompok perumahan di desa Wonorejo, Yogyakarta, Jawa Foto:
Tengah, memperlihatkan dokumen lengkap Rencana Pembangunan Pemukiman Christiani Tumelap
untuk Sekretariat JRF
(RPP). Kelompok-kelompok perumahan mengembangkan setiap RPP dengan bantuan
fasilitator.
98
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

MEMERCAYAKAN DANA KEPADA MASYARAKAT

Salah satu prinsip rekonstruksi berbasis masyarakat adalah bahwa penerima


manfaat bertanggung jawab terhadap seluruh aspek pembangunan kembali,
termasuk bagaimana dana dibelanjakan. Seringkali penerima manfaat tidak
memiliki pengalaman dalam aspek keuangan terkait proyek masyarakat,
sehingga bantuan teknis dan penguatan kapasitas serta pelatihan harus
disediakan bagi penerima manfaat dan pemerintah lokal yang bertanggung
jawab untuk mengawasi. Membentuk sistem keuangan yang transparan juga
sangat penting.

Bagaimana Dana Menjangkau Para Penerima Bantuan?

Rekompak menempatkan dana untuk rekonstruksi langsung ke tangan


anggota masyarakat dengan setiap orang bertanggung jawab untuk
membangun rumahnya masing-masing. Proyek tersebut memanfaatkan
mekanisme pemerintah yang ada untuk memindahkan dana langsung ke
rekening masyarakat. Setelah disetujui oleh petugas proyek pemerintah
lokal, dana dipindahkan dari bendahara nasional ke rekening-rekening
di tingkat daerah atas nama wali amanat desa dan kelompok masyarakat.
Dengan cara ini, dana dikucurkan tanpa melewati berbagai lapisan birokrasi
pemerintah dan mengurangi potensi penyalahgunaan dan korupsi. Hal ini
mengikis kelambanan birokrasi dan membuat masyarakat dapat melakukan
pengawasan yang jelas terhadap dana yang menjadi tanggung jawab mereka.

1. Membuka Rekening Masyarakat


Baik di Aceh maupun di Jawa, dana dicairkan oleh bank-bank komersial ke
rekening kelompok masyarakat. Dibutuhkan paling sedikit tiga tanda tangan
untuk membuka rekening dan menarik dana. Untuk memastikan akuntabilitas
keuangan dan kewajiban bank komersial jika terjadi penyimpangan, bank
komersial menandatangani sebuah perjanjian dengan Bank Dunia, yang
bertindak sebagai wali untuk dana donor yang diberikan lewat Dana Perwalian
MDF dan JRF.

2. Mencairkan Dana kepada Masyarakat

• Hibah Perumahan
Dana hibah dari dana donor MDF dan JRF disalurkan melalui Rekompak
langsung ke masyarakat sehingga anggota masyarakat yang memenuhi syarat
dapat membangun kembali atau memperbaiki rumah mereka sendiri. Hibah
dicairkan dari anggaran proyek ke rekening-rekening kelompok perumahan.
Para ketua kelompok kemudian memindahkan dana ke anggota kelompok
99

REKOMPAK
PENYALURAN DANA

HIBAH
(Donor → Bank Dunia →
Pemerintah Indonesia)

PEMERINTAH
BANK SENTRAL INDONESIA
Badan Pelaksana

BANK
OPERASIONAL
Perumahan Infrastruktur
Konsultan,
Desa
Fasilitator
Rekening
Wali Amanat
Desa

Rekening Kelompok
7-10 keluarga

yang memenuhi syarat. Hibah dicairkan dalam tiga tahap dan ditambah
kembali sesuai dengan kemajuan yang dapat diverifikasi yang dicapai
oleh kelompok perumahan yang konsisten dengan rencana pelaksanaan
yang disetujui. Fasilitator perumahan mengesahkan dan menandatangani
permintaan pencairan dana yang ditandatangani bersama oleh kelompok
perumahan dan disaksikan oleh seorang fasilitator lain. Setelah menerima
formulir yang ditandatangani oleh Manajer Operasi Lapangan (seorang
pegawai pemerintah dari jajaran staf kecamatan), permintaan tersebut
disampaikan kepada bank untuk pencairan dana.

Biaya rekonstruksi perumahan jauh lebih tinggi di Aceh dibandingkan di Jawa.


Di Aceh, dana hibah rekonstruksi adalah AS$5.900 per rumah. Dana hibah
rehabilitasi adalah AS$1.700 per rumah. Biaya pembangunan perumahan
meningkat ketika rekonstruksi sedang berjalan. Aceh berada di bagian
Indonesia yang lebih jauh dibandingkan dengan daerah-daerah terdampak
di Jawa dan biaya untuk mengangkut bahan, ditambah dengan kelangkaan
bahan, menaikkan harga. Ketika harga-harga naik, jumlah rumah yang dapat
dibangun dengan jumlah dana yang sama menjadi berkurang dan karenanya,
target perumahan harus disesuaikan.
100
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

Untuk mengurangi dampak dari kenaikan harga pada hasil proyek, di Jawa,
diputuskan untuk memberikan “rumah inti” kepada penerima bantuan. Di
Aceh, komitmen telah dibuat untuk memberikan rumah lengkap dengan
semua sentuhan akhir, termasuk pengecatan dan perapihan, kepada
penerima bantuan. Di Jawa, setiap penerima manfaat perumahan Rekompak
menerima AS$2.200 untuk pembangunan sebuah rumah inti.6 Rumah inti
merupakan struktur bangunan tahan gempa dan atapnya, yang dilengkapi
dengan fasilitas dasar (listrik dan air). Sentuhan akhir, seperti pengecatan,
penghalusan dinding dengan plester dan pemasangan ubin, tidak termasuk,
karena hal tersebut diharapkan dibiayai lewat kontribusi pemilik rumah
sendiri dengan dana mereka sendiri. Sentuhan akhir dapat dilakukan segera

Eri Indriastuti (kiri), penerima manfaat perumahan Rekompak, bersama ayahnya Foto:
(kanan) di depan rumah mereka di Wonokromo, Yogyakarta. Eri bertindak sebagai Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
bendahara bagi sebuah kelompok rumah tangga yang terdiri dari sepuluh keluarga
yang membangun kembali rumah mereka dengan dukungan dari Rekompak JRF.
101

REKOMPAK
atau suatu hari di masa mendatang saat dana telah tersedia. Sementara
itu, para warga dapat keluar dari tempat penampungan sementara dan
menempati rumah-rumah baru mereka.

Pemilik rumah memiliki sejumlah fleksibilitas dalam rancangan rumah


mereka. Di Jawa, mereka dapat memilih antara sebuah rumah seluas 24
meter persegi dengan lebih banyak sentuhan akhir atau sebuah rumah
seluas 26 meter persegi dengan lebih sedikit sentuhan akhir. Pemilik rumah
dapat menyelamatkan sisa bahan bangunan dari rumah mereka yang
hancur untuk digunakan dalam pembangunan, sehingga menghemat bahan
dan memperoleh variasi rancangan yang lebih banyak. Memperbolehkan
selera individu diterapkan pada rumah mengurangi ketidakefisienan dan
meningkatkan rasa kepemilikan. Denah dibuat fleksibel. Misalnya, para
penerima manfaat dapat memutuskan di mana kamar tidur, dapur dan
ruangan lain akan berada dan di mana pembatas ruangan akan dipasang.

“Orang tidak hanya diberi kunci rumah. Karena mereka


telah dilibatkan dalam setiap tahap, saya pikir rasa memiliki
menjadi lebih besar. Partisipasi juga mencegah korupsi
dan penyelewengan karena orang dapat mengamati dan
mengawasi setiap aspek pembangunan. Mereka tahu
berapa harga bahan-bahan bangunan.”
Pak Sugianto, seorang sukarelawan Rekompak dari desa Jambu,
Daerah Istimewa Yogyakarta

• Hibah Infrastruktur Masyarakat


Selain hibah perumahan, dana hibah tersedia untuk rehabilitasi infrastruktur
masyarakat berskala kecil. Berdasarkan RPP yang telah diselesaikan, komunitas
Rekompak mengajukan permintaan akan dana hibah sesuai dengan prioritas
kebutuhan. Pelaksanaannya terpusat pada struktur penanggulangan bencana
dan tujuannya untuk “membangun kembali lebih baik”. Dana dicairkan untuk
komite yang bertanggung jawab terhadap infrastruktur melalui sebuah
proses yang serupa dengan pencairan dana hibah perumahan.

TRANSPARANSI DAN PERTANGGUNGJAWABAN

Pembangunan berbasis masyarakat bertumpu pada prinsip-prinsip


transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek. Ini dicapai melalui
proses partisipatoris, arus komunikasi dan informasi yang baik, dan struktur
102
BAB 3: Perencanaan dan Pengorganisasian
Rekonstruksi Berbasis Masyarakat

yang transparan. Mekanisme penanganan keluhan yang teliti dan mudah


diakses merupakan komponen penting lainnya bagi kesuksesan rekonstruksi
berbasis masyarakat.

Rekompak mendorong pemerintahan yang baik dengan memastikan


terjadinya transparansi dan akuntabilitas. Informasi mengenai proyek,
kegiatannya dan pendanaan diumumkan secara luas dan sangat terbuka.
Rekompak mengelola situs web yang menampilkan daftar rincian setiap
rumah dan penerima bantuan untuk dilihat semua orang. Fasilitator, komite
desa dan pemerintah lokal secara teratur memantau kemajuan, serta
pencairan dan pengeluaran dana.

Mekanisme penanganan keluhan yang dibentuk oleh proyek-proyek


Rekompak sangat efektif dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas.
Ini termasuk saluran siaga 24 jam. Melalui saluran ini, para pemangku
kepentingan, terutama para penerima manfaat, dapat memberikan umpan

Pembukuan sejumlah rekening sebuah kelompok masyarakat di Aceh. Rekompak Foto:


menempatkan dana rekonstruksi langsung ke tangan masyarakat. Fasilitator Geumala Yatim
untuk Sekretariat JRF
Rekompak memberikan pelatihan tentang tata buku dasar dan kelompok perumahan
diharuskan menyimpan informasi keuangan yang akurat. Catatan-catatan ini
merupakan informasi publik dan terbuka untuk diperiksa oleh seluruh pemangku
kepentingan, termasuk penerima manfaat.
103

REKOMPAK
balik, mengajukan pertanyaan dan menyampaikan keluhan terkait kegiatan
proyek. Selain itu, seluruh keluhan dan pertanyaan, termasuk aksi tindak
lanjut dari tim proyek, didokumentasikan dan dapat diakses oleh publik
melalui laman Rekompak. Mekanisme-mekanisme ini terus dipantau
untuk memastikan bahwa keluhan dan pertanyaan dituntaskan dengan
sepantasnya. Proses tersebut meningkatkan permintaan akan pemenuhan
layanan yang baik dan bertanggung jawab pada tingkat akar rumput dan
memberdayakan anggota masyarakat. Tekanan sejawat juga merupakan
sebuah faktor. Jika salah satu penerima bantuan dalam sebuah kelompok
rumah tangga tidak dapat memenuhi standar kualitas yang disetujui pada
waktu yang disepakati, pendanaan untuk seluruh kelompok dapat ditunda
hingga masalah diselesaikan. Jika masalahnya tidak terpecahkan, seluruh
masyarakat akan merasakan penundaan kucuran dana hingga masalahnya
diselesaikan secara memuaskan.

Proses Perencanaan Masyarakat adalah inti dari program Rekompak


dan merupakan unsur penting dari proses pembangunan kembali
masyarakat. Bab ini menguraikan proses perencanaan, peran fasilitator
dan pencairan dana, yang kesemuanya perlu berada di tempat yang
seharusnya sebelum pembangunan kembali sesungguhnya dapat
dimulai.

Bab 4 menjelaskan bagaimana para penerima manfaat melanjutkan


proses dengan membangun kembali rumah dan masyarakat secara
fisik. Bab ini membahas bantuan teknis yang diberikan oleh para
fasilitator yang mendukung seluruh aspek proses pembangunan
kembali dan meninjau keefektifan biaya dari pengadaan barang lokal
dan bagaimana hal ini menggairahkan ekonomi daerah. Masalah teknis
khusus, kendali mutu dan informasi tentang pembuatan rumah tahan
gempa juga dimasukkan. Bab ini ditutup dengan bahasan tentang
bagaimana Rekompak membangun kesiapsiagaan risiko bencana
dalam program infrastruktur masyarakatnya.

1
Jha, Abbas, dkk. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook for Reconstructing After Natural Disasters, 2010: Bank Dunia:
Washington DC.
2
Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration atau IOM) dan Yayasan Koperasi Perumahan
(Cooperative Housing Foundation atau CHF) beroperasi di daerah-daerah terdampak gempa bumi dan keduanya memiliki tujuan
yang sama untuk menyediakan tempat tinggal sementara yang aman dan tahan lama bagi keluarga-keluarga terdampak gempa bumi
yang memenuhi syarat.
3
Mengacu pada Proyek-Proyek Perumahan Sementara JRF di bawah IOM dan CHF.
4
Jumlah desa dikurangi menjadi 130 dari target semula karena kenaikan biaya rekonstruksi.
5
Jha, Abbas, dkk. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook for Reconstructing After Natural Disasters, 2010: Bank Dunia:
Washington DC.
6
Para penerima manfaat yang terdampak oleh letusan vulkanik di kawasan Merapi menerima Rp30 juta per rumah ($3.300) karena
naiknya biaya dalam selang waktu tiga tahun dan karena inflasi nilai kerusakan rumah lebih besar.
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat
104
105

REKOMPAK
BAB 4
Membangun Rumah dan
Infrastruktur Masyarakat

Pembangunan kembali rumah yang


sedang berlangsung di Sleman,
Yogyakarta untuk korban yang
selamat dari letusan vulkanik
Merapi tahun 2010. Berdasarkan
pengalaman Rekompak di Aceh dan
Jawa, pembangunan kembali di
daerah-daerah terdampak Merapi
berjalan dengan cepat.

Foto: Fauzan Ijazah


untuk Sekretariat JRF
106
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Bab sebelumnya menguraikan langkah-langkah dalam membuat


sebuah program rekonstruksi perumahan dan infrastruktur
berbasis masyarakat. Bab ini khususnya menjelaskan proses untuk
memfasilitasi masyarakat dan bagaimana Rencana Perumahan
Masyarakat diciptakan, serta bagaimana dana disalurkan langsung
kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk digunakan dalam
membangun kembali rumah mereka. Bab 4 menceritakan bagaimana
para penerima manfaat dapat membangun kembali rumah mereka
sendiri yang memenuhi standar tahan gempa jika diberi bantuan
memadai, termasuk bantuan keuangan dan dukungan dari para
fasilitator. Infrastruktur masyarakat dan fokus pada langkah-langkah
pengurangan risiko bencana juga dibahas.

REKONSTRUKSI RUMAH BERBASIS MASYARAKAT

Proyek Rekompak MDF merehabilitasi atau merekonstruksi sekitar 15.000


rumah di Aceh dengan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat.
Ketika gempa bumi menghantam pulau Jawa setahun lebih setelah program
Rekompak dimulai di Aceh, Pemerintah segera mengidentifikasi model
Rekompak sebagai kendaraan utama untuk memberikan bantuan perumahan.

Hasil pembelajaran dari Rekompak di Aceh membentuk rancangan proyek


di Jawa, dengan mengadaptasi rancangan proyek dan struktur organisasi
yang ada untuk kebutuhan daerah tertentu. Dengan cara ini, Rekompak JRF
berkembang menjadi lebih efisien dalam memberikan dukungan rekonstruksi,
dengan suatu pendekatan yang disederhanakan sehingga mempercepat
pelaksanaannya.

Upaya terpadu seluruh badan yang terlibat dalam rekonstruksi gaya Rekompak
di Jawa menghasilkan sekitar 150.000 rumah permanen dalam waktu setahun
setelah bencana, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam hal
kecepatan dan cakupan proyek. Dua tahun setelah bencana, jumlah rumah
yang selesai dibangun mencapai 300.000, yang membuatnya menjadi salah
satu rekonstruksi perumahan tercepat di dunia.1

Rekonstruksi berbasis masyarakat dapat dilaksanakan dengan cara-cara


berbeda dengan pengaturan beragam dari proyek ke proyek yang dilakukan
oleh para penerima manfaat dan masyarakat. Dalam beberapa kasus,
rancangan rumah dan bahan bangunan dapat disediakan dan tukang
bangunan dapat dipekerjakan oleh badan yang bersangkutan. Dalam
proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF, masyarakat mengelola keseluruhan
proses rekonstruksi perumahan dengan dukungan para fasilitator. Beberapa
107

REKOMPAK
“Rekompak merupakan sebuah pendekatan berbasis
masyarakat dan berbeda dari pendekatan yang
mempekerjakan para kontraktor untuk melaksanakan
pembangunan kembali. Contohnya, katakanlah kita
membangun 15.000 rumah. Salah satu pilihannya adalah
mendapatkan 15 kontraktor dan setiap kontraktor
membangun 1.000 rumah. Dalam kasus itu, akan terdapat
15 kontraktor sebagai peserta aktif rekonstruksi dan 15.000
penerima bantuan yang pasif. Dalam pendekatan Rekompak,
bukan begitu cara melakukannya.Yang terbaik adalah memiliki
15.000 orang, yang setiap orangnya bekerja untuk rumah
mereka sendiri. Itulah Rekompak.”
George Soraya, Ketua Tim Tugas Bank Dunia

Proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF merehabilitasi atau membangun kembali Foto-foto:
lebih dari 30.000 rumah dengan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat di Tim Rekompak
Aceh dan Jawa.
108
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

keunggulan dari pendekatan ini termasuk:


• menguatnya kekompakan sosial ketika individu-individu dari berbagai
komunitas bekerja sama mengatur relokasi dan rekonstruksi (sangat
membantu terutama dalam konteks pascakonflik);
• tingginya tingkat fleksibilitas dan kontrol pertanggungjawaban bagi pemilik
atas kegiatan rekonstruksi; dan
• proyek dapat berkontribusi dengan lebih kuat pada pengaktifan kembali
ekonomi setempat.2

Menentukan Sasaran Penerima Bantuan: Siapa Berhak


Menerima Rumah?
Mencapai sasaran penerima manfaat yang tepat merupakan salah satu
tantangan utama dalam proyek rekonstruksi rumah apapun. Menentukan
siapa yang berhak menerima rumah tergantung dari sejumlah faktor,
termasuk hak-hak atas tanah dan bangunan, situasi, kebutuhan dan
sumber daya. Kesalahan sasaran terkait perumahan merupakan salah satu
sebab keluhan dan ketidakpuasan paling umum pada proyek rekonstruksi
perumahan dan dapat menyebabkan konflik di dalam masyarakat. Di Aceh,
awalnya terdapat beberapa tantangan terkait dengan kesalahan sasaran,
tetapi masalah ini terpecahkan melalui penyebaran informasi yang terbuka
dan transparan dan mekanisme penanganan keluhan yang efektif. Di Jawa,
langkah-langkah mitigasi ini disertakan dari awal, dan sebagai hasilnya, hanya
ada sedikit masalah dilaporkan dalam kaitannya dengan penentuan sasaran
dalam Rekompak JRF.

Pengidentifikasian dan penyeleksian penerima manfaat melalui sebuah proses


konsultasi berbasis masyarakat adalah salah satu prinsip dasar pendekatan
Rekompak dan faktor kunci kesuksesannya. Di Aceh dan Jawa, masyarakat

Kategori Kerusakan Rumah

Satu kriteria untuk menentukan penerima manfaat adalah penilaian


kerusakan rumah mereka dengan menggunakan kategori-kategori
berikut:
• Kerusakan parah: rumah yang roboh atau rumah yang tidak layak
lagi ditinggali karena strukturnya rusak dan tidak bisa diperbaiki.
Rumah semacam itu tidak dapat direhabilitasi, tetapi harus
direkonstruksi.
• Kerusakan sedang: rumah dengan kerusakan signifikan yang dapat
direhabilitasi karena strukturnya utuh dan aman untuk ditinggali.
• Kerusakan ringan: rumah dengan retak-retak kecil pada
dinding-dindingnya, tetapi bangunannya masih utuh dan aman
secara struktural.
109

REKOMPAK
yang memerlukan bantuan untuk membangun kembali rumah mereka
diidentifikasi melalui penilaian-penilaian yang dipimpin oleh pemerintah.
Dengan Rekompak, penerima bantuan tertentu di dalam masyarakat ini
diidentifikasi dan diseleksi melalui sebuah proses konsultasi masyarakat,
berdasarkan seperangkat kriteria yang jelas.3

Tugas untuk memutuskan siapa yang seharusnya menerima pendanaan


untuk membangun rumah kembali merupakan suatu hal yang rumit dan
harus mempertimbangkan banyak faktor. Penting untuk mempertegas soal
kebijakan kelayakan dan bahwa masyarakat penerima manfaat memiliki suara
untuk mengatakan siapa yang berhak menerima rumah. Untuk menghindari
konflik sosial, kebijakan tersebut harus dilaksanakan secara obyektif dan
transparan. Suatu proses transparan yang dipimpin oleh masyarakat
untuk menetapkan siapa yang akan memperoleh rumah akan membantu
memastikan keadilan dan ketepatan dalam sasaran, dan tingkat kepuasan
yang lebih tinggi terhadap proses tersebut dibandingkan dengan pendekatan
nonpartisipatoris. Hak-hak rumah tangga miskin dan terpinggirkan yang
kurang mampu membela diri mereka sendiri juga perlu dilindungi dalam
proses ini.

Penetapan kriteria kelayakan merupakan sesuatu yang sangat rumit dan


tergantung pada keadaan daerah dan sumber daya yang tersedia untuk
rekonstruksi. Di Aceh dan Jawa, sebelum bencana, terdapat beragam jenis

Fasilitas sementara di Banda Aceh yang digunakan untuk memproses hibah Foto:
perumahan Rekompak. Spanduk di atas menjelaskan kriteria kelayakan, termasuk Tim Rekompak
bukti kepemilikan tanah dan bukti bertempat tinggal di dalam komunitas di mana
rumah akan dibangun.
110
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

kategori hunian rumah. Ada yang memiliki rumah sendiri, ada yang menyewa
dari pemilik rumah sewaan dan ada yang menempati tanah atau rumah tanpa
memiliki penetapan resmi untuk itu. Di beberapa tempat di Aceh, korban
selamat begitu sedikit sehingga pada awalnya tidak jelas apakah ada yang
akan kembali ke bekas permukiman masyarakat tersebut untuk membangun
kembali. Sebagian dari mereka yang selamat tidak ingin kembali. Ada
sejumlah pertanyaan apakah ahli waris dari pemilik rumah yang meninggal
seharusnya menerima sebuah rumah atau tidak. Semua keputusan ini
harus diseimbangkan dengan sumber dana keuangan yang tersedia untuk
membangun rumah kembali. Dengan Rekompak, masalah-masalah sulit ini
ditangani oleh masyarakat itu sendiri.

Kriteria Kelayakan Rekompak untuk Rumah Tangga

• Mampu memberikan bukti tercatat atau berbasis masyarakat bahwa


yang bersangkutan pernah tinggal di suatu daerah terdampak
bencana sebelum bencana terjadi
• Rumah berada di dalam wilayah geografis yang dicakup oleh proyek
• Rumah, baik yang rusak seluruhnya (memenuhi syarat untuk
rekonstruksi) maupun sebagian namun tidak aman untuk dihuni
(memenuhi syarat untuk rehabilitasi – hanya di Aceh) sebagaimana
diverifikasi oleh penilai kerusakan teknis
• Rumah tangga tidak menerima/tidak akan mengajukan bantuan
serupa dari donor lain
• Mampu membuktikan akses ke tanah, baik melalui dokumentasi
atau mekanisme berbasis masyarakat
• Bersedia bergabung dengan rumah tangga penerima bantuan
lainnya sesuai dengan pilihan mereka untuk membentuk kelompok
tetangga dalam melaksanakan kegiatan proyek.

Proses penyeleksian Rekompak bersifat transparan dan terbuka. Daftar


para penerima manfaat yang memenuhi syarat dikumpulkan berdasarkan
penilaian yang dilakukan oleh fasilitator dan sukarelawan masyarakat. Daftar
awal ditempatkan di beberapa tempat umum yang strategis selama sepuluh
hari. Selama waktu tersebut, sebuah rapat komunitas diadakan untuk
membahas daftar tersebut dan mendengarkan keluhan atau perselisihan
apa saja. Permintaan akan penilaian terhadap rumah yang seharusnya sudah
ada di dalam daftar tapi ternyata tidak, jika ada, dapat diajukan. Lima hari
tambahan untuk pertimbangan diberikan jika masalah muncul dalam rapat
desa agar dapat diselesaikan di antara anggota masyarakat dengan arahan
tim fasilitator. Setelah periode ini, daftar akhir para penerima manfaat dibuat
dan diverifikasi oleh tim Gugus Tugas Perumahan dan para penerima manfaat
yang memenuhi syarat. Mekanisme penanganan keluhan terdapat di tingkat
proyek untuk menanggapi pertanyaan dan masalah yang muncul.

Kelompok perumahan yang beranggotakan paling banyak 15 rumah tangga


penerima manfaat kemudian dibentuk sebagaimana diuraikan dalam Bab 3.
111

REKOMPAK
Setiap kelompok rumah tangga membuka sebuah rekening bank dan dengan
arahan fasilitator, mengembangkan sebuah rencana pembangunan dan jadwal
pelaksanaannya. Rencana-rencana tersebut digunakan untuk memverifikasi
tahap-tahap pembangunan bagi keperluan pencairan dana hibah.

Menempatkan Penerima Manfaat Sebagai


Penanggung Jawab Rekonstruksi
Salah satu faktor yang membuat Rekompak unik adalah bahwa para
penerima manfaat bertanggung jawab terhadap rekonstruksi rumah mereka.
Rekompak tidak menggunakan pendekatan “cetakan biskuit” yang membuat
setiap orang akhirnya memperoleh rumah yang sama persis. Tentu saja
terdapat sejumlah persyaratan minimum, termasuk ketahanan terhadap
gempa dan standar mutu lainnya, yang harus dipenuhi.

“Kami mempunyai pilihan…… kami dapat merancang


rumah sendiri, menambahinya jika mau dan punya uang.
Membangun kembali rumah seperti membangun kembali
hidup kami. Rumah-rumah itu lebih baik, lebih kuat, kami
pun menjadi lebih kuat.”  
Para penerima manfaat Rekompak dalam kelompok fokus
perempuan, Jawa Tengah

Tradisi Swadaya Masyarakat

Tradisi budaya Jawa gotong royong—bekerja bersama-sama untuk


kebaikan masyarakat bersama—merupakan lahan subur bagi pendekatan
berbasis masyarakat Rekompak. Pada saat dibutuhkan, orang-orang siap
membantu satu sama lain dan mengulurkan tangan dalam semangat
kerja sama. Para tetangga bekerja sama dan komunitas dan warga desa-
desa tetangga datang untuk saling membantu. Semangat gotong royong
sangat cocok dengan pendekatan berbasis masyarakat; semangat ini
membantu masyarakat di Jawa untuk bekerja sama dan memulai hidup
baru setelah bencana. Mereka yang selamat menunjukkan ketahanan
yang tinggi dan semangat bermasyarakat. Pascabencana, masyarakat
di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat saling tolong-menolong
membangun kembali kehidupan dan masyarakat mereka. Sebagian dari
mereka bahkan menyumbangkan sumber daya pribadi dan harta mereka
demi kepentingan masyarakat yang lebih besar. Bahkan di daerah-daerah
yang terkoyak oleh perselisihan, seperti di Aceh yang telah mengalami
konflik bertahun-tahun, pendekatan berbasis masyarakat berhasil
menyatukan masyarakat untuk membangun masa depan yang lebih baik.
112
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Di Aceh, beragam pendekatan terhadap rekonstruksi perumahan diadopsi


oleh berbagai LSM dan badan-badan lain yang datang untuk membantu.
Dalam beberapa proyek, terdapat pendekatan “kontraktor tahu yang
terbaik” yang tidak memperbolehkan para penerima bantuan memberikan
masukan pada rancangan atau konstruksi rumah mereka. Dalam pendekatan
umum lainnya, beberapa badan melaksanakan rekonstruksi perumahan
secara langsung dengan memberikan bahan-bahan bangunan, pengawasan,
tata buku dan pencairan dana untuk pembangunan. Dengan Rekompak,
kelompok perumahan dan individu memegang dana, membuat keputusan

Warna-Warna Ceria Menghiasi Rumah-Rumah Penerima Manfaat


Rekompak

Setelah menghadapi penderitaan karena kehilangan rumah dan orang-


orang tercinta, para penerima manfaat dana Java Reconstruction
Fund di kabupaten Bantul telah melanjutkan hidup mereka, seringkali
dengan sebuah sentuhan gaya. Di desa Sabdodadi dan Sitimulyo,
banyak rumah yang baru dibangun dicat dengan warna-warna merah
jambu, kuning, hijau, biru, jingga dan merah yang cerah ceria.

Tito Judi, 47 tahun, memiliki rumah yang dicat dengan begitu banyak
warna mencolok sehingga dijuluki taman kanak-kanak oleh penduduk
setempat. Hal ini membuat dia bangga. Tito hidup sendiri di rumah
barunya sejak awal tahun 2008. Dia kehilangan anak lelakinya ketika
gempa bumi menghancurkan rumah lamanya. Istrinya jatuh sakit
dan meninggal dunia setahun kemudian. “Warna-warna ceria ini
membantu membangkitkan semangat saya,” kata Tito.

Dukuh Mujiyem, 30 tahun, bercerita mengenai warna rumahnya. “Saya


suka merah jambu, begitu juga kedua anak saya. Saya mempunyai
kebebasan mewarnai rumah saya. Rumah kami yang luasnya 30 meter
persegi boleh jadi kecil dan sederhana, tetapi yang lebih penting bagi
kami adalah bahwa rumah ini nyaman untuk ditinggali, cukup bagus
dan terang,” kata dia.

Tetangganya Heri Pranoto, 51 tahun, berkata bahwa rumah berwarna-


warni merupakan sebuah tanda perubahan. “Ini agak berbeda dengan
yang dulu. Warna-warna rumah di sini dulu putih atau kuning gading
yang membosankan,” kata Heri. Dia lumpuh karena tertindih dinding
rumahnya pada waktu gempa bumi. Heri mengaku bahwa dia harus
berdebat dengan anak-anaknya yang sudah remaja untuk memutuskan
warna rumah yang dia ingini. “Tetapi akhirnya kami setuju bahwa
mereka dapat mengecat kamar mereka sesuka mereka, sementara
saya memilih warna jingga tua untuk ruang keluarga,” kata dia. Heri
juga memutuskan menghiasi beranda rumahnya dengan keramik
kamar mandi berwarna hijau meskipun anak-anaknya menyebut dia
kurang mengikuti mode.
113

REKOMPAK
dan dibayar dengan upah harian untuk pekerjaan mereka, apakah mereka
bekerja untuk rumah mereka sendiri atau rumah yang lain di kelompoknya
atau di masyarakat.

Pendekatan Rekompak memberikan kepuasan yang tinggi kepada penerima


manfaat. Penerima rumah menyukai pendekatan ini karena mereka dapat
memberikan masukan dan melakukan perubahan pada rancangan rumah.
Mereka dilibatkan dalam pengadaan barang dan kendali mutu, juga
pengawasan pembangunan.4 Para responden survei Uni Eropa menyatakan
bahwa mutu rumah Rekompak lebih baik dari banyak rumah yang disediakan
oleh badan-badan lain dan mereka bersyukur karena dapat mengawasi,
melakukan penyesuaian, dan bahkan bekerja sebagai tukang untuk
membangun rumah mereka sendiri.5

Para penerima manfaat di depan rumah baru mereka di Yogyakarta. Banyak rumah Foto:
yang baru dibangun di bawah JRF dicat dengan warna-warna ceria oleh pemilik Tim Rekompak
rumah yang menerapkan selera individu pada “rumah inti” mereka.
114
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Mendukung Penerima Manfaat dengan Bantuan


Teknis Bermutu

Salah satu keraguan paling umum tentang apakah warga desa dapat sungguh-
sungguh memikul tanggung jawab bagi pembangunan kembali rumah
mereka sendiri pascabencana di Indonesia adalah bagaimana memastikan
standar mutu. Apakah warga desa biasa, yang banyak di antara mereka
adalah petani atau nelayan dengan pendidikan rendah, benar-benar mampu
membangun rumah dengan standar mutu yang memadai? Rekompak
melakukan percobaan ini di Aceh, dan hasilnya membuktikan bahwa hal
ini tidak saja mungkin, tetapi mutu rumah yang dibangun oleh penerima
manfaat seringkali lebih baik daripada yang dibangun oleh kontraktor.

Tentu saja, tidak semua warga desa memiliki kecakapan teknis untuk
membangun rumah. Para fasilitator membantu mengisi kekosongan
pengetahuan tersebut. Dengan dukungan dan bantuan fasilitator, penerima
manfaat dengan sedikit atau tanpa pengetahuan sama sekali di bidang
konstruksi mampu secara aktif memimpin pembangunan kembali rumah
dan masyarakat mereka. Fasilitator memastikan agar standar tahan gempa
dipenuhi dan langkah-langkah pengurangan risiko bencana disertakan dalam
infrastruktur masyarakat. Dalam prosesnya, penerima manfaat mempelajari

Seorang fasilitator memeriksa mutu konstruksi jembatan ini di Gayamharjo, Sleman. Foto:
Tim Rekompak
115

REKOMPAK
metode rekonstruksi yang bermutu dan bagaimana membangun rumah yang
lebih baik sehingga rumah akan menjadi tempat yang lebih aman jika terjadi
bencana lagi.

Para fasilitator bekerja dalam tim-tim Gugus Tugas. Setiap tim bertanggung
jawab terhadap enam desa dengan total 250 rumah. Fasilitator teknis
membantu mengatur masyarakat mengelola perencanaan dan pelaksanaan
proyek pada tingkat desa, dan juga memberikan ketrampilan teknis dan
keahlian serta mengawasi mutu bahan bangunan dan konstruksi. Tim-tim
fasilitator memberikan laporan kepada Konsultan Manajemen Kecamatan
yang memberikan arahan dan pengawasan tambahan terkait pemantauan
teknis konstruksi. Sebuah tim Gugus Tugas biasanya terdiri atas:

• 2 ahli teknis, biasanya mahasiswa teknik atau arsitektur


• 1-2 fasilitator sosial, salah satunya adalah spesialis pengembangan
masyarakat
• 1 spesialis keuangan dengan latar belakang tata buku/penganggaran
• 4 pengawas konstruksi

Ketahanan Terhadap Gempa dan Standar Mutu Konstruksi


Komitmen “Membangun Kembali Lebih Baik” di Aceh dan Nias mencakup
pengenalan metode konstruksi tahan gempa. Rekompak mensyaratkan
semua rumah yang dibangun dengan dana proyek memenuhi spesifikasi
minimum tertentu untuk ketahanan terhadap gempa.

Gempa bumi di Jawa pada tahun 2006 menunjukkan bahwa diperlukan


penekanan yang bahkan lebih besar pada upaya pengurangan risiko bencana.
Banyak rumah – dan jiwa – dapat diselamatkan di Jawa jika langkah-langkah
anti gempa dasar digunakan dalam konstruksi. Metode konstruksi yang buruk
tanpa penguatan yang memadai menyebabkan dinding-dinding bata dan
semen di dinding dan atap genteng tanah liat yang berat runtuh menimpa
penghuni rumah. Sebagai hasil dari pengalaman ini, keseluruhan rekonstruksi
Rekompak dan Pemerintah di Jawa menerapkan standar bangunan tahan
gempa yang lebih ketat pada semua rumah yang dibangun kembali. Dua
universitas terkenal di Jawa, Universitas Diponegoro di Semarang dan
Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, ditugaskan oleh Rekompak untuk
memeriksa setiap rumah yang dibangun di bawah proyek ini dan memberikan
sertifikasi yang menyatakan bahwa 96 persen dari rumah-rumah tersebut
telah memenuhi standar ketahanan gempa. Komitmen Rekompak untuk
membangun rumah yang lebih aman membantu mengurangi kerentanan
dan menyebarkan kesadaran dan kecakapan dalam metode konstruksi tahan
gempa untuk menurunkan dampak bencana serupa di kemudian hari.
116
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Rumah Khas Rekompak

Ukuran maksimum sebuah rumah yang disediakan oleh Rekompak


adalah 36 meter persegi. Penerima manfaat dapat memilih sendiri
bentuk yang diinginkan. Ukuran rumahnya adalah: 6 m x 6 m, 5 m
x 7 m atau 4 m x 9 m. Penerima manfaat dapat membangun rumah
yang lebih besar dengan biaya mereka sendiri dengan syarat bahwa
seluruh penambahan bangunan memenuhi standar tahan gempa.
Rumah penuh dengan seluruh perlengkapan dan sentuhan akhir
diberikan di Aceh. Di Jawa, diberikan rumah inti dan penerima manfaat
menggunakan dana mereka sendiri untuk memberikan sentuhan akhir.
Beberapa penerima manfaat di Jawa membangun rumah yang lebih
kecil dan menggunakan “penghematan” yang mereka lakukan untuk
memberikan sentuhan akhir itu, seperti pengecatan atau pemasangan
ubin. Menyediakan rumah inti ketimbang rumah lengkap berarti
bahwa pendanaan tersedia untuk lebih banyak penerima manfaat.

Di Aceh, diberikan rumah “lengkap” dengan semua sentuhan akhirnya. Rumah ini Foto:
adalah rumah khas yang dibangun di Aceh. Ketika foto tersebut diambil, keluarga ini Tim Rekompak
telah menghuni rumah dan mempercantik lingkungannya dengan berbagai tanaman
dan bunga dalam pot.
117

REKOMPAK
Papan Sirip Bubungan 3/30
Balok Bubungan
Beton 15/20
Kuda-kuda
Bertulang Beton 15/15

Atap Seng
Zincalume 20
Kuda-Kuda Beton
15/15 Balok Ring Induk 15/15
Kasau 5/10
Balok Ring Induk 15/15
Balok Beton 15/15
Balok Ring
Induk 15/15
Lisplang
Atap 2/20
Lisplang
Atap 2/20

Pagar Kayu

Lantai Beton
T= 12 cm 1:2:3 Lantai Beranda
Pelat Tanah 15/25
Tangga Kayu
Tembok
Tahan Air
Penyangga Beton
25/25 Penyangga Beton
25/25

Diadaptasi dari gambar konstruksi Rekompak


POTONGAN B-B
Skala 1:50

Di Jawa, Rekompak membangun rumah-rumah “inti”. Rumah-rumah ini utuh dan Foto:
aman secara struktural dan penerima manfaat menggunakan dana mereka sendiri Tim Rekompak
untuk menuntaskan sentuhan-sentuhan terakhirnya. Rumah di atas adalah rumah
khas yang dibangun di Jawa.
118
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Masalah-Masalah Teknis dan Kendali Mutu


Daftar Periksa untuk Pembangunan Rumah Tahan Gempa

Tata letak bangunan sebaiknya sederhana, simetris, terpadu, dan


seragam untuk menghilangkan kemungkinan efek torsi.
Elemen-elemen struktural bangunan (balok fondasi, kolom
penyangga, balok kunci, dan sebagainya) harus terhubung satu
sama lain dengan kuat dan kokoh.
Fondasi harus dibangun di atas tanah yang padat dan stabil dan
harus terlekat kuat dengan balok fondasi.
Bangunan harus memiliki kolom-kolom penyangga (balok, beton
bertulang dan baja) untuk setiap dinding seluas 12 meter persegi.
Kolom penyangga harus melekat pada balok fondasi dan balok
kunci.
Bangunan harus dibuat dari bata bermutu baik/bata beton.
Kolom harus ditambatkan pada balok fondasi atau pada fondasi.
Dinding harus terkunci pada kolom-kolom dan balok di sekelilingnya
dengan menggunakan jangkar 6 milimeter sepanjang 50 sentimeter.
Jarak antar jangkar tidak boleh lebih dari 30 sentimeter.
Celah kosong di dinding untuk jendela dan pintu sebaiknya
berbentuk simetris dan tidak terlalu lebar.
Adukan semen harus dibuat dengan rasio perbandingan semen,
pasir, dan air yang tepat.
Rasio semen, pasir, dan kerikil yang tepat harus digunakan untuk
semua elemen beton dalam bangunan dengan disertai penulangan
yang memadai.
Balok kunci yang terbuat dari kayu, beton, atau baja harus diikatkan
dengan benar pada kolom-kolom.
Struktur atap harus dibuat dari kayu kering, dan menggunakan
konstruksi sambungan yang benar dan kuat.
Penutup atap harus dibuat dari bahan-bahan ringan.

Diadaptasi dari: Post-Tsunami and Earthquake Community-Based rebuilding of


Settlements and Infrastructure. 108

“Kami diberi buku panduan yang rinci dan fasilitator


memberikan saran dan bantuan. Misalnya, kami belajar
tentang ukuran batangan besi yang harus digunakan untuk
pembangunan. Bahkan seandainya batangan tersebut satu
milimeter lebih kecil, kami menolaknya. Sekarang kami tahu
bahwa kami memiliki rumah berkualitas baik karena kami
telah terlibat dalam pembangunannya sejak awal hingga akhir.” 
Abdul Wahab, penerima bantuan Rekompak, Banda Aceh
119

REKOMPAK
Kami Menjual Batangan JRF

Di desa Bantul, Jawa, pesan tentang bahan-bahan bangunan bermutu


yang memenuhi standar tahan gempa telah dipahami secara luas.
Sebelum Rekompak JRF datang ke desa itu, banyak orang telah
menggunakan batangan bertulang 8 atau 10 milimeter untuk rumah
mereka ketimbang batangan 12 milimeter yang disyaratkan oleh
Rekompak. Sebuah toko lokal, yang mencium aroma keuntungan
pemasaran, menggantungkan sebuah spanduk di luar tokonya yang
bertuliskan “Kami Menjual Batangan JRF.” Walaupun pengelola toko
pasti tidak bermaksud menggunakan JRF sebagai merek, hal ini
merupakan indikator yang baik bahwa penerima bantuan memahami
pentingnya membeli batangan bertulang dengan ukuran yang tepat.
Hal ini juga merupakan sebuah penanda bahwa proses pengadaan
barang belum terkooptasi dan para penerima bantuan sendirilah yang
melakukan pembelian.

a b c

d e f

a. Jaring kawat baja las, yang akan digunakan untuk memperkuat dinding, diukur dan Foto:
dipotong sesuai ukuran. Tim Rekompak
b. Pemberian plester pada dinding, yang akan diperkuat, dilakukan dengan cara
dirompal untuk mengunci lapisan plester berikutnya yang akan dibuat.
c & d. Jaring kawat baja las dilekatkan pada dinding dengan menggunakan paku agar
tetap menempel di tempatnya.
e & f. Penulangan dengan jaring kawat baja las diterapkan baik untuk dinding dalam
maupun luar. Dinding-dinding tersebut diplester untuk menutupi jaring dan diakhiri
kemudian dengan pengecatan.
120
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Dua Belas Aturan Penting Pembangunan Rumah

1. PENGUKURAN

2. BAHAN BANGUNAN UTAMA 3. PEMBESIAN

4. SAMBUNGAN BESI 5. PONDASI


121

REKOMPAK
6. SLOOF BETON 7. KOLOM BETON

8. BALOK BETON 9. DINDING BATA

10a. RANGKA KUDA-KUDA VARIAN 1 10.b. RANGKA KUDA-KUDA VARIAN 2

11. PENUTUP/ATAP 12. AIR BERSIH DAN SANITASI

Sumber: Hartman, Ekart dan Heinz Unger, Picture Book: the Good & the Bad Infrastructure vol. 4
House Construction. Jakarta: Bank Dunia.
122
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Manfaat Ekonomi dari Pendekatan Rekompak


Pengadaan Barang Lokal
Rekompak berdampak positif pada ekonomi setempat. Berbeda dengan
proyek-proyek yang dilaksanakan oleh kontraktor (yang sering memesan
bahan bangunan dan mempekerjakan buruh dari luar provinsi untuk
menjamin aliran pasokan, keuntungan dari pembelian partai besar dan
mencegah masalah perburuhan), Rekompak mendorong pengadaan barang
lokal dan membuat dana tetap berputar di ekonomi daerah pada tingkat
desa dan kecamatan. Standar Prosedur Operasional dibuat lebih fleksibel
untuk memungkinkan pengadaan kontraktor dan bahan bangunan lokal.
Penerima bantuan menerima upah untuk bekerja pada rumah mereka sendiri
dan rumah tetangga mereka. Membeli pasokan secara lokal dan memberi
penduduk pekerjaan yang dibayar dan uang untuk berbelanja kebutuhan
sehari-hari membantu menggairahkan ekonomi daerah, yang menghidupkan
kembali kehidupan ekonomi desa. Sekitar 60 persen dana proyek Rekompak
(setara dengan AS$51 juta) di Aceh dan 70 persen dana proyek (AS$41,02
juta) di Jawa dibelanjakan di daerah tersebut. Terdapat penghematan
yang besar dalam pengadaan barang karena masyarakat membeli secara
borongan, terkadang bersama dengan kelompok-kelompok rumah tangga
dari komunitas lain.

Pembangunan sebuah jembatan Rekompak di Jawa Tengah. Spanduk di atas lokasi Foto:
pembangunan mengumumkan bahwa melalui proyek Rekompak, masyarakat sedang Tim Rekompak
mengurangi risiko bencana. Pendekatan inovatif berbasis masyarakat Rekompak
menghasilkan masyarakat yang lebih aman dan tangguh.
123

REKOMPAK
Keefektifan Biaya
Rekompak bersifat hemat biaya dan pelaksanaan pendekatan Rekompak
menghasilkan penghematan biaya yang besar dibandingkan dengan
pendekatan-pendekatan lain dalam pembangunan rumah kembali. Sebuah
penelitian pada tahun 20076 dan sebuah survei tentang tingkat kepuasan
penerima bantuan yang dilakukan oleh proyek ini pada tahun 2008
menunjukkan bahwa Rekompak memberikan perumahan berkualitas yang
biayanya lebih rendah hingga 40 persen dibandingkan dengan proyek-proyek
yang tidak menerapkan pendekatan berbasis masyarakat. Untuk rumah-
rumah dengan spesifikasi serupa, biaya rumah Rekompak 30 persen lebih
murah. Ini sebagian disebabkan oleh tingginya tingkat tenaga kerja sukarela
yang dikontribusikan bagi Rekompak oleh warga, dan fakta bahwa mereka
mendaur ulang bahan-bahan bangunan dari puing-puing dan apa yang
tersisa dari rumah lama mereka untuk mendukung hibah pembangunan dari
Rekompak. Dalam hal infrastruktur, diperkirakan bahwa di Jawa, rumahtangga-
rumahtangga menyumbang hingga 20 persen dari biaya sebuah proyek (tidak
termasuk harga tanah)

MEMBANGUN INFRASTRUKTUR MASYARAKAT

Membangun kembali infrastruktur masyarakat merupakan fokus penting


bagi proyek-proyek Rekompak dan dilaksanakan secara bertahap. Tahap
pertama meliputi pembangunan kembali berbagai fasilitas penting, seperti
jalan dan jembatan, untuk membuka akses ke daerah-daerah terdampak.
Menyusul bencana di Aceh dan Jawa, Rekompak menyediakan dana untuk
membangun kembali infrastruktur dasar. Di Jawa, di mana Rekompak telah
beroperasi, dana hibah dengan cepat dicairkan dan ini memberikan manfaat
bagi kegiatan rekonstruksi.

Jalan desa dan saluran drainase di Yogyakarta ini adalah salah satu dari banyak jalan Foto-foto:
serupa yang dibangun di bawah Rekompak. Proyek-proyek seperti ini diidentifikasi Tim Rekompak
menggunakan sebuah proses perencanaan partisipatoris dan berdasarkan pada
kebutuhan dan prioritas masyarakat.
124
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

Setelah perumahan diselesaikan, tahap pembangunan kembali infrastruktur


dimulai. Pembangunan kembali infrastruktur kerap diawali dengan
merekonstruksi apa yang telah ada sebelum bencana. Dalam proses
pembangunan kembali, pentingnya menyertakan kesiapsiagaan bencana
menjadi jelas bagi para pemangku kepentingan Rekompak. Melalui proses
perencanaan masyarakat yang diuraikan dalam Bab 3, proyek-proyek
infrastruktur diidentifikasi dan dilaksanakan dengan berfokus pada kegiatan
yang meningkatkan kesiapsiagaan bencana. Contoh-contoh infrastruktur
masyarakat yang dibangun mencakup jalan desa dan jalan setapak, dinding
penahan, jalur evakuasi dan rambu-rambunya, pasokan air, fasilitas sanitasi,
dan struktur irigasi dan pengendalian banjir seperti dam.

Pemerintah mengakui adanya kebutuhan mendesak akan kesiapsiagaan


bencana di Indonesia dan mengesahkan sebuah undang-undang tentang

Meningkatkan sifat ketahanan gempa dari rumah yang dilakukan dengan memasang Foto:
jaring kawat baja las pada dinding-dinding dalam dan luar memerlukan biaya Tim Rekompak
tambahan, tetapi menghasilkan rumah yang lebih bermutu.
125

REKOMPAK
penanggulangan bencana pada tahun 2007, yang mewajibkan pemerintah
daerah merancang kesiapsiagaan bencana dan rencana penanggulangan.
Selain itu, sebuah kajian tengah periode Bank Dunia yang mencakup kegiatan-
kegiatan Rekompak di Jawa menunjukkan bahwa upaya Pengurangan Risiko
Bencana memerlukan perhatian lebih besar. Rekompak menjawabnya dengan
aksi yang sekali lagi memperlihatkan kemampuannya untuk mengembangkan
dan menanggapi kebutuhan daerah.

Pendanaan dan sumber daya yang lebih besar disediakan dan proyek
Rekompak memberikan perhatian pada infrastruktur masyarakat yang akan
menjadikan komunitas yang dituju di Jawa lebih siap menghadapi bencana
di masa mendatang. Proyek tersebut memberikan peningkatan kapasitas
tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi pejabat pemerintah daerah.
Komunitas Rekompak terlibat dalam dialog tentang kebijakan Pengurangan
Risiko Bencana dengan pemerintah daerah, dan rencana infrastruktur
masyarakat dikembangkan dengan arahan pemerintah daerah dan dipadukan
dengan rencana daerah.

Keprihatinan sosial dan lingkungan hidup dipertimbangkan dalam proses


kegiatan pengidentifikasian dan pelaksanaan. Keterlibatan masyarakat
yang inklusif menghasilkan kepuasan tinggi di kalangan penerima
manfaat dengan disediakannya aset infrastruktur. Pemerintah daerah di
Jawa mengembangkan perencanaan permukiman masyarakat melalui
Rekompak dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri dalam
sebuah tahap “replikasi”.

“Sekarang kami semua tahu jalur evakuasi, sehingga


jika ada bahaya, kami tahu ke mana harus lari. Juga,
dengan radio dua arah yang diberikan oleh Rekompak,
kami dapat berkomunikasi tentang daerah mana yang
berbahaya dan ke arah mana kami sebaiknya berlari jika
terjadi bencana.”
Robiso, penerima bantuan Rekompak di Jawa

Pentingnya untuk membentuk masyarakat yang aman di sebuah negara


seperti Indonesia, di mana berbagai jenis bencana alam terjadi setiap
tahun. Keterlibatan pemerintah daerah merupakan kunci sukses dalam
mengembangkan dan melaksanakan rencana Pengurangan Risiko Bencana.
Rencana Pembangunan Pemukiman mengintegrasikan rencana pengurangan
risiko bencana, dan masyarakat di Jawa belajar untuk mengidentifikasi
potensi bencana yang dapat berdampak pada permukiman mereka. Para
penerima manfaat belajar bagaimana mengkaji rencana pembangunan desa
126
BAB 4: Membangun Rumah dan Infrastruktur Masyarakat

sebelumnya dan mengembangkan yang baru dengan fasilitas yang cocok


yang akan berujung pada masyarakat yang lebih aman.

Lebih dari 300 desa di Jawa membangun infrastruktur penanggulangan


bencana seperti dinding penahan dan jalur evakuasi dengan bantuan
Rekompak. Pemerintah daerah kini dilengkapi lebih baik untuk mendukung
proses perencanaan tata ruang dan memberikan dukungan itu kepada
komunitas-komunitas lainnya. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah telah
meningkatkan perencanaan pengurangan risiko bencana dan kecakapan
manajemen.

Masyarakat yang terdampak oleh letusan vulkanik Gunung Merapi


menunjukkan bahwa mereka telah dibekali lebih baik untuk menanggapi
bencana yang sering terjadi, dimana Jawa terlalu rentan terhadap semua
bencana. Pada bulan Oktober dan November 2010, letusan vulkanik Gunung
Merapi mengganggu kehidupan di daerah tersebut, yang memaksa ribuan
orang mengungsi dari rumah mereka. Tiga proyek aktif JRF membantu
pemerintah daerah dan masyarakat madani di daerah-daerah terdampak.
Infrastruktur masyarakat yang dibangun di bawah proyek Rekompak JRF
sebelumnya telah menciptakan jalur evakuasi dan titik berkumpul dan
digunakan oleh banyak orang yang terdampak oleh letusan. Latihan evakuasi
yang sebelumnya dilakukan memastikan bahwa masyarakat memiliki
pengetahuan lebih baik tentang prosedur evakuasi dibandingkan pada saat
gempa bumi 2006. Hasil-hasil dari campur tangan Rekompak ini membantu
meringankan dampak letusan Gunung Merapi di banyak tempat. Bencana
tersebut juga menyoroti bahwa upaya lebih lanjut terkait pengurangan risiko
bencana dan kesiapsiagaan masih dibutuhkan.
127

REKOMPAK
Bab ini telah menunjukkan bahwa pendekatan Rekompak—dengan
mengutamakan kemitraan masyarakat dan pemerintah—dapat
mencapai hasil yang transparan, hemat biaya dan berkualitas baik.
Sebagaimana dilaporkan, kepuasan penerima manfaat tinggi ketika
mereka secara langsung mengendalikan kualitas konstruksi dan
rancangan rumah dan infrastruktur masyarakat.

Bab 5 menguraikan tema-tema lintas sektoral yang dipadukan


ke dalam semua kegiatan Rekompak. Bab ini juga membahas
beberapa tantangan pelaksanaan yang dihadapi oleh Rekompak dan
menyarankan sejumlah resolusi.

1
George Soraya, Ketua Tim Tugas Bank Dunia sebagaimana dikutip dalam sebuah wawancara pada bulan Mei 2012. Proyek
Rekompak membangun sekitar 15.000 rumah di Jawa dengan pendanaan dari Java Reconstruction Fund (JRF). Selain itu,
Pemerintah Indonesia mengadopsi pendekatan Rekompak untuk keseluruhan program pembangunan kembali perumahan
di Jawa. Lebih dari 300.000 rumah dibangun dengan menggunakan pendekatan ini, yang menggunakan sumber daya dari
Pemerintah dan donor lain.
2
Pendekatan-pendekatan ini disebut dalam Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing after Disaster
oleh Abhas Jha. Bank Dunia, Washington DC, 2010.
3
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for Reconstructing after Disasters oleh Abhas
Jha. Bank Dunia, Washington DC, 2010. Chapter 4: Who Gets a House? The Social Dimension of Housing Reconstruction.
4
Collier, Dr. William, (Ketua tim) Mid-Term Evaluation of Re-Kompak (CSRRP) Aceh.
5
Collier, Dr. William, (Ketua tim) Evaluation of Re-Kompak (CSRRP).
6
Findings of Post Construction Economic Impact Analysis Study for CDD Programs. 2008.
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan 128
129

REKOMPAK
BAB 5
Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Proyek-proyek rekonstruksi berbasis


masyarakat seperti Rekompak
mendorong dan memfasilitasi peran
serta perempuan. Mengadakan
pertemuan terpisah untuk perempuan
membantu memastikan bahwa suara
perempuan didengar.

Foto: Kumala Sari


untuk Tim Rekompak
130
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Bab-bab sebelumnya membahas pengorganisasian dan pembentukan


proyek-proyek rekonstruksi berbasis masyarakat Rekompak, termasuk
proses perencanaan masyarakat dan pembangunan fisik rumah dan
infrastruktur masyarakat.

Bab 5 membahas tema-tema lintas sektoral kunci yang diarusutamakan


dan dipadukan ke dalam semua kegiatan proyek Rekompak. Bab
ini diakhiri dengan pemecahan masalah yang berbagi tentang cara
menangani beberapa tantangan pelaksanaan yang dihadapi oleh
proyek-proyek Rekompak.

TEMA-TEMA LINTAS SEKTORAL

Pendekatan Rekompak menghasilkan lebih dari sekadar rumah-rumah yang


dibangun: proses tersebut juga berkontribusi pada hasil jangka panjang yang
memperbaiki tata kelola dan kesinambungan masyarakat. Pendekatan tersebut
memadukan masalah perlindungan dan pemberdayaan, seperti pengurangan
risiko bencana, pemberdayaan masyarakat dan perempuan, pelestarian
lingkungan hidup dan pembangunan kapasitas ke dalam kegiatan-kegiatan
proyek. Perhatian terhadap bidang-bidang ini mendukung proyek-proyek
tersebut sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan, dan yang terpenting
adalah melayani masyarakat dan penerima manfaat sebagai tujuan yang ingin
dicapai pula. Memadukan masalah perlindungan dan pemberdayaan menjamin
bahwa sementara kebutuhan penting akan rekonstruksi perumahan dipenuhi,
proses tersebut juga memperkuat struktur sosial masyarakat, meningkatkan
kapasitas individu dan pemerintah daerah, dan membantu masyarakat menjadi
lebih tangguh dalam menghadapi bencana mendatang dan lebih mampu
merencanakan masa depan mereka sendiri.

Pengurangan Risiko dan Penanggulangan Bencana

Setelah bencana, saat realitas kerusakan masih tampak jelas, para mitra
pembangunan, pemerintah dan masyarakat sangat sadar akan kebutuhan
untuk memasukkan langkah-langkah pengurangan risiko bencana dalam proses
pembangunan kembali. Walau menyakitkan, ini terlihat jelas menyusul gempa
bumi di Jawa pada tahun 2006, saat menyadari kaitan langsung antara konstruksi
yang buruk dan bahan-bahan bangunan di bawah standar dengan hilangnya
nyawa dan properti terlihat. Untuk menyelamatkan tidak sajanya properti tetapi
juga nyawa, penting untuk memadukan infrastruktur yang mengurangi risiko,
kesiapsiagaan darurat, dan standar tahan gempa.
131

REKOMPAK
Tantangannya adalah memastikan bahwa prinsip-prinsip dan praktik-praktik
pengurangan risiko bencana dimasukkan ke dalam proses rekonstruksi dan
dilanjutkan di bawah pengelolaan masyarakat setelah proyek rekonstruksi
berakhir. Ini meliputi upaya meningkatkan kesadaran tentang pengurangan risiko
di kalangan masyarakat dan menyediakan kapasitas untuk merencanakan dan
mengelola masyarakat yang berkesinambungan dan tangguh kepada individu
dan pemerintah daerah.

Ketika keseluruhan rekonstruksi pascatsunami Aceh digelar , terdapat


pengakuan yang semakin meningkat bahwa rekonstruksi tersebut sebaiknya
“membangun kembali lebih baik”, yang juga berarti lebih aman. Untuk tujuan
ini, Rekompak mengembangkan suatu strategi pengurangan risiko bencana dan
mulai memasukkan standar bangunan tahan gempa ke dalam pembangunan
perumahan dan infrastruktur masyarakat. Fokus ini kemudian diperluas dan
ditingkatkan lebih lanjut di Jawa. Teknik-teknik pengurangan risiko bencana
untuk melindungi penerima manfaat dari bencana di masa depan kini
merupakan komponen integral dari karya Rekompak di Indonesia. Kesadaran
akan pengurangan risiko bencana diperkenalkan dalam proses perencanaan
masyarakat dan tercakup dalam komponen peningkatan kapasitas. Rumah yang
dibangun kembali dan direhabilitasi melalui proyek-proyek Rekompak disertifikasi
sebagai tahan gempa. Para penerima manfaat dilatih tentang metode konstruksi
antigempa sehingga pembangunan di masa mendatang juga akan lebih aman.

Pelaksanaan latihan tanggap bencana di Yogyakarta pada tahun 2012. Proyek-proyek Foto:
Rekompak berhasil memadukan pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana ke Fauzan Ijazah
untuk Sekretariat JRF
dalam upaya pemulihan tingkat daerah, yang menghasilkan masyarakat yang lebih
siap dan tangguh terhadap bencana.
132
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Upaya membangun kesadaran dan melakukan persiapan terhadap bencana di


masa mendatang dimulai dengan proses perencanaan masyarakat. Rencana
Pembangunan Pemukiman Rekompak mencakup pemetaan risiko bahaya, seperti
tanah longsor, banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami dan letusan vulkanik.
Proses perencanaan meliputi penyusunan prosedur darurat dan penciptaan jalur
penyelamatan, titik-titik berkumpul darurat dan prosedur untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang prosedur darurat. Infrastruktur penanggulangan
risiko dimasukkan ke dalam komponen infrastruktur masyarakat Rekompak.

Sementara program Rekompak berkembang, pengurangan risiko bencana


mulai mengambil peran yang semakin penting. Dalam menanggapi permintaan
pemerintah daerah, penekanan yang bahkan lebih besar diterapkan pada upaya
menggabungkan pengurangan risiko bencana ke dalam proses perencanaan
masyarakat di Jawa. Dana yang lebih besar diinvestasikan dalam infrastruktur
penanggulangan bencana dan pelatihan tentang kesiapsiagaan dan pengelolaan
bencana untuk masyarakat dan pemerintah daerah. Rencana masyarakat yang
melakukan persiapan terhadap bencana diselenggarakan di lebih dari 300 desa
di Jawa melalui Rekompak dan dilengkapi dengan infrastruktur penanggulangan
bencana. Dinding-dinding penahan untuk mencegah tanah longsor, saluran-
saluran air untuk pengendalian banjir serta jalan lingkungan dan jembatan
yang berfungsi sebagai rute evakuasi diidentifikasi melalui proses pemetaan
dan perencanaan masyarakat dan dibangun dengan dana proyek Rekompak.
Keberhasilan dari langkah-langkah ini dan pelatihan tanggap bencana yang
diberikan oleh proyek-proyek Rekompak ditunjukkan ketika Gunung Merapi
meletus. Masyarakat yang terdampak menggunakan rute evakuasi, fasilitas
dan prosedur evakuasi pemberian proyek Rekompak. Kecakapan teknis dan
manajemen yang baru saja diperoleh digunakan selama evakuasi. Jiwa manusia
diselamatkan karena orang tahu apa yang harus dilakukan dan ke mana harus
pergi untuk menyelamatkan diri ketika letusan terjadi.

Untuk mendukung penguatan lembaga pengurangan risiko bencana daerah,


tim-tim Rekompak bekerja sama dengan badan-badan pemerintah daerah
seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang baru dibentuk dan
menyediakan bantuan teknis, pelatihan dan dukungan bagi lembaga-lembaga
yang ditugaskan menangani upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana
selama pelaksanaan proyek. Sebagai hasil dari upaya peningkatan kapasitas ini,
pemerintah Indonesia di tingkat pusat dan daerah telah meningkatkan kapasitas
kelembagaannya. Program-program dibuat baik untuk pencegahan maupun
tanggap bencana. Pemerintah daerah siap mendukung proses perencanaan tata
ruang pada tingkat komunitas dan memperluas dukungan itu kepada komunitas
lain. Pelatihan dan peningkatan kemampuan penting untuk dipertahankan.
Dengan cara ini, upaya rekonstruksi pascabencana akan terus dirasakan
dampaknya bahkan setelah rekonstruksi berakhir dan kegiatan proyek Rekompak
telah dituntaskan.
133

REKOMPAK
MDF mendukung pendirian Pusat Penelitian Penanggulangan Tsunami dan
Bencana (Tsunami and Disaster Mitigation Research Center atau TDMRC)
di Banda Aceh untuk memastikan bahwa penelitian tentang pengurangan
risiko bencana berlanjut. Pusat penelitian ini bertindak sebagai sebuah
“wadah pemikir” mengenai pengurangan risiko dan manajemen bencana bagi
pemerintah Aceh dan menyediakan sumber daya dan layanan baik secara
nasional maupun internasional. Lembaga ini telah membentuk serangkaian
kemitraan yang luas dengan pemerintah, media, LSM dan dunia akademis, dan
bersama dinas-dinas provinsi, menumbuhkan rasa memiliki agenda pengurangan
risiko bencana. Melalui kerjasama erat dengan Universitas Syiah Kuala, lembaga
ini menyelenggarakan program pascasarjana dalam berbagai disiplin ilmu
tentang manajemen pengurangan risiko bencana yang mencakup bencana alam,
kesehatan, ekonomi dan lingkungan hidup. Kebanyakan mahasiswanya adalah
pegawai pemerintah yang bekerja di Badan-badan Penanggulangan Bencana di
seluruh Indonesia.

Sebuah rambu jalur evakuasi ditempatkan di dekat jalan desa yang dibangun oleh Foto:
Rekompak di Ciamis, Jawa Barat, di bawah JRF. Langkah-langkah pengurangan risiko Tim Rekompak
bencana merupakan bagian integral dari proses perencanaan masyarakat Rekompak.
134
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Pemberdayaan Masyarakat dan Individu

Rekompak menjadi dasar bagi pendekatan berbasis masyarakat yang menanggapi


kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang bekerja bersama organisasi ini. Rekompak
berhasil melibatkan para penerima manfaat dalam seluruh aspek proses
pembangunan kembali, termasuk penyeleksian penerima manfaat, perencanaan
tata letak komunitas dan pembangunan kembali yang sesungguhnya. Masyarakat
didukung oleh para fasilitator terlatih untuk memberikan mereka kesempatan
terbaik bagi rekonstruksi partisipatoris yang efektif dan sesungguhnya.

“Pada awalnya, saat proyek Rekompak dimulai, orang-


orang curiga satu sama lain. Namun, begitu proyek berjalan,
mereka mulai saling percaya dan duduk bersama untuk
membahas pembangunan kembali. Mereka belajar tentang
perencanaan keuangan dan bagaimana membuat prioritas.
Bahkan dengan jumlah uang proyek yang besar di rekening
masyarakat, kepercayaan masih ada. Inilah sosok masyarakat
yang dibangun kembali melalui program ini: masyarakat
dengan rasa percaya diri dan rasa memiliki. Mengapa?
Karena mereka dilibatkan sejak awal sekali hingga selesainya
rumah mereka. Dari sinilah kepuasan tersebut berasal.”
Manhilal, Ketua Unit Manajemen Proyek, Rekompak Aceh,
Kementerian Pekerjaan Umum. c

Rekompak memberikan sumbangsihnya untuk komunitas yang kuat dan


berkesinambungan dengan memberdayakan kelompok-kelompok perumahan
untuk membuat keputusan mengenai masa depan komunitas mereka. Sebagai
kelompok dan individu, para penerima manfaat belajar bagaimana bekerja
bersama pemerintah daerah, bagaimana mempersiapkan anggaran, bagaimana
menjamin transparansi dan bagaimana membangun kembali masyarakat
mereka. Rekompak meningkatkan kapasitas peserta untuk merencanakan
dan mengawasi pembangunan, yang membantu membangun percaya diri
dan mendorong kemandirian. Para penerima manfaat diberdayakan dengan
mengambil tanggung jawab penting dan dengan hasil dari upaya mereka.
Mereka belajar bekerja sama sebagai sebuah komunitas untuk dapat mencapai
hasil lebih dibandingkan apabila mereka bekerja sendiri.

Rekompak dirancang secara inklusif dan semua penerima manfaat, termasuk


yang paling rentan, didorong untuk ikut serta. Para fasilitator memastikan bahwa
setiap orang diikutkan dalam sesi terkait informasi dan kegiatan pembangunan
kembali. Mereka menyediakan informasi mengenai semua aspek dari proses
135

REKOMPAK
pembangunan kembali, juga bantuan teknis. Untuk mereka yang tidak dapat
berpartisipasi (misalnya, anak yatim piatu), wakil-wakil mereka ditunjuk, yang
biasanya adalah kerabat dekat yang bertindak sebagai wali mereka. Berbagai
kegiatan seperti pemetaan sosial masyarakat yang bertujuan mengumpulkan
dan menetapkan daftar para penerima manfaat yang memenuhi syarat,
mempersiapkan Rencana Pembangunan Pemukiman dan memberikan dukungan
lewat konstruksi, membantu meningkatkan kecakapan dan mengembangkan
agenda bersama masyarakat. Melalui upaya peningkatan kapasitas ini, penerima
manfaat Rekompak diberdayakan untuk memainkan peran yang kuat dalam
keseluruhan rekonstruksi masyarakat.

Para anggota kelompok perumahan dilatih tentang resolusi konflik dan


pengembangan konsensus untuk memfasilitasi pengambilan keputusan dan
mendorong perdamaian. Pelatihan tersebut membantu anggota menetapkan
prioritas dan mengambil keputusan tentang perumahan dan fasilitas
infrastruktur masyarakat yang akan dibangun. Hal ini memperkuat sikap dan
praktik kerja sama di dalam kelompok-kelompok perumahan dan komunitas
yang lebih luas. Penting untuk mendorong solusi konflik yang damai, utamanya
dalam situasi pascakonflik di Aceh menyusul tsunami tahun 2004. Semangat
kebersamaan, yang digunakan oleh komunitas Rekompak untuk mengambil
keputusan, menghasilkan pengertian umum bahwa dana, tanah dan bantuan
telah disalurkan kepada mereka yang berhak. Dengan cara ini, rasa persaingan
di antara warga desa yang kerap menyertai pembagian bantuan pada tingkat
daerah tertanggulangi. Pendekatan partisipatoris Rekompak terhadap sumber
daya yang mendistribusikan tanpa menyebabkan perselisihan menunjukkan
manfaat nyata di daerah-daerah konflik seperti di Aceh.

Sepasang suami isteri dengan papan dokumentasi hibah perumahan yang disediakan Foto:
oleh Rekompak di Aceh. Para penerima manfaat diseleksi oleh komunitas mereka Kristin Thompson
untuk Sekretariat MDF
melalui suatu proses yang terbuka dan transparan.
136
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Peran Serta Perempuan

Dampak bencana alam pada perempuan sering kali lebih besar dibandingkan
pada laki-laki karena beberapa faktor seperti kondisi sosial ekonomi, peran
tradisional perempuan sebagai pengasuh anak dan orang tua, juga kekuatan
fisik dan kapasitas mereka. Perempuan mewakili hampir 70 persen1 dari
jumlah kematian setelah tsunami 2004 di Aceh. Penyakit yang kerap muncul
setelah bencana alam, seperti kolera, juga menyebabkan kematian perempuan
yang lebih besar – yang tidak sedikit disebabkan oleh tanggung jawab mereka
merawat orang sakit.2 Semuanya ini merupakan alasan yang mendesak mengapa
perempuan perlu terlibat dalam keputusan yang menyangkut rekonstruksi
rumah dan permukiman mereka, termasuk kegiatan pengurangan risiko bencana
dan kesiapsiagaan darurat.

Rekompak secara khusus mengupayakan peran serta baik perempuan maupun


laki-laki untuk proyek-proyek rekonstruksi, dengan mengakui bahwa peran serta
perempuan tersebut secara khusus membantu menciptakan masyarakat yang
sejahtera dan berkesinambungan. Di beberapa daerah perdesaan dan di banyak
kawasan perkotaan di Indonesia, laki-laki dianggap sebagai kepala rumah tangga,
yang bertanggung jawab mengambil keputusan di dalam keluarga dan di luar
rumah di dalam masyarakat. Perempuan kerap mengambil peran di belakang
layar. Banyak peserta perempuan dalam proyek Rekompak tidak pernah
berperan serta dalam pengambilan keputusan penting di masyarakat dan tidak
merasa nyaman ketika berbicara di forum umum. Mengingat peran dan tradisi
budaya yang umum ini, suara perempuan dan kebutuhan mereka bisa saja
terabaikan sewaktu sumber daya rekonstruksi yang terbatas dialokasikan melalui
proses masyarakat tingkat desa, kecuali upaya aktif dilakukan untuk menjamin
perempuan berpartisipasi secara penuh dalam pengambilan keputusan.

Mendorong keterlibatan perempuan dalam rekonstruksi merupakan sebuah


keprihatinan lintas sektoral bagi proyek-proyek Rekompak MDF/JRF. Seperti
proyek-proyek pembangunan berbasis masyarakat lainnya yang dilaksanakan di
bawah MDF, Rekompak secara aktif mendorong dan memfasilitasi peran serta
perempuan dalam proses rekonstruksi. Sasaran persentase tingkat kehadiran
perempuan ditetapkan. Keikutsertaan ini secara positif mempengaruhi
pengalaman banyak perempuan penerima manfaat. Beberapa perempuan,
misalnya, membangun rumah mereka sendiri, turut serta dalam rapat desa
dan dipilih sebagai anggota komite proyek. Namun, meskipun ada sasaran dan
niat baik, baik secara kuantitas maupun kualitas, peran serta perempuan masih
kurang optimal di banyak komunitas.

Penting bahwa suara perempuan tidak hanya didengar, tetapi diperhitungkan.


Dalam proyek-proyek Rekompak, perempuan didorong untuk berperan serta
secara aktif dalam proses perencanaan masyarakat. Tujuannya adalah untuk
137

REKOMPAK
“Menyusul terjadinya bencana alam, peran laki-laki
dan perempuan sama pentingnya bagi kelangsungan
hidup dan perkembangan rumah tangga, komunitas dan
masyarakat. Namun, terlalu sering perempuan tidak
terlibat dan terwakili secara efektif dalam pemulihan
pascabencana dan prakarsa pembangunan kembali”
Making Women’s Voices Count3

memberikan perhatian pada beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh


perempuan selama rekonstruksi pascabencana dan pada kebutuhan mereka,
utamanya yang terkait dengan perumahan dan infrastruktur masyarakat.
Rekompak memfasilitasi dan mendorong perempuan mengambil kesempatan
berharga untuk terlibat dalam pembicaraan dan pengambilan keputusan.
Menjamin keikutsertaan penuh perempuan dan memenuhi kebutuhan mereka
lebih berhasil dalam beberapa kasus dibandingkan dalam kasus lain. Faktor-

Proyek-proyek MDF dan JRF mendorong pemberdayaan dan peran serta perempuan Foto:
dalam seluruh aspek perencanaan dan pengambilan keputusan masyarakat. Disini, Rosaleen Cunningham
untuk Sekretariat JRF
sekelompok perempuan membahas sebuah model usulan rekonstruksi untuk
pemukiman mereka yang berdasarkan pada Rencana Pembangunan Pemukiman
(RPP), yang membantu mengembangkan masyarakat mereka setelah letusan Gunung
Merapi.
138
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

faktor yang turut menyumbang pada keberhasilan untuk melibatkan perempuan


mencakup apakah perempuan telah mempunyai peran dalam pengambilan
keputusan masyarakat sebelum bencana dan apakah pendapat perempuan telah
dihargai atau tidak oleh masyarakat tertentu. Dukungan dalam bentuk keahlian
gender dan pendanaan untuk mendorong dan melaksanakan pertimbangan
gender dalam rekonstruksi pascabencana sebaiknya disertakan dalam seluruh
aspek tanggap bencana dan pemulihan yang dimulai dengan penilaian kerusakan
dan kerugian.4

Memahami peran terbatas perempuan secara tradisional dalam urusan


kemasyarakatan, Rekompak bermaksud melibatkan perempuan sejak
awal. Kemajuan diukur oleh tingkat partisipasi rata-rata perempuan dalam
perencanaan masyarakat dan tingkat keterwakilan perempuan sebagai anggota
komite. Mengadakan beberapa rapat resmi dan tidak resmi yang terpisah untuk
perempuan menjamin pendapat perempuan dicatat dan dipertimbangkan
dalam pelaksanaan proyek. Hal ini penting dalam situasi saat perempuan secara
tradisional tidak akan mengungkapkan pendapat dan gagasan mereka jika laki-
laki hadir di sekitarnya, sebagaimana dalam kasus di beberapa desa Rekompak.
Melibatkan perempuan dalam proses pengambilan keputusan merupakan suatu
tantangan yang memerlukan usaha dan perhatian terus-menerus. Pengawasan
dan evaluasi teratur juga diperlukan dan jika sasaran tidak tercapai, harus fleksibel
untuk mencoba dan melaksanakan beberapa pendekatan berbeda.

Sekelompok pekerja perempuan dari berbagai desa di daerah Yogyakarta turut serta dalam Foto:
pembangunan kembali sebuah rumah. Para pekerja ini tidak hanya dibayar dengan upah Sekretariat JRF
harian, tetapi mereka juga belajar bagaimana membangun sebuah rumah.
139

REKOMPAK
Perempuan Berperan Serta Secara Aktif dalam Membangun Kembali
Rumah Mereka

Sebelum tsunami, Ibu Zubir dan suaminya Pak Zubir memiliki rumah
yang berada di desa Blang Gelinggang di Aceh. Rumah mereka adalah
salah satu dari sekian banyak rumah yang dihancurkan oleh tsunami
pada tahun 2004.

Rekompak membantu program pembangunan rumah kembali bagi Ibu


Zubir dan keluarganya yang terdiri atas empat orang. Keluarga tersebut
berperan serta secara aktif dalam kegiatan persiapan masyarakat
yang berlanjut pada pembentukan sebuah kelompok rumah tangga.
Kelompok yang beranggotakan sembilan orang tersebut termasuk
empat perempuan, yang mewakili 44 persen dari kelompok, persentase
yang jauh lebih besar dari biasanya yang berkisar 10 - 20 persen.

Ketersediaan tenaga kerja merupakan masalah yang terus-menerus


ada dalam pembangunan rumah di desa. Para perempuan di Blang
Gelinggang paham akan akibat serius dari masalah ini dalam hal
kemampuan kelompok perumahan tersebut untuk menyelesaikan
pembangunan rumah pada waktunya dan mereka mengisi kekosongan
yang ditimbulkan oleh keterbatasan tenaga kerja itu. Ibu Zubir, yang
berusia empat puluhan tahun, menggali pasir dan mengangkat bahan-
bahan konstruksi seperti batu bata dan pasir dari satu tumpukan ke
tumpukan lainnya di lokasi pembangunan. Dia mengatakan bahwa
keterlibatannya dalam pembangunan fisik tersebut membuat
dia dapat mengawasi secara pribadi dan memeriksa kemajuan
pembangunan. Penghematan yang dihasilkan dengan melakukan
pekerjaan pembangunan tersebut dimanfaatkan untuk membeli
bahan-bahan lain untuk rumahnya.

Disadur dari: Aceh After the Tsunami Rebuilding Houses and Communities, Unit Pengelolaan
Proyek), Rekompak Aceh, Kementerian Pekerjaan Umum, Desember 2007. 27

Rekompak melatih dan menggunakan para fasilitator perempuan agar dapat


memasukkan pertimbangan peka gender dalam pelaksanaan proyek. Fasilitator
perempuan disambut baik oleh penerima bantuan perempuan yang merasa
perempuan lebih memahami masalah yang menjadi keprihatinan mereka. Para
fasilitator mendorong perempuan untuk berperan serta dalam konstruksi dan
rancangan rumah mereka sendiri dan tata letak komunitas mereka. Beberapa
penerima manfaat perempuan melakukan pengawasan aktif ketimbang
membangun rumah mereka sendiri, tetapi memastikan bahwa rumah yang
sedang dibangun bemutu baik. Mereka mempelajari tata buku, pengadaan
bahan-bahan bangunan dan standar mutu konstruksi dan pengawasan – kegiatan
yang sebelumnya kebanyakan ditangani oleh laki-laki. Pelatihan gender yang
komprehensif untuk seluruh fasilitator direkomendasikan untuk proyek-proyek
rekonstruksi.
140
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Perempuan di Desa Pangandaran Bertekad Mengurangi Risiko Bencana

Dengan bantuan proses RPP, perempuan di desa Pangandaran, Jawa


Barat, memainkan peran aktif dalam mempersiapkan kemungkinan
bencana di masa depan. Dari 30 sukarelawan yang dipilih untuk turut
serta dalam perencanaan Pengurangan Risiko Bencana di setiap
rukun tetangga, 20 di antaranya perempuan. Menurut Ibu Sri, salah
satu penerima bantuan, alasan mengapa begitu banyak perempuan
ikut terlibat adalah karena mereka menyadari risiko lebih tinggi yang
dihadapi perempuan. Dari lebih dari 650 korban tewas akibat tsunami
di Pangandaran, jumlah kematian pada perempuan dan anak-anak
sangat tinggi. Sejumlah kios kecil di pantai dijalankan oleh perempuan,
dan banyak perempuan sedang berada di rumah di dekat pantai ketika
gelombang datang. Ibu Sri mengenal sejumlah perempuan yang tewas
dan inilah salah satu motor penggerak bagi dirinya untuk melibatkan
diri. Dia dan para sukarelawan dari kelompoknya mengisi waktu luang
mereka dengan menyebarkan pesan kesiapsiagaan bencana. “Kami ada
di mana-mana! Rapat desa, pertemuan umum di masjid, kami berada
di sana dengan bahan-bahan kampanye kami,” kata dia dengan bangga.

Sikap proaktif ini menggiring dia untuk mendekati Kementerian


Kehutanan dan mengadvokasi penanaman pohon di sepanjang garis
pantai yang akan bertindak sebagai penghalang alami.”Kata orang-orang
kementerian, mereka mempunyai pohon tapi tidak memiliki dana untuk
menanamnya. Kami bilang, ‘Kami akan melakukannya!’ Kami menanam
lebih dari 500 pohon dalam beberapa hari saja.”

Tenaga kerja sulit didapatkan di sebagian besar desa dan pekerjaan yang
disumbangkan oleh perempuan berpengaruh secara positif pada kemajuan
konstruksi rumah dan infrastruktur masyarakat. Dalam kebanyakan kasus,
rekonstruksi masyarakat tidak akan bisa diselesaikan secara cepat tanpa bantuan
perempuan. Perempuan yang belum pernah mengangkat alat konstruksi turun
tangan dan membersihkan puing-puing, menghela gerobak dorong beroda
satu yang berat, dan menata batu-batu yang telah dipecahkan dan pasir
dalam persiapan untuk membuat jalan. Perempuan bekerja dalam komite dan
menulis laporan. Mereka menyediakan tenaga kerja tambahan yang dibutuhkan
dan diberdayakan untuk mengambil bagian dalam pembuatan keputusan.
Beberapa perempuan melakukan ini lebih sukses dari yang lain, tetapi bagi
banyak perempuan, tingkat keikutsertaan ini membuka sebuah jalan menuju
kemandirian yang lebih besar.

Pertimbangan Lingkungan Hidup dan Perlindungan

Kesinambungan lingkungan hidup merupakan keprihatinan awal Rekompak dan


tetap menjadi perhatian penting sepanjang masa pelaksanaan proyek. Sejumlah
panduan dikembangkan dan dimonitor untuk memastikan bahwa kegiatan
141

REKOMPAK
“Selama proyek (Rekompak), kami mempelajari cara
membangun sebuah rumah. Sekarang kami tahu apa yang
harus dilakukan. Kami tidak tahu sebelumnya dan tentu saja
tidak pernah berpikir itu mungkin. Bayangkan, perempuan
seperti kami–ibu rumah tangga–dapat mempelajari cara
membangun sebuah rumah. Biasanya ini pekerjaan lelaki.”
Para perempuan dari desa Kebon, Klaten, Jawa Tengah

rekonstruksi hanya berdampak minimal terhadap lingkungan hidup. Masalah-


masalah yang dipertimbangkan termasuk: sanitasi, pengelolaan sampah,
penggunaan bahan bangunan seperti kayu gelondongan, dan peran masyarakat
dan pemerintah dalam pengelolaan lingkungan. Saat rekonstruksi berskala
besar diperlukan, sebagaimana halnya di Aceh dan Jawa, bahan bangunan yang
berasal dari daerah setempat seperti kayu harus dikelola dengan hati-hati untuk
memastikan kerusakan lingkungan hidup seminimal mungkin.

Aceh kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk hutan-hutan primer yang


luas, dan perlindungan terhadap hutan-hutan ini menjadi pertimbangan penting
bagi MDF. Pembahasan serius dilakukan di antara para pelaku utama dalam
rekonstruksi tentang bagaimana menjamin agar hutan-hutan tersebut tidak
berada dalam bahaya. MDF membentuk Proyek Hutan dan Lingkungan Hidup
Aceh (Aceh’s Forest and Environment Project atau AFEP) yang khusus bertujuan
melindungi sumber daya hutan Aceh selama rekonstruksi.

Karena begitu banyak bangunan harus dibangun kembali setelah gempa bumi
dan tsunami, kayu tidak saja menjadi langka tapi harganya melonjak secara
dramatis dan terdapat kekhawatiran bahwa volume kayu gelondongan dalam
jumlah sangat besar yang dibutuhkan untuk rekonstruksi dapat mengakibatkan
kerusakan hutan di Aceh. Rekompak menjawab keprihatinan akan lingkungan
hidup ini dengan membuat sejumlah strategi untuk mengurangi penggunaan
kayu dengan misalnya:
• menggunakan baja ringan untuk rangka atap rumah dan sekolah
• menggunakan kembali kayu yang tersisa sebanyak mungkin
• menggunakan perancah yang terbuat dari bambu dan
• mengadakan pengawasan rutin terhadap penggunaan kayu

Di Nias pun demikian. Penduduknya khawatir bahwa jumlah kayu yang


dibutuhkan untuk pembangunan kembali dapat menghancurkan hutan di pulau
itu. Nias lebih terisolasilasi daripada Aceh dan biaya untuk mengangkut bahan-
bahan bangunan dari daratan utama Sumatra bahkan lebih mahal dibandingkan
ke Aceh. Strategi-strategi yang telah diterapkan di Aceh untuk mengurangi
kebutuhan akan kayu tersebut juga digunakan di Nias. Selain itu, melalui proyek
perumahan berbasis masyarakat MDF yang dilaksanakan di Nias5, penanaman
142
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

kembali digalakkan dan pohon-pohon ditanam di sepanjang jalan lingkungan


dan di luar rumah, sekolah dan struktur bangunan desa lainnya.

Di Jawa, asal kayu tidak begitu menjadi masalah dibandingkan di Aceh


atau Nias. Meskipun begitu, upaya-upaya penanggulangan dilakukan untuk
mencegah dampak lingkungan hidup yang negatif. Saat pohon-pohon perlu
ditebang untuk keperluan pelebaran jalan besar dan kecil atau untuk drainase,
misalnya, satu pohon yang tersedia di daerah tersebut ditanam untuk setiap
pohon yang ditebang.

Dalam kasus-kasus masyarakat yang perlu direlokasi, prosedur perlindungan


lingkungan hidup dan sosial yang tepat berdasarkan standar-standar Bank
Dunia dijalankan untuk memastikan tidak terjadinya dampak buruk. Tempat
relokasi seluas lebih dari lima hektar diharuskan untuk keperluan analisa
dampak lingkungan hidup untuk memastikan peruntukan tanah yang tepat
pada lokasi tersebut dan metode konstruksi yang cocok. Baik di Jawa
maupun di Aceh, beberapa komunitas memilih untuk pindah baik karena
permukiman mereka sebelumnya lenyap, seperti di beberapa bagian di
Aceh, atau karena tempat tersebut dianggap terlampau berbahaya untuk
dihuni manusia, sebagaimana di “zona merah” Merapi dan daerah-daerah
rawan longsor di Jawa.6

Pembangunan Kapasitas

Tersirat dalam pendekatan Rekompak adalah pemikiran bahwa kesinambungan


proyek bertumpu pada penerima manfaat dan kepemimpinan daerah. Dengan

Atap sedang dipasang di atas sebuah rumah di Aceh. Penggunaan baja ringan untuk Foto:
rangka atap mengurangi kebutuhan pemakaian kayu yang tidak banyak tersedia. Fakhrurrazi
Lomba Foto MDF
Penggunaan baja ketimbang kayu membantu melindungi lingkungan hidup di
tengah keprihatinan bahwa pemakaian kayu untuk rekonstruksi berskala besar dapat
menyebabkan kerusakan hutan di Aceh dan Nias.
143

REKOMPAK
memperkuat kapasitas individu, masyarakat dan pemerintah daerah, dan
mendukung pemerintah pada semua tingkatan selama pelaksanaan proyek,
Rekompak bertujuan memberikan sumbangsihnya pada dampak positif
jangka panjang. Pencapaian pada saat berakhirnya proyek mengindikasikan
adanya prospek baik bagi kesinambungan hasil-hasil proyek Rekompak.

Penguatan kapasitas dimasukkan ke dalam semua aspek kegiatan proyek.


Masyarakat dididik tentang kesiapsiagaan bencana dan pentingnya konstruksi
bermutu tinggi dan tahan gempa. Melalui persiapan RPP, masyarakat
mengembangkan kecakapan dalam penilaian kebutuhan, perencanaan dan
pemetaan masyarakat. Pelatihan juga diberikan untuk meningkatkan kapasitas
masyarakat untuk menjalankan dan memelihara aset yang diciptakan oleh
proyek dan untuk memastikan bahwa kontribusi dari masyarakat pemakai
cukup besar untuk menutup biaya operasi dan pemeliharaan. Masyarakat
disadarkan akan sumber-sumber pendanaan potensial untuk operasi dan
pemeliharaan, dan informasi mengenai cara memperoleh akses ke pendanaan
semacam itu telah diberikan.

Rekompak berkontribusi pada pembangunan daerah di masa mendatang


melalui kader pekerja masyarakat yang cakap yang telah dilatih dan
dipekerjakan sebagai fasilitator. Proyek merupakan suatu tempat pelatihan
bagi para fasilitator untuk mempelajari pendekatan Pembangunan
Berbasis Masyarakat, teknik-teknik konstruksi yang sesuai dan interaksi
yang produktif dengan masyarakat. Beberapa mantan fasilitator Rekompak
telah menjadi pegawai negeri dengan berbekal pengalaman praktis selama
bekerja dengan masyarakat.

Rekompak berinvestasi dalam penguatan kapasitas pada setiap tingkatan


pemerintah dari daerah hingga pusat untuk memastikan kesinambungan
pencapaian dan pemeliharaan aset proyek yang tepat. Tim-tim Rekompak
bekerja bersama badan-badan pemerintah daerah seperti Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang menyediakan bantuan teknis,
pelatihan dan dukungan bagi lembaga-lembaga yang ditugaskan melakukan
upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana selama pelaksanaan
proyek. Proses perencanaan masyarakat menguatkan tidak hanya kapasitas
masyarakat tetapi juga pemerintah daerah untuk terlibat dan mendukung
perencanaan pada tingkat komunitas. Unit-unit pengelolaan proyek
pemerintah memperoleh pengalaman dalam cara-cara baru beroperasi,
seperti penyaluran hibah langsung kepada masyarakat, juga dalam sistem
informasi yang transparan dan penanganan keluhan. Pada tingkat pusat,
Kementerian Pekerjaan Umum telah mengembangkan sebuah model program
rekonstruksi perumahan yang diakui secara nasional dan internasional
melalui pengalaman praktis langsung saat melaksanakan Rekompak di Aceh,
Jawa, dan tempat-tempat lain di Indonesia.
144
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

Pelestarian Warisan Budaya


Selama Rekonstruksi
Gempa bumi pada bulan Mei 2006 di Jawa meninggalkan jejak kerusakan
dahsyat yang mengakibatkan ribuan orang kehilangan nyawa dan rumah-
rumah korban selamat tinggal reruntuhan. Di banyak desa, rumah-
rumah bersejarah yang dibangun dengan gaya arsitektur tradisional
Jawa hancur. Rumah-rumah tradisional ini, dengan genting terakota
buatan tangan dan pintu dan jendela kayu yang diukir halus, merupakan
fitur budaya Yogyakarta dan Jawa Tengah yang tak ada duanya. Dalam
beberapa kasus, rehabilitasi dan rekonstruksi menyebabkan rumah-
rumah tradisional ini digantikan dengan rumah-rumah kontemporer
sederhana, yang secara signifikan berdampak pada warisan budaya di
daerah tersebut.

Rekompak memperlihatkan keluwesannya dalam menanggapi


kebutuhan daerah dengan menjawab keinginan masyarakat yang
berniat melestarikan arsitektur tradisional dan warisan budaya mereka
dalam konteks rehabilitasi dan rekonstruksi. Rekompak memprakarsai
sebuah subkomponen yang bertujuan melestarikan aset warisan
budaya seperti rumah dan fasilitas umum di enam komunitas Jawa di
perkotaan dan perdesaan.

Sebagai lokasi dari sebuah kota kuno dengan nilai warisan budaya
tinggi, komunitas kota Gede di Yogyakarta berperan sebagai model bagi
upaya pelestarian budaya Rekompak. Langkah-langkah awal dilakukan
untuk menanggapi prioritas komunitas untuk melestarikan warisan
budaya mereka yang unik. Melalui proses RPP, komunitas tersebut
memetakan dan menginventarisasi bangunan-bangunan kuno, dengan
memprioritaskan rehabilitasi dan rekonstruksi berdasarkan pada upaya
menciptakan keseimbangan antara kebutuhan akan rumah tradisional,
fasilitas warisan budaya umum dan infrastruktur lingkungan. Pariwisata
dan akses publik terhadap bangunan-bangunan tersebut juga
dipertimbangkan.

Bersama dengan pembangunan fisik, Rekompak menyumbang pada


pelestarian warisan budaya tersebut dengan cara lain. Proyek ini
membantu menciptakan sebuah sinergi antara pemerintah, masyarakat
madani (termasuk LSM dan organisasi masyarakat madani setempat)
dan masyarakat itu sendiri. Rekompak menyediakan fasilitator untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah terkait aspek
organisasi, manajemen, ekonomi dan teknis dari pelestarian dan
pengelolaan warisan budaya di daerah tersebut.

Sejumlah organisasi pengelolaan warisan budaya masyarakat


membantu membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pelestarian pusaka budaya. Mereka juga membantu meningkatkan dan
memelihara pengetahuan dan kecakapan masyarakat dalam teknik-
teknik pelestarian dan pengelolaan aset warisan budaya.
145

REKOMPAK
Rekompak menyediakan buku-buku panduan bagi masyarakat tentang pelestarian Sumber:
warisan arsitektur budaya. Tim Rekompak

Pendekatan Rekompak bersifat fleksibel untuk mengadaptasi kebutuhan dan konteks Foto:
lokal, seperti membantu masyarakat membangun kembali arsitektur tradisional yang Tim Rekompak
merupakan ciri khas lingkungan Kota Gede di Yogyakarta.
146
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

MENGHADAPI TANTANGAN-TANTANGAN
PELAKSANAAN: BEBERAPA MASALAH DAN
SOLUSI UMUM

Pendekatan Rekompak adalah sebuah proses yang berkembang terus menerus.


Model dasarnya harus disesuaikan secara teratur agar cocok dengan situasi
setempat. Penyesuaian-penyesuaian yang berdasarkan hasil pembelajaran
senantiasa dilakukan untuk peningkatan kinerja. Sebagaimana proyek berskala
besar lainnya, banyak tantangan muncul selama pelaksanaan dari hari ke hari
yang tidak terlihat pada tahap perancangan. Aksi cepat dibutuhkan dalam
sebuah konteks pascabencana, dan desakan untuk menanggapi kebutuhan
warga harus dipertimbangkan, mengingat waktu yang diperlukan bagi penilaian
dan persiapan praproyek yang rinci yang dapat menanggulangi masalah terkait
pelaksanaan. Menyusul suatu bencana alam, tanggapan harus cepat dan efisien,
mampu menangani rekonstruksi berskala besar, mampu menyediakan rumah-
rumah berkualitas baik dan mampu menjamin transparansi dan akuntabilitas
transaksi keuangan. Setiap persyaratan menghadirkan sejumlah tantangan.
Berikut ini adalah beberapa tantangan yang dihadapi selama pelaksanaan
Rekompak di Indonesia dan solusi yang diterapkan.7

Fasilitator mengukur kekuatan balok rumah di desa Lasikin, Aceh. Foto:


Tim Rekompak
147

REKOMPAK
TANTANGAN:
Penerima manfaat dengan pengetahuan metode konstruksi yang
tidak memadai. Selain trauma yang telah mereka alami, sebagian
besar pemilik rumah belum pernah membangun apapun dan tidak
akrab dengan teknik-teknik konstruksi. Sebagian besar pendekatan
berbasis masyarakat menggunakan tenaga kerja lokal yang tidak
terampil dan seringkali pemilik rumah sendiri yang membangun
kembali rumah mereka. Rekompak bergantung pada pengawas
pembangunan dan fasilitator masyarakat untuk memberikan keahlian
teknik dan kendali mutu. Selama pelaksanaan awal di Aceh, terdapat
kelangkaan tenaga fasilitator terlatih karena kerasnya persaingan
dalam mendapatkan pekerja masyarakat berkualitas tinggi untuk
mendukung upaya rekonstruksi umum. Jadi, dukungan lapangan,
kendali mutu dan pengawasan terhadap pembangunan seringkali
kurang memadai karena bergantung pada kecakapan yang dan
tingginya perpindahan kerja di kalangan fasilitator. Dalam beberapa
komunitas, hal ini menyebabkan persiapan dan pemahaman
masyarakat yang tidak memadai, yang menunda pembangunan
perumahan dan mengakibatkan kendali mutu yang lemah.

SOLUSI:
Ketentuan akan pengawasan yang ketat dan berkesinambungan oleh
staf lapangan yang sangat terlatih untuk menjamin penyelesaian
rumah sesuai jadwal dengan kualitas yang dapat diterima. Jumlah
fasilitator terlatih yang memadai harus diupayakan untuk memberikan
bantuan teknis dan pengawasan pembangunan. Pendekatan
berbasis masyarakat bersifat kemampuan mengelola intensif dan
memerlukan dedikasi dan komitmen yang kuat dan berkelanjutan
dari para manajer proyek dan fasilitator. Untuk meningkatkan kualitas
fasilitator di lapangan, fasilitator senior ditugaskan untuk memimpin
dan mendukung tiga atau empat fasilitator junior. Selain itu, fasilitator
diawasi oleh seorang Konsultan Manajemen Kabupaten. Peningkatan
kapasitas dalam bentuk pelatihan kerja dan bimbingan diberikan
kepada para fasilitator untuk menjamin persiapan dan pelaksanaan
program yang lebih efektif.
148
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

TANTANGAN:
Kualitas struktural tahan gempa yang tidak memadai.
Mempertahankan pembangunan berkualitas baik merupakan sebuah
tantangan utama dalam situasi pascabencana apapun. Hal ini khususnya
benar dalam situasi-situasi yang tenaga kerjanya cakap dan bahan-
bahan bangunan berkualitas telah relatif langka karena pelaksanaan
berbagai proyek perumahan dalam waktu bersamaan. Ketergesaan
untuk melaksanakan secara cepat dapat mengkompromikan kualitas
konstruksi. Menjamin agar rumah yang sedang dibangun berkualitas
memadai dan memenuhi standar minimum merupakan masalah yang
terus menjadi keprihatinan dalam Rekompak. Masalah pembangunan
paling umum adalah: (a) batang penguat yang tidak dibengkokkan
dengan tepat untuk menjamin kaitan yang kuat antara kolom dan
balok; (b) kekuatan beton yang rendah karena campuran semen, pasir,
kerikil dan air yang tidak tepat; dan (c) kurangnya angkur antara atap
dan balok untuk menjamin rumah yang tahan gempa dan badai.

SOLUSI:
Ketersediaan fasilitator teknis yang terlatih di lapangan dan
pelaksanaan sebuah sistem untuk mengaudit kualitas konstruksi.
Pengawasan oleh fasilitator teknis yang sangat terlatih yang tersedia
dalam jumlah memadai dalam proses pembangunan merupakan
kepentingan kunci. Insinyur teknik sipil disertakan dalam Gugus Tugas
Fasilitator yang mengawasi kualitas konstruksi. Terdapat hubungan
langsung antara kualitas fasilitator dengan mutu konstruksi. Rekompak
meningkatkan pelatihan teknis dan pengawasan terhadap fasilitator
dalam upaya meningkatkan kualitas kerja mereka di lapangan. Selain
itu, uji mutu secara acak (audit teknis) dilakukan pada rumah-rumah
yang sedang dibangun dan yang telah selesai dibangun. Penting
untuk menggunakan peralatan ujian, termasuk uji palu, uji pindai
dan densitometer. Bagi mereka yang rumahnya memiliki kekurangan,
perbaikan mutu segera dilaksanakan di bawah program peningkatan
kualitas khusus, dengan menggunakan jaring kawat baja las, misalnya,
untuk memperkuat dinding. Perbaikan struktur bangunan semacam
itu membutuhkan tambahan biaya, namun menghasilkan rumah
berkualitas lebih baik dan penerima bantuan yang lebih puas. Di Jawa,
rumah-rumah diuji dan disertifikasi oleh para ahli dari luar.
149

REKOMPAK
TANTANGAN:
Pengelolaan keuangan yang lemah dan tidak wajar. Pengelolaan
keuangan dana hibah kurang memuaskan selama tahap awal
pelaksanaan proyek di Aceh karena masyarakat sering tidak mematuhi
panduan. Hal-hal yang khususnya berhubungan dengan penyimpanan
uang kas, pembukuan dan penyebaran laporan keuangan selalu
bermasalah. Pada awalnya, terdapat kasus-kasus salah kelola dan
penyalahgunaan dana oleh beberapa kelompok rumah tangga yang
diungkapkan oleh mekanisme pertanggungjawaban Rekompak seperti
penanganan keluhan. Penemuan-penemuan ini mengakibatkan
penundaan kegiatan pembangunan hingga masalah diselesaikan. Kasus-
kasus penyalahkelolaan keuangan umumnya terbagi ke dalam dua
kategori: (a) dana yang digunakan untuk keperluan selain perumahan
(biasanya untuk mengatasi keperluan keluarga yang mendesak seperti
pengobatan); dan (b) perubahan desain (biasanya perluasan rumah)
dilakukan oleh pemiliknya tanpa dibekali dana pribadi yang cukup.
Masalah-masalah semacam itu adalah yang paling menyulitkan pada
tahap-tahap awal pelaksanaan, di saat sulit pula mendapatkan fasilitator
yang berkualitas untuk mengawasi pembangunan.

SOLUSI:
Mengaitkan pencairan dana dengan kemajuan fisik dan mekanisme
penanganan keluhan yang efektif. Pelaporan mandiri oleh fasilitator
terlatih juga menolong, selain tekanan rekan sejawat yang dilakukan oleh
anggota kelompok terdampak. Dalam peraturan Rekompak, jika satu rumah
tangga dalam kelompok menyalahgunakan dana perumahan, pencairan
dana untuk seluruh kelompok akan ditunda dengan tahapan pendanaan
berikutnya tidak dicairkan hingga masalah diselesaikan dan dana yang
disalahgunakan dikembalikan. Di bawah sistem ini, tekanan masyarakat
memaksa mereka yang menyalahgunakan dana untuk membayar kembali
atau jika tidak, menyelesaikan masalah secepat mungkin. Seiring dengan
kemajuan pelaksanaan, mekanisme periksa dan timbang yang diprakarsai
oleh proyek dan masyarakat dilaksanakan, seperti mekanisme penanganan
keluhan dan “saluran siaga” untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan.
Mekanisme-mekanisme ini terbukti efektif. Belajar dari pengalaman di
Aceh, Rekompak mengatur pencairan dana dalam tiga tahap dibandingkan
di Jawa dengan dua tahap , yang mensyaratkan pencapaian kemajuan
pembangunan fisik tertentu dipenuhi oleh semua anggota kelompok rumah
tangga sebelum dana tahap berikutnya dicairkan. Sistem penanganan
keluhan segera dibentuk di Jawa untuk mendorong akuntabilitas dan
transparansi. Karena masalah-masalah awal hampir terselesaikan,
perhitungan akhir menunjukan bahwa hanya sedikit sekali persentase dana
Rekompak Aceh disalahgunakan, dengan jumlah kurang dari satu persen
dari total dana proyek.
150
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

TANTANGAN:
Sasaran penerima manfaat yang tidak akurat. Penentuan sasaran yang
tidak akurat dan persyaratan kelayakan yang tidak jelas merupakan
alasan ketidakpuasan paling umum di antara para penerima bantuan
perumahan. Dalam beberapa kasus, pertanyaan muncul mengenai
soal kelayakan menerima bantuan. Beberapa penerima manfaat yang
terpilih adalah individu-individu yang dipekerjakan penuh waktu
di luar kawasan proyek. Beberapa memiliki hunian permanen di
daerah lain dan permintaan mereka rumah Rekompak adalah karena
alasan warisan. Supaya berhasil, pendekatan berbasis masyarakat
mensyaratkan bahwa penerima bantuan harus terlibat secara aktif
dalam rekonstruksi rumah mereka sendiri, dan berperan serta dalam
perencanaan komunitas dan pengelolaan keuangan. Jika bukan
itu yang terjadi, yang dirugikan adalah kualitas kontruksi, sehingga
pemilik rumah yang tidak berperan serta akan memberikan dampak
bagi keberhasilan proyek tersebut.

SOLUSI:
Penerapan kriteria yang ketat dan transparan sebagaimana telah
disepakati untuk menyeleksi penerima manfaat yang memenuhi
syarat. Para penerima manfaat Rekompak harus merupakan
penduduk tetap daerah sasaran dan bersedia berperan serta penuh
dalam perencanaan komunitas, pengelolaan dana dan pengawasan
pembangunan rumah mereka. Informasi mengenai kriteria kelayakan
ini perlu disebarluaskan dan diterangkan dengan jelas oleh para
fasilitator dalam sesi-sesi informasi masyarakat.

Rekompak mensosialisasikan transparansi melalui komunikasi yang jelas dan Foto:


penyebaran informasi. Spanduk ini mengajak masyarakat membantu mengawasi Sekretariat JRF
dana hibah komunitas JRF, dengan mengatakan bahwa tidak ada suap dan tidak ada
kolusi atau nepotisme. Nomor-nomor telepon diberikan bilamana ada keluhan.
151

REKOMPAK
TANTANGAN:
Double dipping atau satu penerima manfaat menuntut lebih dari satu
rumah. Memutuskan siapa yang memenuhi syarat untuk menerima sebuah
rumah baru adalah salah satu aspek tersulit dari program rekonstruksi
perumahan apapun. Masalah keadilan dapat menggagalkan sebuah
program jika penerima manfaat tidak menerima keputusan sasaran dan
kelayakan. Terdapat beberapa kasus pada tahap awal yang bertolak belakang
dari kebijakan proyek karena beberapa penerima manfaat menerima lebih
dari satu rumah dari Rekompak. Dalam kasus-kasus lain, beberapa pemilik
rumah dilaporkan memperoleh pendanaan untuk pembangunan kembali
satu rumah dan untuk rehabilitasi rumah lain.

SOLUSI:
Dengan sungguh-sungguh melibatkan masyarakat dan pimpinan daerah
dalam penetapan sasaran penerima manfaat dan dalam pengumpulan
fakta untuk memfasilitasi pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan. Kasus-kasus, yang kelayakannya dipertanyakan, diperiksa dan
dikonfirmasi oleh inspeksi lapangan. Terdapat beberapa kasus seorang
individu memiliki dua atau lebih rumah yang hancur karena tsunami.
Namun, menurut aturan Rekompak, setiap rumah tangga hanya berhak
atas satu rumah dari Rekompak, tanpa memandang berapa banyak rumah
yang mungkin pernah dimiliki individu tersebut sebelum tsunami. Melalui
umpan balik dari masyarakat dan pimpinan pemerintah daerah, dugaan
kasus-kasus “rumah ganda” diidentifikasi, dianalisa, dan dikategorikan.
Lewat proses konsultasi, Unit Pengelolaan Proyek dan masyarakat
bersama-sama tiba pada beberapa opsi untuk menangani kasus-kasus
ini. Peran yang dimainkan oleh pemerintah daerah lewat camat dan
kepala desa membantu penyelesaian perselisihan.

Tantangan Solusi/Opsi
• Penerima manfaat memiliki dua • Anak laki-lakinya dijadikan penerima manfaat
rumah yang hancur karena tsunami. untuk rumah kedua yang dia terima sebagai
warisan. Ini melegitimasi klaim atas bantuan bagi
masing-masing dari kedua rumah tersebut.

• Penerima manfaat memiliki dua • Penerima manfaat secara hukum mengalihkan


rumah, satu dimiliki sebelum kepemilikan salah satu rumahnya kepada seorang
bencana dan satu lagi adalah warisan saudara kandungnya yang kemudian menjadi
dari orang tua setelah tsunami penerima manfaat yang memenuhi syarat.

• Penerima manfaat secara hukum • Penerima manfaat mengembalikan uang yang


hanya memiliki satu rumah tetapi digunakan untuk membangun kembali salah
menerima bantuan untuk lebih dari satu rumahnya.
satu rumah dengan memalsukan data

Sumber: Aceh after Tsunami: Rebuilding Houses and Communities.


152
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

TANTANGAN:
Kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja dalam rekonstruksi
berskala besar. Sebagai akibat dari sangat besarnya permintaan akan
bahan-bahan bangunan dan tenaga kerja begitu rekonstruksi dimulai
di Aceh, biaya konstruksi melonjak hampir dua kali lipat dalam tahun
pertama. Awalnya, Pemerintah menetapkan biaya rekonstruksi rumah
per unit sebesar AS$3.300 . Namun, pada saat Rekompak MDF memulai
pembangunan kembali, biaya per unit meningkat hingga lebih dari
AS$6.000. Bagi Rekompak MDF, ini berarti membangun rumah yang
lebih sedikit daripada yang direncanakan semula, mengubah target dan
bekerja untuk 130 komunitas, ketimbang 200 komunitas.

SOLUSI:
Ketentuan mengenai rumah inti ketimbang rumah penuh. Daripada
membangun lebih sedikit rumah pada komunitas yang lebih sedikit
seperti di Aceh, Rekompak JRF mengubah pendekatannya di Jawa.
Ketimbang memberikan sebuah rumah penuh, Rekompak berkomitmen
untuk membangun kembali rumah inti yang tahan gempa. Pemilik rumah
didorong untuk menyumbangkan dana mereka sendiri untuk memberikan
sentuhan akhir pada struktur bangunan dasar. Pilihan lain bagi pemilik
adalah membangun sebuah rumah yang sedikit lebih kecil daripada
rumah berstandar 36 meter persegi dan menggunakan “penghematan”-
nya untuk menyempurnakan rumah tersebut. Pilihan-pilihan lainnya
termasuk menggunakan kembali bahan-bahan dari tempat-tempat
tinggal sementara dan pemiliknya menyelesaikan sendiri sebagian besar
pekerjaan pembangunan rumah. Dengan membangun rumah inti sebagai
hunian tahan gempa yang memadai ketimbang rumah penuh, pendanaan
disesuaikan sehingga sumber daya proyek yang tersedia dapat digunakan
untuk membantu lebih banyak rumah tangga.

Para fasilitator Rekompak menguji bagian samping dan atas balok dinding rumah Foto:
untuk memastikan kekuatannya. Desa Lasikin, Aceh, 2009. Tim Rekompak
153

REKOMPAK
TANTANGAN:
Lebih sedikit perempuan dibandingkan laki-laki berperan serta dalam
kegiatan Rekompak. Menjamin partisipasi yang setara bagi perempuan
dalam rekonstruksi Rekompak tetap menjadi tantangan bagi Rekompak
MDF dan JRF. Rekompak mensyaratkan 30 persen partisipasi perempuan
pada pertemuan dan keterwakilan pada wali amanat desa dan komite
Rekompak. Sulit untuk memenuhi kuota 30 persen dan akibatnya, dibuat
kewajiban untuk melibatkan paling tidak satu perempuan pada komite
Rekompak. Bahkan ketika perempuan menghadiri pertemuan, mereka
tidak selalu berperan serta pada tingkat yang sama dengan laki-laki,
yang sebagian karena sejumlah perempuan tidak terbiasa mengeluarkan
pendapat mereka, dan bahkan ketika mereka benar-benar berbicara,
pendapat mereka tidak selalu dihargai dan tidak mengandung bobot yang
sama dengan pendapat laki-laki.

SOLUSI:
Mencari solusi khusus untuk mendorong partisipasi perempuan.
Proyek Rekompak mengadaptasi proses konsultatif mereka dengan
memisahkan forum resmi dan tidak resmi khusus untuk perempuan di
dalam lingkungan yang nyaman untuk mengeluarkan pendapat dan
masukan. Dengan perubahan ini, partisipasi perempuan dalam kegiatan-
kegiatan Rekompak dapat ditingkatkan, namun belum optimal di dalam
semua komunitas penerima manfaat. Walaupun penting untuk mengakui
kemajuan yang dicapai dan pencapaian para perempuan itu sendiri,
penting pula mengakui bahwa menjamin partisipasi yang setara bagi
perempuan menghadirkan sejumlah tantangan. Pengalokasian sumber
daya yang memadai untuk kegiatan pengarusutamaan gender, termasuk
pelatihan gender bagi fasilitator, disarankan bagi pelaksanaan proyek
Rekompak di masa depan.
154
BAB 5: Tema-Tema Lintas Sektoral dan
Tantangan-Tantangan Pelaksanaan

TANTANGAN:
Rumah-rumah dengan infrastruktur tidak lengkap dan kurangnya akses
terhadap layanan. Di Aceh, tidak semua rumah Rekompak dilengkapi
dengan hubungan dan akses kepada air dan listrik. Layanan ini seharusnya
disediakan oleh badan-badan lain atau pemerintah daerah. Dalam kasus-
kasus di mana akses terhadap layanan tidak tersedia, rumah-rumah
tersebut terkadang tidak dihuni hingga layanan tersebut tersedia.

SOLUSI:
Pastikan koordinasi yang erat untuk menghindari keterlambatan dalam
penyediaan fasilitas listrik dan air. Koordinasi antara mereka yang
bertanggung jawab untuk menyediakan layanan dan proyek perumahan
sebaiknya bertujuan menuntaskan layanan air dan listrik pada saat
yang sama ketika rumah selesai dibangun sehingga penundaan untuk
menempati rumah dapat dihindari.

Pekerja lokal memasang batangan-batangan baja bertulang untuk kolom dan balok Foto:
sebuah rumah baru di Jawa. Para penerima bantuan diharuskan menaati standar Tim Rekompak
tahan gempa dan teknik rekonstruksi dalam membangun rumah mereka.
155

REKOMPAK
Bab 5 menguraikan tentang tema-tema lintas sektoral yang dijalinkan
ke dalam seluruh kegiatan Rekompak: pengurangan risiko bencana,
pemberdayaan masyarakat, peran serta perempuan, perlindungan
lingkungan hidup, dan penguatan kapasitas. Contoh-contoh tantangan
pelaksanaan dan bagaimana hal-hal tersebut ditangani oleh Rekompak
juga dibahas.

Bab berikut, Bab 6, menghantarkan kepada kesimpulan kisah


pengalaman Rekompak di Indonesia.

1
Making Women’s Voices Count. Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Overview and Resources, Bank Dunia, 2012. 2
2
Making Women’s Voices Count. Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Overview and Resources Note 1, Bank Dunia,
2012. 2
3
Making Women’s Voices Count. Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Guidance Note 5, Bank Dunia, 2012. 1
4
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Making Women’s Voices Count: Integrating Gender Issues in Disaster Risk Management Guidance
Note 5, Bank Dunia, 2012
5
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM–R2PN), yang didanai oleh MDF.
6
Untuk informasi tambahan mengenai pertimbangan-pertimbangan lingkungan hidup, lihat Jha, Abhas, Safer Homes, Stronger
Communities, a Handbook for Reconstructing after Natural Disasters, Bank Dunia, 2010. Bab 9 Environmental Planning.
7
Beberapa tantangan dan solusi yang disebutkan dalam bagian ini diadaptasikan dari Aceh after Tsunami: Rebuilding Houses and
Communities. 49-59.
BAGIAN TIGA
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Berbagi Pengalaman Rekompak 158
159

REKOMPAK
BAB 6
Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Berbagi Pengalaman Rekompak

Masyarakat memimpin dalam


pembangunan kembali perumahan
di desa-desa Rekompak di Aceh
dan Jawa. Foto ini memperlihatkan
rumah-rumah yang baru dibangun di
Lambung, Banda Aceh.

Foto: Tarmizy Harva


untuk Sekretariat MDF
160 Berbagi Pengalaman Rekompak
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:

Bagian satu Rekompak: Membangun kembali Masyarakat Indonesia


Pascabencana menyajikan latar belakang informasi terkait bencana
alam tragis yang terjadi di Aceh dan Jawa antara bulan Desember 2004
dan November 2010. Bab 1 dan 2 menguraikan cakupan kerusakan dan
tanggapan luar biasa dari masyarakat internasional. Bab-bab tersebut
menguraikan bagaimana bantuan dikoordinasikan dan membahas
pembentukan dan capaian MDF dan JRF.

Bagian Dua menjelaskan bagaimana Rekompak bekerja. Bab 3, 4, dan


5 dalam bagian tersebut merinci bagaimana pendekatan berbasis
masyarakat dilaksanakan, termasuk pengidentifikasian masyarakat
penerima manfaat, proses Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP)
dan pengelolaan dana. Bab-bab tersebut membahas bagaimana
kualitas teknis dijamin dan meninjau bagaimana pengadaan barang
lokal merangsang ekonomi daerah. Bagian ini menampilkan tema-
tema lintas-sektoral utama yang diarusutamakan dan dipadukan ke
dalam semua kegiatan proyek Rekompak: pengurangan risiko bencana,
peran serta perempuan, pemberdayaan individu dan masyarakat,
pertimbangan lingkungan hidup dan penguatan kapasitas. Tantangan-
tantangan pelaksanaan yang dihadapi oleh proyek-proyek Rekompak
dan bagaimana hal-hal ini ditangani juga dibahas.

Bab 6 menyarikan prinsip-prinsip panduan proyek dan hasil


pembelajaran utama. Bab ini menyimpulkan dengan refleksi tentang
warisan Rekompak, elemen-elemen kunci yang membuat model ini
sukses dan kemungkinan pengadaptasian pendekatan Rekompak
dalam bencana-bencana di masa datang.

PRINSIP-PRINSIP PANDUAN REKOMPAK

Selama tujuh tahun beroperasi, proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF


berkembang untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan infrastruktur
masyarakat dari beberapa upaya rekonstruksi pascabencana berbasis
masyarakat terbesar yang pernah dicoba. Selama bertahun-tahun, Rekompak
memperkenalkan banyak proses dan kegiatan inovatif untuk menjamin
keberhasilannya sebagaimana terukur oleh konstruksi tahan gempa yang
berkualitas, penanggulangan risiko bencana, dan kepuasan penerima
bantuan. Ini dimungkinkan karena proyek-proyek tersebut bersifat fleksibel
dan berkembang berdasarkan pada hasil pembelajaran, kemitraan yang kuat,
dan pelaksanaan praktik-praktik terbaik.

Proyek-proyek Rekompak meninggalkan sebuah warisan yang kaya setelah


berakhir. Meskipun pelaksanaannya tidak selalu lancar dan terdapat banyak
161

REKOMPAK
tantangan, hasilnya membuat upaya-upayanya menjadi berarti. Prinsip-
prinsip atau karakteristik-karakteristik utama proyek Rekompak yang
berkontribusi pada keberhasilannya terdaftar di bawah ini.

• Kemandirian dan Pemberdayaan


Para penerima manfaat Rekompak diberdayakan untuk mengelola sumber
daya bagi kegiatan di dalam komunitas mereka. Ini termasuk memenuhi kriteria
untuk menerima dana hibah, membuat permohonan hibah, merencanakan
rumah dan komunitas mereka, menjamin mutu konstruksi, dan bertanggung
jawab terhadap upaya bersama mereka sendiri yang mencakup penanggulangan
bencana. Para penerima manfaat bangkit untuk mewujudkan harapan bahwa
mereka mampu, ketimbang memandang diri sebagai korban tak berdaya, dan
menunjukkan bahwa di dalam diri mereka tertanam ketangguhan dan keuletan
untuk menggapai kesuksesan dalam menghadapi kesukaran dan tragedi besar.
Tingkat kemandirian dan pemberdayaan ini membantu proses penyembuhan.
Tingginya tingkat keterlibatan masyarakat membuahkan tingkat kepuasan
penerima bantuan yang tinggi dan memperkuat rasa memiliki masyarakat
dalam proses rekonstruksi.

Jalan semen desa yang baru dibangun oleh Rekompak di desa Wonoharjo di Ciamis, Foto:
Jawa Barat, sebagai bagian dari program pengurangan risiko bencana. Jalan ini Tim Rekompak
memberikan akses yang lebih mudah bagi anak-anak sekolah ini dan keluarga mereka
ke titik-titik evakuasi jika bencana terjadi di daerah tersebut.
162 Berbagi Pengalaman Rekompak
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:

• Pengambilan Keputusan yang Inklusif


Setiap keputusan diambil melalui sebuah proses demokratis yang meliputi:
pemetaan dan perencanaan masyarakat, pembangunan rumah dan
infrastruktur masyarakat, serta penggunaan dana. Proses perencanaan
masyarakat mendorong keterlibatan kelompok-kelompok terpinggirkan
dalam keputusan-keputusan rekonstruksi. Berbagai upaya dilakukan
untuk menjamin setiap orang dalam komunitas memiliki suara (misalnya,
dengan mengadakan pertemuan terpisah bagi penerima bantuan
perempuan) sehingga pendapat mereka didengar, didokumentasikan, dan
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

• Transparansi dan Pertanggungjawaban


Rekompak mensyaratkan transparansi dalam semua transaksi. Rekening
bank untuk setiap komunitas dibuka dan diawasi oleh kelompok perumahan.
Semua catatan dan transaksi keuangan diketahui bersama dan dapat diperiksa
oleh anggota kelompok. Langkah-langkah, seperti pemberian insentif balik
untuk mencegah penyalahgunaan dana, tindak lanjut atas laporan kasus
penipuan, penangguhan dana jika kondisi yang telah disetujui tak terpenuhi
dan penggunaan saluran pengaduan keluhan, membantu memasyarakatkan
akuntabilitas, dan mencegah korupsi. Informasi tentang mekanisme ini
disebarluaskan lewat poster, media, dan laman.

Laman Rekompak JRF yang diakses dari sebuah komputer pribadi. Komunikasi Foto:
yang jelas, mudah diakses, dan transparan merupakan komponen kunci Christiani Tumelap
untuk Sekretariat JRF
keberhasilan Rekompak.
163

REKOMPAK
• Konstruksi Tahan Gempa yang Berkualitas
Untuk menjamin bahwa bencana masa depan akan menimbulkan korban
jiwa yang lebih sedikit, Rekompak mensyaratkan kepatuhan yang tinggi
terhadap standar konstruksi tahan gempa. Audit teknis dan kegiatan
pengawasan dan penilaian dilakukan pada semua tahap proses rekonstruksi.
Bantuan teknis dan pengawasan yang sering dilakukan oleh fasilitator, juga
pengawasan teratur oleh badan-badan mitra, membantu menjamin kualitas
yang konsisten. Pendanaan pembangunan dicairkan secara bertahap dan
jika satu atau lebih rumah tangga dalam sebuah kelompok perumahan
tidak mematuhi standar yang ditetapkan, pencairan dana tahap berikutnya
ditangguhkan untuk seluruh kelompok hingga masalah diselesaikan. Hasilnya,
anggota kelompok rumah tangga dan tetangga mendukung satu sama lain
untuk menjamin bahwa semuanya memenuhi standar yang ditetapkan.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kualitas konstruksi
juga merupakan sebuah aspek desain utama.

• Solusi Masalah Lokal yang Sesuai dengan Budaya Setempat


Kelompok rumah tangga harus mencapai konsensus dalam beberapa
keputusan yang diambil. Para anggota harus sepakat, contohnya, tentang siapa
yang akan dipilih sebagai penerima manfaat Rekompak, lokasi rumah, dan
jenis infrastruktur masyarakat yang akan dibangun. Terkadang perselisihan
memang muncul. Struktur sosial setempat yang ada memungkinkan untuk
menyelesaikan perselisihan dengan cara mencapai konsensus yang sesuai
dengan kondisi setempat dan peka terhadap budaya lokal. Penggunaan cara
tersebut menciptakan lingkungan yang saling percaya dan memungkinkan
dicapainya kompromi yang sesuai dengan budaya setempat demi manfaat
bersama. Mengelola perbedaan dalam pilihan prioritas dan pandangan dan
menemukan solusi yang dapat diterima merupakan kecakapan penting dalam
mengeratkan masyarakat.

• Mendukung Pemulihan Ekonomi Daerah


Rekompak mendukung pemulihan ekonomi daerah dengan menyalurkan
dana langsung ke masyarakat. Proyek tersebut mendorong pengadaan bahan-
bahan bangunan lokal dan menciptakan lapangan kerja pada saat hanya ada
sedikit pekerjaan tersedia dalam masyarakat yang tercerai berai tersebut.
Membeli bahan bangunan dan persediaan lain di daerah setempat dan
mempekerjakan penduduk setempat akan memutar uang dalam masyarakat
yang akhirnya membantu menggairahkan ekonomi daerah.

• Menyertakan Pengurangan Risiko Bencana ke dalam Desain


dan Pelaksanaan
Penyertaan pengurangan risiko bencana dalam proyek-proyek Rekompak
menghasilkan masyarakat yang tangguh dan lebih mampu bertahan terhadap
bencana di masa depan. Rekompak membantu desa-desa mengembangkan
164 Berbagi Pengalaman Rekompak
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:

Rencana Pembangunan Pemukiman (RPP) dengan penekanan pada


pengurangan risiko bencana. Infrastruktur masyarakat seperti jembatan,
jalan, dinding penahan, jalur evakuasi, dan saluran irigasi dan drainase
diidentifikasi dan dibangun. Kesadaran akan risiko bencana disertakan dalam
komponen peningkatan kapasitas seluruh proyek Rekompak. Warga desa
Rekompak sadar akan apa yang harus mereka lakukan dan ke mana mereka
harus menyelamatkan diri jika bencana alam menerjang. Pemerintah daerah
telah meningkatkan kapasitas untuk mengelola pengurangan risiko dan
evakuasi ketika sebuah bencana terjadi.

• Fleksibilitas dan Kemampuan Beradaptasi


Proyek-proyek yang melaksanakan kegiatan rekonstruksi setelah bencana
perlu bersifat fleksibel. Kebutuhan rekonstruksi sangat berbeda-beda
tergantung pada skala dan cakupan sebuah bencana dan konteks daerah.
Tidak selalu mungkin untuk mengetahui segera setelah bencana apa tepatnya
kebutuhan yang diperlukan dan bagaimana itu bisa dipenuhi dengan
cara terbaik. Baik di Aceh maupun di Jawa, Rekompak bersifat fleksibel
dan menanggapi prioritas yang berkembang. Proyek-proyek beradaptasi
dengan konteks yang berubah, sementara rekonstruksi bergerak maju.
Di pertengahan proyek Rekompak di Jawa, sebuah kajian tengah periode
menekankan perlunya pengurangan risiko bencana yang lebih besar dan
Rekompak menanggapi dengan meningkatkan kegiatan penanggulangan
bencana. Di desa-desa dengan rumah-rumah bergaya arsitektur sejarah dan
unik rusak oleh gempa bumi di Jawa, mengadaptasi Rekompak sehingga
warisan budaya penting ini dapat dilestarikan. Pendekatan Rekompak telah
membuktikan kemampuan beradaptasinya: pendekatan ini telah digunakan
dengan sukses dalam sejumlah situasi yang diporakporandakan oleh
berbagai jenis bencana, termasuk tsunami, gempa bumi dan letusan gunung
berapi. Pendekatan tersebut digunakan dengan sukses melalui pengaturan
pelaksanaan yang berbeda di lingkungan yang begitu terpencil dan sulit di
pulau Nias di bawah proyek PNPM-R2PN MDF.1 Keberhasilan Rekompak
di Aceh juga membuktikan bahwa pendekatan berbasis masyarakat pada
rekonstruksi perumahan dapat berjalan dalam situasi pascakonflik, juga
dalam kondisi pascabencana.

• Kemitraan Berdasarkan Kepercayaan


Proyek-proyek Rekompak MDF dan JRF memainkan peran penting dalam
menghimpun para pemain kunci yang terlibat dalam upaya rekonstruksi
perumahan. Pemerintah pusat menyediakan kebijakan dan arahan; donor
menyediakan dana yang dikelola oleh Bank Dunia; pemerintah daerah dan
Kementerian Pekerjaan Umum melaksanakan proyek tersebut, dengan
menyediakan manajemen proyek, pengawasan dan fasilitator. Dana
disalurkan langsung kepada masyarakat dan kelompok perumahan, yang
mengelola dan bertanggung jawab terhadap dana yang digunakan oleh
165

REKOMPAK
“Rekompak adalah kemitraan yang sukses antara
Pemerintah Indonesia, pemerintah daerah, donor, penerima
bantuan dan masyarakat serta Bank Dunia. Setiap mitra
dalam hubungan saling percaya ini memerlukan satu
sama lain untuk berhasil dalam pembangunan kembali
masyarakat yang berkesinambungan. Tidak satu mitra
pun dapat menyelesaikan rekonstruksi sendiri. Kesatuan
pikiran menghasilkan kesatuan dalam tindakan.”
George Soraya, Ketua Tim Tugas Rekompak, Bank Dunia

penerima manfaat untuk membangun kembali rumah mereka. Kepercayaan


tersebut tumbuh melalui kemitraan-kemitraan ini yang membawa Rekompak
pada keberhasilan.

Delegasi dari Uni Eropa sewaktu melakukan kunjungan lapangan ke sebuah proyek Foto:
perumahan Rekompak di Aceh. Kemitraan berdasarkan saling percaya, yang Sekretariat MDF
melibatkan Pemerintah Indonesia, donor, masyarakat, pemerintah daerah, dan Bank
Dunia, dipuji atas keberhasilan proyek-proyek Rekompak JRF dan MDF.
166
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:
Membagi Pengalaman Rekompak

HASIL PEMBELAJARAN UTAMA


Proyek-proyek Rekompak terus melakukan penyesuaian untuk menampung hasil
pembelajaran sepanjang pelaksanaannya. Rekomendasi-rekomendasi yang dibuat
oleh para mitra pemerintah, donor, fasilitator, pemangku kepentingan lainnya dan,
yang tidak kalah pentingnya, oleh penerima manfaat, menjamin pelaksanaan proyek
yang lebih efisien dan efektif sementara perbaikan-perbaikan dilakukan. Beberapa
hasil pembelajaran utama di Indonesia terdaftar di bawah ini.

• Masyarakat terdampak bencana dapat memimpin upaya pemulihan mereka


sendiri dengan sukses. Rekompak, sebagaimana yang dilaksanakan di Indonesia,
menciptakan suatu landasan bagi masyarakat yang mandiri dan tangguh.
Pendekatan Rekompak menciptakan rasa memiliki yang kuat di antara para
penerima manfaat, juga rasa bangga akan pencapaian mereka.

• Koordinasi yang erat di antara para pemangku kepentingan terkait, termasuk


pemerintah daerah, adalah penting pada semua tahap perencanaan dan
rekonstruksi. Koordinasi yang baik dengan pemerintah dan badan-badan lain
membantu mengisi kekosongan, khususnya bagi infrastruktur dasar pelengkap
pada tingkat desa. Perlu untuk menghubungkan perencanaan dan infrastruktur
pada tingkat masyarakat dengan proses perencanaan pemerintah daerah untuk
mencegah tumpang tindih atau jurang perbedaan.

• Fasilitator yang sangat terlatih dan cakap penting bagi keberhasilan rekonstruksi
berbasis masyarakat. Terdapat hubungan langsung antara kualitas fasilitator dan
mutu konstruksi. Investasi pada fasilitator artinya uang dibelanjakan dengan baik.

• Sistem penanganan keluhan yang efektif dibutuhkan bagi keberhasilan sebuah


proyek berbasis masyarakat. Proses tersebut memberdayakan anggota komunitas
dan menguatkan tuntutan akan pemberian layanan yang baik dan bertanggung
jawab pada tingkat akar rumput. Mekanisme penanganan keluhan dipuji karena
mengamankan transparansi dan akuntabilitas.

• Kriteria pemilihan penerima manfaat perumahan dan verifikasi harus diawasi


terus dengan ketat. Untuk menghindari konflik, masyarakat harus menetapkan
dan menyetujui kriteria untuk memilih penerima manfaat.

• Menyediakan rumah inti terbukti lebih efektif dan ekonomis dibandingkan


menyediakan rumah penuh yang dilengkapi dengan sentuhan akhir. Hasil
pembelajaran di Aceh diterapkan di Jawa. Rumah inti memadai untuk ditempati
dan dihuni dan biayanya lebih murah, sehingga memungkinkan membangun
lebih banyak rumah dan menolong lebih banyak orang.

• Pengambilan keputusan yang inklusif memberikan hasil yang lebih baik dan
adil. Dampak positif dari upaya memberikan perempuan peran yang lebih kuat
dalam proses proyek jelas terlihat.
167

REKOMPAK
• Proses pengawasan partisipatoris efektif dalam memantau kemajuan
perumahan dan infrastruktur masyarakat dan meningkatkan akuntabilitas.
Masyarakat dilibatkan dan mengawasi seluruh tahap pelaksanaan proyek,
mulai dari penyediaan barang hingga catatan pembukuan, pengeluaran dan
kemajuan rekonstruksi. Laporan dipresentasikan kepada publik dan disertai
sejumlah rekomendasi yang dibuat untuk peningkatan kinerja. Hal-hal ini
dijalankan oleh penerima manfaat dan diperiksa oleh fasilitator dan komite
pengawas harus transparan.

• Komunikasi yang jelas dan transparan dengan seluruh pemangku kepentingan


meningkatkan kemitraan dan memainkan peran penting dalam kesuksesan
Rekompak. Komunikasi yang baik membuat proyek-proyek Rekompak mampu
mendorong tata kelola yang baik melalui peningkatan transparansi dan
akuntabilitas, sekaligus memperkuat peran serta dan rasa memiliki masyarakat
terhadap proyek.

Apa yang Membuat Rekompak Sukses? Sebuah Pandangan Masyarakat

Ketika para pemimpin kelompok perumahan dan kepala desa di desa Mesjid
Gigieng di Aceh ditanya tentang faktor apa yang berkontribusi dalam kesuksesan
Rekompak, mereka menyebutkan hal-hal berikut:
• Komunikasi yang efektif antara masyarakat dan fasilitator, yang pada akhir
proyek dianggap “keluarga”
• Prosedur pengadaan barang, pengelolaan keuangan, dan pengawasan
pembangunan yang efektif
• Tender untuk bahan bangunan di tempat. Beberapa pemasok barang turut
serta dan ini memungkinkan kelompok masyarakat memperoleh harga lebih
rendah dibandingkan jika hal tersebut tidak dilakukan
• Memaksimalkan penggunaan dana administrasi dengan meminimalkan
pembelanjaan – hanya 1,9 persen anggaran digunakan untuk biaya
administrasi seperti persiapan laporan
• Penghitungan biaya yang jelas dan transparansi keuangan. Kelompok rumah
tangga membuat laporan kepada para anggota secara teratur dan informasi
ditempelkan di pos Rekompak yang juga merupakan tempat pertemuan
• Pengawasan yang hati-hati terhadap pengadaan bahan-bahan bangunan
oleh fasilitator perumahan menjamin akuntabilitas di pihak pemimpin
kelompok rumah tangga
• Peran serta aktif perempuan dalam kegiatan-kegiatan seperti menerima dan
memeriksa bahan-bahan bangunan, mempersiapkan makanan dan minuman
untuk para pekerja, dan melakukan pekerjaan untuk menyelesaikan lantai.

Masyarakat Mesjid Gigieng menganggap Rekompak sebagai “proyek terbaik”


karena menerapkan pendekatan dari bawah ke atas. Mereka sepenuhnya
mempercayai staf proyek, khususnya fasilitator, dengan menanggapi upaya
tulus mereka untuk memperkuat kapasitas internal masyarakat dalam rangka
menata masa depan mereka.

Disadur dari: Aceh After Tsunami: Rebuilding Houses & Communities.


168 Berbagi Pengalaman Rekompak
BAB 6: Dari Inovasi hingga Praktik yang Baik:

KESIMPULAN
Pemerintah Indonesia diakui secara luas akan pengelolaannya yang efisien
dan efektif dalam rekonstruksi pascabencana di Aceh, Nias dan Jawa,
termasuk pemulihan perumahan dan infrastruktur masyarakat. Dari sejak
awal, dukungan rekonstruksi dipimpin dengan kuat oleh Pemerintah
Indonesia dan dikoordinasikan secara erat dengan pemerintah daerah.
Pemerintah Indonesia bekerja melalui jajaran kementerian terkait untuk
mengoordinasikan dan melaksanakan program rekonstruksi.

Kesuksesan Rekompak menunjukkan bahwa pendekatan-pendekatan berbasis


masyarakat dapat berhasil dalam situasi pascabencana dan pascakonflik.
Proyek tersebut menciptakan terobosan baru: risiko besar diambil dengan
melibatkan taruhan besar. Rekompak bekerja melalui sistem pemerintah
dengan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat dan memercayakan
sejumlah besar uang ke tangan masyarakat sepanjang masa-masa sulit, dan,
pada kasus Aceh, dalam situasi yang bermuatan politik dan menjadi pusat
perhatian publik. Kendati banyak tantangan, Rekompak mengembangkan
sebuah model yang sukses di Aceh yang diadopsi dan ditiru oleh Pemerintah
Indonesia dalam dua situasi pascabencana lain. Rekompak membuktikan
bahwa pendekatan berbasis masyarakat merupakan sebuah model yang kuat
yang dapat diterapkan pada bencana dan konteks yang berbeda. Ini juga
menunjukkan apa yang dapat dicapai oleh kemitraan: Pemerintah Indonesia,
pemerintah daerah, donor, Bank Dunia, mitra pelaksana, dan masyarakat,
semuanya bekerja bersama untuk memastikan keberhasilan Rekompak.

Keterlibatan masyarakat dalam menjamin penggunaan dana yang tepat dan


penyelesaian masalah pendanaan apapun menuntun mereka ke tingkat
transparansi yang tidak mudah diraih dengan pengawasan dari luar. Dengan
terlibat dalam setiap langkah rekonstruksi, para penerima manfaat mengubah
rasa kehilangan yang sangat besar dalam diri mereka menjadi upaya-upaya
positif dan konstruktif untuk membangun kembali komunitas mereka.

Proses perencanaan desa yang diperkuat melalui Rekompak tidak hanya


menguntungkan pelaksanaan proyek, tetapi juga berkontribusi pada
perencanaan pembangunan dalam jangka yang lebih panjang dan membantu
menciptakan masyarakat yang lebih tangguh, yang kurang rentan terhadap
bencana di masa depan. Proses Rencana Pembangunan Pemukiman
Rekompak sedang diarusutamakan ke dalam program nasional Indonesia
untuk kesiapsiagaan bencana. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM) adalah program unggulan Pemerintah Indonesia untuk
169

REKOMPAK
pengentasan kemiskinan. Adalah kehendak Pemerintah untuk memadukan
seluruh program berbasis masyarakat di bawah PNPM dengan penyatuan
perencanaan masyarakat terpadu dan proses pengambilan keputusan. Ini
akan sangat sesuai untuk membantu masyarakat berkebutuhan khusus
seperti untuk pemulihan pascabencana. Pemerintah mendirikan Fasilitas
Pendanaan Multi Donor untuk Pemulihan Bencana (Indonesia Multi-Donor
Fund Facility for Disaster Recovery atau IMDFF-DR) pada tahun 2011, sebuah
dana siaga untuk kegiatan pencegahan dan tanggap bencana. Dana tersebut
akan tersedia untuk tanggap awal yang lebih cepat ketika bencana terjadi.

Pengalaman yang diperoleh melalui penerapan pendekatan Rekompak di


Indonesia telah menghasilkan banyak pembelajaran yang dapat memberikan
manfaat bagi berbagai operasi pemulihan perumahan dan permukiman
masyarakat pascabencana atau pascakonflik di Indonesia dan di seluruh
dunia. Dipandang luas sebagai salah satu proyek rekonstruksi perumahan
dan permukiman masyarakat pascabencana yang paling berhasil di dunia,
Rekompak memberikan model-model untuk praktik terbaik dan hasil
pembelajaran. Buku ini telah mencoba mendokumentasikan hasil-hasil
pembelajaran dan praktik-praktik terbaik ini dan menyampaikan kisah
tentang bagaimana masyarakat memimpin upaya pemulihan mereka sendiri
di Indonesia melalui serangkaian bencana yang tragis. Diharapkan bahwa para
pejabat pemerintah dan pembuat keputusan, donor dan penggiat pemulihan
bencana akan memperoleh inspirasi di sini untuk mengikuti contoh-contoh
ini dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk bertanggung
jawab bagi upaya pemulihan mereka sendiri dalam situasi pascabencana dan
pascakonflik lainnya di Indonesia dan di seluruh dunia.

1
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias (PNPM–R2PN) dilaksanakan oleh
Kementerian Dalam Negeri. Selain membangun kembali infrastruktur masyarakat dan rumah, dana hibah masyarakat di bawah
proyek ini juga digunakan untuk membangun kembali sekolah dan kantor pemerintah desa.
170

SINGKATAN DAN AKRONIM


Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPN Badan Pertanahan Nasional
BRA Badan Reintegrasi Aceh
BRR Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias
CDA Community Driven Adjudication
(Ajudikasi Berbasis Masyarakat)
CGI Consultative Group on Indonesia
(Kelompok Konsultasi untuk Indonesia)
CHF Cooperative Housing Foundation
(Yayasan Koperasi Perumahan)
CSRRP Community-Based Settlement Rehabilitation and
Reconstruction Project
(Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan
Permukiman Berbasis Komunitas atau Rekompak)
DaLA Damage and Loss Assessment
(Penilaian Kerusakan dan Kerugian)
DIY Daerah Istimewa Yogyakarta
DRR Disaster Risk Reduction (Pengurangan Risiko Bencana)
GAM Gerakan Aceh Merdeka
GIZ Gesellschaft fűr Internationale Zusammenarbeit
(Badan Kerjasama Internasional Jerman)
IMDFF-DR Indonesia Multi-Donor Fund Facility for Disaster
Recovery (Fasilitas Pendanaan Multi-Donor untuk
Pemulihan Bencana)
IOM International Organization for Migration
(Organisasi Internasional untuk Migrasi)
JBIC Japan Bank for International Cooperation
(Bank Kerjasama Internasional Jepang)
JRF Java Reconstruction Fund
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MDF Multi Donor Fund untuk Aceh dan Nias
171

P2BPK Pembangunan Perumahan Bertumpu Pada Kelompok


P2KP Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
PMU Project Management Unit (Unit Pengelolaan Proyek)
PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PNPM–R2PN Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat–
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias
PPK Program Pengembangan Kecamatan
Rekompak Proyek Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan
Permukiman Berbasis Komunitas
RPP Rencana Pembangunan Pemukiman
TDMRC Tsunami and Disaster Mitigation Research Center
(Pusat Penelitian Bencana dan Penanggulangan Tsunami)
TRC Technical Review Committee (Komisi Penilaian Teknis)
TTN Tim Teknis Nasional
UNDP United Nations Development Programme
(Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa)
172

DAFTAR PUSTAKA
Budiman dan Subandono Dipasaptono. 2010. Post-Tsunami and Earthquake
Community-Based Rebuilding of Settlements and Infrastructure: Experiences
of REKOMPAK JRF in the Special Region of Yogyakarta, Central Java and
West Java. Jakarta: Directorate General of Human Settlements, Ministry of
Public Works.

Correa, Elena, Fernando Ramirez, dan Haris Sanahuja. 2011. Population at


Risk of Disaster: A Resettlement Guide. Washington, DC: The World Bank.

Dercon, Bruno, ed. 2007. Anchoring Homes: UN-HABITAT’s People’s Process


in Aceh and Nias after the Tsunami. Kenya: UN-HABITAT.

Hartmann, Ekart dan Heinz Unger. n.d. Picture Book The Good & The Bad
Infrastructure vol. 4 House Construction. Jakarta: World Bank.

Sekretariat JRF. 2007. Java Reconstruction Fund Progress Report. One Year
after the Java Earthquake and Tsunami: Reconstruction Achievements and
the Results of the Java Reconstruction Fund. Jakarta: JRF Secretariat.

Sekretariat JRF. 2008. Java Reconstruction Fund Progress Report. Two Years
after the Java Earthquake and Tsunami: Implementing Community Based
Reconstruction, Increasing Transparency. Jakarta: JRF Secretariat.

Sekretariat JRF. 2009. Java Reconstruction Fund Progress Report. Prioritizing


Community Based Planning for Sustainability. Jakarta: JRF Secretariat.

Sekretariat JRF. 2010. Java Reconstruction Fund Progress Report. Enhancing


Community Resilience for a Self Sustaining Future. Jakarta: JRF Secretariat.

Sekretariat JRF. 2011. Java Reconstruction Fund Progress Report. Building on


Success: Effectively Responding to Multiple Disasters. Jakarta: JRF Secretariat.

Sekretariat JRF. 2012. Java Reconstruction Fund Progress Report. In-depth


Progress Report for the Performance Period July 1 to December 31, 2011.
Jakarta: JRF Secretariat.

Sekretariat JRF. 2012. Java Reconstruction Fund Final Report. Disaster


Response & Preparedness: From Innovations to Good Practice. Jakarta:
JRF Secretariat.
173

Sekretariat JRF. n.d. Java Reconstruction Fund Brochure. The Java


Reconstruction Fund: Supporting Indonesia in the Recovery of Java. Jakarta.

Sekretariat MDF. 2005. Multi Donor Fund Progress Report. Rebuilding


Together. Jakarta: MDF Secretariat.

Sekretariat MDF. 2006. Multi Donor Fund Progress Report II. The First Year
of the Multi Donor Fund: Results, Challenges and Opportunities. Jakarta:
MDF Secretariat.

Sekretariat MDF. 2007. Multi Donor Fund Progress Report IV. Three Years
after the Tsunami: Delivering Results, Supporting Transition. Jakarta:
MDF Secretariat.

Sekretariat MDF. 2008. Multi Donor Fund Progress Report IV. Investing in
Institutions: Sustaining Reconstruction and Economic Recovery Four Years
after the Tsunami. Jakarta: MDF Secretariat.

Sekretariat MDF. 2009. Multi Donor Fund Progress Report IV. Five Years
after the Tsunami: Continuing the Commitment to Reconstruction. Jakarta:
MDF Secretariat.

Sekretariat MDF. 2010. Multi Donor Fund Progress Report. Six Years after
the Tsunami: From Recovery towards Sustainable Economic Growth. Jakarta:
MDF Secretariat.

Sekretariat MDF. 2011. Multi Donor Fund Progress Report. Partnerships for
Sustainability. Jakarta: MDF Secretariat.

Kementerian Pekerjaan Umum. n.d. Merapi Eruption Impact Management.


Jakarta: Directorate General of Human Settlement, Ministry of Public Works.

Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Build Back Better, Reaching Better


Community Settlements. Jakarta: Directorate General of Human Settlement.

Sugiarto, Ricky. 2009 Housing: Roofing the Pillars of Hope – BRR Book Series.
Jakarta: MDF – UNDP
174

Bank Dunia. 2007. Rebuilding Houses & Communities: The Rekompak


Experience in Aceh Province, 2006-2007. Banda Aceh: The World Bank.

Bank Dunia. 2012. East Asia and Pacific Region Social Development Notes.
2012 Making Women’s Voices Count: Integrating Gender Issues in Disaster
Risk Management Overview & Resources. Washington, DC: The World Bank.

Bank Dunia. 2009. Mid-Term Evaluation (MTR) of the Java Reconstruction


Fund (JRF) 28 April 2009. Jakarta: The World Bank.

Bank Dunia. 2010. Safer Homes, Stronger Communities. A Handbook


for Reconstructing fter Natural Disasters. By Jha, Abhas, Jennifer Duyne
Barenstein, Priscilla M. Phelps, Daniel Pittet, and Stephen Sena. The World
Bank: Washington DC.

Laporan Bank Dunia No: ICR00001636. 2011. Implementation Completion


and Results Report on A Multi-Donor Trust Fund For Aceh and North Sumatra
Grant in the Amount of US$85 Million to the Republic of Indonesia for A
Community-Based Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project
for Nanggroe Aceh Darussalam and Nias, Phase I May 16, 2011. Jakarta: The
World Bank.

Bank Dunia. 2011. PNPM–KRPP (Program Nasional Pemberdayaan


Masyarakat–Kecamatan-based Rehabilitation and Reconstruction Project)
The Rehabilitation and Reconstruction of Nias Island. Jakarta: The World Bank
for MDF and National Program for Community Empowerment.

Bank Dunia. 2012. Justification for 2012 Extension of the Community-Based


Settlement Rehabilitation and Reconstruction Project (CSRRP) for the Post
Merapi Eruption Period. Jakarta: The World Bank.
175

SUMBER-SUMBER UTAMA
Rekompak: Membangun Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana
menyajikan sebuah tinjauan mengenai rekonstruksi berbasis masyarakat,
Rekompak MDF and JRF, yang digunakan untuk membangun kembali Aceh
dan Jawa pascabencana alam yang dahsyat. Untuk semua tahapan dalam
konstruksi dan pelaksanaan, disarankan merujuk pada sumber-sumber yang
terdapat di bawah ini. Disarankan juga untuk membaca sumber-sumber ini
sebagai bahan-bahan pendamping utama untuk Rekompak: Membangun
Kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana. Bagi mereka yang masih
ingin menggali topik ini lebih dalam, rujukan tambahan dapat dilihat pada
daftar pustaka.

Bank Dunia. 2010. Safer Homes, Stronger Communities: A Handbook for


Reconstructing after Natural Disasters. Oleh Jha, Abhas, Jennifer Duyne
Barenstein, Priscilla M. Phelps, Daniel Pittet, dan Stephen Sena. The World
Bank: Washington DC.

Buku panduan ini dikembangkan untuk membantu para pembuat kebijakan


dan manajer proyek yang melaksanakan pada program rekonstruksi
pascabencana berskala besar. Buku ini menyajikan pendekatan tahapan yang
sistematis untuk setiap tahap proses rekonstruksi, yang mencakup semua
hal, mulai dari bagaimana melakukan suatu penilaian kerusakan, bagaimana
membangun kembali rumah-rumah dan bagaimana melakukan serah terima
rumah kepada penerima manfaat. Setiap bagian memberikan pertanyaan-
pertanyaan, daftar keputusan yang harus dibuat dan menyarankan beberapa
isu kebijakan yang perlu ditangani sementara rekonstruksi berlangsung.
Buku yang sangat bermutu ini memberikan banyak contoh nyata penerapan
internasional dari pendekatan berbasis masyarakat ini. Buku ini merupakan
sumber yang tidak ternilai bagi siapapun yang terlibat dalam rekonstruksi
berskala besar; manfaat buku ini sangat besar. Beberapa bagan, contoh,
dan penjelasan bisa didapatkan pada Rekompak: Membangun Kembali
Masyarakat Indonesia Pascabencana, bersumber dari Safer Homes, Stronger
Communities: A Handbook for Reconstructing after Natural Disasters.
176

Ekhart, Harmann, dan Heinz Unger. n.d. Picture Book: The Good and the
Bad Infrastructure: Housing. Jakarta: Bank Dunia.

Kebutuhan akan rekonstruksi yang cepat setelah bencana terkadang


menghasilkan pekerjaan yang buruk dan kualitas konstruksi yang rendah.
Buku ini menyajikan foto-foto yang jelas, diagram, penjelasan, dan informasi
berguna lainnya mengenai bagaimana membangun rumah tahan gempa yang
berkualitas. Dimulai dengan bagaimana mempersiapkan lokasi pembangunan
dan fondasi rumah, serta diakhiri dengan bagaimana memasang keperluan
fasilitas dasar, seperti listrik dan air. Buku ini mencakup sejumlah pilihan
dan saran untuk pembuatan beton, dinding, pengatapan, dan pemasangan
ubin. Satu karakteristik yang membuat buku ini berbeda dari yang lain
terkait topik serupa adalah bahwa buku ini menyajikan foto dan diagram
yang menyajikan contoh baik maupun contoh buruk untuk menggambarkan
permasalahan yang dapat terjadi. Buku ini berguna bagi para ahli bangunan,
penerima manfaat yang terlibat dalam pembangunan kembali, kontraktor,
dan badan-badan lain serta LSM yang bergiat dalam bidang konstruksi. Bab
4 dari Rekompak: Membangun kembali Masyarakat Indonesia Pascabencana
memaparkan daftar 12 aturan penting dalam rekonstruksi perumahan yang
bersumber dari Picture Book: The Good & the Bad Infrastructure: Housing.

Multi Donor Fund. 2005-2012. Multi Donor Fund Progress Reports. Jakarta:
Sekretariat MDF.

Java Reconstruction Fund. 2006-2012. Java Reconstruction Fund Progress


Reports. Jakarta: Sekretariat JRF.

Laporan-laporan ini, yang dipublikasikan setiap tahun oleh Sekretariat


MDF/JRF sepanjang masa kerja proyek dengan dukungan Dana-Dana
Perwalian tersebut, memberikan banyak informasi mengenai latar belakang,
pelaksanaan, dan kemajuan proyek untuk Rekompak: Membangun Kembali
Masyarakat Indonesia Pascabencana. Laporan-laporan tersebut memuat
informasi yang berguna bagi mereka yang baru memulai rekonstruksi
pascabencana dan upaya pemulihan terkait.
177

Bank Dunia. 2009. Making Women’s Voices Count: Integrating Gender


Issues in Disaster Risk Management, Overview & Resources. Washington,
DC: The World Bank.

Seringkali tingkat kematian pada perempuan lebih tinggi setelah bencana


alam, dan dalam banyak kasus, lebih banyak lagi yang perlu dilakukan untuk
melindungi perempuan dan menjamin bahwa suara mereka didengar.
Laporan ini memuat lima catatan panduan yang sangat baik tentang masalah
gender dalam penanggulangan risiko bencana di kawasan Asia Timur dan
Pasifik. Tulisan ini mengangkat masalah gender untuk dipertimbangkan
dalam proyek-proyek penanggulangan risiko bencana, pengawasan dan
evaluasi yang berpengetahuan gender, pengintegrasian masalah gender dan
pengarusutamaan gender dalam perencanaan rekonstruksi dan pemulihan.
178

GAMBAR-GAMBAR KONSTRUKSI
179
180
181
182
183
184
185

Anda mungkin juga menyukai