Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


FARMASI INDUSTRI

DI
PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk PLANT BANDUNG
PERIODE 02 APRIL – 31 MEI 2018

“EVALUASI SPESIFIKASI BAHAN BAKU LAKTOSA,


MAGNESIUM STEARAT, AMYLUM MAYDIS, RIBOFLAVIN
DAN ETANOL 95%”

DI SUSUN OLEH
ADE ANDINI
N014171034

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

SEMESTER AKHIR 2017/2018


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
FARMASI INDUSTRI

LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


FARMASI INDUSTRI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEK
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk PLANT BANDUNG


PERIODE 02 APRIL 2018 – 31 MEI 2018

Disusun Oleh :

ADE ANDINI
N014171034

Menyetujui:
Pembimbing PKPA Farmasi Industri
PT. Kimia Farmas (Persero) Tbk Plant Bandung

Petrus Wicaksono, S.Farm., Apt.


Asisten Manager Pengawasan Mutu

Menyutujui
Koordinator PKPA Farmasi Industri Pembimbing Fakultas
Program Studi Profesi Apoteker Program Studi Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin

Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt. Dra. Ermina Pakki, M.Si.,
AptNIP. 197711 200212 2 003 NIP. 19610606 198803 2 002

Makassar, Juni 2018

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan ini adalah karya saya sendiri,
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar profesi di
suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar,
maka gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, 7 Juni 2018


Penyusun,

Ade Andini

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Industri di PT. Kimia Farma Tbk. Plant Bandung
serta telah menyelesaikan laporan ini sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan laporan ini ini,
namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis
dapat melewati kendala-kendala tersebut. Pada kesempatan ini, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin.
2. Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt.selaku Ketua Program Studi Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
3. Dr. Herlina Rante, S.Si, M.Si., Apt., selaku Koordinator PKP Farmasi Industri
4. Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. selaku pembimbing PKPA Farmasi Industri
Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin.
5. Pimpinan, staf, dan karyawan pada PT. Kimia Farma Tbk plan Bandung yang
telah memberikan kesempatan pada kami untuk melaksanakan kegiatan PKPA
Farmasi Industri selama 2 bulan.
6. Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, Dosen-Dosen dan semua
Civitas Akademik Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak April., dan Hasmiati HB., atas dukungan
materil dan non materil serta segala doa untuk kesuksesan penulis.
8. Untuk saudara penulis atas motivasi dan doa, serta kepada sanak keluarga
yang turut mendoakan.
9. Rekan-rekan mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

iv
10. Sahabat-sahabat terbaik yang senantiasa memberi motivasi, doa, bantuan yang
telah diberikan kepada penulis.

Atas segala bantuan, bimbingan dan pengarahan serta fasilitas yang telah
diberikan kepada penulis selama melakukan PKPA hingga selesainya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan, namun harapan
penulis semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Makassar, Juni 2018

Penulis

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii


SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
I.3 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi ......................... 2
BAB II GAMBARAN UMUM
II.1 Sejarah Singkat PT Kimia Farma (Persero), Tbk ..................................... 3
II.2 Sertifikat PT Kimia Farma (Persero), Tbk ............................................... 3
II.3 Visi dan Misi Kimia Farma (Persero), Tbk .............................................. 4
II.4 Struktur Organisasi Kimia Farma (Persero), Tbk .................................... 4
II.5 Produk Kimia Farma (Persero), Tbk ........................................................ 4
II.6 Penerapan Aspek CPOB........................................................................... 5
II.6.1 Manajemen Mutu .................................................................................. 5
II.6.2 Personalia .............................................................................................. 6
II.6.3 Bangunan dan Fasilitas .......................................................................... 6
II.6.4 Peralatan ................................................................................................ 7
II.6.5 Sanitasi dan Higiene .............................................................................. 7
II.6.6 Produksi ................................................................................................. 8
II.6.7 Pengawasan Mutu ................................................................................. 8
II.6.8 Inspeksi diri, audit mutu dan persetujuan pemasok .............................. 9
II.6.9 Penanganan keluahan terhadap produk dan pemeriksaan
kembali produk ................................................................................... 10
II.6.10 Dokumentasi ...................................................................................... 11
II.6.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak .................................... 11

vi
II.6.12 Validasi dan Kualifikasi .................................................................... 12
BAB III GAMBARAN KHUSUS
III.1 Pengawasan Mutu ................................................................................. 13
III.3 Manajemen Resiko Mutu ..................................................................... 17
III.4 Gambaran Tugas Khusus ...................................................................... 21
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................... 23
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 28
V.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 28
V.2 Saran ...................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 29
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... 31

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 1 Daftar produk yang diproduksi PT. Kimia Farma Plant Bandung ............. 4
Tabel 2 Hasil Penentuan Severity, Occurance, Detection dan Nilai RPN. ............ 24
Tabel 3 Rangkuman Kajian Resiko Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku . ............... 25

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Lampiran 1 Denah PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung ...................... 31
Lampiran 2 Struktur Organisasi PT Kimia Farma (Persero), Tbk Plant Bandung.32
Lampiran 3 Skala Penentuan Severity, Occurance, Deteksi dan nilai RPN .......... 37
Lampiran 4 Kajian Resiko Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku ............................... 38
Lampiran 5 Spesifikasi Bahan Baku ...................................................................... 47

ix
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Industri farmasi sebagai salah satu produsen obat bertanggung jawab untuk
menjamin tersedianya produk obat yang memenuhi standar mutu dan spesifikasi
yang telah ditetapkan. Suatu industri farmasi harus mampu menjamin mutu mulai
dari bahan baku (raw material) sampai dengan produk jadi yang siap untuk
diedarkan di masyarakat. Sebagai industri yang menyediakan produk obat,
industri farmasi diwajibkan untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang baik
(CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan Direktur Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI. No.04510/A/SK/XII1989 tentang
Petunjuk Operasional Penerapan CPOB.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799 MENKES/PER/XII/2010, tentang Industri Farmasi. Industri Farmasi adalah
badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Sedangkan pengertian pembuatan obat
ialah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat, yang meliputi
pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan
mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan.
Pekerjaan kefarmasian diindustri farmasi diatur oleh Peraturan Pemerintah
No.51 Tahun 2009, dimana industri farmasi menjadi salah satu tempat bagi
apoteker untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pengadaan,
penyimpanan, pembuatan obat, pengawasan, pengendalian mutu, dan distribusi
obat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin terdianya obat
yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan menerapkan Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB) sesuai peraturan pemerintah tahun 2012 nomor
HK.03.1.33.12.12.8195.

1
2

Salah satu industri farmasi di Indonesia yang telah menerapkan aspek Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah PT. Kimia Farma Plant Bandung. Hal
ini dibuktinya dengan adanya sertifikat CPOB yang telah diperoleh oleh PT.
Kimia Farma Plant Bandung Penerapan CPOB bertujuan untuk menghasilkan
produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan penggunaannya.Salah satu aspek CPOB yaitu Pengawasan
Mutu (Quality Control).
Bagian Pengawasan mutu PT. Kimia farma Bandung bertugas untuk
menjamin mutu selama penerimaan bahan baku hingga produk jadi. Bagian
pengawasan mutu melaksanakan pemeriksaan spesifikasi bahan baku untuk
menjamin kemurnian dan kulitas bahan baku yang diterima dari supplier.
Pemeriksaan spesifikasi bahan baku disetiap Plant Kimia Farma berbeda-beda,
sehingga bahan baku yang diperoleh dari proses stock transfer order harus
diperiksa kembali. Untuk itu perlu dilakukan standarisasi spesifikasi bahan baku
di PT. Kimia Farma, sehingga bahan baku yang diperoleh dari proses stock
transfer order dapat segera digunakan tanpa melalui proses pemeriksaan
spesifikasi bahan baku. Sebagai Mahasiwa Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) industri farmasi Priode 2 april – 31 mei 2018 di PT. Kimia Farma Plant
Bandung, turut berpartisipasi dalam melakukan pengkajian resiko terkait
sepesifikasi bahan baku terhadap beberapa bahan tambahan di PT. Kimia Farma
Plant Bandung dan PT. Kimia Farma Jakarta.

I.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi


Adapun tujuan PKPA Industri, sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk mempelajari
aspek CPOB yang diterapkan di Industri Farmasi PT Kimia Farma
(Persero), Tbk. Plant Bandung.
2. Memberikan gambaran khusus tentang pengawasan mutu (Quality
Control) di PT Kimia Farma Plan Bandung khususnya terkait evaluasi
pemeriksaan spesifikasi bahan baku.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan


PT Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kefarmasian, mulai dari produksi bahan
baku obat, produksi obat jadi, sampai pada pemasaran yang meliputi apotek dan
Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Pada Tahun 1896 didirikan sebuah PABRIK KINA yang diberi nama
BANDOENGSCHE KININE FABRIEK N.V yang hanya menghasilkan
GARAM KINA dari Kulit Kina. Pada Tahun 1942, berubah nama menjadi
“RIKUGUNKININE SEIZOSHYO’ yang dikuasai oleh jepang. Selama
pendudukan Jepang, pembuatan pil/ tablet kina, memang masih dilakukan, akan
tetapi hasilnya diangkut semua ke jepang. Pada tahun 1945 berubah nama menjadi
“BANDOENGSCHE KININE FABRIEK N.V” yang dikuasai oleh Belanda. Pada
Tahun 1955 Pabrik Kina ini diserahkan kepada “INDONESISCHE
COMBINATIE VOOR CHEMISCHE INDUSTRIE” dengan Akte Notaris MR.
R. SOEWARDI No. 47/1954 Tanggal 3 November 1954 dan pada Tahun 1971
berdasarkan PP No.16 Tahun 1971 Lembaran Negara No. 18 Tahun 1971 berubah
nama menjadi PT (Persero) “KIMIA FARMA”.

Pada Tahun 2001 Unit Produksi Formulasi Bandung dan Unit Produksi
Manufaktur Bandung serta Unit Produksi Manufaktur Semarang dilebur menjadi
Divisi Produksi Bandung. Selanjutnya pada tahun 2003 Divisi Produksi Bandung
tanpa unit Produksi Manufaktur Semarang dirubah menjadi Plant Bandung.

II.2 Sertifikasi PT Kimia Farma (Persero), Tbk


PT. KimiaFarma(Persero) Tbk. Plant Bandung, memperoleh sertifikat Cara
Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Obat Tradisional yang
Baik (CPOTB) dan menerapkan sistem manajemen mutu ISO-9001:2008 serta
mendapatkan Proper Biru dalam pengolahan limbah dari Kementrian Lingkungan

3
4

Hidup, sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia dan Penghargaan


Kecelakaan Nihil dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

II.3 Visi dan Misi PT. KimiaFarma(Persero) Tbk Plant Bandung


1. Visi

Menjadi pabrik farmasi yang menghasilkan produk bermutu, aman, dan


berkhasiat secara efisien melalui penerapan CPOB, CPOTB dan CPAKB
terkini serta peningkatan produktivitas
2. Misi
Menghasilkan produk bermutu, aman dan berkhasiat melalui:
1. Pemenuhan regulasi terkini serta perbaikan berkesinambungan
2. Proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan
3. Pengembangan SDM dengan budaya positif berbasis kompetensi

II.4 Struktur Organisasi


Manager Plant Bandung membawahi langsung dua manager, yaitu
Manager Sub Unit Produksi dan Manager Sub Unit Pemastian Mutu, serta sebelas
Asisten Manager, yaitu Bagian Produksi I, Bagian Produksi II, Bagian Produksi
III, Bagian Pengawasan Mutu, Bagian Pengembangan Produk, Bagian Sistem
Mutu, Bagian Akuntansi & SDM, Bagian Umum K3L (Kesehatan, Keselamatn
Kerja, dan Lingkungan). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 1-3.

II.5 Produk–Produkyang Diproduksi


Tabel 1. Daftar produk yang diproduksi PT. Kimia Farma Plant Bandung
No Daftar Produk Jumlah

1 Ethical 19
2 CHP (Customer Health Product) 16
3 Generik (OGB) 69
4 Pil KB 17
5 Kontrasepsi 7
Total 133

II.6 Penerapan Aspek CPOB PT. Kimia Farma Plant Bandung


5

II.6.1 Manajemen mutu


Menurut CPOB 2012 dijelaskan bahwa unsur dasar manajemen mutu yaitu
suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya serta tindakan sistematis yang diperlukan
untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga
produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.

Secara struktural PT.Kimia Farma (Persero) Tbk.Plant Bandung memiliki


divisi sistem mutu dan pengembangan produk yang berada dibawah koordinasi
manajer pemastian mutu, yang dipimpin oleh seorang asisten manager (asman)
sistem mutu dan pengembangan produk sebagai penanggung jawab yang
merupakan seorang apoteker berkompeten, berpengalaman dalam bidang quality,
dan memiliki pemahaman menyeluruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan
oleh PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung. Bagian Sistem Mutu dibantu
oleh 5 orang Supervisor yaitu Supervisor Inspeksi Diri dan Audit, Supervisor
Validasi, Supervisor Kualifikasi dan Kalibrasi, Supervisor Stabilitas, Supervisor
Regulasi, Supervisor Dokumentasi dan Penanganan Keluhan .

Manajer pemastian mutu yang dibantu oleh asisten manajer sistem mutu dan
pengembangan produk dengan tujuan senantiasa memberikan produk terbaik
untuk diedarkan kepada masyarakat. Selain itu, pengawasan mutu juga dilakukan
oleh bagian tersendiri dan terpisah sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh CPOB.

Untuk menjamin hal tersebut, maka PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant
Bandung melakukan upaya-upaya dengan adanya struktur organisasi dengan
pembagian tugas yang jelas. Selain itu, mempunyai bangunan dan peralatan yang
memadai, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan
dengan sangat baik, mulai dari ruangan yang memadai dan memenuhi persyaratan
CPOB, personil dan peralatan yang terkualifikasi, reagen yang terjamin
kualitasnya, penyimpanan dokumen yang baik, dan prosedur-prosedur operasional
yang dijabarkan secara lengkap dan detail, adanya sistem pengelolaan yang baik
6

mulai dari bahan awal hingga produk jadi, adanya prosedur yang jelas, adanya
pengawasan terhadap proses produksi yang dilakukan dan tersedianya sumber
daya manusia dengan jumlah yang cukup dan kompeten.

II.6.2 Personalia
Aspek personalia telah sesuai dengan CPOB, dimana karyawan memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, juga
memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga mampu melaksanakan
tugasnya secara profesional dan sebagaimana mestinya. PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. mempunyai program pelatihan secara periodik minimal sekali
dalam setahun baik untuk karyawan lama maupun baru, untuk menjamin agar
setiap karyawan terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan
tugasnya. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung memilki personil yang
telah terkualifikasi dan dengan jumlah yang memadai, saat ini jumlah karyawan
276 orang. Terdiri dari 270 pegawai tetap, 6 pegawai kontrak dan terdapat 22
apoteker. Semua personil telah memenuhi persyaratan diberikan posisi dan
tanggung jawab yang sesuai serta tidak adanya tumpang tindih tugas dalam
kegiatan operasional perusahaan.

II.6.3 Bangunan dan fasilitas


Bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung memiliki rancang
bangunan dan penataan gedung yang sesuai dengan persyaratan CPOB.
Pembagian ruang produksi berdasarkan jenis sediaan yang dihasilkan dan tahapan
pembuatannya. Kondisi dinding, lantai, langit-langit pada umumnya telah
memenuhi persyaratan CPOB dimana lantai area produksi dilapisi cat epoksi dan
tidak terdapat sudut pada tiap bagian.

Setiap ruangan produksi dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti


penerangan yang cukup dan mempunyai ventilasi dengan fasilitas pengendali
udara (AHU) termasuk pengaturan suhu dan kelembaban, sistem pengolahan air,
sumber listrik yang berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Apabila dari
PLN terganggu, maka kebutuhan listrik di pabrik akan di back-up secara penuh
7

oleh Generator Set (genset) sehingga tidak mengganggu kegiatan di pabrik.


Tersedia loker untuk ganti pakaian dan menyimpan pakaian bagi karyawan, staff
dan tamu yang berhubungan langsung dengan area produksi namun letaknya
terpisah. Terdapat toilet dengan ventilasi yang baik, tempat cuci tangan bagi
personil yang tidak berhubungan langsung dengan area produksi dan tersedia
dalam jumlah yang cukup dan mudah diakses.

II.6.4 Peralatan
Umumnya peralatan produksi yang digunakan terbuat dari stainless steel
316L (low cabon) atau baja tahan karat AISI (American Iron and Steel
Institute) 316. Peralatan ini mudah dibersihkan dan tahan terhadap korosif.
Stainless steel tipe 316L digunakan pada peralatan pengolahan dan pengisian
produk steril dan non steril, sistem pemipaan untuk air murni digunakan pada
storage tank. Untuk Stainless steel tipe 304 atau baja tahan karat AISI 304,
umumnya digunakan untuk peralatan yang tidak bersentuhan langsung dengan
bahan atau produk, untuk produk kering atau serbuk yang tidak bereaksi dengan
logam/baja tahan karat.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung dalam hal ini telah memiliki
peralatan yang terkualifikasi. Alat-alat yang digunakan baik itu alat produksi
misalnya Fluid Bed Dryer, Super Mixer, Granulator Diosna, Ultra Turax, maupun
alat-alat laboratorium misalnya HPLC, Spektrofotometer dan Polarimeter.

II.6.5 Sanitasi dan Higiene


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah menetapkan beberapa
peraturan mengenai higiene, diantaranya keharusan memakai pakaian pelindung
yang bersih selama proses produksi, termasuk penutup rambut, masker, sarung
tangan dan alas sepatu, adanya pembatasan akses ke ruang produksi, pemeriksaan
kesehatan berkala untuk karyawan, ruang khusus loker untuk menyimpan pakaian,
dan toilet.

Bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah memiliki
fasilitas sanitasi yang memadai diantaranya tempat pembuangan sampah dan
8

limbah B3. Sedangkan hal-hal penting yang perlu diperhatikan mengenai sanitasi
peralatan menurut CPOB diantaranya adalah peralatan yang bersih sebelum dan
sesudah digunakan, cara pembersihan, ruang khusus pembersihan, prosedur
pembersihan yang jelas dan tervalidasi, dokumentasi pembersihan dan
penggunaan bahan-bahan pembersih. Dalam hal ini PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk. Plant Bandung memiliki SOP (Standard Operational Procedure)
menyangkut proses operasi dan pembersihan setiap peralatan. Metode
pembersihan yang biasa digunakan dengan cara vakum dan cara basah. Bahan
desinfektan yang digunakan yaitu bahan pembersih etanol 70% v/v air yang
digunakan purified water.

II.6.6 Produksi
Semua proses produksi di Plant Bandung dilakukan di kelas E dan F.
Sebelum melakukan produksi, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. telah memastikan
line clereance telah dijalankan, peralatan telah terkualifikasi dan proses telah
tervalidasi, dan personil telah menjalankan protap-protap yang telah ada. Proses
produksi dimulai dari tahap penanganan bahan (meliputi penerimaan, pemeriksaan
dan penyimpanan bahan di gudang), pengolahan bahan mencakup penimbangan
dan penanganan bahan sampai diperoleh produk siap kemas (produk ruahan),
pengemasan (primer dan sekunder) serta penanganan obat jadi yang mencakup
penyimpanan dan distribusi kepada konsumen.

II.6.7 Pengawasan mutu


Pengawasan mutu di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. dipimpin oleh asisten
manager yaitu seorang apoteker yang membawahi 6 supervisor antara lain
supervisor pemeriksaan bahan baku, supervisor pemeriksaan bahan kemas,
supervisor pemeriksaan produk antara dan produk ruahan, supervisor
pemeriksaan mikrobiologi dan limbah, supervisor pengawasan produk jadi serta
supervisor pengawasan proses produksi. Pengambilan sampling oleh pengawasan
mutu dilakukan dengan metode √N+1, kecuali untuk sampling kemasan sekunder
oleh bagian pemeriksaan bahan kemas menggunakan metode Military Standard.
9

II.6.8 Inspeksi diri, audit mutu dan persetujuan pemasok


PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah memenuhi ketentuan
CPOB, merancang suatu program inspeksi diri (self inspection) yang disebut
inspeksi harian dengan tujuan untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan
CPOB dari setiap aspek dan untuk menentukan perbaikan. PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Bandung telah melakukan inspeksi harian secara rutin 3
bulan sekali dengan membentuk tim inspeksi harian yang anggotanya ditunjuk
oleh perusahaan dan mewakili masing-masing bagian. Hal-hal yang diinspeksi
mencakup karyawan, bangunan, penyimpanan bahan awal dan obat, peralatan,
produksi, pengawasan mutu, dokumentasi serta pemeliharaan gedung dan
peralatan. Program inspeksi harian dilakukan sesuai jadwal yang telah dibuat
dengan waktu minimal 3 bulan sekali. Penanggung jawab dari pelaksanaan
inspeksi diri adalah bagian Pemastian Mutu/QA. Tim inspeksi diri dibentuk dari
tiap bagian dan akan menginspeksi silang antar bagian sehingga inspeksi untuk
suatu bagian tidak dilakukan oleh bagian tersebut melainkan oleh anggota bagian
lain yang telah mengikuti pelatihan dan telah berpengalaman.

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung sesuai dengan CPOB juga
melaksanan audit internal yang dilaksanakan tiap 6 bulan oleh tim audit yang
telah dibentuk sebelumnya. Audit eksternal juga dilakukan oleh sistem ISO yaitu
SGS tiap 1 kali dalam setahun dan sidak dari Badan POM. PT. Kimia Farma Plant
Bandung juga melakukan toll manufacturing sehingga dilakukan juga audit
maklooner setiap 1 tahun sekali untuk memastikan setiap kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan prosedur dan CPOB.

Dalam menghasilkan obat yang berkualitas maka dilakukan audit dan


persetujuan pemasok yang disebut vendor audit. Pemasok haruslah memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Sebelum menyetujui pemasok PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Bandung melakukan evaluasi riwayat pemasok dan sifat
bahan yang dipasok. Persetujuan pemasok yang akan digunakan memasok bahan
awal maupun pengemas dilakukan oleh kepala bagian manajemen mutu. Audit
berperan dalam menetapkan kemampuan pemasok dalam pemenuhan standar
10

CPOB. Setelah itu dibuat daftar pemasok untuk mempermudah peninjauan ulang
secara berkala dan dilakukan evaluasi secara teratur terhadap para pemasok.

II.6.9 Penangganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali


produk
Penanganan keluhan terhadap obat pada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Plant Bandung ditangani langsung oleh bagian pemastian mutu (QA) berdasarkan
prosedur yang telah ditetapkan. Setiap keluhan terhadap obat akanditangani secara
serius sampai ditemukan penyebab dari masalah yang ada dan segera dicari solusi
yang terbaik dari masalah tersebut. Setiap penelusuran masalah dilakukan
berdasarkan contoh pertinggal dan catatan pengolahan bets (CPB)/catatan
pengemasan bets (CPsB) atau batch record dari obat yang bersangkutan.
Penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat dan obat kembalian
dilakukan oleh bagian regulasi, dokumentasi dan keluhan pelanggan serta
ditangani berdasarkan prosedur tetap.

Keluhan yang diterima akan diinvestigasi dan dicari solusinya. Investigasi


yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. mengikuti CPOB yakni
dengan mengkaji semua data dan dokumentasi termasuk catatan batch, catatan
distribusi, pengujian sampel pertinggal dari batch yang sama dan laporan
pengujian dari produk yang dilaporkan/dikeluhkan. Selain itu, disimpan contoh
pertinggal dengan identitas jelas yang mewakili setiap batch dan disimpan selama
N + 1 dengan tujuan untuk memantau produk yang telah beredar dan untuk
memudahkan penelusuran jika ada keluhan yang terjadi.

Bila ada keluhan terhadap produk PT.Kimia Farma dan diperlukan penarikan
obat, maka penarikan dilakukan oleh PBF dan diserahkan ke Unit Logistik Sentral
(ULS). Dari ULS produk kembalian dikirim kegudang Plant Bandung. Setelah
menerima produk kembalian, gudang memuat Surat Bukti Penerimaan Obat
Kembali yang berguna sebagai permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila
diluluskan, atau produk kembalian setelah diperiksa laboratorium masih
memenuhi syarat kualitas produk, maka akan dilakukan “repack” oleh Bagian
11

Pengemasan kemudian diserahkan kembali ke gudang barang jadi. Bila ditolak,


maka Perencanaan Pengendalian Produksi danInventori (PPPI) akan membuat
Surat Pengembalian Barang ke ULS untuk memusnahkan barang tersebut.

II.6.10 Dokumentasi
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung mendokumentasikan standar
operational procedure (SOP), spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan, obat jadi, dokumen produksi, dokumen pengawasan mutu,
dokumen penyimpanan dan distribusi, dokumen pemeliharaan, pembersihan,
pemantauan kondisi ruangan dan peralatan. Dokumen penanganan keluhan
terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan pemusnahan obat,
dokumen duntuk peralatan khusus, prosedur dan catatan inspeksi diri, pedoman &
catatan pelatihan CPOB bagi karyawan.
Dokumen yang telah disimpan selama dua tahun setelah produksi, maka akan
dimusnahkan oleh bagian Pemastian Mutu. Dokumen tersebut dimusnahkan
menggunakan mesin penghancur kertas, sehingga limbah kertas tersebut tidak
menumpuk dan menghindari dokumen jatuh ke tangan pihak yang tidak
bertanggung jawab atau disalahgunakan. Dokumen yang telah expired
dimusnahkan setiap 5 tahun dan soft copynya di simpan sebagai arsip perusahaan.

II.6.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak


Untuk memenuhi pesanan dari bagian Pemasaran, bagian Produksi PT.
Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung dapat melaksanakan Toll
manufacturing ke industri lain yang telah dipercaya kinerjanya dan memiliki
serifikat CPOB yang diterbitkan oleh BPOM. Hal ini bertujuan agar produk yang
dihasilkan tetap terjamin mutunya walaupun tidak dikerjakan oleh PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung. Kerjasama dengan pabrik lain
membutuhkan kontrak tertulis dan resmi untuk menjelaskan tanggung jawab
masing-masing pihak agar tidak terdapat kesalahpahaman. Toll manufacturing
tersebut dilakukan jika PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung tidak
dapat memenuhi pesanankarena terbatasnya fasilitas atau kapasitas produksi
yang dimiliki.
12

II.6.12 Validasi dan kualifikasi


Bagian yang menangani kualifikasi dan validasi di PT.Kimia Farma
(Persero) Tbk. Plant Bandung adalah bagian Pemastian Mutu yang
dilaksanakan oleh bagia validasi dan kualifikasi. Tim validasi yang terdapat di
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung telah mendapatkan pelatihan
yang sesuai dalam bidang validasi dan kualifikasi. Sebelum validasi dilakukan
terlebih dahulu dilakukan registrasi alat untuk kalibrasi dan jumlah produk untuk
validasi. Proses validasi dimulai dengan menyusun rencana induk validasi
(RIV) dan penyusunan protokol validasi. Setelah selesai melakukan validasi
dibuat laporan validasi yang menjadi dasar penyusunan protap validasi.
Validasi yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung
adalah validasi proses, validasi metode analisa dan validasi pembersihan.
Pelaksanaan kalibrasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung
melakukan kalibrasi terhadap semua alat baik alat produksi maupun alat
laboratorium.
13

BAB III
“EVALUASI SPESIFIKASI BAHAN BAKU LAKTOSA,
MAGNESIUM STEARAT. AMYLUM MAYDIS, RIBOFLAVIN
DAN ETANOL 95%”

III.1 Pengawasan Mutu


Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum
diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau
dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat .

Spesifikasi mutu/persyaratan mutu obat terdiri atas serangkaian standar


yang dipilih dengan cara yang sesuai disertai metode analisis yang dapat
digunakan untuk menilai integritas obat dari bahan awal hingga obat jadi
(berbentuk sediaan). Spesifikasi yang memadai untuk obat tertentu dalam bentuk
sediaannya yang mencakup identitas, kemurnian, kekuatan, dan karakteristik lain
penting untuk menjamin bahwa semua bets obat memiliki keseragaman mutu.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua pabrik obat, baik lokal
maupun asing, memenuhi persyaratan CPOB/GMP.

Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi Pengawasan Mutu.


Fungsi ini hendaklah independen daribagian lain.Sumber daya yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu
dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan

Menurut Syafitri (2008) Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah


bahwa :
a. sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan
prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk

13
14

antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk
pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOB;
b. pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan
metode yang disetujui oleh Pengawasan Mutu;
c. metode pengujian disiapkan dan divalidasi
d. pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat
selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang
dipersyaratkan dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan
pengujian benar-benar telah dilaksanakan Tiap penyimpangan
dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
e. produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan
derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah
yang sesuai dan diberi label yang benar;
f. dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara
formal dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi; dan
g. sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam
jumlah yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu.
Sampel produk jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk
kemasan yang besar.

Pengawasan Mutusecara menyeluruhjuga mempunyai tugas lain, antara


lain menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan
kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat
aktif dan produk jadi di pantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang
terkait dengan mutu produk, dan ikutmengambil bagian dalam pemantauan
lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
prosedur tertulis dan dicatat (CPOB 2012).
15

Pengawasan Mutu Bahan Baku/Bahan Awal


Menurut acuan pada CPOB 2012 pembelian bahan awal adalah suatu
aktifitas penting dan oleh karena itu hendaklah melibatkan staf yang mempunyai
pengetahuan khusus dan menyeluruh perihal pemasok. Pembelian bahan awal
hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi
yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Dianjurkan agar
spesifikasi yang dibuat oleh pabrik pembuat untuk bahan awal dibicarakan dengan
pemasok. Sangat menguntungkan bila semua aspek produksi dan pengawasan
bahan awal tersebut, termasuk persyaratan penanganan, pemberian label dan
pengemasan, juga prosedur penanganan keluhan dan penolakan, dibicarakan
dengan pabrik pembuat dan pemasok. Semua penerimaan, pengeluaran dan
jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan
mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan,
tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada.

Sebelum diluluskan untuk digunakan, tiap bahan awal hendaklah


memenuhi spesifikasi dan diberi label dengan nama yang dinyatakan dalam
spesifikasi. Singkatan, kode ataupun nama yang tidak resmi hendaklah tidak
dipakai.

Tiap pengiriman atau bets bahan awal hendaklah diberi nomor rujukan
yang akan menunjukkan identitas pengiriman atau bets selama penyimpanan
dan pengolahan. Nomor tersebut hendaklah jelas tercantum pada label wadah
untuk memungkinkan akses ke catatan lengkap tentang pengiriman atau bets yang
akan diperiksa.

Apabila dalam satu pengiriman terdapat lebih dari satu bets maka untuk
tujuan pengambilan sampel, pengujian dan pelulusan, hendaklah dianggap
sebagai bets yang terpisah. Pada tiap penerimaan hendaklah dilakukan
pemeriksaan visual tentang kondisi umum, keutuhan wadah dan segelnya,
ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan, dan tentang kesesuaian
16

catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel diambil oleh personil dan
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Pengawasan mutu.

Sampel bahan awal hendaklah diuji pemenuhannya terhadap spesifikasi.


Dalam keadaan tertentu, pemenuhan sebagian atau keseluruhan terhadap
spesifikasi dapat ditunjukkan dengan sertifikat analisis yang diperkuat dengan
pemastian identitas yang dilakukan sendiri.

Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan


diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di
area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat
keterangan paling sedikit sebagai berikut:
1. nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan;
2. nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan;
3. status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak
4. tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu.

Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi


penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk
tulisan terbaca pada label. Untuk menjamin identitas isi bahan awal dari tiap
wadah hendaklah dibuat prosedur atau dilakukan tindakan yang tepat. Wadah
bahan awal yang telah diambil sampelnya hendaklah diidentifikasi .

Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya


oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Untuk
mencegah kekeliruan, label tersebut hendaklah berbeda dengan label yang
digunakan oleh pemasok (missal dengan mencantumkan nama atau logo
perusahaan). Bila status bahan mengalami perubahan, maka label penunjuk status
hendaklah juga diubah. Persediaan bahan awal hendaklah diperiksa secara berkala
untuk meyakinkan bahwa wadah tertutup rapat dan diberi label dengan benar,
dan dalam kondisi yang baik.

Bahan awal, terutama yang dapat rusak karena terpapar panas, hendaklah
disimpan didalam ruangan yang suhu udaranya dikendalikan dengan ketat.
17

Penyerahan bahan awal hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang
sesuai dengan prosedur yang telah disetujui. Catatan persediaan bahan hendaklah
disimpan dengan baik agar rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan.Penimbangan
bahan awal hendaklah dilakukan oleh personil yang berwenang sesuai prosedur
tertulis untuk memastikan bahan yang benar yang ditimbang atau diukur dengan
akurat ke dalam wadah yang bersih dan diberi label dengan benar.Setiap bahan
yang ditimbang atau diukur hendaklah diperiksa secara independen dan hasil
pemeriksaan dicatat. Bahan yang ditimbang atau diukur untuk setiap bets
hendaklah dikumpulkan dan diberi label jelas.Semua bahan awal yang ditolak
hendaklah diberi penandaan yang mencolok, ditempatkan terpisah dan
dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasoknya.

Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui
dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari
produsen. Dianjurkan agar spesifikasi yang dibuat oleh pabrik pembuat untuk
bahan awal dibicarakan dengan pemasok. Sangat menguntungkan bila semua
aspek produksi dan pengawasan bahan awal tersebut, termasuk persyaratan
penanganan, pemberian labeldan pengemasan, juga prosedur penanganan keluhan
dan penolakan, dibicarakan dengan pabrik pembuat dan pemasok.

Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup, di mana diperlukan:


a. deskripsi bahan, termasuk:
- nama yang ditentukan dan kode referen (kode produk) internal;
- rujukan monografi farmakope, bila ada;
- pemasok yang disetujui dan, bila mungkin, produsen bahan;
- standar mikrobiologis, bila ada;
b. petunju pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan;
c. persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan;
d. kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan; dan
e. batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujiankembali
18

III.2 Managemen Resiko


Manajemen Risiko (risk management) didefinisikan sebagai aplikasi
sistematis terhadap kebijakan manajemen mutu, prosedur, serta penerapan
sampai tugaspenilaian, pengendalian, komunikasi dan peninjauan resiko.
Manajemen RisikoMutu (Quality Risk Management) diartikan sebagai proses
sistematik untuk penilaian, pengendalian, komunikasi serta pengkajian risiko
mutu obat selama siklus-hidup produk (CPOB, 2012).
Dua prinsip utama dalam Manajemen Risiko Mutu adalah:
 Evaluasi risiko terhadap mutu hendaklah berdasarkan pengetahuan
ilmiah dan dikaitkan dengan perlindungan pasien sebagai tujuan akhir;
dan
 Tingkat usaha, formalitas, dan dokumentasi pengkajian risiko mutu
hendaklah setara dengan tingkat risiko yang ditimbulkan.

Manajemen Risiko Mutu hendaklah mencakup proses sistematis yang


dirancang untuk mengoordinasi, memberi kemudahan dan membuat
pengambilan keputusan lebih baik secara ilmiah dalam hal risiko. Langkah
yang mungkin digunakan untuk memulai dan merencanakan proses
Manajemen Risiko Mutu mencakup hal berikut:
1. Tetapkan masalah dan/atau risiko yang dipersoalkan, termasuk asumsi
terkait yang mengidentifikasi potensi risiko.
2. Kumpulkan latar belakang informasi dan/ atau data bahaya potensial,
ancaman atau pengaruh pada kesehatan manusia yang relevan untuk
penilaian risiko.
3. Tentukan pemimpin dan sumber daya yang diperlukan.
4. Tetapkan batas waktu, hasil yang akan dilaporkan dan tingkat
pengambilan keputusan yang layak untuk proses manajemen risiko.

Manajemen Risiko Mutu mendukung pendekatan secara ilmiah dan praktis


dalam pengambilan keputusan. MRM menyediakan metode terdokumentasi,
transparan, serta dapat diulang dalam menyelesaikan langkah proses
Manajemen Risiko Mutu berdasarkan pengkajian pengetahuan terkini tentang
19

penilaian probabilitas, tingkat keparahan dan kadang-kadang kemampuan


mendeteksi risiko.

2.1 FMEA(Failure Mode and Effect Analysis)


FMEA (failure mode and effect analysis) adalah suatu prosedur terstruktur
untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan
(failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan
akar penyebab dari suatu masalah. Suatu mode kegagalan adalah yang
termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas
spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang
menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.Para ahli memiliki
beberapa definisi mengenai failure modes and effect analysis, definisi
tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi lebih
dalammemiliki arti yang serupa. Definisi FMEA menurut para ahli :
1. Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah tools yang digunakan di
beberapa industri yang berguna untuk mengidentifikasi kegagalan,
mengevaluasi efek kegagalan, dan memprioritaskan kegagalan
berdasarkan efek yang dihasilkan (Stamatis, 2003)
2. Failure and mode effect analysis (FMEA) adalah metode sistematis
untuk mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah pada produk
dan proses. FMEA berfokus pada pencegahan terhadap defect,
meningkatkan keselamatan dan meningkatkan kepuasan pelanggan
(McDermott dkk, 2009)
3. Failure mode and effect analysis (FMEA) adalah metodologi untuk
memaksimalkan kepuasan pelanggan dengan mengeliminasi dan/atau
mereduksi masalah yang diketahui atau potensial (Stamatis, 2003).
20

Manfaat FMEA (Failure Method Effect Analysis) jika dibandingkan dengan


FTA (Fault Tree Analysis) adalah sebagai berikut :
a. Hemat biaya. Karena sistematis maka penyelesaiannya tertuju pada
potensial causes (penyebab yang potensial) sebuah kegagalan /
kesalahan.
b. Hemat waktu, karena lebih tepat pada sasaran.

Kegunaan FMEA adalah sebagai berikut :


a. Ketika diperlukan tindakan preventive / pencegahan sebelum masalah
terjadi.
b. Ketika ingin mengetahui / mendata alat deteksi yang ada jika terjadi
kegagalan.
c. Pemakaian proses baru.
d. Perubahan / pergantian komponen peralatan.

Tujuan FMEA ( Failure Modes and Effect Analysis )


Terdapat banyak variasi didalam rincian failure modes and effect analysis
(FMEA), tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai :
1. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses
yang dapat terjadi.
2. Memprediksi dan mengevalusi pengaruh dari kegagalan pada fungsi
dalam sistem yang ada.
3. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem
melalui daftar peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki.
4. Mengidentifikasi dan membangun tindakan perbaikan yang bisa diambil
untuk mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya
potensikegagalan atau pengaruh pada sistem.
5. Mendokumentasikan proses secara keseluruan.
21

III.3 Gambaran Tugas Khusus


Dalam proses pemeriksaan spesifikasi bahan baku oleh pemastian mutu
(QC) dilakukan pengkajian pustaka terkait penyusunan pemeriksaan spesifikasi
bahan baku berdasarkan compendia. Pengkajian pustaka dilakukan dengan
penerapan manajemen resiko untuk menentukan dampak atau resiko yang akan
ditimbulkan dari setiap bahan baku jika beberapa pemeriksaan spesifikasi
bahan baku tidak dilaksanakan dan seberapa penting pemeriksaan spesifikasi
bahan baku dilaksanakan sesuai dengan karanteristik khusus dari bahan baku
tersebut berdasarkan compendia.

Mode Kegagalan dan Efek Analysis (FMEA) adalah metode sistematis


dan metode proaktif untuk mengevaluasi proses dan mengidentifikasi
kemungkinan kegagalan potensial dan untuk menilai dampak relatif dari
kegagalan yang berbeda, untuk mengidentifikasi bagian-bagian dari proses
yang paling membutuhkan perubahan. Hal ini banyak digunakan dalam
pengembangan dan manufaktur industri di berbagai tahapan siklus hidup
produk. Metode FMEA mengacu dan mempelajari konsekuensi dari kegagalan-
kegagalan pada tingkat sistem yang berbeda.

Adapun tahapan yang dilakukan dalam kajian manajemen resiko evaluasi


spesifikasi bahan baku adalah sebagai berikut:
a. Pengkajian data lapangan terkait kesalahan-keasalahan yang mungkin
terjaberdasarkan data spesifikasi.
b. Menentukan dampak (severity) dari setiap kegagalan yang mungkin
terjadi, kemudian dikelompokkan dalam bentuk skala, dari dampak
yang paling rendah ke dampak yang paling tinggi. Untuk tabel
penentuan skala ini dapat dilihat pada lampiran3.
c. Menetukan seberapa besar frekuensi (occurrence) terjadi nya dampak
dari setiap kegagalan, berdasarkan data kegagalan yang terjadi
sebelumnya. Kemudian dikelompokkan dalam bentuk skala, dari
frekuensi terendah ke frekuensi kejadian yang paling tinggi . untuk
table penentuan skala ini dapat dilihat pada lampiran 3.
22

d. Mengkaji kontrol prosedur saat ini atau pengendalian yang dilakukan


ketika kegagalan atau kesalahan terjadi. Kemudian menetukan
seberasa besar pengaruh dari kontrol atau pengendalian tersebut untuk
mengendalikan resiko dampakkesalahan. Hasil dari pengkaian ini
dalam bentuk skala pendeteksian (detection) kesalahan atau kegagalan.
Untuk table penentuan skala dapat dilihan di lampiran 3.
e. Perhitungan nilai RPN ( Risk Priority Number) untuk merupakan hasil
kali dari severity, occurrence dan detection.untuk melihat seberpa
besar kemungkinan kegagalan dan menentukan rekomendasi solusi
yang diberikan berdasarkan kelas dari hasil perhitungan RPN. Untuk
kelas RPN dapat dilihan pada lampiran 3.
BAB IV
PEMBAHASAN

Sebagai rangkaian kegiatan dalam upaya untuk menyediakan produk obat


yang bermutu tinggi kepada masyarakat dan agar produk obat yang diproduksi
tersebut senantiasa memenuhi seluruh persyaratan uji mutu yang dipersyaratkan,
maka PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung senantiasa melakukan
kegiatan yang bertujuan untuk menjaga mutu setiap produk yang dihasilkan
melalui pengawasan mutu dan penjaminan mutu produk mulai dari bahan baku
sampai produk jadi serta melakukan validasi ataupun verifikasi minimal 1 kali
dalam 1 tahun. Adapun yang berperan penting dalam pengawasan mutu dan
menjamin produk obat sesuai dengan standard spesifikasi yang ditetapkan adalah
bagian Quality Control (QC). Pengawas Mutu (QC) akan memeriksa spesifikasi
bahan pengemas, bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi apakah sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan intstruksi keja yang
dilakukan.

Semua bahan baku yang masuk ke perusahaan di PT. Kimia Farma


mempunyai kelengkapan berkas dan bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama
pemasok, nomor bets dan jumlahnya. Serta terdapat surat pesanan dari bagian
pengadaan beserta spesifikasi yang diinginkan, sehingga setiap pemasok barang
juga harus melampirkan spesifikasi bahan bakunya berupa CoA (Certificate of
Analysis) hasil pemeriksaan bahan baku di laboratorium pemasok atau menitipkan
dilaboratorium lain yang dipercaya akurasi pemeriksaannya yang kemudian akan
diverifikasi kembali oleh QC apakah memenuhi persyaratan atau tidak sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan. Pemeriksaan spesifikasi bahan baku disetiap
Plant Kimia Farma berbeda sesuai dengan kajian terhadap compendia masing-
masing Plant. Sehingga, bahan baku yang diperoleh dari proses stock transfer
order harus diperiksa kembali. Untuk itu perlu dilakukan standarisasi spesifikasi
bahan baku di PT. Kimia Farma, sehingga bahan baku yang diperoleh dari proses
stock transfer order dapat segera digunakan tanpa melalui pemeriksaan spesifikasi

123
24

bahan baku. Dalam pengambilan keputusan standarisasi spesifikasi bahan baku di


PT. Kimia Farma Plant Bandung dan di PT. Kimia Farm Plant Jakarta digunakan
manajemen resiko Failure Mode and Effect Anaysis (FMEA).

Berdasarkan penentuan skala pada lampiran 3 dan hasil kajian resiko FMEA
evaluasi bahan baku pada lampiran 4. Berikut ini merupakan hasil kajian resiko
evaluasi spesifikasi beberapa bahan baku di Kimia Farma Plant Bandung dan
Plant Jakarta menggunakan manajemen resiko Failure Mode Effect Analysis
(FMEA):

Tabel 2. Hasil Penentuan Skala Severity, Occurance, Detection dan Nilai RPN
Nama
Nama Spesifikasi Bahan Severity Occurance Detection Nilai RPN
Baku
Magnesium
Ukuran Partikel 4 2 3 24
Stearat
Amylum
Ukuran Partikel 4 2 2 16
Maydis
Rotasi Optik Laktosa 4 2 2 16
Magnesium
Timbal Stearat, 4 2 2 16
Laktosa
Amylum
Abu sulfat 4 1 3 12
Maydis
Absorbansi Riboflavin 4 2 1 8
Kadar Etanol 95% 4 1 1 4
pH Laktosa 3 1 1 3

Berdasarkan diagram pada tabel 2 dan tabel 3 diperoleh bahwa pemeriksaan


spesifikasi ukuran partikel untuk bahan baku lubrikan (Magnesium stearat)
memiliki nilai RPN tertinggi yaitu kategori kritikal. Hal ini disebabkan karena
nilai dampak (Severity) dari masalah yang diberikan berpengaruh besar pada
kualitas produk dan tidak dapat ditoleransi, meskipun angka kejadiannya
(occurance) cenderung rendah tetapi tidak ada pemeriksaan spesifikasi penunjang
yang dapat meningkatkan deteksi (detection) dari dampak yang diberikan.
Tabel 3. Rangkuman kajian resiko evaluasi spesifikasi bahan baku di PT Kimia Farma Plant Jakarta dan Plant Bandung
Kemungkinan Nama Pemeriksaan Nilai RPN Rekomendasi tindakan
Nama Bahan Baku
Masalah Spesifikasi dilakukan (Kategori RPN)
Pemeriksaan saat bahan baku
Ukuran pertama kali datang, dan
Ukuran PT. Kimia Farma
Partikel tidak Magnesium Stearat 24 (Kritikal)
Partikel Plant Jakarta pemeriksaan secara berkala setiap 1
homogen
tahun sekali.
Ukuran
Ukuran PT. Kimia Farma
Partikel tidak Amylum Maydis 16 (Mayor)
Partikel Plant Jakarta
homogen
Transformasi PT. Kimia Farma
Rotasi Optik Laktosa 16 (Mayor) Pemeriksaan bahan baku saat bahan
laktosa Plant Bandung
Adanya PT. Kimia Farma baku pertama kali datang dari
Timbal Laktosa, Mg Stearat 16 (Mayor)
cemaran timbal Plant Jakarta supplier
Adanya PT. Kimia Farma
Abu sulfat Amylum Maydis 12 (Mayor)
cemaran logam Plant Jakarta
Bahan Baku PT. Kimia Farma
Absorbansi Riboflavin 8 (Mayor)
tidak murni Plant Jakarta
Bahan Baku PT. Kimia Farma Tidak perlu dilakukan pemeriksaan
Kadar Etanol 95% 4 (Minor)
tidak murni Plant Jakarta karena ada pemeriksaan spesifikasi
Penguraian pH Laktosa PT. Kimia Farma 3 (Minor)
Bahan Baku Plant Jakarta lain yang menunjang.

25
26

Sehingga, rekomendasi yang diberikan adalah sebaiknya dilakukan pemeriksaan


spesifikasi ukuran partikel pada PT. Kimia Farma Plant Bandung maupun PT.
Kimia Farma Plant Jakarta pada saat bahan baku Magnesium stearat pertama kali
datang dari supplier dan Pemeriksaan secara berkala minimal 1 tahun sekali.

Untuk pemeriksaan spesifikasi ukuran partikel bahan baku Amilum,


pemeriksaan rotasi jenis bahan baku laktosa, dan pemeriksaan spesifikasi timbal
pada bahan baku magnesium stearat dan laktosa termasuk dalam kategori mayor
dengan nilai RPN 16. Hal ini disebabkan karena adanya ukuran partikel yang
tidak sesuai pada bahan baku amilum dan perubahan rotasi oprik laktosa dari D-
laktosa menjadi L-Laktosa dapat berpengaruh terhadap profil pelepasan sediaan
tablet. Sedangkan adanya cemaran timbal dapat memberikan pengaruh besar pada
fisiologis konsumen. Sehingga untuk dampak (severity) yang diberikan tidak
dapat ditoleransi,meskipun angka kejadiannya (occurance) cenderung langka,
tetapi kontrol kendali yang dilakukan untuk meningkatan deteksi (detection) dari
dampak masalah yang diberikan masih belum efektif menyebabkan kemungkinan
terjadinya dampak dari masalah masih ada.Sehingga, rekomendasi yang diberikan
adalah sebaiknya dilakukan pemeriksaan spesifikasi ukuran partikel bahan baku
amilum, pemeriksaan rotasi jenis bahan baku laktosa, dan pemeriksaan timbal
bahan baku magnesium stearat pada PT. Kimia Farma Plant Bandung maupun PT.
Kimia Farma Plant Jakarta pada saat bahan baku pertama kali datang dari
supplier.

Untuk pemeriksaan abu sulfat pada bahan baku amilum, termasuk dalam
kategori mayor dengan nilai RPN 12. Hal ini disebabkan karena adanya
kemungkinan cemaran logam berat pada bahan baku amilum dapat memberikan
pengaruh fungsi fisiologis konsumen. Meskipun angka kejadiannya (occurance)
cenderung rendah tetapi tidak ada pemeriksaan spesifikasi penunjang yang dapat
meningkatkan deteksi (detection) dari dampak yang diberikan. Sehingga,
rekomendasi yang diberikan adalah sebaiknya dilakukan pemeriksaan spesifikasi
ukuran partikel pada PT. Kimia Farma Plant Bandung maupun PT. Kimia Farma
Plant Jakarta pada saat bahan baku Amilum pertama kali datang dari supplier.
27

Untuk pemeriksaan absorbansi pada bahan baku Rboflavin, termasuk dalam


kategori mayor dengan nilai RPN 8. Hal ini disebabkan karena adanya
kemungkinan pengurain pada bahan baku riboflavin pada kondisi yang tidak
sesuai sehingga mengurangi efektivitas terapi dari sediaan tablet riboflavin.
Meskipun angka kejadiannya (occurance) cenderung langkah dan adanya
beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat meningkatkan deteksi (detection)
dari dampak yang diberikan. Tetapi berdasarkan nilai RPN masih termasuk dalam
kategori mayor, artinya masih ada kemungkinan terjadinya dampak dengan
kendali penunjang spesifikasi yang dilakukan. Sehingga, rekomendasi yang
diberikan adalah sebaiknya dilakukan pemeriksaan spesifikasi ukuran partikel
pada PT. Kimia Farma Plant Bandung maupun PT. Kimia Farma Plant Jakarta
pada saat bahan baku Amilum pertama kali datang dari supplier.

Untuk pemeriksaan spesifikasi kadar pada bahan baku etanol 95% dan
pemeriksaan spesifikasi pH pada bahan baku laktosa, termasuk dalam kategori
minor dengan nilai RPN berturut-turut 4 dan 3. Hal ini disebabkan karena
meskipun dampak (severity) yang ditimbulkan sangat tinggi dan berpengaruh
terhadap sebagian besar kualitas produk, tetapi angka kejadinnya (occurance)
cenderung sangat rendah dan pemeriksaan spesifikai yang dilakukan saat ini untuk
meningkatkan deteksi (detection) dari dampak yang diberikan sudah sangat
efektif. Sehingga, tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan spesifikasi kadar pada
bahan baku etanol 95% dan pemeriksaan spesifikasi pH pada bahan baku laktosa
di PT. Kimia Farma Plant Banudng dan PT. Kimia Farma Plant Jakarta
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan PKPA industri di PT Kimia Farma
(Persero), Tbk.Plant Bandung dapat disimpulkan bahwa :
1. PT Kimia Farma (Persero), Tbk. Plant Bandung telah diusahakan mencakup
semua aspek pada CPOB 2012
2. Berdasarkan kajian resiko evaluasi spesifikasi bahan baku terdapat beberapa
pemeriksaan spesifikasi yang distandarisasi, yaitu :
Jenis Pemeriksaan Kriteria RPN Rekomendasi

Pemeriksaan ukuran partikel pada Kritikal Pemeriksaan spesifikasi bahan baku


bahan baku mg stearat sebaiknya dilaksanakan pada saat pertama
kali datang dari supplier dan pemeriksaan
Pemeriksaan abu sulfat pada Kritikal secara berkala setiap 1 tahun sekali baik
bahan baku amylum maydis pada kimia farma plant jakarta dan kimia
farma plant bandung
Pemeriksaan ukuran partikel pada Mayor
bahan baku amylum maydis
Pemeriksaan timbal pada bahan Mayor
baku mg stearat
Pemeriksaan spesifikasi bahan baku
Pemeriksaan timbal pada bahan Mayor
sebaiknya dilaksanakan pada saat pertama
baku laktosa
kali datang dari supplier
Pemeriksaan riotasi jenis pada Mayor
bahan baku laktosa
Pemeriksaan absorbansi pada Mayor
bahan baku riboflavin
Pemeriksaan kadar pada bahan Minor
baku etanol 95% Pemeriksaan tidak perlu dilakukan karena
Pemeriksaan PH pada bahan baku Minor ada pemeriksaan lain yang menunjang
laktosa

V.2 Saran
PT. Kimia Farma (Persero)Tbk. Plant Bandung diharapkan dapat
memberikan informasi yang lebih banyak mengenai jalur produksi di industri
tersebut disertai pengenalan gedung produksi yang lebih rinci bagi mahasiswa
Praktek Kerja Profesi Apoteker selanjutnya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia No. HK.03.1.33.12.12.8195 tahun
2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Jakarta. 2012
Banker, G. S., and Anderson, N. R.Tablet in Lachman, L., Lieberman H.A.,
(Editor).1986. The Theory Practice of Industrial Pharmacy.Leo and
Febiger, Philadelphia.
Departemen Kesehatan. 2013. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan: Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta : Departemen
Kesehatan.
Kimia Farma. [serial on internet] [diakses tanggal 26 Mei 2018]. Available from:
http://kimiafarma.co.id/
Lachman, L., Lieberman, HA., Kanig, JL., Teori dan Praktek Farmasi Industri.
UI Press. Jakarta.1994.
Ng Hui Ping, Chloe Lim, Evaria, Theresa M. A. (ed.) MIMS Petunjuk Konsultasi
Edisi 14. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. 2016.
Presiden Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia
Tentang Kesehatan. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Petunjuk
Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik
2012 Jilid 1 dan 2. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Syahputri, M.V., dkk., 2006. Pemastian Mutu Obat : Kompendium Pedoman dan
Bahan-Bahan Terkait Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Stamatis, D.H. 2003. Failure Mode and Effect Analysis: FMEA from Theory to
Execution, 2nd Edition, Quality Press
Mc Dermott, R. Makulak, J. & Beauregard M.R 1996. The Basics of FMEA,
Productivity Press, New York
Choe E, Huang R, Min DB. 2005. Chemical reactions and stability of riboflavin in
foods. J Food Sci. 70:R28-R36.
Warburg O, Christian W. 1932. A second oxygen-transfer enzyme and its
absorption spectrum. Naturwissenschaften 20:688

29
30

World Health Organization. 2014. Global Stats Report Alkohol and Helath.USA
WIdowati W. Sastiono, A. dan Jusuf, R. 2008. Efek toksik Logam, Pencegahan
dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta.
Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Padat, ITB, Bandung.
Parrish, Ross D.K. dkk 1980. Formation of B-lactose from the stable forms of
anhydrous a-lactose. USA.
Jinjiang LI and Younmei Yu. 2014. Lubricants in Pharmeceutical Solid Dosage
Forms. USA
Ayu M., Sri A., Eka I.S. 2013. Pengaruh konsentrasi amilum jagung preglatinasi
sebagai bahan penghancur. Universitas Udayana Bali.
Komisi Farmakope Eropa. 2013. European Pharmacopoeia 7.0. Uppsala: Dewan
Eropa.
British Pharmacopoeia. 2012. British Pharmacopoeia. Volume 1 & 2. London:
The British Pharmacopoeia Commission
The United State Pharmacopeial Convention. (2010). The United States
Pharmacopeia (USP). 34th Edition. United States
- LAMPIRAN

- Lampiran 1. Denah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

31
Lampiran 2. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

UNIT
PLANT BANDUNG
Manajer Drs. Beben Budiman., Apt

SUB UNIT SUB UNIT


PRODUKSI PEMASTIAN MUTU
Dra.Wartiya suti., Apt Dra. E. Mimin Amaliana., Apt
Drs

BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN TEKNIK & BAGIAN UMUM


PRODUKSI I PENGAWASAN SISTEM MUTU PENGENDALIAN PEMELIHARAAN K3L
Setiaji Arif T. W, MUTU Ananda Wahyu P, PROSES PRODUKSI Benny Yusak, Amd Ir. Susandra
S.Farm., Apt Nurul Fatonah K, S. Farm., Apt Tika Aryanti
S. Farm., Apt S. Farm., Apt

Asman
BAGIAN BAGIAN
BAGIAN BAGIAN
PRODUKSI II PENGEMBANGAN PENYIMPANAN AKUNTANSI &
Drs. Yasrizal., Apt PRODUK SDM
Tini Arietiyani
Diah Sofiyanti, S. Si., Apt Mamat Hasbullah, SE

BAGIAN
PRODUKSI III
Drs. Cahyadi., Apt

Gambar 5. Struktur Organisasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

32
SUB UNIT PRODUKSI
PLANT BANDUNG
Dra.WartiyasTuti, Apt

Manajer

BAGIAN PRODUKSI I BAGIAN PRODUKSI II BAGIAN PRODUKSI III


Setiaji Arif T. W, Drs. Yasrizal, Apt Drs. Cahyadi, Apt
S. Farm., Apt

Asman

SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN
GRANULASI PENGEMASAN PENGOLAHAN & PENGOLAHAN & PENGOLAHAN
MASSA TABLET PRIMER PENGEMASAN PENGEMASAN &PENGEMASAN
Nunung Budiyanti Junjun Saptaji CAIRAN FITOFARMAKA PRODUK KB
Lien Wismayanti Iit Herawati Anwar Sadat

SUB BAGIAN SUB BAGIAN


PENCETAKAN PENGEMASAN
TABLET SEKUNDER
Supervisor SUB BAGIAN
Wahyungki Tami S, Wida Nurhayati PENGOLAHAN &
S. Farm., Apt PENGEMASAN
SERBUK
Mirna Ligartiati

SUB BAGIAN
PENYALUTAN Gambar 6. Struktur Organisasi Sub Unit Produksi PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant
TABLET Bandung
Dedah Djubaedah

33
BAGIAN
PENGAWASAN MUTU
Nurul Fatonah, S. Farm., Apt

Asman

Supervisor

SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PENGAWASAN
BAHAN BAKU BAHAN PRODUK MIKROBIOLOGI PRODUK JADI PROSES
Sofia Susilawati PENGEMAS ANTARA & & LIMBAH Dewi Sari PRODUKSI
Yayu Wahyuhadini RUAHAN Kristinah Kurniasih Yayah, BSc
Utin Usniatin S

Gambar 7. Struktur Organisasi Bagian Pengawasan Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

34
SUB UNIT
PEMASTIAN MUTU
Dra. E. Mimin Amaliana, Apt
Manajer

AHLI MADYA BAGIAN


BAGIAN PEMASTIAN MUTU SISTEM MUTU
PENGEMBANGAN Tanty Novianti R, S. Farm., Apt Ananda Wahyu P, S. Farm., Apt
PRODUK Nurhayati Kustanti
Asman Diah Sofiyanti, S. Si., Apt Vivin Bemiartha, S.Farm., Apt

SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN


PENGEMBANGAN SUB BAGIAN REGULASI, VALIDASI,
AHLI MUDA KUALIFIKASI &
DESAIN & PENGEMBANGAN DOKUMENTASI &
PEMASTIAN MUTU KALIBRASI
FORMULA BAHAN FORMULA PRODUK PENANGANAN
PetrusWicaksono, S. Farm., Apt Alifah Nur Mardha,
PENGEMAS Tuti Supriati KELUHAN
Ryanita Isepta P. J, S. Farm., Apt S. Farm., Apt
Rina Rahayu Soeka Eva Bella Nuarida
Chandra Purpika, S.Farm., Apt
Rizal AdiP , S. Farm., Apt
Rahmad Deni, S.Farm., Apt
Nia Banyuniasih
Wildan Ansori SUB BAGIAN SUB BAGIAN
Supervisor STABILITAS INSPEKSI & AUDIT
Dian Nur Rochmah Iis Maesaroh

SUB BAGIAN
PENGENDALIAN DOKUMEN
Firmansyah

Gambar 8. Struktur Organisasi Sub Unit Pemastian Mutu PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

35
UNIT
PLANT BANDUNG
Drs. Beben Budiman, Apt
Manajer

BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN


TEKNIK AKUNTANSI & SDM UMUM & K3L PENGENDALIAN PENYIMPANAN
Asman &PEMELIHARAAN Mamat Hasbullah, SE Ir. Susandra PROSES PRODUKSI Rd. Tini Ariestiyani
Benny Yusak, Amd Tika Aryati S.Farm., Apt

Supervisor
SUB BAGIAN
SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN
VERIFIKASI AKUNTANSI GUDANG BAHAN
MEKANIK PENGADAAN K3 PENGENDALIAN
BIAYA BIAYA BAKU
Bambang Iswahyudi Rani Nurani Adi Utomo PROSES PRODUKSI
Asep Solihin Suhendra Renni Sophiawati
Budiyanto, Amd Iwan Djunaedi

SUB BAGIAN
SUB BAGIAN GUDANG BAHAN
SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB BAGIAN LINGKUNGAN PENGEMAS
LISTRIK & PAJAK & PELATIHAN &
Adi Utomo Reonal Adwaaliy M
ENERGI KEUANGAN KINERJA
PEGAWAI Budiyanto, Amd
Kasdi Erwin Setiawan
Ailing Reska S SUB BAGIAN
GUDANG OBAT
SUB BAGIAN JADI
SUB BAGIAN UMUM
SUB BAGIAN ADMINISTRASI Sri AgungKunto N,
PERSONALIA
Nova Damayanti ST
BANGUNAN
Laila Adhariani, S.Si SUB BAGIAN
PENIMBANGAN
Gambar 9. Struktur Organisasi Bagian Support PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung SENTRAL
Sony Wahyudiono

SUB BAGIAN
PENANDAAN
BAHAN
PENGEMAS
Lisdaningsih

36
Lampiran 3. Penentuan Skala Severity, Occurance, Detection dan Skala Nilai RPN

Data Penentuan Tingkat Keparahan (Severity)


Efek Probability of Failure Rating
Efek Severtity of effect FMEA Rating
Unlikely Untuk kegagalan dengan kondisinya tidak 1
Minor Kegagalan hampir menyebabkan perngaruh 1 biasa dan jarang sekali terjadi
kualitas produk, kegagalan dapat diabaikan Low Untuk kegagalan dengan frekuensi terjadinya 2
langka
Moderat Kegagalan telah menyebabkan pengaruhpada 2
sebagian kecil kualitas produk Moderat Untuk kegagalan dengan frekuensi terjadinya 3
high Kegagalan dapat menyebabkan pengaruh pada 3 pada batch pertama
sebagian besar kualitas produk namun masih High Untuk kegagalan dengan frekuensi terjadinya 4
dapat ditoleransi, kerusakan dengan efek tinggi 2-3 batch berikutnya
Very High Untuk kegagalan dengan frekuensinya sangat 5
tinggi, sering terjadi
Very Kegagalan dapat menyebabkan pengaruh pada 4
high sebagian besar kualitas produk dan tidak dapat
ditoleransi, kerusakan dengan efek sangat tinggi

Tabel Rujukan Penentuan Risiko


Risiko (RPN) = SxOxD Data Penentuan Tingkat Deteksi (Detection)
Resiko RPN Prioritas Penyelesian Tindakan ‘ Detection Rating
Perbaikan
High Untuk kerusakan yang memiliki peluang 1
Minor (A) ≤4 Rendah pengendalian tinggi, kerusakan tidak memungkinkan
Mayor (B) >4<20 Sedang untuk terjadi

Kritikal (C) ≥20 Tinggi Moderate Untuk kerusakan yang memiliki peluang 2
pengendalian sedang, masih mungkin terjadinya
kerusakan
Low Untuk kerusakan yang memiliki peluang 3
pengendalian rendah, kerusakan masih sangat
mungkin terjadi

37
Lampiran 4. Kajian Resiko Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku

a. Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku Mg Stearat


Penilaian Resiko
Nama Jenis Kendali yang
Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan S Penyebab Kegagalan O D RPN R Rekomendasi
Spesifikasi Kegagalan dilakukan
Berdasarkan studi pustaka ukuran partikel mg Pemeriksaan
stearat dapat berpengaruh pada efektivitas spesifikasi
lubrikasinya. ukuran
partikel perlu
Semakin kecil ukuran partikel Mg stearat, maka dilakukan
sifat kohesifnya semakin tinggi, partikel Mg baik pada
sterat dapat mengisi rongga-rongga parikel kimia farma
sediaan, sehingga kekerasan tablet meningkat, Kecenderungan terjadinya plant Jakarta
sedangkan waktu hancur dan waktu disolusinya dampak pemeriksaan kekerasan, maupun kimia
semakin lambat. Sebaliknya, semakin besar uji disolusi dan uji waktu hancur farma plant
Ukuran
ukuran partikel Mg stearat, berdampak pada diluar spesifikasi karena adanya bandung,
Ukuran partikel
penurunan kekerasan tablet (kerapuhan tinggi), ukuran partikel yang tidak sesuai . untuk
Partikel terlalu 4 2 3 24 Ma
dan meningkatkan waktu hancur dan waktu tergolong langka. Karena adanya menjamin
kecil atau
disolusi tablet. pemeriksaan diluar spesifikasi kualitas
terlalu besar.
dapat disebabkan oleh faktor lain produk.
Biasanya penggunaan bahan tambahan Mg seperti pengikat dan lubrikasi dan karena
Stearat sebagai bahan lubrikasi berada pada daya tekanan kompresi mesin. termasuk
ukuran partikel > 200 µm kategori
(Jinjiang LI and Youngmei Yu. 2014. Lubricants kritikal, maka
in Pharmaceutical Solid Dosage Forms. USA) sebaiknya di
lakukan
secara berkala
tidak hanya
sekali.

38
Lanjutan Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku Mg Stearat
Pemeriksaan
Menurut WHO ambang batas timbal dalam darah Kecenderungan frekuensi Pemeriksaan Uji sisa
spesifikasi
adalah 20 µg/100 mL atau 0,2 ppm (tidak terjadinya sangat rendah karena pemijaran dengan
timbal perlu
menimbulkan efek fisiologis pada tubuh). adanya data timbal yang tertera tujuan untuk
dilakukan
pada CoA, dan data histori uji sisa memastikan bahwa
baik pada
Paparan timbal (Pb) bisa mengakibatkan pemijaran selalu memenuhi bahan baku bebas dari
Terdapat kimia farma
kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, spesifikasi. senyawa asing atau
Timbal pada plant Jakarta
Timbal kehilangan libido, gangguan menstruasi, sakit 4 2 cemaran anorgamik 2 16 Ma
sediaan maupun kimia
kepala dan sulit tidur. termasuk cemaran
tablet farma plant
timbal secara tidak
bandung,
WIdowati W. Sastiono, A. dan Jusuf, R. 2008. langsung. Diamana
untuk
Efek toksik Logam, Pencegahan dan ambang batas yang
menjamin
Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta. diperbolehkan untuk
kualitas
uji sisa pemijaran
produk,
adalah <0,2%

39
b. Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku Riboflavin
Penilaian Resiko
Nama Jenis Kendali yang
Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan S Penyebab Kegagalan O D RPN R Rekomendasi
Spesifikasi Kegagalan dilakukan

Bahan Baku Riboflavin tidak murni dapat Pemeriksaan Rotasi


mengurangi efek dari riboflavin terutama jika Jenis dan Kadar
digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan tablet. Riboflavin untuk
memastikan Pemeriksaan
Menurut sudi pustaka senyawa Riboflavin sangat kemurnian bahan baku spesifikasi
sensitif terdahap cahaya dan suhu senyingga Kecenderungan freskuensi riboflavin dan tidak absorbansi
pada saat pendistribusian maupun penyimpanan terjadinya dampak tergolong terurai pada saat perlu dilakukan
cenderung teruai. langka, karena adanya pendistribusian saat baik pada
Bahan Baku penyerusaian pH dan kondisi bahan baku pertama kimia farma
Absorban Riboflavin Pada suhu 27oC dan PH 6 riboflavin cenderung 4 ruangan pada saat penyimpanan 2 kali datang dari pulier. 1 8 Ma plant Jakarta
tidak murni terurai 3% dalam kondisi gelap dan 98% dalam dan menggunakan kemasan drum maupun kimia
kondisi terang setiap bulannya, pada saat pendistribusian Pemeriksaan Derivat farma plant
sehingga kontak langsung dengan Lumiflavin, secara bandung, untuk
Menurut BP 2015 batas absorbasi riboflavin cahaya cenderung rendah. berkala setiap 6 bulan menjamin
yaitu pada panjang gelombang 267 nm – 444 nm sekali untuk kualitas
terdeteksi pada absorbansi 0,31-0,39. memastikan bahan produk,
baku riboflavin tetap
Choe E, Huang R, Min DB. 2005. Chemical reactions and stability of
riboflavin in foods. J Food Sci. 70:R28-R36. stabil pada masa
penyimpanan.
Warburg O, Christian W. 1932. A second oxygen-transfer enzyme and its
absorption spectrum. Naturwissenschaften 20:688

40
c. Evaluasi Bahan Baku Amylum / Corn Starch
Penilaian Resiko
Nama Jenis Kendali yang
Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan S Penyebab Kegagalan O D RPN R Rekomendasi
Spesifikasi Kegagalan dilakukan
Abu Adanya
Sulfat Cemaran pada Adanya cemaran dalam bahan baku dapat Kecenderungan frekuensi
Bahan Baku berdampak pada kerusakan sediaan tablet, terjadinya sangat rendah karena Pemeriksaan
Amilum spesifikasi abu
maupun berbahaya pada konsumen. adanya data kontaminasi logam
pada CoA sepertu Pb, Cu dan Zn. sulfat perlu
Menurut BP 2012 ambang batas logam yang dilakukan baik
terdapat dalam sediaan adalah <0,2%. pada kimia
4 1 3 12 Ma
farma plant
Jakarta maupun
kimia farma
plant bandung,
untuk menjamin
kualitas produk,

41
Lanjutan Evaluasi Bahan Baku Amylum / Corn Starch
Penilaian Resiko
Nama Jenis Kendali yang
Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan S Penyebab Kegagalan O D RPN R Rekomendasi
Spesifikasi Kegagalan dilakukan
Pemeriksaan
Ukuran partikel yang tidak homogeny pada spesifikasi kadar
bahan tambahan amilum berpengaruh pada alkohol tidak
Kecenderuangan terjadinya
kekerasan tablet. Ukuran partikel yang besar perlu dilakukan
dampak pemeriksaan kekerasan
menyebabkan ruang antar granul akan semakin baik pada kimia
diluar spesifikasi karena adanya
besar dan dapat terisi oleh udara. Sehingga pada farma plant
ukuran partikel yang tidak sesuai
Ukuran saat pengempaan terjadi penurunan kekuatan Jakarta maupun
tergolong sangat rendah. Karena
Ukuran Partikel yang ikatan antar granul. sedangkan adanya jumlah kimia farma plant
4 adanya faktor lain seperti 2 3 18 Ma
Partikel tidak fines yang banyak dapat menyebabkan tablet bandung, karena
konsentrasi pengikat dan lubrikan
homogeny rapuh karena tersusuan dari serbuk yang sangat angka kerjadian
atau adanya daya tekanan
halus sehingga kekerasannya rendah, sangat rendah dan
komressi mesin yang tinggi juga
pemeriksaan telah
berpengaruh pada kekerasan
Lachman,C,L, est. 2008. Teori dan Praktek ditunjang oleh
tablet
Farmasi Industri edisi 2 (terjemahan), Jakarta : pemeriksaan
UI Press bobot jenis
etanol.

42
d. Evaluasi Spesifikasi Etanol (95%)
Penilaian Resiko
Nama Jenis Kendali yang
Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan S Penyebab Kegagalan O D RPN R Rekomendasi
Spesifikasi Kegagalan dilakukan
Pemeriksaan
Etanol 95% yang tidak murni dengan kata lain kemurniaan dan Pemeriksaan
tercampur dengan bahan lain seperti methanol, Penetapan kadar etanol spesifikasi kadar
propanolol, aceton dan amil alkohol dapat dapat dilakukan alkohol tidak perlu
menyebabkan kurangnya efektivitas etanol atau dengan perhitungan dilakukan baik
dapat bersifat toksik pada manusia. Kecenderungan frekuensi bobot jenis etanol dan pada kimia farma
Kadar terjadinya sangat rendah karena ditetapkan kadarnya plant Jakarta
Etanol Misalnya. Kurangnya kemampuan etanol dalam adanya data purity Yang tertera dengan menggunakan maupun kimia
Kadar Kurang atau melarutkan zat tertentu atau kurangnya 4 pada CoA, dan data histori uji 1 daftar bobot jenis dan 1 4 A farma plant
etanol tidak efektivitas etanol sebagai bahan pengikat. kualitatif kontaminasi bahan asing kadar alkohol pada bandung, karena
murni Adanya ketercampuran etanol dengan bahan setiap bahan baku etanol pertama suhu 15 – 200C. angka kerjadian
methanol dapat menyebabkan koma sampai kali datang dari supplier. Pemeriksaan kualitatif sangat rendah dan
kematian. kontaminasi, seperti pemeriksaan telah
World Health Organization. 2014. Global Stats methanol, amil ditunjang oleh
Report Alkohol and Helath. alkohol, aldedec dan pemeriksaan bobot
aceton jenis etanol.

43
e. Evaluasi Spesifikasi Bahan Baku Laktosa
Penilaian Resiko
Nama Jenis Kendali yang
Efek yang ditimbulkan oleh kegagalan S Penyebab Kegagalan O D RPN R Rekomendasi
Spesifikasi Kegagalan dilakukan
Pemeriksaan
Laktosan Cenderung terurai atau berubah rotasi spesifikasi PH
optik pada PH yang cenderung basa. laktosa tidak
Kemungkinan terjadinya profil perlu dilakukan
Menurut Europian pharmacopeia 7, laktosa pelepasan tablet diluar spesifikasi baik pada kimia
Penyesuaian PH dapat
merupakan serbuk putih yang mudah teroksidasi karena adanya perubahan rotasi farma plant
disesuaikan pada saat
dan stabil pada PH 3-7. optic cenderung langkah, karena Jakarta maupun
pemaikan bahan
PH yang profil pelepasan tablet diluar kimia farma plant
PH 3 1 tambahan laktosa 1 3 Mi
tidak sesuai spesifikasi dapat disebabkanoleh bandung, karena
dalam proses produksi
farktor lain seperti kecepatan angka kerjadian
dan Proses
putaran mesin atau konsentrasi sangat rendah dan
penyimpanan
bahan tambahan seperti pengikat pemeriksaan telah
dan lubrikan. ditunjang oleh
penyesuaian PH
pada saat
produksi

44
Lanjutan Evaluasi Spesfikasi Bahan Baku Laktosa

Menurut WHO ambang batas timbal dalam darah Kecenderungan frekuensi Pemeriksaan Uji sisa
adalah 20 µg/100 mL atau 0,2 ppm (tidak terjadinya sangat rendah karena pemijaran dengan
menimbulkan efek fisiologis pada tubuh). adanya data kandungan timbal tujuan untuk
Pemeriksaan
yang tertera pada CoA, dan data memastikan bahwa
spesifikasi
Paparan timbal (Pb) bisa mengakibatkan histori uji sisa pemijaran selalu bahan baku bebas dari
timbal perlu
kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, memenuhi spesifikasi. senyawa asing atau
dilakukan baik
Terdapat kehilangan libido, gangguan menstruasi, sakit cemaran anorgamik
pada kimia
Timbal pada kepala dan sulit tidur. termasuk cemaran
Timbal 4 2 2 16 Ma farma plant
sediaan timbal secara tidak
Jakarta maupun
tablet WIdowati W. Sastiono, A. dan Jusuf, R. 2008. langsung. Diamana
kimia farma
Efek toksik Logam, Pencegahan dan ambang batas yang
plant bandung,
Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta. diperbolehkan untuk
untuk menjamin
uji sisa pemijaran
kualitas produk,
adalah <0,2%

45
Lanjutan Evaluasi Spesfikasi Bahan Baku Laktosa

Perubahan Rotasi optik laktosa dapat berdampak Penyesuaian suhu


profil pelepasan sediaan tablet. Laktosa dalam penyimpanan,
bentuk L-glukosa umumnya memiliki laju pengukuran PH secara
disolusi yang seringkali keluar dari Spesifikasi. berkala, penyimpanan
di ruangan yang Pemeriksaan
Didalam tubuh glukosa hanya dapat dipecah cenderung gelap, spesifikasi rotasi
Kemungkinan terjadinya profil
dalam bentuk D-glukosa. Sehingga perputaran untuk meminimalisir optik perlu
pelepasan tablet diluar spesifikasi
rotasi optik menjadi L-glukosa dapat merugikan angka terjadinya dilakukan baik
karena adanya perubahan rotasi
Rotasi optik terutama dari segi formulasi. perputaran rotasi optik pada kimia farma
Rotasi oprik cenderung langka, karena
Laktosa Dalam formulasi biasanya digunakan a-lactose 4 2 pada laktosa. 2 16 Ma plant Jakarta
Optik profil pelepasan tablet diluar
Berubah dengan higroskopik rendah dan flowability tetap maupun kimia
spesifikasi dapat disebabkan oleh
baik dalam kelembapan tinggi sehingga farma plant
kecepatan putaran mesin atau
menguntungkan dalam formulasi. bandung, untuk
konsentrasi bahan tambahan
menjamin
seperti pengikat dan lubrikan
(Agoes, Goeswin. (2012). Sediaan Farmasi kualitas produk.
Padat, ITB, Bandung.)
Parrish, Ross D.K. dkk 1980. Formation of B-
lactose from the stable forms of anhydrous a-
lactose. USA.

46
44
47

Lampiran 5. Data Spesifikasi Bahan Baku

SPESIFIKASI BAHAN BAKU AMYLUM MAYDIS


Formula : (C6H10O5)n
Berat Molekul (BM) :-
Sinonim : Corn Starch, Amylum jagung
PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA
Warna putih sedikit kekuningan, serbuk sangat halus USP 34
Serbuk sangat halus berwarna putih hingga putih BP 2015
kekuningan
Serbuk sangat halus berwarna putih hingga putih EP Edisi 7
Pemerian (R)
kekuningan
Serbuk sangat halus berwarna putih hingga putih JP 2015
kekuningan
Serbuk sangat halus berwarna putih FI IV
Praktis tidak larut dalam air dingin dan alkohol USP 34
Praktis tidak larut dalam air dingin dan alkohol BP 2015
Kelarutan (R) Praktis tidak larut dalam air dingin dan alkohol EP Edisi 7
Praktis tidak larut dalam air dingin dan alkohol JP 2015
Praktis tidak larut dalam air dingin dan alkohol FI IV
PH (R) Batas range PH 4,0 – 7,0 USP 34
Batas range PH 4,5 – 8,0 BP 2015
Batas range PH 4,0 – 7,0 EP Edisi 7
Batas range PH 4,0 – 7,0 JP 2015
Batas range PH 4,0 – 7,0 FI IV
Abu Sulfat Tidak lebih dari 0,6% USP 34
Tidak lebih dari 0,6% BP 2015
Tidak lebih dari 0,6% EP Edisi 7
Tidak lebih dari 0,6% JP 2015
Tidak lebih dari 0,6% FI IV
Tidak lebih dari 15,0% USP 34
Susut Tidak lebih dari 15,0% BP 2015
pengeringan (R) Tidak lebih dari 15,0% EP Edisi 7
Tidak lebih dari 15,0% JP 2015
Tidak lebih dari 15,0% FI IV
Besi Tidak lebih dari 10 bpj USP 34
Tidak lebih dari 20 ppm BP 2015
Tidak lebih dari 20 ppm EP Edisi 7
Tidak lebih dari 20 ppm JP 2015
Tidak lebih dari 10 bpj FI IV
Zat mudah teroksidasi Tidak lebih dari 0,002% USP 34
Tidak lebih dari 20 ppm BP 2015
Tidak lebih dari 20 ppm EP Edisi 7
Tidak lebih dari 20 ppm JP 2015
Tidak lebih dari 0,002% FI IV
Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat USP 34
Dalam wadah tertutup rapat BP 2015
Dalam wadah tertutup rapat EP EDISI 7
Dalam wadah tertutup rapat JP 2015
Dalam wadah tertutup rapat FI IV
48

Lanjutan Spesifikasi Amylum Maydis


Identifikasi (R) a. Terbentuk larutan kanji yang encer USP 34
b. Terbentuk warna biru yang hilang pada pemanasan
dan timbul kembali pada saat pendinginan
a. Terbentuk mucilage bening BP 2015
b. Terbentuk warna orange-merah atau biru yang
hilang pada pemanasan dan timbul kembali pada
saat pendinginan
a. Terbentuk mucilage bening EP EDISI 7
b. Terbentuk warna orange-merah atau biru yang
hilang pada pemanasan dan timbul kembali pada
saat pendinginan
a. Terbentuk mucilage bening JP 2015
b. Terbentuk warna orange-merah atau biru yang
hilang pada pemanasan dan timbul kembali pada
saat pendinginan
a. Terbentuk larutan kanji yang encer FI IV
b. Terbentuk warna biru yang hilang pada pemanasan
dan timbul kembali pada saat pendinginan
Ukuran Patikel Tertahan pada M80 tidak lebih dari 0,01% USP 34
Lolos pada M325 tidak lebih dari 96,0%
Tertahan pada M80 tidak lebih dari 0,01% BP 2015
Lolos pada M325 tidak lebih dari 96,0%
Tertahan pada M80 tidak lebih dari 0,01% EP EDISI 7
Lolos pada M325 tidak lebih dari 96,0%
Tertahan pada M80 tidak lebih dari 0,01% JP 2015
Lolos pada M325 tidak lebih dari 96,0%
Tertahan pada M80 tidak lebih dari 0,01% FI IV
Lolos pada M325 tidak lebih dari 96,0%
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per gram; USP 38
Batas Mikroba (R) angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per gram USP 34
dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Clostridia, Candida albicans
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per BP 2015
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per EP EDISI 7
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per JP 2015
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per FI IV
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli
49

SPESIFIKASI BAHAN BAKU ETANOL


Formula : C2H6O
Berat Molekul (BM) : 46,07
Sinonim : Etanol 96%

PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA


Cairan jernih tidak berwarna, berabau khas dan mudah USP 27
menguap
Tidak berwaarna, jernih, mudah meguap, dan cairan BP 2015
mudah terbakar
Tidak berwaarna, jernih, mudah meguap, dan cairan EP Edisi 7
Pemerian (R)
mudah terbakar
Tidak berwaarna, jernih, mudah meguap, dan cairan JP 2015
mudah terbakar
Cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap dan bau FI IV
khas
Becampur dengan air dan semua pelarut organik USP 27
Becampur dengan air dan semua pelarut organik BP 2015
Kelarutan Becampur dengan air dan semua pelarut organik EP Edisi 7
Becampur dengan air dan semua pelarut organik JP 2015
Becampur dengan air dan semua pelarut organik FI IV
Terbentuk endapan kuning setelah 30 menit USP 27
Terbentuk endapan kuning setelah 30 menit BP 2015
Identifikasi (R) Terbentuk endapan kuning setelah 30 menit EP EDISI 7
Terbentuk endapan kuning setelah 30 menit JP 2015
Terbentuk bau iodoform dan endapan kuning FI IV
Sisa penguapan Tidak lebih dari 1 mg USP 27
Tidak lebih dari 1 mg BP 2015
Tidak lebih dari 1 mg EP EDISI 7
Tidak lebih dari 1 mg JP 2015
Tidak lebih dari 1 mg FI IV
Zat tidak larut dalam Larutan tetap jernih USP 27
air Larutan tetap jernih BP 2015
Larutan tetap jernih EP EDISI 7
Larutan tetap jernih JP 2015
Larutan tetap jernih FI IV
Warna merah muda tidak seluruhnya hilang USP 27
Aldehid dan bahan Warna merah muda tidak seluruhnya hilang BP 2015
organik asing lain (R) Warna merah muda tidak seluruhnya hilang EP EDISI 7
Warna merah muda tidak seluruhnya hilang JP 2015
Warna merah muda tidak seluruhnya hilang FI IV
Amil alkohon, zat Tidak segera terjadi warna merah atau coklat USP 27
yang tidak menguap Tidak segera terjadi warna merah atau coklat BP 2015
dan zat yang mudah Tidak segera terjadi warna merah atau coklat EP EDISI 7
menguap Tidak segera terjadi warna merah atau coklat JP 2015
Tidak segera terjadi warna merah atau coklat FI IV
Metanol Tidak terbentuk warna lembayung USP 27
Tidak terbentuk warna lembayung BP 2015
Tidak terbentuk warna lembayung EP EDISI 7
Tidak terbentuk warna lembayung JP 2015
Tidak terbentuk warna lembayung FI IV
50

Lanjutan spesifikasi bahan baku etanol


Warna merah muda tidak lebih dari larutan baku USP 27
Warna merah muda tidak lebih dari larutan baku BP 2015
Aceton dan
Warna merah muda tidak lebih dari larutan baku EP EDISI 7
Isopropanol
Warna merah muda tidak lebih dari larutan baku JP 2015
Warna merah muda tidak lebih dari larutan baku FI IV
Dalam wadah tertutup rapat USP 27
Dalam wadah tertutup rapat BP 2015
Dalam wadah tertutup rapat EP EDISI 7
Wadah penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat JP 2015
Dalam wadah tertutup rapat FI IV
0,802-0,816 USP 27
0,805 – 0,802 BP 2015
Bobot Jenis 0,805 – 0,802 EP EDISI 7
0,805 – 0,802 JP 2015
0,802-0,816 FI IV
93,2 – 92,8 % USP 27
93,6 – 96,9 % BP 2015
Kadar 93,6 – 96,9 % EP EDISI 7
93,6 – 96,9 % JP 2015
93,6 – 96,9 % FI IV
Keasaman (R) Tidak lebih dari 1 mL NaOH 0,01 N USP 27
USP 34
Tidak lebih dari 0,9 mL NaOH 0,002 N BP 2015
Tidak lebih dari 1 mL NaOH 0,01 N EP EDISI 7
Tidak lebih dari 1 mL NaOH 0,01 N JP 2015
Tidak lebih dari 1 mL NaOH 0,01 N FI IV
51

SPESIFIKASI BAHAN BAKU LACTOSUM


Formula : C12H22O11.H2O
Berat Molekul (BM) : 360,31
Sinonim : Laktosa, Saccharum Lactis
PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA
Serbuk, warna putih USP 34
Putih, hampir putih dan berbentuk serbuk Kristal BP 2015
Pemerian (R) Putih, hampir putih dan berbentuk serbuk Kristal EP EDISI 7
Putih, hampir putih dan berbentuk serbuk Kristal JP 2015
Serbuk Putih, Mengalir bebas FI IV
Mudah larut dalam air secara perlahan-lahan, praktis USP 34
tidak larut dalam etanol
Mudah larut dalam air secara perlahan-lahan, praktis BP 2015
tidak larut dalam etanol
Mudah larut dalam air secara perlahan-lahan, praktis EP EDISI 7
Kelarutan
tidak larut dalam etanol
Mudah larut dalam air secara perlahan-lahan, praktis JP 2015
tidak larut dalam etanol
Mudah larut dalam air secara perlahan-lahan, praktis FI IV
tidak larut dalam etanol
Terbentuk endapan merah tembaga (I) oksida USP 34
Terbentuk endapan merah tembaga (I) oksida BP 2015
Identifikasi (R) Terbentuk endapan merah tembaga (I) oksida EP EDISI 7
Terbentuk endapan merah tembaga (I) oksida JP 2015
Terbentuk endapan merah tembaga (I) oksida FI IV
Absorban 400 nm tidak lebih dari 0,04 USP 34
Absorban 210 nm–220 nm tidak lebih dari 0,25
Absorban 270 nm-300 nm tidak lebih dari 0,07
Absorban 400 nm tidak lebih dari 0,04 BP 2015
Absorban 210 nm–220 nm tidak lebih dari 0,25
Absorban 270 nm-300 nm tidak lebih dari 0,07
Absorban 400 nm tidak lebih dari 0,04 EP EDISI 7
Absorbansi Absorban 210 nm–220 nm tidak lebih dari 0,25
Absorban 270 nm-300 nm tidak lebih dari 0,07
Absorban 400 nm tidak lebih dari 0,04 JP 2015
Absorban 210 nm–220 nm tidak lebih dari 0,25
Absorban 270 nm-300 nm tidak lebih dari 0,07
Absorban 400 nm tidak lebih dari 0,04 FI IV
Absorban 210 nm–220 nm tidak lebih dari 0,25
Absorban 270 nm-300 nm tidak lebih dari 0,07
Antara 54,40 dan 55,90, dihitung terhadap zat anhidrat USP 34
Antara 54,40 dan 55,90, dihitung terhadap zat anhidrat BP 2015
Rotasi Jenis Antara 54,40 dan 55,90, dihitung terhadap zat anhidrat EP EDISI 7
Antara 54,40 dan 55,90, dihitung terhadap zat anhidrat JP 2015
Antara 54,40 dan 55,90, dihitung terhadap zat anhidrat FI IV
Wadah Penyimpanan Disimpan pada wadah tertutup rapat USP 34
Disimpan pada wadah tertutup rapat BP 2015
Disimpan pada wadah tertutup rapat EP EDISI 7
Disimpan pada wadah tertutup rapat JP 2015
Disimpan pada wadah tertutup rapat FI IV
52

Lanjutan spesifikasi bahan baku laktosa


PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA
Tidak lebih dari 0,4 mL NaOH 0,1 N USP 34
Tidak lebih dari 0,4 mL NaOH 0,1 M BP 2015
Keasaman dan
Tidak lebih dari 0,4 mL NaOH 0,1 M EP EDISI 7
kebasaan (R)
Tidak lebih dari 0,4 mL NaOH 0,1 M JP 2015
Tidak lebih dari 0,4 mL NaOH 0,1 M FI IV
Antara 4,5% dan 5,5% USP 34
Antara 4,5% dan 5,5% BP 2015
Kadar air (R) Antara 4,5% dan 5,5% EP EDISI 7
Antara 4,5% dan 5,5% JP 2015
Antara 4,5% dan 5,5% FI IV
Sisa Pemijaran Tidak lebih dari 0,1 % USP 34
Tidak lebih dari 0,1 % BP 2015
Tidak lebih dari 0,1 % EP EDISI 7
Tidak lebih dari 0,1 % JP 2015
Tidak lebih dari 0,1 % FI IV
PH (10% b/v dalam Rentang PH 3,0 – 7,0 USP 34
air ) (R) Rentang PH 3,0 – 7,0 BP 2015
Rentang PH 3,0 – 7,0 EP EDISI 7
Rentang PH 3,0 – 7,0 JP 2015
Rentang PH 3,0 – 7,0 FI IV
Tidak lebih dari 0,1% USP 34
Tidak lebih dari 0,1% BP 2015
Tidak lebih dari 0,2 % EP EDISI 7
Abu Sulfat
Tidak lebih dari 0,1% JP 2015
Tidak lebih dari 0,1% FI IV
Tidak lebih dari 0,5 ppm USP 34
Timbal Tidak lebih dari 0,5 ppm BP 2015
Tidak lebih dari 0,5 ppm EP EDISI 7
Tidak lebih dari 0,5 ppm JP 2015
Tidak lebih dari 0,5 ppm FI IV
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per g; USP 34
Batas Mikroba (R) angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per g dan
tidak boleh mengandung Escherichia coli.
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per g; BP 2015
angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per g dan
tidak boleh mengandung Escherichia coli.
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per g; EP EDISI 7
angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per g dan
tidak boleh mengandung Escherichia coli, Salmonella sp,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Clostridia, Candida albicans
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per g; JP 2015
angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per g dan
tidak boleh mengandung Escherichia coli
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 100 per g; FI IV
angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 50 per g dan
tidak boleh mengandung Escherichia coli.
53

SPESIFIKASI BAHAN BAKU MAGNESIUM STEARAT


Formula : C36H70MgO4
Berat Molekul (BM) : 591,27
Sinonim : Magnesium Stearat, Magnesium Salt, Octadecanoic acid
PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA
Serbuk halus, licin, berwarna putih USP 34;
Putih, sangat halus, ringan, dan berminyak ketika BP 2015
disentuh
Putih, sangat halus, ringan, dan berminyak ketika EP EDISI 7
Pemerian (R) disentuh
Putih, sangat halus, ringan, dan berminyak ketika JP 2015
disentuh
Serbuk halus, putih dan voluminous, bau lemah khas, FI IV
mudah melekat pada kulit, bebas dari butiran
Tidak larut dalam air dan alkohol USP 34
Tidak larut dalam air dan alkohol BP 2015
Kelarutan Tidak larut dalam air dan alkohol EP EDISI 7
Tidak larut dalam air dan alkohol JP 2015
Tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter FI IV
Klorida Kekeruhan yang terbentuk pada larutan uji tidak lebih USP 34
kuat dari larutan baku (1,4 mL HCl 0,002 N) USP 38
Tidak lebih dari 0,1% BP 2015
Tidak lebih dari 0,1% EP EDISI 7
Tidak lebih dari 0,1% JP 2015
Tidak lebih dari 0,1% FI IV
Keasaman dan Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL NaOH USP 34;
Kebasaan 0,1 N USP 38
Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL NaOH BP 2015
0,1 N
Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL NaOH EP EDISI 7
0,1 N Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL
NaOH 0,1 N
Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL NaOH JP 2015
0,1 N Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL
NaOH 0,1 N
idak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL NaOH FI IV
0,1 N Tidak lebih dari 0,05 mL HCl 0,1 N atau 0,05 mL
NaOH 0,1 N
Susut Pengeringan Tidak lebih dari 6,0% USP 34;
(R) Tidak lebih dari 6,0% BP 2015
Tidak lebih dari 6,0% EP EDISI 7
Tidak lebih dari 6,0% JP 2015
Tidak lebih dari 4,0% FI IV
Wadah Penyimpanan Disimpan pada wadah tertutup rapat USP 34
Disimpan pada wadah tertutup rapat BP 2015
Disimpan pada wadah tertutup rapat EP EDISI 7
Disimpan pada wadah tertutup rapat JP 2015
Disimpan pada wadah tertutup rapat FI IV
54

Lanjutan spesifikasi bahan baku magnesium stearat


PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA
Antara 4,0% dan 5,0% USP 38
Antara 4,5% dan 5,5% BP 2015
Kadar (R) Antara 4,5% dan 5,5% EP EDISI 7
Antara 4,5% dan 5,5% JP 2015
Antara 4,5% dan 5,5% FI IV
Tidak lebih dari 0,1% USP 38
Sulfat Tidak lebih dari 0,1% BP 2015
Tidak lebih dari 0,2 % EP EDISI 7
Tidak lebih dari 0,1% JP 2015
Tidak lebih dari 0,1% FI IV
Identifikasi (R) Terbentuk endapan kristal putih yang tidak larut dalam USP 38
amonium hidroksida 6 N
Terbentuk endapan putih saat ditambahkan amonium BP 2015
hidroksida, dan terbentuk Kristal putih saat ditambahkan
dinatrium hydrogen fosfat
Terbentuk endapan putih saat ditambahkan amonium EP EDISI 7
hidroksida, dan terbentuk Kristal putih saat ditambahkan
dinatrium hydrogen fosfat
Terbentuk endapan putih saat ditambahkan amonium JP 2015
hidroksida, dan terbentuk Kristal putih saat ditambahkan
dinatrium hydrogen fosfat
Terbentuk endapan putih saat ditambahkan amonium FI IV
hidroksida, dan terbentuk Kristal putih saat ditambahkan
dinatrium hydrogen fosfat
Timbal Tidak lebih dari 0,001% USP 38
Tidak lebih dari 10 ppm BP 2015
Tidak lebih dari 10 ppm EP EDISI 7
Tidak lebih dari 10 ppm JP 2015
Tidak Lebih dari 10 bpj FI IV
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per USP 34
Batas Mikroba (R) gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per USP 38
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella sp, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Clostridia, Candida albicans
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per BP 2015
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella sp
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per EP EDISI 7
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella sp
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per JP 2015
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella sp
Angka mikroba aerob total tidak lebih dari 1000 per FI IV
gram; angka jamur dan ragi total tidak lebih dari 100 per
gram dan tidak boleh mengandung Escherichia coli,
Salmonella sp
55

SPESIFIKASI BAHAN BAKU RIBOFLAVIN


Formula : C17H20N4O6
Berat Molekul (BM) : 376,37
Sinonim : Vitamin B2, Lactoflavin
PEMERIKSAAN PERSYARATAN PUSTAKA
Serbuk Kristal warna kuning hingga jingga, USP 34;
Serbuk Kristal berwarna kuning atau kuning jingga BP 2015
Pemerian (R) Serbuk Kristal berwarna kuning atau kuning jingga EP EDISI 7
Serbuk Kristal berwarna kuning atau kuning jingga JP 2015
Serbuk Kristal berwarna kuning atau kuning jingga FI IV
Sangat sukar larut dalam air dan alkohol USP 34;
Sangat sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam BP 2015
alkohol 96% dan eter
Sangat sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam EP EDISI 7
Kelarutan etanol 96%, terutama penambahan alkali
Sangat sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam JP 2015
alkohol 96% dan eter
Sangat sukar larut dalam air, praktis tidak larut dalam FI IV
alkohol 96% dan eter
Antara -1150 dan -1350 USP 34;
Antara -1150 dan -1350 BP 2015
Rotasi Jenis Antara -1150 dan -1350 EP EDISI 7
Antara -1150 dan -1350 JP 2015
Antara -1150 dan -1350 FI IV
Lumiflavin (R) Tidak lebih dari 0,025 USP 34
Tidak lebih dari 0,025 BP 2015
Tidak lebih dari 0,025 EP EDISI 7
Tidak lebih dari 0,025 JP 2015
Tidak lebih dari 0,025 FI IV
Tidak lebih dari 1,5% USP 34
Tidak lebih dari 1,5% BP 2015
Susut
Tidak lebih dari 1,5% EP EDISI 7
Pengeringan (R)
Tidak lebih dari 1,5% JP 2015
Tidak lebih dari 1,5% FI IV
98 – 102,0 % USP 34
Kadar (R) 98 – 102,0 % BP 2015
97 – 103,0% EP EDISI 7
98 – 102,0 % JP 2015
98 – 102,0 % FI IV
Identifikasi (R) Larutan berwarna kuning pucat kehijauan, berfluorensi USP 34
hijau kekuningan, yang dengan penambahan asam
mineral atau alkali fluorensi hilang
Larutan berwarna kuning pucat kehijauan, berfluorensi BP 2015
hijau kekuningan, yang dengan penambahan asam
mineral atau alkali fluorensi hilang
Larutan berwarna kuning pucat kehijauan, berfluorensi EP EDISI 7
hijau kekuningan, yang dengan penambahan asam
mineral atau alkali fluorensi hilang
Larutan berwarna kuning pucat kehijauan, berfluorensi JP 2015
hijau kekuningan, yang dengan penambahan asam
mineral atau alkali fluorensi hilang
Larutan berwarna kuning pucat kehijauan, berfluorensi FI IV
hijau kekuningan, yang dengan penambahan asam
mineral atau alkali fluorensi hilang

Anda mungkin juga menyukai