Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal dalam kehidupan.

Namun dapat menjadi patologis atau tidak normal sesuai dengan kondisinya. Bidan

sebagai tenaga medis terdepan ditengah masyarakat memegang peranan yang sangat

penting untuk dapat memberi pendidikan kepada masyarakat, sehingga dapat ikut serta

menurunkan angka kemantian ibu ( AKI ) dan angka kematian bayi ( AKB ). Dalam

melakukan asuhan pada kala I,II,III,dan IV harus diberikan sesuai dengan kebutuhan

klien.

Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Rata-rata lama kala III

berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara. Rata-rata kematian pada

ibu dialami pada kala III, salah satu penyebabnya adalah atonia uteri atau suatu kondisi

dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar

dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.

Keadaan ini dapat terjadi apabila uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah

dilakukan rangsangan taktil fundus uteri dan untuk mengatasinya segera dilakukan

kompresi bimanual internal ( KBI ) dan kompresi bimanual eksternal (KBE).

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua

wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum dan

sekuelenya. Walaupun angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-

negara berkembang, perdarahan post partum tetap merupakan penyebab kematian

maternal terbanyak dimana-mana.

1
erdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL setelah

persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan

dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post

partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai

perdarahan post partum sekunder.Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan

Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh

persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang

angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran

etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta

(16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan darah (0,5 – 0,8 %).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kompresi bimanual ?

2. Apa yang dimakasud dengan KBI, KBE dan KAA?

3. Apa penyebab/etiologi melakukan KBI, KBE dan KAA?

4. Apa patofisiologi dari melakukan KBI, KBE dan KAA?

5. Apa tanda dan gejala dari melakukan KBI, KBE dan KAA?

6. Bagaimana langkah dalam melakukan KBI dan KBE?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui maksud dari kompresi bimanual.

2. Untuk mengetahui maksud dari KBI, KBE dan KAA

3. Untuk mengetahui penyebab/etiologi dari KBI, KBE dan KAA

4. Untuk mengetahui patofisiologi dari melakukan KBI, KBE dan KAA

5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari melakukan KBI, KBE dan KAA

6. Untuk mengetahui bagaimana langkah dalam melakukan KBI dan KBE

2
D. Manfaat

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan

pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab perdarahan pada persalinan serta mengetahui

bagaimana cara penangananya dengan benar dan baik.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

1. Kompresi Bimanual

Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:

Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage

postpartum. Dinamakan demikian karena secara literature melibatkan kompresi uterus

diantara dua tangan.(varney,2004)

Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk

berkontraksi dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)

Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin.(depkes

RI,1997)

2. Kompresi Bimanual Interna (KBI)

Ada kalanya setelah kelahiran plasenta terjadi perdarahan aktif dan uterus

tidak berkontraksi walaupun sudah dilakukan menajemen aktif kala III. Dalam kasus

ini uterus tidak berkontraksi dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala III dalam

waktu 15 detik setelah plasenta lahir.

Tindakan atau penanganan yang dapat dilakukan adalah melakukan tindakan

kompresi bimanual interna,kompresi bimanual eksterna atau kompresi aorta

abdominalis. Sebelum melakukan tindakan ini harus dipastikan bahwa penyebab

perdarahan adalah atonia uteri,dan pastikan tidak ada sisa plasenta.

Proses penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan

dalam proses persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang

dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang

digunakan adalah aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti

kontraksi miometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi).

4
Kontraksi miometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang-cabang

pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.

Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan

postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak

lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.

Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc

dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH,

1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml

dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya

kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E

Dongoes, 2001).

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

 Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir

 Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi

perdarahan post partum :

a. Menghentikan perdarahan.

b. Mencegah timbulnya syok.

c. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari

seluruh persalinan.

Berdasarkan penyebabnya :

a. Atoni uteri (50-60%)

b. Retensio plasenta (16-17%)

c. Sisa plasenta (23-24%)

d. Laserasi jalan lahir (4-5%)

5
e. Kelainan darah (0,5-0,8%)

3. Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)

Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk

mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini

diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat

dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan

kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan.

Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi

bimanual eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk

penatalaksanaan atonia uteri. Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini,

waktu sangat penting, demikian juga kebersihan. sedapat mungkin,gantilah sarung

tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.

KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling

mendekatkan kedua telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah

yang keluar. Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan, pertahankan hingga

uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual

internal.

Prinsip Pelaksanaan Kompresi Bimanual :

1. Kaji ulang indikasi

2. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga

3. Cegah infeksi sebelum tindakan

4. Kosongkan kandung kemih

5. Pastikan perdarahan karena atonia uteri

6. Pastikan plasenta lahir lengkap

6
4. Kompresi Aorta Abdominal (KAA)

Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan

perdarahan secara mekanik. Proses mekanika yang digunakan adalah dengan aplikasi

tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi meometrium (yang untuk

sementara waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi meometrium dibutuhkan untuk

menjepit anyaman cabang- cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya.

Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual eksterna) atau dari dalam (kompresi

bimanual interna), tergantung tahapan upaya mana yang memberikan hasil atau dapat

mengatasi perdarahan yang terjadi. Bila kedua upaya tersebut belum berhasil, segera

lakukan usaha lanjutan, yaitu kompresi aorta abdominalis.

Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta abdominalis tidak

ada, kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga aorta benar-benar tertutup

untuk sementara waktu sehingga perdarahan karena otonia uteri dapat di kurangi.

Tata cara komperesi aorta abdominalis:

a. Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan

tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.

b. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu

banyak kekurangan darah.

c. tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara

sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara

intravena.

7
B. Etiologi/Penyebab dilakukan KBI, KBE dan KAA

Tindakan kompresi bimanual interna, eksterna dan kompresi aorta abdominal ini

dilakukan apabila adanya perdarahan, perdarahan postpartum disebabkan oleh :

– Atonia Uteri

Kegagalan uterus untuk berkontraksi.

– Sisa Plasenta dan selaput ketuban

– Inversio Uteri

Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya

masuk ke dalam kavum uteri.

C. Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan

sirkulasi ke pembuluh, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus

menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna hal inilah

yang menyebabkan perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti

epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan

karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit perdarah pada ibu; misalnya afibrinogemia

atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses

pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan

yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir

adalah:

a. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).

1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.

2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.

8
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang

lemah tersebut menjadi kuat.

b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).

1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.

2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.

Penanganannya : ambil spekulum dan cari robekan.

Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika, uterus mengeras tapi perdarahan

tidak berkurang. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri biasanya dapat terjadi

karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum, karena

perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab

terpenting perdarahan postpartum.

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang

berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan

yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila

ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah

sementara plasenta belum lepas dari rahim.

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila

perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak

darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri,

rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada

kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan

seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami

perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan

yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan

didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.

9
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian

perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan

yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke

dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat,

dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero

vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi

penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh

nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau

adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan

kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian

plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk

segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih

atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.Sehingga untuk

mengatasi perdarahan tersebut diatas harus dilakukan Kompresi Bimanual Interna

apabila tidak berhasil lakukan Kompresi Bimanual Eksterna apabila kedua tindakan

tersebut tidak berhasil dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis.

D. Tanda dan Gejala dari melakukan KBI, KBE dan KAA

Gejala Klinis umum yang terjadi untuk dilakukannya tindakan KBI dan KBE adalah

kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea

berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan

darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a) Atonia Uteri:

10
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera

setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat

dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

b) Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh

darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera.

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus

tidak berkurang.

c) Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali

pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat

E. PENATALAKSANAAN KBI DAN KBE DAN KAA

1. Persiapan

Tempat : Ruangan tertutup ,aman, tenang dan nyaman

 Alat

a. Lembar informed consent ( persetujuan )

b. Phantom panggul

c. Phantom uterus

d. Sarung tangan DTT/steril (4 pasang).

e. Kapas dan air DTT dalam kom

f. Alas bokong dan alas penutup perut bawah.

g. Larutan antiseptik.

h. Obat-obatan uterotonika, koagulan

11
i. Set infus, jarum dan cairan RL, NaCl

j. Kasa dan plester

k. Cateter nelaton

l. Tabung dan jarum suntik 5 ml dan

m. Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB).Oksitosin 20 IU (2 ampul).Ergometrin

0,20 mg/ml.

n. Set infus (jarum ukuran 16 atau 18).

o. Cairan infus (ringer Laktat 3 botol)Misoprostol 600-1000mcg.

p. Oksigen dan regulator

q. Tensimeter dan stetoskop.

r. Nierbekken/bengkok.

s. Gunting verband.

t. Korentang dan tempatnya

u. Lampu sorot.

 Bahan

a. Perlengkapan ibu: kain panjang, pembalut wanita.

b. Pelindung pribadi: penutup kepala, kaca mata pelindung, alas kaki tertutup,

apron/celemek plastik.

c. Tempat sampah medis,

d. Bak Dekontaminasi (klorin 0,5%).

e. Perlak/underpad.

2. Pasien :

Pasien sudah mengerti dengan tindakan yang akan dilakukan. Ia mengerti bahwa

tindakan dilakukan karena uterusnya tidak berkontraksi dengan baik, keluarga

sudah memahami peran sertanya untuk tindakan kompresi bimanual eksterna.

12
3. Penolong : Siap melakukan kompresi bimanual interna, Kedua tangan sudah

memakai sarung tangan DTT.

4. Prosedur :

a. Langkah-langkah Kompresi Bimanual Interna (KBI)

1. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan oleh pasien serta keluarga,

dan melakukan informed concent.

2. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan

3. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur dan memakai APD

4. Melakukan vulva hygiene dengan kapas dan air DTT

5. Mengosongkan kandung kemih pasien

6. Melakukan pemeriksaan dengan benar sehingga dapat dipastikan bahwa

perdarahan ini disebabkan oleh atonia uteri.

7. Lakukan Dengan Segera Kompresi Bimanual Interna (KBI).

8. Penolong berdiri di depan vulva.

9. Membasahi tangan kanan dengan larutan antiseptik.

10. Menyisihkan kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari

telunjuk.

11. Memasukkan tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina

(bila perlu berikan analgesik).

12. Mengubah tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran

punggung jari telunjuk hingga kelingking pada forniks inferior dan dorong

segmen bawah rahim ke kranioanterior.

13. Meletakkan telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk

mencakup bagian belakang korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.

13
14. Melakukan kompresi uterus selama 5 menit dengan cara mendekatkan

telapak tangan luar dengan kepalan tangan dalam forniks anterior.

15. Mempertahankan posisi demikian bila perdarahan berhenti, hingga

kontraksi uterus benar-benar membaik kemudian lanjutkan langkah

berikutnya.

16. Amati apakah uterus berkontraksi, jika :

 YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan

perlahan-lahan lalu pantau kala IV dengan ketat.

 TIDAK, maka lanjutkan langkah berikutnya.

17. Meminta keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.

Keluarkan perlahan-lahan tangan kanan dengan mengubah kepalan

menjadi tangan obstetrik.

18. Memasukkan kedua tangan ke dalam wadah yang sudah berisi larutan

klorin 0,5% lalu bersihkan sarung tangan.

19. Mengajarkan keluarga cara melakukan KBE (Kompresi Bimanual

Eksterna), kemudian minta keluarga melakukan KBE sementara bidan

memsang infus dan memberikan obat uterotonika.

b. Langkah-langkah Kompresi Bimanual Eksterna (KBE)

Cara melakukan KBE adalah sebagai berikut :

1. Penolong berdiri menghadap sisi kanan pasien.

2. Tekan ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis

dan umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah

dinding abdomen.

3. Meletakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian

belakang dan dorong uterus ke arah korpus depan.

14
4. Menggeser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus

sehingga telapak tangan dapat menekan korpus uterus bagian depan.

5. Melakukan kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang

dan dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan

tangan belakang dan depan).

6. Perhatikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut

hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum

berhenti, lanjutkan pertolongan berikutnya.

7. Memberikan Ergometrin 0,2 mg IM atau Misoprostol 600-1000 mcg per

rektal.

Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.

8. Memasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan

Oksitosin 20 unit dalam 500 ml Ringer Laktat, habiskan 500 cc pertama

secepat mungkin.

9. Amati perkembangannya, apakah uterus berkontraksi. Jika :

 YA, maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.

 TIDAK, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.

c. Langkah-langkah Kompresi Aorta Abdominal (KAA)

1. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang apa yang akan dilakukan dan lakukan

informed concent

2. Memberikan dukungan pada ibu

3. Baringkan ibu di atas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi

penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul

penolong.

15
4. Tungkai diletakan pada dasar yang rata ( tidak menggunakan penopang kaki )

dengan sedikit fleksi pada artikulasio koksae

5. Memakai celemek dan melakukan cuci tangan

6. Memakai sarung tangan DTT / steril

7. Raba artikulasi arteri femoralis dengan jalan meletakan ujung jari telunjuk dan

tengah tangan kanan pada lipatan paha yaitu pada perpotongan garis lipat paha

dengan garis horizontal yang melewati titik 1 cm diatas dan sejajar dengan tepi

atas simpisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri tersebut teraba dengan baik.

8. Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi

tersebut

9. kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis

dan kelingking pada umbilikus ke arah kulumna vertebralis dengan arah tegak

lurus ( titik kompresi adalah tepat di atas pusar sedikit dan sedikit ke arah kiri ).

Pertahankan selama 5-7 menit.

10. Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah atau

sumbu badan ibu, dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta

abdominalis maka pulsasi arteri femoralis ( yang dipantau dengan jari telunjuk,

dan tengah tangan kanan ) akan berkurang atau terhenti ( tergantung derajat

tekanan pada aorta )

11. Lepaskan tekanan pada dinding perut

Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi

arteri femoralis )

12. Dekontaminasi sarung tangan yang telah digunakan

13. Cuci tangan

14. Memantau perdarahan dan tanda-tanda vital secara ketat

16
 Amati perkembangannya, apakah uterus berkontraksi. Jika :

 YA, maka pantau pasien dengan seksama selama kala IV.

 TIDAK, maka lanjutkan ke langkah berikutnya.

15. Segera merujuk pasien

16. Mendampingi pasien ke tempat rujukan

17. Melakukan infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat dengan laju 500

ml/jam hingga tiba di empat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus,

kemudian lanjutkan dengan kecepatan 125 ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang

cukup, beri 500 ml kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk

rehidarasi.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tindakan Kompresi Bimanual Interna ini dapat di lakukan jika terjadi perdarahan, yang

disebabkan karena ada

nya atonia uteri, sisa plasenta yang tertinggal dan inversio uteri. Tindakan Kompresi

Bimanual InternaL ini adalah dimana tangan kiri penolong dimasukan ke dalam vagina dan

sambil membuat kepalan diletakan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada

perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di

depan serta jari-jari lain di belakang uterus. Oleh karena itu, Kompresi ini harus dilakuakn

dengan segera agar perdarahan pada ibu bersalin dapat terhentikan dengan secepat mungkin.

Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan

perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus

dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan

sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah

perdarahan.

KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah

telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan

berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila

belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.

Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan beberapa cara

yaitu Tata cara komperesi aorta abdominalis : Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus

dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit. Lepaskan tekanan

sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan

18
darah.Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga

tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,

oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dalam

pembuatan makalah ini kami tidak luput dari kesalahan.

Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

teman-teman. Amin.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://kebidanan-wh.blogspot.com/2017/01/job-sheet-penanganan-atonia-uteri.html

http://ilmu-pasti-pengungkap-kebenaran.blogspot.com/2011/12/makalah-

manualplasenta.html.

Primayufi,Delfi. 2013. KBI dan KBE.http://delfiprimaputri.blogspot.com /2013/05/kbi-dan-

kbe.html.Online.Minggu 16 Maret 2013

20

Anda mungkin juga menyukai