Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS WAKTU TUNGGU OPERASI ELEKTIF PASIEN RAWAT INAP DI

INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS TAHUN


2014

Anasatia Nuansa Fitri

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia

anasatia.nuansa@yahoo.com

Abstrak

Analisis waktu tunggu operasi elektif memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan khususnya untuk pasien operasi elektif. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui rata-rata waktu tunggu operasi elektif pasien khususnya dari rawat inap dan
untuk mengetahui penyebab lamanya waktu tunggu dilihat dari input, proses dan output. Jenis
penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan desain cross-sectional. Pengumpulan
data dilakukan dengan pengamatan, pencatatan waktu, telaah dokumen dan wawancara
mendalam. Waktu tunggu dihitung 2 kali, yaitu ketika pasien di poliklinik dan ketika pasien
di rawat inap. Hasil penelitian didapatkan rata-rata waktu tunggu operasi elektif (dari
poliklinik) yaitu 5.39 hari, dan 0.32 hari (dari rawat inap). Lamanya waktu tunggu operasi
elektif dipengaruhi oleh kekurangan kamar perawatan, kamar dan alat operasi, kekurangan
SDM medis operasi, serta kondisi fisik pasien. Kesimpulan pada penelitian ini adalah waktu
tunggu operasi elektif pasien rawat inap masih cukup lama, yaitu 5.39 hari yang melebihi
standar SPM Rumah Sakit.
Kata Kunci: operasi, operasi elektif, waktu tunggu.

Abstract

The purpose of analysis of waiting time for elective surgery is to improve hospitals’s
quality in service especially for elective surgery patients. This research is done to measure the
average waiting time for elective surgery of inpatient and to know the factors influencing the
wait time, measured from the input, process and output. This research is a qualitative and
quantitative research with cross-sectional design. Data collecting is done by observating, time
writing, document analysis and indepth interview. Waiting time is measured 2 times, first is
when the patient is at outpatient unit and the second is when the patient is at inpatient unit.
The result states that the average waiting time (from outpatient unit) is 5,39 days while from
inpatient unit is 0.32 days. Waiting time for elective surgery is influenced by these factors:
lack of nursing room, operating room and operating tools; lack oh medikal human resource;
and patient’s physical condition. The summary of this research is that waiting time for
elective surgery of inpatients is still considerably long, which is 5.39 days.

Key Words: elective surgery, surgery, waiting time.

Universitas Indonesia 1
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Pendahuluan

Kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia yang hidup di dunia. Negara Republik
Indonesia menjamin kesehatan masyarakatnya sebagaimana yang tercantum pada Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Berbagai upaya dilakukan oleh
pemerintah untuk menjamin agar tiap-tiap penduduk Indonesia memiliki akses yang mudah
terhadap kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin
kesehatan masyarakat adalah dengan diselenggarakannya Jaminan Kesehatan Nasional pada
tahun 2014.

Rumah sakit khususnya rumah sakit pemerintah memiliki kewajiban untuk menjadi
anggota Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan
Nasional. Dampak dari penyelenggaraan JKN pada tahun 2014 adalah terjadinya peningkatan
jumlah pasien terutama jumlah pasien operasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Setiap
tahunnya di RS Kanker “Dharmais” memang terjadi peningkatan jumlah pasien operasi.
Namun antrian semakin bertambah sejak diselenggarakannya JKN pada tahun 2014. Berikut
merupakan pertumbuhan pasien operasi di RS Kanker “Dharmais”.

Tabel Pertumbuhan Pasien Operasi Tahun 2010-2013

REALISASI PENINGKATAN/
No. TAHUN TARGET PRESENTASE PENURUNAN
JML PASIEN (%)
(JML) (%)
1 2010 2397 2197 91,7
2 2011 2619 2294 87,6 4,42%
3 2012 2419 2343 96,9 2,14%
4 2013 2481 3067 123,7 30,9%
Sumber: Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”

1000  

800  

600  

400  

200  

0  
Oktober  13   Nopember   Desember   Januari  14   Februari  14   Maret  14  
13   13  
Kemoterapi   Operasi   PKU  
Sumber: Data Seksi Admission RS Kanker “Dharmais” 2013-2014
Gambar Kenaikan Jumlah Pasien Operasi Setelah Pelaksanaan JKN

Universitas Indonesia 2
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa antrian pasien operasi meningkat setelah
dilaksanakannya JKN. Antrian dalam hal ini merupakan jumlah pasien yang dijadwalkan
untuk dilaksanakan operasi per hari namun belum dilaksanakan. Adapun penjadwalan operasi
dilakukan oleh dokter tanpa melihat kelengkapan administrasi pasien operasi.

Tabel Realisasi Operasi per Hari Januari-Maret 2014

Januari Februari Maret (s.d tgl


20)
Rencana 14,05 15,8 18,21
Batal 3,76 4,95 7,5
Tambahan 2,71 3,6 4,29
Terlaksana 12,05 14,45 10,5
Sumber: Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”

Dapat disimpulkan pada triwulan pertama tahun 2014, rata-rata pelaksanaan operasi di
Instalasi Bedah Sentral per harinya yaitu sebanyak 14 kali. Dibandingkan dengan antrian
pasien operasi yang mencapai 110 orang per harinya, hal ini merupakan suatu gap atau
kesenjangan yang cukup besar. Artinya kapasitas operasi yang dapat dilaksanakan oleh rumah
sakit masih jauh mengalami kekurangan dibandingkan dengan antrian pasien yang ada. Selain
itu, rata-rata pembatalan operasi per hari hingga tanggal 20 Maret 2014 adalah 5 kali, dan
angka pembatalan harian per bulan mengalami kenaikan. Hal ini berpengaruh terhadap waktu
tunggu operasi elektif karena dengan dibatalkannya suatu operasi elektif menyebabkan waktu
tunggu yang semakin panjang. Maka dari itu, penulis ingin melakukan penelitian mengenai
analisis waktu tunggu operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” tahun 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran waktu
tunggu operasi elektif untuk pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker
“Dharmais” serta penyebab lamanya waktu tunggu tersebut.

Tinjauan Teoritis

1. Waktu Tunggu
Menurut Azwar (1993) yang dikutip dalam Mashuri (2012), waktu tunggu merupakan
salah satu dari aspek mutu menurut dimensi pasien. Waktu tunggu dapat bervariasi
berdasarkan saat memulai penelitian sampai dengan akhir penelitian. Waktu tunggu operasi

Universitas Indonesia 3
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
elektif menurut Indikator Kinerja Rumah Sakit Badan Layanan Umum 2013 adalah rata-rata
lama menunggu sebelum dioperasi elektif dalam hitungan hari. Waktu tunggu sebelum
operasi dihitung berdasarkan waktu tunggu pasien sejak diputuskan operasi elektif dan telah
dijadwalkan di kamar operasi sampai dilaksanakannya tindakan operasi elektif. Standar waktu
tunggu sebelum operasi elektif berdasarkan Indikator Kinerja RS BLU Tahun 2013 adalah 2
(dua) hari. Waktu tunggu operasi elektif menurut Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Miniman Rumah Sakit merupakan tenggang waktu yang dimulai dari
dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan.
Standar waktu tunggu berdasarkan SPM Rumah Sakit adalah ≤2 (dua) hari.

2. Faktor yang Mempengaruhi Waktu Tunggu


Menurut Siregar (2006) yang dikutip oleh Mashuri (2012), terdapat 5 (lima) hal yang
menyebabkan keterlambatan penanganan kasus prabedah, yaitu:

a. Birokrasi administrasi
b. Lamanya pemasangan instrumentasi prabedah
c. Penanganan pasien yang tidak terorganisir
d. Ketidaksiapan ruang perawatan
e. Lamanya penanganan/konsultasi anestesi

Dalam penelitian ini Siregar (2006), sebagaimana yang dikutip dalam Mashuri (2012),
menyebutkan bahwa penekanan bukanlah pada waktu (golden hour), tetapi pada
penanggulangan yang baik untuk mencapai hasil yang maksimal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Askar (2011), beberapa penyebab


keterlambatan operasi elektif di Instalasi Kamar Bedah adalah sebagai berikut:

a. Operator datang terlambat


b. Keterlambatan pelaksanaan operasi sebelumnya
c. Adanya operasi cito di kamar operasi yang sudah dijadwalkan untuk operasi
elektif sebelumnya
d. Pasien yang akan dioperasi terlambat diantar ke ruangan operasi dari kamar
perawatan. Hal ini dikarenakan persiapan operasi yang belum selesai, yaitu
persiapan medis.
e. Pasien menunggu kedatangan keluarga
f. Problem manajerial

Universitas Indonesia 4
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mashuri (2012), waktu tunggu persiapan
operasi cito berhubungan erat dengan beberapa factor sebagai berikut:

a. Persetujuan operasi
b. Kesiapan SDM di kamar operasi
c. Kesiapan peralatan operasi

Selanjutnya, berdasarkan penelitian yang dilakukan Mashuri, terdapat beberapa factor


yang berhubungan dengan lamanya persetujuan operasi dari keluarga atau penanggungjawab.
Untuk pasien umum, persetujuan keluarga dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan yang
berlawanan dengan informasi yang diberikan oleh dokter atau petugas rumah sakit. Sementara
untuk pasien jaminan, persetujuan operasi dipengaruhi oleh prosedur-prosedur yang
disyaratkan oleh penjamin.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan desain


penelitian cross sectional. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk menghitung rata-rata waktu
tunggu operasi elektif pasien rawat inap peserta BPJS mulai dari penetapan tanggal sampai
dilaksanakan operasi di Instalasi Bedah Sentral. Sementara pendekatan kualitatif dilaksanakan
untuk menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan lama waktu
tunggu operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral.

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer didapat dari pencatatan terhadap dokumen registrasi dan pelaksanaan
operasi pasien di bagian administrasi Instalasi Bedah Sentral serta rekam medik pasien yang
kemudian menjadi acuan untuk menghitung waktu tunggu. Selain itu data primer juga
diperoleh dari wawancara mendalam dengan informan yang telah dipilih oleh peneliti untuk
mendapatkan informasi mendalam mengenai faktor yang berhubungan dengan waktu tunggu
operasi elektif berdasarkan pengalaman dan pemikiran pribadi dari informan. Data sekunder
didapat dari telaah dokumen bagian Admission dan Instalasi Bedah Sentral.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap yang dilakukan operasi
elektif di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dalam 1 bulan. Pada
penelitian ini, populasi yang termasuk berjumlah 295 orang, didapat dari rata-rata pelaksanaan

Universitas Indonesia 5
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
operasi elektif untuk pasien rawat inap peserta BPJS per bulan terhitung dari Januari-April
2014. Perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

!
!=
1 + !(!)!

Dimana n merupakan jumlah sampel yang diperlukan, N adalah jumlah populasi, serta
e adalah persentasi kelonggaran ketidaktelitian akibat kesalahan pengambilan sampel, yaitu
0,1 (10%). Dengan menggunakan rumus tersebut, didapatkan sampel sebanyak 75. Untuk
menutupi kemungkinan kesahalah, maka peneliti menambah sampel menjadi 82 pasien.

Untuk penelitian kualitatif, informan dipilih berdasarkan purposive sampling, artinya peneliti
menentukan siapa dan berapa orang yang dipilih menjadi informan berdasarkan prinsip
Adequacy (Kecukupan) dan Appropriateness (Kesesuaian).

a. Adequacy (Kecukupan)
Informasi yang diperoleh mencakup keseluruhan fenomena yang berkaitan dengan
topik dan masalah penelitian, oleh karena itu harus memenuhi karakteristik yang
berkaitan dengan penelitian.
b. Appropriateness (Kesesuaian)
Informan dipilih berdasarkan tingkat pengetahuan sesuai dengan topik atau fenomena
yang diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan 8 (delapan) orang informan dalam
wawancara mendalam sebagai berikut:

1. Kepala Instalasi Bedah Sentral : 1 orang


2. Wakil Kepala Instalasi Bedah Sentral : 1 orang
3. Kepala Ruang Perawatan Operasi : 1 orang
4. Kepala Seksi Admission : 1 orang
5. Petugas Admission : 2 orang
6. Petugas Administrasi Instalasi Bedah Sentral : 2 orang
Jumlah : 8 orang
Untuk penelitian yang bersifat kualitatif, upaya menjaga validitas data dilakukan
dengan metode triangulasi. Terdapat beberapa metode triangulasi, yaitu triangulasi sumber,
triangulasi metode dan triangulasi data. Pada penelitian ini, peneliti melakukan semua metode
triangulasi untuk menjaga keabsahan data.

Universitas Indonesia 6
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
1. Triangulasi Sumber
Peneliti menggunakan beberapa sumber dalam penelitian ini, yakni telaah
dokumen dan dibandingkan dengan fakta yang ada. Peneliti mencocokkan data
yang ada pada dokumen dengan hasil wawancara mendalam terhadap informan
penelitian.
2. Triangulasi Metode
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan telaah dokumen,
wawancara mendalam serta observasi untuk melihat apakah data yang diperoleh
konsisten atau tidak.

Hasil Penelitian

Sampel pada penelitian ini terdiri atas 82 pasien rawat inap yang dilaksanakan operasi
elektif di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker “Dharmais”. Adapun karakteristik sampel adalah
sebagai berikut.
Tabel Karakteristik Pasien Berdasarkan Kelas Perawatan

Kelas Perawatan Frekuensi Persen


VVIP 1 1,2
VIP 5 6,1
I 9 11
II 7 8,5
IIIA 9 11
IIIB 21 25,6
Tulip I 3 3,7
Tulip II 13 15,9
Tulip III 14 17,1
Total 82 100

Berdasarkan table dapat dilihat bahwa pasien paling banyak berasal dari kelas
perawatan IIIB. Kelas perawatan ini merupakan kelas perawatan khusus untuk pasien BPJS
PBI. Dari tabel, jenis kamar perawatan Tulip merupakan kamar yang khusus menampung
pasien operasi di RS Kanker “Dharmais”. Berdasarkan jenis pembayaran, karakteristik sampel
adalah sebagai berikut:
Tabel Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Pembayaran

Universitas Indonesia 7
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Jenis  Pembayaran   Frekuensi   Persen  
Pribadi   10   12,2  
Perusahaan   4   4,9  
BPJS   68   82,9  
Total   82   100  

Dari tabel dapat dilihat bahwa pasien BPJS memiliki proporsi yang lebih banyak
dibanding pasien lainnya, yaitu 68 pasien atau 82,9% dari total sampel. Untuk penelitian
kualitatif, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap 8 orang informan yang
memiliki karakteristik sebagai berikut.

Tabel Karakteristik Informan Penelitian

No   Jabatan   Jenis  Kelamin   Pendidikan   Lama   Kode  


/Spesialisasi   Kerja   Informan  
1   Kepala  Instalasi  Bedah   Laki-­‐Laki   Bedah   26  Tahun   I1  
Sentral   Onkologi  
2   Kepala  Seksi  Admission   Perempuan   S2   20  Tahun   I2  
3   Wakil  Kepala  Instalasi   Laki-­‐Laki   S1   19  Tahun   I3  
Bedah  Sentral    
4   Kepala  Ruangan  Operasi   Perempuan   S1   21  Tahun   I4  
5   Petugas  Admission  1   Laki-­‐Laki   S1   21  Tahun   I5  
6   Petugas  Admission  2   Perempuan   SMA   17  Tahun   I6  
7   Petugas  Administrasi  IBS  1   Perempuan   SMA   21  Tahun   I7  
8   Petugas  Administrasi  IBS  2   Perempuan   S1   21  Tahun   I8  

Kesiapan SDM
Sumber daya manusia terkait operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral terdiri dari
petugas administrasi, dokter bedah dan anestesi serta perawat bedah dan perawat anestesi
dengan kuantitas sebagai berikut.
Tabel Jumlah Sumber Daya Manusia di IBS

No   SDM   Jumlah  
1   Petugas  Administrasi   3  
2   Dokter  Bedah   24  
3   Dokter  Anestesi   7  
4   Perawat  Bedah   16  
5   Perawat  Anestesi   7  

Petugas administrasi yang ada pada saat ini berjumlah 3 orang namun pada saat
pengumpulan data, peneliti hanya melihat 2 orang petugas administrasi dan berdasarkan

Universitas Indonesia 8
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
wawancara, informan mengatakan bahwa 1 orang petugas tengah cuti karena sakit. Perawat
bedah pada saat ini berjumlah 16 orang dan perawat anestesi berjumlah 7 orang. Jumlah
perawat yang ada dirasa masih kurang terutama untuk perawat anestesi. Berdasarkan
observasi, kamar yang aktif berjumlah 5. Apabila 5 kamar digunakan pada saat bersamaan,
dibutuhkan minimal 5 perawat anestesi dan 10 sampai 15 perawat bedah karena untuk 1
tindakan membutuhkan 1 perawat anestesi dan 2 sampai 3 perawat bedah yang mendampingi
dokter bedah maupun dokter anestesi. Belum memperkirakan ada kemungkinan perawat yang
libur atau tidak masuk dan waktu yang dibutuhkan untuk turn over setiap tindakan, sehingga
jumlah yang ada pada saat ini dirasa terbatas.
Kekurangan perawat yang ada sangat dirasakan ketika ada perawat yang libur atau ada
perawat yang mengikuti acara seperti pelatihan akreditasi, sehingga operator yang harusnya
memiliki perawat pendamping bedah hanya didampingi oleh perawat keliling atau perawat
instrument. Jumlah dokter yang ada, baik dokter bedah maupun dokter anestesi yang ada juga
masih dirasa kurang. Hal ini terutama karena dokter juga harus melayani pasien di poliklinik
RS Kanker “Dharmais”.
Kekurangan SDM yang ada pada saat ini menyebabkan seringnya terjadi lembur di
Instalasi Bedah Sentral. Rumah Sakit belum memberlakukan sistem shift di IBS karena
dianggap sistem shift belum diperlukan di IBS. Namun pada kenyataan yang ada, lembur
seringkali terjadi di IBS. Setelah diberlakukan pembatasan 15 operasi per hari, informan
mengatakan seharusnya bisa ditangani dengan baik dan lembur dapat ditekan. Salah satu
penyebab terjadinya lembur selain kekurangan SDM adalah kurangnya manajemen waktu
beberapa SDM. Seringkali terjadi operasi yang seharusnya dilaksanakan pada jam tertentu,
dapat mundur 1 sampai 2 jam berkutnya karena maish menunggu SDM pelaksana operasi.
Kejadian lembur dapat ditekan dengan kedisiplinan SDM yang ada terhadap waktu, karena
pada jadwal operasi per hari sudah diperhitungkan waktu pelaksanaan operasi dan jeda yang
diperlukan.
Menurut Ilyas (2004), ketersediaan SDM yang cukup dan diikuti dengan kualitas yang
tinggi, professional sesuai dengan fungsi dan tugasnya merupakan salah satu indicator
keberhasilan rumah sakit yang efektif dan efisien. Kurangnya jumlah SDM yang ada di
Instalasi Bedah Sentral dapat mempengaruhi proses pelayanan terhadap pasien, yang
menyebabkan tidak optimalnya pelayanan kepada pasien. Menurut Giddings (2005) dan
Hanaffi (2005) yang dikutip oleh Anggita (2012), masalah jumlah SDM yang tidak sesuai
dengan kebutuhan bisa mempengaruhi waktu tunggu. Menurut observasi dan wawancara yang
telah dilakukan oleh penulis, masalah kekurangan SDM memiliki pengaruh terhadap waktu

Universitas Indonesia 9
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
tunggu namun tidak signifikan. Kekurangan SDM berdampak pada mundurnya pelaksanaan
operasi dan terganggunya proses di dalam kamar operasi.
Kualitas SDM yang ada di IBS sudah sesuai dengan persyaratan secara kualitatif yaitu
SDM yang sudah memiliki pengalaman yang dan keterampilan yang cukup terkait
pembedahan atau anestesi. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan SDM yang ada adalah dengan pelatihan dan pendidikan. Instalasi Bedah Sentral
mengadakan pelatihan rutin setiap tahunnya yang bersifat wajib, yaitu Advanced Cardiac Life
Support (ACLS) dan Basic Cardiac Life Support (BCLS). Namun informan mengeluhkan
bahwa pelatihan yang ada pada saat ini dirasa masih kurang. Karena keterbatasan dana, tidak
semua perawat dapat mengikuti pelatihan tersebut setiap tahun, perawat yang sudah
mengikuti di tahun sebelumnya tidak diikutkan dalam pelatihan di tahun berikutnya. Selain
pelatihan yang ada, masih dibutuhkan seminar ataupun symposium untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan perawat. Oleh karena tidak adanya anggaran diklat untuk
perawat di IBS, sampai saat ini perawat yang ada belum bisa mengikuti symposium dan
seminar. Untuk mengatasi keterbatasan dana, pihak IBS sudah mencari sponsor untuk
mengadakan pelatihan rutin setiap tahun.
Persiapan Administrasi
Gambar Flowchart Alur Administrasi Pasien

  Poliklinik umum
jaminan  

APJ Kasir

Admission

Rawat  Inap

Mendapat  jadwal  di  Administrasi  IBS

Pelaksanaan  Operasi  di  IBS

Rawat  Inap HCU/ICU

Universitas Indonesia 10
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Berdasarkan observasi yang dilakukan dan wawancara mendalam terhadap informan,
perbedaan administrasi yang harus dilengkapi oleh pasien BPJS dengan pasien lainnya adalah
berkas STBO. Untuk pasien BPJS atau jaminan lainnya, harus melakukan pengurusan STBO
ke bagian Administrasi Pasien Jaminan (APJ) untuk mendapatkan stempel. Sementara untuk
pasien umum, pengurusan biaya dilakukan di kasir dan kemudian akan diberikan surat
keterangan oleh kasir.
Berdasarkan wawancara, untuk pendaftaran di admission, pasien harus menyerahkan
surat pengantar rawat dari dokter serta STBO yang sudah diberi stempel atau surat bukti
pembayaran dari kasir. Sementara untuk pendaftaran di administrasi IBS pasien harus ada
STBO serta SIT baru bisa dimasukkan ke daftar pasien operasi. Menyertakan lembar STBO
pada saat pendaftaran di administrasi IBS bersifa wajib sehingga pasien tidak bisa didaftarkan
untuk operasi apabila belum memiliki STBO. Informan menyatakan bahwa kebijakan bahwa
pasien yang akan mendaftar harus memiliki STBO terlebih dahulu diterapkan mulai bulan
Mei 2014. Penetapan kebijakan ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pembatalan
operasi yang cukup banyak sebelum diberlakukannya kebijakan tersebut. Sebelumnya masih
terdapat kejadian dimana operator meminta agar pasiennya dimasukkan dalam daftar operasi
padahal pasien tersebut belum ada STBO. Kejadian lain adalah terkadang operator
menginginkan pasien dilaksanakan operasi pada hari itu juga, namun terpaksa ditolak karena
pasien belum memiliki STBO dan belum melengkapi persyaratan medis. Informan
menyatakan bahwa IBS sudah berupaya meminimalisir masalah tersebut dengan memberikan
pengertian kepada operator mengenai persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh
pasien sebelum bisa dilaksanakan operasi.  
Persiapan Medis
Beberapa persiapan medis yang dilakukan terhadap pasien sebelum operasi adalah
sebagai berikut:
1. Konsultasi Jantung
2. Konsultasi Anestesi
3. Pemeriksaan Radiologi
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Persiapan Saluran Pencernaan dan Pernapasan
Adapun persiapan medis yang harus dilakukan oleh masing-masing pasien itu berbeda
tergantung pada tingkat kompleksitas operasi dan risiko anestesi pasien. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sangkot (2010), beberapa faktor yang menyebabkan
perubahan jadwal operasi elektif adalah kondisi klinis pasien serta pasien masih memerlukan

Universitas Indonesia 11
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
pemeriksaan lain. Pada penelitian ini, informan mengatakan bahwa persiapan medis pasien
tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap waktu tunggu operasi elektif. Persiapan medis
yang harus dilalui oleh pasien biasanya dapat diselesaikan dalam 1 hari. Namun masih ada
kejadian dimana pasien dibatalkan operasi akibat kondisi fisik pasien yang menurun. Hal ini
merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari atau diperkirakan.
SOP dan Kebijakan
Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti sudah melihat adanya SOP tertulis yang
berbentuk buku di bagian Admission namun belum ada di bagian administrasi IBS. SOP yang
ada di IBS terpusat berada di ruangan kepala instalasi. Berdasarkan wawancara, ada petugas
yang tidak mengetahui tentang SOP tertulis dan ada yang sudah mengetahui adanya SOP
tertulis. Informan yang ada juga sudah mengerti tugas dan aturan kerja masing-masing sesuai
dengan SOP yang ada. Untuk bagian Admission, petugas sudah mengetahui persyaratan apa
saja yang harus dipenuhi oleh pasien untuk dimasukkan dalam daftar tunggu kamar.
Sementara untuk bagian administrasi sudah mengetahui kebijakan dan SOP apa saja terkait
pendaftaran pasien operasi. Hal ini membuktikan bahwa SOP yang ada telah disosialisasikan
dan diterapkan oleh petugas yang ada.
Dalam penerapannya, masih terdapat pihak-pihak yang tidak mematuhi kebijakan dan
SOP yang ada. Masih ada operator yang tetap ingin mendaftarkan pasien untuk operasi tanpa
ada berkas STBO padahal sudah ada kebijakan terkait pendaftaran pasien di IBS. Upaya yang
dilakukan oleh IBS untuk meminimalisir kejadian tersebut adalah dengan memberikan
peringatan lisan mengenai SOP dan kebijakan yang ada. Untuk evaluasi, IBS belum memiliki
tools dan belum melakukan evaluasi secara tertulis terhadap ketepatan pelaksanaan SOP yang
ada. Evaluasi yang dilakukan selama ini masih berupa observasi dan pengamatan terhadap
pekerjaan sehari-hari.
Menurut Notoatmodjo (1992) yang dikutip oleh Anggita (2012), kinerja yang efisien
tidak hanya bergantung kepada kemampuan atau keterampilan pekerja, tetapu juga
dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah sebuah prosedur kerja yang berisikan
uraian tugas yang jelas. Menurut Hapsara (1977) dalam Anggita (2012), petunjuk pelaksanaan
merupakan faktor terpenting dalam menentukan arah dan kebijakan serta strategi yang akan
dijalankan pada tahun berikutnya.
Berdasarkan hasil penelitian, di Instalasi Bedah Sentral sebaiknya menyebarkan
sebuah SOP dan kebijakan tertulis kepada semua petugas yang ada di IBS. Hal ini untuk
memastikan semua petugas mengetahui dan memiliki dokumentasi SOP yang ada sehingga
pihak yang memaksakan untuk bertindak berlainan dengan SOP dapat dicegah dengan

Universitas Indonesia 12
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
memperlihatkan SOP terkait. Mengenai kebijakan-kebijakan yang baru diterapkan agar dibuat
sebuah pengumuman atau SOP tertulis dan segera disosialisasikan kepada semua pihak terkait
agar pekerjaan dapat dikerjakan dengan lancer dan pelayanan yang diberikan kepada pasien
menjadi lebih optimal.
Sarana dan Prasarana
Pasien yang akan dilakukan operasi elektif di Instalasi Bedah Sentral harus terlebih
dahulu masuk kamar perawatan di rawat inap. Instalasi Bedah Sentral tidak menerima
pendaftaran pasien operasi elektif yang belum mendapatkan kamar, kecuali untuk pasien
rawat singkat atau One Day Care yang bisa pulang dalam 1 hari. Permasalahan yang ada di
lapangan berdasarkan wawancara dan telaah dokumen pendaftaran pasien di bagian
Admission adalah lamanya waktu tunggu masuk kamar untuk semua kamar tidak hanya untuk
pasien elektif. Hal ini diakibatkan oleh jumlah kamar yang tidak sebanding dengan jumlah
pasien yang mendaftar. Lama perawatan pasien di rawat inap juga menjadi penyebab semakin
bertambahnya daftar tunggu pasien. Berikut merupakan rata-rata waktu tunggu masuk kamar
perawatan.

Tabel Waktu Tunggu Masuk Kamar Perawatan

Variabel   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  


Waktu  Tunggu  Masuk   82   -­‐1   56   7.66   7.629  
Kamar  Perawatan  

Sarana dan prasarana untuk operasi maupun penunjang operasi di Instalasi Bedah
Sentral masih dirasa kurang. Kamar operasi yang ada pada saat ini berjumlah 6 kamar, dengan
5 kamar yang aktif dan 1 kamar non aktif karena tidak ada alat. Dari 5 kamar operasi aktif
terdapat 4 kamar untuk pelaksanaan operasi mayor dan 1 kamar untuk operasi minor. Kamar
operasi non aktif berdasarkan keterangan informan akan ditambahkan alat kesehatan pada
tahun 2014. Untuk penunjang seperti computer, meja dan printer cukup optimal. Petugas
mengeluhkan bahwa printer yang ada butuh penggantian dan telah dilakukan permintaan
namun pihak RS belum melakukan pengadaan. Informan mengatakan walaupun terdapat
kekurangan alat penunjang, hal ini masih bisa ditoleransi.
Menurut Buku Kumpulan Materi Pelatihan Manajemen Kamar Bedah, 2010 (yang
dikutip oleh Askar, 2011), jumlah kamar bedah tergantung dari beberapa hal, yaitu: jumlah

Universitas Indonesia 13
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
dan lama waktu operasi yang dilakukan; jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta
subspesialisasi dan fasilitas penunjang; pertimbangan antara operasi berencana dan operasi
segera; jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar bedah baik jam per hari dan per minggu;
serta sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan penyediaan
peralatan.
Dari pertimbangan jumlah kamar operasi berdasarkan teori di atas, kamar operasi yang
ada pada saat ini masih dirasakan kurang karena jumlah dan lama waktu operasi masih
melebihi jam operasional IBS, yaitu dari pukul 8.00 sampai dengan 16.00. Dengan pembagian
jumlah operasi per harinya, pasien yang dapat ditampung oleh IBS hanya sampai 15 pasien.
Dengan menambah kamar operasi dan alat operasi, IBS dapat menambah kapasitas pasien
yang dapat ditampung per harinya.

Penjadwalan Operasi
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa yang menentukan jadwal operasi
pasien adalah dokter operator. Untuk penjadwalan operasi elektif ada beberapa dokter yang
menetapkan tanggal 2 kali, yaitu ketika pasien berada di poliklinik dan ketika pasien sudah
masuk kamar perawatan. Ada juga dokter yang menetapkan tanggal operasi setelah pasien
masuk kamar perawatan. Hal ini mengakibatkan waktu tunggu operasi elektif dari poliklinik
tidak dapat diukur.
Sistem penjadwalan operasi yang ada pada saat ini dirasa masih belum optimal. Belum
ada suatu standar khusus penjadwalan operasi elektif. Selain itu penjadwalan yang ada pada
saat ini masih menggunakan sistem pencatatan manual. Hal ini mengakibatkan masih terdapat
pihak-pihak yang menjadwalkan pasien tanpa mengikuti SOP.
Koordinasi SDM untuk penjadwalan operasi yaitu pertama kali dokter di poliklinik
memutuskan pasien untuk di operasi dan membuat surat pengantar rawat untuk operasi, pada
surat ini sebagian dokter menulis tanggal rencana operasi dan sebagian lain tidak
mencantumkan. Setelah itu pasien mendaftar untuk masuk kamar ke bagian Admission,
rencana masuk kamar pasien yaitu 2 hari sebelum tanggal rencana operasi. Kemudian
Admission akan berkoordinasi dengan petugas rawat inap mengenai ketersediaan kamar.
Setelah pasien masuk kamar, petugas di rawat inap menghubungi operator untuk memastikan
jadwal operasi. Setelah itu petugas rawat inap menghubungi administrasi IBS untuk
pendaftaran pasien operasi. Petugas administrasi IBS kemudian akan melihat persyaratan
pasien, apabila sudah lengkap maka pasien akan dimasukkan dalam daftar operasi. Selama ini
petugas menjadwalkan pasien berdasarkan pasien yang terlebih dahulu mendaftar. Hal ini

Universitas Indonesia 14
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
sesuai dengan teori Sobolov et al (2000) yang dikutip oleh Sangkot (2010), bahwa pasien
yang memiliki prioritas yang sama dipilih berdasarkan urutan kedatangan mereka. Namun
masih ada operator yang mendahulukan pasien umum sebelum pasien BPJS. Hal ini
seharusnya tidak dilakukan karena semua pasien operasi elektif memiliki prioritas yang sama.
Pelaksanaan Operasi Cito di Kamar Operasi
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan operasi cito tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap waktu tunggu operasi elektif. Hal ini dikarenakan
di IBS jarang terjadi kasus operasi cito yang bersifat life saving. Hal yang dilakukan apabila
ada operasi cito adalah dengan menunggu ketersediaan kamar operasi di IBS. Menurut
informan, selama ini operasi cito tidak menyebabkan penundaan operasi elektif pada hari
berikutnya, walaupun tertunda pada umunya operasi elektif dapat dilakukan di hari yang
sama.
Instalasi Bedah Sentral tidak memiliki sebuah kamar operasi khusus untuk
pelaksanaan operasi cito. Selama ini ruangan operasi yang ada digunakan untuk operasi
elektif dan operasi cito. Sebenarnya RS Kanker “Dharmais” sudah memiliki suatu kamar
operasi khusus cito di UGD namun tidak dioperasikan. Hal ini karena peralatan yang ada
tidak cukup dan masih ada kebingungan penggunaan sumber daya manusia, apakah dari IBS
atau dari UGD.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Askar (2011), operasi cito merupakan salah
satu penyebab keterlambatan dimulainya operasi elektif di Instalasi Kamar Bedah. Hal ini
karena belum adanya pemisahan kamar operasi untuk operasi elektif dan operasi cito.
Meskipun jumlah operasi cito di RS Kanker “Dharmais” masih bisa dibilang jarang,
sebaiknya dilakukan pemisahan pelaksanaan operasi elektif dengan operasi cito di kamar yang
berbeda. Kamar operasi cito yang ada di UGD sebaiknya mulai dioperasikan dengan
menambah alat dan menentukan SDM yang jelas untuk melaksanakan operasi cito di UGD.
Hal ini untuk mengantisipasi kejadian cito di masa datang agar tidak tumpang tindih dengan
pelaksanaan operasi elektif.
Waktu Tunggu Operasi Elektif di Instalasi Bedah Sentral
Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dari dokter memutuskan
untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan. Untuk operasi
elektif pasien rawat inap, dokter memberikan 2 (dua) jadwal untuk pasien, yang pertama yaitu
ketika pasien di poliklinik, dan yang kedua yaitu ketika pasien sudah masuk kamar perawatan
di Instalasi Rawat Inap. Dari kedua jadwal tersebut, peneliti membagi rata-rata waktu tunggu
operasi elektif menjadi dua, yaitu dihitung dari jadwal yang diberikan pada saat pasien di

Universitas Indonesia 15
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
poliklinik atau sebelum masuk rawat inap, dan dihitung dari jadwal yang diberikan pada saat
pasien sudah masuk kamar perawatan. Tabel berikut menunjukkan rata-rata waktu tunggu
pasien operasi elektif untuk pasien rawat inap.
Tabel Waktu Tunggu Operasi Elektif

Variabel   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  


Waktu  Tunggu  (dihitung  dari  Poli)   31   0   20   5.39   4.991  
Waktu  Tunggu  (dihitung  dari  kamar)   82   -­‐2   6   0.32   1.143  

Berdasarkan tabel, dapat dilihat bahwa waktu tunggu operasi elektif yang menjadi
masalah adalah waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik. Rata-rata waktu tunggu yang
dihitung dari poliklinik adalah 5.39 hari dan hal ini melebihi standar yang ada pada SPM.
Sedangkan untuk waktu tunggu yang dihitung dari kamar sudah sesuai dengan standar
berdasarkan SPM. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar waktu
tunggu untuk operasi elektif adalah ≤2 hari. Namun di SPM tidak disebutkan bagaimana
perhitungan waktu tunggu, apakah jika operasi sesuai dengan jadwal itu dihitung 0 atau 1
hari. Penelitian ini peneliti memiliki asumsi bahwa apabila operasi dilaksanakan di hari yang
sama dengan jadwal yang diberikan, perhitungannya adalah 0 hari, atau tidak ada waktu
tunggunya.
Tabel Waktu Tunggu Berdasarkan Jenis Pembayaran (dihitung dari kamar)

Jenis  Pembayaran   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  


Pribadi   10   0   0   0.00   .000  
Perusahaan   4   0   1   0.25   .500  
BPJS   68   -­‐2   6   0.37   1.245  
Total   82   -­‐2   6   0.32   1.143  
           

Tabel Waktu Tunggu Berdasarkan Jenis Pembayaran (dihitung dari poli)

Jenis  Pembayaran   Jumlah   Min   Max   Mean   SD  


Pribadi   5   0   17   4.80   7.050  
Perusahaan   1   3   3   3.00   .  
BPJS   25   0   20   5.60   4.743  
Total   31   0   20   5.39   4.991  
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa waktu tunggu untuk pasien BPJS cenderung
lebih lama dibandingkan dengan pasien lainnya. Dihitung dari kamar perawatan, pasien
dengan pembayaran pribadi atau umum memiliki rata-rata waktu tunggu 0 hari. Pasien

Universitas Indonesia 16
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
jaminan perusahaan memiliki rata-rata waktu tunggu 0.25 hari dengan rentang waktu 0-1 hari.
Pasien BPJS memiliki rata-rata waktu tunggu 0.37 hari dengan rentang waktu -2 sampai
dengan 6 hari. dihitung dari poliklinik, pasien dengan pembayaran pribadi atau umum
memiliki rata-rata waktu tunggu 4.80 hari dengan rentang waktu 0-17 hari. Pasien jaminan
perusahaan memiliki waktu tunggu 3 hari. Pasien BPJS memiliki rata-rata waktu tunggu 5.6
hari dengan rentang waktu 0 sampai dengan 20 hari.

Menurut Wijono (1999) yang dikutip oleh Iksan (2012), waktu tunggu pasien
merupakan salah satu indicator tingkat kepuasan pasien. Semakin lama waktu tunggu,
semakin rendah tingkat kepuasan pasien, begitu sebaliknya. Menurut Brunicardi (2007) dan
Prawirohardjo (2008) dalam Mashuri (2012), waktu tunggu operasi merupakan suatu faktor
yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. Menurut Braybrooke et. al (2007), semakin
lama waktu tunggu operasi maka outcome dari operasi tersebut akan semakin buruk. Waktu
tunggu yang lama memiliki pengaruh negative terhadap hasil dari operasi tersebut.

Waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS Kanker
“Dharmais” dihitung cukup lama, yaitu rata-rata 5.99 hari dan melebihi standar pada SPM
Rumah Sakit. Faktor utama yang menyebabkan lamanya waktu tunggu adalah kurangnya
jumlah kamar perawatan sehingga pasien membutuhkan waktu yang lama untuk mengantri
masuk kamar rawat inap. Faktor lain yang berhubungan dengan lamanya waktu tunggu adalah
masih kurangnya jumlah kamar operasi beserta alat kesehatan di Instalasi Bedah Sentral serta
kurangnya SDM pelaksana operasi sehingga IBS membatasi pelaksanaan operasi per hari
hanya sampai 15 pasien. Waktu tunggu yang lama dapat mengakibatkan kondisi pasien,
terutama pasien kanker semakin memburuk dan berpengaruh terhadap outcome dari operasi
yang dilaksanakan.

Kesimpulan

a. Waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap di Instalasi Bedah Sentral RS
Kanker “Dharmais” dapat dibagi menjadi 2 jenis. Pertama waktu tunggu yang
dihitung dari pertama kali dokter menetapkan pasien untuk operasi di poliklinik dan
yang kedua dihitung dari jadwal yang diberikan dokter ketika pasien sudah masuk
ruang perawatan. Namun waktu tunggu yang dihitung dari poliklinik tidak dapat
dihitung untuk semua sampel karena tidak semua dokter mencantumkan tanggal

Universitas Indonesia 17
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
rencana operasi di surat pengantar rawat. Rata-rata waktu tunggu yang dihitung dari
poliklinik adalah 5.39 hari dengan rentang waktu 0-20 hari. Rata-rata waktu tunggu
yang dihitung dari kamar perawatan adalah 0.32 hari dengan rentang waktu -2
sampai dengan 6 hari.

b. Waktu tunggu operasi elektif yang dihitung dari poliklinik untuk pasien BPJS adalah
5.60 hari dengan rentang waktu 0-20 hari. Waktu tunggu pasien BPJS dari sampel
penelitian lebih lama dibanding pasien dengan jenis pembayaran lainnya. Waktu
tunggu untuk pasien umum dan perusahaan adalah 4.80 hari dan 3.00 hari. Untuk
waktu tunggu operasi elektif pasien BPJS yang dihitung dari kamar perawatan juga
sedikit lebih lama daripada pasien lainnya. Waktu tunggu untuk pasien BPJS, pasien
umum dan perusahaan adalah 0.37 hari, 0 hari dan 0.25 hari.

c. Beberapa penyebab lamanya waktu tunggu operasi elektif pasien rawat inap adalah
sebagai berikut:
1. Ketersediaan kamar di rawat inap yang tidak sebanding dengan jumlah pasien
yang ada sehingga menyebabkan tingginya daftar tunggu dan berpengaruh
terhadap lama waktu tunggu operasi elektif pasien operasi.
2. Ketersediaan kamar operasi di Instalasi Bedah Sentral yang masih sedikit dan
SDM yang juga masih dirasa belum cukup sehingga terjadi pembatasan operasi
per hari.
3. Penundaan pelaksanaan operasi pasien oleh operator ke hari berikutnya
4. Kondisi fisik pasien yang menurun pada hari jadwal operasi
 

Saran

Bagi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”

1. Perlunya dibuat suatu kebijakan atau SOP tertulis yang berisi pedoman untuk
menghitung waktu tunggu operasi elektif untuk mengetahui waktu tunggu operasi
pasien dan penyebab lamanya waktu tunggu sehingga dapat mengetahui dimana letak
permasalahan yang ada.

Universitas Indonesia 18
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
2. Mengalokasikan anggaran pendidikan dan pelatihan untuk Instalasi Bedah Sentral
agar kualitas SDM yang ada semakin baik sehingga pelayanan terhadap pasien juga
optimal.
3. Mengupayakan penjadwalan operasi menggunakan sistem computer

Bagi Instalasi Bedah Sentral

1. Memperbarui SOP terkait pendaftaran maupun pelaksanaan operasi elektif


2. Sosialisasi SOP yang ada kepada SDM yang terkait
3. Memberikan dokumentasi SOP kepada SDM yang ada
4. Melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala terhadap ketepatan pelaksanaan
SOP
5. Membuat peraturan yang tertulis atau sistem reward dan punishment yang bertujuan
untuk meningkatkan kedisiplinan dan kesadaran SDM yang ada

Bagi SDM Medis Operasi

1. Meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan terhadap tanggungjawab dan waktu kerja


2. Mengupayakan agar melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang ada

Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dilakukan dalam waktu yang lebih panjang
dan agar penelitian dilakukan secara observasi partisipatif dengan mengikuti pasien dari awal
ditetapkan operasi sampai dengan pelaksanaan operasi sehingga dapat dilihat dengan jelas
berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahap sebelum operasi. Perlunya dilakukan
analisis yang lebih lanjut dan lebih mendalam terutama terkait sarana yang ada di rawat inap.

Daftar Pustaka

Anggita S.P.D. (2012). Skripsi: Analisis Waktu Tunggu Pemberian Informasi Tagihan Pasien
Pulang Rawat Inap di RS GRHA Permata Ibu Tahun 2012. Depok: Universitas Indonesia.

Askar, M. (2011). Tesis: Analisis Penyebab Keterlambatan Dimulainya Operasi Elektif di


Instalasi Kamar Bedah Rumah Sakit Otorita Batam. Depok: Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia 19
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014
Baybrooke, J. et. al. (2007). The Impact of Surgical Wait Time on Patient-Based Outcomes in
Posterior Lumbar Spinal Surgery. Published 14 August 2007. Eur Spine Journal.

Iksan, A. G. 2012. (Skripsi): Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan (Pagi) di Poliklinik Penyakit
Dalam, Paru, dan Jantung RSUD Pasar Rebo Jakarta Tahun 2012. Depok: Universitas
Indonesia.

Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit (Teori, Metode dan Formula). Cetakan
Ketiga. Depok: FKM UI.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit.

Mashuri, A. 2012. (Tesis): Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Tunggu
Persiapan Operasi Cito Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Karya a I Kabupaten
Bekasi Tahun 2011. Depok: Universitas Indonesia.

RS Kanker Dharmais. 2014. Data Bagian Admission RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS


Kanker Dharmais.

RS Kanker Dharmais. 2014. Data Instalasi Bedah Sentral RS Kanker Dharmais. Jakarta: RS
Kanker Dharmais.

Sangkot, H. S. 2010. (Tesis): Mortalitas dan Morbiditas Pada Pasien Elektif Dalam Daftar
Tunggu Operasi Bedah Pintas Koroner di RS. Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Tahun 2010. Depok: Universitas Indonesia.

Universitas Indonesia 20
 
Analisis waktu…, Anasatia Nuansa Fitri, FKM UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai