Anda di halaman 1dari 56

PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia)

YANG DILATIH TERBANG

SKRIPSI
WELI TRIS SETIAWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN

WELI TRIS SETIAWAN. D14086027. Profil Darah Burung Merpati (Columba


livia) yang Dilatih Terbang. Program Alih Jenis Teknologi Produksi Ternak.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.


Pembimbing Anggota : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc. Agr.

Burung merpati merupakan unggas yang hidup di sekitar lingkungan manusia


yang disukai karena sangat dekat dan jinak dengan manusia serta hidupnya menyatu
dengan tempat tinggal pemeliharaanya. Burung merpati termasuk ke dalam Class
Aves dan Genus Columba.
Di Indonesia burung merpati umumnya digunakan untuk hewan kesenangan
dan hobi menerbangkan (balap). Adapun profil darah berkaitan dengan sistem
kekebalan tubuh untuk mempertahankan diri dari penyakit selain untuk aktifitas,
selain itu berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati dan
dalam proses transportasi oksigen tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang
merupakan bagian dari profil darah. Penelitian profil darah burung merpati sangat
diperlukan karena berhubungan dengan aktifitas fisik yaitu terbang. Tujuan dari
penelitian ini menghitung gambaran profil darah burung merpati yang meliputi
jumlah hemoglobin, hematokrit, sel darah merah, dan jumlah sel darah putih. Selain
itu memberikan informasi mengenai profil darah burung yang dilatih terbang.
Burung merpati yang digunakan dalam penelitian adalah 25 pasang burung merpati
yang dilatih terbang. Burung merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar
Sari Dramaga, Bogor.
Pemeliharaan burung merpati dilaksanakan di kandang pribadi. Pemberian
pakan dilakukan pada pagi hari sesuai dengan kebutuhan yaitu per harinya 70 g
jagung per pasang burung merpati. Air minum diberikan ad libitum dengan
menggunakan tempat air minum berkapasitas 2 l.
Pengamatan profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Pengambilan sampel darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml dengan jarum
26G x 1/2’’. Sampel darah diambil pada vena sayap. Sampel darah burung merpati
langsung dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi anti koagulan Ethylene
Diamine Tetra Acid (EDTA) di dalamnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji-t untuk membandingkan profil darah burung merpati jantan dan
betina selanjutnya profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang
dianalisis dengan uji-t berpasangan.
Rataan hemoglobin merpati jantan dan merpati betina sebelum dilatih terbang
sama, masing-masing 14,844 g/dl dan 15,206 g/dl sedangkan rataan hemoglobin
merpati jantan dan merpati betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda, masing-
masing 15,686 g/dl dan 15,169 g/dl. Hemoglobin jantan dan betina sebelum dan
sesudah dilatih terbang sama. Latihan terbang tidak berpengaruh terhadap nilai
hemoglobin. Rataan hematokrit merpati jantan dan betina tidak berbeda sebelum
dilatih terbang dengan nilai hematokrit berkisar 26,5%-53,7%. Hematokrit jantan
dan betina sesudah dilatih terbang berbeda (P<0,05), masing-masing berkisar 38,2%-
50,6%, hal ini menunjukkan latihan terbang dapat mempengaruhi nilai hematokrit.
Rataan hematokrit merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda
sedangkan pada merpati betina berbeda (P<0,05).
Rataan butir darah merah merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang
berbeda (P<0,05) yaitu 2,691 x 103 mm3- 3,158 x 103 mm3. Adapun rataan butir
darah merah merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak berbeda.
Nilai rataan butir darah putih merpati jantan dan betina sebelum dilatih
terbang berbeda masing-masing 6,62 x 103 mm3- 9,62 x 103 mm3 sedangkan rataan
butir darah putih jantan dan betina sesudah dilatih terbang berbeda (P<0,05), hal ini
menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi nilai butir darah putih. Rataan
butir darah putih jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak
berbeda, hal ini menunjukkan latihan terbang tidak mempengaruhi perubahan butir
darah putih.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa profil darah burung merpati jantan yang
dilatih terbang yaitu nilai hemoglobin, hematokrit dan butir darah merah pada jantan
meningkat sedangkan butir darah putih menurun setelah dilatih terbang. Profil darah
pada burung merpati betina yaitu nilai hemoglobin mempunyai nilai rataan sama,
hematokrit dan butir darah merah menurun serta butir darah putih meningkat setelah
dilatih terbang. Latihan terbang pada burung merpati jantan maupun betina dapat
mempengaruhi profil darah

Kata-kata kunci : burung merpati, terbang, profil darah

ii
ABSTRACT

Blood Profiles of Trained-Pigeon for Flying


Setiawan, W.T., S. Darwati and M. Ulfah
In indonesia local pigeons are raised either as meat pigeons or racing pigeons.
Immune system, and transportation of oxygen in the body of pigeons are related to
the blood profiles. This study aimed to identify blood profiles of trained-pigeon.
Twenty five couples of flying pigeons were trained to fly and then used in this study.
Blood sampling was performed using 1 ml syringe with needles of 26G x 1/2''.
Blood samples were taken from the wing. of pigeons. Once the pigeon blood taken,
directly inserted into the tubes that contained EDTA. Observations and
measurements of blood profiles were conducted at the Laboratory of Anatomy
Physiology and Pharmacology, Faculty of Veterinary Medicine, Bogor Agricultural
University. Additional date of body weight and feed consumption of pigeons were
also provided in this study. The data of blood profiles were analyzed by using t-test
to compare blood profiles of male and female pigeons. The blood profiles of trained
and untrained pigeons to fly analyzed by the paired t-test. The results show that the
flying affected haemoglobines, hematocryt, red blood and white blood cells of the
local pigeons.

Keywords: local pigeon, training, flying, blood profiles


PROFIL DARAH BURUNG MERPATI (Columba livia)
YANG DILATIH TERBANG

WELI TRIS SETIAWAN


D14086027

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang Dilatih Terbang
Nama : Weli Tris Setiawan
NIM : D14086027

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Sri Darwati, M.Si.) (Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr.)


NIP : 19631003 198903 2 001 NIP : 19761101 199903 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)


NIP : 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 19 Oktober 2012 Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1986 di Indramayu. Penulis


adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Aminudin, AMd dan
Ibu Komariah.
Pada tahun 1992, Penulis masuk ke SD Negeri Patrol 1 di Indramayu dan lulus
pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1
Sukra dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya tahun 2001 setelah lulus SLTP
Penulis melanjutkan ke sekolah SMA Negeri 2 Indramayu dan lulus pada tahun
2004.
Pada tahun 2004 Penulis melanjutkan sekolah ke IPB lewat jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Diploma pada
Program Keahlian Teknologi dan Industri Pakan (TIP) Departemen Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak IPB dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis diterima
sebagai mahasiswa Program S1 Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan,
Penulis menyusun skripsi yang berjudul ”Profil Darah Burung Merpati (Columba
livia) yang di latih Terbang”.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakkultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Penulis tertarik pada penelitian burung merpati karena burung merpati
merupakan salah satu ternak di Indonesia yang harus dijaga kelestariannya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang profil darah burung
merpati yang dilatih terbang. Informasi profil darah burung merpati diperlukan
karena berhubungan dengan aktivitas terbang dan profil darah berkaitan dengan
transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati yaitu dalam proses transportasi
oksigen yang dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang merupakan bagian dari profil
darah. Burung merpati di Indonesia umumnya digunakan untuk hewan kesenangan
atau hobi yaitu menerbangkan burung dan dikenal sebagai burung balap.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan para penggemar burung merpati tinggi pada khususnya, selain itu tulisan ini
merupakan sumbangsih untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan peternakan
Indonesia. Akhir kata, penulis menyadari kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………….. i
ABSTRACT ………………………………………………………………. iii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………. iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. v
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xii
PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1
Latar Belakang ……………………………………………………. 1
Tujuan Penelitian …………………………………………………. 1

TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 2


Burung Merpati ..…………………………………………………. 2
Postur Tubuh ............……………………………………………... 4
Aktifitas Burung Merpati ................................................................. 4
Darah .....................……………………………………………….. 5
Bagian-Bagian Darah ..............…………………………………… 6
Sel Darah Merah (Eritrosit) ......…………………………... 6
Sel Darah Putih (Leukosit) .....…………………………... 6
Hemoglobin ..……………………………………………... 7
Hematokrit (PCV%) ............................................................ 7

MATERI DAN METODE ……………………………………………….. 8


Lokasi dan Waktu ......…………………………………………… 8
Materi …………………………………………………………….. 8
Prosedur .......................................................................................... 8
Pemeliharaan .…………………………………………….. 9
Pemberian Pakan dan Minum .…………………………... 9
Penimbangan Bobot Badan ...…………………………….. 9
Pengukuran Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan ..................... 9
Pengambilan Sampel Darah ................................................. 10
Perhitungan Jumlah Hemoglobin ........................................ 11
Perhitungan Jumlah Hematokrit .......................................... 11
Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah .....………………… 12
Perhitungan Jumlah Sel Darah Putih ................................... 13
Rancangan dan Analisis Data .............................................. 14
Peubah ................................................................................ 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ..………………………………………… 17


Hemoglobin ………………………………………………. 17
Hematokrit (PCV%) .........................……………………... 19
Butir Darah Merah ..………………………………………. 22
Butir Darah Putih ..............………………………………... 25
Bobot Badan ........................................................................ 28
Konsumsi Pakan .................................................................. 29

KESIMPULAN DAN SARAN ……...…………………………………… 30


Kesimpulan ……………………………………………………….. 30
Saran ……………………………………………………………… 30

UCAPAN TERIMA KASIH ……………………………………………... 31


DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 32
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 36

ix
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum
dan Sesudah Dilatih Terbang ....................................................... 17
2. Profil Hematokrit Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum
dan Sesudah Dilatih Terbang .................................................. 19
3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan Sebelum dan
Sesudah Dilatih Terbang .............................................................. 22
4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Betina Sebelum dan
Sesudah Dilatih Terbang .............................................................. 25
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Kurungan Merpati (A), dan Kandang Merpati (B) ..................... 9
2. Timbangan Pakan Digital (A), dan Penimbangan Bobot Badan
(C) ................................................................................................ 12

3. Pengambilan Sampel Darah Merpati (A) dan Sampel Darah (B). 12


4. Neubauer Hemocytometer Counting Area .................................. 15
5. Burung Merpati ........................................................................... 17
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Uji t Berpasangan Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit
(PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Burung
Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih
Terbang Menggunakan Minitab 14 .............................................. 37
2. Uji t Dua Sampel Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit
(PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Berpasangan
Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah
Dilatih Terbang Menggunakan Minitab 14 ................................. 40
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung merpati merupakan hewan peliharaan termasuk Class Aves dan


Genus Columba yang hidup di sekitar manusia, karena mudah pemeliharannya.
Burung merpati juga banyak disukai oleh manusia karena jinak dan sangat dekat
dengan manusia karena hidupnya menyatu dengan tempat tinggal pemeliharaanya.
Burung merpati yang berada di Indonesia, berfungsi sebagai hewan
kesayangan dan kesenangan yaitu balap. Salah satu hal yang menarik dari merpati
bahwa merpati memiliki sifat berkembang biak yang cepat dan mudah dilatih
sehingga punya potensi untuk dijadikan merpati balap. Performan terbang burung
merpati pada saat lomba ketangkasan merpati balap diperlukan latihan yang teratur
dan status kesehatan merpati yang baik, dimana status kesehatan merpati balap dapat
dilihat berdasarkan profil darah seperti hemoglobin, hematokrit, dan butir darah
merah. Profil darah tersebut berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh baik untuk
mempertahankan diri dari penyakit maupun untuk aktifitas terbang, terutama
berkaitan dengan transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati dan dalam
proses transportasi oksigen.
Sampai saat ini data tentang profil darah merpati balap di Indonesia masih
terbatas. Penelitian profil darah burung merpati diperlukan untuk memberikan
informasi tentang profil darah burung merpati yang dilatih terbang dan program
seleksi merpati balap.
Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran profil darah burung
merpati yang dilatih terbang meliputi nilai hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel
darah merah, dan jumlah sel darah putih.
TINJAUAN PUSTAKA

Burung Merpati

Burung merpati mencakup sekitar 255 spesies dengan penyebaran yang


hampir meliputi seluruh dunia. Kecuali di kutub dan beberapa kepulauan samudera.
Bulunya yang khas berwarna abu-abu, cokelat atau merah muda, dengan bercak-
bercak kontras berwarna lebih cerah. Bulunya empuk dan acap kali tidak terpancang
kokoh, tetapi kuat dan padat. Sayap dan ekornya menunjukkan banyak variasi dalam
bentuk dan ukuran, tetapi tungkainya biasanya pendek, kecuali pada beberapa
spesies darat memiliki tungkai cukup panjang. Tubuhnya gempal, lehernya pendek
dan kepalanya kecil. Paruhnya rata-rata kecil, lunak pada pangkalnya dan keras pada
ujungnya dan pangkal paruh sebelah atas terdapat tonjolan daging yang pada
beberapa spesies membesar (Ultgeveri dan Hoeve, 1989)
Kebanyakan burung merpati hidup di pepohonan, beberapa di antaranya
hidup di tanah dan spesies lainnya lagi hidup di batu karang, sedangkan beberapa
spesies yang hidup dekat dengan manusia mencari pemukiman di menara-menara
kota dan pedesaan. Burung merpati liar yang hidup di kota adalah keturunan burung
dara peliharaan. Semua burung merpati peliharaan adalah keturunan burung dara
karang Eropa (Columba livia), yang pada spesies liarnya suka mengeram di
punggung-punggung karang, sehingga keturunannya yang di kota pun bersarang di
gedung-gedung bertingkat. Kebanyakan spesies ini hidup secara berkelompok,
setidak-tidaknya di luar musim mengeram (Ultgeveri dan Hoeve, 1989)
Allen (1980) menyatakan bahwa pemeliharaan burung merpati domestik
sebagai sebuah hobi atau sebagai sebuah sumber keuntungan bukan hal yang baru.
Sebenarnya burung merpati sebagai hobi yang paling tua dan dikenal oleh manusia,
yaitu sekitar 3.000 tahun Sebelum Masehi (SM).
Menurut Blakely dan Bade (1985) bahwa burung merpati mempunyai tiga
fungsi salah satunya sebagai squab dan merupakan wujud yang paling disukai dari
burung merpati sebagai penghasil daging. Squab yang berumur lebih dari 30 hari
akan segera menurun keempukan dan kelezatan dagingnya. Oleh karena itu burung
merpati umumnya dipotong pada umur 28-30 hari, yaitu saat pertumbuhan bulu
sudah lengkap dan mulai meninggalkan sarang.
Menurut Levi (1945) bangsa burung merpati yang banyak digunakan sebagai
penghasil daging adalah King, Homer dan Carneau.
Radiopoetro (1985) menyatakan bahwa burung merpati lokal memiliki
sistematika sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Klas : Aves
Sub Klas : Neornithes
Devisio : Carmatae
Ordo : Columbiformes
Famili : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columbia livia
Varietas : Domestica
Burung merpati dikelompokkan menurut umurnya. Piyik adalah anak burung
merpati umur 1-30 hari, squaker adalah burung merpati berumur 30 hari sampai 6
atau 7 bulan, youngster adalah burung merpati umur 6 atau 7 bulan dan sampai
kawin baik jantan muda atau betina muda. Yearling cock yaitu burung merpati
jantan atau betina tua sampai diafkir (Tanubrata dan Syamkhard, 2004)
Menurut Mosca (2000) warna bulu burung merpati terdiri dari tiga warna
dasar yaitu hitam, coklat dan merah. Dari ketiga warna dasar tersebut warna lain
dibentuk. Ketiga warna tersebut mengkorespondesikan warna dilusi. Noor (1996)
menyatakan bahwa semua sumber warna rambut, bulu, kulit dan mata adalah
melanin.
Riset dan Teknologi (1981) menyatakan bahwa burung merpati yang terdapat
di Indonesia merupakan ternak pendatang dan berasal dari merpati liar (Columba
livia) yang penyebaran aslinya di daerah Eropa. Ternak ini sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh masyarakat dengan pemeliharaan yang sederhana tanpa prinsip
ekonomi dan ditujukan hanya untuk hobi atau kesenangan. Salah satu hal yang
menarik adalah merpati memiliki sifat berkembang biak yang cepat sehingga punya
potensi untuk dijadikan penghasil daging. Rasyaf dan Amrullah (1982) menyatakan
bahwa bangsa-bangsa burung merpati yang ada di Indonesia kurang dapat

3
diidentifikasi dengan tepat karena berasal dari bangsa yang bercampur baur dan tidak
dapat dikenal asal-usulnya.
Kandungan zat gizi daging burung merpati cukup tinggi bahkan dalam
beberapa hal lebih tinggi dari hasil unggas lain yaitu pada puyuh protein sebesar
21,1% sedangkan lemaknya 0,7% dengan bobot karkas 66,5%. Kandungan protein
burung merpati sekitar 35,8% dan lemak 5,9% (Djanah dan Sulistyani, 1986). Bobot
karkas yang dapat dikonsumsi adalah 60,0%-70,0% (Rasyaf dan Amrullah, 1982).

Postur Tubuh
Postur tubuh burung merpati balap memiliki keterkaitan dengan ciri-ciri
morfologi (bentuk dan struktur luar mahkluk) dan anatomi. Karakteristik tersebut
dapat dikaitkan dengan kecepatan dan gaya menukik landas terbang merpati yang
dijadikan merpati balap (Tanubrata dan Syamkhard, 2004).
Tanubrata dan Syamkhard (2004) menyatakan burung merpati merupakan
spesies yang paling terkenal dalam keluarga Columbidae. Postur tubuh burung
merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat di
udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga ada
(Darwati, 2003).

Aktifitas Terbang Burung Merpati


Aktifitas fisik burung merpati meliputi berbagai aktifitas seperti terbang,
bertengger lepas landas dan mendarat. Aktifitas terbang sangat memerlukan
kekuatan yang sangat besar. Lepas landas dan mendarat adalah fase penting dalam
penerbangan burung yaitu sangat berpengaruh pada penyesuaian fungsional
kinematik burung dalam penerbangan (Angela dan Biewner, 2010).
Terbang ke atas dan ke bawah memerlukan energi potensial. Bergerak
menaik dan menurun melibatkan energi potensial (PE) yang sesuai dengan
kebutuhan daya untuk menyesuaikan dengan ketinggiannya dan kembali ke darat
untuk makan, mengejar mangsa atau untuk manuver (Angela dan Biewner, 2010).
Pada saat terbang burung tersebut banyak memerlukan energi dan membutuhkan
banyak oksigen. Burung migran meningkatan kebutuhan oksigen saat penerbangan
(Lasiewski, 1972). Burung merpati juga mempunyai banyak variasi terbang yang

4
memerlukan energi seperti lepas landas, meluncur, melonjak, mendarat dan
mengepakkan sayapnya untuk melayang di atas langit.
Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan
mamalia merespon kebutuhan lingkungan dan energi, seperti hipoksia pada
ketinggian tempat yang tinggi untuk kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.
Hematokrit kapiler dan ukuran sel darah merah mungkin dipengaruhi oleh
kebutuhan energi pada saat dilakukan penerbangan. Parameter hematologi harus
bervariasi dengan parameter morfologi yang dapat menentukan kapasitas difusi
oksigen.
Pengaruh pernapasan anterior dan pertukaran panas pada waktu istirahat lebih
efisien dibandingkan pada saat dilakukan penerbangan, hal tersebut terlihat ketika
burung merpati saat beristirahat. Suhu udara dan kehilangan air yang rendah
memungkinkan energi untuk terbang akan pulih kembali. Adapun kehilangan air
akibat evaporasi meningkat pada saat dilakukan penerbangan (Canals et al., 2007)
Pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen
(Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973). Hal tersebut diikuti oleh peningkatan
hematokrit, hemoglobin, dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985)
Michaeli dan Pinshow (2001) menyatakan bahwa burung merpati memiliki
arus balik lebih efisien saat pertukaran panas pada pernapasan anterior ketika
beristirahat dibandingkan pada saat penerbangan, pada waktu istirahat burung
merpati akan pulih tenaganya. Ritchison (2008) menyatakan bahwa aktifitas burung
saat terbang yaitu mulai dari meluncur, melonjak untuk penerbangan dan mengepak
untuk melayang. Jenis aktifitas paling sederhana saat penerbangan adalah meluncur.

Darah
Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani sirkulasi, terdiri dari
sel-sel yang terendam dalam plasma darah. Berbeda dengan jaringan lain, sel-selnya
tidak menempati ruang tetap satu dengan yang lain, tetapi bergerak terus dari suatu
satu ke tempat lain. Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin lingkungan yang
tetap, agar semua sel serta jaringan mampu melaksanakan fungsinya. Jadi fungsi
utama darah adalah mempertahankan homeostasis. Berbagai bentuk sel darah berasal
dari sel induk (stem cells) dalam sumsum tulang dan memasuki aliran darah untuk
memenuhi kebutuhan tertentu pada hewan (Dellman dan Brown, 1988).
5
Darah terdiri dari sel-sel yang terendam di dalam cairan yang disebut plasma.
Sebagian besar sel-sel darah berada di dalam pembuluh-pembuluh, akan tetapi
leukosit dapat bermigrasi melintasi dinding pembuluh darah guna melawan infeksi
(Frandson, 1992).
Frandson (1992) selanjutnya menyatakan bahwa darah memiliki beberapa
fungsi yaitu: membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju
ke jaringan tubuh; membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan; membawa
karbondioksida dari jaringan di paru-paru; membawa produk buangan dari berbagai
jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan; mengandung faktor-faktor penting
untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.

Bagian-Bagian Darah
Hoffbrand dan Pettit (1987) menyatakan bahwa darah adalah jaringan yang
terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di
dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Darah terdiri dari tiga jenis
unsur sel yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit yang terendam dalam cairan
kompleks plasma.

Sel-Sel Darah Merah (Eritrosit)


Brown (1988) menyatakan bahwa bila setetes darah segar diperiksa di bawah
mikroskop, terlihat sel-sel darah merah sebagai lempengan bikonkaf dengan diameter
sekitar 8 µm. Dalam keadaan segar lempengan tersebut berwarna lebih kehijau-
hijauan daripada merah. Lekuk pada bagian pusat tiap sel darah mengarah
menimbulkan bintik terang, sehingga dapat disalah tafsirkan sebagai nukleus. Akan
tetapi sel darah merah dewasa pada mamalia (binatang menyusui) tidak bernukleus.
Seringkali sel darah merah melekat berpadu dalam barisan atau rouleaux. Bila
bagian tepi tetesan darah mengering maka, sel darah merah kehilangan cairan dan
berubah bentuknya, beberapa berbentuk seperti mangkok, lain-lainnya tak teratur
dalam garis-garis luarnya.

Sel-Sel Darah Putih (Leukosit)


Brown (1980) menyatakan bahwa jumlah sel darah putih (WBC)
menunjukkan jumlah sementara sel darah putih dalam 1 mm kubik darah. Pada
individu normal dan sehat, jumlah sel darah putih antara 5.000 dan 10.000 sel darah
6
putih per mm kubik. Jumlah bervariasi dengan usia, sedangkan jumlah sel darah
putih pada bayi yang baru lahir adalah 10.000 hingga 30.000 sel darah putih per mm
kubik, hal tersebut berkurang menjadi sekitar 10.000 per mm kubik setelah minggu
pertama dan turun ke tingkat normal saat bayi berumur 4 tahun.

Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein utama dalam sel darah merah matang. Sebuah
molekul hemoglobin terdiri dari empat rantai globin. Setiap rantai globin terikat
dengan besi heme yang mengandung zat besi. Dua dari rantai α-globin berasal dari
lokus globin yang terdapat pada kromosom 16 dan sisanya dua rantai globin yang
berasal dari lokus β-globin yang terdapat pada kromosom 11 (Schmaier dan
Petruzzelli, 2003). Afinitas oksigen (daya ikat) yaitu kemampuan hemoglobin untuk
mengubah afinitas oksigen sehingga memungkinkan seseorang atau hewan
beradaptasi dengan berbagai lingkungan, situasi phsyiological atau patologis (Cotter,
2001).

Hematokrit (PCV%)
Nilai hematokrit atau volume sel packed adalah suatu istilah yang artinya
peresentase (berdasarkan volume) dari darah yang terdiri dari sel-sel darah merah.
Penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang
diberi zat agar tidak menggumpal kemudian dilakukan sentrifusi sampai sel-sel
menggumpul di bagian dasar. Nilai hematokritnya kemudian dapat diketahui secara
langsung atau pun secara tak langsung dari tabung tersebut (Frandson, 1992)

7
MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan
burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan
profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Materi
Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 pasang burung
merpati dewasa berumur 9-12 bulan dengan kisaran bobot badan 200-405 g. Burung
merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa
Barat.
Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu: timbangan digital dengan
ketelitian 1 g, kandang untuk memelihara burung merpati, tempat pakan, dan
minum, kertas koran, spuit, spektrofotometer, mikroskop serta preparat kaca. Bahan
yang digunakan yaitu kertas koran, larutan koagulan Ethylene Diamine Tetra Acid
(EDTA), alkohol 70%, larutan methanol, larutan giemsa, cuvet.

Prosedur
Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak
dan pedagang di sekitar wilayah Bogor barat. Masa adaptasi burung merpati
sebelum digunakan dalam penelitian meliputi tiga tahap yaitu (1). Adaptasi kandang
pada hari pertama pada saat merpati datang, (2). Adaptasi lingkungan pada hari
kedua, dan ketiga, (3). Burung merpati mulai bisa dilatih terbang. Latihan terbang
dilakukan pada jarak 50, 100, 150, dan 200 meter dengan 2 kali pengulangan.
Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama (saat burung merpati datang dan
pada hari ke-14 setelah dilatih terbang). Burung merpati yang dilatih terbang adalah
burung merpati jantan sedangkan burung merpati betina hanya digunakan sebagai
pemancing burung merpati jantan dengan cara diklepek (memanggil burung merpati
pejantan dengan cara menggunakan burung merpati betina dengan cara mengayun-
ayunkan burung merpati betina).
Pemeliharaan
Burung merpati dipelihara secara intensif. Burung merpati tersebut
dikandangkan pada saat sore hari (menjelang malam) sebanyak 2 ekor per kandang
(Gambar 1B). Burung merpati juga di lepas di dalam kurungan pada saat pagi hari
hingga sore hari (Gambar 1A).

(A) (B)

Gambar 1. Kurungan Merpati (A) dan Kandang Merpati (B).

Pemberian Pakan dan Minum


Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari. Pakan burung merpati berupa
jagung butir berukuran kecil dengan diameter 0,5 cm dan diberikan sesuai dengan
kebutuhan yaitu 70 g jagung per pasang burung merpati per harinya. Air minum
diberikan ad libitum dan disediakan dalam tempat air minum berkapasitas 2 l.

Penimbangan Bobot Badan


Penimbangan bobot badan burung merpati selama pemeliharaan dilakukan
pada awal pemeliharaan dan minggu kedua (hari ke-14) pemeliharaan. Penimbangan
bobot badan bertujuan untuk mengetahui pertambahan bobot badan. Penimbangan
dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan merk Weston dengan
satuan gram (Gambar 2B).

Pengukuran Konsumsi Pakan dan Sisa Pakan


Konsumsi pakan diperoleh dengan menimbang jumlah pakan yang diberikan
tiap harinya selama pemeliharaan dan dilanjutkan dengan penimbangan sisa pakan
untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan burung merpati tiap harinnya. Konsumsi
pakan adalah selisih pakan dikurangi dengan sisa pakan yang tidak dimakan dalam
satuan gram (Gambar 2A).

9
.

A B

Gambar 2. Timbangan Pakan Digital (A), dan Timbangan Digital (B)

Pengambilan Sampel Darah


Pengambilan sampel darah dilakukan menggunakan spuit 1 ml dengan jarum
26G x 1/2’’. Sampel darah diambil pada vena sayap. Setelah darah burung merpati
diambil, langsung dimasukkan ke dalam tabung yang sudah diisi antikoagulan EDTA
Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA) di dalamnya (Gambar 3A dan 3B).

(A) (B)

Gambar 3. Pengambilan Sampel Darah Burung Merpati (A) dan Sampel Darah (B)

10
Perhitungan Jumlah Hemoglobin
Perhitungan jumlah hemoglobin merujuk pada Sastradipradja et al. (1989).
Metoda ini banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik dan untuk
penelitian hematologi, karena cukup akurat. Prinsip yang digunakan dalam metoda
ini yaitu darah ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung kalium sianida
dan kalium ferisianida (reagen drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari
hemoglobin yang bervalensi dua (++ : ferro) menjadi bervalensi tiga (+++ : ferri)
sehingga terbentuk methemoglobin yang kemudian berikatan dengan kalium sianida
membentuk pigmen yang stabil ialah sianmethemoglobin.
Intensitas warna campuran ini diukur dengan alat spektofotometer, pada
panjang gelombang 540 nm, atau menggunakan filter hijau kekuningan. Optical
Density (O.D) larutan sebanding dengan konsentrasi hemoglobinnya. Semua bentuk-
bentuk hemoglobin diukur dengan metoda ini, kecuali sulfhemoglobin.
Pipet larutan Reagen Drabkins 5,0 ml, kemudian masukan kedalam tabung
reaksi 1 dan 2. Tambahkan 0,02 ml darah ke dalam tabung reaksi ke 2, dengan
menggunakan pipet sahli atau pipet lainnya yang bervolume 0,02 ml, kemudian bilas
pipet yang sudah digunakan, agar tidak ada darah yang tertinggal di dalam pipet,
dengan cara menghisap dan meniupkan cairan yang ada dalam tabung reaksi ke 2
tersebut.

Campur dengan baik larutan di dalam tabung, kemudian dibiarkan selama paling
sedikit 10 menit pada suhu kamar, agar terbentuk sianmthemoglobin dengan baik.
Selanjutnya dilakukan pembacaan dengan transmittance (Optical Density) larutan
tersebut dengan menggunakan alat kolorimeter atau spektofotometer pada panjang
gelombang 540 nm (menggunakan filter hijau kekuningan).

Perhitungan Jumlah Hematokrit (PCV%)


Perhitungan jumlah hematokrit (PCV%) merujuk pada Sastradipradja et al.
(1989). Perhitungan hematokrit (PCV%) bertujuan untuk menentukan nilai
hematokrit (peresentase volume eritrosit di dalam darah) dengan prinsip darah yang
bercampur dengan antikoagulan diputar dengan alat centrifuse sehingga akan
terbentuk lapisan-lapisan. Kolom atau lapisan yang terdiri atas butir-butir darah
merah atau eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai peresentase volume dari
keseluruhan darah.
11
Cara yang digunakan dalam perhitungan ini yaitu dengan metoda
mikrohematokrit. Langkah pertama yaitu bersihkan daerah pengambilan darah,
kemudian tusuk pembuluh darah dengan menggunakan spuit setelah darah keluar
tempelkan mikrokapiler yang bertanda merah atau biru pada tetesan darah tersebut,
biarkan darah sampai mengalir mengisi 4/5 bagian pipa kapiler kemudian sumbat
ujung pipa kapiler yang bertanda (tidak selalu bertanda) dengan crestaseal. Setelah
itu pipa-pipa kapiler ditempatkan dan disusun pada alat mikrocentrifuse, putar pipa-
pipa kapiler yang berisikan darah dengan alat mikrocentrifuse selama 5 menit dengan
kecepatan 11.500-15.000 rpm, setelah diputar akan terbentuk lapisan-lapisan yang
terdiri atas lapisan plasma yang jernih dibagian atas kemudian lapisan putih abu-abu
(buffy coat) ialah trombosit dan leukosit dan lapisan merah yaitu eritrosit. Nilai
hematokrit ditentukan dengan mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah)
dari darah dengan menggunakan alat baca mikrohematokrit (microcapillary
hematokrit reader).

Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah


Perhitungan jumlah sel darah merah merujuk pada penelitian Sikar et al.
(1984). Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera 1
dengan aspirator.
Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu pipet diisi larutan
Ress dan Ecker hingga tanda 101 dengan cara menghisap larutan tersebut, kemudian
pipet diputar dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan-cairan yang tidak
terkocok pada ujung pipet ditempatkan atau diteteskan ke kertas tissue. Setelah itu
satu tetes darah diteteskan ke dalam hemocytometer dan dijaga tidak ada udara yang
masuk, kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu mulai
dilakukan penghitungan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.
Penghitungan eritrosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak eritrosit
yang berjumlah dua buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak
pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit
dengan kotak leukosit berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta
luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan kotak leukosit. Setelah
jumlah eritrosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 5.000, untuk
mengetahui jumlah ertrosit dalam 1 mm3 darah, yaitu :
12
Jumlah eritrosit per mm3 darah = a x 5.000 butir

Perhitungan Jumlah Sel Darah Putih


Perhitungan jumlah sel darah putih merujuk pada penelitian Sikar et al.
(1984). Sampel darah dihisap menggunakan pipet leukosit hingga pada tera 1
dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap
larutan Ress dan Ecker hingga tanda 101. Kemudian pipet diputar dengan
membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet
dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada kertas tissue. Setelah itu satu tetes
darah diteteskan ke dalam hemocytometer dan jangan sampai ada udara yang masuk.
Kemudian didiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan
dapat dimulai di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Untuk menghitung
leukosit dalam hemocytometer, digunakan kotak leukosit yaitu jumlah leukosit yang
didapat dari hasil pengamatan dibawah mikroskop dikalikan 200 untuk mengetahui
jumlah leukosit setiap 1 mm3 darah, yaitu :

Jumlah leukosit per mm3 darah = b x 200 butir

Gambar 4 . Neubauer Hemocytometer Counting Area


Sumber : Buku Fisiologi Veteriner (1989)

13
Rancangan dan Analisis Data
Data konsumsi pakan dianalisa secara deskriptif. Uji t digunakan untuk
membandingkan profil darah burung merpati jantan dan betina serta rataan bobot
badan burung merpati. Analisa data merujuk pada Walpole (1982) dengan formula
sebagai berikut
Peubah
Peubah yang diamati adalah persentase hemoglobin, hematokrit, sel darah
merah dan sel darah putih sebelum dan setelah dilatih terbang. Selain itu dilengkapi
data bobot badan dan konsumsi pakan.

Sp 2 = (n1 - 1) S1 2 + (n2 - 1) ) S2 2
n 1 + n2 - 2

Keterangan :
t = Nilai Hitung
= Nilai Rataan Kelompok Ke-1
= Nilai Rataan Kelompok Ke-2
Sp = Simpangan Baku
Sp 2 = Kuadrat Simpangan Baku
n1 = Jumlah Sampel Ke-1
n2 = Jumlah Sampel Ke-2

Data profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang
dianalisa dengan menggunakan uji t berpasangan. Uji t berpasangan merujuk pada
Walpole (1982), yaitu

14
v = n-1

Keterangan :

Sd = Standar Deviasi
n = Jumlah Sampel
d1 2 = Kuadrat Selisih dari Pengukuran Ke-1 dan Ke-2
= Rataan Sampel
V = Derajat Bebas
t = Nilai t Hitung

Keterangan :

= nilai rataan
n = jumlah ternak
Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu ke - i, i = 1, 2, …, n

15
Keterangan :
sb = simpangan baku
X = peubah sifat kuantitatif yang diukur
n = jumlah ternak

Keterangan :
KK = koefisien keragaman
sb = simpangan baku
= nilai rataan

16
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hemoglobin

Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih
Terbang

Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih
terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina

Rataan ± Simpangan Baku (KK)


Jantan Betina
----------(g/dl)--------- -----------(g/dl)---------
Sebelum dilatih terbang 14,844 ± 2,807 (18,9) 15,206 ± 2,071 (13,6)
Sesudah dilatih terbang 15,686 ± 1,566 (9,9) 15,169 ± 2,217 (14,6)

Rataan hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang
masing-masing adalah 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9%), 15,206 g/dl ± 2,071
g/dl (KK=13,6%) (Tabel 1). Menurut Mitruka dan Rawnsley (1977) kadar
hemoglobin burung merpati berkisar antara 10,7- 14,9 g%, itik 9,0 – 21 g%, kalkun
8,8 – 13,4 g%, dan puyuh 10,7 – 14,3 g%. Kadar hemoglobin pada burung beo
menurut Archawaranon (2005) yaitu (13,59 – 14,32 g/dl). Berarti nilai hemoglobin
pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan burung merpati dan unggas lain yang
dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005).

Gambar 5. Burung Merpati


Nilai hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang
tidak berbeda. Hasil penelitian ini berbeda dengan Archawaranon (2005) yang
menyatakan bahwa nilai hemoglobin betina lebih tinggi dibandingkan dengan jantan.
Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan dan
betina sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl
(KK=9,9 %) dan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6 %) (Tabel 1), apabila
dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon
(2005), pada penelitian ini mempunyai nilai yang tinggi seperti halnya nilai
hemoglobin sebelum dilatih terbang. Nilai hemoglobin merpati jantan dan betina
sesudah dilatih terbang tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa latihan terbang
pada penelitian ini belum mempengaruhi nilai hemoglobin.
Rataan dan simpangan baku hemoglobin antara burung merpati jantan
sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda seperti disajikan pada Tabel 1.
Nilai hemoglobin burung merpati jantan sebelum dilatih terbang diperoleh rataan
14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9 %), sedangkan sesudah dilatih terbang diperoleh
rataan 15,686 g/dl ± 1,566 g/dl (KK=9,9 %) apabila dibandingkan dengan penelitian
lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005) pada penelitian ini
mempunyai nilai hemoglobin yang lebih tinggi. Meningkatnya hemoglobin
disebabkan adanya aktifitas terbang karena banyak membutuhkan oksigen seperti
dikemukakan (Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973) pada burung-burung migran,
saat terbang membutuhkan banyak oksigen begitu juga dengan pendapat (Viscor et
al., 1985) bahwa aktifitas terbang diikuti oleh peningkatan jumlah hemoglobin.
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku hemoglobin
burung merpati betina sebelum dilatih terbang adalah 15,206 g/dl ± 2,071 g/dl
(KK=13,6%) sedangkan pada burung merpati betina yang sudah diterbangkan
diperoleh rataan 15,169 g/dl ± 2,217 g/dl (KK=14,6%), jika dibandingkan dengan
penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005), hasil penelitian
ini mempunyai nilai yang cukup tinggi seperti halnya nilai hemoglobin sebelum
dilatih terbang. Ini menunjukan bahwa nilai hemoglobin burung merpati betina
sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.
Koefisien keragaman yang diperoleh pada penelitian ini beragam baik jantan
maupun betina sebelum dilatih terbang, akan tetapi nilai koefisien keragaman jantan

18
lebih tinggi yaitu 18,9% dibandingkan dengan betina sebelum dilatih terbang yaitu
13,6%.
Koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam
karena pada merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan
pada betina sebesar 14,6% berarti masih beragam. Nilai koefisien keragaman yang
tinggi terdapat pada betina dibandingkan jantan sesudah dilatih terbang atau jantan
lebih seragam dibandingkan betina. Nilai koefisien keragaman pada jantan sesudah
dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan yang sudah dilatih terbang
diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada jantan yang belum
dilatih terbang adalah sebesar 18,9% berati masih beragam berarti bisa dilakukan
seleksi. Nilai koefisien keragaman burung merpati jantan sebelum dilatih terbang
lebih beragam dibandingkan sesudah dilatih terbang. Adanya keragaman pada nilai
hematologi pada burung yang dilatih menmungkinkan untuk memilih burung yang
memiliki nilai hamatologi yang dibutuhakan untuk burungi merpati agar dapat dilatih
terbang.
Hematokrit (PCV %)

Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah
Dilatih Terbang
Hematokrit (PCV%) burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah
dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Profil Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina

Rataan ± Simpangan Baku (KK)


Jantan Betina
-----------(%)----------- -----------(%)-----------
Sebelum dilatih terbang 44,30 ± 8,26 (18,6) 46,77 ± 4,74 (10,1)a

Sesudah dilatih terbang 46,61 ± 3,47 (7,43)1 39,93 ± 9,84 (2,46)b2


Ket : Superskrip dengan angka yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)
Superskrip dengan huruf yang berbeda pada kolom yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit


(PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang yaitu pada
burung merpati jantan diperoleh rataan 44,30 ± 8,26 % (KK=18,6%) dan burung
merpati betina diperoleh rataan 46,77 ± 4,74 % (KK=10,1%)a.

19
(Tabel 2) Hasil penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan
jumlah hematokrit pada burung merpati berkisar antara 39,3% - 59,4%, itik 32,6% -
47,5%, kalkun 30,4% - 45,6% dan puyuh 30,0% - 45,1%. Berarti nilai hematokrit
pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan merpati yang dilaporkan oleh Mitruka
dan Rawnsley (1977).
Rataan hematokrit betina sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibanding
dengan jantan sama akan tetapi berbeda dengan penelitian Campbell dan Dein
(1984); Sturkie (1986) bahwa secara umum jumlah hematokrit lebih tinggi jantan
dibandingkan betina.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit
(PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-
masing adalah diperoleh yaitu 46,61 % ± 3,47 (KK=7,43%)1 39,93 % ± 9,84 %
(KK=24,6%)2. (Tabel 2) Hasil ini menunjukan bahwa nilai hematokrit jantan dan
betina sesudah terbang berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka
dan Rawnsley (1977) yang menyatakan bahwa rataan hematokrit burung merpati
adalah 49%, dengan demikian pada penelitian ini mempunyai nilai hematokrit yang
lebih rendah.
Meningkatnya hematokrit yang diperoleh setelah burung dilatih terbang
dalam penelitian ini disamping perbedaan jenis kelamin juga pengaruh aktifitas
latihan terbang. Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973) menyatakan bahwa
pada burung migran saat terbang memerlukan banyak oksigen sehingga terjadi
peningkatan hematokrit dalam darah Viscor et al. (1985) menyatakan bahwa aktifitas
terbang diikuti dengan peningkatan hematokrit.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit
(PCV%) burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan
44,30% ± 8,26% (KK=18,6%) dan 46,61 ± 3,47 (KK=7,43%).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai hematokrit burung merpati
jantan sebelum dan sesudah terbang tidak berbeda (sama), hal ini menunjukkan
bahwa aktifitas dilatih terbang dan tidak dilatih terbang tidak mempengaruhi nilai
hematokrit pada burung merpati. Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter
hematologi burung dan mamalia tampaknya merespon kebutuhan lingkungan, seperti
hipoksia pada ketinggian tinggi dan kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.

20
Burung yang terbang dan tidak terbang serta mamalia membutuhkan kebutuhan
energi berbeda, adapun hematokrit kapiler tidak berbeda pada setiap takson.
Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), maka nilai
hematokrit (PCV%) merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang Pada
penelitian ini lebih rendah.
Rataan Hematokrit burung merpati jantan yang sudah dilatih terbang lebih
tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang hal ini disebabkan pada aktifitas
terbang banyak membutuhkan oksigen yang dapat mempengaruhi meningkatnya
hematokrit sebagaimana dikemukakan Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973).
Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen begitu
juga dengan pendapat (Viscor et al 1985) yang menyatakan bahwa aktiftas
penerbangan burung dapat mempengaruhi peningkatan jumlah hematokrit.
Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina
sebelum dilatih terbang dan sesudah diltaih terbang adalah 46,77% ± 4,74%
(KK=10,1)a dan 39,93% ± 9,84% (KK=24,6)b. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai
baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang berbeda.
Berarti apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977)
pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai hematokrit
(PCV%) sebelum dilatih terbang.
Koefisien keragaman pada jantan maupun betina sebelum dilatih terbang
pada penelitian ini beragam, hal ini berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai
koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 18,6% sedangkan betina
sebesar 10,1%.
Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dilatih terbang beragam
karena nilai yang diperoleh pada jantan sebelum dilatih terbang yaitu 18,6% . Berarti
masih bisa dilakukan seleksi sedangkan pada betina nilai koefisien keragamannya
diperoleh yaitu 7,43% (berarti seragam).
Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak
beragam karena pada burung merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu
7,43% dan pada betina sebesar 24,6%. Adapun nilai koefisien keragaman betina
lebih tinggi dibandingkan pada jantan.

21
Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang
beragam, hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh
jantan sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 18,6 % sedangkan sesudah dilatih
terbang yaitu sebesar 7,43 %.
Koefisien keragaman pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang
beragam, sehingga hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang
diperoleh betina sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 10,1% sedangkan sesudah
dilatih terbang yaitu 24,6 %. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih
terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang.
Pada penelitian ini menunjukan masih ada keragaman nilai hemtokrit pada
jantan setelah dilatih terbang. Selanjutnya dapat dipilih burung merpati yang
memiliki nilai hematokrit yang dapat memenuhi aktifitas terbang.

Butir Darah Merah


Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah
DilatihTerbang

Butir darah merah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah
dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Rataan dan simpangan
baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sebelum
dilatih terbang masing-masing adalah 2,691 x 106/mm3 ± 1,938 x 106/mm3 (KK=72,0
%)a 3,158 x 106/mm3 ± 1,753 x 106/mm3 (KK=55,5 %)b. Nilai butir darah merah
(eritrosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda
(P<0,05).

Tabel 3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina

Rataan ± Simpangan Baku (KK)


Jantan Betina
------(106/mm3)----- ------(106/mm3)-----
Sebelum dilatih terbang 2,691 ± 1,938 (72,0)a 3,158±1,753 (55,5)b
Sesudah dilatih terbang 3,712 ± 1,124 (30,2) 2,715 ±2,101 (77,3)
Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

22
Mitruka dan Rawnsley (1977) bahwa menyatakan bahwa burung merpati
mempunyai butir darah merah (2,13 - 4,20) x 106/mm3. Adapun hasil penelitian
Fowler (1978) menunjukkan bahwa elang mempunyai butir darah merah (2,30 –
3,25) x 106/mm3. Apabila dibandingkan dengan butir darah merah burung lain yang
dilaporkan Suzana (2007) pada Beo Kalimantan memiliki jumlah eritrosit terbesar
(2,63 x 106/mm3), kemudian diikuti Beo Flores (2,40 x 106/mm3), Beo Medan (2,20 x
106/mm3) dan Beo Nias (2,17 x 106/mm3), maka rataan butir darah merah merpati
pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan jenis burung lainnya.
Pada penelitian ini diperoleh nilai rataan butir darah merah (eritrosit) lebih
tinggi burung merpati betina dibandingkan dengan burung merpati jantan, hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nirman & Robinson (1972) bahwa nilai
butir darah merah jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Peningkatan butir
darah merah pada burung jantan karena androgen dan efek balik dari estrogen.
peneliti lain berpendapat bahwa jumlah eritrosit pada burung jantan
umumnya lebih tinggi dibandingkan burung betina (Santosa et al., 2003).
Pengaruh perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi nilai butir darah
merah (eritrosit) hal tersebut sesuai dengan pendapat (Strurkie, 1976; Schalm et al.,
1986) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin pada burung merpati juga
mempengaruhi jumlah nilai eritrosit. Begitu pula seperti yang dinyatakan (Santosa et
al., 2003) bahwa hormon seks memiliki peran penting dalam produksi eritrosit.
Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah merah
(eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-
masing adalah 3,712 x 106/mm3 ± 1,124 x 106/mm3 (KK=30,2%) 2,715 x 106/mm3 ±
2,101 x 106/mm3(KK=77,3%). Ini menunjukkan bahwa nilai rataan merpati jantan
dan betina sesudah dilatih terbang tidak beda. Apabila dibandingkan dengan
penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), butir darah merah merpati pada penelitian
ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah
sebelum dilatih terbang. .
Selanjutnya Brown (1988) menyatakan bahwa jenis hewan yang memiliki
ukuran eritrosit kecil, jumlahnya lebih banyak, sebaliknya yang ukurannya lebih
besar jumlahnya akan lebih sedikit, untuk unit volume tertentu. Jumlah eritrosit

23
berbeda tidak hanya untuk tiap jenis hewan saja. Perbedaan trah (breed), kondisi
nutrisi, aktifitas fisik, dan umur dapat memberikan perbedaan dalam jumlah eritrosit.
Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) burung merpati
jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691x106/mm3 ±
1,938x106/mm3(KK=72,0%), dan 3,712 x106/mm3 ± 1,124 x106/mm3 (KK=30,2%)
(Tabel 3). Berarti nilai butir darah merah merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih
terbang tidak berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan
Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya
nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang.
Faktor yang mempengaruhi nilai sel darah merah (eritrosit) dipengaruhi oleh
aktifitas fisik seperti penerbangan burung merpati yang berkaitan dengan
pengeluaran energi. Diduga jarak penerbangan yang pendek sehingga hasilnya
berbeda. Akan tetapi nilai butir darah merah burung merpati jantan sesudah dilatih
terbang lebih tinggi dibanding yang tidak dilatih terbang.
Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung
merpati betina sebelum dilatih terbang diperoleh hasil berkisar 3,158 x 106/mm3 ±
1,753 x 106/mm3 (KK=55,5%) 2,715 x 106/mm3 ± 2,101 x 106/mm3 (KK=77,3%).
Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada
penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah
merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai butir darah merah
burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.
Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh aktifitas terbang burung merpati yang
membutuhkan oksigen sehingga mempengaruhi peningkatan jumlah eritrosit. Pada
burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi
1972;Berstien et al., 1973) dan hal ini diikuti oleh peningkatan dan jumlah sel
eritrosit (Viscor et al., 1985).
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang
diperoleh jantan yaitu 72,0% sedangkan pada betina diperoleh nilai sebesar 55,5%,
akan tetapi pada jantan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi.
Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang beragam
hal tersebut dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman jantan sesudah dilatih

24
terbang diperoleh nilai sebesar 30,2% sedangkan betina diperoleh nilai yaitu 77,3%.
Nilai koefisien keragaman yang tinggi diperoleh pada betina sesudah dilatih terbang.
Koefisien keragaman butir darah merah yang diperoleh dari hasil penelitian
ini beragam baik jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang. Nilai koefisien
keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang adalah 72,0% sedangkan
sesudah dilatih terbang yaitu 30,2%.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam pada
betina sebelum dan sesudah dilatih terbang, hal ini masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada betina sebelum dilatih terbang
sebesar 55,5% sedangkan pada betina sesudah dilatih terbang yaitu 77,3%. Nilai
koefisien keragaman pada betina sesudah dilatih terbang tinggi dibandingkan dengan
jantan. Adanya keragaman butir darah merah pada burung merpati yang dilatih pada
penelitian ini, selanjutnya bisa dipilih burung merpati yang memiliki butir darah
merah yang dapat mendukung aktifitas terbang.

Butir Darah Putih


Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah
Dilatih Terbang
Hasil pengamatan terhadap perhitungan butir darah putih dari pengambilan
sampel darah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang
selama penelitian disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan
Sesudah Dilatih Terbang

Rataan ± Simpangan Baku (KK)


Jantan Betina
------(103/mm3)----- ------(103/mm3)-----
Sebelum dilatih terbang 6,62 ± 4,35 (65,7)a 9,62 ± 4,95 (51,4)b
Sesudah dilatih terbang 4,344 ±2,038 46,9)a 5,937 ± 3,310 (55,7)b
Ket : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata (P < 0,05)

Rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) adalah burung
merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing 6,62 x 103/mm3 ±
4,35 x 103/mm3 (KK=65,7%) 9,62 x 103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3(KK=51,4%) (Tabel
4). Hasil penelitian lain yaitu Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan bahwa pada

25
penelitian beberapa jenis burung lain, kisaran jumlah leukosit bervariasi. Merpati
3 3
mempunyai jumlah leukosit berkisar antara (10,0 - 30,0) x 10 /mm , itik (13,4 –
33,2) x 103/mm3, kalkun (16,0 - 25,5) x 103/mm3, dan puyuh (12,5 - 24,6) x
103/mm3.
Adapun penelitian Sturkie (1965) bahwa leukosit pada burung berkisar 15-
30x103/mm3 baik untuk burung jantan maupun betina. Berarti leukosit pada
penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977)
dan Sturkie (1965) mempunyai nilai butir darah putih yang rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai butir darah putih (leukosit)
burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Dari
hasil penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1965) pun berbeda nilai
leukosit yang diperoleh dari merpati dan jenis unggas lainnya, hasilnya tidak
mempunyai nilai yang tinggi. Archawaranon (2005) menyatakan bahwa leukosit
yang tinggi kemungkinan memiliki resiko terserang penyakit yang lebih tinggi. Pada
beo Thailand betina mempunyai leukosit yang tinggi dibandingkan beo jantan
(Archawaranon, 2005) seperti halnya ditemui pada ayam (Lucas dan Jamroz, 1961)
dan burung puyuh (Nirmalan dan Robinson, 1972).
Rataan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan nilai butir darah putih
lebih tinggi betina dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut disebabkan adanya
pengaruh jenis kelamin seperti pernyataaan (Brown 1989; Sturkie 1976) bahwa
leukosit yang berfungsi sebagai unit mobil dari sistem pertahanan tubuh, umumnya
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pengaruh berbagai keadaan, seperti stress,
aktivitas fisiologi yang tinggi, gizi, dan berbagai faktor lainnya seperti lingkungan,
efek hormon, obat-obatan, dan sinar x. Selain itu pemberian estrogen akan
meningkatkan leukosit pada burung-burung puyuh jantan (Nirmalan dan Robinson,
1972). Burung muda memiliki leukosit yang lebih tinggi daripada dewasa.
Sel darah putih atau leukosit sangat berbeda dari eritrosit, karena adanya
nukleus dan memiliki kemampuan gerak yang independen. Masa hidup sel-sel darah
putih sangat bervariasi, mulai dari beberapa jam untuk granulosit, sampai bulanan
untuk monosit, dan bahkan tahunan untuk limfosit. Di dalam aliran darah
kebanyakan sel-sel darah putih bersifat non fungsional dan hanya diangkut ke
jaringan tertentu saat dibutuhkan (Fradson,1992).

26
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah
putih (leukosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang
diperoleh hasil nilai jantan berkisar 4,344 x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%)a
sedangkan pada burung merpati betina 5,937x103/mm3 ± 3,310) x103/mm3
(KK=55,7%)b. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung
merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Apabila
dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie
(1986) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir
darah putih sebelum dilatih terbang.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih
(leukosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah
diperoleh hasil nilai berkisar 6,62 x103/mm3 ± 4,35 x103/mm3 (KK=65,7%)
sedangkan pada burung jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh hasil 4,344
x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%). Apabila dibandingkan dengan penelitian
lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986) pada penelitian ini mempunyai
nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini
menunjukan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung merpati jantan sebelum
dilatih terbang tidak berbeda.
Nilai butir darah putih yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh nilai
burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sesudah
terbang, pada saat terbang butir darah putih normal yang mempengaruhi vitalitas saat
malakukan aktifitas terbang (sehat). Sturkie (1986) menyatakan bahwa leukosit yang
tinggi kemungkinan memiliki resiko penyakit yang lebih tinggi.
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah
putih (leukosit) burung merpati betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah
9,62 x103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3 (KK=51,4%)b 5,937 x 103/mm3 ± 3,310 x 103/mm3
(KK=55,7%). Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka Mitruka dan
Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986), maka butir darah putih pada penelitian ini
mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum
dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) burung merpati
betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.

27
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Hal ini masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan adalah 65,7% dan pada betina yaitu
51,4%. Nilai koefisien keragaman jantan cenderung lebih tinggi dibandingkan betina.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun betina sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 46,9% sedangkan pada
betina sebesar 55,7%. Berarti nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi
dibandingkan dengan jantan.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun jantan sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan diperoleh nilai sebesar 65,7%
sedangkan pada betina yaitu 46,9%. Nilai koefisien keragaman jantan lebih tinggi
dibandingkan betina.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam betina
sebelum dilatih terbang, berarti hal ini masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien
keragaman betina sebelum dilatih terbang adalah sebesar 51,4% sedangkan betina
yang sesudah dilatih terbang yaitu 55,7%. Nilai koefisien keragaman betina sesudah
dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilatih terbang.
Pada penelitian ini masih ada keragaman nilai butir darah putih pada burung
merpati yang dilatih terbang. Sebaiknya dipilih burung merpati yang memiliki nilai
butir darah putih yang jumlahnya memenuhi untuk dilatih terbang.

Bobot Badan
Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat
nyata (P<0,05). Rataan bobot badan merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih
terbang masing-masing 339,8 ± 25,49 serta g 334,8 ± 23,74 g. Rataan bobot badan
merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 303,1 ±
36,10 g selanjutnya rataan bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang yaitu
305,7 ± 32,34 g.
Bobot badan merpati jantan sebelum dilatih terbang memiliki koefisien
keragaman sebesar 7,50% selanjutnya koefisien keragaman bobot badan merpati
jantan sesudah dilatih terbang sebesar 7,09%. Bobot badan merpati betina sebelum
28
dilatih terbang memiliki koefisien keragaman sebesar 11,91% selanjutnya koefisien
keragaman bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang sebesar 10,58%, hal
tersebut menunjukkan bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam
dibandingkan dengan merpati jantan.
Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati
betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot
badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan
merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan
merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa
bobot badan merpati lokal masih beragam.

Konsumsi Pakan
Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian,
seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan
jagung dalam penelitian ini yaitu 38,69 ± 8,91 g/pasang/hari dengan koefisien
keragaman 23,03%, hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada
penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini
yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari.
Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar
badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998).

29
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih
sama. Hematokrit, butir darah merah dan butir darah putih pada jantan lebih rendah
dibandingkan dengan betina.
Rataan hemoglobin, hematokrit dan butir darah merah pada jantan
meningkat sedangkan butir darah putih menurun setelah dilatih terbang. Hemoglobin
pada burung merpati betina sebelum dan sesudah terbang mempunyai nilai rataan
sama sedangkan hematokrit dan butir darah merah menurun, serta butir darah putih
meningkat setelah dilatih terbang.
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
dengan judul “ Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang Dilatih Terbang”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri
Darwati, M.Si sebagai dosen pembimbing utama dan Ibu Maria Ulfah, S.Pt.,
M.Sc.Agr. sebagai dosen pembimbing kedua yang keduanya telah banyak membantu
dengan tulus, baik dan sabar dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian di
lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Untuk ibu Rini Harianti Mulyono, S.Pt,
M.Si atas dukungan dan bimbinganya terima kasih.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah Aminudin, AMd dan ibu
Komariah tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moral, spiritual,
material, nasihat, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kewajiban belajar selama ini. Kakakku Hendri Hermawan, SP, Deni Ferdian, SPd
dan Adikku Fitri Ameilia, Am.Keb yang penulis banggakan, terima kasih buat doa
dan dukungannya selama Penulis menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi
ini. Spesial Teruntuk Meli Nurfarida, SP terimakasih yang sedalam-dalamnya atas
cinta, dukungan, motivasi serta doa, kesabaran dan kasih sayangnya yang sangat
berharga dan juga penyemangat dalam hidup bagi Penulis, penulis tidak akan pernah
melupakan kebaikan dan kesetianmu selamanya. Untuk bapak Sarda Sunara dan ibu
Robiah terima kasih buat motivasi, doa, nasehat cinta dan kasih sayangnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan
Alif, Ricky, Bedi, Pak Rio, Pak udin, Pak Jodi, Pak Warim Menix dan Riki buat
kerjasamanya. Tidak lupa juga untuk pak Ilyas dan pak Dadang yang sudah
membantu penelitian ini.
Terakhir Penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan pegawai di
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Bogor, Desember 2012

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Allen, W. H. Jr. 1980. How To Raise and Train Pigeons. Oack Tree Press Co. Ltd,
London and Sydney.

Archawaranon, M. 2005. Hematological investigation of captive hill mynah


Gracula religiosa in Thailand. International Journal of Poultry Science 4(9):
679-682, 2005 ISSN 1682-8356©Asian Network for scientific Information.

Angela M. B. & A. Biewner. 2010. Wing and body kinematics of takeoff and
landing flight in the pigeon (Columba livia). J. Eks. Bio. 213: 1651-1658.

Angela, M. B. & A. Biewner. 2008. Kinematics and power requirements of


ascending and descending flight in the pigeon (Columba livia). J. Eks. Bio.
211: 1120-1130.

Hoffbrand, A.V. & J.E. Pettit, 1987. Haemotologi. Alih Bahasa : Iyan Darmawan,
EGC Black Well, Philadelphia.

Blakely, J. & D.H. Bade. 1985. Ilmu Peternakan. Terjemahan: Gajah Mada
University Press, Jakarta.
Blakely, J. & D.A. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan: B.
Srigandono dan Soedarsono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Barbara, A.B. 1980. Hematology. Principles And Procedures. 3rd ed. Lea and
Febriger, Philadelphia
Berstein, M. H., S. P. Thomas, & K. S. Nielsen. 1973. Power input during flight of
the first crow Corvus ossifragus. J. Exp. Biol. 58:401-401.
Brown, G. & J.A. Ramaley. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Edisi Ke-8 Terjemahan :
W. Gunarso. Institut Pertanian Bogor. Penerbit Erlangga, Jakarta

Canals. M., C. Donoso., D. Figueroa, & P. Sabat. 2007. Pulmonary hematogical


parameters, cenergetic flight demands and their orrelation with oxygen
diffusion capacity in the lungs. Revista Chilena de Historia Natural. 80: 275-
284.

Campbell, T.W. & F.J. Dein. 1984. Avian hematology : The Basics. Vet. Clin.
North Am. Prac., 14: 223-248.

Cotter, S. M. 2001. Hematology. Teton New Media, Jackson.

Darwati, S. 2003. Seleksi merpati lokal sebagai performing breed berdasarkan


ketangkasan Tumbler. http://rudyct.tripod.com/sem2_023/sri_darwati. htm
[23 September 2010]
Djanah, D. & Sulistyani. 1986. Beternak Merpati. CV Simplex, Jakarta.
Dellmann, H. D. & E. M. Brown 1988. Buku Teks Histologi Veteriner. UI-Press,
Jakarta.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Ke-4 Terjemahan: B.
Srigandono dan Koen Praseno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Fowler. 1978. Zoo and Wild Animal Medicine. WB. Saunders Company,
Philadelphia, London, Toronto.
Kubena, L.F., J.D. May, F.N. Reece, & W. Deaton. 1971. Hematocrit and
hemoglobin levels of broilers as influenced by enviromental tempeature and
dietary iron level. Poult Sci. 51:759.
Lasiewski, R. C. 1972. Respiratory Function in Bird. In:Farner DS, King JR (Eds).
Avian Biology Vol. 2. Acadenic Press, New York.
Levi, W. M. 1945. The Pigeon. 2nd ed. R. L. Bryab Co, Columbia.
Lucas A. M. & C. Jamroz. 1961. Atlas of avian Hematology. O. S. Departement of
Agriculture. USDA, 216

Michaeli. G. & B. Pinshow. 2001. Respiratory water loss in free flying pigeons. J.
Eks. Bio. 204,:3803-3814.

Mitruka & H. M Rawnsley. 1977. Clinical Biochemical and Hematological


Reference Values in Normal Experimental Animals. Masson Pbl. USA Inc,
New York.
Morton. M.L. 1994. Hematocrits in montane sparrows in relation to reproductive
schedule. Condor. 96:119-126.
Mosca. F. 2000. Basic pigeon genetic. http://www.angel fire.com.2-1-2002.
Nirmalan, G.P. & G.A. Robinson. 1972. Hematology of japanese quail treated with
exogenous stilbestrol dipropionate and testosterone propionate. Poult Sci.
51:920-925.
Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Puerta, M.L., J.C. Alonso, V. Huecas, J.A Alonso, M. Abelenda, & R.P. Munoz.
1990. Hematology and blood chemistry of wintering common cranes.
Condor. 92:210-214
Radioputro. 1983. Zoologi. Edisi ke-2. Erlangga, Jakarta.
Ristek. 1981. Unggas untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Laporan
Pertemuan Kerja, Riset dan Teknologi, Bogor.
Ritchison,G. 2008. Bird flight II. http://people.eku.edu./ritchisong/554notes3.html.
[21Juli2011]

33
Rasyaf, M. & I.K. Amrullah. 1982. Beternak Burung Dara. PT Penebar Swadaya,
Jakarta.

Sadikin, M. 2001. Biokimia Darah. Widya Medika. Jakarta.


Santosa, E. B., A. Mahmud, F. Nur, & M. Sri. 2003. Studi gambaran darah burung
elang yang dipelihara di kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta. Tesis.
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Sastradipradja, D., S. H. S. Sikar, R. Widjajakusuma, T. Ungerer, A. Maad, H.


Nasution, R. Suriawinata, & R. Hamzah 1989. Penuntun Praktikum.
Fisiologi Veteriner. Penelaah: Soewondo Djojosoebagio. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat
Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.

Susana, E. 2007. Analisis hubungan kekerabatan berdasarkan morfologi, aktivitas


harian, gambaran darah dan karakter DNA mitokondrion beberapa
subspesies burung beo. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Schmaier, A. H & L. M Petruzzelli. 2003. Hematology for the medical student.


Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, Pennsylvania.

Schalms, O. W. , N.C. Jain & E. J. Carol. (1986).Veterinary Haematology. 4th ed.


Lea and Febiger, Philadelphia.

Sikar, S. H. S., R. Suriawinata, T. Ungerer, & D. Sastradipradja. 1984. Larutan


pengencer darah unggas untuk menghitung jumlah leukosit secara langsung.
Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Sturkie, P. D. 1986. Body Fluids: Blood. In: Sturkie PD (Ed). Avian Physiology. 4th
ed. Springer-Berlag. Berlin. p: 102-120.
Sturkie, P. D. 1976. Avian Physiology. 3rd ed. Comstock Publishing Associates A
Devision of Cornell University Press Ithaca. New York.

Sturkie, P. D. 1965. Avian Physiologi. 2nd ed. Cornell Univ. Press, Itacha, New York

Tanubrata, H, & M. S . R. Syammkhard. 2004. Menghasilkan Merpati Balap Sprint


Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ultgeverij, W. & B. V. Van Hoeve. 1989. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna


Burung. Redaksi Ensiklopedia. Jakarta.
Viscor, G., M.S. Marques & Palomeque. 1985. Cardiovascular and organ weight
adaptions as related to flight activity in birds. Comp. Biochem. Physiol. 82:
597-599.

34
Walpole, 1982. Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT. Gramedia. Pustaka Utama,
Jakarta.

35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji t Berpasangan Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit (PCV%),
Butir Darah Merah dan Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan
Betina Menggunakan Mnitab 14

Uji t berpasangan : Hemoglobin ♂ (sebelum); Hemoglobin ♂ (sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
Hemoglobin ♂ (sebelum) 18 14,8444 2,8074 0,6617
Hemoglobin ♂ (sesudah) 18 15,6856 1,5660 0,3691
Perbedaan 18 -0,841111 2,835446 0,668321
T-Value = -1,26 P-Value = 0,225

Deskriptif Statistik : Hb ♂ (sebelum); Hb ♂ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan SE Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
Deviasi
Hb ♂ (sebelum) 14,844 0,622 2,807 18,91 267,200 9,600 18,440
Hb ♂ (sesudah ) 15,686 0,369 1,566 9,98 282,340 12,510 18,110

Rentang Variabel
Hb ♂ (sebelum) 8,840
Hb ♂ (sesudah ) 5,600

Uji t berpasangan: Hemoglobin ♀ (sebelum)–Hemoglobin ♀ (sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
Hemoglobin ♀ (sebelum) 19 15,2058 2,0706 0,4750
Hemoglobin ♀ (sesudah) 19 15,1695 2,2172 0,5087
Perbedaan 19 0,036316 2,863442 0,656919
T-Value = 0,06 P-Value = 0,957

Deskriptif Statistik : Hb ♀ (sebelum); Hb ♀ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan SE Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
Deviasi
Hb ♀ (sebelum) 15,206 0,475 2,071 13,62 288,910 9,490 18,400
Hb ♀ (sesudah) 15,169 0,509 2,217 14,62 288,220 11,300 19,170

Rentang Variabel
Hb ♀ (sebelum) 8,910
Hb ♀ (sesudah) 7,870

37
Uji t berpasangan: PCV ♂ (sebelum); PCV ♂ (sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
PCV ♂ (sebelum) 10 44,3000 8,2629 2,6129
PCV ♂ (sesudah) 10 46,6100 3,4651 1,0958
Perbedaan 10 -2,31000 10,41393 3,29317
T-Value = -0,70 P-Value = 0,501

Deskriptif Statistik : Hb ♀ (sebelum); Hb ♀ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
PCV ♂ (sebelum) 44,30 2,61 8,26 18,65 443,00 26,50 53,75
PCV ♂(sesudah) 46,61 1,10 3,47 7,43 466,10 38,25 50,60

Rentang Variabel
PCV ♂ (sebelum) 27,25
PCV♂ (sesudah) 12,35

Uji t berpasangan: PCV ♀ (sebelum); PCV ♀ (sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
PCV ♀ (sebelum) 16 46,7656 4,7368 1,1842
PCV ♀ (sesudah) 16 39,9313 9,8368 2,4592
Perbedaan 16 6,83438 10,39697 2,59924
T-Value = 2,63 P-Value = 0,019

Deskriptif Statistik : PCV ♀ (sebelum); PCV ♀ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
PCV ♀ (sebelum) 46,77 1,18 4,74 10,13 748,25 34,50 53,75
PCV ♀ (sesudah) 39,93 2,46 9,84 24,63 638,90 24,50 50,00

Rentang Variabel
PCV ♀ (sebelum) 19,25
PCV ♀ (sesudah) 25,50

38
Uji t berpasangan: BDM ♂ (sebelum); BDM ♂ (sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDM ♂ (sebelum) 18 2690,98 1937,80 456,74
BDM ♂ (sesudah) 18 3712,18 1123,63 264,84
Perbedaan 18 -1021,20 2045,18 482,05
T-Value = -2,12 P-Value = 0,049

Deskriptif Statistik : BDM ♂ (sebelum); BDM ♂ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDM ♂ (sebelum) 2691 457 1938 72,01 48438 1,54 5158
BDM ♂ (sesudah) 3712 265 1124 30,27 66819 4,18 5246

Rentang Variabel
BDM ♂ (sebelum) 5158
BDM ♂ (sesudah) 5246

Uji t Berpasangan: BDM ♀ (sebelum); BDM ♀ (sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDM ♀ (sebelum) 19 3158,03 1753,10 402,19
BDM ♀ (sesudah) 19 2715,16 2100,97 482,00
Perbedaan 19 442,879 1998,213 458,421
T-Value = 0,97 P-Value = 0,347

Deskriptif Statistik : BDM ♂ (sebelum); BDM ♂ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDM ♀ (sebelum) 3158 402 1753 55,51 60003 2,29 6360
BDM ♀ (sesudah) 2715 482 2101 77,38 51588 2,86 6215

Rentang Variabel
BDM ♀ (sebelum) 6358
BDM ♀ (sesudah) 6212

39
Uji t Berpasangan untuk BDP ♀ (Sebelum); BDP ♀ (Sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDP ♀ (Sebelum) 19 9,62105 4,94633 1,13477
BDP ♀ (Sesudah) 19 5,93684 3,30995 0,75936
Perbedaan 19 3,68421 4,60353 1,05612
T-Value = 3,49 P-Value = 0,003

Deskriptif Statistik: BDP ♀ (Sebelum); BDP ♀ (Sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimu Maksimum
SE Deviasi m
BDP ♀ (Sebelum) 9,62 1,13 4,95 51,41 182,80 2,60 20,20
BDP ♀ (Sesudah) 5,937 0,759 3,310 55,75 16,000 1,400 16,000

Rentang Variabel
BDP ♀ (Sebelum) 17,60
BDP ♀ (Sesudah) 14,600

Lampiran 2. Uji t Dua Sampel Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit (PCV%),


Butir Darah Merah dan Butir Darah Putih Burung Merpati
Berpasangan Jantan dan Betina Menggunakan Mnitab 14

Dua Sampel Uji t: Hb ♂ (Sebelum) vs Hb ♀ (sebelum)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
Hb ♂ (Sebelum) 18 14,84 2,81 0,66
Hb ♀ (Sebelum) 19 15,21 15,21 0,48
T-Value = -0,44 P-Value = 0,660 DF = 31

Deskriptif statistik : Hb ♂ (Sebelum); Hb ♀ (sebelum)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
Hb ♂ (Sebelum) 14,844 0,662 2,807 18,91 267,200 9,600 18,440
Hb ♀ (Sebelum) 15,206 0,475 2,071 13,62 288,910 9,490 18,400

Rentang Variabel
Hb ♂ (Sebelum) 15,600
Hb ♀ (Sebelum) 15,490

40
Uji t Dua Sampel: Hb ♂ (Sesudah) vs Hb ♀ (Sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
Hb ♂ (Sesudah) 18 15,69 1,57 0,37
Hb ♀ (Sesudah) 19 15,17 2,22 0,51
T-Value = 0,82 P-Value = 0,418 DF = 32

Deskriptif statistik: Hb ♂ (Sesudah); Hb ♀ (Sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
Hb ♂ (Sesudah) 15,689 0,369 1,566 9,98 282,340 12,510 18,110
Hb ♀ (Sesudah) 15,169 0,509 2,217 14,62 288,220 11,300 19,170

Rentang Variabel
Hb ♂ (Sesudah) 15,950
Hb ♀ (Sesudah) 15,300

Uji t Dua Sampel: PCV ♂ (Sebelum) dan PCV ♀ (Sebelum)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
PCV ♂ (Sebelum) 10 44,30 8,26 2,6
PCV ♀ (Sebelum ) 16 46,77 4,74 1,2
T-Value = -0,86 P-Value = 0,407 DF = 12

Deskriptif statistik : PCV♂ (Sebelum); PCV♀ (Sebelum)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
PCV ♂ (Sebelum) 44,30 2,61 8,26 18,65 443,00 26,50 53,75
PCV ♀ (Sebelum ) 46,77 1,18 4,74 10,13 748,25 34,50 53,75

Rentang Variabel
PCV ♂ (Sebelum) 45,25
PCV ♀ (Sebelum ) 47,13

Uji t Dua Sampel : PCV♂ (Sesudah); PCV♀ (Sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
PCV ♂ (Sesudah) 10 46,61 3,47 1,1
PCV ♀ ( Sesudah) 16 39,93 9,84 2,5
T-Value = 2,48 P-Value = 0,022 DF = 20

Deskriptif statistik : PCV♂ (Sesudah); PCV♀ (Sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
PCV ♂ (Sesudah) 46,61 1,10 3,47 7,43 466,10 38,25 50,60
PCV ♀ ( Sesudah) 39,93 2,46 9,84 24,63 638,90 24,50 50,00

41
Rentang Variabel
PCV ♂ (Sesudah) 47,50
PCV ♀ ( Sesudah) 44,50

Uji t Dua Sampel: BDM ♂ (sebelum); BDM ♀ (sebelum)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDM ♂ (sebelum) 18 2691 1938 457
BDM ♀ (sebelum) 19 3158 1753 402
T-Value = -0,77 P-Value = 0,448 DF = 34

Deskriptif statistik : BDM ♂ (sebelum); BDM ♀ (sebelum)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDM ♂ (sebelum) 2691 457 1938 72,01 48438 1,54 5160
BDM ♀ (sebelum) 3158 402 1753 55,51 60003 2,29 6360

Rentang Variabel
BDM ♂ (sebelum) 3590
BDM ♀ (sebelum) 3655

Uji t Dua Sampel : BDM ♂ (sesudah); BDM betina(sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDM ♂ (sesudah) 18 3712 1124 265
BDM ♀ (sesudah) 19 2715 2101 482

Deskriptif statistik: BDM ♂ (sesudah); BDM ♀ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDM ♂ (sesudah) 3712 265 1124 30,27 66819 4,18 5250
BDM ♀ (sesudah) 2715 482 2101 77,38 51588 2,86 6215

Rentang Variabel
BDM ♂ (sesudah) 3975
BDM ♀ (sesudah) 3640

Uji t Dua Sampel : BDP ♂ (sebelum); BDP♀ (sebelum)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDP ♂ (sebelum) 18 6,62 4,35 1,0
BDP ♀ (sebelum) 19 9,62 4,95 1,1

42
Deskriptif statistik: BDM ♂ (sesudah); BDM ♀ (sesudah)
Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDP ♂ (sebelum) 6,62 1,03 4,35 65,74 119,20 1,40 18,60
BDP ♀ (sebelum) 9,62 1,13 4,95 51,41 182,80 2,60 20,20

Rentang Variabel
BDP ♂ (sebelum) 5,70
BDP ♀ (sebelum) 10,20

Uji t Dua Sampel : BDP ♂ (sesudah); BDP♀ (sesudah)


Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDP ♂ (sesudah) 18 4,34 2,04 0,48
BDP ♀ (sesudah) 19 5,94 3,31 0,76
T-Value = -1,96 P-Value = 0,058 DF = 34

Deskriptif statistik: BDM ♂ (sesudah); BDM ♀ (sesudah)


Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDP ♂ (sesudah) 4,344 0,480 2,038 46,92 78,200 1,800 8,400
BDP ♀ (sesudah) 5,937 0,759 3,310 55,75 112,800 1,400 16,000

Rentang Variabel
BDP ♂ (sesudah) 3,400
BDP ♀ (sesudah) 5,200

43

Anda mungkin juga menyukai