Anda di halaman 1dari 34

KAJIAN KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN

HEMATOLOGIS AYAM CEMANI SEBAGAI UPAYA UNTUK


MENINGKATKAN KUALITAS KEMURNIAN

MELA AMELIA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Karakteristik Sifat
Kualitatif dan Hematologis Ayam Cemani sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas
Kemurnian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2019

Mela Amelia
NIM D14150038
ABSTRAK

MELA AMELIA. Kajian Karakteristik Sifat Kualitatif dan Hematologis Ayam


Cemani sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Kemurnian. Dibimbing oleh
MARIA ULFAH dan HERA MAHESHWARI.

Ayam cemani merupakan ayam kedu hitam yang diseleksi warna hitam pada
bulu dan jenggernya serta bentuk jengger tunggal bergerigi. Sampai saat ini,
upaya untuk membentuk galur murni ayam lokal Indonesia dengan kualitas yang
baik masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik kualitatif dan
hematologis ayam cemani pada beberapa grade yang berbeda sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas (kemurnian, status kesehatan, dan performa). Penelitian ini
menggunakan 8 ekor ayam cemani jantan dan 14 ekor ayam cemani betina dari 3
grade yang berbeda (A super, A, dan B). Darah diambil melalui vena brachialis
menggunakan spuit, kemudian dianalisis hematologisnya. Karakteristik sifat
kualitatif ayam cemani meliputi warna lidah hitam, abu-abu dan kuning, warna
kulit hitam, pola bulu hitam (E_), corak bulu polos (bb), kerlip bulu perak (S_),
warna shank hitam (id), bentuk jengger single (pp), warna cuping hitam, dan
warna iris mata cokelat. Tingginya nilai eritrosit berpengaruh terhadap intensitas
warna hitam pada lidah ayam cemani. Perbedaan grade antara ayam cemani grade
A super dengan grade A tidak berbeda nyata (P>0.05) pada semua komponen
hematologis. Namun demikian hematokrit, jumlah leukosit dan MCV berbeda
nyata pada ayam jantan grade A super dan betina grade A super.

Kata kunci : ayam cemani, grade kualitas, hematologis, jenis kelamin,


karakteristik kualitatif

ABSTRACT

MELA AMELIA. Study of the qualitative traits and hematology of cemani


chicken as an effort to improve the purity. Supervised by MARIA ULFAH and
HERA MAHESHWARI.

Cemani chicken is originally selected from population of black kedu


chicken owned black plumage and black single comb. Recently, the efforts to
develop the high quality of pure line of Indonesian local chickens are still limited.
This study aimed to study the qualitative traits and hematology of cemani
chickens on several different standard classes. Those data might be useful to
improve the chicken quality (purity, health status, and performances). The cemani
chicken used in this research were 8 hens and 14 roosters of 3 standard classes (A
super, A, and B). Blood was collected through vena brachialis using steril spuit,
then followed by analysis of hematology. Qualitative traits of cemani chickens
were include of black, grey and yellow tongue color, black skin color, black
feather pattern (E_), non barred feather pattern (bb), silver feather flicker (S_),
black shank color (id), single (pp) comb shape, black lobe color and brown eyes
color. The high level of erythrocytes affected the black tongue color of cemani
chicken. The grade of cemani chicken was not significantly affect (P>0.05) the
cemani chicken hematologies. However, the sex significantly affect (P<0.05) the
hematocrit, leukocytes level and MCV of cemani chicken.

Key words : cemani chicken, chicken sex, grade quality, hematology, qualitative
traits
KAJIAN KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN
HEMATOLOGIS AYAM CEMANI SEBAGAI UPAYA UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS KEMURNIAN

MELA AMELIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Judul Skripsi : Kajian Karakteristik Sifat Kualitatif dan Hematologis Ayam Cemani
sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Kemurnian
Nama : Mela Amelia
NIM : Dl4150038

Disetujui oleh

Dr Dr Drh Hera Maheshwari, MSc AIF


Pembimbing II

Tanggal Lulus: 3 0 0 E C 2019


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Juli 2019 ini berjudul Kajian Karakteristik Sifat Kualitatif dan
Hematologis Ayam Cemani sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas
Kemurnian. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Peternakan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Maria Ulfah, SPt MSc Agr
dan Ibu Dr Drh Hera Maheshwari, MSc AIF selaku pembimbing skripsi atas
bimbingan, dukungan, ilmu, saran selama proses penelitian, hingga penyusunan
skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen
pembimbing akademik serta Bapak Moch. Sriduresta Soenarno, SPt, MSc selaku
dosen pembahas seminar yang telah memberikan kritik dan saran selama
penulisan skripsi. Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi dan Ibu Dr
Yuni Cahya Endrawati, SPt MSi selaku dosen penguji dalam ujian sidang skripsi
untuk nasehat, saran, dan motivasi yang telah diberikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Dede, Ibu
Lina dan kedua adik tercinta (Lutfi dan Yusup) serta seluruh keluarga atas doa,
dukungan, dan kasih sayang yang diberikan. Di samping itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Reza selaku pemilik peternakan ayam cemani dan
Bapak Nur serta Bapak Jajat selaku Pranata Laboratorium yang telah membantu
selama pengumpulan data dan arahannya selama penelitian. Ungkapan terima
kasih penulis tujukan kepada teman sepenelitian Feliana Fuji Rahayu, Rifqi
Ahmad Muzaki, Siti Rochana dan Afri Febri atas bantuan dan kerjsamanya, serta
kepada Merinos atas semangat dan dukungannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Yan Detha Shandy Van Dapperen,
Nurul Azmi, Reny Permatasari, Elin Marlina, Inna Dwi Lestari, Khairun Nisa atas
bantuan dan dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah ikut membantu sehingga karya ilmiah ini dapat
terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2019

Mela Amelia
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Alat 2
Bahan 2
Prosedur 4
Persiapan Ayam 4
Pengamatan Karakteristik Kualitatif 4
Pengambilan Darah 5
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Karakteristik Sifat Kualitatif Ayam Cemani 8
Warna Lidah dan Warna Kulit 9
Warna Bulu dan Pola Bulu 10
Corak Bulu dan Kerlip Bulu 10
Warna Shank 11
Bentuk Jengger 11
Warna Cuping Telinga 12
Warna Iris Mata 12
Hematologis Ayam Cemani 13
Eritrosit 14
Hemoglobin 14
Hematokrit 15
Indeks Eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC) 15
Leukosit 15
Diferensiasi Leukosit 16
Limfosit 16
Monosit 17
Heterofil 17
Eosinofil 17
Basofil 17
Rasio H/L 17
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR TABEL

1 Ayam cemani yang digunakan untuk pengamatan karakteristik sifat 3


kualitatif
2 Proporsi karakteristik kualitatif ayam cemani di Jatibening, Bekasi Jawa 9
Barat
3 Rataan jumlah eritrosit, leukosit, nilai hemoglobin, hematokrit, indeks 13
eritrosit, dan diferensiasi leukosit serta rasio H/L pada ayam cemani
betina yang berbeda grade
4 Rataan jumlah eritrosit, jumlah leukosit, hemoglobin, hematokrit, indeks 16
eritrosit, dan diferensiasi leukosit serta rasio H/L pada ayam cemani
jantan grade A super dengan ayam betina grade A super

DAFTAR GAMBAR

1 Ayam cemani jantan grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C1 dan 3
C2), Ayam cemani umur 7 bulan (C3, C4 dan C5) dan ayam cemani umur
12 bulan (C6)
2 Ayam cemani betina grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C7, C8, 3
dan C9), ayam cemani umur 6 bulan (C10, C11, dan C12), ayam cemani
umur 7 bulan (C13) dan ayam cemani umur 8 bulan (C14)
3 Ayam cemani grade A. Ayam cemani jantan umur 12 bulan (C15). Ayam 4
cemani betina umur 7 bulan (C16 dan C17) dan ayam cemani betina
umur 9 bulan (C18)
4 Ayam cemani grade B. Ayam cemani jantan umur 19 bulan (C20). Ayam 4
cemani betina umur 6 bulan (C21) dan ayam cemani betina umur 18 bulan
(C22 dan C23)
5 Grade kualitas ayam cemani berdasarkan warna lidah pada ayam 8
cemani: (a) grade A super (umur 7 bulan), (b) grade A (umur 9 bulan),
(c) grade B (umur 6 bulan)
6 Warna kulit hitam pada ayam cemani 10
7 Warna bulu dan pola bulu ayam cemani : (a) ayam cemani betina; (b) 10
ayam cemani jantan
8 Kerlip bulu keperakan pada ayam cemani : (a) jantan; (b) betina 11
9 Warna shank hitam pada ayam cemani 11
10 Warna pial dan cuping ayam cemani di peternakan Jatibening, Bekasi 11
Jawa Barat : (a) jantan; (b) betina)
11 Bentuk jengger ayam cemani di Peternakan Jatibening, Bekasi Jawa 12
Barat : (a) single comb (jantan); (b) single comb (betina); (c) pea (jantan)
12 Warna cuping hitam ayam cemani : (a) betina; (b) jantan 12
13 Warna iris mata ayam cemani : (a) cokelat (jantan); (b) cokelat (betina) 13
14 Diferensiasi leukosit pada ayam cemani dengan menggunakan 16
mikroskop 100x10: (a) limfosit; (b) eosinofil; (c) monosit; (d) heterofil
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam cemani diperkirakan berasal dari populasi ayam kedu hitam yang
diseleksi ke arah pemurnian warna hitam (bulu, kulit, jengger, paruh, shank,
jengger) dan bentuk jengger tunggal bergerigi. Ayam ini sudah dipelihara sejak
awal abad ke 20 oleh masyarakat di desa Kedu, desa Beji, dan desa Kahuripan
Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Ayam cemani
secara umum dimanfaatkan sebagai ayam kesayangan dan ornamental untuk tujuan
kepercayaan karena masyarakat menganggap ayam cemani mempunyai kekuatan
magis dan supra natural serta menolak bala. Saat ini ayam cemani di daerah
asalnya (Kabupaten Temanggung) hanya dicirikan dengan warna bulu yang hitam,
ciri-ciri lainnya sangat bervariasi sehingga sulit dibedakan dengan ayam buras
(Iskandar dan Sartika 2008).
Ayam cemani dikenal memiliki harga jual yang tinggi dan permintaan
konsumen terhadap ayam cemani juga terus meningkat. Terbatasnya stock ayam
cemani menyebabkan banyak pembibit (breeder) ayam cemani di Indonesia yang
menyilangkannya dengan ayam jenis lain sehingga menghasilkan ayam cemani
hibrida. Kendala yang dihadapi peternak dalam hal pengembangan ayam cemani
yaitu populasi yang rendah, tingginya angka mortalitas anak, dan standarisasi atau
sertifikat ayam belum ada (Muryanto 2014). Sampai saat ini, upaya untuk
membentuk galur murni ayam lokal Indonesia dengan kualitas yang baik masih
terbatas. Upaya peningkatan produktivitas ayam tidak cukup hanya dengan
perbaikan pakan dan manajemen pemeliharaan, tetapi perlu dilakukan
peningkatan mutu genetiknya. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu genetik
ayam adalah dengan cara mempertahankan karakteristik sifat kualitatif dan sifat
khas fisiologi ayam.
Karakteristik kualitatif merupakan aspek penting dalam hal penentuan
kualitas ayam cemani karena menurut KEMENTAN (2014) karakteristik sifat
kualitatif merupakan salah satu penciri dasar dalam penentuan rumpun dan galur
ayam. Salah satu parameter fisiologis tubuh yang mencerminkan kondisi ternak
unggas (termasuk ayam) adalah karakter hematologis (gambaran darah).
Mengingat informasi mengenai karakteristik sifat kualitatif dan hematologis ayam
cemani masih terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kajian
karakteristik sifat kualitatif dan hematologis ayam cemani. Informasi yang
didapatkan diharapkan dapat bermanfaat sebagai data pendukung untuk
meningkatkan kualitas ayam cemani yang penting bagi upaya pelestarian,
pendugaan status kesehatan dan performa serta pengembangan ayam cemani
maupun ayam lokal Indonesia lainnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik sifat kualitatif pada


beberapa grade yang berbeda sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas ayam
(kemurnian, status kesehatan, dan performa).
2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan ayam cemani jantan dan betina yang berumur 5
bulan sampai 19 bulan. Karakteristik kualitatif yang diamati meliputi warna lidah,
warna kulit, warna bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, bentuk
jengger, warna cuping, dan warna iris mata. Hematologis (gambaran darah) ayam
cemani yang akan diamati meliputi sel darah merah (eritrosit), nilai hematokrit,
kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), sel darah putih
(leukosit), diferensiasi leukosit (limfosit, heterofil, basofil, eosinofil, monosit),
dan rasio heterofil/limfosit.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei−Juli 2019. Pengambilan sampel


darah dilakukan di Peternakan Ayam Cemani Jatibening Bekasi, Jawa barat.
Analisa hematologi dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Departemen
Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah disposable syringe 3cc,
tabung vakum berantikoagulan potassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
(EDTA) jenis K3, cooling box, haemocytometer, hemometer, mikroskop, pipa
kapiler, dan mikrosentrifus.

Bahan

Penelitian karakteristik sifat kualitatif menggunakan 22 ekor ayam cemani


yang terdiri dari ayam cemani jantan (n=8) dan betina (n=14.) (Tabel 1). Ayam
cemani yang digunakan dalam penelitian berasal dari 3 grade berbeda, yaitu (1).
Grade A Super (jantan = 6 ekor, betina = 8 ekor), (2). Grade A (jantan= 1 ekor,
betina= 3 ekor dan (3). Grade B (jantan = 1 ekor, betina = 3 ekor) (Gambar 1, 2, 3
dan 4).
Pengamatan hematologis menggunakan 19 ekor ayam cemani yang terdiri
dari ayam cemani jantan (n=5) dan betina (n=14). Ayam cemani jantan pada
grade A super umur 12 bulan, grade A dan grade B tidak digunakan pada
pengamatan hematologis.
3

Tabel 1 Ayam cemani yang digunakan untuk pengamatan karakteristik sifat


kualitatif
No Kode Sampel Jenis kelamin Umur Keterangan
(bulan)
1 Grade A Super Jantan 5 Gambar 1 (C1,C2)
Jantan 7 Gambar 1 (C3, C4, C5)
Jantan 12 Gambar 1 (C6)
Betina 5 Gambar 2 (C7, C8, C9)
Betina 6 Gambar 2 (C10, C11, C12)
Betina 7 Gambar 2 (C13)
Betina 8 Gambar 2 (C14)
2 Grade A Jantan 12 Gambar 3 (C15)
Betina 7 Gambar 3 (C16, C17)
Betina 9 Gambar 3 (C18)
3 Grade B Jantan 19 Gambar 4 (C19)
Betina 6 Gambar 4 (C20)
Betina 18 Gambar 4 (C21, C22)

C1 C2 C3 C4 C5 C6

Gambar 1 Ayam cemani jantan grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C1
dan C2), ayam cemani umur 7 bulan (C3, C4 dan C5) dan ayam
cemani umur 12 bulan (C6)

C7
C8 C9 C10

C11 C12 C13 C14

Gambar 2 Ayam cemani betina grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C7,
C8, dan C9), ayam cemani umur 6 bulan (C10, C11 dan C12), ayam
cemani umur 7 bulan (C13) dan ayam cemani umur 8 bulan (C14)
4

C15 C16 C17 C18

Gambar 3 Ayam cemani grade A. Ayam cemani jantan umur 12 bulan (C15).
Ayam cemani betina umur 7 bulan (C16 dan C17) dan ayam cemani
betina umur 9 bulan (C18)

C19 C20 C21 C22

Gambar 4 Ayam cemani grade B. Ayam cemani jantan umur 19 bulan (C19).
Ayam cemani betina umur 6 bulan (C20) dan ayam cemani betina
umur 18 bulan (C21 dan C22)
Bahan yang digunakan untuk koleksi darah ayam dan untuk analisa
hematologis adalah ice gel, cresta seal, HCL 0,1N, aquadestilata, methanol,
giemsa 10%, larutan pengencer rees ecker, dan minyak emersi.

Prosedur

Persiapan Ayam
Sebanyak 22 ekor ayam cemani dikelompokkan menjadi 3 grade kualitas
ayam cemani (grade A super, grade A, dan grade B). Ayam yang digunakan
untuk penelitian dalam kondisi sehat tanpa adanya cacat fisik.

Pengamatan Karakteristik Sifat Kualitatif


Ayam cemani yang telah diklasifikasikan ke dalam 3 grade, diamati
karakteristik sifat kualitatif yang diamati meliputi warna lidah, warna kulit, warna
bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, bentuk jengger, warna
cuping, dan warna iris mata. Penentuan warna bulu, pola bulu, kerlip bulu, corak
bulu berdasarkan Somes (1988). Penentuan warna shank dan bentuk jengger
dilakukan berdasarkan Somes (1988) dan FAO (1986). Penentuan warna cuping
telinga dan warna mata mengacu pada FAO (1986).

Penentuan Warna Bulu Ayam


Warna bulu ayam dibedakan atas warna putih dan warna selain putih
(berwarna). Warna bulu putih ditentukan apabila pada seluruh permukaan bulu
ayam berwarna putih. Warna bulu berwarna ditentukan apabila ditemukan warna
selain putih pada permukaan bulu di seluruh tubuh ayam.
5

Penentuan Pola Warna Bulu Ayam


Pola warna bulu ayam dibedakan atas pola warna hitam, tipe liar, dan
kolombian. Pola warna bulu hitam ditentukan apabila seluruh permukaan bulu
pada ayam berwarna hitam polos. Pola warna tipe liar ditentukan apabila
ditemukan pada bagian dada dan ventral berwarna hitam. Pola warna kolombian
ditentukan apabila ada pembatas warna pada leher, sayap, dan ekor (umumnya
berwarna coklat dan dibatasi warna hitam pada bagian leher, sayap, dan ekor).

Penentuan Kerlip Warna Bulu Ayam


Kerlip warna bulu ayam dibedakan atas kerlip warna bulu keperakan dan
keemasan. Kerlip warma bulu keperakan ditentukan apabila ayam memiliki warna
bulu putih, lurik hitam dan putih. Kerlip bulu keemasan ditentukan apabila ayam
memiliki warna bulu hitam, cokelat, lurik hitam dan cokelat.

Penentuan Corak Bulu Ayam


Corak bulu ayam dibedakan atas corak bulu lurik dan bulu polos. Corak
bulu lurik ditentukan apabila ditemukan adanya kombinasi lebih dari satu warna
pada 1 bulu. Corak warna bulu polos ditentukan apabila ditemukan hanya 1 warna
pada satu bulu.

Penentuan Warna Shank Ayam


Warna shank ayam dibedakan atas warna shank kuning atau putih dan hitam
atau abu-abu. Warna shank kuning atau putih ditentukan apabila ditemukan warna
shank berwarna kuning atau putih pada shank ayam. Warna shank hitam atau abu-
abu ditentukan apabila ditemukan shank berwarna hitam atau abu-abu pada shank
ayam (Somes 1988). Warna shank menurut FAO (1986) dibedakan menjadi warna
shank putih, kuning, hijau, hitam, dan biru ke abu-abuan

Penentuan Bentuk Jengger Ayam


Bentuk jengger ayam dibedakan menjadi bentuk jengger pea dan tunggal
(Somes 1988). Bentuk jengger ayam dibedakan menjadi bentuk tunggal, pea,
cushion, dan rose (FAO 1986). Penentuan jengger pea ditentukan apabila bentuk
jengger berpilah 3 pada ayam. Bentuk jengger tunggal bila ditentukan apabila
bentuk jengger berpilah satu atau tunggal pada ayam.

Penentuan Warna Mata


Menurut FAO (1986) warna mata ayam terdiri dari warna orange, merah,
cokelat, dan pearl.
Pengambilan Darah
Pengambilan sampel darah dilakukan pada semua individu setiap grade
kualitas ayam cemani. Pengambilan sampel darah pada pukul 10.00 WIB. Sampel
darah sebanyak 3 mL diambil pada vena brachialis menggunakan disposable
syringe.
Sampel darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung vakum yang
mengandung antikoagulan potassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA),
dan kemudian diputar menyerupai gerakan angka delapan. Tabung vakum yang
6

berisi darah dimasukkan ke dalam cooling box berisi ice gel yang sebelumnya
telah dipersiapkan.
Pembuatan Preparat Ulas Darah (Weiss 2010)
Preparat ulas darah dibuat dengan menggunakan 2 buah gelas obyek. Darah
diambil sedikit dan diteteskan di atas gelas obyek, selanjutnya dengan gelas obyek
yang lain diratakan dengan menempatkan salah satu sisi ujung gelas obyek
sehingga membentuk sudut 30-45o. Gelas obyek digeser dengan cepat sehingga
didapat ulasan darah tipis.
Pewarnaan Sediaan Ulas Darah (Weiss 2010)
Preparat ulas darah difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat
kemudian diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit. Preparat yang sudah
diwarnai dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan dengan cara dianginkan.
Penghitungan Jumlah Eritrosit dan Leukosit Total (Sastradipraja et al. 1989)
Jumlah eritrosit dihitung dengan cara sampel darah dimasukan ke dalam
pipet eritrosit sampai tanda 0.5 dan selanjutnya ditambahkan larutan pengencer
Rees dan Ecker sampai tanda 101, kemudian dihomogenkan. Campuran larutan
tersebut selanjutnya diteteskan sebanyak 1 tetes untuk dibuang dan 1 tetes ke
dalam kamar hitung hemocytometer neubeur.
Penghitungan eritrosit dilakukan pada kotak eritrosit dan perhitungan
leukosit (sel darah putih) dilakukan pada kotak leukosit. Total eritrosit yang
diperoleh dikalikan dengan 5 000 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3
darah. Total leukosit yang diperoleh dikalikan dengan 200 untuk mengetahui
jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
Nilai Hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) (Sastradipraja et al. 1989)
Darah dimasukkan ke dalam mikrokapiler hematokrit sampai 4/5 bagian
pipa kapiler. Tahap berikutnya ujung mikrokapiler disumbat dengan crestaseal.
Pipa-pipa kapiler ditempatkan dalam alat pemusing (mikrosentrifuse), kemudian
diputar dengan kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit.
Nilai hematokrit diketahui dengan mengukur persentase volume eritrosit
(pada pipa kapiler terlihat lapisan merah) dengan alat mikrohematokrit.
Penghitungan Kadar Hemoglobin (Sastradipraja et al. 1989)
Kadar hemoglobin dihitung dengan menggunakan metode sahli. Kadar
hemoglobin dihitung dengan cara, tabung sahli diisi larutan HCl 0.1N sampai
angka 10. Darah dihisap sampai angka 20 (0.02 mL) dengan pipet sahli dan
aspirator.
Darah yang dimasukan tabung sahli diletakkan antara kedua bagian standar
warna dalam alat hemoglobinometer, kemudian dibiarkan selama 3 menit sampai
berwarna coklat. Ditambahkan setetes demi setetes aquadestilata sambil diaduk
sampai warna larutan darah sama dengan warna standar, kemudian tinggi
permukaan cairan pada tabung sahli dibaca dengan melihat skala g %-1 yang
berarti menunjukan banyaknya hemoglobin dalam g per 100 mL darah.
Diferensiasi Leukosit (Weiss 2010)
Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak imersi. Penghitungan diferensiasi
leukosit didasarkan pada hasil pengamatan dengan menghitung heterofil, eosinofil,
7

basofil, limfosit dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut didapat
dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan jumlah
leukosit total.
Rasio Heterofil/Limfosit (H/L)
Rasio H/L diperoleh dengan cara nilai heterofil yang didapatkan dibagi
dengan nilai limfosit yang didapatkan dari perhitungan diferensiasi leukosit pada
proses sebelumnya.
Indeks Eritrosit (MCV, MCHC dan MCH)
Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah volume rata-rata dari masing-
masing eritrosit, dalam satuan femtoliter. Mean Corpuscular Volume (MCV)
menurut Sastradipraja et al. (1989) diperoleh dengan rumus:
nilai ematok it
M 10
∑ e it osit
Mean Corpuscular Haemoglobine Concentration (MCHC) adalah konsentrasi
rata-rata hemoglobin dalam 1 sel eritrosit, dalam satuan persen. Mean
Corpuscular Haemoglobine Concentration (MCHC) menurut Sastradipraja et al.
(1989) diperoleh dengan cara:
nilai emo lobin
M 100
nilai ematok it
Mean Corpuscular Haemoglobine (MCH) adalah banyaknya hemoglobin dalam
total eritrosit, dalam satuan picogram. Mean Corpuscular Haemoglobine (MCH)
menurut Sastradipraja et al. (1989) diperoleh dengan cara:
nilai emo lobin
M 10
∑ e it osit
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan analisis terhadap 3 tipe data.
1. Analisis data dengan menggunakan uji T untuk membandingkan hematologis
ayam cemani betina grade A (n=8) super dan grade A (n=3) pada umur 5−8
bulan.
2. Analisis data dengan menggunakan uji T untuk membandingkan hematologis
ayam cemani jantan (n=5) dan betina (n=8) pada grade A super umu 5−9
bulan.
Rumus uji t sebagai berikut (Walpole 1995).

√ √
Keterangan :
x1 = rataan sampel 1; s1 = simpangan baku 1;
x2 = rataan sampel 2 ; s2 = simpangan baku 2;
µ1 = rataan populasi 1; n1 = jumlah sampel 1; dan
µ2 = rataan populasi 2 ; n2 = jumlah sampel 2.
3. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perbedaan karakteristik sifat
kualitatif. Analisis deskriptif ini didasarkan pada data yang diperoleh dengan
8

menggunakan software. Analisis deskriptif juga dilakukan terhadap


hematologis ayam cemani betina pada semua grade.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sifat Kualitatif Ayam Cemani

Karakteristik sifat kualitatif ayam cemani di Peternakan Ayam Cemani


Bekasi Jatibening memiliki variasi pada bentuk jengger yaitu bentuk jengger
single dan pea serta warna lidah (hitam, abu-abu, dan kuning). Ayam cemani di
peternakan tersebut terbagi menjadi 3 grade yang berbeda (grade A super, A dan
B). Grade tersebut menentukan tinggi rendahnya harga ayam cemani. Ayam
cemani grade A super memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan ayam cemani
grade A dan grade B, sedangkan grade A memiliki harga jual lebih tinggi
dibandingkan dengan grade B. Berdasarkan informasi dari pembibit ayam cemani,
parameter yang paling menentukan dalam penentuan jenis grade tersebut adalah
karakteristik katuranggan warna lidah. Katuranggan merupakan sebutan yang
sering digunakan oleh para peternak untuk menilai kualitas ayam berdasarkan ciri
fisik khusus (karakteristik sifat kualitatif).
Grade A super dicirikan dengan lidah dan pangkal lidah bagian bawah
berwarna hitam, grade A dicirikan dengan warna lidah berwarna abu-abu dan
pangkal lidah bagian bawah berwarna hitam kemerahan (Gambar 5). Grade B
(Gambar 5) dicirikan dengan warna lidah abu-abu atau pudar menjadi sedikit
kekuningan dan warna pangkal lidah bawah hitam kemerahan. Menurut informasi
dari pembibit ayam cemani, grade yang dimiliki ayam cemani tersebut dapat
berubah tergantung umur dan periode produksi (umur masak kelamin) serta
kejadian rontok bulu dari ayam tersebut sehingga dapat mengubah karakteristik
sifat kualitatif.

a b c

Gambar 5 Grade kualitas ayam cemani berdasarkan warna lidah pada ayam
cemani: (a) grade A super (umur 7 bulan), (b) grade A (umur 9 bulan),
(c) grade B (umur 6 bulan)
Berdasarkan informasi dari pembibit ayam cemani, ayam cemani grade A
super berasal dari indukan grade A super. Grade A super juga dapat diperoleh
dari indukan lain yang berasal dari grade kualitas lain (grade A dan grade B)
yang indukannya masih berkerabat dekat dengan individu dalam kelompok grade
A super. Hal ini mengindikasikan bahwa masih diperlukan seleksi yang sistematis
dan sistem pencatatan silsilah (trah) yang lebih baik yang perlu dilakukan oleh
9

pembibit ayam cemani untuk menghasilkan ayam cemani yang mempuyai kualitas
sesuai dengan grade yang dibentuk oleh pembibit.
Perbedaan karakteristik sifat kualitatif ayam cemani pada penelitian ini
hanya ditemui pada warna lidah dan bentuk jengger, sedangkan karakteristik sifat
kualitatif lain seperti warna kulit, warna bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu,
warna shank, warna cuping, dan warna iris mata hampir sama (Tabel 2).
Tabel 2 Proporsi karakteristik kualitatif ayam cemani di Jatibening, Bekasi, Jawa
Barat
Presentase Fenotipe (%)
Karakteristik Fenotipe; Simbol Gen Jantan Betina
(n=8) (n=14)
Warna Lidah Hitam 75.00 57.14
Abu-abu 12.50 21.43
Kuning 12.50 21.43
Warna Kulit Hitam 100.00 100.00
Warna Bulu Berwarna (ii) 100.00 100.00
Pola Bulu Hitam (E_) 100.00 100.00
Corak Bulu Polos (Bb) 100.00 100.00
Kerlip Bulu Perak (S_) 100.00 100.00
Warna Shank Hitam (id) 100.00 100.00
Bentuk jengger Pea (P_) 12.50 0.00
Single (pp)* 87.50 100.00
Warna Cuping Hitam 100.00 100.00
Warna Iris Mata Coklat 100.00 100.00
*bergerigi

Warna Lidah dan Warna Kulit


Warna lidah ayam cemani pada penelitian ini meliputi warna hitam, abu-abu,
dan kuning (Gambar 5). Persentase fenotipe paling banyak terdapat pada warna
lidah hitam yaitu 75% pada ayam jantan (grade A super) dan 57.14% pada ayam
betina (grade A super). Warna lidah abu-abu (grade A) dan kuning (grade B)
memiliki persentase fenotipe sebesar 12.50% pada jantan dan 21.43% pada betina
(Tabel 2). Warna lidah hitam mendominasi baik pada ayam cemani jantan
maupun betina. Semua ayam cemani pada penelitian ini mempunyai warna kulit
hitam baik pada jantan maupun betina (Gambar 6).
Warna hitam pada ayam cemani tersebut dipengaruhi oleh pigmen
fibromelanosis sehingga hampir semua bagian tubuh ayam berwarna hitam.
Fibromelanosis merupakan efek kombinasi pigmen hitam (melanin) pada kulit
dan merah pada darah di pembuluh kapiler (Purnamasari 2009). Karakteristik
tersebut menjadi ciri khas ayam cemani.
10

Gambar 6 Warna kulit hitam pada ayam cemani


Warna Bulu dan Pola Bulu
Warna bulu pada ayam cemani yaitu berwarna (ii), dan yang menjadi ciri
khas adalah dominasi warna hitam legam (Gambar 7) dan hitam-coklat (Gambar
7). Hasil penelitian menunjukkan bahwa menjelang periode rontok bulu atau masa
birahi dan pada saat ayam masih berumur muda, warna bulu dari ayam cemani
tidak berwarna hitam legam, namun sedikit berwarna kecoklatan.

a b

Gambar 7 Warna bulu dan pola bulu ayam cemani : (a) ayam cemani betina ; (b)
ayam cemani jantan
Pola bulu yang terdapat pada peternakan ayam cemani pada penelitian ini
adalah 100% pola hitam, tidak ditemukan pola bulu columbian, liar, maupun putih
baik pada jantan maupun betina (Tabel 2). Pola bulu merupakan karakteristik
genetik dan sifat yang menurun yang dimanfaatkan oleh ilmuwan untuk
membentuk ayam sesuai preferensi konsumen (Suprijatna et al. 2005).
Corak Bulu dan Kerlip Bulu
Corak bulu ayam cemani jantan dan betina pada penelitian ini adalah polos
(Tabel 2). Bagian bulu tidak ada corak warna lain. Tidak ditemukannya corak
bulu lain selain hitam pada ayam cemani jantan maupun betina kemungkinan
karena kandungan pigmen melanin yang banyak.
Kerlip bulu ayam cemani baik jantan maupun betina pada penelitian ini
hanya ditemukan kerlip bulu keperakan (Gambar 8) dan tidak adanya kerlip bulu
keemasan. Rusdin (2007) menyatakan bahwa kerlip bulu perak biasanya
ditemukan pada warna bulu merah, hijau, coklat, hitam, dan putih, sedangkan
kerlip bulu emas ditemukan pada bulu yang mempunyai warna bulu kuning
keemasan.
11

a b

Gambar 8 Kerlip bulu keperakan pada ayam cemani : (a) jantan; (b) betina

Warna Shank
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna shank pada ayam cemani
jantan dan betina pada penelitian ini adalah hitam (Gambar 9). Ayam cemani yang
memiliki warna shank hitam berbeda dengan ayam kampung yang memiliki
warna shank yang dominan putih/kuning (Pratama 2006).
Warna shank merupakan penampilan dari adanya beberapa pigmen tertentu
pada epidermis dan dermis (Untari et al.2013). Shank berwarna hitam karena
adanya pigmen melanin pada epidermisnya (Purwanto 1995).

Gambar 9 Warna shank hitam pada ayam cemani


Bentuk Jengger
Warna jengger ayam cemani berwarna hitam, berbeda dengan kebanyakan
ayam lain yang berwarna merah. Oleh sebab itu, warna jengger ayam cemani
dapat menjadi ciri khas dari kemurnian ayam cemani. Warna jengger pada ayam
cemani sama dengan warna pial, dan warna cuping yaitu berwarna hitam baik
pada ayam jantan maupun pada ayam betina (Gambar 10)

a b

Gambar 10 Warna pial dan cuping ayam cemani di Peternakan Jatibening, Bekasi
Jawa Barat : (a) jantan; (b) betina)
Bentuk jengger ayam cemani pada penelitian ini didominasi oleh bentuk
tunggal (single) bergerigi (Gambar 11). Sebanyak 12.5% ayam cemani jantan
umur 12 bulan pada grade A super juga memiliki tipe jengger pea (Tabel 2,
Gambar 11c). Ayam cemani jantan yang memiliki jengger berbentuk pea ini
12

kemungkinan merupakan hasil persilangan antara ayam cemani dengan dengan


ayam jenis lain.
Iskandar dan Sartika (2007) menyebutkan bahwa jengger berwarna hitam
dan berbentuk tunggal bergerigi adalah salah satu karakteristik penciri yang
dimiliki oleh ayam cemani. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menyarankan
agar ayam cemani yang tidak mempunyai jengger berwarna hitam dan tidak
berbentuk tunggal bergerigi untuk dikeluarkan dari populasi pembibitan ayam
cemani. Hal ini bertujuan untuk menghindari munculnya bentuk jengger selain
tunggal bergerigi pada keturunan ayam cemani berikutnya sehingga kemurnian
dan kualitas ayam cemani dapat dipertahankan.

a b c

Gambar 11 Bentuk jengger ayam cemani di peternakan Jatibening, Bekasi Jawa


Barat : (a) single comb (jantan); (b) single comb (betina); (c) pea
(jantan)
Warna Cuping Telinga
Semua ayam cemani pada penelitian ini memiliki warna cuping hitam
(Tabel 2, Gambar 12). Cuping yang berwarna hitam ini bisa dijadikan sebagai
acuan untuk menentukan tingkat kemurnian ayam cemani karena menurut
Iskandar dan Sartika (2008) ayam cemani dicirikan oleh warna hitam di seluruh
tubuhnya, termasuk cuping yang berwarna hitam. Cuping telinga merupakan
daging tebal yang terletak di bagian bawah telinga dan warna cuping bervariasi
tergantung dari macam-macam bangsa ayam (Suprijatna et al. 2005). Ayam
cemani berbeda dengan ayam lainnya misalnya jika dibandingkan dengan ayam
kampung pada penelitian Khaeruddinsyah (2018) yang memiliki cuping berwarna
merah dan putih.
Selain warna cuping yang berwarna hitam, ayam cemani memiliki warna
iris mata cokelat (Gambar 13) dan warna shank hitam (Gambar 9). Hal ini diduga
karena adanya pigmen eumelanin. Crawford (1990) menyatakan pigmen
eumelanin menyebabkan warna mata coklat, warna cuping, dan shank hitam.

a b
Gambar 12 Warna cuping hitam ayam cemani : (a) betina; (b) jantan
Warna Iris Mata
Ayam cemani pada penelitian ini memiliki warna iris mata cokelat
(Gambar 13). Warna mata sesungguhnya belum bisa dilihat sampai dewasa
13

kelamin, ketika pigmen melanin dan karoten belum diekspresikan sepenuhnya


(Crawford 1990), namun demikian, pada penelitian ini semua ayam cemani (umur
5 sampai 19 bulan) memiliki warna iris mata cokelat.
Mengingat sampai saat ini data tentang karakteristik mata ayam cemani
belum tersedia, maka karakterstik warna iris mata cokelat dapat dijadikan sebagai
salah satu karakteristik penciri ayam cemani. Penelitian lebih lanjut tentang
spektrum warna coklat pada iris mata ayam cemani di setiap grade kualitas perlu
dilakukan.

a b
Gambar 13 Warna iris mata ayam cemani : (a) cokelat (jantan); (b) cokelat (betina)

Hematologis Ayam Cemani

Data hematologis ayam cemani betina ditampilkan pada Tabel 3. Analisis


statistik menunjukkan bahwa perbedaaan grade antara ayam cemani betina grade
A super dengan grade A (umur 5−8 bulan) tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap
semua peubah hematologis (Tabel 3). Perbedaan jenis kelamin antara ayam
cemani jantan grade A super dengan ayam cemani betina grade A super
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap hematokrit, jumlah leukosit dan indeks
eritrosit (MCV) (Tabel 4).
Tabel 3 Rataan jumlah eritrosit, leukosit, nilai hemoglobin, hematokrit, indeks
eritrosit, dan diferensiasi leukosit serta rasio H/L pada ayam cemani
betina yang berbeda grade
Peubah Grade A Grade A Grade B Kisaran
Super Normal
Eritrosit (106mm-3) 2.80±0.43 2.44±0.17 2.34±0.28 2.00−3.501)
Leukosit (103mm-3) 30.59±7.51 23.83±3.26 23.42±2.77 16.00−40.001)
Hb (g%) 9.75±1.75 10.33±1.53 11.67±3.21 7.00−13.001)
PCV (%) 31.25±2.55 31.33±1.15 33.67±3.06 22.00−35.001)
MCV (fL) 113.40±14.00 129.00±12.50 144.02±27.49 90.00−140.001)
MCH (pg) 35.35±6.73 42.27±4.07 48.27±5.82 33.00−47.001)
MCHC (%) 31.24 ±5.27 33.13±6.16 38.45±10.46 26.00−35.001)
Limfosit (%) 67.88±5.22 60.33±7.37 64.67±5.69 24.00−84.002)
Monosit (%) 6.63±2.00 5.00±1.00 8.00±2.00 0.00−30.002)
Heterofil (%) 22.38±3.34 30.67±8.08 25.00±6.56 9.00−56.002)
Eosinofil (%) 3.13±1.13 4.00±2.00 2.33±0.58 0.00−7.002)
Basofil (%) 0.00±0.00 0.00±0.00 0.00±0.00 −
H/L 0.33±0.07 0.53±0.21 0.39±0.13 0.45−0.502)
a
Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata pada taraf uji 5% (ujiT). 1)Jain (1993), 2)Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
14

Eritrosit
Hasil penelitian menunjukkan rataan jumlah eritrosit pada ayam cemani
betina pada grade A super, grade A, dan grade B berkisar antara 2.34−2.80x106 mm-3
(Tabel 3) dan masih berada pada kisaran jumlah eritrosit normal ayam
(2.00−3.50x106 mm-3) menurut Jain (1933). Jumlah eritrosit tertinggi dimiliki oleh
kelompok ayam dari grade A super (2.80±0.43x106 mm-3) sedangkan jumlah
eritrosit terendah dimiliki oleh ayam cemani grade B (2.34±0.28x106 mm-3). Hal
tersebut membuktikan bahwa ayam cemani betina pada grade A Super memiliki
jumlah eritrosit yang lebih tinggi hal ini mendukung dugaan bahwa ayam betina
grade A super memiliki status kesehatan dan performa yang lebih baik
dibandingkan dengan ayam cemani pada grade lainnya.
Berdasarkan warna lidah, penelitian ini menduga bahwa semakin tinggi
jumlah eritrosit yang dimiliki ayam maka akan semakin gelap intensitas warna
hitam pada lidah ayam cemani. Ayam pada grade A super yang memiliki lidah
berwarna hitam, memiliki jumlah eritrosit yang lebih tinggi (2.80x106 mm-3) jika
dibandingkan dengan ayam pada grade A yang memiliki lidah berwarna abu-abu
(2.44x106 mm-3) dan ayam pada grade B yang memiliki lidah berwarna kuning
(2.34x106 mm-3) (Tabel 3). Ayam cemani betina grade A super pada penelitian ini
memiliki kisaran jumlah eritrosit yang lebih tinggi (2.80x106 mm-3) (Tabel 3)
dibandingkan dengan ayam kedu hitam (2.732x106 mm-3), kedu merah (2.085x106 mm-3),
kedu lurik (2.685x106 mm-3), dan kedu putih (2.250 x106 mm-3) pada penelitian
Isroli (2009) dan ayam kampung (2.650x106 mm-3) pada penelitian Ulupi dan
Ihwantoro (2014).
Ayam cemani jantan memiliki rataan jumlah eritrosit yang lebih rendah
(2.69±0.28x106 mm-3) daripada ayam cemani betina (2.80±0.43x106 mm-3) (Tabel 4).
Ayam cemani jantan pada grade A super memiliki rataan jumlah eritrosit lebih
tinggi (2.69x106 mm-3) (Tabel 4) dibandingkan dengan ayam kedu hitam
(2.365x106 mm-3), kedu merah (2.512x106 mm-3), kedu lurik (2.557x106 mm-3),
dan kedu putih (2.292x106 mm-3) pada penelitian Isroli (2009). Berdasarkan hal
tersebut kemungkinan jumlah eritrosit mempengaruhi kepekatan warna hitam
pada ayam.
Eritrosit dipengaruhi oleh pakan. Pakan ayam cemani pada penelitian berupa
pakan komersial ayam petelur yang dicampur dengan nasi, jagung, dan kacang
hijau. Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan eritrosit adalah kecukupan nutrisi.
Hemoglobin (Hb)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan hemoglobin ayam cemani
betina berada pada kisaran 9.50−11.67 g% (Tabel 3). Data tersebut masih berada
pada kisaran emo lobin no mal (7.00−13.00 %) menurut Jain (1993). Kadar
hemoglobin tertinggi dimiliki oleh ayam cemani grade B yaitu 11.67±3.21 g%
sedangkan kadar hemoglobin terendah dimiliki oleh ayam cemani grade A super
yaitu 9.75±1.75 g%. Kadar hemoglobin ayam cemani betina pada penelitian
(9.50−11.67 g% ) memiliki kisaran yang tinggi dibandingkan dengan ayam kedu
(5.300−7.225 g% ) pada penelitian Isroli (2009) dan ayam kampung (8.96 g%)
pada penelitian Ulupi dan Ihwantoro (2009).
Ayam cemani jantan grade A super (11.00±1.87 g%) memiliki kadar
hemoglobin lebih tinggi dibandingkan dengan ayam cemani betina grade A super
(9.75±1.75 g%) (Tabel 4) dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam kedu
15

hitam (7.225 g%) pada penelitian Isroli (2009). Perbedaan kadar hemoglobin pada
beberapa grade ayam cemani jantan dan betina disebabkan oleh beberapa faktor.
Kadar hemoglobin darah ditentukan oleh aktivitas tubuh, semakin tinggi aktivitas
tubuh semakin tinggi pula kadar hemoglobinnya (Ulupi dan Ihwantoro 2014).
Hematokrit (PCV)
Rataan nilai hematokrit ayam cemani betina grade A super, grade A, dan
grade B berada pada kisaran (31.25%−33.67%) dan masih berada kisaran normal
ayam (22.00%−35.00%) (Tabel 3) berdasarkan data nilai hematokrit yang
dijelaskan oleh Jain (1993). Hal tersebut menunjukkan nilai hematokrit pada ayam
cemani lebih tinggi dibandingkan ayam kampung betina (29.86%) pada penelitian
Ulupi dan Ihwantoro (2014).
Hasil analisis statistik meunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05)
hematokrit pada ayam cemani jantan dan betina (Tabel 4). Ayam jantan pada
kelompok grade A super memiliki rataan hematokrit lebih tinggi (35.80±2.28%)
jika dibandingkan dengan ayam betina 31.25±2.55% (Tabel 4). Nilai hematokrit
dalam tubuh ayam dapat mengalami penurunan dan peningkatan yang disebabkan
oleh kondisi tubuh ayam itu sendiri atau yang biasa disebut homeostatis (Davey et.
al. 2000).

Indeks Eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)

Nilai MCV, MCH, dan MCHC ayam cemani hasil penelitian berada pada
kisaran normal ayam (Tabel 3) menurut Jain (1993). Hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) MCV antara ayam cemani jantan grade A
super (134.20±12.7 fL) dan ayam cemani betina grade A super (113.40±14.00 fL)
(Tabel 4).
Nilai MCH dapat digunakan untuk mengetahui massa hemoglobin dari sel
darah merah. Nilai MCH yang tinggi menunjukkan ukuran massa hemoglobin
yang tinggi dalam sel darah merah yang menandakan kemampuan darah untuk
mentransportasikan oksigen dari paru-paru ke jaringan semakin besar (Astuti
2016).
Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut
normokromik, sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang tinggi
disebut hiperkromik (Schalm 2010). Sel darah merah dan hemoglobin pada
penelitian ini berada pada kisaran normal sehingga dikategorikan anemia
normokromik. Hal ini menandakan bahwa ayam tidak menderita anemia.
Leukosit
Rataan jumlah leukosit pada ayam cemani betina kelompok grade A super,
grade A dan grade B berkisar antara 23.42−30.59x103 mm-3 (Tabel 3) dan masih
berada pada kisaran normal (20.00−30.00x103 mm-3) menurut Jain (1993).
Berdasarkan analisis statistik perbedaan jenis kelamin antara ayam cemani jantan
grade A super dan ayam cemani grade A super menunjukkan hasil yang berbeda
nyata terhadap jumlah leukosit (Tabel 4). Ayam cemani jantan memiliki rataan
nilai leukosit lebih rendah (22.35±2.86x103 mm-3) dibandingkan dengan ayam
cemani betina (30.59±7.51x103 mm-3) (Tabel 4).
Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan bahwa kemampuan tubuh yang
tinggi dalam merespon infeksi atau benda asing. Jumlah leukosit ayam cemani
16

pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal. Hal ini berarti seluruh ayam
tidak terindikasi terinfeksi agen penyakit tertentu.

Diferensiasi Leukosit

Penelitian menunjukkan bahwa dtemukannya limfosit, eosinofil, monosit,


dan heterofil namun tidak ditemukan adanya basofil (Gambar 14)

a b c d

Gambar 14 Diferensiasi leukosit pada ayam cemani dengan menggunakan


mikroskop 100x10: (a) limfosit; (b) eosinofil; (c) monosit; (d)
heterofil
Hasil penelitian terhadap diferensiasi leukosit ayam cemani pada beberapa
grade disajikan pada Tabel 3. Diferensiasi leukosit pada ayam cemani jantan dan
ayam cemani betina pada grade A super disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan jumlah eritrosit, jumlah leukosit, hemoglobin, hematokrit, indeks
eritrosit, dan diferensiasi leukosit serta rasio H/L pada ayam cemani
jantan grade A super dengan ayam betina grade A super
Peubah Jantan Betina Kisaran Normal
Eritrosit (106mm-3) 2.69±0.28 2.80±0.43 2.00−3.501)
3 -3
Leukosit (10 mm ) 22.35±2.86a 30.59±7.51b 16.00−40.001)
Hb (g%) 11.00±1.87 9.75±1.75 7.00−13.001)
PCV (%) 35.80±2.28a 31.25±2.55b 22.00−35.001)
MCV (fL) 134.20±12.7a 113.40±14.00b 90.00−140.001)
MCH (pg) 41.23±7.05 35.35±6.73 33.00−47.001)
MCHC (%) 30.70±4.55 31.24±5.27 26.00−35.001)
Limfosit (%) 61.60±8.65 67.88±5.22 24.00−84.002)
Monosit (%) 11.40±5.13 6.63±2.00 0.00−30.002)
Heterofil (%) 23.80±6.69 22.38±3.34 9.00−56.002)
Eosinofil (%) 3.20±1.30 3.13±1.13 0.00−7.002)
Basofil (%) 0.00±0.00 0.00±0.00 −
H/L 0.40±0.16 0.33±0.07 0.45−0.502)
a
Angka-angka pada baris yang sama dan diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda
nyata pada taraf uji 5% (ujiT). 1)Jain (1993), 2)Smith dan Mangkoewidjojo (1988)

Limfosit
Rataan limfosit semua grade ayam cemani betina berkisar antara
60.33%−67.88% (Tabel 3) dan nilai tersebut berada di kisaran limfosit ayam
normal (24.00%−84.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988).
Ayam cemani betina pada kelompok grade A super memiliki rataan
presentase limfosit lebih tinggi (67.88±5.22%) dibandingkan dengan ayam cemani
17

jantan (61.60±8.65%). Semua ayam cemani dalam penelitian ini berada dalam
kondisi sehat.
Monosit
Rataan monosit semua grade ayam cemani betina berkisar antara
5.00%−1.50% (Tabel 3). Nilai tersebut berada di kisaran limfosit ayam normal
(0.00%−30.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Ayam cemani
jantan memiliki presentase monosit lebih tinggi (11.40±5.13%) dari pada ayam
betina 6.63±2.00% (Tabel 4). Hal tersebut berarti kemungkinan ayam cemani
jantan terserang infeksi yang menyebabkan presentase monosit jauh lebih tinggi
dibandingkan ayam betina.
Monosit adalah prekursor makrofag dalam darah sirkulasi. Ketika infeksi
agen patogen, maka monosit akan segera bermigrasi ke jaringan yang mengalami
peradangan, dan berubah menjadi sel makrofag. Makrofag ini merupakan sel
fagosit yang potensial, karena ukurannya lebih besar, umurnya lebih panjang dan
kemampuannya menelan bakteri lebih banyak dari pada heterofil (Ulupi dan
Ihwantoro 2014).
Heterofil
Rataan heterofil semua grade ayam cemani betina berkisar antara
22.38%−30.67% (Tabel 3). Nilai tersebut berada pada kisaran heterofil ayam
normal (9.00%−56.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Ayam
cemani jantan pada kelompok grade A super memiliki persentase heterofil lebih
besar (23.80±6.69%) daripada ayam cemani betina (22.38±3.34%) (Tabel 4).
Semakin tinggi nilai heterofil, maka kemampuan ayam berpotensi lebih besar
menghadapi infeksi kuman atau virus dengan membentuk respon imun non
spesifik (Ulupi dan Ihwantoro 2014).
Eosinofil
Rataan limfosit semua grade ayam cemani betina berkisar antara
2.33%−4.00% (Tabel 3). Nilai tersebut berada di kisaran limfosit ayam normal
(0.00%−7.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Ayam cemani
jantan memiliki presentase eosinofil lebih tinggi (3.20±1.30%) dibandingkan
dengan ayam cemani betina (3.13±1.13%).
Semua ayam cemani pada penelitian dalam kondisi sehat dan tidak adanya
infeksi parasit, namun peluang adanya infeksi parasit pada ayam cemani betina
grade A lebih besar dibandingkan ayam grade lainnya.
Basofil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua sampel darah pada ayam
cemani tidak ditemukan adanya basofil. Basofil adalah sel darah putih yang
mempunyai peranan dalam reaksi alergi.
Meskipun konsentrasi tersebut sangat kecil tetapi keberadaannya sangat
penting karena sel basofil mengandung heparin yang dapat menghambat proses
pembekuan darah (Ulupi dan Ihwantoro 2014). Hal ini berarti tidak ditemukan
gejala alergi pada ayam cemani.
Rasio H/L
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ayam dalam kondisi tidak stres
karena memiliki rasio H/L masih dalam kisaran normal ayam (0.45−0.50) menurut
18

Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Rataan rasio H/L pada ayam cemani betina
yang paling tinggi terdapat pada ayam cemani grade B yaitu 0.48±0.20,
sedangkan rataan terendah terdapat pada ayam cemani grade A super.
Rataan rasio H/L ayam cemani jantan pada grade A super yaitu 0.40±0.16
sedangkan ayam betina sebesar 0.33±0.07. Nilai rasio heterofil/limfosit (H/L)
dapat dijadikan indikator terjadinya stres pada ayam (Sugito dan Delima 2009).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik sifat kualitatif ayam cemani meliputi warna lidah hitam, abu-
abu dan kuning, warna kulit hitam, pola bulu hitam (E_), corak bulu polos (bb),
kerlip bulu perak (S_), warna shank hitam (id), bentuk jengger single (pp)
bergerigi, warna cuping hitam, dan warna iris mata cokelat. Secara keseluruhan
hematologis ayam cemani masih berada pada kisaran normal status kesehatan
ayam. Tingginya nilai eriitrosit berpengaruh terhadap intensitas warna hitam pada
lidah ayam cemani. Perbedaan grade antara ayam cemani grade A super dengan
grade A tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap semua komponen hematologis.
Perbedaan ayam jantan grade A super dan betina grade A super berpengaruh
nyata (P<0.05) terhadap nilai hematokrit, jumlah leukosit, dan MCV.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakteristik intensitas warna


hitam pada setiap grade dan spektrum warna coklat pada iris mata ayam cemani
serta pendugaan tentang marka genetika untuk mengetahui perbedaan spesifik
antara ayam cemani di setiap grade kualitas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti T. 2016. Status hematologis ayam ras pedaging yang diberi tepung daun
kelor (Moringa oleifera) dalam pakan [skripsi]. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin.
Crawford RD. 1990. Poultry Breeding and Genetics: Animal and Veterinary
Sciences. Amsterdam (UK): Elsevier.
Davey C, Lill A, Baldwin J. 2000. Variation during breeding in parameters that
influence blood oxygen carrying capacity in shearwaters. J.Zool. 48(1):347-
356.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1986. Animal genetic resources data
banks: descriptor lists for poultry. Rome (IT): FAO.
Iskandar S, Sartika T. 2008. Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan
Pemanfaatannya. Sukabumi (ID): KEPRAKS.
19

Isroli, Susanti S, Widiastuti W, Yudiarti T, Sugiharto. 2009. Observasi beberapa


variabel hematologis ayam kedu pada pemeliharaan intensif. Seminar
Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea and
Febiger.
[KEMENTAN] Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2014. Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 117 Tahun 2014 tentang
Penetapan dan Pelepasan Rumpun atau Galur Hewan. Jakarta (ID):
KEMENTAN.
Khaeruddinsyah. 2018. Fenotipe ayam kampung di Kecamatan Alas, Alas Barat,
dan Utan Kabupaten Sumbawa [skripsi]. Mataram (ID): Universitas
Mataram.
Muryanto. 2014. Hasil-hasil penelitian dan sumbangan pemikiran pengembangan
ayam kedu. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam
Lokal. 114-118.
Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006. Fisiologi Nutrisi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor Pr.
Pratama Y. 2006. Sifat-sifat kualitatif ayam kampung di Kelurahan Koto Panjang
Ikur Koto Kecamatan Koto Tangah Kota Padang [skripsi]. Padang (ID):
Universitas Andalas.
Purnamasari E. 2009. Sifat warna, kimia, dan organoleptik daging ayam cemani
yang direndam dalam asam sitrat dengan level konsentrasi yang berbeda
[tesis]. Semarang (ID): Universitas Dipenogoro.
Purwanto N. 1995. Tinjauan karakteristik polimorfisme albumin dan transferin
protein darah serta penyebaran warna pada ayam kedu [skripsi]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Rusdin M. 2007. Analisis fenotipe, genotipe dan suara ayam pelung di Kabupaten
Cianjur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sastradipraja D, Sikar SHS, Wijayakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H,
Suriawinata R, Hamzah R. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Scanes CG, Brant G,Ensminger ME. 2004. Poultry Science. New Jersey (US):
Pearson Education Inc.
Schalm. 2010. Veterinary Haematology. Ed ke-6. Chicester (US): Blackwell
Publishing.
Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan. Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Sugito, Delima M. 2009. Dampak cekaman panas terhadap pertambahan bobot
badan rasio heterofil: limfosit dan suhu tubuh ayam broiler. Jurnal
Kedokteran Hewan 3(1):218-226.
Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Ulupi N, Ihwantoro TT. 2014. Gambaran Darah ayam kampung dan ayam petelur
komersial pada kandang terbuka di daerah tropis. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Ternak 2(1):219-223.
Untari EK, Ismoyowati, Sukardi. 2013. Perbedaan karakteristik tubuh ayam kedu
yan dipeli a a kelompok tani te nak “Makuku an Mandi i” di
Temanggung. Jurnal Pembangunan Pedesaan 13(2):135-145.
20

Walpole RE. 1992. Pengantar Statistik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Weiss DJ, Wardrop KJ, Schalm OW. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed
ke-6. Oxford (UK): Blackwell Publishing Ltd.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 5 April 1997. Penulis


merupakan anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Dede Hermawan dan
Ibu Lina Herlina. Penulis mengawali pendidikan di sekolah dasar pada tahun 2003
di SD Negeri Sukamanah dan diselesaikan pada tahun 2009. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai tahun 2009 di SMP Negeri 1 Cililin dan diselesaikan
tahun 2012. Penulis menempuh pendidikan jenjang menengah ke atas di SMA
Negeri 1 Cililin pada tahun 2012 dan diselesaikan pada tahun 2015. Penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2015 melalui jalur SNMPTN dan
diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai organisasi seperti
UKM Lises Gentra Kaheman periode 2015-2016 dan sekretaris divisi BPH
Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) pada periode 2016-
2017. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan, sebagai anggota Festival
Ayam Pelung Nasional (FAPN) 2017, sebagai anggota DEKAN Cup 2017, sebagai
anggota malam keakraban SNAP 2017, sebagai sekretaris INAUGURASI 2017.
Penulis juga aktif dalam kegiatan pengabdian masyarakat seperti Bina Cinta
Lingkungan (BCL) dan IPB Goes to Field (IGTF) di Palembang. Penulis juga
pernah terlibat menjadi asisten praktikum mata kuliah Inovasi Telur dan Daging
Unggas tahun 2019. Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di PT Indo Prima
Beef, PT ASP Breeding Farm dan PT SLIN. Selain itu penulis juga
berkesempatan mendapatkan beasiswa seperti beasiswa Pemprov Jabar, beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), dan beasiswa PLN.

Anda mungkin juga menyukai