D19 Mam
D19 Mam
MELA AMELIA
Mela Amelia
NIM D14150038
ABSTRAK
Ayam cemani merupakan ayam kedu hitam yang diseleksi warna hitam pada
bulu dan jenggernya serta bentuk jengger tunggal bergerigi. Sampai saat ini,
upaya untuk membentuk galur murni ayam lokal Indonesia dengan kualitas yang
baik masih terbatas. Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik kualitatif dan
hematologis ayam cemani pada beberapa grade yang berbeda sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas (kemurnian, status kesehatan, dan performa). Penelitian ini
menggunakan 8 ekor ayam cemani jantan dan 14 ekor ayam cemani betina dari 3
grade yang berbeda (A super, A, dan B). Darah diambil melalui vena brachialis
menggunakan spuit, kemudian dianalisis hematologisnya. Karakteristik sifat
kualitatif ayam cemani meliputi warna lidah hitam, abu-abu dan kuning, warna
kulit hitam, pola bulu hitam (E_), corak bulu polos (bb), kerlip bulu perak (S_),
warna shank hitam (id), bentuk jengger single (pp), warna cuping hitam, dan
warna iris mata cokelat. Tingginya nilai eritrosit berpengaruh terhadap intensitas
warna hitam pada lidah ayam cemani. Perbedaan grade antara ayam cemani grade
A super dengan grade A tidak berbeda nyata (P>0.05) pada semua komponen
hematologis. Namun demikian hematokrit, jumlah leukosit dan MCV berbeda
nyata pada ayam jantan grade A super dan betina grade A super.
ABSTRACT
Key words : cemani chicken, chicken sex, grade quality, hematology, qualitative
traits
KAJIAN KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN
HEMATOLOGIS AYAM CEMANI SEBAGAI UPAYA UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS KEMURNIAN
MELA AMELIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Disetujui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya. Penelitian yang dilaksanakan
sejak bulan Juli 2019 ini berjudul Kajian Karakteristik Sifat Kualitatif dan
Hematologis Ayam Cemani sebagai Upaya untuk Meningkatkan Kualitas
Kemurnian. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Peternakan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Maria Ulfah, SPt MSc Agr
dan Ibu Dr Drh Hera Maheshwari, MSc AIF selaku pembimbing skripsi atas
bimbingan, dukungan, ilmu, saran selama proses penelitian, hingga penyusunan
skripsi. Terima kasih kepada Dr Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen
pembimbing akademik serta Bapak Moch. Sriduresta Soenarno, SPt, MSc selaku
dosen pembahas seminar yang telah memberikan kritik dan saran selama
penulisan skripsi. Terima kasih kepada Ibu Dr Ir Sri Darwati, MSi dan Ibu Dr
Yuni Cahya Endrawati, SPt MSi selaku dosen penguji dalam ujian sidang skripsi
untuk nasehat, saran, dan motivasi yang telah diberikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua Bapak Dede, Ibu
Lina dan kedua adik tercinta (Lutfi dan Yusup) serta seluruh keluarga atas doa,
dukungan, dan kasih sayang yang diberikan. Di samping itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Reza selaku pemilik peternakan ayam cemani dan
Bapak Nur serta Bapak Jajat selaku Pranata Laboratorium yang telah membantu
selama pengumpulan data dan arahannya selama penelitian. Ungkapan terima
kasih penulis tujukan kepada teman sepenelitian Feliana Fuji Rahayu, Rifqi
Ahmad Muzaki, Siti Rochana dan Afri Febri atas bantuan dan kerjsamanya, serta
kepada Merinos atas semangat dan dukungannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Yan Detha Shandy Van Dapperen,
Nurul Azmi, Reny Permatasari, Elin Marlina, Inna Dwi Lestari, Khairun Nisa atas
bantuan dan dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah ikut membantu sehingga karya ilmiah ini dapat
terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Mela Amelia
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1 Ayam cemani jantan grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C1 dan 3
C2), Ayam cemani umur 7 bulan (C3, C4 dan C5) dan ayam cemani umur
12 bulan (C6)
2 Ayam cemani betina grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C7, C8, 3
dan C9), ayam cemani umur 6 bulan (C10, C11, dan C12), ayam cemani
umur 7 bulan (C13) dan ayam cemani umur 8 bulan (C14)
3 Ayam cemani grade A. Ayam cemani jantan umur 12 bulan (C15). Ayam 4
cemani betina umur 7 bulan (C16 dan C17) dan ayam cemani betina
umur 9 bulan (C18)
4 Ayam cemani grade B. Ayam cemani jantan umur 19 bulan (C20). Ayam 4
cemani betina umur 6 bulan (C21) dan ayam cemani betina umur 18 bulan
(C22 dan C23)
5 Grade kualitas ayam cemani berdasarkan warna lidah pada ayam 8
cemani: (a) grade A super (umur 7 bulan), (b) grade A (umur 9 bulan),
(c) grade B (umur 6 bulan)
6 Warna kulit hitam pada ayam cemani 10
7 Warna bulu dan pola bulu ayam cemani : (a) ayam cemani betina; (b) 10
ayam cemani jantan
8 Kerlip bulu keperakan pada ayam cemani : (a) jantan; (b) betina 11
9 Warna shank hitam pada ayam cemani 11
10 Warna pial dan cuping ayam cemani di peternakan Jatibening, Bekasi 11
Jawa Barat : (a) jantan; (b) betina)
11 Bentuk jengger ayam cemani di Peternakan Jatibening, Bekasi Jawa 12
Barat : (a) single comb (jantan); (b) single comb (betina); (c) pea (jantan)
12 Warna cuping hitam ayam cemani : (a) betina; (b) jantan 12
13 Warna iris mata ayam cemani : (a) cokelat (jantan); (b) cokelat (betina) 13
14 Diferensiasi leukosit pada ayam cemani dengan menggunakan 16
mikroskop 100x10: (a) limfosit; (b) eosinofil; (c) monosit; (d) heterofil
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam cemani diperkirakan berasal dari populasi ayam kedu hitam yang
diseleksi ke arah pemurnian warna hitam (bulu, kulit, jengger, paruh, shank,
jengger) dan bentuk jengger tunggal bergerigi. Ayam ini sudah dipelihara sejak
awal abad ke 20 oleh masyarakat di desa Kedu, desa Beji, dan desa Kahuripan
Kecamatan Kedu Kabupaten Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Ayam cemani
secara umum dimanfaatkan sebagai ayam kesayangan dan ornamental untuk tujuan
kepercayaan karena masyarakat menganggap ayam cemani mempunyai kekuatan
magis dan supra natural serta menolak bala. Saat ini ayam cemani di daerah
asalnya (Kabupaten Temanggung) hanya dicirikan dengan warna bulu yang hitam,
ciri-ciri lainnya sangat bervariasi sehingga sulit dibedakan dengan ayam buras
(Iskandar dan Sartika 2008).
Ayam cemani dikenal memiliki harga jual yang tinggi dan permintaan
konsumen terhadap ayam cemani juga terus meningkat. Terbatasnya stock ayam
cemani menyebabkan banyak pembibit (breeder) ayam cemani di Indonesia yang
menyilangkannya dengan ayam jenis lain sehingga menghasilkan ayam cemani
hibrida. Kendala yang dihadapi peternak dalam hal pengembangan ayam cemani
yaitu populasi yang rendah, tingginya angka mortalitas anak, dan standarisasi atau
sertifikat ayam belum ada (Muryanto 2014). Sampai saat ini, upaya untuk
membentuk galur murni ayam lokal Indonesia dengan kualitas yang baik masih
terbatas. Upaya peningkatan produktivitas ayam tidak cukup hanya dengan
perbaikan pakan dan manajemen pemeliharaan, tetapi perlu dilakukan
peningkatan mutu genetiknya. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu genetik
ayam adalah dengan cara mempertahankan karakteristik sifat kualitatif dan sifat
khas fisiologi ayam.
Karakteristik kualitatif merupakan aspek penting dalam hal penentuan
kualitas ayam cemani karena menurut KEMENTAN (2014) karakteristik sifat
kualitatif merupakan salah satu penciri dasar dalam penentuan rumpun dan galur
ayam. Salah satu parameter fisiologis tubuh yang mencerminkan kondisi ternak
unggas (termasuk ayam) adalah karakter hematologis (gambaran darah).
Mengingat informasi mengenai karakteristik sifat kualitatif dan hematologis ayam
cemani masih terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kajian
karakteristik sifat kualitatif dan hematologis ayam cemani. Informasi yang
didapatkan diharapkan dapat bermanfaat sebagai data pendukung untuk
meningkatkan kualitas ayam cemani yang penting bagi upaya pelestarian,
pendugaan status kesehatan dan performa serta pengembangan ayam cemani
maupun ayam lokal Indonesia lainnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini menggunakan ayam cemani jantan dan betina yang berumur 5
bulan sampai 19 bulan. Karakteristik kualitatif yang diamati meliputi warna lidah,
warna kulit, warna bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu, warna shank, bentuk
jengger, warna cuping, dan warna iris mata. Hematologis (gambaran darah) ayam
cemani yang akan diamati meliputi sel darah merah (eritrosit), nilai hematokrit,
kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC), sel darah putih
(leukosit), diferensiasi leukosit (limfosit, heterofil, basofil, eosinofil, monosit),
dan rasio heterofil/limfosit.
METODE
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah disposable syringe 3cc,
tabung vakum berantikoagulan potassium Ethylene Diamine Tetraacetic Acid
(EDTA) jenis K3, cooling box, haemocytometer, hemometer, mikroskop, pipa
kapiler, dan mikrosentrifus.
Bahan
C1 C2 C3 C4 C5 C6
Gambar 1 Ayam cemani jantan grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C1
dan C2), ayam cemani umur 7 bulan (C3, C4 dan C5) dan ayam
cemani umur 12 bulan (C6)
C7
C8 C9 C10
Gambar 2 Ayam cemani betina grade A super. Ayam cemani umur 5 bulan (C7,
C8, dan C9), ayam cemani umur 6 bulan (C10, C11 dan C12), ayam
cemani umur 7 bulan (C13) dan ayam cemani umur 8 bulan (C14)
4
Gambar 3 Ayam cemani grade A. Ayam cemani jantan umur 12 bulan (C15).
Ayam cemani betina umur 7 bulan (C16 dan C17) dan ayam cemani
betina umur 9 bulan (C18)
Gambar 4 Ayam cemani grade B. Ayam cemani jantan umur 19 bulan (C19).
Ayam cemani betina umur 6 bulan (C20) dan ayam cemani betina
umur 18 bulan (C21 dan C22)
Bahan yang digunakan untuk koleksi darah ayam dan untuk analisa
hematologis adalah ice gel, cresta seal, HCL 0,1N, aquadestilata, methanol,
giemsa 10%, larutan pengencer rees ecker, dan minyak emersi.
Prosedur
Persiapan Ayam
Sebanyak 22 ekor ayam cemani dikelompokkan menjadi 3 grade kualitas
ayam cemani (grade A super, grade A, dan grade B). Ayam yang digunakan
untuk penelitian dalam kondisi sehat tanpa adanya cacat fisik.
berisi darah dimasukkan ke dalam cooling box berisi ice gel yang sebelumnya
telah dipersiapkan.
Pembuatan Preparat Ulas Darah (Weiss 2010)
Preparat ulas darah dibuat dengan menggunakan 2 buah gelas obyek. Darah
diambil sedikit dan diteteskan di atas gelas obyek, selanjutnya dengan gelas obyek
yang lain diratakan dengan menempatkan salah satu sisi ujung gelas obyek
sehingga membentuk sudut 30-45o. Gelas obyek digeser dengan cepat sehingga
didapat ulasan darah tipis.
Pewarnaan Sediaan Ulas Darah (Weiss 2010)
Preparat ulas darah difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat
kemudian diwarnai dengan Giemsa 10% selama 30 menit. Preparat yang sudah
diwarnai dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan dengan cara dianginkan.
Penghitungan Jumlah Eritrosit dan Leukosit Total (Sastradipraja et al. 1989)
Jumlah eritrosit dihitung dengan cara sampel darah dimasukan ke dalam
pipet eritrosit sampai tanda 0.5 dan selanjutnya ditambahkan larutan pengencer
Rees dan Ecker sampai tanda 101, kemudian dihomogenkan. Campuran larutan
tersebut selanjutnya diteteskan sebanyak 1 tetes untuk dibuang dan 1 tetes ke
dalam kamar hitung hemocytometer neubeur.
Penghitungan eritrosit dilakukan pada kotak eritrosit dan perhitungan
leukosit (sel darah putih) dilakukan pada kotak leukosit. Total eritrosit yang
diperoleh dikalikan dengan 5 000 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3
darah. Total leukosit yang diperoleh dikalikan dengan 200 untuk mengetahui
jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah.
Nilai Hematokrit atau Packed Cell Volume (PCV) (Sastradipraja et al. 1989)
Darah dimasukkan ke dalam mikrokapiler hematokrit sampai 4/5 bagian
pipa kapiler. Tahap berikutnya ujung mikrokapiler disumbat dengan crestaseal.
Pipa-pipa kapiler ditempatkan dalam alat pemusing (mikrosentrifuse), kemudian
diputar dengan kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit.
Nilai hematokrit diketahui dengan mengukur persentase volume eritrosit
(pada pipa kapiler terlihat lapisan merah) dengan alat mikrohematokrit.
Penghitungan Kadar Hemoglobin (Sastradipraja et al. 1989)
Kadar hemoglobin dihitung dengan menggunakan metode sahli. Kadar
hemoglobin dihitung dengan cara, tabung sahli diisi larutan HCl 0.1N sampai
angka 10. Darah dihisap sampai angka 20 (0.02 mL) dengan pipet sahli dan
aspirator.
Darah yang dimasukan tabung sahli diletakkan antara kedua bagian standar
warna dalam alat hemoglobinometer, kemudian dibiarkan selama 3 menit sampai
berwarna coklat. Ditambahkan setetes demi setetes aquadestilata sambil diaduk
sampai warna larutan darah sama dengan warna standar, kemudian tinggi
permukaan cairan pada tabung sahli dibaca dengan melihat skala g %-1 yang
berarti menunjukan banyaknya hemoglobin dalam g per 100 mL darah.
Diferensiasi Leukosit (Weiss 2010)
Preparat ulas yang telah diwarnai diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 100 kali menggunakan minyak imersi. Penghitungan diferensiasi
leukosit didasarkan pada hasil pengamatan dengan menghitung heterofil, eosinofil,
7
basofil, limfosit dan monosit dalam 100 butir leukosit. Nilai absolut didapat
dengan mengalikan persentase masing-masing jenis leukosit dengan jumlah
leukosit total.
Rasio Heterofil/Limfosit (H/L)
Rasio H/L diperoleh dengan cara nilai heterofil yang didapatkan dibagi
dengan nilai limfosit yang didapatkan dari perhitungan diferensiasi leukosit pada
proses sebelumnya.
Indeks Eritrosit (MCV, MCHC dan MCH)
Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah volume rata-rata dari masing-
masing eritrosit, dalam satuan femtoliter. Mean Corpuscular Volume (MCV)
menurut Sastradipraja et al. (1989) diperoleh dengan rumus:
nilai ematok it
M 10
∑ e it osit
Mean Corpuscular Haemoglobine Concentration (MCHC) adalah konsentrasi
rata-rata hemoglobin dalam 1 sel eritrosit, dalam satuan persen. Mean
Corpuscular Haemoglobine Concentration (MCHC) menurut Sastradipraja et al.
(1989) diperoleh dengan cara:
nilai emo lobin
M 100
nilai ematok it
Mean Corpuscular Haemoglobine (MCH) adalah banyaknya hemoglobin dalam
total eritrosit, dalam satuan picogram. Mean Corpuscular Haemoglobine (MCH)
menurut Sastradipraja et al. (1989) diperoleh dengan cara:
nilai emo lobin
M 10
∑ e it osit
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan analisis terhadap 3 tipe data.
1. Analisis data dengan menggunakan uji T untuk membandingkan hematologis
ayam cemani betina grade A (n=8) super dan grade A (n=3) pada umur 5−8
bulan.
2. Analisis data dengan menggunakan uji T untuk membandingkan hematologis
ayam cemani jantan (n=5) dan betina (n=8) pada grade A super umu 5−9
bulan.
Rumus uji t sebagai berikut (Walpole 1995).
√ √
Keterangan :
x1 = rataan sampel 1; s1 = simpangan baku 1;
x2 = rataan sampel 2 ; s2 = simpangan baku 2;
µ1 = rataan populasi 1; n1 = jumlah sampel 1; dan
µ2 = rataan populasi 2 ; n2 = jumlah sampel 2.
3. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perbedaan karakteristik sifat
kualitatif. Analisis deskriptif ini didasarkan pada data yang diperoleh dengan
8
a b c
Gambar 5 Grade kualitas ayam cemani berdasarkan warna lidah pada ayam
cemani: (a) grade A super (umur 7 bulan), (b) grade A (umur 9 bulan),
(c) grade B (umur 6 bulan)
Berdasarkan informasi dari pembibit ayam cemani, ayam cemani grade A
super berasal dari indukan grade A super. Grade A super juga dapat diperoleh
dari indukan lain yang berasal dari grade kualitas lain (grade A dan grade B)
yang indukannya masih berkerabat dekat dengan individu dalam kelompok grade
A super. Hal ini mengindikasikan bahwa masih diperlukan seleksi yang sistematis
dan sistem pencatatan silsilah (trah) yang lebih baik yang perlu dilakukan oleh
9
pembibit ayam cemani untuk menghasilkan ayam cemani yang mempuyai kualitas
sesuai dengan grade yang dibentuk oleh pembibit.
Perbedaan karakteristik sifat kualitatif ayam cemani pada penelitian ini
hanya ditemui pada warna lidah dan bentuk jengger, sedangkan karakteristik sifat
kualitatif lain seperti warna kulit, warna bulu, pola bulu, corak bulu, kerlip bulu,
warna shank, warna cuping, dan warna iris mata hampir sama (Tabel 2).
Tabel 2 Proporsi karakteristik kualitatif ayam cemani di Jatibening, Bekasi, Jawa
Barat
Presentase Fenotipe (%)
Karakteristik Fenotipe; Simbol Gen Jantan Betina
(n=8) (n=14)
Warna Lidah Hitam 75.00 57.14
Abu-abu 12.50 21.43
Kuning 12.50 21.43
Warna Kulit Hitam 100.00 100.00
Warna Bulu Berwarna (ii) 100.00 100.00
Pola Bulu Hitam (E_) 100.00 100.00
Corak Bulu Polos (Bb) 100.00 100.00
Kerlip Bulu Perak (S_) 100.00 100.00
Warna Shank Hitam (id) 100.00 100.00
Bentuk jengger Pea (P_) 12.50 0.00
Single (pp)* 87.50 100.00
Warna Cuping Hitam 100.00 100.00
Warna Iris Mata Coklat 100.00 100.00
*bergerigi
a b
Gambar 7 Warna bulu dan pola bulu ayam cemani : (a) ayam cemani betina ; (b)
ayam cemani jantan
Pola bulu yang terdapat pada peternakan ayam cemani pada penelitian ini
adalah 100% pola hitam, tidak ditemukan pola bulu columbian, liar, maupun putih
baik pada jantan maupun betina (Tabel 2). Pola bulu merupakan karakteristik
genetik dan sifat yang menurun yang dimanfaatkan oleh ilmuwan untuk
membentuk ayam sesuai preferensi konsumen (Suprijatna et al. 2005).
Corak Bulu dan Kerlip Bulu
Corak bulu ayam cemani jantan dan betina pada penelitian ini adalah polos
(Tabel 2). Bagian bulu tidak ada corak warna lain. Tidak ditemukannya corak
bulu lain selain hitam pada ayam cemani jantan maupun betina kemungkinan
karena kandungan pigmen melanin yang banyak.
Kerlip bulu ayam cemani baik jantan maupun betina pada penelitian ini
hanya ditemukan kerlip bulu keperakan (Gambar 8) dan tidak adanya kerlip bulu
keemasan. Rusdin (2007) menyatakan bahwa kerlip bulu perak biasanya
ditemukan pada warna bulu merah, hijau, coklat, hitam, dan putih, sedangkan
kerlip bulu emas ditemukan pada bulu yang mempunyai warna bulu kuning
keemasan.
11
a b
Gambar 8 Kerlip bulu keperakan pada ayam cemani : (a) jantan; (b) betina
Warna Shank
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa warna shank pada ayam cemani
jantan dan betina pada penelitian ini adalah hitam (Gambar 9). Ayam cemani yang
memiliki warna shank hitam berbeda dengan ayam kampung yang memiliki
warna shank yang dominan putih/kuning (Pratama 2006).
Warna shank merupakan penampilan dari adanya beberapa pigmen tertentu
pada epidermis dan dermis (Untari et al.2013). Shank berwarna hitam karena
adanya pigmen melanin pada epidermisnya (Purwanto 1995).
a b
Gambar 10 Warna pial dan cuping ayam cemani di Peternakan Jatibening, Bekasi
Jawa Barat : (a) jantan; (b) betina)
Bentuk jengger ayam cemani pada penelitian ini didominasi oleh bentuk
tunggal (single) bergerigi (Gambar 11). Sebanyak 12.5% ayam cemani jantan
umur 12 bulan pada grade A super juga memiliki tipe jengger pea (Tabel 2,
Gambar 11c). Ayam cemani jantan yang memiliki jengger berbentuk pea ini
12
a b c
a b
Gambar 12 Warna cuping hitam ayam cemani : (a) betina; (b) jantan
Warna Iris Mata
Ayam cemani pada penelitian ini memiliki warna iris mata cokelat
(Gambar 13). Warna mata sesungguhnya belum bisa dilihat sampai dewasa
13
a b
Gambar 13 Warna iris mata ayam cemani : (a) cokelat (jantan); (b) cokelat (betina)
Eritrosit
Hasil penelitian menunjukkan rataan jumlah eritrosit pada ayam cemani
betina pada grade A super, grade A, dan grade B berkisar antara 2.34−2.80x106 mm-3
(Tabel 3) dan masih berada pada kisaran jumlah eritrosit normal ayam
(2.00−3.50x106 mm-3) menurut Jain (1933). Jumlah eritrosit tertinggi dimiliki oleh
kelompok ayam dari grade A super (2.80±0.43x106 mm-3) sedangkan jumlah
eritrosit terendah dimiliki oleh ayam cemani grade B (2.34±0.28x106 mm-3). Hal
tersebut membuktikan bahwa ayam cemani betina pada grade A Super memiliki
jumlah eritrosit yang lebih tinggi hal ini mendukung dugaan bahwa ayam betina
grade A super memiliki status kesehatan dan performa yang lebih baik
dibandingkan dengan ayam cemani pada grade lainnya.
Berdasarkan warna lidah, penelitian ini menduga bahwa semakin tinggi
jumlah eritrosit yang dimiliki ayam maka akan semakin gelap intensitas warna
hitam pada lidah ayam cemani. Ayam pada grade A super yang memiliki lidah
berwarna hitam, memiliki jumlah eritrosit yang lebih tinggi (2.80x106 mm-3) jika
dibandingkan dengan ayam pada grade A yang memiliki lidah berwarna abu-abu
(2.44x106 mm-3) dan ayam pada grade B yang memiliki lidah berwarna kuning
(2.34x106 mm-3) (Tabel 3). Ayam cemani betina grade A super pada penelitian ini
memiliki kisaran jumlah eritrosit yang lebih tinggi (2.80x106 mm-3) (Tabel 3)
dibandingkan dengan ayam kedu hitam (2.732x106 mm-3), kedu merah (2.085x106 mm-3),
kedu lurik (2.685x106 mm-3), dan kedu putih (2.250 x106 mm-3) pada penelitian
Isroli (2009) dan ayam kampung (2.650x106 mm-3) pada penelitian Ulupi dan
Ihwantoro (2014).
Ayam cemani jantan memiliki rataan jumlah eritrosit yang lebih rendah
(2.69±0.28x106 mm-3) daripada ayam cemani betina (2.80±0.43x106 mm-3) (Tabel 4).
Ayam cemani jantan pada grade A super memiliki rataan jumlah eritrosit lebih
tinggi (2.69x106 mm-3) (Tabel 4) dibandingkan dengan ayam kedu hitam
(2.365x106 mm-3), kedu merah (2.512x106 mm-3), kedu lurik (2.557x106 mm-3),
dan kedu putih (2.292x106 mm-3) pada penelitian Isroli (2009). Berdasarkan hal
tersebut kemungkinan jumlah eritrosit mempengaruhi kepekatan warna hitam
pada ayam.
Eritrosit dipengaruhi oleh pakan. Pakan ayam cemani pada penelitian berupa
pakan komersial ayam petelur yang dicampur dengan nasi, jagung, dan kacang
hijau. Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) faktor yang dapat mempengaruhi
pembentukan eritrosit adalah kecukupan nutrisi.
Hemoglobin (Hb)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan hemoglobin ayam cemani
betina berada pada kisaran 9.50−11.67 g% (Tabel 3). Data tersebut masih berada
pada kisaran emo lobin no mal (7.00−13.00 %) menurut Jain (1993). Kadar
hemoglobin tertinggi dimiliki oleh ayam cemani grade B yaitu 11.67±3.21 g%
sedangkan kadar hemoglobin terendah dimiliki oleh ayam cemani grade A super
yaitu 9.75±1.75 g%. Kadar hemoglobin ayam cemani betina pada penelitian
(9.50−11.67 g% ) memiliki kisaran yang tinggi dibandingkan dengan ayam kedu
(5.300−7.225 g% ) pada penelitian Isroli (2009) dan ayam kampung (8.96 g%)
pada penelitian Ulupi dan Ihwantoro (2009).
Ayam cemani jantan grade A super (11.00±1.87 g%) memiliki kadar
hemoglobin lebih tinggi dibandingkan dengan ayam cemani betina grade A super
(9.75±1.75 g%) (Tabel 4) dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam kedu
15
hitam (7.225 g%) pada penelitian Isroli (2009). Perbedaan kadar hemoglobin pada
beberapa grade ayam cemani jantan dan betina disebabkan oleh beberapa faktor.
Kadar hemoglobin darah ditentukan oleh aktivitas tubuh, semakin tinggi aktivitas
tubuh semakin tinggi pula kadar hemoglobinnya (Ulupi dan Ihwantoro 2014).
Hematokrit (PCV)
Rataan nilai hematokrit ayam cemani betina grade A super, grade A, dan
grade B berada pada kisaran (31.25%−33.67%) dan masih berada kisaran normal
ayam (22.00%−35.00%) (Tabel 3) berdasarkan data nilai hematokrit yang
dijelaskan oleh Jain (1993). Hal tersebut menunjukkan nilai hematokrit pada ayam
cemani lebih tinggi dibandingkan ayam kampung betina (29.86%) pada penelitian
Ulupi dan Ihwantoro (2014).
Hasil analisis statistik meunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05)
hematokrit pada ayam cemani jantan dan betina (Tabel 4). Ayam jantan pada
kelompok grade A super memiliki rataan hematokrit lebih tinggi (35.80±2.28%)
jika dibandingkan dengan ayam betina 31.25±2.55% (Tabel 4). Nilai hematokrit
dalam tubuh ayam dapat mengalami penurunan dan peningkatan yang disebabkan
oleh kondisi tubuh ayam itu sendiri atau yang biasa disebut homeostatis (Davey et.
al. 2000).
Nilai MCV, MCH, dan MCHC ayam cemani hasil penelitian berada pada
kisaran normal ayam (Tabel 3) menurut Jain (1993). Hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05) MCV antara ayam cemani jantan grade A
super (134.20±12.7 fL) dan ayam cemani betina grade A super (113.40±14.00 fL)
(Tabel 4).
Nilai MCH dapat digunakan untuk mengetahui massa hemoglobin dari sel
darah merah. Nilai MCH yang tinggi menunjukkan ukuran massa hemoglobin
yang tinggi dalam sel darah merah yang menandakan kemampuan darah untuk
mentransportasikan oksigen dari paru-paru ke jaringan semakin besar (Astuti
2016).
Sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang normal disebut
normokromik, sel darah merah dengan konsentrasi hemoglobin yang tinggi
disebut hiperkromik (Schalm 2010). Sel darah merah dan hemoglobin pada
penelitian ini berada pada kisaran normal sehingga dikategorikan anemia
normokromik. Hal ini menandakan bahwa ayam tidak menderita anemia.
Leukosit
Rataan jumlah leukosit pada ayam cemani betina kelompok grade A super,
grade A dan grade B berkisar antara 23.42−30.59x103 mm-3 (Tabel 3) dan masih
berada pada kisaran normal (20.00−30.00x103 mm-3) menurut Jain (1993).
Berdasarkan analisis statistik perbedaan jenis kelamin antara ayam cemani jantan
grade A super dan ayam cemani grade A super menunjukkan hasil yang berbeda
nyata terhadap jumlah leukosit (Tabel 4). Ayam cemani jantan memiliki rataan
nilai leukosit lebih rendah (22.35±2.86x103 mm-3) dibandingkan dengan ayam
cemani betina (30.59±7.51x103 mm-3) (Tabel 4).
Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan bahwa kemampuan tubuh yang
tinggi dalam merespon infeksi atau benda asing. Jumlah leukosit ayam cemani
16
pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal. Hal ini berarti seluruh ayam
tidak terindikasi terinfeksi agen penyakit tertentu.
Diferensiasi Leukosit
a b c d
Limfosit
Rataan limfosit semua grade ayam cemani betina berkisar antara
60.33%−67.88% (Tabel 3) dan nilai tersebut berada di kisaran limfosit ayam
normal (24.00%−84.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988).
Ayam cemani betina pada kelompok grade A super memiliki rataan
presentase limfosit lebih tinggi (67.88±5.22%) dibandingkan dengan ayam cemani
17
jantan (61.60±8.65%). Semua ayam cemani dalam penelitian ini berada dalam
kondisi sehat.
Monosit
Rataan monosit semua grade ayam cemani betina berkisar antara
5.00%−1.50% (Tabel 3). Nilai tersebut berada di kisaran limfosit ayam normal
(0.00%−30.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Ayam cemani
jantan memiliki presentase monosit lebih tinggi (11.40±5.13%) dari pada ayam
betina 6.63±2.00% (Tabel 4). Hal tersebut berarti kemungkinan ayam cemani
jantan terserang infeksi yang menyebabkan presentase monosit jauh lebih tinggi
dibandingkan ayam betina.
Monosit adalah prekursor makrofag dalam darah sirkulasi. Ketika infeksi
agen patogen, maka monosit akan segera bermigrasi ke jaringan yang mengalami
peradangan, dan berubah menjadi sel makrofag. Makrofag ini merupakan sel
fagosit yang potensial, karena ukurannya lebih besar, umurnya lebih panjang dan
kemampuannya menelan bakteri lebih banyak dari pada heterofil (Ulupi dan
Ihwantoro 2014).
Heterofil
Rataan heterofil semua grade ayam cemani betina berkisar antara
22.38%−30.67% (Tabel 3). Nilai tersebut berada pada kisaran heterofil ayam
normal (9.00%−56.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Ayam
cemani jantan pada kelompok grade A super memiliki persentase heterofil lebih
besar (23.80±6.69%) daripada ayam cemani betina (22.38±3.34%) (Tabel 4).
Semakin tinggi nilai heterofil, maka kemampuan ayam berpotensi lebih besar
menghadapi infeksi kuman atau virus dengan membentuk respon imun non
spesifik (Ulupi dan Ihwantoro 2014).
Eosinofil
Rataan limfosit semua grade ayam cemani betina berkisar antara
2.33%−4.00% (Tabel 3). Nilai tersebut berada di kisaran limfosit ayam normal
(0.00%−7.00%) menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Ayam cemani
jantan memiliki presentase eosinofil lebih tinggi (3.20±1.30%) dibandingkan
dengan ayam cemani betina (3.13±1.13%).
Semua ayam cemani pada penelitian dalam kondisi sehat dan tidak adanya
infeksi parasit, namun peluang adanya infeksi parasit pada ayam cemani betina
grade A lebih besar dibandingkan ayam grade lainnya.
Basofil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua sampel darah pada ayam
cemani tidak ditemukan adanya basofil. Basofil adalah sel darah putih yang
mempunyai peranan dalam reaksi alergi.
Meskipun konsentrasi tersebut sangat kecil tetapi keberadaannya sangat
penting karena sel basofil mengandung heparin yang dapat menghambat proses
pembekuan darah (Ulupi dan Ihwantoro 2014). Hal ini berarti tidak ditemukan
gejala alergi pada ayam cemani.
Rasio H/L
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ayam dalam kondisi tidak stres
karena memiliki rasio H/L masih dalam kisaran normal ayam (0.45−0.50) menurut
18
Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Rataan rasio H/L pada ayam cemani betina
yang paling tinggi terdapat pada ayam cemani grade B yaitu 0.48±0.20,
sedangkan rataan terendah terdapat pada ayam cemani grade A super.
Rataan rasio H/L ayam cemani jantan pada grade A super yaitu 0.40±0.16
sedangkan ayam betina sebesar 0.33±0.07. Nilai rasio heterofil/limfosit (H/L)
dapat dijadikan indikator terjadinya stres pada ayam (Sugito dan Delima 2009).
Simpulan
Karakteristik sifat kualitatif ayam cemani meliputi warna lidah hitam, abu-
abu dan kuning, warna kulit hitam, pola bulu hitam (E_), corak bulu polos (bb),
kerlip bulu perak (S_), warna shank hitam (id), bentuk jengger single (pp)
bergerigi, warna cuping hitam, dan warna iris mata cokelat. Secara keseluruhan
hematologis ayam cemani masih berada pada kisaran normal status kesehatan
ayam. Tingginya nilai eriitrosit berpengaruh terhadap intensitas warna hitam pada
lidah ayam cemani. Perbedaan grade antara ayam cemani grade A super dengan
grade A tidak berbeda nyata (P>0.05) terhadap semua komponen hematologis.
Perbedaan ayam jantan grade A super dan betina grade A super berpengaruh
nyata (P<0.05) terhadap nilai hematokrit, jumlah leukosit, dan MCV.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astuti T. 2016. Status hematologis ayam ras pedaging yang diberi tepung daun
kelor (Moringa oleifera) dalam pakan [skripsi]. Makassar (ID): Universitas
Hasanuddin.
Crawford RD. 1990. Poultry Breeding and Genetics: Animal and Veterinary
Sciences. Amsterdam (UK): Elsevier.
Davey C, Lill A, Baldwin J. 2000. Variation during breeding in parameters that
influence blood oxygen carrying capacity in shearwaters. J.Zool. 48(1):347-
356.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1986. Animal genetic resources data
banks: descriptor lists for poultry. Rome (IT): FAO.
Iskandar S, Sartika T. 2008. Mengenal Plasma Nutfah Ayam Indonesia dan
Pemanfaatannya. Sukabumi (ID): KEPRAKS.
19
Walpole RE. 1992. Pengantar Statistik. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Weiss DJ, Wardrop KJ, Schalm OW. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed
ke-6. Oxford (UK): Blackwell Publishing Ltd.
RIWAYAT HIDUP