Anda di halaman 1dari 70

ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA MIE IMPORT

DENGAN MENGGUNAKAN METODE


POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
iv
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA KORNET SAPI


DI WILAYAH CIPUTAT DENGAN MENGGUNAKAN METODE
POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

ADALAH KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN


DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN.
SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA
YANG DITERBITKAN MAUPUN YANG TIDAK DITERBITKAN DARI
DAN

Jakarta, Desember 2010

YOPI MULYANA

iv
ABSTRAK

Judul: Analisis Cemaran Daging Babi Pada Kornet Sapi di Wilayah Ciputat
dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kandungan daging babi pada kornet sapi berdasarkan pada fragmen DNA
spesifik babi. Penelitian ini menggunakan metode PCR yang sensitif untuk
mengidentifikasi perbedaan suatu spesies berdasarkan keragaman DNA.
Total DNA dari enam merek kornet diisolasi dengan menggunakan cell
lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v). Daging babi dan daging
sapi digunakan sebagai kontrol. Genom yang dihasilkan diamplifikasi
dengan menggunakan masing-masing satu pasang primer yang spesifik
untuk babi dan spesifik untuk sapi pada DNA mitokondria. PCR dengan
menggunakan primer spesifik DNA sapi menghasilkan amplikon dengan
ukuran 271 bp dan dengan menggunakan primer spesifik DNA babi
menghasilkan amplikon dengan ukuran 227 bp. Metode PCR dengan
menggunakan primer spesifik DNA babi dapat mengamplifikasi DNA babi
hingga 0,1% daging babi dalam campuran daging babi dan daging sapi.
dapat
teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi, sedangkan
dengan menggunakan primer spesifik DNA babi dapat teramplifikasi satu
sampel kornet.

v
ABSTRACT

Title: Analysis of Porcine Contamination on Beef Corned in Ciputat Area by


Using Method of Polymerase Chain Reaction (PCR)
Analysis of porcine on beef corned in Ciputat area by using
polymerase chain reaction method has been done to identify porcine
contamination in beef corned based on fragments of pig specific DNA. This
research used PCR method which is sensitive in identifying different species
from DNA diversity. The DNAs obtained from six corned brands were
isolated by using cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v). In
order to ensure the validity in differentiating the DNAs of pig and cow, the
researcher used porcine and beef as controls. The obtained genoms were
amplified by using one pair of primer which was both specific for porcine
and beef in mitochondrial DNA. PCR method using specific primer of
cows DNA resulted an amplikon at 271 bp and PCR method using specific
primer of pigs DNA resulted an amplikon at 227 bp. PCR method by using
specific primer of pigs DNA could only amplify up to 0,1% of porcine in
the mixture of porcine and beef. All the sample of beef corneds tested with
PCR method using specific primer of cows DNA could be amplified,
whereas only one of the provided beef corned samples could be amplified
by PCR method using specific primer of pigs DNA.

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan sanjungku untuk Allah Tuhanku, yang menunjukan arah yang
benar, yang memberi petunjuk ke arah kebaikan dan hanya dari-Nya lah segala
kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tersampaikan kepada junjungan alam, nabi Muhammad SAW, seorang
rosul terpercaya, kepada keluarganya, sahabatnya, dan para pengikutnya hingga
tiba hari pembalasan.
Tulisan ini tidak akan bernilai seutuhnya, hingga orang-orang baik
membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikannya. Ketulusan hati
penulis untuk menuturkan terima kasih kepada orang-orang dermawan atas
bantuannya; materi, teori, ilmu, waktu dan semuanya yang begitu berharga.
Terima kasih kepada Ibu Zilhadia M.Si., Apt. selaku pembimbing I, atas
bantuan, bimbingan serta motivasinya, dan Bapak Dr. Wahyu Purbowasito, selaku
pembimbing II, atas bimbingan dan arahannya kepada penulis.
Orang baik hati yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam
berkarya Bapak M. Yanis Musdja M.Sc., Apt. Ketua Program Studi Farmasi,
Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp.And. selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, dan Bapak Dr. Bambang Marwoto Apt., M.Eng.,
selaku kepala Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT yang telah mengijinkan
penulis untuk melakukan studi di Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT, serta
tidak lupa kepada dosen-dosen farmasi, atas ilmu dan sharingnya, penulis
ucapkan terima kasih.
Orang tua penulis, Bapak Mamal Kamaludin dan Ma Teti Sumaeti,
motivator terbaik di dunia ini, Kakak (A Aris & A Eko) dan Adik tercinta, Putri.
Bapak Ir. H. Jonih Rahmat S.H.I., dan Ibu Hj. Sri Wardani, malaikat
cinta kami di yayasan Ar-Rahmah, yang dari merekalah penulis belajar makna
cinta, makna kehidupan dalam sekolah alam ini.
Istri penulis yang begitu sabar menemani perjalanan penulis menapaki
jalan kehidupan, pembawa cahaya dalam sebenarnya makna cinta.

vii
Staf peneliti Bioteknologi-BPPT Serpong (Bu Anna, teh Leha, Bu Rahma,
Pa Imam, Pa Dudi, Bu Uli & Pa Aa), terima kasih atas bimbingannya, dan staf
Mercian, Jepang. Terima kasih atas kebaikannya selama ini.
Kakak-kakak dari biologi UI (ba Rerin, ba Ulima & ba Rara) dan
kakak-kakak dari Bioteknologi Al-Azhar (ba Driya & ba Wika), adik-adik
Biokimia IPB (Syifa, Ganep, Ayu, Fitri, Bowo & Helmi), juga tak lupa Keysuke,
terima kasih telah mengisi hari-hari penulis selama di Biotek-Serpong.
Teman-teman yayasan Ar-Rahmah, yang centil dan menggemaskan,
meskipun sering mengesalkan, kalian adalah kebanggaan, terima kasih atas
dukungan, canda, dan pijitan-pijitannya kala lelah.
Teman yang selalu siap membantu kala sulit menghadang, lelah menerpa,
orang baik dan bijak, Syaikhul Azis dan Laukha Mahfudzoh, terima kasih atas
bantuannya selama ini. Rico, teman yang rela berkorban, Wa Mamet (Rahmat)
dan Ust. Oim (Muhammad Wali Abdurrahim), terima kasih banyak atas
bantuannya. Serta tidak lupa Alim terima kasih telah menjadi teman akhir-akhir
masa perjuangan, dan Ajeng Ayu terima kasih banyak atas bantuan dan
dukungannya.
Teman-teman Farmasi 2006, kakak kelas, adik kelas penulis, dan semua
pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat
disebutkan satu-persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga karya yang sederhana ini, turut
memperkaya hasanah ilmu dan juga dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACK ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sel ..................................................................................................... 6
2.2 DNA.................................................................................................. 7
2.2.1. Pengertian DNA........................................................................ 7
2.2.2. Ekstraksi dan purifiksi DNA..................................................... 8
2.3 Metode PCR...................................................................................... 10
2.4 Primer spesifik DNA......................................................................... 15
2.5 Desain primer DNA ........................................................................... 17
2.6 DNA Mitokondria ............................................................................. 18
2.7 Elektroforesis gel ................................................................................ 20
BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................. 23
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat ............................................................................. 24
4.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 24
4.2.1 Alat .......................................................................................... 24
4.2.2 Bahan ...................................................................................... 25
4.3. Tahapan Penelitian.............................................................................. 25

ix
4.4. Prosedur Kerja ................................................................................... 25
4.4.1 Pengumpulan sampel ............................................................... 25
4.4.2 Isolasi DNA............................................................................. 25
4.4.2.1. Isolasi DNA dari daging segar ....................................... 26
4.4.2.2. Isolasi DNA dari daging kornet ..................................... 27
4.4.3 Pembuatan gel agarosa dan elektroforesis ............................... 30
4.4.4 Gel documentation ................................................................... 31
4.4.5 Amplifikasi PCR...................................................................... 31
4.4.6 Uji spesifikasi primer............................................................... 32
4.4.7 Uji sensitifitas primer spesifik DNA babi................................ 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil ........................................................................................... 34
5.2 Pembahasan ................................................................................ 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................ 48
6.2 Saran ........................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50
LAMPIRAN ...................................................................................................... 55

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Efek inhibitor terhadap aktivitas taq polymerase................................... 13


Tabel 2 Ukuran pemisahan molekul DNA linear pada standar gel agarosa ...... 21
Tabel 3 Gradien konsentrasi campuran daging babi dan daging sapi ................ 33
Tabel 4 Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom ................................... 55
Tabel 5 Komposisi campuran reaksi PCR ......................................................... 56
Tabel 6 Komposisi bahan yang digunakan ........................................................ 57

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sel eukariotik dan sel prokaryotik..................................................... 6


Gambar 2. Struktur DNA.................................................................................... 7
Gambar 3. Diagram skematik aplikasi isolasi DNA dengan menggunakan
metode fenol-kloroform ................................................................... 10
Gambar 4. Skematik PCR secara teoritik ........................................................... 11
Gambar 5. Tampilan skematik dari DNA mitokondria vertebrata ..................... 19
Gambar 6. Hasil elektroforesis isolasi genom daging babi, daging sapi, dan
campuran daging babi dan daging sapi ............................................ 34
Gambar 7. Hasil elektroforesis produk PCR menggunakan primer spesifik
DNA sapi dan primer spesifik DNA babi pada daging segar ........... 34
Gambar 8. Hasil elektroforesis isolasi genom dari daging sapi segar dan
kornet dengan berbagai perlakuan .................................................... 35
Gambar 9. Hasil elektroforesis produk PCR daging kornet dengan berbagai
perlakuan menggunakan primer spesifik DNA sapi ......................... 35
Gambar 10. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer
spesifik DNA sapi pada campuran daging babi dan daging sapi...... 36
Gambar 11. Hasil elektroforesisproduk PCR dengan menggunakan primer
spesifik DNA babi pada campuran daging babi dan daging sapi...... 36
Gambar 12. Hasil elektroforesis isolasi genom sampel kornet........................... 37
Gambar 13. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer
spesifik DNA sapi pada sampel kornet............................................. 37
Gambar 14. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer
spesifik DNA babi sampel kornet ..................................................... 38
Gambar 15. Kondisi PCR.................................................................................... 56

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom............................. 55


Lampiran 2. Kondisi PCR................................................................................... 56
Lampiran 3. Komposisi campuran reaksi PCR................................................... 56
Lampiran 4. Komposisi bahan yang digunakan.................................................. 57

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia dengan penduduk yang mayoritas muslim membutuhkan

jaminan kehalalan produk pangan untuk dikonsumsi. MUI dengan LP-POM

MUI berusaha memberikan ketenangan kepada masyarakat muslim

Indonesia dalam hal konsumsi pangan dengan menerapkan adanya

sertifikasi halal MUI.

Pada dasarnya, Islam mengajarkan bahwa asal sesuatu yang

diciptakan Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram,

kecuali ada nas yang sah dan tegas dari syari untuk mengharamkannya. Jika

tidak ada nas yang sah (misalnya karena ada sebagian hadits lemah) atau

tidak ada nas yang tegas yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap

sebagaimana asalnya, yaitu mubah (Qordowi, 1993).

Sejumlah produk telah disertifikasi halal oleh MUI, termasuk produk

pangan daging. Akan tetapi, masyarakat muslim masih merasakan

ketidaktenangan dalam hal kehalalan produk daging yang biasa dikonsumsi,

karena beberapa produsen berusaha meraih keuntungan yang lebih besar

dengan menggunakan daging babi dalam produk yang tercantum

dikemasannya sebagai daging sapi.

Beberapa kasus adanya pencampuran daging babi terhadap daging

sapi baik dalam daging mentah maupun dalam produk olahan terjadi di

Indonesia. Pada tahun 2009, adanya pencampuran daging babi dalam daging

sapi ditemukan di pasar tradisional Ibuh, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat

1
2

(Sholeh, 2009), di Semarang dan Jawa Tengah. Kandungan daging babi

juga ditemukan dalam dendeng sapi di kota Malang, Jawa Timur (Irawati,

2009).

Beberapa metode analisis telah dikembangkan untuk mengidentifikasi

perbedaan kandungan daging dalam suatu produk. Teknik analisis kimia

dengan menggunakan FTIR telah digunakan dalam analisis

kandungan asam lemak (Harahap, 2008). Saeed et al. (1989) telah

melakukan analisis trigliserida jenuh babi menggunakan kromatografi cair

dengan sistem reverse phase column dan deteksi Ultra Violet (UV).

Disamping itu, analisis perbedaan kandungan daging juga dilakukan dengan

menggunakan imunoelektroforesis (Necidova et al., 2002) dan imunoassay

(ELISA).

Teknik lainnya untuk mengidentifikasi kandungan daging yang

berbeda dalam suatu produk adalah dengan menggunakan metode

identifikasi molekular yang berdasarkan pada analisis DNA. Sejumlah

teknik analisis DNA telah dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan

komposisi DNA pada makanan daging olahan. Random Amplified

Polymorphic DNA-Polymerase Chain Reaction (RAPD-PCR) merupakan

salah satu teknik yang digunakan dalam membedakan spesies yang

dikandung dalam produk daging olahan (Calvo et al., 2001). Teknik tersebut

merupakan teknik analisis yang digunakan untuk mendeteksi DNA pada satu

jenis makhluk hidup dan kurang tepat jika digunakan untuk mendeteksi

produk makanan komersial yang terdiri dari campuran beberapa jenis daging

(Novianingsih, 2008).
3

Metode lainnya adalah dengan menggunakan teknik Polymerase

Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP)

(Ong et al., 2007; Novianingsih, 2008; Lenstra et al., 2001) dan dengan

menggunakan primer spesifik DNA terhadap informasi genetik dari suatu

spesies tertentu (Ilhak et al., 2006; Abdullah, 2008; Kesmen et al., 2009;

Calvo et al., 2001; Walker et al., 2002). Metode analisis dengan

menggunakan DNA memiliki beberapa keuntungan, yaitu pertama, DNA

dapat ditemukan di semua tipe sel pada suatu individu dengan informasi

genetik yang identik. Kedua, DNA merupakan molekul yang stabil dalam

proses ekstraksi dan analisis DNA sangat mungkin dikerjakan dari beberapa

tipe sampel yang berbeda (Jain, 2004).

dengan

memanfaatkan urutan DNA mitokondria merupakan metode yang umum

digunakan saat ini untuk mengidentifikasi spesies tertentu (Abdullah et al.,

2008; Kesmen et al., 2009; Calvo et al., 2001; Ilhak et al., 2001).

Penggunaan DNA mitokondria dalam analisis PCR dapat meningkatkan

sensitifitas, karena setiap sel memiliki sekitar seribu mitokondria dan setiap

mitokondria memiliki sepuluh salinan DNA. Sehingga, terdapat sekitar

sepuluh ribu salinan DNA mitokondria dalam sel (Jain, 2004).

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi terdapat tidaknya

kandungan daging babi dalam produk kornet yang dijual di wilayah Ciputat

menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik DNA yang didasarkan

pada informasi DNA mitokondria. Dengan menggunakan primer spesifik

DNA, DNA yang diisolasi dari sampel kornet akan diamplifikasi secara in
4

vitro dengan menggunakan mesin PCR, hasil amplifikasi diidentifikasi

dengan menggunakan elektroforesis gel, sehingga akan terlihat pita DNA

sesuai dengan ukuran panjang DNA yang diamplifikasi. Pita ini

dibandingkan dengan pita DNA dari daging babi dan daging sapi sebagai

pembanding.

1. Bagaimanakah kondisi optimal isolasi DNA pada kornet sapi?

2. Bagaimanakah kondisi optimal untuk amplifikasi primer spesifik DNA

babi sehingga menghasilkan produk PCR?

3. Apakah reaksi PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA babi

dapat mengamplifikasi DNA pada kornet sapi?

1. Menentukan kondisi optimal dalam proses isolasi DNA pada kornet

sapi.

2. Menentukan kondisi optimal dalam proses PCR untuk menghasilkan

produk PCR yang dapat digunakan sebagai dasar analisis cemaran

kandungan daging babi pada produk pangan kornet.

3. Mendeteksi adanya kandungan daging babi dalam kornet yang dijual di

wilayah Ciputat dengan menggunakan teknik PCR.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi

kepada masyarakat tentang keamanan dan kehalalan produk makanan yang

beredar di Ciputat, khususnya produk olahan daging, dalam hal ini adalah
5

kornet, sehingga masyarakat lebih berhati-hati dan bijaksana dalam

mengkonsumsi produk olahan daging.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sel

Sel merupakan unit terkecil dari makhluk hidup, dalam arti bahwa sel

dapat hidup tanpa kehadiran sel yang lain. Di alam, sel dapat dibagi ke dalam

dua kelompok, yaitu prokariotik (sel bakteri) dan eukariotik. Sel prokariotik

pada umumnya memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur sederhana,

sedangkan sel eukariotik memiliki ukuran yang lebih besar dan strukturnya

lebih kompleks.

Gambar 1. Sel eukariotik dan sel prokariotik ( Raven, et al., 2005)

Perbedaan utama antara sel prokariotik dan sel eukariotik adalah

terletak pada lokasi materi genetiknya (DNA). DNA prokariotik tidak

dibatasi oleh membran inti, sedangkan pada sel eukariotik dibatasi oleh

membran inti (Sumadi dan Marianti, 2007).

6
7

2.2. DNA

2.2.1. Pengertian DNA

DNA merupakan polimer linear rantai panjang yang terdiri atas

nukleotida. Nukleotida yaitu unsur pembangun asam nukleat yang

mengandung satu gugus fosfat, gula, dan sebuah basa purin atau

(molekul-molekul berbentuk cincin pipih mengandung

nitrogen dan karbon). Jika nukleotida-nukleotida itu tersambung dalam

jumlah besar disebut polinukleotida (Watson et al.,1988).

Nukleotida-nukleotida terikat menjadi satu yang dihubungkan

oleh gugus fosfat dengan residu deoksiribosa pada atom karbon 5

dengan nukleotida berikutnya pada atom karbon 3 yang membentuk

rantai-rantai polipeptida (Brown dan Todd, 1952). Ikatan ini menjadi

tulang punggung DNA.

Gambar 2. Struktur DNA (http://www.websters-online-dictionary.org)

DNA terdiri dari basa purin (adenosin dan guanin) dan pirimidin

(timin dan sitosin), jumlah adenosin sama dengan jumlah timin,


8

sedangkan jumlah guanin sama dengan jumlah sitosin (Chargaff, 1951).

Masing-masing basa purin dan pirimidin dihubungkan oleh ikatan

hidrogen. Meskipun ikatan-ikatan hidrogen ini sangat lemah, namun

setiap nukleotida mengandung begitu banyak basa sehingga rantai-

rantai komplementernya tidak pernah terpisah secara spontan pada

kondisi fisiologis. Akan tetapi, jika DNA terkena pengaruh suhu yang

mendekati titik didih, maka banyak pasangan DNA yang putus sehingga

heliks gandanya terbelah menjadi rantai-rantai komplementernya

(denaturasi) (Watson dan Crick, 1953).

Proses denaturasipun dapat dipengaruhi oleh pH yang ekstrim

(pH<3 atau pH>10). Namun proses denaturasi ini dapat kembali lagi

pada posisi normal (renaturasi) membentuk heliks-heliks ganda asal jika

0
kondisi dikembalikan kepada suhu subdenaturasi (mendekati 60 C)
(Marmur dan Lane, 1958). Akan tetapi proses renaturasi dapat menjadi

tidak sempurna jika suhu tidak begitu mengikat atau suhu lebih rendah

(Marmur et al., 1958).

2.2.2. Ekstraksi dan Purifikasi DNA

DNA (Deoxyribonucleic Acid) pada organisme tingkat tinggi

seperti manusia, hewan dan tumbuhan terdapat di dalam inti sel, dan

beberapa organel lain di dalam sel, seperti mitokondria (DNA

mitokondria) dan kloroplas. Ekstraksi DNA dari organisme eukariot

dilakukan dengan melalui proses penghancuran dinding sel (lysis of cell

wall), penghilangan protein dan RNA (cell digestion), pengendapan


9

DNA (precipitation of DNA) dan pemanenan. (Sulandari, S., dan Arifin,

M.S.Z., 2003).

Secara umum, kualitas DNA dapat ditentukan oleh keberadaan

kontaminasi RNA, protein, lipid, dan konstituen sel lainnya yang

berhubungan dengan enzim restriksi, ligase, dan DNA polimerase

termostabil. Yang lebih penting adalah preparasi harus terbebas dari

DNA nuklease yang dapat merusak DNA (Merante et al., 1998).

Metode yang biasa digunakan untuk melisiskan sel adalah dengan

menggunakan buffer yang mengandung satu atau lebih deterjen,

contohnya SDS (B), NP-40, atau Triton X-100. Setelah hancur, residu

dari protein dan lipid dapat dihilangkan dengan menggunakan fenol dan

kloroform. Isoamil alkohol dapat digunakan untuk membantu

pemisahan fase air dan fase organik. Dengan perbandingan masing-

masing fenol, kloroform, dan isoamil alkohol sebesar 25:24:1 (Burden

dan Whitney, 1995; Mlhardt, 2007). Secara skematik, aplikasi isolasi

DNA dengan menggunakan metode fenol-kloroform dapat dilihat pada

gambar 3.

Berbagai teknik ekstraksi telah dikembangkan dari prinsip dasar

tersebut, sehingga saat ini muncul teknik ekstraksi dan purifikasi DNA

dalam bentuk kit. Prinsip dasar ekstraksi DNA adalah serangkaian

proses untuk memisahkan DNA dari komponen sel lainnya. Hasil

ekstraksi ini merupakan tahapan penting dalam langkah berikutnya.


10

dengan
menggunakan metode fenol-kloroform (Marante et al., 1998)

2.3. Metode PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode untuk

primer dari urutan DNA secara spesifik dengan

menggunakan media enzimatik (Kolmodin dan Birch, 2002) dan sangat

mudah terkontaminasi baik dari luar mesin PCR ataupun dari bahan

amplifikasi sebelumnya (McDonagh, 2003). Kualitas dan spesifitas

amplifikasi dengan menggunakan PCR bergantung pada kondisi

amplifikasinya yaitu (1) program siklus amplifikasi (suhu, primer,

nukleotida, polymerase, konsentrasi magnesium, waktu dan jumlah siklus),

(2) komposisi dari bahan yang akan diamplifikasi, dan (3) jumlah serta sifat
11

alamiah target DNA sampel (untai tunggal/single stranded atau untai

ganda/double stranded) (Committee on DNA Technology in Forensic

Science, 2002).

Gambar 4. Skematik PCR secara teoritik (Donald M. Coen, 2001)

Reaksi dibuat siklus dengan cara pemanasan dan pendinginan, yang

mencakup terjadinya denaturasi template, penempelan primer (annealing)

dan elongasi fragmen DNA spesifik. Tahap denaturasi berlangsung dengan

0
cepat pada suhu 94-95 C, sedangkan penempelan primer bergantung pada
Tm (melting temperature) dari primer template hybrid. Dalam Masing-

masing siklus, fragmen target akan meningkat secara eksponensial. Setelah

35 siklus ribuan fragmen yang dikopi akan didapatkan. Untuk menganalisis

DNA spesifik hasil dari PCR, dapat menggunakan elektroforesis yang

berdasarkan pada ukuran produk yang dihasilkan dan reaksi sequensing


12

untuk mendeteksi struktur primer DNA. Selain itu, sequensing juga dapat

digunakan untuk mengetahui terjadinya mutasi (Crocker, 2003).

Untuk memprediksi Tm dari primer, pengaturan konsentrasi primer

dan konsentrasi keseluruhan garam biasanya dengan menggunakan software,

sedangkan untuk mendapatkan suhu terbaik dalam proses annealing adalah

dengan cara optimasi. Kebanyakan template mengalami proses elongasi

Berikut adalah komponen penting dalam PCR (Sambrook


dan

Russel, 2001).

1. DNA polymerase termostabil yang mengkatalisis sintesis DNA

Terdapat banyak enzim yang dapat digunakan untuk mengkatalisis

sintesis DNA. Yang paling banyak digunakan adalah taq polymerase

(0,5-2,5 unit per standar reaksi 2,5-50 l). Standar PCR mengandung

2x1012 sampai 10x1012 molekul enzim. Enzim menjadi berkurang

ketika produk yang diamplifikasi mencapai nilai akumulasi 1,4x1012

hingga 7x1012.

Taq polymerase merupakan DNA polymerase yang diisolasi dari

bakteri Thermus aquaticus. Beberapa enzim yang serupa dapat diisolasi

dari organisme thermophilic lain. termasuk Thermus thermophilus, Th.

flaws, Th. litoralis, Pyrococcus furiosus, dan Bacillus

stearothermophilus.

Taq polymerase telah diisolasi dari Th. aquaticus dengan

beberapa strain yang berbeda, dan masing-masing memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Strain yang paling banyak digunakan


13

adalah strain YT-1 yang pada saat ini dapat dihasilkan dari klon

rekombinan (Weir, 1993).

Aktifitas enzim bergantung pada kation ion bivalen. Konsentrasi

optimum MgCl adalah 2 mM. laju polimerisasi maksimum dihasilkan


2

dengan 0,7-0,8 mM dNTPs. Inhibisi substrat diamati pada konsentrasi

dNTPs 4-6 mM. Kation monovalen juga memiliki efek terhadap

aktifitas enzim. Kondisi optimum adalah 50 m/V KCl, dimana inhibisi

terjadi pada konsentrasi >75 n%V KC1. NaCl, NH


4
Cl, dan NH
4
asetat

tidak dapat menggantikan KCl tanpa penurunan aktifitas yang spesifik.

Bahan pendenaturasi seperti deterjen dan pelarut dalam konsentrasi

yang rendah dapat ditoleransi oleh taq polymerase (Landgraf dan

Wolfes, 1993).

Konsentrasi
<0.5 M
1OM
1.5 M
2.O M
0.001 %
0.01 %
0.1 % <01
Etanol <3 % 100
10 % 110
DMSO <l % 100
10 % 53
20 % 110
DMF <5 % 100
10 % 82
20 % 17

Sumber: Landgraf , A., Wolfes, H., (1993) dalam Enzymes of Molecular


biology
14

2. Sepasang Oligonukleotida Primer

Kehati-hatian dalam desain primer dibutuhkan untuk menghasilkan

produk yang diinginkan. Primer memberikan pengaruh yang besar pada

kesuksesan pengerjaan PCR. Reaksi standar mengandung jumlah primer

yang terbatas, khususnya 0,1-0,5 M pada masing-masing primer

(6x1012 sampai 3x1013 molekul). Jumlah ini cukup untuk 30 siklus

amplifikasi untuk 1 kb segmen DNA. Dalam jumlah yang lebih besar

akan mengakibatkan mispriming, yang membuat amplifikasi yang tidak

spesifik.

PCR standar mengandung jumlah dATP, dTTP, dCTP dan dGTP

yang equimolar. Konsentrasi 200-250 M dari masing-masing dNTP,

direkomendasikan untuk taq polymerase dalam reaksi yang mengandung

1,5 mM MgCl . Jumlah tersebut harus menghasilkan 6-6,5 g DNA


2

dalam 50 l, yang cukup sama untuk reaksi multipleks delapan pasang

primer atau lebih yang digunakan pada waktu yang sama.

4. Kation Divalen

Semua taq polymerase membutuhkan kation divalen bebas


2+
(biasanya Mg ) untuk aktifitasnya. Ion kalsium cukup menginaktifkan
polymerase, karena dNTPs dan oligonukleotida berikatan dengan Mg2+.

Konsentrasi molar kation harus melebihi konsentrasi molar gugus fosfat

yang disumbangkan oleh dNTPs dan primer. Untuk itu, tidak mungkin

direkomendasikan konsentrasi optimal dari Mg2+ dalam semua kondisi,

meskipun sering digunakan dalam konsentrasi 1,5 mM. Dalam beberapa


15

kasus, peningkatan konsentrasi mg2+ hingga 4,5 atau 6 mM


dapat

menurunkan nonspesifik priming.

5. Buffer

Tris-Cl disesuaikan pada pH antara 8,3 hingga 8,8 pada suhu

ruang, yang dimasukan ke dalam standar PCR pada konsentrasi 10 mM.

0
ketika diinkubasi pada suhu 72 C (suhu yang biasa digunakan untuk fase
ekstensi PCR), pH campuran turun menghasilkan buffer dengan pH 7,2.

6. Kation Monovalen

Buffer PCR standar mengandung 50 mM KCl yang bekerja baik

untuk mengamplifikasi segmen DNA yang panjangnya >500 bp. Dengan

menaikan konsentrasi KCl hingga 70-100 mM seringkali dapat

meningkatkan hasil dari segmen DNA yang pendek.

7. Template DNA

Template DNA mengandung urutan target yang akan ditambahkan

pada PCR dalam bentuk single strand atau double strand. Amplifikasi

Template DNA sirkular sangat tidak efisien dibandingkan dengan DNA

linear.

2.4. Primer spesifik DNA

Dengan menggunakan teknik DNA rekombinan telah dihasilkan klon

DNA spesies spesifik dan dapat digunakan sebagai DNA probe untuk

mendeteksi spesies tertentu dalam suatu produk daging olahan. Ada

beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan pelacak

spesifik. Pendekatan yang memanfaatkan kemajuan bioinformatika dan


16

teknik PCR, saat ini merupakan salah satu cara yang relatif dapat dilakukan.

Pengembangan penanda spesifik gen dengan memanfaatkan informasi dari

database yang diakses dari internet.

Dua dari tiga puluh tiga produk makanan yang berlabel halal di Saudi

Arabia dideteksi oleh Abdullah (2008) dengan menggunakan primer spesifik

DNA babi dan terbukti mengandung cemaran daging babi. Calvo et al.

(2001) telah mengembangkan metode PCR dalam mendeteksi kandungan

babi dalam produk daging yang telah dipanaskan dan daging yang belum

dipanaskan. Isolasi DNA spesifik babi dilakukan secara berulang, setelah

dianalisis hasil urutan secara berulang, sepasang primer disintesis. Untuk

memastikan efektifitas dan spesifisitas, pengujian dilakukan terhadap 55

sampel DNA dari darah babi yang berasal dari peternakan yang berbeda dan

menunjukan hasil yang positif. Sedangkan sebanyak 200 sampel dengan

spesies yang berbeda, menunjukan hasil yang negatif.

Urutan primer dapat dibuat dengan menggunakan software komputer.

Urutan nukleotida dianalisis BLAST untuk menentukan daerah-daerah

terkonservasi, dan urutan nukleotidanya dikonfirmasi. Dua diantara daerah

tersebut dipilih untuk dasar merancang sepasang primer. Perancangan ini

dapat dilakukan dengan program primer3 secara online ataupun secara

semimanual dengan memperhatikan parameter-parameter yang umum,

antara lain jumlah nukleotida, kandungan GC 50% atau lebih (Santoso,

2001).
17

2.5. Desain primer DNA

Pemilihan primer dalam PCR menentukan efisiensi dan spesifisitas

PCR. Tujuan dari desain primer adalah spesifitas yang dihasilkan hanya

ketika masing-masing bagian pasang menempel dengan stabil pada target

urutan dalam template DNA (Sambrook dan Russel, 2001). Primer akan

menempel pada daerah spesifik dan menjadi inisiasi perpanjangan dan

penanda akhir dari daerah yang dipilih. Pemilihan primer berhubungan

dengan Tm (melting temperature) yaitu suhu pada saat untai DNA terpecah

menjadi setengah untai tunggal dan setengahnya lagi untai ganda. Tm

mencirikan stabilitas bentuk DNA hybrid, karenanya Tm menjadi pusat

parameter dalam desain primer. Tm dipengaruhi oleh panjang primer, urutan

primer, konsentrasi garam, konsentrasi primer, dan ada tidaknya agen

denaturasi (denaturan) (Chen, 2002).

Mulhardt (2007) dalam bukunya Molecular Biology and Genomics,

The Experimenter Series menyatakan bahwa ada beberapa persamaan yang

dapat digunakan untuk memperkirakan Tm, dengan menggunakan varian

yang sederhana, Tm dari komponen GC primer dapat diperkirakan dengan

menggunakan persamaan berikut:

Tm = 4(nomor G atau C)+2(nomor A atau T)

persamaan ini hanya dapat digunakan untuk primer yang pendek dengan

panjang sekitar 20 basa.

Primer dengan komposisi G+C yang tinggi (GC %) memiliki Tm

yang tinggi karena memiliki tiga ikatan hidrogen, sedangkan A-T hanya
18

memiliki dua ikatan hidrogen. Tm primer biasanya meningkat sesuai

dengan panjangnya.

Berikut adalah langkah-langkah pemilihan primer (Sambrook dan Russel,

2001).

a. Analisis gen target untuk priming site yang potensial

b. Membuat daftar yang memungkinkan untuk forward dan reverse

c. Memilih pasangan yang terbaik dari forward dan reverse primer

yang sama komposisi G+C nya

Mitokondria memiliki diameter 12 m dan mengandung bermacam-

macam salinan DNA yang berbentuk sirkular. Jumlah dan bentuk

mitokondria berbeda-beda untuk setiap sel dengan tipe yang berbeda dan

dapat berubah. Rata-rata sel eukariotik mengandung 103-104 salinan

mitokondria (Passarge, 2007), karena DNA mitokondria diekspresikan

dalam spesies atau gen yang berbeda setelah mengalami evolusi (Kumari,

2007).

Ukuran genom mitokondria hewan berkisar 14000-39000 pasang

basa. Ukuran genom mitokondria minimum untuk berfungsinya mitokondria

hewan multiseluler adalah 14000 pasang basa. DNA mitokondria merupakan

DNA rantai ganda yang berbentuk sirkular. Ukuran DNA mitokondria relatif

sangat kecil dibandingkan dengan ukuran genom intinya. Karena ukuran

genomnya yang relatif kecil ini, maka genom ini dapat dipelajari secara

menyeluruh sebagai suatu unit tersendiri (Solihin, 1994). Urutan DNA


19

mitokondria secara luas telah digunakan untuk mempelajari evolusi genetik,

karena mudah didapatkan, memiliki laju evolusi yang cepat, dan secara

umum mengikuti pola keturunan (Kumari, 2007).

Lockley dan Bardsley (2000) dalam Kumari (2007) menyatakan

bahwa hewan memiliki DNA mitokondria berbentuk sirkular dengan ukuran

kecil (15-20 kb), terdiri dari 37 gen yang menyandi tRNAs, 2 rRNAs, dan

13 mRNAs. mRNAs merupakan gen penyandi protein, terutama

menyangkut transpor elektron dan fosforilasi oksidatif mitokondria.

DNA mitokondria hewan secara umum memiliki jumlah dan jenis gen

yang sama, yaitu 13 daerah yang mengkode protein (URF1, URF2, URF3,

URF4, URF5, URF6, URFA6L, URF4L, Cytochrome Oxidase unit I,

Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III, Cytochrome b

dan ATPase 6); 2 gen pengkode rRNA yaitu 12S rRNA dan 16S rRNA; 22

gen pengkode tRNA (Solihin, 1994).

Gambar 5. Tampilan skematik dari DNA mitokondria vertebrata (Pereira, S.


Luiz, 2000)
20

Genom mitokondria disusun dengan efisien, tidak memiliki intron,

memiliki wilayah intergenik yang kecil yang membuat pembacaan frame

seringkali mengalami tumpang tindih (overlap) (Lockley and Bardsley,

2000).

Elektroforesis merupakan teknik yang sederhana, cepat dan dapat

dilakukan untuk memisahkan fragmen DNA yang tidak dapat dipisahkan

dengan menggunakan prosedur lain. Selain itu, lokasi DNA di dalam gel

dapat ditentukan secara langsung melalui bercak warna fluoresens yang

berinterkalasi dengan konsentrasi yang rendah (Sambrook dan Russel,

2001).

Gel agarosa merupakan metode yang sederhana dan efektif untuk

memisahkan dan mengidentifikasi fragmen DNA dengan panjang 0,5-25 kb.

Agarosa dilarutkan dalam buffer dengan pemanasan hingga terlarut,

kemudian dimasukan ke dalam wadah cetakan gel yang telah tersedia sisir

untuk meletakan sampel, dalam waktu yang tidak lama, agarosa akan

mengeras, dan gel yang terbentuk ditempatkan dalam wadah laju migrasi

(flow-migration chamber), buffer elektroforesis ditambahkan hingga gel

terendam oleh larutan buffer. DNA dimasukan ke dalam sumur, dan arus

dialirkan (biasanya 50 dan 150 volt). Setelah DNA bergerak dengan jarak

yang cukup, gel ditandai dengan pewarnaan dan diamati dengan

menggunakan cahaya UV (Mlhardt, 2007).


21

Agarosa merupakan polimer linear yang mengandung residu D- dan L-

galaktosa yang digabung oleh -(1 3) dan -(1-4) glycoside, yang berasal

dari rumput laut. Rantai agarosa berbentuk serat helik yang berkumpul

menjadi struktur yang melingkar (supercoil) dengan jari-jari 20-30 nm.

Elatin dari agarosa dihasilkan dalam mesh tiga dimensi yang diameternya 50

nm hingga >200 nm (Sambrook dan Russel, 2001).

Faktor-faktor yang menentukan jarak migrasi DNA melalui gel

agarosa (Sambrook dan Russel, 2001).

1. Ukuran molekul DNA

Molekul besar berpindah lebih lambat karena membutuhkan usaha

yang besar dan kurang efisien melewati pori-pori gel dibandingkan

dengan molekul yang kecil.

Fragmen DNA linear memberikan jarak perpindahan yang berbeda

melalui gel yang mengandung konsentrasi yang berbeda.

Tabel 2. Ukuran pemisahan molekul DNA linear pada standar gel


agarosa

(% [w/v]) (kb)
0,3 5-60
0,6 1-20
0,7 0,8-10
0,9 0,5-7
1,2 0,4-6
1,5 0,2-3
2,0 0,1-2
Sumber : Sambrook dan Russel, 2001
22

3. Konformasi DNA

DNA bentuk I (superhelical circular), bentuk II (nicked circular)

dan bentuk III (linear) berpindah melalui gel agarosa pada jarak yang

berbeda. Pergerakan relatif dari ketiga bentuk utamanya bergantung pada

konsentrasi dan tipe agarosa yang digunakan, selain itu dipengaruhi juga

oleh kekuatan arus listrik yang digunakan, kekuatan buffer ionik dan

bentuk superhelical dari DNA bentuk I. Pada beberapa kondisi, DNA

bentuk I lebih cepat daripada DNA bentuk III, tetapi pada kondisi yang

lain DNA bentuk III lebih cepat daripada DNA bentuk I.

4. Voltase yang digunakan

Perpindahan molekul DNA di dalam gel dirangsang oleh arus

listrik yang mengalir dari kutub negatif menuju kutub positif. Pada

voltase rendah, DNA linear mengalami perpindahan secara proporsional.

Semakin besar tegangan arus listrik, maka perpindahan molekul DNA

semakin cepat, demikian pula sebaliknya. Untuk mencapai resolusi

maksimum dari fragmen DNA dengan ukuran >2 kb, gel agarosa harus

dijalankan tidak boleh lebih dari 5-8 V/cm.

5. Tipe agarosa

Terdapat dua tipe utama dari agarosa yaitu agarosa standar dan

agarosa pada suhu rendah (low-melting temperature).

6. Buffer elektroforesis

Mobilitas elektroforesis DNA dipengaruhi oleh komposisi dan

kekuatan ionik buffer elektroforesis.


BAB III

KERANGKA KONSEP

Daging kornet sapi

+ mengandung DNA babi


- tidak mengandung DNA babi

Cek pada daging kornet

Gel Documentation

23
24

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Gen, Balai

Pengkajian Bioteknologi-BPPT Serpong, Tangerang. Waktu pelaksanaan

dari bulan Juni 2010 hingga Oktober 2010.

Alat yang digunakan adalah mortar, pestle, pipet mikro 0,1-

-2 l, 2-20 l, 20-200 l, 100-1000 l [Finnpipette, BIO-RAD,

Nichiryo, BenchMate], tip 10 l, 100 l dan 1000 l [Sorenson],

freezer -20 C [Angelantoni Scientifica], lemari pendingin 4 C

[Glacio-TOSHIBA], mesin PCR [TaKaRa & BIO-RAD],

thermostat &shaking bath [Heto], tabung sentrifugasi 15 ml

[Iwaki, Corning, FALCON, BIOLOGIX], tabung mikrosentrifugasi

1,5 ml [Sorenson], tabung mikrosentrifugasi 200 l [Axygen], rak

tabung, mesin sentrifugasi [Beckman J2-HS & Tomy], timbangan

[Mettler], ice maker [HOSHIZAKI], vorteks [Heidolph], magnetic

stirrer [Heidolph MR3001], inkubator [memmert], microwave

[National], heat block [Thermolyne], spatula, gunting,

elektroforesis tray [Bio-rad], chamber elektroforesis [Mupid2],

comb, gel documentation, dan spektrofotometer Nano Drop ND-

1000. Alat gelas yang digunakan adalah gelas ukur, labu

Erlenmeyer (100 ml & 250 ml), gelas Beaker (600 ml & 1000 ml),

24
25

dan tabung penyimpanan bahan (50 ml, 100 ml, 250 ml & 500 ml)

[Schott-DURAN].

4.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging

babi, daging sapi dan produk kornet sapi yang dijual di wilayah

Ciputat. Bahan lain yang digunakan yaitu TE (Tris-Cl & EDTA)

pH 8,0, etanol 70%, isopropanol, NaCl 5 M, DNase-free RNase,

Proteinase K, buffer PCR Fast Star Taq DNA Polymerase (Roche),

agarosa, buffer 1xTAE, sybr safe 1x, loading dye dan ddH O.
2

4.4. Prosedur Kerja

4.4.1. Pengumpulan sampel

Sampel kornet sapi dikumpulkan dari semua merek yang beredar

di wilayah Ciputat dengan jumlah sampel sebanyak 6 merek produk

kornet sapi dengan produsen yang berbeda.

4.4.2. Isolasi DNA

Proses isolasi DNA pada daging berbeda antara isolasi DNA pada

daging segar dengan isolasi DNA pada daging kornet. Hal ini
26

disebabkan adanya senyawa tambahan pada daging kornet sehingga

memerlukan proses optimasi.

4.4.2.1. Isolasi DNA pada daging segar

DNA pada daging segar diisolasi dari daging sapi, daging

babi dan campuran daging babi dan daging sapi. Campuran

daging sapi dan daging babi ini digunakan untuk menguji

sensitifitas primer spesifik babi.

Proses isolasi DNA pada daging segar adalah sebagai berikut:

Sebanyak 500 mg daging dihaluskan, kemudian dimasukkan ke

dalam tabung sentrifugasi 15 ml, ditambahkan 8 ml cell lysis

buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v), ditambahkan 5 l

0
proteinase K dan diinkubasi pada suhu 55 C selama 16-18 jam.
Selanjutnya, campuran ditambahkan 5 l RNAse, kemudian
0
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 C. Sebanyak 750 l dari
campuran tersebut dipindahkan ke dalam tabung sentrifugasi 1,5

ml dan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama

10 menit. Supernatan yang terbentuk ditambahkan 300 l natrium

klorida 5 M yang kemudian dihomogenkan dan disentrifugasi

pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang

terbentuk dipisahkan kemudian ditambah dengan 750 l

kloroform-isoamilalkohol (24:1), kemudian dihomogenkan dan

disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah

itu supernatan dipisahkan dan ditambahkan isopropanol (equal

0
volume), diinkubasi semalam pada suhu -20 C. Selanjutnya
27

disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm, supernatan yang

terbentuk dibuang, pelet ditambahkan dengan 600 l etanol 70%,

dihomogenkan dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm

selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, DNA

dikeringkan dalam desikator selama 10 menit kemudian

ditambahkan buffer TE 30 l. Keberadaan DNA dicek dengan

menggunakan elektroforesis dan konsentrasinya dicek dengan

menggunakan spektrofotometri nanodrop 1000. DNA yang telah

0
dilarutkan buffer TE disimpan pada suhu -20 C untuk PCR.

Untuk mendapatkan DNA dari daging kornet,

diperlukan preparasi pada sampel, sehingga senyawa

tambahan yang terdapat di dalam produk kornet tidak

mengganggu proses isolasi DNA. Proses preparasi yang

dilakukan adalah dengan menggunakan pencucian dan

pemanasan. Proses ini merupakan serangkaian cara untuk

memisahkan senyawa tambahan, yang nantinya hanya akan

digunakan satu proses preparasi terbaik sebagai metode

terpilih dan digunakan dalam proses isolasi DNA pada

sampel.

- Pencucian

Masing-masing sebanyak 1 gr daging


kornet

dimasukan ke dalam 2 tabung sentrifugasi 15 ml yang


28

berbeda, kemudian ditambahkan dengan pelarut yang

berbeda kepolarannya untuk setiap tabung. Pelarut

yang digunakan yaitu pelarut polar (air) pada tabung

pertama dan pelarut non polar (n-heksan) pada tabung

kedua. Daging ditiriskan, kemudian masing-masing

dihaluskan. Daging yang sudah halus hasil pencucian

kemudian ditambahkan cell lysis buffer untuk isolasi

DNA.

Sebanyak 1 gr daging kornet dihaluskan, kemudian

diletakan di atas kertas saring dengan diameter 10 cm.

0
Daging tersebut dipanaskan pada suhu 70 C selama
15 menit. Dengan pemanasan ini diharapkan lemak

akan mencair dan terserap oleh kertas saring. Hasil

pemanasan ini kemudian ditambahkan cell lysis buffer

untuk isolasi DNA.

Isolasi DNA

Masing-masing sebanyak 1 gr daging kornet dari hasil

perlakuan (pencucian dan pemanasan) dimasukan ke dalam

tabung sentrifugasi 15 ml dan ditambahkan 8 ml cell lysis

buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v), kemudian

ditambahkan 5 l proteinase K dan diinkubasi pada suhu 550

C selama 16-18 jam. Selanjutnya ditambahkan 5 l RNAse,

0
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37 C dan disentrifugasi
29

pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit, supernatan yang

terbentuk ditambahkan 4 ml natrium klorida 5 M,

dihomogenkan kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000

rpm selama 10 menit. Supernatan yang didapat dipisahkan

dan ditambahkan dengan 4 ml kloroform-isoamilalkohol

(24:1), pada

kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya supernatan

dipisahkan dan ditambahkan dengan isopropanol (equal

volume), dihomogenkan dan diinkubasi selama semalam

0
pada suhu -20 C. Campuran disentrifugasi pada kecepatan
8000 rpm, kemudian supernatan dibuang, pelet ditambahkan

dengan 500 l buffer TE. Larutan DNA yang didapatkan

dipindahkan ke dalam tube 1,5 ml, kemudian ditambahkan

dengan kloroform-isoamilalkohol dan

disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit.

Penambahan kloroform-isoamilalkohol ini diulangi sebanyak

2 kali, setelah itu supernatan yang dihasilkan ditambahkan

dengan isopropanol (equal volume), diinkubasi selama 30

menit dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm, pelet

yang dihasilkan ditambah dengan 200 l etanol 70%,

dihomogenkan dan disentrifugasi pada 12000 rpm selama 10

menit. Supernatan dibuang, DNA dikeringkan dalam

desikator selama 10 menit dan ditambahkan dengan buffer TE

sebanyak 30 l. Keberadaan DNA dicek dengan


30

menggunakan elektroforesis dan konsentrasinya dicek dengan

menggunakan spektrofotometri nanodrop 1000. DNA yang

0
telah dilarutkan TE disimpan pada suhu -20 C untuk PCR.
Pemilihan metode terbaik

Dari hasil isolasi dengan menggunakan berbagai

perlakuan tersebut, kemudian dipilih hasil yang terbaik

berdasarkan konsentrasi, kemurnian, pita genom dan hasil

amplifikasi dengan menggunakan PCR.

4.4.3. Pembuatan Gel Agarosa dan Elektroforesis

Gel agarosa 1,2% dibuat dengan menambahkan 0,36 gr

agarosa dalam 30 ml buffer TAE 1x, dipanaskan hingga larut

(1 menit 20 detik) dalam microwave, Larutan agarosa

0
didinginkan hingga suhu 40 C dan ditambah dengan sybr safe
0,3 l, dituang ke dalam tray, Agarosa didinginkan hingga

membeku selama 30-45 menit.

Gel diangkat dari cetakan dan dimasukan ke dalam

chamber elektroforesis kemudian ditambahkan buffer TAE 1x

sehingga gel terendam kira-kira 1 mm. Sebanyak 10 l sampel

DNA dicampur dengan 2 l loading dye kemudian

dimasukkan ke dalam sumur gel. Alat elektroforesis

dinyalakan (diberi arus listrik) selama 30 menit. DNA akan


31

bergerak menuju muatan positif. Hasil elektroforesis dilihat

dengan menggunakan dokumentasi gel (gel documentation).

4.4.4. Gel documentation

Komputer dan kamera digital dinyalakan. Gel agarosa hasil dari

elektroforesis dimasukan ke dalam UV transiluminator. UV

transiluminator dinyalakan dan pita DNA akan berpendar saat

gel agarosa saat disinari UV

didokumentasikan dalam komputer.

4.4.5.Amplifikasi PCR

Campuran reaksi total PCR dibuat dalam volume 50 l pada

tabung 0,2 ml. Amplifikasi menggunakan dua jenis primer yaitu primer

spesifik untuk babi; forward: 5- CAT TCG CCT CAC TCA CAT

TAA CC -3, reverse: 5- AAG AGA GAG TTC TAC GGT CTG

TAG- 3 (Kesmen et al., 2009) dan primer spesifik untuk sapi;

forward: 5- GCC ATA TAC TCT CCT TGG TGA CA - 3, dan

reverse: 5- GTA GGC TTG GGA ATA GTA CGA - 3 (Ilhak, 2006).

Campuran reaksi dibuat dengan menggunakan Fast star Taq DNA

Polymerase dan kemudian larutan dihomogenkan (lampiran 4). Mesin

thermal cycler dice diprogram dengan kondisi denaturasi awal pada

suhu 940 C selama 5 menit, denaturasi pada suhu


0
94 C selama 45 detik,
0 0
annealing pada suhu 61 C selama 45 detik, elongasi 72 C selama 90
0
detik, elongasi akhir pada suhu 72 C selama 5 menit dan suhu
0
penyimpanan 4 C [].
32

Amplifikasi DNA pada daging segar dan daging kornet

menggunakan program PCR yang sama, yang membedakan adalah

jumlah siklus yang digunakan. Pada proses amplifikasi daging segar,

untuk menghasilkan amplikon yang jelas terbaca pada saat

elektroforeis cukup dengan menggunakan 30 siklus, sedangkan pada

daging kornet membutuhkan 35 siklus.

Masing-masing primer yang digunakan diuji spesifikasinya

dengan menggunakan PCR. Primer spesifik DNA babi digunakan

untuk mengamplifiksi DNA dari daging babi dan DNA dari daging

sapi. Begitu juga primer spesifik DNA sapi digunakan untuk

mengamplifikasi DNA dari daging sapi dan DNA dari daging babi.

Hasil PCR kemudian dielektroforesis dan dibandingkan. Primer

spesifik DNA sapi dikatakan spesifik jika hanya mengamplifikasi

DNA dari daging sapi, tetapi tidak dapat mengampifikasi DNA

dari daging babi. Begitu juga primer spesifik DNA babi dikatakan

spesifik jika hanya mengamplifikasi DNA dari daging babi dan

tidak dapat mengamplifikasi DNA dari daging sapi.

4.4.7. Uji sensitifitas primer spesifik DNA babi

Primer spesifik DNA babi diuji sensitifitasnya dengan

menggunakan PCR. Template DNA diambil dari hasil isolasi

pencampuran daging antara daging babi dan daging sapi. Gradien

konsentrasi yang digunakan adalah sebagai berikut:


33

Tabel 3. Gradien konsentrasi campuran daging babi dan daging sapi

% Cemaran Bobot daging Bobot daging Bobot total


No
daging babi babi (mg) sapi (mg) (sapi+babi) (mg)
2000

Hasil PCR kemudian dielektroforesis, sehingga akan terlihat

konsentrasi terkecil yang masih mampu terdeteksi dengan

menggunakan primer spesifik DNA babi.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1000 bp
500 bp
300 bp
200 bp

Gambar 6. Hasil elektroforesis isolasi genom daging babi, daging sapi dan
campuran daging babi dan daging sapi

1000 bp
500 bp
300 bp
200 bp 271bp
227bp

Gambar 7. Hasil elektroforesis produk PCR menggunakan primer spesifik


DNA sapi dan primer spesifik DNA babi pada daging segar

34
35

Keterangan :
1. Daging sapi segar tanpa perlakuan
2. Daging sapi segar dengan pemanasan
3. Daging sapi segar dicuci dengan n-
heksan
4. Daging sapi segar dicuci dengan air
5. Kornet tanpa perlakuan
6. Kornet dengan pemanasan
7. Kornet dicuci dengan n-heksan
1000 bp 8. Kornet dicuci dengan air
500 bp M. Ladder 100 bp
300 bp
200 bp

Gambar 8. Hasil elektroforesis isolasi genom dari daging sapi segar dan
kornet dengan berbagai perlakuan

2.Perlakuan dengan pemanasan


3. Dicuci dengan n-heksan
4. Dicuci dengan air
271 bp M. Ladder 100 bp
1000 bp

200 bp

Gambar 9. Hasil elektroforesis produk PCR daging kornet dengan


berbagai perlakuan menggunakan primer spesifik DNA
sapi
36

Keterangan:
1. 0,1% daging babi;
99,9% daging sapi
2. 0,5% daging babi;
99,5% daging sapi
3. 1% daging babi;
99% daging sapi
4. 2,5% daging babi;
97,5% daging sapi
1000 bp
5. 5% daging babi;
500 bp 271 bp 6. 10% daging babi;
300 bp

200 bp

Gambar 10. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer


spesifik DNA sapi pada campuran daging babi dan daging sapi

1. 0,1% daging babi;


99,9% daging sapi
2. 0,5% daging babi;
99,5% daging sapi
3. 1% daging babi;
1000 bp 271 bp 4. 2,5% daging babi;
500 bp 97,5% daging sapi
300 bp 5. 5% daging babi;
200 bp 95% daging sapi
6. 10% daging babi;
90% daging sapi
7. Daging sapi
8. Daging babi
Gambar 11. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan
primer spesifik DNA babi pada campuran daging babi dan
daging sapi
37

Keterangan:
1. Sampel kornet no. 1
2. Sampel kornet no. 2
3. Sampel kornet no. 3
4. Sampel kornet no. 4
5. Sampel kornet no. 5
6. Sampel kornet no. 6
M. Ladder 100 bp

1000 bp
500 bp
300 bp
200 bp

Gambar 12. Hasil elektroforesis isolasi genom sampel kornet

1. Sampel kornet no. 1


2. Sampel kornet no. 2
3. Sampel kornet no. 3
4. Sampel kornet no. 4
5. Sampel kornet no. 5
6. Sampel kornet no. 6
1000 bp 7. Daging sapi dengan
500 bp primer spesifik DNA
300 bp sapi
200 bp 8. Daging babi dengan
primer spesifik DNA
babi
M. Ladder 100bp

Gambar 13. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer


spesifik DNA sapi pada sampel kornet
38

Keterangan:
1. Sampel kornet no. 1
2. Sampel kornet no. 2
3. Sampel kornet no. 3
4. Sampel kornet no. 4
5. Sampel kornet no. 5
6. Sampel kornet no. 6
7. Daging babi dengan
1000 bp primer spesifik DNA
500 bp 271227 bpbp8. Daging sapi
300 bp dengan
200 bp primer spesifik DNA
sapi
M. Ladder 100bp

Gambar 14. Hasil elektroforesis produk PCR dengan menggunakan primer


spesifik DNA babi sampel kornet
39

5.2. Pembahasan

5.2.1 Isolasi Genom

Genom diisolasi dari sampel kornet yang berasal dari toko, pasar

dan swalayan yang terdapat di wilayah Ciputat dengan jumlah 6 merek

kornet, sedangkan daging babi dan daging sapi didapatkan dari pasar

Bogor. Metode isolasi yang digunakan adalah dengan menggunakan

cell lysis buffer (Tris-EDTA pH 8 dan SDS 1% w/v) seperti yang

dilakukan oleh Kesmen et al. (2009) dengan melakukan beberapa

modifikasi. Modifikasi yang dilakukan adalah pada volume sampel,

kecepatan sentrifugasi, dan pengendapan protein.

Sampel yang diisolasi sebanyak satu gram dan diinkubasi


0
dengan menggunakan cell lysis buffer pada suhu 55 C selama 16-18
jam yang kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm.

Sedangkan Kesmen et al. (2009) menggunakan supernatan hasil

inkubasi hanya 750 l. Volume ini tidak bermasalah jika digunakan

pada sampel daging segar, akan tetapi daging pada sampel kornet telah

mengalami pengolahan, sehingga DNA yang terdapat di dalam sel

menjadi rusak.

Metode ini menggunakan SDS (Sodium Dodesil Sulfat/Natrium

Lauryl Sulfat) sebagai deterjen kationik untuk melisiskan dinding sel

dengan cara melarutkan membran lipid, sehingga dinding sel menjadi

rusak dan mengeluarkan komponen-komponennya yaitu protein, lipid,

karbohidrat, DNA dan RNA (Dale & Malcom, 2002). SDS yang

digunakan sebanyak 1% (w/v) (Malisa, 2006; Kesmen et al., 2009)


40

dari total volume cell lysis buffer yang terdiri 10 mM Tris-Cl pH 80,1

mM EDTA pH 8,0. Tris merupakan dapar yang berfungsi untuk

menjaga pH, sangat larut dalam air dan inert untuk berbagai jenis

reaksi enzimatik (Sambrook & Russel, 2001). Menurut Ageno (1969),

kondisi basa dapat memecah DNA, begitu juga dengan kondisi asam

menyebabkan DNA terdenaturasi (Marmur & Lane, 1958), sehingga

pH ekstrim dapat mengganggu proses isolasi DNA, sedangkan EDTA

(Ethylene Diamine Tetra Acetic acid) berfungsi sebagai bahan

pengkhelat yang mengikat kation divalen, sehingga menjadikan

ketidakstabilan membran (Dale & Malcom 2002; Raven, 2002;

Harisha, S., 2007), disamping itu kehadiran kation divalen menjadi

kofaktor bagi DNAse, sehingga dengan pengikatan kation divalen,

aktifitas DNAse dapat dihambat (Weir, 1993).

menggunakan

proteinase K (Fermentas), salah satu dari enzim golongan serin

protease (Ebeling, W., et al., 1974; Sweeney & Walker, 1993) yang

merupakan protease endolitik, memecah ikatan peptida sisi karboksilat

pada gugus alipatik dan aromatik, khususnya alanin (Sweeney &

Walker, 1993). Protein yang telah rusak dipisahkan dari larutan

bersamaan dengan karbohidrat dan komponen lainnya yang telah lisis

dengan menggunakan sentrifugasi.

Pada proses pengendapan protein, natrium klorida 5 M

digunakan sebagai pengendap protein. Konsentrasi garam yang tinggi

dapat mengendapkan protein karena adanya fenomena salting out,


41

dimana keberadaan ion dari garam menghasilkan penurunan muatan

suspensi. Dalam suspensi koloid, pada kondisi pH isoionik, muatan

protein kurang berpengaruh dibandingkan dengan gaya dari suspensi,

protein memiliki kelarutan yang minimal dan dapat mengendap.

Pengendapan protein secara umum bergantung pada derajat hidrasi,

yaitu pengikatan molekul air oleh sisi luar protein dan bertindak

sebagai faktor penstabil dalam suspensi. Beberapa titik konsentrasi

garam dapat menurunkan zeta potensial menjadi nol dan protein akan

mengendap. Efek ini ditingkatkan dengan kompetisi molekul air

dengan konsentrasi garam yang tinggi. (Holme, David. J & Hazel

Peck, 1998). Selain itu, protein mempunyai perbedaan kelarutan dalam

larutan garam, nilai kelarutanya relatif, dan dengan meningkatkan

konsentrasi garam, kebanyakan protein akan mengendap (Harisha, S.,

2007).

Residu dari protein dan lipid dihilangkan dengan menggunakan

kloroform dan isoamilalkohol. Kloroform merupakan pelarut organik

yang dapat mendenaturasi dan memisahkan kontaminasi protein.

Pelarut ini mempunyai massa jenis yang lebih besar daripada air,

sehingga pada saat ekstraksi dalam campuran, kedua pelarut berada

pada fase bawah (Burden dan Whitney, 1995). Isoamil alkohol dapat

digunakan untuk membantu pemisahan fase air dan fase organik

dengan perbandingan masing-masing kloroform dan isoamil alkohol

sebesar 24:1 (Burden dan Whitney, 1995; Mlhardt, 2007, Wu et al,


42

2009). Presipitasi protein ini dilakukan sebanyak dua kali pengendapan

untuk membuang residu protein yang tertinggal.

DNA total dipisahkan dari larutan dengan cara pengendapan

dengan menggunakan isopropanol (Sambrook & Russel, 2001).

Dengan adanya NaCl di dalam larutan akan menyebabkan DNA

kurang hidrofil, sehingga kelarutannya di dalam air menjadi berkurang.

Hal ini terjadi karena NaCl akan terionisasi menjadi+Na dan


-
Cl , ion
+
positif Na akan menetralisir muatan negatif gugus fosfat pada DNA,
yang menyebabkan DNA menjadi kurang hidrofil. Dengan

penambahan isopropanol, yang mempunyai konstanta dielektrik yang


+
lebih
lebih rendah daripada air, membuat interaksi Na dengan PO3-
mudah, sehingga membuat DNA kurang hidrofil dan DNA dapat

mengendap.

Genom divisualisasikan dengan menggunakan elektroforesis gel

agarosa 1,2% dengan tegangan 100 volt. Loading dye yang terdiri dari

glycerol dan bromphenol blue dicampurkan ke dalam genom, Glycerol

berfungsi sebagai pemberat, sehingga DNA berada di bawah sumur

gel, sedangkan bromphenol blue berfungsi sebagai visualisasi pada gel

(Carson, 2006), sehingga jarak yang diharapkan dapat ditentukan, dan

proses running tidak melebihi batas gel.

Gambar 6 menunjukan hasil isolasi genom dari daging sapi,

babi, dan dari campuran daging babi dan daging sapi. Gambar ini

menunjukan pita yang smear. Genom yang smear pada hasil

elektroforesis disebabkan karena tidak utuhnya genom yang terisolasi.


43

Genom mengalami fragmentasi menjadi banyak fragmen yang berbeda

ukuran dan tertahan pada gel sesuai dengan ukurannya yang

menghasilkan gambar yang smear. Genom yang mengalami

fragmentasi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah

lamanya waktu homogenasi dengan menggunakan lysis buffer

(Aljanabi et al., 1999) penggerusan dengan menggunakan mortar yang

cukup kuat (Santiana, 2010), dan aktifitas DNAse yang dapat

memotong ikatan pospodiester DNA (Weir, 1993).

Konsentrasi genom hasil isolasi diukur dengan menggunakan

spektrofotometer Nano Drop ND-1000 pada panjang gelombang 260

nm. Konsentrasi yang dihasilkan dari masing-masing sampel bervariasi

antara 1000 ng/ l 2800 ng/ l dengan jumlah sampel sebanyak satu

gram (lampiran 1). Dengan menggunakan jumlah yang sama, nilai

konsentrasi yang didapatkan daging segar 3 kali lebih besar

dibandingkan konsentrasi yang didapatkan dari daging kornet. Ini

menunjukan adanya pengaruh pengolahan pada daging kornet terhadap

stabilitas DNA.

Perbandingan antara panjang gelombang 260 nm dan 280 nm

(260/280) merupakan nilai kemurnian DNA (Harisha, S., 2007). Nilai

kemurnian yang dihasilkan dari genom yang diperoleh memiliki nilai

antara 1,6-1,9 (lampiran 1). Menurut Stephenson (2003) nilai

kemurnian kurang dari 1,8 menunjukan adanya kontaminasi protein.

Nilai ini dipengaruhi oleh kandungan protein yang sangat tinggi dalam

sampel daging, dengan menggunakan presipitasi bertingkat


44

menggunakan kloroform-isoamil alkohol dapat meningkatkan

kemurnian DNA dari sampel daging. Masih menurut Stephenson

(2003) dalam bukunya Calculations in molecular biology and

biotechnology, a guide to mathematics in the laboratory DNA yang

bebas dari protein mempunyai nilai mendekati 1,8, sedangkan nilai

yang lebih dari 2,0 menunjukan adanya kandungan RNA (Stephenson,

2003).

Gambar 8 merupakan hasil elektroforesis genom dengan

berbagai perlakuan. Genom yang dihasilkan dari daging segar cukup

jelas, sedangkan genom yang dihasilkan dari daging kornet tidak

begitu jelas terlihat, yang menunjukan pecahnya genom. Jika dilihat

dari konsentrasi dan kemurniannya (lampiran 1), rata-rata konsentrasi

yang didapatkan cukup besar untuk mendapatkan pita genom, akan

tetapi hal ini tidak terjadi, karena pembacaan yang dilakukan alat

spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm adalah gugus

kromofor dari basa purin dan pirimidin (Weaver, F. Robert, 2004)

yang merupakan basa dari DNA, sehingga, meskipun urutan DNAnya

terputus, akan tetapi, konsentrasi yang terbaca akan tetap besar.

Sampel nomor 8 (gambar 8) yang merupakan hasil isolasi yang

sampelnya dicuci dengan menggunakan air, menampilkan pita DNA

yang tebal dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Metode ini yang

menjadi acuan dalam proses isolasi daging kornet berikutnya. Dari

hasil elektroforesis dengan menggunakan berbagai perlakuan ini,

didapatkan metode optimal untuk mengisolasi DNA dari daging


45

kornet, yaitu dengan pencucian menggunakan air (gambar 8). Dari

gambar 12 terlihat pada sampel nomor 4 pita genom sangat tebal

dibandingkan pita genom yang lainnya. Jumlah sampel sebanyak 2

gram (2 kali dari jumlah sampel yang lain) dan perendaman dengan

menggunakan air selama lebih dari 2 hari menjadikan senyawa-

senyawa additive yang bersifat polar yang terdapat di dalam sampel

dapat ditarik oleh air, sehingga tidak mengganggu proses isolasi.

5.2.2 Polymerase Chain Reaction (PCR)

DNA mitokondria diamplifikasi dengan menggunakan primer

spesifik untuk spesies sapi (Ilhak, 2006) dan primer spesifik untuk

spesies babi (Kesmen et al., 2009). Primer diuji spesifikasinya yaitu

dengan cara kedua primer digunakan untuk mengamplifikasi daging

sapi segar dan daging babi segar. Gambar 7 menunjukan hasil uji

spesifik primer yang digunakan. Dari gambar 7 dapat terlihat bahwa

primer spesifik untuk sapi hanya dapat mengamplifikasi sekuen DNA

pada spesies sapi, sedangkan tidak dapat mengamplifikasi sekuen

DNA pada spesies babi, begitu juga sebaliknya, primer yang spesifik

untuk babi hanya dapat mengamplifikasi sekuen DNA pada spesies

babi dan tidak dapat mengamplifikasi sekuen DNA spesies sapi.

Reaksi PCR yang dilakukan menggunakan genom dengan

konsentrasi 100 ng/l. Konsentrasi ini optimal untuk mendapatkan

amplikon yang tebal pada 30 siklus untuk daging segar, akan tetapi

untuk sampel daging kornet dibutuhkan 35 siklus. Amplifikasi

menggunakan fastar taq DNA polymerase dengan suhu annealing 610


46

C untuk kedua primer. Komponen yang penting dalam proses

amplifikasi PCR adalah Mg + yang berfungsi sebagai penstabil enzim,


2

disamping itu, konsentrasi Mg + mempengaruhi penempelan primer


2

(Khosravinia & Ramesha, 2007). Konsentrasi MgCl yang digunakan


2

dalam campuran reaksi adalah 5 mM (Ilhak, 2006) dan campuran

lainnya mengikuti standar yang direkomendasikan (lampiran 4).

Gambar 11 menunjukan sensitifitas primer yang digunakan

terhadap campuran daging babi terhadap daging sapi pada 30 siklus.

Seperti yang dilakukan Kesmen et al. (2009), primer ini dapat

mengamplifikasi sekuen DNA hingga 0,1%, meskipun pada

konsentrasi 0,1% daging babi terhadap campuran daging babi dan

daging sapi menghasilkan pita yang sangat tipis.

Gambar 9 merupakan hasil elektroforesis produk PCR dari

genom yang mengalami perlakuan yang berbeda-beda. Primer yang

digunakan adalah primer yang spesifik untuk spesies sapi. Terlihat

bahwa dengan dilakukan pencucian menggunakan air pada sampel

daging kornet, menunjukan adanya bagian dari genom yang

teramplifikasi (nomor 4 gambar 9).

Proses amplifikasi untuk spesies sapi terletak pada daerah lokus

tRNA lysine pada sekuen DNA mitokondria dengan panjang produk

271 pasang basa, sedangkan untuk spesies babi pada lokus ND5 CDS

pada sekuen DNA mitokondria dengan panjang produk 227 pasang

basa. Amplifikasi sekuen DNA mitokondria pada sampel kornet

dihasilkan dengan jumlah 35 siklus (gambar 13), berbeda dengan


47

amplifikasi pada daging segar yang berhasil dengan 30 siklus (gambar

10). Peningkatan jumlah siklus pada daging kornet disebabkan jumlah

DNA yang terisolasi sedikit dan mengalami kerusakan akibat

pengolahan.

Semua sampel kornet dapat teramplifikasi dengan menggunakan

primer spesifik DNA sapi (gambar 13). Dengan menggunakan daging

sapi dan daging babi sebagai pembanding, terlihat bahwa adanya

perbedaan ukuran yang dihasilkan oleh produk PCR dari sampel kornet

dan daging sapi dibandingkan dengan produk PCR dari daging babi.

Pada gambar 14 terlihat adanya pita hasil elektroforesis produk

PCR dari sampel kornet dengan menggunakan primer spesifik DNA

babi. Satu merek kornet dapat teramplifikasi dengan menggunakan

primer spesifik DNA babi. Sampel kornet nomor 6 menunjukan

adanya sekuen yang teramplifikasi dan memiliki ukuran yang sama

ini

mengindikasikan adanya DNA babi pada sampel kornet tersebut, yang

menunjukan terdapat cemaran daging babi pada kornet sapi.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil terbaik yang didapatkan dari hasil optimasi isolasi DNA pada daging

kornet yang dilakukan yaitu dengan pencucian menggunakan air. Hal ini

dapat dilihat dari hasil amplifikasi PCR fragmen DNA pada genom hasil

isolasi dengan pencucian menggunakan air dapat teramplifikasi dengan

menggunakan primer spesifik.

2. Reaksi amplifikasi dengan menggunakan pasangan primer spesifik DNA

babi (CAT TCG CCT CAC TCA CAT TAA CC dan AAG AGA GAG

TTC TAC GGT CTG TAG) dan pasangan primer spesifik DNA sapi

(GCC ATA TAC TCT CCT TGG TGA CA dan GTA GGC TTG GGA

ATA GTA CGA) memiliki kondisi yang sama yaitu denaturasi awal pada

suhu 940 C selama 5 menit, denaturasi pada suhu


0
94 C selama 45 detik,
0 0
annealing pada suhu 61 C selama 45 detik, elongasi pada suhu 72 C
0
selama 90 detik dan elongasi akhir pada suhu 72 C selama 5 menit dengan
menggunakan 30 siklus untuk daging segar dan 35 siklus untuk sampel

kornet.

3. DNA babi dapat teramplifikasi hingga kandungan 0,1% daging babi pada

campuran daging babi dan daging sapi.

4. Dari enam sampel kornet sapi yang berbeda, DNAnya teramplifikasi

dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi, sedangkan hanya satu

48
49

sampel DNAnya teramplifikasi dengan menggunakan primer spesifik

DNA babi.

6.2. Saran

1. Perlu adanya kombinasi metode guna verifikasi lebih lanjut mengenai

analisis cemaran daging babi dengan menggunakan metode PCR, misalnya

dengan menggunakan sequencing dan Polymerase Chain Reaction-

Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP).

2. Perlu dilakukan inovasi pengembangan metode PCR dalam analisis DNA

babi pada sampel makanan, seperti pembuatan kit spesifik untuk

mendeteksi daging babi, sehingga proses analisis dapat lebih cepat.


DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ibrahim A., 2008. Improved DNA Extraction Method for Porcine
Contaminants Detection in Imported Meat to The Saudi Market, Saudi
Journal of Biological Sciences 15 (2): 225-229.

Ageno, M., E. Dore, & C. Frontali, 1969. Alkaline Denaturation Of DNA,


Biophysical Journal (9): 1281-1311.

Aljanabi, S.M., L Forget & A. Dookun, 1999. An Improoved and Rapid Protocol
for Isolation of Polysaccharide- and Polyphenol-Free Sugarcane DNA. Plant
Molecular Biology Reporter (17): 18.

Brown, D. M., & A.R. Todd, 1952. Nucleoides, Part X Some Observations on
Structure and Chemical Behavior of The Nucleic Acids, J. chem. Soc., pt.(1):
52-58.

Burden, D. W., & Whitney, D. B., 1995. Biotechnology: Protein to PCR a Course
in Strategies and Lab Techniques, Boston: Birkhauser Boston.

Calvo J. H., Zaragoza P., & Osta R., 2001, Technical Note: A Quick and More
Sensitive Method to Identify Pork in Processed and Unprocessed Food by
PCR Amplification of A New Specific DNA Fragment, J Anim Sci. (79):
2108-2112.

Carson, Susan, 2006. Manipulation and Expression of Recombinant DNA A


Laboratory Manual Second Edition, Elsevier Academic Press, Burlington
USA.

Chargaff, 1951. Structure and Function of Nucleic Acids As Cell Constituent.


Fed.proc., (10): 654-659.

Chen, B.Y., Janes, H. W., & Chen, S., 2002. PCR Cloning Protocols Second
Edition, Totowa, New Jersey : Humana Press Inc.

Coen, D. M. 2001, Current Protocols In Molecular Biology, England : John Wiley


& Sons, Inc.

Committee on DNA Technology in Forensic Science, 1992. DNA Technology in


Forensic Science, Washington, D.C.: NATIONAL ACADEMY PRESS.

Crocker, J., & Murray, P. G., 2003. Molecular Biology in Cellular Pathology,
England: Wiley.

50
51

Dale, Jeremy W. & Malcom von Schantz, 2002. From Genes to Genomes:
Concepts and Applications of DNA Technology. John Wiley & Sons, Ltd.

Ebeling, W., Hennrich N., Klockow M., Metz H., Orth H.D., & lang H., 1974.
Proteinase K from Tritirachium album Limber, Eur. J. Biochem., (47) 91-97.

Elrod, S. L., & Stansfield, W. D., 2002. Schaums Outlines of Theory and
Problem of Genetics, fourth edition, alih bahasa Damaring Tyas W., Jakarta:
penerbit Erlangga.

Harahap, Rizkina, 2008. Analisa Komposisi Asam Lemak dan Sifat Farmakokimia
pada Lemak Hewani (Ayam, Sapi, Babi), Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Harisha, S., 2007. Biotechnology Procedures and Experiments Handbook, New


Delhi, India: Infinity Science Press LLC.

Holme, David. J. & Hazel Peck, 1998. Analytical Biochemistry, third edtion,
London: Pearson Education.

Ilhak, O. I., & Arslan A., 2007, Identification Of Meat Species By Polymerase
Chain Reaction (PCR) Technique, turk. J. Vet. Anim. Sci. 31(3): 159-163.

Jain, Shally. 2004, Use Of Cytochrome B Gene Variability In Detecting Meat


Species By Multiplex Pcr Assay, Department Of Veterinary Public Health,
College Of Veterinary Science & Animal Husbandry, Anand Agricultural
University, Anand.

Irawati, Dahlia, 2009. Dendeng Sapi Dicampur Daging Babi di Malang,


http://regional.kompas.com/read/2009/04/06/1722499/Dendeng.Sapi.Dicamp
ur.Daging.Babi.di.Malang, diakses tanggal 1 juni 2010, pukul 13.03.

Kesmen, Z. , Yetim, H., & ahin, F. 2009, Identification Of Different Meat


Species Used In Sucuk Production By Pcr Assay, Research/Aratrma
GD09028.

Khosravinia, H. & Ramesha, K. P., 2007. Influence of EDTA and Magnesium on


DNA Extraction from Blood Samples and Specificity of Polymerase Chain
Reaction, African Journal of Biotechnology Vol. 6 (3): 184-187,

Kolmodin L. A., & Birch D. E., 2002 . Polymerase Chain Reaction Basic
Principles and Routine Practice, dalam: Chen, B.Y., Janes, H. W., Chen, S.,
PCR Cloning Protocols Second Edition Totowa, New Jersey : Humana Press
Inc.

Kumari, Rajni, 2007, Meat Species Identification by Real Time PCR, Department
of Animal Biotechnology College of Veterinary Science & Animal
Husbandry Anand Agricultural University, Anand
52

Landgraf , A., & Wolfes, H., 1993. Taq Polymerase (EC 2.7.7.7) With Particular
Emphasis on Its Use in PCR Protocols, dalam : Michael M. Burrell, Enzymes
of Molecular biology, New Jersey : Humana press inc.

Lenstra, J.A., Buntjer,J.B., & Janssen F. W. 2001, On the Origin of Meat - DNA
Techniques for Species Identification in Meat Products, Veterinary Sciences
Tomorrow, April.

Malisa, A. L., Gwakisa, P., Balthazary, S., Wasser, S. K., & Mutayoba, B. M.,
2006. The Potential of Mitochondrial DNA Markers and Polymerase Chain
Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism for Domestic and Wild
Species Identification, African Journal of Biotechnology Vol. 5 (18): 1588-
1593.

Marmur, J., & L Lane, 1958. Strand Separation and Specific Recombination in
Deoxyribonucleic Acids Logical Studies. Proc. Natl. Acad. Sci. USA (44):
671-682.

McDonagh, Susan, 2003. PCR Protocols Methods in Molecular Biology Volume


226, Second Edition, Totowa, New Jersey: Humana Press Inc.

Merante, F., Raha, S., & Ling, M., 1998. Molecular Biomethods Handbook, New
Jersey: Humana Press Inc.

Mlhardt, Cornel, 2007. Molecular Biology and Genomics, The Experimenter


Series, Oxford: Academic Press.

Necidova, L., E. Rencova, & I. Svoboda, 2002. Counter Immunoelectrophoresis:


A Simple Method for The Detection of Species-Specific Muscle Proteins in
Heat-Processed Products, Vet. Med. Czech, 47, (5): 143147.

Novianingsih, Ita, 2008, Penggunaan Teknik Polymerase Chain Reaction-


Restriction Fragment Length Polymorphism (PCR-RFLP) Untuk Mendeteksi
DNA Babi Pada Makanan Komersial, Jurusan Biologi, FMIPA-Universitas
Negeri Jakarta.

Ong, S.B., Zuraini, M.I., Jurin, W.G., Cheah, Y.K., Tunung, R., Chai, L.C.,
Haryani, Y., Ghazali, F.M., & Son, R., 2007. Meat Molecular Detection:
Sensitivity of Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism in Species Differentiation of Meat From Animal Origin,
ASEAN Food Journal 14 (1): 51-59.

Passarge, Eberhard, 2007. Color Atlas of Genetics, third edition. New York:
Thieme.

Pereira, S. Luiz, 2000. Mitochondrial Genome Organization and Vertebrate


Phylogenetics, Genet. Mol. Biol. vol.23 no.4 So Paulo.
53

Qordhawi, M. Yusuf, 1993. Halal dan Haram Dalam Islam, Bina Ilmu.

Raven, P.H., & Johnson, G.B., 2002. Biology, sixth edition, Amerika Serikat:
McGRAW Hill.

Raven, P.H., Johnson, G.B., Losos, J.B., & Singer, S.R., 2005. Biology, seventh
edition, Amerika Serikat: McGRAW Hill.

Sambrook, J., & Russell, D. W., 2001. Molecular Cloning, A Laboratory Manual

Santiana, R., 2010. Identifikasi Polimorfisme dan Konstruksi Filogenetik


Temulawak (Curcuma zhanthorriza roxb.) Berdasarkan Sekuen Daerah Matk
dan Intergenic Spacertrns-trnfm DNA Kloroflas. Departemen Biologi FMIPA
UI, Depok.

Santoso, Djoko, 2001. Pengembangan Pelacak DNA Spesifik Gen melalui


Bioinformika: Identifikasi Gen Penyandi Protein Biji 21 kDa Pada Kakao
UAH Indonesia, Menara Perkebunan, 69 (1): 10-17.

Sholeh, G. Fouri, 2009. Temuan Daging Babi Tak Pengaruhi Pedagang Padang,
http://www.antaranews.com/berita/1253031494/temuan-daging-babi-tak-
pengaruhi-pedagang-padang, diakses 1 juni 2010 pukul 12.45

W. D.,1991. Theory and Problems of Genetics, second edition


(schaum series), alih bahasa: Machidin Apandi dan Lanny T. Hardy, Jakarta :
penerbit Erlangga.

Stephenson, Frank, H., 2003. Calculations in Molecular Biology and


Biotechnology, A Guide to Mathematics in The Laboratory, Academic Press,
California, USA.

Sumadi, Marianti A., 2007. Biologi sel, Yogyakarta: Graha ilmu.

Sweeney J. Patricia & John M. Walker, 1993. dalam Michael M. Burrell, Enzymes
of Molecular biology, New Jersey : Humana press inc.
Watson, James D., & Crick, F.H.C., 1953. Molecular Structure of Nucleic Acids,
Nature, (171): 737-738.
Watson, James D., John tooze, & David T. Kurtz, 1988. Recombinant DNA (DNA
rekombinan), alih bahasa: Wisnu Gunarno, Jakarta : penerbit Erlangga.

Walker Jerilyn A., David A. Hughes, Bridget A. Anders, Jaiprakash Shewale,


Sudhir K. Sinha, & Mark A. Batzer, 2002. Quantitative intra-short
interspersed element PCR for species-specific DNA identification, Analytical
Biochemistry 316 (2003): 259269.
54

Weaver, F. Robert , 2004. Molecular Biology, second edition, The McGrawHill,


Kansas.

Weir, A. F., 1993. Nucleases, dalam: Michael M. Burrell, Enzymes of Molecular


Biology, New Jersey: Humana press inc.

Wu, Liang, Fenge Li, Changyan Deng, Dequan Xu, Siwen Jiang & Yuanzhu
Xiong, 2009. A Method for Obtaining DNA From Compost, Appl Microbiol
Biotechnol, (84): 389395.
55

Lampiran 1

Tabel 4. Konsentrasi dan kemurnian hasil isolasi genom

Konsentrasi Kemurnian
Sampel
(ng/l)
1 960,8
2 1,07
3 1,71
4 1,73
5 1,62
6 1,65
7 1465,6 1,74
8 1640,1 1,76
9 Daging segar tanpa perlakuan 4797,3 1,08
10 Daging segar dengan pemanasan 4826,6 1,05
11 Daging segar dicuci dengan n-hekssan4720,5 1,33
12 Daging segar dicuci dengan air 4687,3 1,45
13 Sampel tanpa perlakuan 1588,3 1,91
14 Sampel dengan pemanasan 1752,0 1,87
15 Sampel dicuci dengan n-heksan 2812,7 1,84
16 Sampel dicuci dengan air 1966,4 1,85
17 Sampel 1 1615,8 1,87
18 Sampel 2 1308,6 1,60
19 Sampel 3 2790,3 1,70
20 Sampel 4 1018,7 1,66
21 Sampel 5 1007,2 1,69
22 Sampel 6 1794,8 1,88
56

Lampiran 2
Kondisi PCR yang digunakan untuk amplifikasi menggunakan primer spesifik
DNA sapi dan primer spesifik DNA babi adalah sama, yaitu:

C
C
90 detik 5 menit

45 detik 40
C
~

35 siklus

Taq Polymerase 0,4 l

Primer Forward 10M 2 l

Primer Reverse 10M 2 l

Template 2 l

ddH2 O 29,6 l

Total 50 l
57

Lampiran 4.
Tabel 6. Komposisi bahan yang digunakan
Larutan Komposisi dan cara pembuatan Sumber

Sebanyak 186,1 g disodium Sambrook &


EDTA.2H O dilarutkan dalam 800 ml Russell, 2001:
2
H O, dihomogenkan dengan
2
menggunakan magnetic stirrer,
larutan ditambahkan NaOH hingga pH
8,0

Sambrook &
ml H 0, pH disesuaikan menggunakan Russell, 2001:
2

Sambrook &
Russell, 2001:
A1.7

Sebanyak 242 g tris; 57,1ml asam Sambrook &


asetat glasial; dan 100 ml EDTA 0,5M Russell, 2001:
(pH 8,0) dilarutkan dalam air hingga
volume 1 L

10 mM Tris-Cl (pH 8,0) Sambrook &


Russel, 2001:
1m M EDTA (pH8,0)
6.28;
1% (w/v) SDS
Kesmen, 2009

NaCl 5 M 100 ml 29,29g NaCl dilarutkan dalam 100 ml


H O
2

Kloroform-isoamil 96 ml kloroform
alkohol (24:1), 100 ml
4 ml isoamil alkohol
58

Anda mungkin juga menyukai