Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH PAJAJARAN VERSI ISLAM

ASAL USUL - KERAJAAN PAKUAN PAJAJARAN

Negara Kita Negara Sunda, maka kita bisa disebut orang sunda, kemudian sekarang jamannya
sudah agak beda bukan jaman purba lagi, memang sejak dulu kerajaan Gajah terkenal, berkat
Ramahanda saya (Prabu Anggararang), yang masih termasuk jaman purba, dengan symbol Gajah,
disatukan jadi symbol kerajaan, datang dari petunjuk yang jadi kekuatan berdirinya kerajaan
Gajah.

Sekarang juga sama, Negara ini juga ada nama, yaitu Negara yang kita diami adalah tataran sunda
yang termasuk dari simbolnya yaitu binatang yang paling buas yaitu Harimau.

Nah saya ini (Prabu Siliwangi) ada petunjuk yaitu jika dari barang sudah selesai (Kujang) sekarang
masalah nama kerajaan dikarenakan saya ada yang membantu yaitu bangsa siluman ataupun
Harimau Harimau ghaib, ketika berperang melawan tentara mongol pati pasukan harimau putih
(Maung Bodas) SEJAJAR ATAU BERJEJER dengan tentara GAJAH, jadi saya membawa nama
kerajaan dari Negara Gajah dengan kerajaan Harimau, bila disatukan maka namanya disebut
PAKUAN PAJAJARAN, Pakuan artinya Jaya Pajajaran Sejajar Pasukan Harimau Putih (Meong
Bodas) dengan Pasukan Gajah, disatukan lagi oleh barang pusaka yang tiga yang namanya
KUJANG TIGA SERANGKAI artinya berbeda-beda tapi sama, jadi tepat sudah, nah ditatar sunda
ini lahir Kerajaan Pajajaran.

ASAL-USUL SENJATA KUJANG

Jadi tataran sunda tersebut harus benar-benar dipegang oleh saya (PRABU SILIWANGI), jadi
harus dipercepat membuat barang-barang yang membentuk pisau untuk CIRI KERAJAAN
SUNDA sebagai SIMBOL yang bisa menyimpan kekuatan, Pangeran Pamanah Rasa menyuruh
ke Eyang Jaya Perkasa untuk membuat senjata pisau berbentuk harimau sebanyak tiga buah.
Sebagai awal mula sejarah dibuatnya tiga senjata yang berbentuk Harimau Tiga Warna, yaitu
Kuning, Hitam, Putih. Senjata pertama yang berwarna hitam, dibuat dari batu yang jatuh dari langit
yang sering disebut meteor, yang dibakar oleh Pangeran Pamanah Rasa sendiri, dibentuk besi yang
diperuntukkan untuk membuat senjata tersebut. Senjata Kedua dibuat dari air api yang dingin,
yang warnanya kuning dibekukan menjadi besi kuning, Senjata ketiga dari besi biasa yang
direndam dalam air hujan menjadi putih berkilau.

Sampai tujuh hari senjata baru jadi, semalam penuh Pengeran Pamanah Rasa memikirkan nama
untuk barang itu, tepat ayam berkokok ditemukan nama untuk ketiga barang tersebut, yaitu dengan
bahasa sandi, bahasa itu sangat tepat untuk barang senjata yang sudah jadi, yaitu namanya
KUJANG (Senjata Berbentuk Harimau), dikarenakan barangnya ada tigabeda beda warna tapi
bentuknya sama disebut jadi KUJANG TIGA SERANGKAI, YANG ARTINYA BEDA-BEDA
TAPI TETAP SAMA.
Prabu Siliwangi Masuk Islam Oleh Syekh Quro

Pangeran Pamanah Sari datang ke Syekh Quro. Mau menikahi Nyi Subang Larang, Syekh Quro
menerima lamaran Pengeran Pamanah Sari, namun meminta 3 syarat:

Yang pertama harus masuk Islam, yang kedua harus belajar ngaji, yang ketiga harus berangkat
dulu ke haji, itu syarat-syarat yang diberikan oleh Syekh Quro kepada Pangeran Pamanah sari.

Pangeran Pamanah Sari kebingungan karena beliau dari agama Hindu, tetapi kerena ada yang ingin
dicapai Pangeran Pamanah Sari memutuskan siap untuk di Islamkan, beliau datang kepada Syekh
Quro untuk di Islamkan ketika sampai ke tempat Syekh Quro. Semua orang dikumpulkan ke dalam
ruangan, ki Gendeng Tapa menyaksikan Pengeran Pamanah Sari di Islamkan, tidak terlalu lama
Pangeran Pamanah Sari diberikan janji oleh Syekh Quro sambil memegang tangannya dengan
mengucapkan dua kalimah Syahadat, setelah itu selesai Pangeran Pamanah Sari dianggap sah dari
akad menjadi muslim, hari itu selesai untuk syarat pertama. Pangeran Pamanah Sari langsung
menjalankan syarat yang kedua yaitu belajar ngaji. Setelah 5 bulan Pangeran Pamanah Sari bisa
ngaji seperti membaca huruf arab, sholat, dan pemikiran Islam seperti apa artinya Islam, semua
ilmu agama Islam telah diserapnya. Syekh Quro bingung dan heran Pangeran Pamanah Sari bisa
belajar dengan cepat, padahal sampai tingkat semua itu, bisa butuh waktu sekitar dua tahun.
Pangeran Pamanah Sari langsung meminta syarat yang ketiga yaitu naik haji.

SEBAGAI MUSLIM MEMPERJUANGKAN AGAMA ISLAM

Teks ini bukti tertulis dalam bahasa dan tulisan Sunda kuno jaman Pajajaran, yang di tulis di kulit
harimau berasal dari Kitab Suawsit Sasakala Prabu Siliwangi.

“SASAKALA PRABU SILIWANGI”


Kaula Prabu Siliwangi nyakenkeun ka sadayana jamaah
Diya sakayan kaula nu Insya Allah ngabalai
Diya nyusuk nudihapurankeun kaagama Islam
Nyian anaka arang-arang nuka kaula di wastupun
Nyakeun hate diyaya sakala dikailkeun di kaitkeun
Dipahetkeun nyakeun lelembut diyaya sakala arang-arang marifat
Puran kayan kegeugeuh diyayakeun ka gusti Allah
Diya dihampurakeun ka agama Islamna
Haturan dajar nyakeun hapur kaula kasabab
Neuteup diyaya teu nyakeun diaya sakala bisa musrik
Sakitu nu kaula bisa dibantoskeun diya kecapna
Susuhun dihampura diya kecap parit ieu upami aya kalepatan
Kaula Prabu Siliwangi Pangeran Pamanah Rasa”
Pangeran Pamanah Sari Berangkat ke Haji Dengan Syekh Quro

Syekh Quro menyiapkan Pangeran Pamanah Sari mau dibawa ke Mekah naik Haji beliau
diberitahu dulu harus itikap, berdiam diri di mekah selama empat puluh hari.
Pangeran Pamanah Sari berangkat ke Mejah di bawa terbang oleh Syekh Quro, sampai ke Mekah
membutuhkan waktu satu malam, berangkat malam sampai subuh, tiba di Mekah langsung sholat
subuh, melaksanakan sholat berjamaah sampai amalan-amalan yang diajarkan oleh Syekh Quro
diamalkan, sehari penuh berkeliling Kabah.

Di Mekah Pangeran Pamanah Sari kebingungan karena sudah beberapa hari terjadi perubahan
dalam dirinya, sedikit-sedikit dosa dan kejadian-kejadian oleh beliau yang dialami seperti nyata
kelihatan, Nampak seperti mimpi buruk, Pangeran Pamanaha Sari sampai menangis habis-habisan
di depan Kabah.

Semenjak itu Pangeran Pamanah Sari percaya Islam dan percaya adanya Allah, empat puluh hari
tidak terasa sudah berlalu Pangeran Pamanah Sari di bawa pulang oleh Syeh Quro setelah sampai
ke tempat, banyak yang ngumpul menunggu yang pulang dari haji.

Pangeran Pamanah Sari ditanya oleh Syekh Quro dalam masalah pernikahannya dengan Nayi
Subang Larang dari situ Pangeran Pamanah Sari ingin bicara dulu kepada semua karena beliau
sebelumnyaada niat hati jelek, setelah belajar dengan Syekh Quro, Pangeran Pamanah Sari
mengalami banyak perubahan dalam dirinya dan tahu mana ajaran yang benar dan mana ajaran
yang salah oleh karena itu Pangeran Pamanah Sari menjelaskan yang sebenarnya bahwa dia yang
sebenarnya adalah Raja di Kerajaan Pajajaran setelah di jelaskan ada yang terkejut, ada yang
langsung menyembah dan sebagainya, tetapi Syeh Quro biasa saja karena sudah tahu dari awal
juga, tidak ada yang membuat marah satupun malahan senang Pangeran Pamanah Sari berterus
terang.

Pangeran Pamanah Sari Di Beri Gelar Prabu Siliwangi

Pangeran Pamanah Sari menguasai tanah Cirebon setelah diserahkan oleh penguasa Cirebon
sebagai mertuanya yaitu Ki Gendeng Kasih dan Ki Gendeng Tapa, kemudian para sesepuh kumpul
dengan Pangeran Pamanah Sari, Ki Gendeng Tapa, Ki Gendeng Kasih dengan Ki Dampu Awang,
dengan istri-istrinya Pangeran Pamanah Sari yaitu ada tiga, Nyai Subang Larang, Nyai Kasih
dengan Nyai Aci Putih.

Semuanya pada kumpul sebab Pangeran Pamanah Sari sakti mandra guna dan pintar, terkenal
dimana-mana yang menguasai Kerajaan Pajajaran, Pangeran Pamanah Rasa dan pangeran
Pamanah Sari menjadi terkenal dengan gelar Sang Prabu Siliwangi.

Prabu Siliwangi hidup jaya sampai beliau mempunyai putra dari istri yang pertama yaitu Nyai Aci
Putih dan nama putranya ARYA SETA di beri gelar PRABU KIAN SANTANG, terus mempunyai
lagi dari istri yang kedua yaitu mempunyai dua anak, Perempuan dan laki-laki yang diberi nama
untuk putrinya NYAI LARA SANTANG yang laki-laki PANGERAN WALASUNGSANG,
Prabu Siliwangi mempunyai putri tiga dari dua istri btidak lama kemudian yang terakhir yaitu istri
Prabu Siliwangi yang ketiga Nyai Kasih mempunyai anak satu laki-laki yang bernama
PANGERAN SAGARA.

Prabu Siliwangi Menghilangkan Kerajaan Pajajaran Pindah ke Alam Ghoib


Prabu Siliwangi kembali pulang ke kerajaan Pajajaran. Prabu Siliwangi bingung karena sudah
muslim sedangkan di kerajaan pajajaran masih beragama Hindu. Sebelum pergi Prabu Siliwangi
berpesan kepada seluruh istrinya agar Cirebon (SUNDA) dan ajaran ISLAM harus turun-temurun
sampai pada anak cucu mereka.

Lalu Prabu Siliwangi berangkat ke kerajaan Pajajaran dengan Ilmu Aji Halimun bisa sampai dalam
waktu setengah hari. Seluruh rakyat kerajaan dan segenap keluarga menyambut kedatangan Prabu
Siliwangi, mereka menyembah Parbu sepanjang jalan menuju kerajaan, lalu Prabu di sambut
dengan suka cita oleh Panglima Eyang Jaya Perkasa.

Prabu Siliwangi memikirkan bagaimana Gejolak dari rakyat-rakyatnya apabila mereka tahu bahwa
dirinya sudah di Islamkan oleh Syekh Quro. Bagai mana caranya menghilangkan fitnah atau
perkataan-perkataan dari rakyat yang tidak tahu tentang agama, tidak lama kemudian Parbu
Siliwangi mendatangi Harimau Putih Panglimanya supaya membantu Negara Pajajaran di
pindahkan ke Alam GHOIB alam Jin. Prabu Siliwangi menunggu datangnya bulan purnama,
sambil menunggu Parbu Siliwangi bersama Harimau Putih malam-malam pergi ke batas Kerajaan
Pajajaran untuk menanam pohon Jeruk, dari batas kerajaan supaya ketika menghilang tidak
meninggalkan jejak sedikitpun dan tidak ada bukti apapun. (Kerajaan ini Desa Pajajaran
Kecamatan Raja Galuh Kab. Majalengka).

Akhirnya Prabu Siliwangi bersama Harimau Putih menyirep/menidurkan semua rakyatnya. Prabu
Siliwangi langsung memindahkan kerajaan tersebut dengan orang-orangnya, memakai ilmu
dengan dibantu oleh Harimau Putih menghilang. Semenjak itu semua Negara kerajaan Pajajaran
pindah dari alam dohir ke alam ghoib.

Sejarah Pajajaran ini disusun oleh Pondok Pesantren Pasim Al Path. Fajar Laksana, SE, MM,
CQM. Penyusnan menjelaskan, penulisan sejarah Prabu Siliwangi ini untuk meluruskan berbagai
mitos yang berkembang di masyarakat tentang Kerajaan Pajajaran dengan rajanya Prabu
Siliwangi. Sumber sejarah ini disusn dari WASIAT PRABU SILIWANGI DARI KITAB
SUWASIT.

Keontentikan isi buku sejarah yang disusun dari Kitab Swasit “Wasiat Prabu Siliwangi” ini juga
dibuktikan dengan puluhyan benda - benda sejarah peninggalan Prabu Siliwangi. Semua benda ini
disimpan di Musium Pajajaran Pesantern Pasim Al Path.

Sekilas Sejarah Prabu Kiansantang/Syeh Sunan Rohmat Suci

Godog adalah suatu daerah pedesaan yang indah dan nyaman berjarak 10 km ke arah timur dari
kota Garut. Berada pada desa Lebakagung, kecamatan Karangpawitan, kabupaten Garut. Di sana
terdapat makam Prabu Kiansantang atau yang dikenal dengan sebutan Makam Godog Syeh Sunan
Rohmat Suci.

Pada bulan Maulud >>

Hampir setiap waktu banyak masyarakat yang ziarah, apalagi pada bulan-bulan Maulud. Prabu
Kiansantang atau Syeh Sunan Rohmat Suci adalah salah seorang putra keturunan raja Pajajaran
yang bernama prabu Siliwangi dari ibunya bernama Dewi Kumala Wangi. Mempunyai dua
saudara yang bernama Dewi Rara Santang dan Walang Sungsang.

Prabu Kiansantang lahir tahun 1315 Masehi di Pajajaran yang sekarang Kota Bogor. Pada usia 22
tahun tepatnya tahun 1337 masehi Prabu Kiansantang diangkat menjadi dalem Bogor ke-2 yang
saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan Prabu
Munding Kawati, putra Sulung Prabu Susuk Tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran. Guna
mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Pajajaran tersebut, maka
ditulislah oleh Prabu Susuk Tunggal pada sebuah batu, yang dikenal sampai sekarang dengan nama
Batu Tulis Bogor.

Peristiwa itu merupakan kejadian paling istimewa di lingkungan Keraton Pajajaran dan dapat
diketahui oleh kita semua sebagai pewaris sejarah bangsa khususnya di Jawa Barat. Prabu
Kiansantang merupakan sinatria yang gagah perkasa, tak ada yang bisa mengalahkan
kegagahannya. Sejak kecil sampai dewasa yaitu usia 33 tahun, tepatnya tahun 1348 Masehi, Prabu
Kiansantang belum tahu darahnya sendiri dalam arti belum ada yang menandingi kegagahannya
dan kesaktiannya di sejagat pulau Jawa.

Sering dia merenung seorang diri memikirkan, "di mana ada orang gagah dan sakti yang dapat
menandingi kesaktian dirinya". Akhirnya Prabu Kiansantang memohon kepada ayahnya yaitu
Prabu Siliwangi supaya mencarikan seorang lawan yang dapat menandinginya.

Sang ayah memanggil para ahli nujum untuk menunjukkan siapa dan di mana ada orang gagah dan
sakti yang dapat menandingi Prabu Kiansantang. Namun tak seorangpun yang mampu
menunjukkannya.

Tiba-tiba datang seorang kakek yang memberitahu bahwa orang yang dapat menandingi
kegagahan Prabu Kiansantang itu adalah Sayyidina Ali, yang tinggal jauh di Tanah Mekah.
Sebetulnya pada waktu itu Sayyidina Ali telah wafat, namun kejadian ini dipertemukan secara goib
dengan kekuasaan Alloh Yang Maha Kuasa.

Lalu orang tua itu berkata kepada Prabu Kiansantang: "Kalau memang anda mau bertemu dengan
Sayyidina Ali harus melaksanakan dua syarat: Pertama, harus mujasmedi dulu di Ujung Kulon.
Kedua, nama harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang - Berani, Setra - Bersih/ Suci).
Setelah Prabu Kiansantang melaksanakan dua syarat tersebut, maka berangkatlah dia ke tanah Suci
Mekah pada tahun 1348 Masehi.

Setiba di tanah Mekah beliau bertemu dengan seorang lelaki yang disebut Sayyidina Ali, namun
Kiansantang tidak mengetahui bahwa laki-laki itu bernama Sayyidina Ali. Prabu Kiansantang yang
namanya sudah berganti menjadi Galantrang Setra menanyakan kepada laki-laki itu: "Kenalkah
dengan orang yang namanya Sayyidina Ali?" Laki-laki itu menjawab bahwa ia kenal, malah bisa
mengantarkannya ke tempat Sayyidina Ali.

Sebelum berangkat laki-laki itu menancapkan dulu tongkatnya ke tanah, yang tak diketahui oleh
Galantrang Setra. Setelah berjalan beberapa puluh meter, Sayyidina Ali berkata, "Wahai
Galantrang Setra tongkatku ketinggalan di tempat tadi, coba tolong ambilkan dulu." Semula
Galantrang Setra tidak mau, namun Sayyidina Ali mengatakan, "Kalau tidak mau ya tentu tidak
akan bertemu dengan Sayyidina Ali."

Terpaksalah Galantrang Setra kembali ke tempat bertemu, untuk mengambilkan tongkat.


Setibanya di tempat tongkat tertancap, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sebelah tangan,
dikira tongkat itu akan mudah lepas. Ternyata tongkat tidak bisa dicabut, malahan tidak sedikitpun
berubah. Sekali lagi dia berusaha mencabutnya, tetapi tongkat itu tetap tidak berubah. Ketiga
kalinya, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sekuat tenaga dengan disertai tenaga bathin.
Tetapi dari pada kecabut, malahan kedua kaki Galantrang Setra amblas masuk ke dalam tanah, dan
keluar pulalah darah dari seluruh tubuh Galantrang Setra.

Sayyidina Ali mengetahui kejadian itu, maka beliaupun datang. Setelah Sayyidina Ali tiba, tongkat
itu langsung dicabut sambil mengucapkan Bismillah dan dua kalimat syahadat. Tongkatpun
terangkat dan bersamaan dengan itu hilang pulalah darah dari tubuh Galantrang Setra. Galantrang
Setra merasa heran kenapa darah yang keluar dari tubuh itu tiba-tiba menghilang dan kembali
tubuhnya sehat.

Dalam hatinya ia bertanya. "Apakah kejadian itu karena kalimah yang diucapkan oleh orang tua
itu tadi?”. Kalaulah benar, kebetulan sekali, akan kuminta ilmu kalimah itu. Tetapi laki-laki itu
tidak menjawab. Alasannya, karena Galantrang Setra belum masuk Islam. Kemudian mereka
berdua berangkat menuju kota Mekah. Setelah tiba di kota Mekah, di jalan ada yang bertanya
kepada laki-laki itu dengan sebutan Sayyidina Ali. "Kenapa anda Ali pulang terlambat?”.
Galantrang Setra kaget mendengar sebutan Ali tersebut.

Ternyata laki-laki yang baru dikenalnya tadi namanya Sayyidina Ali. Setelah Prabu Kiansantang
meninggalkan kota Mekah untuk pulang ke Tanah Jawa (Pajajaran) dia terlunta-lunta tidak tahu
arah tujuan, maka dia berpikir untuk kembali ke tanah Mekah lagi.

Maka kembalilah Prabu Kiansantang dengan niatan akan menemui Sayyidina Ali dan bermaksud
masuk agama Islam. Pada tahun 1348 Masehi Prabu Kiansantang masuk agama Islam, dia
bermukim selama dua puluh hari sambil mempelajari ajaran agama Islam.

Kemudian dia pulang ke tanah Jawa (Pajajaran) untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan
saudara-saudaranya. Setibanya di Pajajaran dan bertemu dengan ayahnya, dia menceritakan
pengalamannya selama bermukim di tanah Mekah serta pertemuannya dengan Sayyidina Ali.

Pada akhir ceritanya dia memberitahukan dia telah masuk Islam dan berniat mengajak ayahnya
untuk masuk agama Islam. Prabu Siliwangi kaget sewaktu mendengar cerita anaknya yang
mengajak masuk agama Islam. Sang ayah tidak percaya, malahan ajakannya ditolak.

Tahun 1355 Masehi Prabu Kiansantang berangkat kembali ke tanah Mekah, jabatan kedaleman
untuk sementara diserahkan ke Galuh Pakuan yang pada waktu itu dalemnya dipegang oleh Prabu
Anggalang.
Prabu Kiansantang bermukim di tanah Mekah selama tujuh tahun dan mempelajari ajaran agama
Islam secara khusu. Merasa sudah cukup menekuni ajaran agama Islam, kemudian beliau kembali
ke Pajajaran tahun 1362 M.

Beliau berniat menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa. Kembali ke Pajajaran, disertai oleh
Saudagar Arab yang punya niat berniaga di Pajajaran sambil membantu Prabu Kiansantang
menyebarkan agama Islam.

Setibanya di Pajajaran, Prabu Kiansantang langsung menyebarkan agama Islam di kalangan


masyarakat, karena ajaran Islam dalam fitrahnya membawa keselamatan dunia dan akhirat.
Masyarakat menerimanya dengan tangan terbuka. Kemudian Prabu Kiansantang bermaksud
menyebarkan ajaran agama Islam di lingkungan Keraton Pajajaran.

Setelah Prabu Siliwangi mendapat berita bahwa anaknya Prabu Kiansantang sudah kembali ke
Pajajaran dan akan menghadap kepadanya. Prabu Siliwangi yang mempunyai martabat raja
mempunyai pikiran. "Dari pada masuk agama Islam lebih baik aku muninggalkan istana keraton
Pajajaran".

Sebelum berangkat meninggalkan keraton, Prabu Siliwangi mengubah Keraton Pajajaran yang
indah menjadi hutan belantara. Melihat gelagat demikian, Prabu Kiansantang mengejar ayahnya.
Beberapa kali Prabu Siliwangi terkejar dan berhadapan dengan Prabu Kiansantang yang langsung
mendesak sang ayah dan para pengikutnya agar masuk Islam.

Namun Prabu Siliwangi tetap menolak, malahan beliau lari ke daerah Garut Selatan ke salah satu
pantai. Prabu Kiansantang menghadangnya di laut Kidul Garut, tetapi Prabu Siliwangi tetap tidak
mau masuk agama Islam.

Dengan rasa menyesal Prabu Kiansantang terpaksa membendung jalan larinya sang ayah. Prabu
Siliwangi masuk ke dalam gua, yang sekarang disebut gua sancang Pameungpeuk. Prabu
Kiansantang sudah berusaha ingin meng Islamkan ayahnya, tetapi Alloh tidak memberi taufiq dan
hidayah kepada Prabu Siliwangi.

Prabu Kiansantang kembali ke Pajajaran, kemudian dia membangun kembali kerajaan sambil
menyebarkan agama Islam ke pelosok-pelosok daerah, dibantu oleh saudagar Arab sambil
berdagang. Namun istana kerajaan yang diciptakan oleh Prabu Siliwangi tidak diubah, dengan
maksud pada akhir nanti anak cucu atau generasi muda akan tahu bahwa itu adalah peninggalan
sejarah nenek moyangnya.

Sekarang lokasi istana itu disebut Kebun Raya Bogor. Pada tahun 1372 Masehi Prabu Kiansantang
menyebarkan agama Islam di Galuh Pakuwan dan dia sendiri yang mengkhitanan orang yang
masuk agama Islam. Tahun 1400 Masehi, Prabu Kiansantang diangkat menjadi Raja Pajajaran
menggantikan Prabu Munding Kawati atau Prabu Anapakem I. Namun Prabu Kiansantang tidak
lama menjadi raja karena mendapat ilham harus uzlah, pindah dari tempat yang ramai ke tempat
yang sepi.
Dalam uzlah itu beliau diminta agar bertafakur untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT,
dalam rangka mahabah dan mencapai kema'ripatan. Kepada beliau dimintakan untuk memilih
tempat tafakur dari ke 3 tempat yaitu Gunung Ciremai, Gunung Tasikmalaya, atau Gunung Suci
Garut. Waktu uzlah harus dibawa peti yang berisikan tanah pusaka. Peti itu untuk dijadikan tanda
atau petunjuk tempat bertafakur nanti, apabila tiba disatu tempat peti itu godeg/ berubah, maka di
sanalah tempat dia tafakur, dan kemudian nama Kiansantang harus diganti dengan Sunan Rohmat.
Sebelum uzlah Prabu Kiansantang menyerahkan tahta kerajaan kepada Prabu Panatayuda putra
tunggal Prabu Munding Kawati. Setelah selesai serah terima tahta kerajaan dengan Prabu
Panatayuda, maka berangkatlah Prabu Kiansantang meninggalkan Pajajaran.

Yang dituju pertama kali adalah gunung Ciremai. Tiba di sana lalu peti disimpan di atas tanah,
namun peti itu tidak godeg alias berubah. Prabu Kiansantang kemudian berangkat lagi ke gunung
Tasikmalaya, di sana juga peti tidak berubah. Akhirnya Prabu Kiansantang memutuskan untuk
berangkat ke gunung Suci Garut. Setibanya di gunung Suci Garut peti itu disimpan di atas tanah
secara tiba-tiba berubah/ godeg.

Dengan godegnya peti tersebut, itu berarti petunjuk kepada Prabu Kiansantang bahwa di tempat
itulah, beliau harus tafakur untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tempat itu kini diberi
nama Makam Godog.

Prabu Kiansantang bertafakur selama 19 tahun. Sempat mendirikan Mesjid yang disebut Masjid
Pusaka Karamat Godog yang berjarak dari makam godog sekitar kurang lebih 1 Km. Prabu
Kiansantang namanya diganti menjadi Syeh Sunan Rohmat Suci dan tempatnya menjadi Godog
Karamat. Beliau wafat pada tahun 1419 M atau tahun 849 Hijriah. Syeh Sunan Rohmat Suci wafat
di tempat itu yang sampai sekarang dinamakan Makam Sunan Rohmat Suci atau Makam Karamat
Godog

http://anaksangpetani.blogspot.com/
Detik-detik Prabu Siliwangi Masuk Islam,
Ini Sejarah dan Faktanya!
Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja atau Prabu Pamanah Rasa, Raja Pajajaran.
(Ilustrasi)

Apa Prabu Siliwangi Islam? Jawabnya benar! Bagaimana sejarah islamnya Raja Pajajaran
tersebut yang sebenarnya, mengingat waktu itu sebagian besar masyarakat masih memeluk agama
Hindu?

Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja, penguasa Kerajaan Pajajaran dalam berbagai sejarah
yang dimuat dalam literatur memang seorang penganut agama Hindu yang taat. Silsilah leluhurnya
juga beragama Hindu mengingat waktu itu agama yang populer di Nusantara adalah Siwa-Buddha
(Hindu-Buddha).

Namun, redaksi islamcendekia.com akan menyajikan satu perspektif sejarah Prabu Siliwangi dari
tutur, catatan atau literatur alternatif, termasuk mediumisasi yang dilakukan tim Dua Dunia Trans7
saat membedah sejarah tentang makam Syekh Quro.

Syekh Quro dan Nyai Subang Larang


Dalam mediumisasi yang menghadirkan praktisi supranatural Ustadz Hakim Bawazier, makhluk
halus yang merasuki raga mediator adalah seorang santri atau murid Syekh Quro yang bernama
Siti Khaifah.

Menurut dia, Syekh Quro adalah ulama yang menghafal Alquran atau hafidz. Beliau juga dikenal
sebagai ulama yang ramah, penyebar agama Islam di Tanah Sunda yang baik.

Namun, syiar agama Islam yang dilakukan Syekh Quro ditentang oleh penguasa Pakuan Pajajaran
waktu itu, yaitu Prabu Anggalarang, ayah Raden Pamanah Rasa. Utusan sudah diperintahkan untuk
mengusir Syekh Quro, tapi menemui kegagalan.

Bahkan, seorang tokoh yang disegani, Ki Gedeng Tapa justru menitipkan putrinya untuk dididik
oleh Syekh Quro agar menjadi wanita yang salehah. Putri Ki Gedeng Tapa lantas dibawa ke Negeri
Champa di mana Syekh Quro dibesarkan di sana.

Putri Ki Gedeng Tapa bernama Dewi Subang Larang. Saat tiba di Pakuan Pajajaran, mereka lantas
mendirikan tempat ibadah di Karawang dan kembali memperjuangkan syiar agama Islam.

Lagi-lagi Prabu Anggalarang menentangnya karena ulama tersebut berhasil mempengaruhi rakyat
Pakuan Pajajaran yang beragama Hindu untuk masuk Islam. Lantas diutuslah putra sang prabu
sendiri yang bernama Raden Pamanah Rasa.
Detik-detik Prabu Siliwangi masuk Islam
Raden Pamanah Rasa inilah yang kelak bergelar Prabu Siliwangi. Dia diminta ayahnya, Prabu
Anggalarang untuk menghancurkan Syekh Quro, pengikut dan ajarannya.

Namun tanpa diduga, Pangeran Pamanah Rasa terpikat dengan suara lantunan ayat suci Alquran
yang dibacakan Dewi Subang Larang. Dadanya bergetar mengagumi keindahan ayat suci Alquran.

Lantunan itu berbunyi, “la ilaha illallah” yang berarti tidak ada Tuhan kecuali Allah. Sang
pangeran pun mengurungkan niatnya mengusir Syekh Quro dan justru ingin menemui seorang
wanita yang melantukan ayat suci Alquran tersebut.

Prabu Pamanah Rasa kemudian berniat meminang wanita yang diketahui santri Syekh Quro
bernama Dewi Subang Larang itu. Putri Ki Gedeng Tapa itu mau diajak menikah Raden Pamanah
Rasa dengan dua syarat, yaitu mahar lintang kerti jejer seratus dan kelak anak-anaknya yang lahir
dijadikan raja.

Syarat itu diterima Prabu Pamanah Rasa! Mereka akhirnya menikah dan diberikan keturunan yang
namanya tersohor di seluruh penjuru dunia, yaitu Raden Walangsungsang, Nyi Rara Santang dan
Raja sangara yang dikenal dengan Kian Santang!

Setelah naik tahta menjadi raja, Raden Pamanah Rasa dikenal dengan gelaran Prabu Siliwangi atau
Sri Baduga Maharaja. Ketiga anaknya itu semuanya memeluk agama Islam seperti ibundanya,
Nyai Subang Larang.

Sejarah ini merupakan fakta dari sudut pandang cerita tutur dan umat Islam. Terlebih, kisah dan
cerita Islamnya Prabu Siliwangi ini juga dikupas oleh tim Dua Dunia Trans7 saat menjelajah
menguak misteri di makam Syekh Quro. (*)

Anda mungkin juga menyukai