Harrison Bergeron
Harrison Bergeron
Kami diam, tapi kali ini tak ada dari kami yang bergerak atau
bangkit berdiri. Salah satu dari kami, kalau tidak salah Jason,
memanggil ke dasar sumur. “Halo. Gelapkah di bawah sana?”
— lalu beberapa saat kemudian — “Apakah kau bisa melihat
langit dari dasar sumur?”
***
Tak ada seorang pun dari kami yang menjawab. Namun sesaat
kemudian, Aaron, yang paling tua di antara kami, berkata:
“Ayahku bilang ia akan segera datang bersama petugas
kepolisian. Mereka pasti tahu apa yang harus mereka
lakukan.”
***
Tak ada suara yang keluar dari dalam sumur selama beberapa
saat, kecuali suara tas kain yang bersinggungan dengan batu,
serta suara langkah kaki laki-laki itu di dasar sumur.
“Bukan,” katanya.
Wendy berpikir sebentar. “Edgar.”
“Bukan, bukan.”
Kami terkejut.
Aku bisa lihat amarah itu terpatri di wajah Arthur, tapi Aaron
berusia lebih tua dengan tubuh lebih besar dari Arthur; dan
bila ia menyahut sekarang, maka laki-laki itu akan
mengetahui siapa dia. Kami sadar sekarang bahwa laki-laki
itu mendengarkan segalanya dari dasar sumur — deru napas
kami dan setiap gerakan tubuh kami.
Lalu, sunyi.
Laki-laki itu tak peduli bahwa tak ada seorang pun dari kami
yang berniat menjawab pertanyaannya; atau mungkin dia
sudah menduga bahwa kami takkan menjawab pertanyaannya.
Ia berkata lagi: “Wendy, apakah bantuan akan segera datang?
Apakah ayah Aaron sudah dalam perjalanan ke sini?” Ia
menyeret langkahnya di dasar sumur, dan kami mendengar
gerak-gerik tangannya yang sedang mengorek isi tas kain
yang kami lempar sebelumnya. Ia bertanya lagi: “Baiklah, jadi
siapa namaku?” Ia kembali menggunakan nama kami satu per
satu. Ketika ia menyebut namaku, kurasakan mataku
memanas dan basah. Ingin sekali aku melempar gumpalan
tanah atau bongkahan kerikil ke dalam sumur itu guna
meredam suaranya. Tapi kami tak bisa melakukan apa-apa.
Tak ada satu hal pun yang kami lakukan — karena kami tak
ingin dia tahu siapa kami.
Setelah hari itu, kami tak lagi bermain di dekat sumur itu;
bahkan saat kami beranjak dewasa, kami juga enggan kembali
ke sana. Aku takkan pernah kembali ke sana. FL
2015 © Fiksi Lotus dan Ira Sher. Tidak untuk ditukar, dijual,
ataupun digandakan.
————————-
# CATATAN:
> Cerita ini bertajuk “The Man in the Well” karya IRA SHER
dan pertama kali diterbitkan pada tahun 1995 oleh Chicago
Review. Cerita ini juga pernah dibacakan langsung oleh
penulisnya pada sebuah segmen program radio This American
Life yang disiarkan pada tanggal 21 Juni 1996 dengan tema
“Kejamnya Anak-Anak” (“The Cruelty of Children”)
>> IRA SHER adalah seorang penulis kebangsaan Amerika
Serikat. Karya-karya lainnya berjudul “Gentlemen of Space”
(novel) dan “Singer” (novel).
#POIN DISKUSI:
1. Apa kesan kalian setelah membaca cerita ini?