Aplikasi Well Logging
Aplikasi Well Logging
Aplikasi Well Logging
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Saat ini teknologi di dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi telah
berkembang dengan pesat. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat harga
minyak dan gas bumi yang semakin meningkat sehingga perlu dilakukan
eksplorasi terhadap sumur minyak baru maupun peningkatan produksi terhadap
sumur minyak yang telah ada sebelumnya.
1.2.1 Maksud
Maksud dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui aplikasi well
logging di dalam evaluasi formasi.
1.2.2 Tujuan
Evaluasi formasi batuan adalah suatu proses analisis ciri dan sifat batuan di bawah
tanah dengan menggunakan hasil pengukuran lubang sumur (Harsono, 1997).
Evaluasi formasi membutuhkan berbagai macam pengukuran dan analisis yang
saling melengkapi satu sama lain. Tujuan utama dari evaluasi formasi adalah
untuk mengidentifikasi reservoar, memperkirakan cadangan hidrokarbon, dan
memperkirakan perolehan hidrokarbon (Harsono, 1997).
Mud-logging unit akan menghasilkan mud log yang akan dikirim ke kantor pusat
perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut meliputi:
Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau kromatograf
Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S, SO2)
Laporan analisis cutting yang telah dideskripsi secara lengkap
Rate of Penetration (ROP)
Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat di dalam sampel
Mud log merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di dalam
mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005) menyatakan
bahwa mud log digunakan untuk hal – hal berikut ini:
Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor
Identifikasi zona yang porous dan permeabel
Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan
jenis hidrokarbon tersebut apakah minyak atau gas
Deskripsi Cutting
Pekerjaan lain dari seorang mud logger adalah melakukan
deskripsi cutting. Cuttingmerupakan material hasil hancuran batuan oleh mata bor
yang dibawa oleh lumpur pemboran ke permukaan (Bateman,1985). Sebagian
sampel dimasukkan ke dalam plastikpolyethene sebagai sampel basah sementara
sebagian sampel lain yang telah dicuci dan dikeringkan dikenal sebagai sampel
kering. Sampel yang telah dibersihkan diamati di bawah mikroskop yang ada
di mud-logging unit. Hasil deskripsi kemudian diserahkan ke kantor pusat
pengolahan data.
Agar informasi tersebut berguna maka ada standar deskripsi baku yang harus
dilakukan. Darling (2005) menyatakan bahwa deskripsi tersebut harus meliputi:
Sifat butir
Tekstur
Tipe
Warna
Roundness dan sphericity
Sortasi
Kekerasan
Ukuran
Kehadiran mineral jejak (misalnya pirit, kalsit, dolomit, siderit)
Tipe partikel karbonat
Partikel skeletal (fosil, foraminifera)
Partikel non-skeletal (lithoclast, agregat, rounded particles)
2.2.2 Coring
Coring merupakan metode yang digunakan untuk mengambil batu inti (core) dari
dalam lubang bor (Bateman,1985). Coring penting untuk mengkalibrasi model
petrofisik dan mendapat informasi yang tidak diperoleh melalui log.
Setelah pengeboran, core (biasanya 0,5 m setiap 10 menit) dibungkus dan dijaga
agar tetap awet. Core tersebut mewakili kondisi batuan tempatnya semula berada
dan relatif tidak mengalami gangguan sehingga banyak informasi yang bisa
didapat. Informasi penting yang bisa didapat oleh seorang petrofisis dari data core
tersebut menurut Darling (2005) antara lain:
Homogenitas reservoar
Tipe sementasi dan distribusi dari porositas dan permeabilitas
Kehadiran hidrokarbon dari bau dan pengujian dengan sinar ultraviolet
Tipe mineral
Kehadiran fracture dan orientasinya
Kenampakan dip
Tujuan dari evaluasi formasi menurut Ellis & Singer (2008) adalah sebagai
berikut:
BAB III
PENGERTIAN WELL LOGGING
3.1 Pengertian Log dan Well Logging
Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu), dari satu set data yang
menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah
sumur (Harsono, 1997). Kegiatan untuk mendapatkan data log disebut
‘logging’ Logging memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara
kuantitatif banyaknya hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi
sesungguhnya. Kurva log memberikan informasi yang dibutuhkan untuk
mengetahui sifat – sifat batuan dan cairan.
Well logging dalam bahasa Prancis disebut carrotage electrique yang berarti
“electrical coring”, hal itu merupakan definisi awal dari well logging ketika
pertama kali ditemukan pada tahun 1927. Saat ini well logging diartikan sebagai
“perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan yang diperoleh melalui
pengukuran pada sumur bor” (Ellis & Singer,2008). Well logging mempunyai
makna yang berbeda untuk setiap orang bor (Ellis & Singer,2008). Bagi seorang
geolog, well logging merupakan teknik pemetaan untuk kepentingan eksplorasi
bawah permukaan. Bagi seorang petrofisisis, well logging digunakan untuk
mengevaluasi potensi produksi hidrokarbon dari suatu reservoar. Bagi seorang
geofisisis, well logging digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui
seismik. Seorang reservoir enginer menggunakan well log sebagai data pelengkap
untuk membuat simulator. Kegunaan utama dari well logging adalah untuk
mengkorelasikan pola – pola electrical conductivity yang sama dari satu sumur ke
sumur lain kadang – kadang untuk area yang sangat luas bor (Ellis &
Singer,2008). Saat ini teknologi well logging terus berkembang sehingga dapat
digunakan untuk menghitung potensi hidrokarbon yang terdapat di dalam suatu
formasi batuan.
Log adalah suatu grafik kedalaman (bisa juga waktu), dari satu set data yang
menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah
sumur (Harsono, 1997). Log elektrik pertama kali digunakan pada 5 September
1927 oleh H. Doll dan Schlumberger bersaudara pada lapangan minyak kecil di
Pechelbronn, Alsace, sebuah propinsi di timur laut Prancis (Ellis & Singer,2008).
Log terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada tahun 1929 log
resistivitas mulai digunakan, disusul dengan kehadiran log SP tiga tahun
kemudian, selanjutnya log neutron digunakan pada tahun 1941 disusul oleh
kehadiran mikrolog,laterolog, dan log sonic pada tahun 1950-an
(Schlumberger,1989).
3.2 Macam – macam metode yang digunakan untuk memperoleh data log
Ellis & Singer (2008) membagi metode yang digunakan untuk memperoleh data
log menjadi dua macam, yaitu:
(http://hznenergy.com/loggingwhiledrilling)
BAB IV
MACAM – MACAM LOG
4.1 Log Natural Gamma Ray
Sesuai dengan namanya, Log Gamma Ray merespon radiasi gamma alami pada
suatu formasi batuan (Ellis & Singer,2008). Pada formasi batuan sedimen, log ini
biasanya mencerminkan kandungan unsur radioaktif di dalam formasi. Hal ini
dikarenakan elemen radioaktif cenderung untuk terkonsentrasi di dalam lempung
dan serpih. Formasi bersih biasanya mempunyai tingkat radioaktif yang sangat
rendah, kecuali apabila formasi tersebut terkena kontaminasi radioaktif misalnya
dari debu volkanik atau granit (Schlumberger,1989)
Log GR dapat digunakan pada sumur yang telah di-
casing (Schlumberger,1989). Log GR juga sering digunakan bersama-sama
dengan log SP (lihat gambar 4.1) atau dapat juga digunakan sebagai pengganti log
SP pada sumur yang dibor dengan menggunakan salt mud, udara, atau oil-base
mud (Schlumberger,1989). Log ini dapat digunakan untuk korelasi sumur secara
umum
Gambar 4.1 Perbandingan antara kurva Gamma Ray dengan kurva SP dan Caliper
(Ellis & Singer,2008)
Gambar 4.2 Distribusi sinar gamma dari tiga unsur radioaktif yang berbeda
Untuk melewati suatu materi, gamma ray bertumbukan dengan atom dari zat
penyusun formasi (Ellis & Singer,2008). Gamma ray akan kehilangan energinya
setiap kali mengalami tumbukan, Setelah energinya hilang, gamma ray diabsorbsi
oleh atom formasi melalui suatu proses yang disebut efek fotoelektrik (Ellis &
Singer,2008). Jadi gamma ray diabsorbsi secara gradual dan energinya mengalami
reduksi setiap kali melewati formasi. Laju absorbsi berbeda sesuai dengan
densitas formasi (Schlumberger,1989). Formasi dengan jumlah unsur radioktif
yang sama per unit volum tapi mempunyai densitas yang berbeda akan
menunjukkan perbedaan tingkat radioaktivitas Formasi yang densitasnya lebih
rendah akan terlihat sedikit lebih radioaktif. Respon GR log setelah dilakukan
koreksi terhadap lubang bor dan sebagainya sebanding dengan berat konsentrasi
unsur radioaktif yang ada di dalam formasi (Schlumberger,1989).
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dimana
Peralatan
GR sonde memiliki detektor untuk mengukur radiasi gamma yang terjadi pada
formasi di dekat sonde. Detektor scintillation umumnya digunakan untuk
pengukuran ini (Schlumberger,1989). Detektor ini lebih efisien dibandingkan
dengan detektor Geiger-Mueller yang digunakan di masa lalu
(Schlumberger,1989). Panjang detektor ini hanya beberapa inchi sehingga detil
formasi bisa diperoleh dengan baik.
Prinsip Pengukuran
Tampilan Log
Log spektral merekam jumlah potassium, thorium, dan uranium yang ada di
dalam formasi (Schlumberger,1989). Unsur – unsur tersebut biasanya ditampilkan
di dalam Track 2 dan 3 dari log . Konsentrasi thorium dan uranium ditampilkan
dalam bentuk berat per juta (bpj) sedangkan konsentrasi potassium ditampilkan
dalam bentuk persentase (Schlumberger,1989).
Jumlah total ketiga unsur radioaktif tersebut direkam di dalam kurva GR yang
ditampilkan di Track 1 (Schlumberger,1989). Respon total tersebut dideterminasi
berdasarkan kombinasi linear dari konsentrasi potassium, uranium, dan thorium
(Schlumberger,1989). Kurva GR standar ditampilkan dalam bentuk API units. Jika
diperlukan, nilai CGR juga bisa ditampilkan (lihat gambar 4.3). Nilai tersebut
merupakan jumlah sinar gamma yang berasal dari potassium dan thorium saja,
tanpa uranium (Schlumberger,1989).
4.3 Log SP
Penurunan kurva SP tidak pernah tajam saat melewati dua lapisan yang berbeda
melainkan selalu mempunyai sudut kemiringan (Harsono,1997). Jika lapisan
permeabel itu cukup tebal maka kurva SP menjadi konstan bergerak mendekati
nilai maksimumnya sebaliknya bila memasuki lapisan serpih lain maka kurva
akan bergerak kembali ke nilai serpih secara teratur (Harsono,1997).
Kurva SP tidak dapat direkam di dalam lubang bor yang diisi dengan lumpur non-
konduktif, hal ini karena lumpur tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik
antara elektroda dan formasi (Harsono,1997). Selanjutnya apabila resistivitas
antara lumpur penyaring dan air formasi hampir sama, defleksi akan sangat kecil
dan kurva SP menjadi tidak begitu berguna (Harsono,1997).
Prinsip Kerja
Nilai hamburan Compton dipengaruhi oleh jumlah elektron yang di dalam formasi
(Schlumberger,1989). Sebagai akibatnya, respon density tool dibedakan
berdasarkan densitas elektronnya (jumlah elektron tiap centimeter kubik).
Densitas elektron berhubungan dengan true bulk density yang bergantung pada
densitas matriks batuan, porositas formasi, dan densitas fluida yang mengisi pori
(Schlumberger,1989).
Perlengkapan
Untuk mengurangi pengaruh dari mud column, maka detektor dan skidmounted
sourceharus dipasangi perisai (Schlumberger,1989). Sebuah koreksi diperlukan
ketika kontak antara skid dan formasi tidak sempurna. Jika hanya ada satu
detektor yang digunakan, koreksi tidak mudah untuk dilakukan karena
pengoreksian bergantung pada ketebalan, berat, dan komposisi mudcake atau mud
interposed di antara skid dan formasi (Schlumberger,1989).
Pada formation density logging (FDC), digunakan dua buah detektor dengan
ruang dan kedalaman yang berbeda (Schlumberger,1989). Dengan demikian maka
koreksi dapat lebih mudah dilakukan.
Zona gas juga dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil pengukuran log
neutron dengan log porositas lainnya atau analisis core (Schlumberger,1989).
Kombinasi log neutron dengan satu atau lebih log porositas lainnya dapat
menghasilkan nilai porositas dan identifikasi litologi yang lebih akurat
dibandingkan dengan evaluasi kandungan serpih (Schlumberger,1989).
Prinsip Kerja
Neutron merupakan bagian dari atom yang tidak memiliki muatan namun
massanya ekuivalen dengan inti hidrogen (Schlumberger,1989). Neutron
berinteraksi dengan material lain melalui dua cara, yaitu melalui kolisi dan
absorbsi: kolisi umumnya terjadi pada tingkat energi tinggi sedangkan absorbsi
terjadi pada tingkat energi yang lebih rendah (Schlumberger,1989).
Jumlah energi yang hilang setiap kali terjadi kolisi tergantung pada massa relatif
inti yang betumbukan dengan neutron tersebut (Schlumberger,1989). Kehilangan
energi terbesar terjadi apabila neutron bertumbukan dengan material lain yang
memiliki massa sama dengannya, misalnya inti hidrogen (Schlumberger,1989) .
Tumbukan dengan inti yang berat tidak akan terlalu memperlambat laju dari
neutron. Jadi, penurunan terbesar jumlah neutron yang kembali ditentukan oleh
seberapa besar kandungan air di dalam formasi batuan tersebut
(Schlumberger,1989).
Dalam waktu beberapa mikrodetik, neutron yang telah diperlambat melalui kolisi
akan bergerak menyebar secara acak tanpa kehilangan banyak energi
(Schlumberger,1989). Neutron tersebut baru akan berhenti apabila ditangkap oleh
inti dari atom seperti klorin, hidrogen, atau silikon (Schlumberger,1989).
Saat konsentrasi hidrogen di dalam material yang mengelilingi sumber neutron
besar, sebagian besar neutron akan bergerak semakin lambat dan dapat ditangkap
pada jarak yang dekat dengan sumber (Schlumberger,1989). Sebaliknya, apabila
konsentrasi hidrogennya sedikit, neutron akan bergerak jauh dari sumbernya baru
kemudian ditangkap oleh inti atom lain (lihat gambar 4.6). Berdasarkan hal
tersebut maka kandungan hidrogen di dalam suatu formasi batuan dapat
ditentukan (Schlumberger,1989).
http://www.easternutd.com/pulseneutronlogging
Peralatan
Peralatan logging neutron meliputi GNT (gamma neutron tool) tool series, dan
SNP(sidewall neutron porosity) tool (Harsono,1997). GNT merupakan detektor
yang sensitif terhadap energi tinggi sinar gamma dan panas dari neutron. GNT
dapat digunakan pada lubang bor dengan atau tanpa casing (Harsono,1997).
Meskipun perlengkapan ini respon utamanya adalah terhadap porositas, GNT
juga bisa mendeteksi pengaruh akibat salinitas fluida, suhu, tekanan, ukuran
lubang bor, mudcake, standoff, dan berat lumpur (Harsono,1997).
Pada peralatan SNP, detektornya hanya mampu mendeteksi neutron yang
memiliki energi sekitar 0,4 eV (epitermal). Harsono (2007) menyebutkan
sejumlah keunggulan SNP dibandingkan dengan NGT yaitu:
Gambar 4.6 Tampilan log densitas dan log neutron (Ellis & Singer,2008).
Log resistivitas adalah rekaman tahanan jenis formasi ketika dilewati oleh kuat
arus listrik, dinyatakan dalam ohmmeter (Schlumberger,1989). Resistivitas ini
mencerminkan batuan dan fluida yang terkandung di dalam pori-porinya.
Reservoar yang berisi hidrokarbon akan mempunyai tahanan jenis lebih tinggi
(lebih dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila terisi oleh air formasi yang
mempunyai salinitas ringgi maka harga tahanan jenisnya hanya beberapa
ohmmeter (Schlumberger,1989). Suatu formasi yang porositasnya sangat
kecil(tight) juga akan menghasilkan tahanan jenis yang sangat tinggi karena tidak
mengandung fluida konduktif yang dapat menjadi konduktor alat listrik
(Schlumberger,1989). Menurut jenis alatnya, log ini dibagi menjadi dua yaitu
laterolog, dipakai untuk pemboran yang menggunakan lumpur pemboran yang
konduktif dan induksi yang digunakan untuk pemboran yang menggunakan
lumpur pemboran yang fresh mud (Harsono,1997). Berdasarkan jangkauan
pengukuran alatnya, log ini dibagi menjadi tiga yaitu dangkal (1-6 inci), medium
(1,5-3 feet) dan dalam (>3 feet).
1. Alat Laterolog
Alat DLT memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk
lembaran tipis (Harsono,1997). Ini dicapai dengan menggunakan arus
pengawal (bucking current) yang berfungsi untuk mengawal arus
utama (measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan
mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama
yang besarnya tetap, resistivitasnya dapat dihitung dengan hukum Ohm
(Schlumberger,1989).
Sebenarnya alat DLT terdiri dari dua bagian, bagian pertama mempunyai
elektroda yang berjarak sedemikian rupa untuk memaksa arus utama masuk
sejauh mungkin ke dalam formasi dan mengukur LLd, resistivitas laterolog dalam
(Harsono,1997). Bagian lain mempunyai elektroda yang berjarak sedemikian rupa
membiarkan arus utama terbuka sedikit, dan mengukur LLs, resistivitas laterolog
dangkal (Harsono,1997). Hal ini tercapai karena arus yang dipancarkan adalah
arus bolak-balik dengan frekuensi yang berbeda. Arus LLd menggunakan
frekuensi 28kHz sedangkan frekuensi arus LLs adalah 35 kHz (Harsono,1997).
Bila alat DLT mendekati formasi dengan resistivitas sangat tinggi atau selubung
baja, bentuk arus DLT akan terpengaruh (Harsono,1997). Hal ini akan
mengakibatkan pembacaan yang terlalu tinggi pada LLd. Pengaruh ini dikenal
dengan sebutan efek Groningen (Harsono,1997).
DLT generasi baru telah dilengkapi dengan suatu rangkaian elektronik yang
mampu mendeteksi dampak Groningen ini dengan menampilkan kurva LLg
(Harsono,1997). Bila terdapat efek Groningan biasanya pembacaan LLg tidak
sama dengan LLd pada jarak anatara titik sensor dan torpedo
kabel logging (Harsono,1997).
1. Alat Induksi
Terdapat beberapa jenis alat Induksi yaitu: IRT (Induction Resistivity Tool), DIT-
D (Dual Induction Type-D), dan DIT-E (Dual Induction Type-
E) (Harsono,1997). Alat-alat tersebut menghasilkan jenis log yang berbeda pula.
IRT menghasilkan ISF (Induction Spherically Focussed), DIT-D menghasilkan
DIL (Dual Induction Log) sedangkan DIT-E menghasilkan PI (Pahsor
Induction) (Harsono,1997).
Prinsip ISF Log
Sonde terdiri dari dua set kumparan yang disusun dalam batangan fiberglass non-
konduktif (Harsono,1997). Suatu rangkaian osilator menghasilkan arus konstan
pada kumparan pemancar.
Berdasarkan hukum fisika kita tahu bahwa bila suatu kumparan dialiri arus listrik
bolak-balik akan menghasilkan medan magnet, sebaliknya medan magnet akan
menimbulkan arus listrik pada kumparan (Harsono,1997). Hal ini menyebabkan
arus listrik yang mengalir dalam kumparan alat induksi ini menghasilkan medan
magnet di sekeliling sonde (Harsono,1997). Medan magnet ini akan menhasilkan
arus eddy di dalam formasi di sekitar alat sesuai dengan hukum Faraday.
Hampir setiap alat pengukur resistivitas saat ini dilengkapi dengan alat pemfokus.
Alat tersebut berfungsi untuk mengurangi pengaruh akibat fluida lubang bor dan
lapisan di sekitarnya (Harsono,1997). Dua jenis alat pungukur resistivitas yang
ada saat ini: induksi dan laterolog memiliki karakteristik masing-masing yang
membuatnya digunakan untuk situasi yang berbeda (Harsono,1997).
.
BAB V
APLIKASI WELL LOGGING DALAM EVALUASI FORMASI
Jadi crossover antara log densitas dan log neutron lebih baik digunakan untuk
mengidentifikasi reservoar. Zona gas akan menunjukkan nilai crossover yang
lebih besar daripada zona air dan minyak (Darling, 2005). Log densitas dan log
neutron merupakan hasil pengukuran statistik (diukur berdasarkan waktu
kedatangan sinar gamma pada detektor yang bersifat acak) sehingga tampilannya
dapat tetap meliuk-liuk walaupun berada pada litologi yang homogen (Darling,
2005). Oleh karena itu sangat berbahaya apabila kita membuat aturan ketat bahwa
kurva densitas harus berpotongan dengan kurva neutron untuk menyatakan bahwa
lapisan tersebut adalah net sand. Untuk sebagian besar reservoar, Darling (2005)
menyarankan aturan – aturan berikut ini:
Menentukan pembacaan rata-rata GR pada clean sand (GRsa) dan nilai
serpih (GRsh). Jangan gunakan nilai pembacaan terbesar yang teramati tapi
gunakan kenampakan secara umum yang teramati.
Menentukan volume serpih, Vsh sebagai (GR-GRsa)/(GRsh-GRsa). Dengan
membandingkan Vsh terhadap respon densitas dan neutron, tentukan nilai
Vsh yang akan digunakan sebagai cutoff. Umumnya nilai cutoff adalah 50%.
Jika GR tidak dapat digunakan sebagai indikator pasir, lakukan langkah yang
sama seperti pada pengukuran net sand lalu gunakan nilai porosity cutoff.
5.2 Mengidentifikasi jenis fluida dan kontak antar fluida
Perhitungan porositas tergantung pada jenis fluida yang ada di dalam formasi
sehingga penting bagi kita untuk tahu mengenai prinsip keberadaan dan kontak
fluida tersebut di dalam formasi (Darling, 2005). Jika tersedia informasi regional
mengenai posisi gas/oil contact (GOC) atau oil/water contact (OWC), hubungkan
kedalaman OWC atau GWC tersebut terhadap kedalaman sumur yang kita amati
lalu tandai posisinya pada log (Darling, 2005).
Hal pertama yang dilakukan adalah membandingkan densitas dan pembacaan
paling besar dari log resistivitas untuk mengetahui kehadiran hirokarbon.
Pada classic response, resistivitas dan densitas akan terlihat
seperti tremline (bergerak searah ke kiri atau ke kanan) untuk pasir yang
mengandung air dan membentuk kenampakan seperti cermin ( bergerak
berlawanan arah, yang satu ke kiri dan yang satu kanan) pada pasir yang
mengandung hidrokarbon (Darling, 2005). Meskipun demikian Menurut Darling
(2005) tidak semua zona air dan hidrokarbon tidak menunjukkan kenampakan
seperti itu karena:
Ketika salinitas air formasi sangat tinggi, resistivitas clean sand juga akan
turun
Pada shally sand zones yang mempunyai proporsi zat konduktif tinggi,
resestivitasnya akan tetap kecil walaupun berfungsi sebagai reservoar.
Jika pasir tersebut merupakan laminasi tipis yang terletak diantara serpih,
maka resistivitasnya akan tertutupi oleh resistivitas serpih sehingga nilainya
akan tetap kecil
Jika sumur telah dibor dengan jauh melebihi kesetimbangan normal (very
high overbalance) maka invasi dapat menutupi respon hidrokarbon
Bila air formasi sangat murni (Rw tinggi) resistivitasnya dapat terlihat
seperti hidrokarbon padahal merupakan water-bearing zones.
Sangat penting untuk melihat nilai absolut dari resistivitas dibandingkan sekedar
melihat kenampakan kurva densitas. Bila resistiviasnya lebih besar daripada
resistivitas air maka apapun bentuk kurvanya kita patut menduga bahwa di daerah
itu berpotensi mengandung hidrokarbon (Darling,2005).
Apabila kita masih ragu di daerah tersebut ada hidrokarbon atau tidak maka kita
bisa mengujinya dengan data mud log. Meskipun demikian data mud log tidak
selalu bisa digunakan untuk mengetahui keberadaan hidrokarbon, khususnya bila
pasirnya tipis danoverbalance tinggi (Darling, 2005). Selain itu beberapa gas
minor akan terlihat hanya sebagai water bearing (Darling, 2005).
Seperti yang telah dinyatakan di awal, zona gas akan mempunyai crossover kurva
neutron dan densitas yang lebih besar daripada zona minyak (Darling, 2005).
Pada very clean porous sand, GOC akan relatif lebih mudah untuk diidentifikasi.
Meskipun demikian, GOC hanya teridentifikasi dengan benar pada sekitar 50%
kasus (Darling,2005). Secondary gas caps yang muncul pada depleted
reservoir biasanya tidak bisa diidentifikasi dengan menggunakan cara ini
(Darling, 2005).. Formation pressure plots lebih bisa diandalkan untuk
mengidentifikasi GOC namun biasanya hanya berguna pada virgin
reservoirs(Darling, 2005) . Berbagai variasi crossplot diusulkan di masa lalu
untuk mengidentifikasi zona gas meliputi log GR, densitas, neutron, dan sonik
namun semuanya tidak bisa dijadikan sebagai acuan (Darling,2005).
Pada depleted reservoir gas telah keluar melalui solution dari zona minyak dan
tidak bisa lagi mencapai kesetimbangan (Darling, 2005). Gas akan tetap dalam
bentuk football-sized pockets yang dikelilingi oleh minyak. Pada situasi seperti ini
log dasar tidak akan bisa memberikan jawaban yang tepat (Darling, 2005).
Cara yang paling tepat untuk mengidentifikasi zona gas adalah dengan
menggunakanshear sonic log yang dikombinasikan dengan compressional
sonic (Darling, 2005). Jikacompressional velocity (Vp) / shear velocity (Vs)
diplotkan terhadap Vp, deviasi akan terlihat pada zona gas karena Vp lebih
dipengaruhi oleh gas dibandingkan Vs (Darling, 2005).
Menurut Schlumberger (1989), porositas dapat dihitung dari log densitas dengan
menggunakan persamaan:
ɸ=
dengan
Sw = [(Rt/Rw)*ɸ m](-1/n)
dengan:
Sw = saturasi air
N = eksponen saturasi
Saat dua atau lebih fluida yang tidak bisa menyatu (misalnya air dan minyak)
hadir dalam formasi batuan, kedua fluida tersebut bergerak saling mengganggu
(Schlumberger,1989). Permeabelitas efektif aliran minyak (ko) atau aliran air (kw)
kemudian menjadi berkurang (Schlumberger,1989). Selain itu jumlah
permeabelitas efektif selalu lebih rendah atau sama dengan jumlah permeabilitas
absolut (k). Permeabelitas efektif tidak hanya dipengaruhi oleh batuan itu sendiri
tetapi juga dipengaruhi oleh jumlah dan karakteristik fluida yang ada di dalam
pori batuan (Schlumberger,1989).
k = permeabelitas
ɸ = porositas
Kro= (Sw-Swi)2,1/(1-Swi)2
Dimana Krw dan Kro merupakan permeabelitas relatif untuk air dan minyak;
Swi merupakanirreducible water saturation; dan Sw merupakan saturasi air
sebenarnya. Saturasi air menunjukkan porositas yang berasosiasi dengan pasir
bersih, non-shaly rock matrix(Schlumberger,1989).
Permeabelitas efektif air dan minyak dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
kw = krw k
dan
ko = kro k
dimana kw dan ko merupakan permeabelitas efektif air dan minyak (md) dan k
merupakan permeabelitas absolut atau permeabelitas intrinsik batuan.
Jika perhitungan langsung tidak bisa dilakukan karena nilai Swi tidak diketahui
maka nilai tersebut dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai Swi dari
reservoar lain yang berdekatan (Schlumberger,1989). Persamaan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Swi2 = Swi1 (2 – - )
dimana ɸ1 dan Swi1 merupakan nilai porositas dan irreducible water
saturation dari reservoar yang telah diketahui sedangkan ɸ2 dan Swi2 merupakan
nilai porositas danirreducible water saturation dari reservoar yang belum
diketahui (Schlumberger,1989).
Hubungan tersebut dibuat berdasarkan asumsi bahwa variasi porositas dan
Swimerupakan akibat dari perbedaan ukuran dan sortasi butir
(Schlumberger,1989). Cara tersebut tidak valid digunakan pada konglomerat atau
batuan yang mempunyai sistem porositas sekunder (Schlumberger,1989).
5.5 Menghitung Saturasi
Saturasi air merupakan fraksi (atau persentase) volume pori dari batuan reservoar
yang terisi oleh air (Schlumberger,1989). Selama ini terdapat asumsi umum
bahwa volume pori yang tidak terisi oleh air berarti terisi oleh hidrokarbon
(Schlumberger,1989). Mendeterminasi saturasi air dan hidrokarbon merupakan
salah satu tujuan dasar dari well logging.
Formasi Bersih
Semua determinasi saturasi air dari log resistivitas pada formasi bersih dengan
porositas intergranular yang homogen didasarkan pada persamaan Archie atau
turunannya (Schlumberger,1989). Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
= F Rw/Rt
Dimana
F=a/m
Untuk Sxo, saturasi air pada zona terbilas, persamaan tersebut menjadi :
= F Rmf/Rxo
Dimana
Rmf = resistivitas lumpur penyaring
Rxo = resistivitas zona terbilas
Pada persamaan tersebut, nilai eksponen saturasi n yang biasa digunakan adalah 2
(Schlumberger,1989). Percobaan laboratorium menunjukkan bahwa angka
tersebut merupakan nilai terbaik untuk rata –rata kasus. Nilai a dan m yang
digunakan lebih bervariasi: pada karbonat, F = 1/ 2 merupakan yang sering
digunakan; pada pasir yang sering digunakan adalah F = 0,62/ 2,15 (persamaan
Humble) atau F = 0,81/ 2 (bentuk sederhana dari persamaan Humble).
Akurasi dari persamaan Archie bergantung pada kualitas parameter fundamental
yang dimasukkan meliputi: Rw, F, dan Rt (Schlumberger,1989). Pengukuran
resistivitas dalam (induksi atau laterolog) harus dikoreksi, meliputi lubang bor,
ketebalan lapisan dan invasi (Schlumberger,1989). Log porositas yang paling
sesuai (neutron, densitas, atau yang lainnya) atau kombinasi dari pengukuran
porositas dan litologi harus digunakan untuk mendapatkan nilai porositas
(Schlumberger,1989). Akhirnya nilai Rw diperoleh dengan menggunakan
berbagai cara: perhitungan dari kurva SP, katalog air, perhitungan water-bearing
formation, dan ukuran sampel air (Schlumberger,1989).
Formasi Serpih
Serpih merupakan salah satu batuan paling penting di dalam analisis log. Selain
efek porositas dan permeabelitasnya, serpih mempunyai sifat kelistrikan
tersendiri yang memberikan pengaruh besar pada penentuan saturasi fluida
(Schlumberger,1989).
Sebagaimana diketahui persamaan Archie yang menghubungkan resistivitas
batuan dengan saturasi air mengasumsikan bahwa air formasi merupakan satu-
satunya material konduktif di dalam formasi (Schlumberger,1989). Kehadiran
material konduktif lainnya (misalnya serpih) menyebabkan persamaan Archie
harus dimodifikasi sehingga perlu dikembangkan persamaan baru yang
menghubungkan antara resistivitas batuan dengan saturasi air pada formasi serpih
(Schlumberger,1989). Kehadiran lempung juga menyebabkan definisi atau
konsep porositas batuan menjadi lebih kompleks. Lapisan yang mengikat air pada
partikel lempung dapat merepresentasikan jumlah porositas yang sangat signifikan
(Schlumberger,1989). Meskipun demikian, porositas tersebut tidak bisa menjadi
reservoar hidrokarbon. Jadi, serpih dapat mempunyai porositas total yang besar
namun porositas efektifnya sangat rendah sehingga tidak berpotensi menjadi
reservoar hidrokarbon (Schlumberger,1989).
Efek kehadiran serpih terhadap pembacaan log bergantung pada jumlah serpihnya
dan sifat fisiknya (Schlumberger,1989). Hal tersebut juga dipengaruhi oleh
bagaimana pendistribusian serpih di dalam formasi. Dalam Schlumberger (1989)
disebutkan bahwa material yang mengandung serpih dapat terdistribusi di dalam
batuan melalui tiga cara yaitu:
1. Serpih dapat hadir dalam bentuk laminasi di antara lapisan pasir. Laminasi
serpih tersebut tidak mempengaruhi porositas dan permeabelitas dari pasir
yang melingkupinya. Meskipun demikian, bila kandungan laminasi serpih
tersebut bertambah dan kandungan pori-pori berukuran sedang berkurang,
nilai porositas rata-rata secara keseluruhan akan berkurang.
2. Serpih dapat hadir sebagai butiran atau nodul dalam matriks formasi.
Matriks serpih tersebut dikenal dengan istilah serpih struktural. Matriks
serpih tersebut biasanya dianggap mempunyai sifat fisik yang sama dengan
laminasi serpih dan serpih masif.
3. Material serpih dapat terdistribusi di antara pasir, secara parsial mengisi
ruang antar butir. Serpih yang terdispersi di dalam pori secara nyata
mengurangi permeabelitas formasi.
Semua bentuk distribusi serpih di atas dapat hadir bersamaan di dalam formasi
(Schlumberger,1989). Selama beberapa tahun terakhir berbagai model telah
dikembangkan untuk mengakomodasi kehadiran serpih di dalam formasi.
Sebagian besar model tersebut dikembangkan dengan asumsi bahwa serpih hadir
di dalam formasi dalam bentuk yang spesifik (misalnya laminar, struktural,
terdispersi). Semua model yang ada dikembangkan dengan terminologi pasir
bersih menurut Archie ditambah dengan terminologi serpih (Schlumberger,1989).
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari referat ini adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi formasi batuan adalah suatu proses analisis ciri dan sifat batuan
di bawah tanah dengan menggunakan hasil pengukuran lubang sumur
2. Well logging merupakan perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan
yang diperoleh melalui pengukuran pada sumur bor
3. Terdapat dua metode well logging yaitu wireline logging dan logging
while drilling
4. Terdapat beberapa jenis log antara lain log Gamma Ray, log SP, log
densitas, log neutron, dan log resistivitas
5. Aaplikasi well logging dalam evaluasi formasi antara klain adalah untuk
mengidentifikasi reservoar, mengidentifikasi jenis fluida dan kontak antar
fluida, menghitung porositas, menentukan permeabelitas, dan menghitung
saturasi
DAFTAR PUSTAKA