Anda di halaman 1dari 12

KONSERVASI APEL (Malus sylvestris)

DI DESA GUBUK KLAKAH KAB. MALANG

Makalah Lapangan

Disusun untuk memenuhi tugas Biologi Umum


Yang dibina oleh Dr. Sueb, M.Kes

Oleh :
Kelompok 3 Offering I 2017
1. Ayu Paridah NIM :170342615606
2. Mega Berliana NIM :170342615550
3. Tesa Alif Mudibyanto NIM :170342615598

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI BIOLOGI
Sepember 2017
PENDAHULUAN
Keanekaragaman hayati dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda-
beda. Keanekaragaman hayati menyatakan adanya berbagai variasi bentuk ,penampilan,
jumlah, dan sifat lain yang terlihat. Keanekaragaman hayati dipelajari dengan cara klasifikasi,
untuk dimanfaatkan dan dilestarikan. Format cara pemberian nama latin spesies dinamakan
binomial, yang diperkenalkan pada abad ke-18 oleh Carolus Linnaeus.(Campbel.,et al 2005).
Di lingkungan sekitar kita, kita dapat menemui berbagai jenis makhluk hidup.
Berbagai jenis hewan misalnya ayam, kucing, serangga, dan sebagainya. Berbagai jenis
tumbuhan misalnya manga, rerumputan, jambu, pisang, dan masih banyak lagi jenis
tumbuhan di sekita kita. Masing- masing makhluk hidup memiliki ciri tersendiri sehingga
terbentuklah keanekaragaman makhluk hidup yang disebut dengan keanekaragaman hayati
atau biodiversitas(Campbell.,et al 2012).
Dari berbagai keanekaragaman tersebut, kami berpendapat bahwa perlu untuk
mengupayakan pelestarian keanekaragaman hayati. Terutama pada tumbuhan dan hewan
langka di Indonesia yang sekarang sudah jarang ditemui. Upaya ini bertujuan agar generasi
muda Indonesa masih bias mengkaji dan meneruskan jejak pelestarian ini. Pada penulisan
makalah ini, kami memfokuskan untuk pelestarian(konservasi) tanaman apel, khusunya Apel
Malang(Berliana, M., Alif, T., Paridah, A.,).
BALINGBANTAN-KEMENTERIAN PERTANIAN menyatakan, “Sistem agribisnis
apel di Kota Batu sudah terbangun sejak lama, dan dalam perkembangannya mengalami
dinamika pasang surut sesuai dengan permasalahan yang ada pada masa tersebut. Sejak krisis
moneter pada tahun 1997 agribisnis apel mulai mengalami kelesuan pada akhir-akhir ini.
Secara umum empat masalah penting yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis apel
pada saat ini adalah 1) penurunan mutu lahan, 2) harga buah yang sangat fluktuatif, 3) akses
permodalan bagi petani kecil lebih sulit, dan 4) kelembagaan belum optimal.”( Ir. Hadi
Santoso,Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Malang, 2016).
Apel (Malus sylvestris) merupakan salah satu keanekaragaman hayati Indonesia yang
tumbuh di wilayah Malang dan sekitarnya. Apel tumbuh di Indonesia karena introduksi yang
dilakukan oleh bangsa Eropa pada masa penjajahan. Sentra pertanian apel di Jawa Timur
hanya terdapat di Malang dan sekitarnya. Apel dibudidayakan secara intensif di Malang sejak
tahun 1960 sebagai komoditas buah-buahan yang digemari masyarakat. Beberapa kultivar
apel yang telah dibudidayakan di Malang dan sekitarnya adalah rome beauty, anna, manalagi,
dan princes noble. Di kawasan Malang dan sekitarnya apel dibudidayakan secara luas baik di
kebun maupun di pekarangan rumah (Hakim & Siswanto, 2010).
Meskipun apel telah memainkan peran penting dalam pendapatan petani dan secara
strategis berperan dalam penciptaan image Malang sebagai Kota Apel, tetapi kondisi populasi
apel saat ini mengalami degradasi yang cukup signifikan. Berbagai sumber menyebutkan
bahwa saat ini produksi dan populasi apel mengalami penurunan. Penurunan produksi dan
populasi apel disebabkan alih fungsi lahan apel menjadi lahan tanaman lain misalnya lahan
bunga potong(Cook, 2006). Di Desa Pandansari, lahan-lahan apel tidak dirawat dengan baik
dan mulai beralih fungsi menjadi lahan tebu dan jagung.
Menurut survei yang dilakukan Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Malang (LPM UMM) tahun 2008, pergeseran ini banyak disebabkan oleh
mahalnya biaya perawatan apel yang tidak diimbangi oleh harga hasil panen yang
menguntungkan petani. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani tidak sesuai dengan
pendapatan yang diterima. Penurunan produksi dan populasi apel merupakan sebuah
ancaman bagi eksistensi apel sebagai salah satu bentuk keanekaragaman hayati Indonesia dan
image Malang sebagai kota apel.
Konservasi apel menjadi sangat penting untuk mengatasi hal tersebut. Selain di
kebun, apel seringkali ditanaman di pekarangan rumah warga. Hal ini tampak jelas pada Desa
Gubuk Klakah, Kecamatan Tumpang. Masyarakat pada desa tersebut menanam apel di
pekarangan rumah disepanjang jalan jalur wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(Hakim & Nakagoshi, 2007).
Keberadaan populasi apel di pekarangan rumah warga sampai saat ini belum
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam upaya konservasi biodiversitas berbasis partisipasi
masyarakat. Penelitian bertujuan mengetahui persepsi masyarakat Desa Gubuk Klakah
terhadap keberadaan tanaman apel di pekarangan rumah dalam upaya konservasi apel khas
Kota Malang ini(Berliana, M., Alif, T., Paridah, A.,).

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana faktor alam dan lingkungan dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati Apel
Malang di Desa Gubuk Klakah?
2. Bagaimana upaya masyarakat dalam meningkatkan dan melestarikan keanekaragaman
hayati Apel Malang di Desa Gubuk Klakah?
3. Bagaimana proses konservasi apel malang di Desa Gubuk Klakah yang dilakukan untuk
menangani penurunan produksi dari petani?
4. Bagaimana persepsi masyarakat Desa Gubuk Klakah tentang penanaman pohon apel di
pekarangan rumah?
TUJUAN
1. Untuk mengetahui faktor alam dan lingkungan yang dapat mempengaruhi keanekaragaman
hayati Apel Malang di Desa Gubuk Klakah
2. Untuk mengetahui upaya masyarakat dalam meningkatkan dan melestarikan
keanekaragaman hayati Apel Malang di Desa Gubuk Klakah
4. Untuk mengetahui proses konservasi Apel Malang di Desa Gubuk Klakah yang dilakukan
untuk menangani penurunan produksi dari petani
5. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa Gubuk Klakah tentang penanaman pohon
apel di pekarangan rumah

KAJIAN PUSTAKA
Faktor Alam dan Lingkungan yang Mempengaruhi Keanekaragaman Hayati Apel
Malang di Desa Gubuk Klakah
1. Suhu Udara
Tanaman apel di Indonesia merupakan introduksi dari daerah subtropik, agar dapat
ditanam di daerah tropis seperti Indonesia maka akan lebih cocok ditanam di daerah
pegunungan, dimana suhu udara menyamai suhu udara di daerah subtropik. Seperti
contohnya di Desa Gubuk Klakah Kab. Malang. Di daerah tropis secara umum berlaku
bahwa suhu udara menurun 0.6o C tiap naik 100 mdpl. Tanaman apel dapat tumbuh dan
berbuah baik pada ketinggian 700-1200 m dpl. dengan ketinggian optimal 1000-1200 m dpl.
Persyaratan kebutuhan iklim buah 5 apel adalah sebagai berikut: rata-rata temperature
berkisar antara 10 sampai 35°C dan yang optimum sekitar 16 sampai 27°C (Suhardjo, 1985).
Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60% setiap harinya,
terutama pada saat pembungaan(Irawan, D., 2007).
2. Curah Hujan
Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman apel baik
secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman yang bervariasi menurut
fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah, maupun secara tidak langsung melalui
pengaruh terhadap kelembaban udara dan tanah serta radiasi matahari. Ketiga faktor
lingkungan fisik tersebut erat kaitannya dengan penyerapan air dan hara serta penyakit
tanaman. Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman apel adalah 1.000- 2.600
mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Dalam setahun banyaknya bulan basah
adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat berbunga akan
menyebabkan bunga gugur sehingga tidak dapat menjadi buah (Suhardjo, 1985).
3. Tanah
Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai
lapisan organik tinggi, dan struktur tanahnya remah dan gembur, mempunyai aerasi,
penyerapan air, dan porositas baik, sehingga pertukaran oksigen, pergerakan hara dan
kemampuan menyimpanan airnya optimal. Tanah yang cocok untuk tanaman apel adalah
Latosol, Andosol dan Regosol (Warintek.ristik.go.id), Tanaman sangat butuh sejumlah pupuk
yang cukup banyak pada masa pertumbuhannya, dan kandungan air tanah yang dibutuhkan
adalah air tersedia. Dalam pertumbuhannya tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah
yang cukup(Irawan, D. 2007).
4. Kelembaban Udara
Dalam budidaya tanaman apel, kelembaban udara yang dikehendaki tanaman apel
sekitar 75-85%(Irawan, D. 2007).

Upaya Manusia Dalam Meningkatkan Dan Melestarikan Keanekaragaman Hayati


Penurunan produktivitas tanaman apel masih dapat diatasi dengan melakukan
perbaikan terhadap manajemen pertanaman yang dapat meningkatkan kesehatan daun apel
melalui pengurangan pengaruh faktor pembatas suhu, hidrologi dan unsur hara. Manajemen
tidak sama untuk semua wilayah, tapi ditentukan aspek hamparan lahan disamping keadaan
tanah dan hidrologi. Karena itu analisis geografi wilayah menjadi sangat penting dilakukan
untuk pendataan tidak hanya aspek hamparan lahan tapi juga kendala dari sifat tanah dan
hidrologi lahan disamping manajemen yang diterapkan petani. Dengan demikian, manajemen
yang tepat dapat dirancang untuk setiap hamparan usaha pertanaman apel dengan
memperhatikan beberapa hal detail hasil penelitian Sunaryo, Sitawati dan Rofiq (2007)
diantaranya adalah :
• Ketinggian Tempat, Hasil penelitian ini menegaskan bahwa ketinggian tempat merupakan
salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman Apel. Ketinggian optimum pada
kondisi sekarang sudah bergeser dari yang diinformasikan sebelumnya yang dapat
berhubungan dengan perubahan iklim (pemanasan global) belakangan ini.
• Suhu dan kelembaban, Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rata-rata suhu dan
kelembapan udara pada sekitar tengah hari berkisar secara berturut-turut diantara 22,3-
27,70C dan 62,0-76,3. Ini berarti bahwa suhu dan kelembapan pada pertanaman Apel saat ini
masih dalam kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman Apel.
• Infiltrasi (resaan air tanah), Hubungan yang erat antara produktivitas dengan tingkat
infiltrasi tidak dijumpai. Sifat fisik tanah masing-masing lokasi tanaman apel dapat
merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan hubungan yang tidak erat antara
produktivitas dengan tingkat infiltrasi.
• Status hara tanah. Ada indikasi bahkan bahwa penyediaan unsur hara N, P & K pada
sebagian lahan sudah melebihi kebutuhan tanaman (over dosis). Produktivitas tanaman Apel
yang rendah tidak berhubungan dengan penyediaan unsur hara N, P & K yang terbatas
• Status hara tanaman. Ada indikasi bahwa penyediaan N yang tinggi pada saat pertumbuhan
vegetatif dapat berpengaruh negatif pada pembentukan buah, tetapi penyediaan N yang cukup
diperlukan pada saat pertumbuhan generatif.
• Jarak tanam. Jarak tanam yang diterapkan di Batu sekarang ini dapat merupakan faktor
yang mengakibatkan perbedaan produktivitas tanaman untuk sebagian petani.
• Spasial. Aspek lahan Tingkat produktivitas paling tinggi terdapat pada aspek Tenggara
yaitu lahan yang umumnya tersebar pada punggung bukit Anjasmoro (penyinaran maksimum
di pagi hari). Produktivitas pada tingkat yang lebih rendah secara berurutan terdapat pada
aspek Timur & Selatan, Utara, Barat Laut dan hamparan lahan datar.
Perbaikan agribisnis tanaman Apel di malang Raya tidak saja dilakukan pada aspek
lahan dan teknik budidaya, aspek sosial-ekonomi dan budaya juga menjadi perhatian utama
dalam perbaikan kualitas produksi tanaman Apel. Pemerintah pusat dan daerah sebagai
regulator dan pengambil kebijakan juga melakukan berbagai upaya perbaikan terhadap
kondisi ini. Salah satu upaya perlindungan lahan pertanian Apel dari alih fungsi lahan saat
inipun juga dijamin oleh pemerintah dengan diterbitkannya Undang-undang no 41 tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berlanjut. Kebijakan lain berupa
penetapan Kota Batu sebagai kawasan Agropolitan juga menjadi salah satu upaya nyata
dalam mendukung keberlanjutan tanaman Apel di Malang Raya dengan pendekatan pada
semua subsistem agribisnis (subsistem agribisnis hulu, usahatani, agribisnis hilir dan jasa
penunjang). Penggabungan usaha pertanian dan wisata juga dikembangkan sebagai strategi
dalam meningkatkan perekonomian kawasan. Untuk meningkatkan pendapatan petani Apel
yang menurun, pengembangan nilai tambah dengan pengusahaan kegiatan wisata agro di
perkebunan apel juga didorong terus sebagai usaha diversifikasi pertanian (Baskara, 2010).
Nilai tambah wisata dapat dikembangkan sebagai alternatif pendapatan petani dalam
mengusahakan tanaman Apel. Tingginya animo masyarakat untuk berkunjung di perkebunan
apel sebagai kegiatan wisata menjadi indikasi bahwa tanaman Apel masih mampu berfungsi
sebagai identitas/icon kawasan Malang Raya. Daya tarik rasa, tampilan dan khasiat buah apel
Malang dibanding buah apel impor masih menjadi magnet masyarakat mengkonsumsi buah
apel lokal. Oleh karena itu segala upaya untuk menjaga pohonpohon buah apel Malang untuk
dapat terus berbuah lebat secara terus menerus pada akhirnya juga akan dapat memberikan
peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya petani Apel Malang(Baskara, M., 2010).

Proses Konservasi Apel Malang di Desa Gubuk Klakah


Di Desa Gubug Klakah tanaman apel tidak hanya dibudidayakan di kebun tetapi juga
dibudidayakan di pekarangan rumah. Kultivar apel yang dibudidayakan adalah manalagi,
rome bauty dan anna. Dari ketiga kultivar apel tersebut, manalagi merupakan kultivar yang
paling banyak dibudidayakan dan anna merupakan kultivar yang paling sedikit
dibudidayakan oleh penduduk(Hakim & Nakagoshi, 2007).

Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Apel di Pekarangan Rumah


Tingginya tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai penanaman tanaman
apel di pekarangan menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap tanaman apel di
pekarangan rumah adalah tinggi. Persepsi masyarakat yang tinggi terhadap keberadaan
tanaman apel di pekarangan rumah akan mendorong seseorang untuk merawat dan
melestarikan tanaman apel di pekarangan rumah. Tanaman apel yang ada di pekarangan
rumah dirawat lebih intensif jika dibandingkan dengan yang ada di kebun, sehingga
pertumbuhan dan kualitas buahnya lebih baik. Hal ini karena tanaman apel letaknya dekat
dengan rumah sehingga jika terkena penyakit lebih cepat diketahui dan ditangani.
Wujud pelestarian tanaman apel dapat berupa usaha untuk meremajakan kembali
tanaman apel yang telah ditebang dan usaha untuk tetap mempertahankan keberadaan
tanaman apel di pekarangan rumah. Alasan pembongkaran tanaman apel tersebut diantaranya
adalah pekarangan rumah digunakan sebagai tempat untuk membangun rumah, tempat parkir,
tempat untuk menjemur hasil panen, tempat hajatan serta tanaman apel menghalangi sinar
matahari masuk ke rumah.
Tujuan pembonsaian tanaman apel ini selain untuk keindahan juga bertujuan untuk
mempermudah proses pemangkasan daun apel. Pemangkasan daun apel ini pada prinsipnya
adalah perlakukan pengguguran daun buatan sebagai pengganti gugur daun tanaman apel di
negara empat musim. Tanaman apel memberikan manfaat ekonomi karena buahnya dapat
dikonsumsi sendiri oleh pemilik pekarangan rumah atau dijual sehingga dapat menambah
penghasilan keluarga(Fauziah, H.N., 2010).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa Gubuk Klakah terhadap upaya
penanaman pohon apel(konservasi) di pekarangan rumah.
Variabel Penelitian
- Upaya masyarakat dalam pelestarian keanekaragaman hayati Apel Malang di Desa
Gubuk Klakah
- Proses Konservasi Apel Malang di Desa Gubuk Klakah
Hipotesis
H1 : Penanaman Apel Malang di Pekarangan Rumah di Desa Gubuk Klakah adalah upaya
pelestarian keanekaragaman hayati Apel Malang.
H0 : Penanaman Apel Malang di Pekarangan Rumah di Desa Gubuk Klakah bukan upaya
pelestarian keanekaragaman hayati Apel Malang.
Lokasi
Pengambilan data dilaksanakan di Desa Gubug Klakah, Kecamatan Poncokusumo,
Kabupaten Malang. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan di Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang, Malang.
Desa Gubug Klakah merupakan desa yang terletak di sebelah timur Kecamatan
Poncokusumo dengan luas wilayah sekitar 384 ha yang terdiri dari daerah permukiman dan
daerah pertanian. Jumlah penduduk Desa Gubug Klakah sekitar 3.772 jiwa, dengan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Desa Gubug Klakah terletak di kaki
Pegunungan Tengger dengan ketinggian 900-1200 m dpl dan merupakan salah satu desa yang
terletak di jalur utama menuju pendakian Gunung Semeru dan wisata alam ke Gunung
Bromo, Kaldera Tengger, Coban Pelangi dan Coban Trisula (Hakim & Nakagoshi, 2007).
Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada September 2017 hingga Oktober 2017.
Populasi
Beberapa masyarakat Desa Gubuk Klakah yang menanam pohon apel di pekarangan
rumah dan yang tidak menanam pohon apel.
Sampel
Sepuluh kepala keluarga dari rumah yang terdapat pohon apel di pekarangan rumah
dan sepuluh kepala keluarga dari rumah yang tidak terdapat pohon apel di pekarangan rumah.
Teknik Sampling
Sampling Purposive, teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.
Instrumen Penelitian
Ujian/Tes pada sampel yang telah ditentukan.
Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang kami lakukan adalah dengan menentukan sampel, yaitu
sepuluh kepala keluarga dengan rumah yang terdapat pohon apel di pekarangan dan sepuluh
kepala keluarga dengan rumah yang tidak terdapat pohon apel di pekarangan. Dari sampel
tersebut kami bertamu ke rumah masing-masing kepala keluarga dan melakukan wawancara.
Beberapa wawancara yang kami lakukan, diantaranya :
1. Apakah Bapak setuju jika keberadaan pekarangan rumah yang terdapat tumbuhan apel
penting?
2. Apakah Bapak setuju jika tanaman apel mempunyai nilai penting bagi anda?
3. Apakah Bapak setuju jika tanaman apel di tanaman untuk alasan ekonomi?
4. Apakah Bapak setuju jika tanaman apel mempunyai fungsi sebagai tanaman hias?
5. Apakah Bapak setuju jika tanaman apel di pekarangan rumah harus dilestarikan?
6. Apakah Bapak setuju jika tanaman apel di pekarangan rumah juga dipelihara seperti apel
yang ada di kebun?
7. Apakah Bapak setuju jika penanaman apel ada hubungannya dengan upaya untuk menjaga
ciri rumah di Desa Gubuk Klakah?
Analisis Data
Skor dari masing-masing jawaban dijumlahkan kemudian dicari nilai rata-rata untuk
mendapatkan nilai persepsi masyarakat. Tingkat persepsi masyarakat diinterpretasikan
berdasarkan nilai yang diperoleh. Interval skala Likert yang menggunakan skor 1-5 adalah
0,8. berdasarkan interval tersebut diperoleh pengelompokan nilai sebagai berikut :
1<x<1,8 = Sangat tidak setuju
1,81 <x< 2,6 = Tidak setuju
2,61 <x< 3,4 = netral
3,41 <x< 4,2 = Setuju
4,21 <x< 5 = Sangat setuju
(Fauziah, H.N., 2010).
DAFTAR RUJUKAN
Reece, Taylor, Simon, dan Dickey. 2012. Campbell Biology, Concepts and Connections.
Eleventh Edition. San Francisco: Pearson Education, Inc.

Campbell, Neil A., Mitchell, dan Reece. 2005. Biology, Concepts and Connections. Seventh
Edition. California: Benjamin Cummings Publishing Company.

Fauziah, H.N., Hakim Luchman, Azrianingsih, R. 2010.Keanekaragaman Apel (Malus


sylvestris) sebagai image Kota Malang.Malang:Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. Vol.
1 No.1 Tahun 2010 No. ISSN. 2087 – 3522.

Kusumo, 2001. Budidaya Apel (Malus Syvestriss). Lembaga Penelitian Hortikultura.


Direktorat Pertanian.

Irawan, D. 2007. Potensi Pengembangan Tanaman Apel ( Malus sylvestris Mill )


Berdasarkan Aspek Agroklimat Di Jawa Timur. Institut Pertanian Bogor.

Suhardjo. 1985. Pengaruh Umur Petik dan Penyimpanan Suhu Ruang Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor.

Utami, D.C., 2013. Analisis Kelayakan Budidaya Apel (Malus Sylvestris Mill).Malang.

Baskara, M., 2010. Pohon Apel Itu Masih (bisa) Berbuah Lebat.Malang:Majalah Ilmiah
Populer Bakosurtanal.

Hakim, L., D. Siswanto. 2010. Status Apel Lokal Malang (Jawa Timur) dan Strateginya
Konservasinya lewat Pengembangan Agrowisata. hal. 399-403. Prosiding 7th Basic Science
National Seminar. Vol.1. Jurusan Biologi. Universitas Brawijaya. Malang.

Cook. 2006. Kematian Industri Apel di Batu. Program ACICIS. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik. Universitas Muhammadyah. Malang.

LPM UMM. 2008. Tingkatkan Produksi Apel Malang. Gemari. Edisi 94, tahun IX.
Hakim, L., N. Nakagoshi. 2007. Plant Species Composition in Home Garden in the Tengger
Highland (East Java, Indonesia) and its Importantce for Regional Ecotourism planning.
Hikobia. 15:23-36.

Budiono, A., Santoso, I., Soemarno, Suharjono, 2016. Mud cake composting by
Trichodermaviride APT01 to improve grow thand productivity of apple. International
Journal of Biosciences |IJB |. Vol.8, No.2,p.177-183,2016.

Fitria, W., Lestari, Suharjono, Estri, L., Arumingtyas, 2013. Phylogenetic Identificationof
Pathogenic Fungi from Apple in Batu City, Malang, Indonesia. Malang.
AdvancesinMicrobiology.

Anda mungkin juga menyukai