Anda di halaman 1dari 14

SISTEM PERKEMIHAN

“Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan


darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih)” (Speakman,2008).

Sistem urinaria terdiri atas:

a. Ginjal, yang mengeluarkan sekret urine.


b. Ureter, yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing.
c. Kandung kencing, yang bekerja sebagai penampung.
d. Uretra, yang menyalurkan urine dari kandung kencing.

Macam penyebab gangguan :

1. Hipersensitif : zat kimia, racun binatang


2. Penyakit metabolik sistemik : DM, Neoplasma
3. Penyakit infeksi : bakteri, virus, parasit
4. Penyakit imunologik : lupus eritematosus
5. Penyakit genetik : nefrosis kongenital
6. Mekanik : trombosis vena renalis”

OBAT YANG BEKERJA PADA SISTEM KEMIH

Pemberian obat-obatan pada pasien yang mengalami gangguan pada sistem perkemihan
atau urinaria dimulai dari ginjal sampai uretra.

Penatalaksanaannya:

1. Antibiotika : melawan infeksi, bekerja secara sistemik atau terutama lokal

2. Kortikosteroid : pada kasus sindroma neprotik dan glomerulonefritis

3. Obat peluruh batu saluran kemih

4. Spasmolitik : pengurang nyeri kolik / kejang otot

5. Diuretik : pada edema / bengkak

6. Antihipertensi : menekan komplikasi


7. Anti hipertrofi /hiperplasi prostat

8. Antiseptik Saluran Kemih

obat antimikroba dengan sifat mempunyai kadar yang cukup tinggi pada saluran kemih saja
sehingga bekerja secara lokal. 3 macam obat yang banyak beredar di pasaran Indonesia yaitu
: Pipemidic Acid (Asam Pipemidat), Nalidixic Acid (Asam Nalidiksat), dan Phenazopyridine
HCl. Pipemidic acid dan Nalidixic acid antibiotika golongan Kuinolon menghambat enzim
DNA girase bakteri bersifat bakterisid menghambat E.coli, Proteus sp., Klebsiella sp dan
kuman koliform lainnya. ESO : mual, muntah, ruam kulit dan urtikaria, meningkatkan
sensitivitas pada sinar.

Kontra indikasi :

Penderita gagal ginjal / kerusakan ginjal yang parah, kehamilan trisemester awal &
bulan terakhir kehamilan, epilepsi, sirosis, insufisiensi hati.

a. Phenazopyridine
1. Efek analgesik lokal di saluran kemih.
2. Bukan antibiotika, bila digunakan bersamaan dengan antibiotika dapat
mempercepat masa penyembuhan pada infeksinya.
3. digunakan hanya untuk jangka pendek biasanya 2 hari
4. Juga mengobati iritasi atau rasa tidak enak sewaktu berkemih.
5. sering diberikan setelah pemasangan kateter atau operasi penis yang menyebabkan
iritasi
6. saluran kemih.
7. Menimbulkan warna air seni merah kejinggaan atau coklat.
8. ESO : pusing, sakit kepala dan gangguan pencernaan.

1. Antibiotik Sistemik, misal : Ampicillin, Amoxicillin, Cotrimoxazole , Ciprofloxacin

2. Batu ginjal atau nyeri kolik akibat batu ginjal misal dengan Ekstraks tumbuh-tumbuhan
seperti Kumis Kucing ( orthosiphonis folium ), contoh produk : batugin elixir, neprolit

3. Terapi inkontinensia (ketidakmampuan untuk mengendalikan pengeluaran air kemih);


contoh : Tolterodine l-tartrate, Tolterodine adalah antagonis reseptor muskarinik yang
potensial dan kompetitif , yang menunjukkan menghambat Karbakol yang mempengaruhi
kontraksi pada saluran kencing

4. BPH (Benign Prostatic Hyperplasia ), menggunakan :

a. Golongan antagonis Alpha-1 adrenergik contoh : Afluzosin HCl dan Tamsulosin HCl.
b. Golongan penghambat 5-alpha reductase contoh : Finasteride, menghambat produksi
hormon tubuh pria yang menyebabkan pembesaran prostat.

5. Sindroma Neprotik

a. Diuretik : Furosemide , Hidroclortiazide (Hct )


b. Kortikosterroid (prednison / prednisolon)
c. Tahap I selama 4 minggu diberikan tiap hari sehari tiga kali.
d. Tahap II selama 4 minggu diberikan selang sehari, sehari sekali.
e. Tahap III selama 4 minggu dosis obat bertahap dikurangi sampai stop.

1. Agen Diuretik
Obat diuretik adalah obat yang dapat meningkatkan produksi urin dengan cara
menurunkan reabsorpsi di tubulus renalis dengan berbagai cara.(jevuska:2010).
Menurut Sadeli (2011:02), Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan
udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstrasel menjadi normal.
Obat diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
a. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
Inhibitor karbonik anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan
tekanan intraokular pada glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus,
bukan sebagai diuretik (misalnya, asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus
proksimal (nefron) dengan mencegah reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat),
natrium, kalium, dan air semua zat ini meningkatkan produksi urine.
Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid
dan meatzolamid.
b. Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian
dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium,
dan klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam).
Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.
Memperlihatkan kurva dosis efek curam, artinya bila dosis dinaikkan (J
evuska:2010). Menurut Sadeli (2011:02), “diuretic ini digunakan untuk
pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal
ginjal.Yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, torsemid dan
bumetamid”.
c. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik tiazid,
seperti bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat
ini menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air,
natrium, dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini
digunakan dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan pada
diabetes insipidus nefrogenik (Jevuska:2010). Efeknya lebih lemah dan lambat
tetapi tertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan dalam terapi
pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (dekompensatio cardis)Obat-obat
diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid,
hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid,
metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid (Sadeli:2011).
d. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan duktus
koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan
sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara
langsung (triamteren dan amilorida)(Jevuska:2010).Diuretik yang
mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan kalium dalam
urine.
Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan
amilorid(Sadeli:2011).
e. Osmotik (manitol, urea)
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
1. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
2. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
3. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out,
kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah
dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol,
urea, gliserin dan isisorbid (Jevuska:2010).
2. Obat yang Mempengaruhi Saluran Kemih
Obat yang mempengaruhi saluran kemih terdiri dari alpa bloker, 5 alpa reduktase
inhibitor, antiseptik, antimukarinik, parasimpatomimetik, dan lain-lainnya. Lima alpa
reduktase inhibitor adalah enzim yang mengubah testosterone menjadi 5 alfa
dihidrotostesteron pada jaringan periperal. Obat yang bekerja di saluran kemih untuk
menghambat 5 alfa reductase bekerja menyekat reseptor muskarinik sehingga fungsi
muskarinik dihambat.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian atas,
seperti pielonefritis, atau dari infeksi saluran kemih bagian bawah, seperti sistisis atau
prostatitis. Suatu kelompok obat yang disebut antiseptik saluran kemih yang bekerja
pada tubulus ginjal dan kantong kemih.
Anitimuskarinik untuk saluran kemih dengan cara relaksasi otot polos saluran
kemih yang hiperaktif, obat ini bekerja sebagai anti kolinergik. Parasimpatomimetik
untuk saluran kemih digunakan untuk merangsang agar berkemih dengan
meningkatan tonus kandung kemih bagi pasien yang mengalami berkurang atau
hilangnya fungsi kandung kemih seperti neurogenik karena cedera kepala berat.
Obat yang mempengaruhi saluran kemih antarannya meliputi : 5 alpha reductase
inhibitor: dutasterid, finasterid, heksamin, dan tamsulosin. Antiseptik : asam
nalidiksat, asam pipemidat. Anti muskarinik : alfuzosin hcl, fenazopiridina
hidroklorida. Lain-lain : ekstrak cair akar dan kulit barberis, ekstrak cair akar rubia,
ekstrak cair saksifraga, sonchus arvensis, orthosiphon stamineus.

PENGGOLONGAN DIURETIK
Pada umumnya diuretika dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
A. Diuretik Kuat
Diuretik kuat (High-ceiling diuretics) mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat
kuat dibandingkan dengan diuretic lain. Tempat kerja utamanya dibagian epitel tebal ansa
Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga kelompok loop diuretics.
Diuretik loop bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan kalium pada segmen
tebal ujung asenden ansa
1. Henle (nefron) melalui inhibisi pembawa klorida.
Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid, dan digunakan untuk
pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang disebabkan oleh gagal ginjal.
Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan selama menggunakan obat ini.
Mekanisme kerja : Secara umum dapat dikatakan bahwa diureti kuat mempunyai
mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid.
Diuretik kuat terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden
pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat
kotranspor Na+/K+/Cl- dari membran lumen pada pars ascenden
henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl- menurun.
Farmakokinetik : Ketiga obat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat
yang agak berbeda-beda. Bioavaibilitas furosemid 65 %
sedangkan bumetanid hamper 100%. Diuretic kuat terikat pada
protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak
difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui
system transport asam organic di tubuli proksimal. Kira-kira 2/3
dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi
dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein.
Sebagian lagi diekskresi melalui hati. sebagian besar
furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya
sebagian kecil dalam bentuk glukuronid. Kira-kira 50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai
metabolit.
Efek samping : Efek samping asam etakrinat dan furosemid dapat dibedakan atas :
1. Reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang sering terjadi.
2. Efek samping yang tidak berhubungan dengan kerja utamanya
jarang terjadi.Gangguan saluran cerna lebih sering terjadi
dengan asam etakrinat daripada furosemid.
Tidak dianjurkan pada wanita hamil kecuali bila mutlak diperlukan.
Indikasi : Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena
ganguan saluran cerna yang lebih ringan. Diuretik kuat
merupakan obat efektif untuk pengobatan udem akibat gangguan
jantung, hati atau ginjal.
Sediaan
1. Asam etakrinat: Tablet 25 dan 50 mg digunakan dengan dosis 50-200 mg per
hari. Sediaan IV berupa Na-etakrinat, dosisnya 50 mg, atau 0,5-1 mg/kgBB. Asam
etakrinat dapat menyebabkan ketulian sementara maupun menetap. Ketulian
sementara dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian
ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi eletrolit cairan
endolimfe. Ototoksisitas merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.
Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan bersihan litium.
2. Furosemid: Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat
suntikan. Umunya pasien membutuhkan kurang dari 600 mg/hari. Dosis anak
2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
3. Bumetanid. Tablet 0.5mg dan 1 mg digunakan dengan dosis dewasa 0.5-2mg
sehari. Dosis maksimal per hari 10 mg. Obat ini tersedia juga dalam bentuk bubuk
injeksi dengan dosis IV atau IM dosis awal antara 0,5-1 mg, dosis diulang 2-3 jam
maksimum 10mg/kg.
B. Diuretik derifat Tiasid
Senyawa tiazid menunjukkan kurva dosis yang sejajar dan daya klouretik maksimal
yang sebanding. Merupakan Obat diuretik yang paling banyak digunakan. Diuretik
tiazid, seperti bendroflumetiazid, bekerja pada bagian awal tubulus distal (nefron). Obat
ini menurunkan reabsorpsi natrium dan klorida, yang meningkatkan ekskresi air,
natrium, dan klorida. Selain itu, kalium hilang dan kalsium ditahan. Obat ini digunakan
dalam pengobatan hipertensi, gagal jantung ringan, edema, dan pada diabetes insipidus
nefrogenik.
Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid,
hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid,
klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
Farmakodinamika: Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah meningkatkan
ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan
kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan reabsorbsi
elektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita hipertensi, tiazid
menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya,
tetapi juga karena efek langsung terhadap arteriol sehingga
terjadi vasodilatasi.
Mekanisme kerja: Bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi Na+
dengan menghambat kotransporter Na+/Cl- pada membran
lumen.
Farmakokinetik: Absorbsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek
obat tampak setelah 1 jam. Didistribusikan ke seluruh ruang
ekstrasel dan dapat melewati sawar uri. Dengan proses aktif,
tiazid diekskresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli.
Biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari badan.
Efek samping : a. Reaksi alergi berupa kelainan kulit, purpura, dermatitis disertai
fotosensitivitas dan kelainan darah.
b. Pada penggunaan lama dapat timbul hiperglikemia, terutama pada
penderita diabetes yang laten. Ada 3 faktor yang menyebabkan
antara lain : berkurangnya sekresi insulin terhadap peninggian
kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis dan
berkurangnya glikogenesis. Menyebabkan peningkatan kadar
kolesterol dan trigliserid plasma dengan mekanisme yang tidak
diketahui.
c. Gejala infusiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid, mungkin
karena tiazid langsung megurangi aliran darah ginjal.
Indikasi : 1. Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem akibat payah
jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan
diuretik hemat kalium pada penderita yang juga mendapat pengobatan
digitalis unruk mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan
terjadinya intoksikasi digitalis.
2. Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai
obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain.
3. Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogen dan
hiperkalsiuria pada penderita dengan batu kalsium pada saluran kemih.

Obat Sediaan Dosis (mg/hari) Lama Kerja (jam)

Klorotiazid Tablet 250mg dan 500mg 500-2000 6-12


Hidroklortiazid Tablet 25mg dan 50mg 25-100 6-12
Hidroflumetiazid Tablet 50mg 25-200 6-12
Bendroflumetiazid Tablet 2,5 ; 5 dan 10 mg 5-20 6-12
Politiazid Tablet 1; 2 dan 4 mg 1-4 24-48
Benztiazid Tablet 50 mg 50-200 6-12
Siklotiazid tablet 2 mg 1-2 18-24

C. Diuretik Hemat Kalium


Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan
kalium dalam urine. Yang termasuk dalam klompok ini antara lain aldosteron, traimteren
dan amilorid.

1. Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta
memperbesar ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah
spironolakton dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron
sehingga mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium.
Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang
mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada duktus
pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan
memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan
bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk
pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan
diuretik kuat.
Mekanisme kerja : Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus
renalis rektus untuk menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+
dan sekresi H+
Farmakokinetik : 70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami
sirkulasi enterohepatik dan metabolisme lintas pertama.
Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami
interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping : Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah
hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan
bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan.Tetapi
efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan
bersama dengan tiazid pada penderita dengan gangguan fungsi
ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan reversible
diantranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna.
Indikasi : Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan
hipertensi dan udem yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai
bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi ekskresi
kalium, disamping memperbesar diuresis.

Sediaan dan dosis: Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50 dan 100 mg.
Dosis dewasa berkisar antara 25-200mg, tetapi dosis efektif
sehari rata-rata 100mg dalam dosis tunggal atau terbagi.
Terdapat pula sediaan kombinasi tetap antara spironolakton 25
mg dan hidraoklortiazid 25mg, serta antara spironolakton
25 mg dan tiabutazid 2,5 mg.

2. Triamteren dan Amilorid


Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida,
sedangkan eksresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami
perubahan.
Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli
distal. Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air
sehingga lebih mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti.
Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral.
Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triameteren per
oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berkahir
sesudah 24 jam.
Efek samping : Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah
hiperkalemia. Triamteren juga dapat menimbulkan efek
samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki, dan pusing.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia
yaitu mual, muntah, diare dan sakit kepala.
Indikasi : Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat
ini akan bermanfaat bila diberikan bersama dengan diuretik
golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan : Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-
300mg sehari. Untuk tiap penderita harus ditetapkan dosis
penunjang tersendiri. Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg.
Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara
amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam
bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
D. Diuretik Osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin
dan isosorbid.
Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat:
1. Difiltasi secara bebas oleh glomerulus
2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
4. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti manitol (satu
gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk menurunkan edema serebri atau
peningkatan tekanan intraoukular pada glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah
overdosis obat. Diuresis terjadi melalui “tarikan” osmotik akibat gula yang lembam (yang
difiltrasi oleh ginjal, tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi.
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa henle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary washout, kecepatan
aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
1. Manitol
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak
mengalami metabolisme dalam badan dan hanya sedikit sekali direabsorpsi tubuli
bahkan praktis dianggap tidak di reabsorpsi. Manitol harus diberikan secara IV.
Indikasi
Manitol digunakan misalnya untuk :
1. Profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi
jantung, luka traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga
menderita ikterus berat
2. Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal
Efek samping: Manitol dapat menimbulkan reaksi hipersensitif.
Sediaan dan dosis : Untuk sediaan IV digunakan larutan 5-25% dengan volume
antara 50- 1.000ml. dosis untuk menimbulkan diuresis
ialah 50-200g yang diberikan dalam cairan infus
selama 24 jam dengan kecepatan infus sedemikian, sehingga
diperoleh diuresis sebanyak 30-50ml per jam. Untuk
penderita dengan oliguria hebat diberikan dosis percobaan
yaitu 200 mg/kgBB yang diberikan melalui infus selama 3-5
menit.bila dengan 1-2 kali dosis percobaan diuresis masih
kurang dari 30 ml per jam dalam 2-3 jam. Untuk mencegah
gagal ginjal akut pada tindakan operasi atau mengatasi
oliguria, dosis total manitol untuk orang dewasa ialah 50-
100g.
Kontraindikasi : Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria,
kongesti atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat dan perdarahan intrakranial
kecuali bila akan dilakukan kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila
terdapat tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah jantung atau
kongesti paru.
E. Penghambat Karbonik Anhidrase

Karbonik anhidrase adalah enzim yang mengkatalis reaksi CO2+H2O


H2CO3. Enzim ini terdapat antara lain dalam sel korteks renalis, pankreas, mukosa
lambung, mata, eritrosit dan SSP, tetapi tidak terdapat dalam plasma. Inhibitor karbonik
anhidrase adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular pada
glaukoma dengan membatasi produksi humor aqueus, bukan sebagai diuretik (misalnya,
asetazolamid). Obat ini bekerja pada tubulus proksimal (nefron) dengan mencegah
reabsorpsi bikarbonat (hidrogen karbonat), natrium, kalium, dan air semua zat ini
meningkatkan produksi urine. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid,
diklorofenamid dan meatzolamid.
1. Asetazolamid
Farmakodinamika : Efek farmakodinamika yang utama dari asetazolamid adalah
penghambatan karbonik anhidrase secara nonkompetitif.
Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas
pada organ tempat enzim tersebut berada. Asetazolamid
memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini hanya nyata pada
permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya terhadap
keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.
Farmakokinetik : Asetazolamid diberikan per oral. Asetozalamid mudah diserap
melalui saluran cerna, kadar maksimal dalam darah dicapai
dalam 2 jam dan ekskresi melalui ginjal sudah sempurna
dalam 24 jam. Obat ini mengalami proses sekresi aktif oleh
tubuli dan sebagian direabsorpsisecara pasif. Asetazolamid
terikat kuat pada karbonik anhidrase, sehingga terakumulasi
dalam sel yang banyak mengandung enzim ini, terutama sel
eritrosit dan korteks ginjal. Distribusi penghambat karbonik
anhidrase dalam tubuh ditentukan oleh ada tidaknya enzim
karbonik anhidrase dalam sel yang bersangkutan dan dapat
tidaknya obat itu masuk ke dalam sel. Asetazolamid tidak
dimetabolisme dan diekskresi dalam bentuk utuh melalui urin.
Efek Samping dan kontraindikasi : Pada dosis tinggi dapat timbul parestesia dan
kantuk yang terus-menerus. Asetazolamid mempermudah
pembentukan batu ginjal karena berkurangnya sekskresi
sitrat, kadar kalsium dalam urin tidak berubah atau meningkat.
Asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis hepatis karena
menyebabkan disorientasi mental pada penderita sirosis
hepatis. Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam,
reaksi kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi
sulfonamid.
Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selam kehamilan karena pada hewan
percobaan obat ini dapat menimbulkan efek teratogenik.
Indikasi : Penggunaan utama adalah menurunkan tekanan intraokuler
pada penyakit glaukoma. Asetazolamid juga efektif untuk
mengurangi gejala acute mountain sickness. Asetazolamid
jarang digunakan sebagai diuretik, tetapi dapat bermanfaat
untuk alkalinisasi urin sehingga mempermudah ekskresi zat
organik yang bersifat asam lemah.
Sediaan dan posologi : Asetazolamid tersedia dalam bentuk tablet 125 mg dan 250
mg untuk pemberian oral.

Anda mungkin juga menyukai