Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

PEMERIKSAAN CMV

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6 TINGKAT 3A

OFI MAISANUR RAMADANA P07234016026


PUTRI DIYAH UTAMI P07234016027
RAGIL MAULANA P07234016028
RERI AMELIA P07234016029
RISYA APRILYA HISMAWARNI P07234016030

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga tugas makalah Imunologi tentang Pemeriksaan CMV
ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini terwujud atas kerjasama dan bantuan dari banyak pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga makalah ini data terselesaikan oleh
penyusun. Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu penyusun
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar dapat
menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penyusun untuk
menambah wawasan.

Samarinda, 19 Agustus 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3

C. Tujuan ..................................................................................................... 3

D. Manfaat ................................................................................................... 3

BAB II ISI ............................................................................................................... 4


A. Cytomegalovirus (CMV) ........................................................................ 4

B. Epidemiologi .......................................................................................... 4

C. Gejala Klinis ........................................................................................... 5

D. Diagnosis ................................................................................................ 5

E. Pemeriksaan CMV .................................................................................. 6

1. Kultur Virus ....................................................................................... 6

2. Antigenemia ....................................................................................... 7

3. Identifikasi pada Sedimen Urin ......................................................... 7

4. Polymerase Chain Reaction (PCR) ................................................... 7

5. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) .................................. 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 18


A. Kesimpulan ........................................................................................... 18

B. Saran ..................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit CMV atau Cyto Megalo Virus temasuk dalam kelompok penyakit
TORCH. TORCH adalah singkatan dari kelompok penyakit yaitu Toxoplasma
gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), dan Herpes Simplex Virus
(HSV). Penyebab umum dari kelompok penyakit ini adalah hewan yang ada
disekitar kita seperti kucing, tikus, ayam, burung, anjing, kambing, sapi, babi,
dan hewan lainnya. Selain itu juga dapat disebabkan oleh perantara atau tidak
langsung seperti memakan sayur-sayuran yang kurang dicuci bersih, daging
setengah matang, dan lain sebagainya. TORCH dapat mengakibatkan seorang
ibu sulit hamil atau gagal hamil. Selain itu dapat mengakibatkan anak lahir
cacat seperti bibir sumbing, tuna rungu, sulit berbicara, dan sebagainya.
Cytomegalovirus adalah herpes virus yang merupakan penyebab umum
penyakit pada manusia. Infeksi CMV bisa didapat sebelum lahir atau setelah
lahir, pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kerusakan otak dan kematian.
Infeksi CMV terjadi pada bayi apabila virus dari ibu yang terinfeksi menular
pada janin melalui plasenta (ari-ari). Infeksi CMV umumnya berjalan
asimptomatik pada penderita dengan dua kompetensi sistem imun tubuh yang
baik, namun apabila individu berada pada kondisi imun belum matang
(misalnya janin, bayi baru lahir), tertekan (memakai obat immunosupressan),
atau lemah (misalnya menderita kanker, HIV, dan lain-lain), dapat
menimbulkan gejala klinik yang nyata dan berat.
Prevalensi infeksi CMV yang cukup tinggi dikarenakan berbagai faktor
risiko. Salah satunya dikarenakan transmisi CMV yang cukup mudah.
Transmisi CMV dapat terjadi melalui kontak langsung atau tidak langsung,
kontak seksual, transfusi darah 4 maupun transplantasi organ atau hal – hal
yang berhubungan dengan riwayat kontak erat dengan sekret, bahkan urin dan
saliva. CMV dapat melewati plasenta selama masa kehamilan sehingga

1
menyebabkan infeksi in utero karena virus yang beredar dalam sirkulasi
(viremia) ibu menular ke janin (Joseph et al, 2005). Infeksi CMV tersebar luas
di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa tergantung musim. Iklim tidak
mempengaruhi prevalensi. Seroprevalensi CMV di Amerika Serikat pada
semua umur mencapai 50,4 % (Bate et al, 2010). Pada populasi dengan keadaan
sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60 - 70% orang dewasa, menunjukkan
hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini
meningkat kurang lebih 1% setiap tahun. Pada keadaan sosial ekonomi yang
jelek atau di negara berkembang, lebih dari atau sama dengan 80 - 90%
masyarakat terinfeksi oleh CMV.
Berdasarkan data didapatkan bahwa 55% bayi yang terinfeksi CMV tidak
memperlihatkan gejala namun bisa berkembang menjadi sekuele, maka diagnosis
yang tepat dan cepat sangat diperlukan. Terdapat banyak metode yang digunakan
untuk mendiagnosis CMV. Amniosintesis dilakukan untuk skrining prenatal.
Pemeriksaan baku emas untuk infeksi CMV kongenital ialah dengan kultur virus
dari urin dan ludah yang diambil dalam 2 minggu setelah kelahiran. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan serologik, polymerase chain
reaction (PCR), dan antigenemia. Pemeriksaan serologik yang mendeteksi CMV
menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk
melihat antibodi IgG dan IgM CMV. Pemeriksaan antibodi merupakan
pemeriksaan yang umum dikerjakan.
Lisyani dalam observasi selama setahun di tahun 2004, mendapatkan dari
395 penderita tanpa keluhan yang memeriksakan diri untuk antibodi anti-
CMV, 344 menunjukkan hasil pemeriksaan IgG seropositif, 7 dari 344
penderita tersebut juga disertai IgM positif, dan 3 penderita hanya
menunjukkan hasil IgM positif. Total seluruhnya 347 orang atau 87,8 %
menunjukkan seropositif. Hasil observasi ini menyokong pendapat bahwa
sangat banyak masyarakat kita yang terinfeksi oleh CMV, dan sebagian besar
sudah berjalan kronik dengan hanya IgG seropositif, tanpa menyadari bahwa
hal tersebut telah terjadi (Suromo, 2007).

2
Berdasarkan permasalahan diatas maka mahasiswa ingin membahas dalam
makalah ini mengenai Pemeriksaan Serologi CMV Metode ELISA (enzyme-
linked immunosorbent assay) Antibodi IgG dan IgM, agar mahasiswa dapat
memahami lebih dalam dari pemeriksaan serologi metode ELISA.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan CMV?
2. Bagaimana epidemiologi dari CMV?
3. Bagaimana gejala klinis dari CMV?
4. Bagaimana diagnosis dari CMV?
5. Apa saja pemeriksaan untuk CMV?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari CMV.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari CMV.
3. Untuk mengetahui gejala klinis dari CMV.
4. Untuk mengetahui diagnosis dari CMV.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan CMV.

D. Manfaat
Agar mahasiswa mengetahui pengertian, epidemiologi, gejala klinis,
diagnosis, dan macam-macam pemeriksaan dari CMV.

3
BAB II
ISI

A. Cytomegalovirus (CMV)
Cytomegalovirus (CMV) termasuk virus DNA dari family Herpetoviridae
yang mempunyai virion berukuran 100 nm. CMV tidak tahan terhadap
pemanasan dan pada suhu rendah tetap infektikf jika berada didalam medium
yang diberi 35% sorbitol (Soedarto, 2010). Sel yang terinfeksi akan membesar
lebih dari atau sama dengan 2x sel yang tidak terinfeksi. Sytomegalovirus
merupakan parasite yang hidup di dalam sel atau intrasel yang sepenuhnya
tergantung pada sel inang untuk perbanyakan diri (replikasi). Virus tidak
memiliki organel metabolic seperti yang dijumpai pada prokariot misalnya sel
bakteri atau eukariot misalnya sel manusia. Replikasi virus tergantung dari
kemampuan untuk menginfeksi sel inang yang permissive, yaitu sel y ang tidak
dapat melawan atau merintangi invasi dan replikasi virus. Virus tidak
memproduksi baik eksotoksin maupun endotoksin (Suromo, 2007).
B. Epidemiologi
CMV merupakan virus yang paling banyak diisolasi dari bayi. Dari semua
bayi yang dilahirkan, 0.5-2.5% diantaranya mengandung virus CMV di dalam
urinenya. Meskipun demikian hanya 1% sampai 10% saja yang menunjukkan
gejala klinis infeksi CMV pada masa bayinya, yang kemudian menyebabkan
terjadinya gangguan pendengaran atau gangguan syaraf lainnya.
Infeksi primer CMV terjadi secara kengenital atau melalui air susu ibu
(ASI). Infeksi pada ibu dengan CMV sebelum terjadi konsepsi tetap dapat
menyebabkan terjadinya penularan virus tersebut secara kongenital. Meskipun
demikian ternyata bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan seropositif
pada waktu sebelum kehamilan, tidak menunjukkan gejala klinis pada periode
neonatus. Sumber infeksi utama CMV terhadap bayi adalah melalui ASI,
namun bayi juga tidak menunjukkan gejala klinis infeksi CMV yang jelas.

4
Infeksi sekunder CMV terjadi melalui kontaminasi urine, kontaminasi
saliva, melalui transfuse darah dan pada waktu dilakukan transplantasi organ
atau jaringan. Infeksi CMV pada bayi dapat juga terjadi akibat kontak dengan
serviks ibu yang menderita infeksi CMV (4-28% dari ibu yang melahirkan
mengidap infeksi CMV). CMV yang memasuki tubuh bayi dapat ditemukan
dalam urine atau tenggorok bayi selama beberapa bulan atau beberapa tahun
lamanya (Soedarto, 2010).
C. Gejala Klinis
Akibat infeksi CMV dapat terjadi gambaran klinis yang sangat beragam,
karena virus dapat menyerang berbagai organ, antara lain hati, limpa, ginjal,
paru-paru, jantung, mata, dan otak. Umumnya gejala klinis yang terjadi pada
bayi yang terinfeksi CMV adalah gangguan neurologis dan gangguan
perkembangan anak.
Akibat terserangnya organ-organ viseral, akan menimbulkan gangguan
pertumbuhan intrauterine, hepatosplenomegall, jaundis, pneumonitis, dan
timbulnya bercak petechia pada kulit bayi. Jaundis atau penyakit kuning ini
dikarenakan terjadinya penumpukan bilirubin yang berlebih yang terjadi
kebanyakan pada kulit dan daerah sekitar mata. Dalam sisi hematologi banyak
terdeteksi sel darah putih pada daerah sekitar usus karena akibat infeksi CMV
yang menjadikan ulkus saluran cerna. Pada pemeriksaan radiologi tulang
panjang tampak adanya sklerosis yang tidak beraturan dan gambaran cerah pada
metafise. Akibat lain dari infeksi CMV ini adalah terjadinya komplikasi liver
yang akan menampilkan kenaikan hasil kadar SGPT dan SGOT. Sedangkan
dalam sisi immunohematologi transfusi darah yang mengandung CMV dapat
menimbulkan akibat fatal bagi bayi yang dilahirkan oleh ibu yang seronegatif
terhadap infeksi CMV (Soedarto, 2010).
D. Diagnosis
Terjadinya infeksi dengan CMV dapat dibuktikan dengan menemukan virus
ini di dalam urine penderita, di dalam rongga mulut, atau di dalam jaringan
organ, termasuk di dalam jaringan otak, lalu diidentifikasi melalui pemeriksaan
serologi, antara lain pemeriksaan ELISA yang menggunakan prinsip dasar

5
penautan/pelabelan enzim pada antibodi/antigen agar dapat menghasilkan
sinyal pada ikatan antibodi dan antigen sehingga dapat terbaca pada ELISA
reade , pemeriksaan imunofluoresen yang juga hampir sama prinsip dasarnya
dengan ELISA yaitu mendeteksi antibodi dari berbagai kelas immunoglobulin
dalam sampel dengan mereaksikan antibodi dan antigen spesifik dan anti-
antibodi yang dilabeli dengan Fluoresense Isothiocyanat (FITC) sehingga
terpancar sinar warna hijau atau merah jika dilabel dengan rhodamin, dan
counter immunoelectrophoresis dengan prinsip dasarnya yaitu dengan muatan
listrik yang dialirkan pada antigen-antibodi yang dites pada sistem buffer
tertentu. Pemeriksaan sitohistopatologi terhadap urine dan jaringan organ serta
pemeriksaan serum untuk menentukan antibody (IgM dan IgG) merupakan
metode alternatif diagnosis infeksi CMV. Pemeriksaan dengan mikroskop
elektron dapat memastikan diagnosis infeksi CMV (Soedarto, 2010).
E. Pemeriksaan CMV
Salah satu pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk infeksi CMV ialah
pemeriksaan serologik yang mendeteksi CMV menggunakan ELISA indirek
untuk melihat antibody IgG dan IgM CMV. Deteksi antibody digunakan
sebagai penanda infeksi akut atau rekurens. Antibodi IgM ibu tidak didapat dari
transfer melalui plasenta. Hal ini berbeda dengan antibody IgG pada bayi dan
anak yang umumnya berasal dari transfer antbodi ibu (Rampengan, 2015).
Beberapa metode pemeriksaan untuk CMV diantaranya sebagai berikut:
1. Kultur Virus
Kultur virus merupakan gold standar untuk infeksi CMV, namun
metode ini memerlukan waktu 7-10 hari. Specimen harus diambil selama
stadium akut, yaitu ketika terjadi pelepasan virus tertinggi. Isolasi dilakukan
dari saliva atau urin, kadang-kadang dari darah perifer. Kultur virus tidak
dapat membantu membedakan infeksi primer dengan infeksi lama, karena
virus sering dijumpai pada reaktivasi asimtomatik. Infeksi dalam jaringan
dapat dideteksi, namun lebih mudah terlihat pada sel.

6
2. Antigenemia
Antigemia dapat diketahui dengan mendeteksi antigen CMV pp65,
yaitu fosfoprotein tegumen virus yang merupakan salah satu antigen CMV
paling imunogenik dalam leukosit segmen neutrophil darah tepi.
Pemeriksaan leukosit darah tepi merupakan tes yang valid dan sensitive
untuk menilai kesembuhan CMV, namun memerlukan waktu lebih lama
dari metode serologik. Metode pengecatan imunofluoresen dengan
menggunakan antibodi monoclonal untuk mendeteksi early antigen
memiliki sensitivitas 84%. Uji ini tidak hanya memberikan hasil secara
kualitatif tapi juga secara kuantitatif, dimana berhubungan dengan viremia
dan beratnya gejala klinis penderita. Kelemahan uji antigenemia ialah
bergantung pada tenaga ahli untuk melakukan pemeriksaan dan
menginterpretasikan hasil. Selain itu, sampel harus diproses dengan cepat
(dalam waktu 6 jam), makin lama pemeriksaan yang dilakukan akan
mengurangi sensitifitas uji.
3. Identifikasi pada Sedimen Urin
Identifikasi inklusi CMV intranukleus sel epitel tubulus ginjal pada
sediaan sedimen urin adalah spesifik bukan sensitif, untuk menunjukkan
replikasi virus. Cara ini mudah dan sederhana, hanya menggunakan sediaan
mikroskopik sedimen urin rutin dengan pengecatan Sternheimer-Malbin.
Keterampilan, pengalaman dan kesaraban pemeriksa dibutuhkan untuk
melakukan pemeriksaan ini. Konfirmasi pemeriksaan rutin dapat
dilanjutkan dengan melakukan pengecatan Papanicolaou, namun perlu
diperhatikan bahwa prosedur pemeriksaan dengan pengecatan Papanicolaou
memerlukan pencucian sedimen berkali-kali, sehingga sangat mungkin sel-
sel ikut terbuang.
4. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode lain yang digunakan ntuk menunjang diagnosis infeksi CMV ialah
Polymerase Chain Reaction (PCR), untuk mendeteksi DNA dari CMV.
Bahan pemeriksaan yang digunakan ialah urin, darah atau jaringan. Deteksi
CMV dengan hibridasi DNA atau amplifikasi PCR diperlukan untuk

7
memperkuat hasil serologik. Metode PCR memiliki sensitivitas 89,2 % dan
spesifisitas 95,8%. Hasil PCR kualitatif positif menunjukkan replikasi virus
dalam sel, namun tidak dapat dipakai untuk menjelaskan resiko
perkembangan penyakit dan transmisi ke fetus. Aitken et al melaporkan
bahwa dengan menguur kuantitas partikel virus per milliliter dapat
menjelaskan perbedaan antara infeksi primer dengan reaktivasi-reinfeksi.
Muatan virus (viral load) pada infeksi primer lebih tinggi daripada reinfeksi.
5. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
Tes serologi metode Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
merupakan cara yang paling sering dilakukan untuk menetapkan IgM, IgG,
IgG avidity spesifik anti-CMV dalam sirkulasi. Antibodi yang dideteksi
dengan metode serologik in vitro adalah antibodi terhadap protein
nonstruktural dari CMV dan bukan merupakan antibodi terhadap protein
struktural yang bersifat protektif. Hal ini berarti penetapan antibodi anti-
CMV in vitro hanya dapat dipakai untuk tujuan menunjang diagnosis dan
tidak bersifat protektif in vivo, karena struktur antigen dari antibodi ini tidak
dijumpai baik pada permukaan sel terinfeksi CMV ataupun CMV sendiri
yang bersifat infeksius. Antibodi anti-protein nonstruktural ini dijumpai
menetap bertahun-tahun bahkan sepanjang hidup. Penetapan antibodi anti-
CMV IgM spesifik dalam serum, meskipun tidak sempurna benar,
merupakan metode laboratorik yang dapat diterima untuk menilai infeksi
akut, primer, dan infeksi kongenital. Pada keadaan dengan IgM negative
atau nonreaktif, bukan berarti penderita sembuh, karena tetap dapat timbul
reaktivitasi, replikasi, reinfeksi. Demikian pula hasil IgM positif tidak hanya
terbatas pada infeksi primer akut, karena dapat juga dijumpai hasil positif
pada reaktivasi atau reinfeksi.
Perlu dilakukan pemantauan serial terhadap tes serologik dengan
interval waktu 2-3 minggu untuk melihat serokonversi atau ada tidaknya
peningkatan titer atau kadar antibody. Ters IgG dipakai untuk mendeteksi
infeksi yang telah terjadi sebelumnya atau di masa lalu. Apabila hanya ada
satu pemeriksaan IgG yang menunjukkan positif atau titer IgG mencapai

8
fase tinggi mendatar (plateau) disertai dengan IgM yang positif, maka tidak
mungkin membedakan infeksi primer dengan reaktivasi-reaktivasi atau
dengan kemungkinan suatu stimulasi poliklinal. Infeksi baru dapat
dibedakan dari infeksi lama dengan menetapkan IgG avidity. IgG
diproduksi dalam 3-5 bulan setelah infeksi primer memiliki aviditas rendah,
sedangkan yang diproduksi lebih dari 3-5 bulan atau bertahun-tahun
memilki aviditas yang tinggi.
Pemeriksaan IgG avidity selain dapat dipakai untuk mengetahui apakah
infeksi sudah lama atau baru terjadi, primer atau sekunder, dapat pula
dipakai untuk mempertimbangkan kemungkinan perlu pemberian terapi
atau tidak. Penetapan IgG avidity dilakukan bersamaan waktu dengan
penetapan IgG, karena interpretasi hasil IgG avidity tidak dapat dilakukan
dengan baik bila kadar IgG di bawah 6 aU/ml atau di atas 400 aU/ml. Tes
harus diulang dan dilakukan pengenceran bila kadar IgG di atas 400 aU/ml
(Suromo, 2007). Suatu infeksi dinyatakan baru terjadi, bila serum antibodi
IgM spesifik positif pada fase akut penyakit atau terdapat peningkatan
serum antibodi IgG spesifik sampai lebih dari atau sama dengan 4x antara
periode akut dengan masa penyembuhan. IgM dijumpai dalam minggu
pertama infeksi primer, dan menjadi tidak terdeteksi setelah 1-3 bulan. IgG
spesifik muncul 1 sampai 2 minggu setelah infeksi primer, mencapai puncak
4 – 8 minggu, kemudian menurun, namun tetap terdeteksi dalam kadar
rendah sepanjang hidup. Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat
untuk mengetahui infeksi akut atau infeksi berulang, dimana infeksi akut
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pada infeksi CMV, pemeriksaan yang
dilakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM.
a. Prosedur Pemeriksaan IgM Metode ELISA
1) Persiapan dan Koleksi Spesimen
Pada pemeriksaan ini digunakan serum manusia atau plasma (sitrat).
Jika pengujian dilakukan dalam 5 hari setelah pengumpulan sampel,
spesimen harus disimpan pada suhu 2-8oC; kalau tidak mereka
seharusnya aliquoted dan disimpan dalam suhu rendah (-20 hingga

9
-70oC). Jika sampel disimpan beku, cairkan sampel dan
homogenkan dengan baik sebelum pengujian. Hindari pembekuan
dan pencairan berulang. Inaktivasi panas sampel tidak disarankan.
Pengenceran sampel:
Sebelum pengujian, semua sampel harus diencerkan 1:100 dengan
IgM Sampel Diluent. Pipet 10 μl sample dan 1 ml IgM Sample
Diluent ke dalam tabung untuk mendapatkan pengenceran 1:100 dan
homogenkan dengan vortex.
2) Alat dan Bahan
a) Alat:
1. Pembaca plat ELISA microwell, dilengkapi untuk
pengukuran absorbansi pada 540/620 nm
2. Incubator 37oC
3. Peralatan manual dan otomatis untuk membilas sumur
4. Mikropipet 10 μl dan 1000 μl
5. Tip mikropipet warna putih dan biru
6. Vortex tube mixer
7. Tabung disposable
8. Timer
b) Bahan:
1. Air suling yang dideionisasi atau segar
3) Persiapan Reagen
a) Sangat penting untuk menaruh sermua reagen, sampel, dan
standar ke suhu kamar (20-25oC) sebelum memulai uji coba.
b) Dilapisi dengan snap-off Strip: Snap-off strip terpisah yang
siap digunakan dilapisi dengan antigen CMV. Simpan pada suhu
2-8oC. Segera setelah penghapusan strip, strip yang tersisa harus
disegel kembali dengan aluminium foil bersama dengan
persediaan desiccant dan disimpan pada suhu 2-8oC; stabilias
hinga tanggal kedaluarsa.

10
c) CMV anti-IgM Konjugat: botol berisi 20 ml reagen dengan
anti-human IgM peroksidase, penyangga, stabilisator, pengawet,
dan pewarna merah inert. Reagen siap digunakan. Simpan pada
suhu 2-8oC. stabilitas akan bertahan sampai tanggal kedaluarsa
sejak segel dibuka pertama kali jika disimpan pada suhu 2-8oC.
d) Kontrol: Botol-botol berlabel positif, Cut-off dan Kontrol
negatif mengandung larutan kontrol siap pakai. Berisi 0,1 %
KAthon dan harus disimpan pada suhu 2-8oC. stabilitas akan
bertahan sampai tanggal kedaluarsa sejak segel dibuka pertama
kali jika disimpan pada suhu 2-8oC.
e) IgM Sample Diluent: Botol mengandung 100 ml fosfat
penyangga anti-human IgG, stabilisator, pengawet dan pewarna
hijau. Ini digunakan untuk pengenceran spesimen. Reagen ini
mengandung antibodi anti-human IgG untuk menghilangkan
penghambatan kompetitif dari antibodi IgG spesifik untuk me-
remove faktor rheumatoid. Larutan siap pakai ini harus disimpan
pada suhu 2-8oC. Setelah pembukaan stabilitas pertama hingga
tanggal kedaluwarsa bila disimpan pada suhu 2-8oC.
f) Larutan Cuci (20x conc.): Botol berisi 50 ml buffer, deterjen,
dan pengawet terkonsentrasi. Mencairkan reagen dengan
perbandingan 1:19; misalnya 10 ml Larutan Cuci + 190 ml
aquadest bebas kuman. Buffer yang diencerkan stabil selama 5
hari pada suhu kamar. Kristal dalam larutan hilang dengan
pemanasan hingga suhu 37oC dalam waterbath. Setelah pertama
dibuka stabilitas bertahan sampai tanggal kedaluwarsa jika
disimpan pada suhu 2-8oC.
g) TMB Substrate Solution: Botol mengandung 15 ml sistem
tetrametilbenzidin / hidrogen peroksida. Reagen siap digunakan
dan harus disimpan pada suhu 2-8oC dan jauhkan dari cahaya.
Larutannya harus tidak berwarna atau bisa sedikit biru. Jika
substrat berubah menjadi biru, itu berarti reagen mungkin

11
terkontaminasi dan harus dibuang. Setelah pembukaan pertama
stabilitas sampai tanggal kedaluarsa jika disimpan pada suhu 2-
8oC.
h) Stop Solution: Botol mengandung 15 ml larutan asam sulfat 0,2
M (R 36/38, S 26). Solusi siap pakai harus disimpan pada suhu
2-8oC. Setelah pembukaan stabilitas pertama hingga tanggal
kedaluwarsa
4) Uji Persiapan
Harap baca protokol tes dengan seksama sebelum melakukan
pengujian. Reliabilitas hasil bergantung pada kepatuhan terhadap
protokol uji seperti yang dijelaskan. Jika melakukan tes pada sistem
otomatis ELISA direkomendasikan untuk meningkatkan langkah
pencucian dari tiga hingga lima dan volume larutan pencuci dari 300
μl menjadi 350 μl untuk menghindari efek pencucian. Sebelum
memulai pengujian, distribusi dan rencana identifikasi untuk semua
spesimen dan kontrol harus dibuat dengan hati-hati. Pilih jumlah
strip mikrotiter yang diperlukan dan masukkan ke dalam holdernya.
Silakan mengalokasikan setidaknya:
1 mikrotiter (e.g A1) untuk blanko
1 mikrotiter (e.g B1) untuk kontrol negatif
2 mikrotiter (e.g C1 + D1) untuk kontrol cut-off
1 mikrotiter (e.g E1) untuk kontrol positif
 Disarankan untuk menentukan kontrol dan sampel dalam
rangkap dua, jika perlu.
 Lakukan semua langkah uji dalam urutan yang diberikan dan
tanpa penundaan yang berarti di antara langkah-langkah
tersebut.
 Digunakan tip yang bersih dan disposible untuk memipet setiap
standar dan sampel.

 Sesuaikan inkubator ke 37o ± 1oC.

12
5) Prosedur Pengujian:
a) Tuangkan 100 μl kontrol dan sampel yang sudah diencerkan ke
dalamnya masing-masing mikrotiter. Letakkan di A1 untuk
blanko.
b) Tutupi mikrotiter dengan foil yang disediakan dalam kit.

c) Inkubasi selama 1 jam ± 5 menit pada 37o ± 1oC.

d) Saat inkubasi selesai, keluarkan foil, aspirasi isi dari mikrotiter


dan cuci setiap mikrotiter tiga kali dengan 300 μl Larutan Cuci.
Hindari luapan dari reaksi Mikrotiter. Waktu perendaman antara
setiap siklus pencucian harus >5 detik. Hati-hati pada saat
membuang sisa cairan lakukan dengan mengerikan strip dengan
perlahan menggunakan tisu sebelum langkah selanjutnya
Catatan: Mencuci sangat penting! Kurangnya pencucian akan
menyebabkan ketidakakuratan dan nilai absorbansi yang tinggi.
e) Pipet 100μl CMV anti-IgM Konjugasi ke semua mikrotiter
kecuali mikrotiter blanko (e.g A1). Tutup dengan foil.
f) Inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Hindari cahaya
matahari langsung.
g) Ulangi langkah Nomor 4.
h) Pipet 100μl TMB Substrate Solution ke semua mikrotiter.
i) Inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar dalam gelap.
j) Pipet 100μl Stop Solution ke semua mikropopet dalam urutan
yang sama dan pada tingkat yang sama seperti untuk Solusi
Substrat TMB. Setiap warna biru selama inkubasi akan berubah
menjadi kuning.
k) Ukur absorbansi spesimen pada 450/620 nm (“Cytomegalovirus
IgM (CMV IgM) Human ELISA Kit For the qualitative
determination of IgM class,” n.d.).
b. Prosedur Pemeriksaan IgG Metode ELISA
1) Koleksi Sampel dan Penyimpanan

13
Gunakan sampel serum atau plasma (sitrat) manusia pada tes ini.
Jika pengujian dilakukan dalam 5 hari setelah pengumpulan sampel,
specimen harus disimpan pada suhu 4°C; selain itu harus di
aliquoted dan disimpan pada suhu rendah (-20 hingga -80°C). Jika
sample tersimpan dalam keadaan beku, encerkan dan homogenkan
sebelum digunakan untuk pemeriksaan. Hindari pembekuan dan
pencairan yang berulang. Inaktivasi panas sampel tidak disarankan.
2) Alat dan Bahan:
a) Alat:
1. Pembaca plat ELISA microwell, dilengkapi untuk
pengukuran absorbansi pada 540/620 nm
2. Inkubator 37oC
3. Mikropipet 10 µl dan 1000 µl
4. Opsional: pencuci plate otomatis untuk pembilasan sumur
5. Vortex tube mixer
6. Tabung disposable
7. Timer
b) Bahan:
1. Air suling yang dideionisasi atau segar
3) Persiapan Reagen
a) Equilibrate semua reagen ke suhu kamar (18-25°C) sebelum
digunakan. Paket berisi reagen cukup untuk 96 mikrotiter.
b) Persiapkan sebanyak mungkin reagen sesuai kebutuhan pada
hari percobaan.
c) Larutan Cuci 1X
Siapkan 1X Cuci Larutan dengan mengencerkan 20X Cuci
Larutan dengan air deionisasi. Untuk membuat 200 mL 1X Cuci
Larutan menggabungkan 10 mL Cuci 20X Larutan dengan 190
mL air deionisasi. Campurkan secara menyeluruh dan perlahan.
Reagen siap digunakan.
4) Preparasi Sampel

14
Sebelum pengujian, semua sampel harus diencerkan 1:100 dengan
IgG Sampel Diluent. Tambahkan 10 µL sampel ke 1 mL IgG Sample
Diluent pengenceran 1:100. Campurkan dengan perlahan dan
menyeluruh. Lihat Panduan Pengenceran untuk instruksi lebih
lanjut. Pedoman untuk Pengenceran 100 kali lipat atau Lebih Besar
(hanya untuk referensi; silakan ikuti sisipan untuk pengenceran
spesifik disarankan).
5) Persiapan Plate
a) Strip plat 96 mikrotiter yang disertakan dengan kit ini disediakan
siap untuk digunakan. Tidak perlu membilas pelat sebelum
menambahkan pereaksi.
b) Strip yang tidak digunakan harus dikembalikan ke paket plat dan
c) disimpan pada suhu 4 ° C.
d) Untuk setiap pengujian dilakukan, minimal 1 mikrotiter harus
digunakan sebagai blanko.
e) Untuk alasan statistik, kami merekomendasikan setiap standar
dan sampel
f) harus diuji dengan minimum diulang dua kali(duplikat).
6) Prosedur Pemeriksaan
Selaraskan semua bahan dan pereaksi yang disiapkan ke suhu
ruangan sebelum digunakan. Silakan baca protokol tes dengan
seksama sebelum melakukan pengujian. Keandalan hasil tergantung
pada ketaatan pada tes protokol seperti yang dijelaskan. Jika
melakukan tes pada sistem otomatis ELISA, direkomendasikan
meningkatkan langkah pencucian dari tiga menjadi lima dan volume
larutan pencuci dari 300 µL hingga 350 µL untuk menghindari efek
pencucian. Semua kontrol (Cytomegalovirus IgG Positif,
Cytomegalovirus IgG, Potongan IgG negatif dan Cytomegalovirus)
harus disertakan dengan setiap tes untuk menentukan hasil tes. Uji
semua standar, kontrol, dan sampel dalam rangkap dua.

15
a) Persiapkan semua reagen, standar, dan sampel sebagaimana
diarahkan dalam bagian sebelumnya.
b) Hapus strip microplate berlebih dari plat frame, kembalikan ke
kantong foil yang berisi paket pengering, reseal dan kembali ke
penyimpanan 4°C.
c) Tambahkan 100 µL kontrol dan sampel yang diencerkan sesuai
mikrotiter. Tinggalkan satu mikrotiter untuk substrat blanko.
d) Tutupi mikrotiter dengan foil yang disediakan dalam kit dan
inkubasi selama 1 jam pada suhu 37°C.
e) Keluarkan foil, pipet isi dari mikropipet dan cuci masing-masing
tiga kali dengan 300 µL Larutan Cuci 1X. Menghindari tumpah
ke mikrotiter sebelahnya. Waktu rendaman masing-masing
siklus pencucian harus >5 detik. Setelah pencucian terakhir,
lepaskan 1X Larutan Cuci dengan aspirasi atau decanting.
Balikkan plate dan bersihkan dengan tissue bersih untuk
membersihkan cairan yang berlebihan.
Catatan: pembersihan cairan yang berlebih pada setiap langkah
sangat penting untuk kinerja pengujian yang baik.
f) Tambahkan 100 µL Cytomegalovirus anti-IgG HRP Konjugasi
ke semua mikrotiter kecuali untuk mikrotiter blanko. Tutup
dengan foil.
g) Inkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Jangan biarkan
terkena cahaya matahari langsung.
h) Ulangi langkah Nomor 5.
i) Tambahkan 100 µL TMB Substrat Larutan ke semua mikrotiter.
j) Inkubasi selama tepat 15 menit pada suhu kamar dalam gelap.
Tambahkan 100 µL Stop Larutan ke semua mikrotiter dalam
urutan yang sama dan pada tingkat yang sama seperti untuk
Larutan Substrat TMB.
Catatan: Setiap warna biru yang ada selama inkubasi akan
berubah menjadi kuning.

16
k) Sampel yang sangat positif dapat menyebabkan presipitat gelap
pada chromogen. Presipitat ini memiliki pengaruh saat
membaca. Predilution sampel dengan PBS contoh 1:1
disarankan. Kemudian encerkan sampel 1:100 dengan IgG
Sample Diluent dan gandakan hasilnya dalam Standard Unit.
l) Ukur absorbansi spesimen pada 450 nm. Pembacaan panjang
gelombang ganda menggunakan 620 nm sebagai referensi
panjang gelombang direkomendasikan (Igg & Kit, 2018).

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cytomegalovirus adalah herpes virus yang merupakan penyebab umum
penyakit pada manusia. Infeksi CMV bisa didapat sebelum lahir atau setelah
lahir. CMV merupakan virus yang paling banyak diisolasi dari bayi. Dari semua
bayi yang dilahirkan, 0.5-2.5% diantaranya mengandung virus CMV di dalam
urinenya. Meskipun demikian hanya 1% sampai 10% saja yang menunjukkan
gejala klinis infeksi CMV pada masa bayinya, yang kemudian menyebabkan
terjadinya gangguan pendengaran atau gangguan syaraf lainnya.
Infeksi CMV dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan ELISA, pemeriksaan
imunofluoresen, sitohistopatologi, counter immunoelectrophoresis dan
pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Tes serologi metode Enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) merupakan cara yang paling sering dilakukan
untuk menetapkan IgM, IgG, IgG avidity spesifik anti-CMV dalam sirkulasi.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca baik di
masa yang sekarang maupun masa yang akan datang. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, maka dari itu penulis
memohon kritik dan saran kepada pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Cytomegalovirus IgM (2018) Human ELISA Kit For the qualitative determination
of IgM class. (n.d.), (Cmv).
Igg, C. M. V, & Kit, H. E. (2018). Anti-Cytomegalovirus, (March).
Rampengan, N. H. (2015). Diagnosis Infeksi Sitomegalovirus Pada Bayi dan Anak.
Biomedik, 7, 137–143.
Soedarto. (2010). Virologi Klinik. Jakarta: Sagung Seto.
Suromo, M. A. L. B. (2007). Kewaspadaan terhadap infeksi cytomegalovirus serta
kegunaan secara laboratorik. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/321/1/MA_Lisyani_Budipardigdo_Suromo.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai