Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................3

I. 1 LATAR BELAKANG..........................................................................3

I. 2 TUJUAN................................................................................................3

BAB II ANATOMI & FISIOLOGI MATA....................................................4

BAB III STRABISMUS....................................................................................10

III. 1 DEFINISI............................................................................................10

III. 2 ETIOLOGI.........................................................................................10

III. 3 PATOGENESIS.................................................................................11

III. 4 PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI...............................................15

III. 5 DIAGNOSIS.......................................................................................17

III. 6 PENATALAKSANAAN...................................................................22

III. 7 KOMPLIKASI...................................................................................24

III. 8 PROGNOSIS......................................................................................25

BAB IV KESIMPULAN..................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................27

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Mata merupakan salah satu organ indera manusia yang mempunyai manfaat
sangat besar. Kelainan yang menggangu fungsi mata salah satunya adalah strabismus.
Strabismus ini terjadi jika ada penyimpangan dari penjajaran okular yang sempurna.
Pada usia enam bulan sampai enam tahun memiliki prevalensi strabismus sekitar
2,5%, sedangkan temuan ini tetap konstan tanpa memandang jenis kelamin atau etnis,
prevalensi cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Strabismus terjadi pada
kira-kira 2% anak-anak usia di bawah 3 tahun dan sekitar 3% remaja dan dewasa
muda. Kondisi ini mengenai pria dan wanita dalam perbandingan yang sama.
Strabismus mempunyai pola keturunan, jika salah satu atau kedua orang
tuanya strabismus, sangat memungkinkan anaknya akan strabismus. Anak-anak
disarankan untuk dilakukan pemeriksaan mata saat usia 3-4 tahun. Strabismus
menyebabkan posisi kedua mata tidak lurus maka akan mengakibatkan penglihatan
binokuler tidak normal yang akan berdampak pada berkurangnya kemampuan orang
tersebut dalam batas tertentu.
Strabismus adalah kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek
yang menjadi pusat perhatian. Satu mata bisa terfokus pada satu obyek sedangkan
mata yang lain dapat bergulir ke dalam, ke luar, ke atas, atau ke bawah. Keadaan ini
bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul. Penyebab juling yang
pasti belum seluruhnya diketahui. Enam otot mata, yang mengontrol pergerakan bola
mata, melekat pada bagian luar masing-masing mata. Pada setiap mata, dua otot
menggerakkan ke kanan dan ke kiri. Empat otot lainnya menggerakkan ke atas, ke
bawah, dan memutar. Agar kedua mata lurus dan dapat berfokus pada satu obyek yang
menjadi pusat perhatian, semua otot pada setiap mata harus seimbang dan bekerja
secara bersama-sama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 2
I.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi, gejala klinis,
dan pemeriksaan ophtalmologi yang dapat menentukan diagnosis, penatalaksanaan
dan pencegahan Strabismus. Serta untuk menambah wawasan kami sebagai coass di
bagian Ilmu Penyakit Mata dan sebagai calon dokter umum mengenai Strabismus.

BAB II

ANATOMI & FISIOLOGI MATA

Anatomi dan Fisiologi Mata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 3
Struktur ekstraokular

Beberapa struktur yang ada dalam kategori struktur luar mata adalah orbit, otot
ekstraokular konjungtiva, sistem lakrimal, dan kelopak mata. Berbagai fungsi yang
terkait dengan struktur ini meliputi perlindungan dan pelumasan.

Orbit(2,3,4)

Orbit adalah struktur berbentuk kerucut (Rongga piramidal dengan 4 sisi) yang terdiri
dari basis (margin orbital) yang terbuka ke garis tengah wajah, puncak, ujung sempit
ke arah posterior kepala, dan 4 dinding.

Pada orang dewasa, orbit dibentuk oleh 7 tulang: (1) frontal, (2) zygoma, (3)
maxilla, (4) ethmoid, (5) sphenoid, (6) lacrimalis, dan (7) palatina. Tulang frontal,
ethmoid, dan sphenoid adalah 3 tulang orbit yang tidak berpasangan. Margin orbital

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 4
(basis) yang dibentuk oleh, tulang maksilar, zygomatic, frontal, dan lacrimal. Sayap
yang lebih kecil dari tulang sphenoid dan frontal membentuk atap orbit, sedangkan
maksilar, zygomatic, dan palatina membentuk lantai orbit. Dinding medial dibentuk
oleh tulang sphenoid ,ethmoid, lacrimalis, dan maksilar. Dinding lateral dibentuk oleh
sayap yang lebih besar dari tulang sphenoid dan zygomatic.

Orbit memiliki volume 30 mL, diukur 4 cm secara horizontal, 3.5 cm secara


vertikal, dan memiliki kedalaman (secara anteroposterior) 4,5 cm. Terkait dengan
orbit adalah foramina dan fisura (lihat Tabel 1, di bawah), yang penting dalam
transmisi saraf, arteri, dan vena. Fungsi utama dari orbit adalah untuk melindungi
mata dari luka fisik.

Otot luar mata secara histologis berbeda dari kebanyakan otot rangka lainnya
karena mereka terdiri dari 2 jenis sel otot yang berbeda. Setiap sel otot terdiri dari
kelompok myofibril yang disebut sarkomer. Fibril otot Fibrillenstruktur (atau
kedutan-cepat) fibril otot menghasilkan gerakan mata yang cepat dan terdiri dari
miofibril yang terlihat jelas dengan sarkomer yang berkembang dengan baik . Fibril
otot Felderstruktur menghasilkan gerakan mata lambat atau tonik dan terdiri dari
miofibril yang tidak jelas terlihat dengan sarkomer kurang berkembang

Motor neuron kolinergik memasok kedua jenis serat otot. Persarafan ke fibril
fibrillenstruktur tebal dan sangat bermyelin, dengan en plaque tunggal sambungan
neuromuskular, sedangkan persarafan ke fibril felderstruktur tipis, dengan kumpulan
menyerupai buah anggur dar sambungan neuromuskuler.

Otot Penggerak Mata: (2,4)

1. m. rectus medial menggerakkan mata ke arah dalam atau mendekati hidung


(adduction)
 dipersarafi N. III (Oculomotor)

2. m. rectus lateral menggerakan mata ke arah luar atau menjauhi hidung


(abduction)
• dipersarafi N. VI (Abducens)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 5
3. m. rectus superior menggerakkan mata ke atas (elevation)
 membantu otot superior oblique memutarkan bagian atas mata kearah
mendekati hidung (intorsion)
 membantu otot medial rectus melakukan gerakan adduction

 dipersarafi N. III (Oculomotor)

4. m. rectus inferior menggerakkan mata ke bawah (depression)


 membantu otot inferior oblique memutarkan bagian tas mata ke arah
menjauhi hidung (extorsion)
 membantu otot lateral rectus melakukan gerakan abduction.

 dipersarafi N. III (Oculomotor)

5. m. oblique superior memutarkan bagian atas mata mendekati hidung


(intorsion)
 membantu gerakan depression dan abduction
 dipersarafi N. IV (Trochlear)

6. m. oblique inferior memutarkan bagian atas mata menjauhi hidung


(extorsion)
 membantu gerakan elevation dan abduction.
 dipersarafi N. III (Oculomotor)

Otot rektus(2,4)

Otot Rektus Horizontal

Otot rektus medial dan lateral berasal dari anulus Zinn. Mereka melakukan
perjalanan sepanjang dinding anterior orbit, dan masuk masing-masing 5,5 mm dan
6,9 mm dari limbus,. (Lihat gambar di bawah.)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 6
Otot Rectus Vertical

Otot rectus superior dan inferior juga berasal dari anulus Zinn. Mereka
melakukan perjalanan anterior dan lateral pada sudut 23 º dengan sumbu visual dari
mata dalam posisi utama. Mereka memasukkan 7,7 mm dan 6,5 mm dari limbus,
masing-masing.

Otot oblique(2,4)

Otot superior oblique berasal dari apeks orbit di atas anulus dari Zinn dan
melewati sepanjang dinding anterior orbit superomedial. Tendon dari otot oblik
superior melewati troklea (yang terletak di tepi nasal oblique superior) dan ini
tercermin inferior, posterior, dan lateral pada sudut 51 º terhadap sumbu visual dengan
mata dalam posisi primer. Tendon melewati bawah otot rektus superior sebelum
masuk di posterior equator pada aspek superior dan lateral bola mata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 7
Otot inferior oblique berasal dari tulang maksilar di belakang fossa lacrimalis,
sedikit ke tepi posterior orbit. Melewati posterior dan lateral di orbit, membentuk
sudut 51 º dengan sumbu visual dari mata dalam posisi utama, sebelum melewati
bawah otot rektus inferior dan masukkan posterior equator pada aspek inferior dan
lateral bola mata

Vaskularisasi otot ekstraokular(2,4)

Suplai darah utama mata berasal dari arteri oftalmik. Cabang otot lateral arteri
oftalmik memasok rektus lateral, rektus superior, dan superior oblique. Cabang medial
memasok rektus inferior, rektus medial, dan oblique inferior

Cabang medial dan lateral arteri menimbulkan 7 pembuluh silier anterior, yang
berjalan dengan 4 otot rektus untuk memberikan sirkulasi untuk segmen anterior
mata. Setiap otot rektus memiliki 2 pembuluh silier anterior, kecuali untuk otot rektus
lateral, yang hanya memiliki 1 pembuluh. Kapal ini melewati anterior episclera dan
memasok segmen anterior mata, termasuk sklera, limbus, dan konjungtiva.

Otot-otot Intrinsik Bola Mata(2,3,4)

1. M.ciliaris :
- Fungsi : mengatur kecembungan lensa.
- Inervasi : Serabut parasimpatis N.III melalui ganglion ciliare.

2. Otot-otot iris:
- M.sphincter pupillae :
 Mengecilkan ukuran pupil
 Inervasi oleh sistem parasimpatis melalui nn.ciliares breves.
- M.dilator pupilae:
 Melebarkan pupil
 Inervasi oleh sistem simpatis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 8
BAB III

STRABISMUS

III.1 Definisi

Strabismus merupakan suatu keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang


nyata di mana sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik fiksasi. (10)

III.2 Etiologi (5)

1. Faktor Keturunan
“Genetik Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah
jelas. Bila orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik,
maka bila anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

3. Kelainan Anatomi
Kelainan otot ekstraokuler

- Over development
- Under development
- Kelainan letak insertio otot.
4. Kelainan pada “vascial structure”
Adanya kelainan hubungan vascial otot-otot ekstraokuler dapat
menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.

5. Kelainan dari tulang-tulang orbita

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 9
a) Kelainan pembentukan tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital
abnormal,sehingga menimbulkan penyimpangan bola mata.
b) Kelainan pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
c) Fovea tidak dapat menangkap bayangan.
d) Kelainan kwantitas stimulus pada otot bola mata.
e) Kelainan Sensoris
6. Kelainan Inervasi
Gangguan proses transisi dan persepsi

III.3 Patogenesis

Bila terdapat satu / lebih otot mata yang tidak dapat mengimbangi gerak otot-otot
lainnya maka akan terjadi gangguan keseimbangan gerak kedua mata, sumbu
penglihatan akan menyilang, mata menjadi strabismus & penglihatan menjadi ganda
(diplopia)

1. Gangguan gerakan mata :

a) Tonus yang berlebihan.


b) Paretik / paralytik.
c) Hambatan mekanik.
Contoh : parese / paralyse rectus lateralis mata kanan, maka akan terjadi
esotropi mata kanan. (10)

2. Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata(4,7,10)

Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa
sehingga bayangan benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua
fovea sentralis. Otot penggerak kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan
selalu bergerak secara teratur; gerakan otot yang satu akan mendapatkan
keseimbangan gerak dari otot-otot lainnya. Keseimbangan yang ideal seluruh otot
penggerak bola mata ini menyebabkan kita dapat selalu melihat secara binokular.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 10
Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak dapat
mengimbangi gerak otot-otot lainnya, maka terjadilah gangguan keseimbangan
gerak antara kedua mata, sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar
letak benda yang menjadi perhatiannya dan disebut “juling‟ (crossed Eyes).
Gangguan keseimbangan gerak bola mata (muscle imbalance) bisa disebabkan oleh
hal-hal berikut:

 Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi
berlebihan; dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari
kedudukan normal. Apabila otot yang hiperaktif adalah otot yang berfungsi
untuk kovergensi terjadilah juling yang konvergen (esotropia).
 Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot
penggerak bolamata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik.
Bila hal ini terjadi pada otot yang dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah
juling divergen (ekstropia).

Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas, besarnya sudut
deviasi adalah berubah-ubah tergantung pada arah penglihatan penderitaan.
Keadaan juling seperti itu disebut sebagai gangguan keseimbangan gerak yang
inkomitan. Sebagai contoh adalah suatu kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan,
maka besar sudut deviasi adalah kecil bila penderita melihat kearah kiri dan
membesar bila arah pandang ke kanan. Gangguan keseimbangan gerak bola mata
dapat pula terjadi karena suatu kelainan yang bersifat sentral berupa kelainan stimulus
pada otot. Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan sehingga akan
didapatkan seorang penderita kedudukan bola matanya normal pada penglihatan jauh
(divergensi) tetapi menjadi juling konvergen pada waktu melihat dekat (konvergensi);
demikian kita kenali :

o Convergence excess
Bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan juling ke
dalam esotopia pada waktu melihat dekat.

o Divergence excess

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 11
bila kontraksi otot penggerak bola mata penderita normal pada penglihatan
dekat, tetapi juling keluar (divergent squint) bila melihat jauh.

o Convergence insuffiency
Bila kedudukan bola mata normal pada pennglihatan jauh tapi juling
keluar pada waktu melihat dekat.

o Divergence insuffience
Bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normal untuk dekat
tetapi juling ke dalam bila melihat jauh.

3. Anisometropia

Apabila seseorang berbeda derajat hipermetropinya sebanyak dua dioptri atau


lebih, maka secara sadar atau tidak ia akan memakai mata dengan derajat
hipermetropia yang lebih ringan untuk penglihatan jauh maupun dekat, karena jumlah
enersi untuk akomodasi yang diperlukan untuk melihat jelas adalah lebih ringan.
Dengan jumlah akomodasi ini mata dengan hipermetropi yang lebih berat tidak
pernah melihat dengan jelas, baik untuk penglihatan dekat maupun jauh. Bila
keadaan ini terjadi secara dini dalam masa perkembangan penglihatan dan dibiarkan
sampai anak berumur lebih dari lima tahun maka kemajuan melihat dari mata dengan
hipermetropia yang lebih tidaklah sebaik di banding mata lainnya. Kelemahan
penglihatan yang tidak di dasarkan pada adanya kelainan organik disebut ambilopia.

Perbedaan kekuatan miopia antara mata satu dan lainnya pada umumnya
tidak mengakibatkan timbulnya ambliopia yang mencolok, disebabkan oleh kerena
mata dengan miopia yang lebih berat sifatnya masih dapat melihat berbeda-beda
secara jelas untuk dekat tanpa akomodasi, lagi pula kelainan miopia umumnya
bersifat progresif dan umumnya belum terdapat secara menyolok pada usia sangat
muda.

4. Aniseikonia

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 12
Apabila kita melihat ke suatu benda yang berjarak antara satu dan dua meter
dihadapan kita, kemudian menutup satu mata berganti, maka kita akan mengetahui
bahwa terdapat perbedaan bentuk, tempat maupun besarnya benda yang kita
perhatikan. Perbedaan penglihatan antara mata kanan dan kiri tersebut dikenal dengan
nama penglihataan diantara dua mata kita. Disparitas yang ringan memang diperlukan
untuk kemampuan penglihatan stereoskopik.

Disparitas penglihatan yang terlalu besar, seperti contohnya seorang dengan


afakimonokular yang dikoreksi dengan kaca mata, mengakibatkan kesulitan bagi
sistem saraf pusat untuk menyatukan (memfusikan) menjadi satu bayangan tunggal
dan benda-benda yang dilihat akan tampak ganda. Disparitas penglihatan yang
menimbulkan gangguan berupa penglihatan ganda atau diplopia disebut aniseikonia.

Seseorang yang menderita diplopia sudah barang tentu akan menjadi binggung
seperti seorang yang baru belajar menggunakan mikroskop monokular, secara sadar
ataupun tidak akan menutup salah satu matanya agar penglihatan menjadi tunggal
kembali. Lama kelamaan orang tersebut akan belajar mengeliminasi bayangan salah
satu matanya dan disebut sebagai image supression dan dalam pembahasan ini akan
disebut sebagai supresi.

Supresi dapat dilakukan secara sadar pada kedua mata berganti - ganti menjadi
dan disebut Alternating Suppression, tapi dapat pula terjadi secara terus menerus pada
mata yang sama dan memilih menggunakan mata lainnya untuk penglihatan. Dalam
hal ini maka mata yang dipakai untuk penglihataan sehari-hari disebut sebagai mata
yang dominan sedang mata yang mengalami supresi sebagai mata malas (lazy eye).
Mata malas dalam keadaan sehari-hari tidak dipakai melihat, maka pada umumnya
mata ini mengalami kemunduran-kemunduran fungsional dan menjadi ambliopia
bahkan kadang-kadang mengalami deviasi sumbu penglihatan dan menjadi juling.

Hukum dalam Strabismus (10)

1. Hukum Desmarrens : bila sumbu penglihatan bersilangan maka bayangan


tidak bersilangan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 13
2. Hukum Donder : Kedudukan bola mata terhadap fiksasi penglihatan
ditentukan oleh arah mata. Bola mata berputar pada sumbu penglihatan tanpa
disadari atau disengaja.
3. Hukum Gullstrand : bila pasien yang sedang berfiksasi jauh digerakkan
kepalanya maka reflex kornea pada kedua mata akan bergerak searah dengan arah
gerakan kepala atau bergerak ke arah otot yang lebih lemah.
4. Hukum Hering : Pada pergerakan bersama kedua bola mata didapatkan
rangsanag yang sama dan simultan pada otot-otot mata agonis dari pusat
persarafan okulogiri untuk mengarahkan kedudukan mata.
5. Hukum Listing : bila terjadi perubahan grafis fiksasi bola mata dari posisi
primer ke posisi yang lainnya maka sudut torsi pada posisi sekunder ini sama
seperti bila mata itu kembali pada posisinya dengan berputar pada sumbu yang
tetap yang tegak lurus pada sumbu permulaan dan posisi akhir dari garis fiksasi.
6. Hukum Sherington : otot mata luar seperti pada otot serat lintang
menunjukkan persarafan resiprokal pada otot antagonisnya.

(5,8,11)
III.4 Pemeriksaan Oftalmologi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur derajat strabismus. Diantara nya:

1. Tes Hirschberg
Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai derajat pengguliran bola
mata abnormal dengan melihat refleks sinar pada kornea
Dasar : bila terdapat fiksasi sentral pada satu mata maka refleks sinar yang
diberikan pada kornea mata lainnya dapat menentukan derajat deviasi mata
secara kasar.
Alat : sentolop
Teknik :

 Sentolop disinarkan setinggi mata penderita, sebagai sinar fiksasi


 Sentolop terletak 30 cm dari penderita
 Refleks sinar pada mata fiksasi diletakkan ditengah pupil
 Dilihat letak refleks sinar pada kornea mata yang lain
 Nilai :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 14
o Refleks sinar pada mata normal terletak pada kedua mata
sama-sama di tengah pupil.
o Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata
yang lain di nasal pupil berarti pasien juling ke luar atau
eksotropia.
o Bila satu refleks sinar di tengah pupil sedang pada mata
yang lain di temporal pupil berarti pasien juling ke dalam
atau esotropia.
o Refleks cahaya pada mata yang berdeviasi bila : lebih dekat
pertengahan pupil, berarti deviasi 5o-6o , sedang bila pada
tepi pupil, berarti deviasi 12-15o (30 prisma dioptri). Bila
refleks sinar pada kornea terletak antara pinggir pupil dan
limbus, berarti deviasi 25o , dan bila pada pinggir limbus
berarti deviasi 45-60o

2. Tes Krimsky (untuk mengukur derajat deviasi mata)

Caranya: Penderita melihat ke sumber cahaya yang jaraknya ditentukan.


Perhatikan refleks cahaya pada mata yang berdeviasi. Kekuatan prisma
yang terbesar diletakkan di depan mata yang berdeviasi, sampai refleks
cahaya yang terletak disentral kornea

3. Cover Test
Caranya: menyuruh mata pasien berfiksasi pada satu obyek. Bila telah
terjadi fiksasi kedua mata maka mata kiri ditutup dengan lempeng
penutup. Di dalam keadaan ini mungkin akan terjadi:
 Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai kejulingan
yang manifes. Bila mata kanan bergerak ke nasal berarti mata
kanan juling ke luar atau eksotropia. Bila mata kanan bergerak ke
temporal berarti mata kanan juling ke dalam atau esottropia.
 Mata kanan bergoyang yang berarti mata tersebut mungkin
ambliopia atau tidak dapat berfiksasi.
 Mata kanan tidak bergerak sama sekali, yang berarti bahwa mata
kanan berkedudukan normal, lurus atau telah berfiksasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 15
Pemeriksaan lain yang berhubungan dengan strabismus:

Tes Duksi

Tujuan : Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat pergerakan setiap otot mata
menurut fungsi gerakan otot tersebut
Dasar : setiap otot penggerak mata mempunyai fungsi khusus pada pergerakan mata
Alat : lampu fiksasi
Teknik :
- Pemeriksaan ini dilakukan pada jarak dekat atau 30 cm
- Mata diperiksa satu persatu mata
- Dilihat pergerakan mata dengan menyuruh mata tersebut mengikuti
gerakan sinar ke atas, kebawah, kekiri, kekanan, temporal atas, temporal
bawah, nasal atas dan nasal bawah

Nilai : bila tidak terlihat kelambatan pergerakan otot disebut fungsi otot normal

III.5 Diagnosis

Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :

 Strabismus - paralitik (noncomitant) = incomitant


 Nonparalitik = (comitant = concomitant)
 Manifes = strabismus = heterotropia
 Laten = heteroforia
 Akomodatif
 Non akomodatif

Seringkali heteroforia bertambah secara progresif, sehingga kelainan deviasi ini tidak
dapat lagi diatasi, sehingga menjadi = strabismus.

1. Strabismus Paralitika (Noncomitant, Incomitant)

Tanda-tanda :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 16
a. Gerak mata terbatas, pada daerah dimana otot yang lumpuh bekerja. Hal ini
menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak pada parese. (12)

b. Deviasi
Deviasi akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana
otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot
yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak.
Contoh : kelumpuhan m.rektus lateralis, menyebabkan esotropia, mata
berdeviasi kenasal. Deviasi ini tampak jelas bila kedua mata digerakkan
kearah temporal dan menjadi tidak nyata, bila digerakkan kearah nasal.
Deviasi dari mata yang strabismus disebut deviasi primer, selalu kearah
berlawanan dengan arah bekerjanya otot yang lumpuh. Kalau mata yang sakit
melihat sesuatu obyek dan mata yang sehat ditutup maka mata yang sehat ini
akan berdeviasi pada arah yang sesuai dengan mata yang sakit, tetapi dengan
kekuatan yang lebih besar. Deviasi dari mata yang sehat disebut deviasi
sekunder. (7,12)

Ini merupakan cara untuk membedakan strabismus paralitik dari yang


nonparalitika, dimana deviasi primer sama dengan deviasi sekunder.

c. Diplopia : terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih
nyata bila mata digerakkan kearah ini.

d. Ocular torticollis (head tilting)


Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh. Kedudukan
kepala yang miring, menolong diagnosa strabismus paralitikus. Dengan
memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang.

e. Proyeksi yang salah


Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar. Bila mata
yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada
didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping
obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang
lumpuh. (10,12)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 17
f. Vertigo, mual-mual, disebabkan oleh diplopia dan proyeksi yang salah.
Keadaan ini dapat diredakan dengan menutup mata yang sakit.

Esotropia Paralitikus = Aabdusen Palcy = Noncomitant Esotropia

Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma di kepala,


tumor atau peradangan dari susunan saraf serebral. Jarang ditemukan pada anak-
anak, yang biasanya disebabkan trauma pada waktu lahir, kelainan kongenital
dari m.rektus lateralis atau persarafannya.

Tanda-tandanya :
- gangguan pergerakan mata kearah luar
- diplopi homonim, yang menjadi lebih hebat, bila mata digerakkan kearah
luar
- kepala dimiringkan kearah otot yang lumpuh
- deviasinya menghilang, bila mata digerakkan kearah yang berlawanan
dengan otot yang lumpuh
- pada anak dibawah 6 tahun, dimana pola sensorisnya belum tetap, timbul
supresi, sehingga tidak timbul diplopia
- pada orang dewasa, dimana esotropianya terjadi sekonyong-konyong,
penderita mengeluh ada diplopia, karena pola sensorisnya sudah tetap dan
bayangan dari obyek yang dilihatnya jatuh pada daerah-daerah retina
dikedua mata yang tidak bersesuaian (corresponderend). (7,12)

Kelumpuhan Dari N.III (N. Okulomotorius)

Pada kelumpuhan total dari saraf ini didapatkan :


- ptosis.
- bola mata hampir tak dapat bergerak. Keterbatasan bergerak kearah atas,
kenasal dan sedikit kearah bawah.
- mata berdeviasi ketemporal, sedikit kebawah. Kepala berputar kearah
bahu pada sisi otot yang lumpuh.
- pupil midriasis, reaksi cahaya negatif, akomodasi lumpuh.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 18
Hal tersebut terjadi oleh karena N.III mengurusi :
M.rektus superior, m.rektus medialis, m.rektus lateralis, m.obliqus inferior, m.
sfingter pupil, mm.siliaris.

Kelumpuhan m.rektus medialis :


Menyebabkan strabismus divergens, gangguan gerak kearah nasal, crossed
diplopia. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan kearah nasal (aduksi).
Kepala dimiringkan kearah otot yang sakit.

Kelumpuhan m.rektus superior :


Terdapat keterbatasan gerak keatas, hipotropia, diplopia campuran (diplopi
vertikal dan crossed diplopia). Bayangan dari mata yang sakit terdapat diatas
bayangan mata yang sehat. Kelainan bertambah pada gerakan mata keatas.

Kelumpuhan m.rektus inferior :

Terdapat keterbatasan gerak mata kebawah, hipertropia, diplopi campuran,


crossed, yang bertambah hebat bila mata digerakkan kebawah. Bayangan dari
mata yang sakit terletak lebih rendah.

Kelumpuhan m.obliqus inferior :


Terdapat keterbatasan gerak keatas, terutama atas nasal, strabismus vertikal,
diplopia campuran, homonim. Kelainan ini bertambah bila mata digerakkan
kearah temporal atas. Bayangan dari mata yang sakit terletak lebih tinggi.

Kelumpuhan m.obliqus superior (N.IV):


Terdapat keterbatasan gerak kearah bawah terutama nasal inferior, strabismus
yang vertikal, diplopia campuran, terutama vertikal dan homonim yang
bertambah hebat bila mata digerakkan kearah nasal inferior. Bayangan dari mata
yang sakit terletak lebih rendah. (7,12)

2. Strabismus Nonparalitik (Concomitant)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 19
Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan deviasi
sekunder (deviasi pada mata yang sehat). Mata yang ditujukan pada obyek
disebut fixing eye, sedang mata yang berdeviasi disebut squinting eye.

a. Strabismus Nonparalitik Nonakomodatif :

Deviasinya telah timbul pada waktu lahir atau pada tahun-tahun pertama.
Deviasinya sama kesemua arah dan tidak dipengaruhi oleh akomodasi. Karena itu
penyebabnya tak ada hubungannya dengan kelainan refraksi atau kelumpuhan
otot-otot. Mungkin disebabkan oleh : Insersi yang salah dari otot-otot yang
bekerja horizontal, kelainan persarafan supranuklear atau kelainan genetis. (12,13)

Untuk melakukan konvergensi dari kedua mata, harus ada kontraksi yang
sama dan serentak dari kedua m.rektus internus, sehingga terjadi gerakan yang
sama dan simultan dari mata ke nasal. Divergensi dan konvergensi adalah
bertentangan, overaction dari yang satu menyebabkan kelemahan dari yang lain
dan sebaliknya. Dibedakan :

- Kelebihan konvergensi : (convergence excess)


- Kelebihan divergensi (divergence exess)
- Kelemahan konvergensi (convergence insufficiency)
- Kelemahan divergensi (divergence insufficiency)

b. Strabismus Nonparalitik Akomodatif :

Gangguan keseimbangan konvergensi dan divergensi dapat juga


berdasarkan akomodasi, jadi berhubungan dengan kelainan refraksi.

Dapat berupa : - strabismus konvergens (esotropia)


- strabismus divergens (eksotropia)

 Strabismus Konvergens Nonparalitik Akomodatif (Esotropia Konkomitan


Akomodatif)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 20
Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan
ini berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat.
Tampak pada umur muda, antara 1-4 tahun, dimana anak mulai mempergunakan
akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat seperti mainan atau gambar-
gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu penglihatan dekat atau bila
keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi tetap, baik pada penglihatan
jauh ataupun dekat.
Anak yang hipermetrop, mempergunakan akomodasi pada waktu
penglihatan jauh, pada penglihatan dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih
banyak lagi. Akomodasi dan konvergensi erat hubungannya, dengan penambahan
akomodasi konvergensinyapun bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop
ini, mulai terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan
rangsangan berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini
bertambah sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat
dipertahankan lagi, dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian
terjadi pula esotropia pada penglihatan jauh.

 Strabismus Divergens Nonparalitik Akomodatif (Eksotropia Konkomitan


Akomodatif)

Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering


juga didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata yang lain
penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk konvergensi tak ada, maka
mata yang sakit berdeviasi keluar. Strabismus divergens biasanya mulai timbul
pada waktu masa remaja atau dewasa muda.
Dapat dimulai dengan :
 Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat,
orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga
menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbullah kelainan
eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 21
normal. tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia
pada jarak jauh.
 Kelebihan divergensi
Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang biasanya
merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia untuk
jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi melemah,
sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh maupun
dekat.

III.6 Penatalaksanaan (7,10.14,15)

Terjadinya strabismus adalah akibat dari tidak dipenuhinya syarat2


binokuler vision normal, karena itu tujuan pengobatan strabismus adalah
mendapatkan binokuler vision yang baik

3 tahap pengobatan strabismus : (sidarta)

1. Memperbaiki visus masing-masing mata :


1. Dengan menutup mata yang baik
2. Pemberian kaca mata
3. Latihan ( oleh orthoptist )
2. Memperbaiki kosmetik :
1. Mata diluruskan dengan jalan operasi
2. Pemberian kaca mata
3. Kombinasi keduanya
3. Penglihatan binokuler :
1. Latihan orthoptic
2. Operasi & orthoptic
3. Kaca mata & orthoptic

Jadi pengobatan strabismus dapat disimpulkan :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 22
A. Non operatif

1. Kaca Mata
2. Orthoptics :
a. Oklusi Mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata
yang ambliopia. Oklusi sebagian juga harus bisa dilakukan dengan
membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan berbagai cara.
b. Pleoptic
c. Obat-obatan
d. Latihan Synoptophore

3. Memanipulasi akomodasi
a. Lensa plus / dengan miotik
Menurunkan beban akomodasi dan konvergensi yang menyertai

b. Lensa minus dan tetes


siklopegik
Merangsang akomodasi pada anak-anak

4. Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan
merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah dengan cara menutup
mata yang normal dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan
plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti petunjuk
dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena
penglihatan yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun.

B. Operatif
a. Melemahkan otot : Recession
b. Memperkuat otot : Recection

Contoh:
- Esotropia jarak jauh, dilakukan reseksi m.rektus eksternus, (otot yang
lemah). Pada esotropia jarak dekat, perlu resesi m.rektus internus (otot

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 23
yang kuat). Untuk esotropi yang hebat, lebih dari 30 derajat, terjadi
jauh dekat, dilakukan operasi kombinasi.

- Eksotropia untuk jarak jauh, dilakukan dari resesi m.rektus lateralis,


sedang pada kelemahan dari daya konvergensi, yang timbulkan
eksotropia pada jarak dekat dilakukan reseksi dari m.rektus medialis.
Untuk eksotropia yang menetap untuk jauh dan dekat, dilakukan
operasi kombinasi.

III.7 Komplikasi (7)

Komplikasi pada strabismus dapat berupa :

1. Supresi
Merupakan usaha yang tak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia
yang timbul akibat adanya deviasinya.

2. Ambliopia
Yaitu menurunkan visus pada satu/dua mata dengan atau tanpa koreksi
kacamata dan tanpa adanya kelainan organiknya.

3. Anomalous retinal correspondence


Adalah suatu keadaan dimana fovea dari mata yang baik (yang tidak
berdeviasi) menjadi sefaal dengan daerah diluar fovea dari mata yang
berdeviasi.

4. Defect otot
a. Misal : Kontraktur otot mata biasanya timbul pada strabismus yang
bersudut besar & berlangsung lama.
b. Perubahan2 sekunder dari struktur conjungtiva & jaringan fascia yang
ada di sekeliling otot menahan pergerakan normal mata
5. Adaptasi posisi kepala antara lain :
Head Tilting, Head Turn.
Keadaan ini dapat timbul untuk menghindari pemakaian otot yang mengalami
defect atau kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 24
posisi kepala biasanya kearah aksi otot yang lumpuh. Contoh : Paralyse Rectus
Lateralis mata kanan akan terjadi Head Turn kekanan.

III.8 Prognosis

Prognosis pada strabismus ini baik bila segera ditangani lebih lanjut, sehingga
tidak sampai menimbulkan komplikasi yang menetap

BAB IV

KESIMPULAN

1. Secara umum strabismus merupakan suatu keadaan penyimpangan sumbu bola


mata yang nyata di mana sumbu penglihatan tidak berpotongan pada titik
fiksasi. Nama lain yang lebih tepat untuk strabismus adalah “VISUAL
SENSORIMOTOR ANOMALIES”.
2. Strabismus disebabkan oleh kelainan otot ekstraokuler, kelainan dari tulang-
tulang orbita yang paling sering adalah faktor keturunan yang “Genetik
Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnya sudah jelas. Bila
orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila
anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 25
3. Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana
salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.
4. Penyebab Esotropia adalah faktor esotropia paralitikus dan nonparalitikus,
hipertoni rektus medius, hipotoni rektus lateralis, penurunan fungsi
penglihatan satu mata pada bayi dan anak (hipermetrop, astigmat)
5. Gejala klinis esotropia adalah posisi bola mata menyimpang ke arah nasal.
6. Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana
salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.
7. Penyebab Eksotropia adalah hipotoni rektus medius, hipertoni rektus lateralis,
penurunan fungsi penglihatan satu mata pada remaja dan dewasa muda (miop,
kelemahan konvergensi, kelebihan divergensi)
8. Gejala klinis eksotropia adalah posisi bola mata menyimpang ke arah
temporal.
9. Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesa, inspeksi, pemeriksaan ketajaman
penglihatan, pemeriksaan kelainan refraksi, mengukur sudut deviasi.
10. Penatalaksanaan esotropia dan eksotropia yaitu pengobatan secara non operatif
dan operatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kahle W. “The Eye”, in Color Atlas And Textbook of Human Anatomy , p.348,
Stuttgart, Germany, 2003.Noble J, Chaudray V. CMAJ. 2010.
2. Snell, Richarcd. Anatomi Klinik Edisi Keenam. Jakarta : EGC; 2006.
3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2001. Penerbit EGC:
Jakarta. hal 171.

4. Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC; 2008
5. Kanski, Jack J., clinical ophthalmology fourth edition. Glasgow: Bath Press
Colourbooks;1999.
6. Friedman, Kaiser. The Massachussets Eye and Ear Infirmary Illustrated Manual
of Ophtalmology.2004.Saunders.Pensylvania.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 26
7. Voughan, Asbury, Daniel G, Taylor, dan Riordan-Eva, Paul. Editor; Diana
Susanto.Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2009
8. Nema HV. Textbook of Opthalmology. Edition 4. 2002. Medical Publisher.
New Delhi. Page 249-51.
9. Elkington AR, Khaw PT. Petunjuk Penting Kelainan Mata. 1995. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.hal 162-165.

10. Ilyas,Sidarta.Yulianti, Sri Rahayu. 2012.Ilmu Penyakit Mata.Edisi IV.Cetakan


ke II.Jakarta.
11. Ilyas, Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi
ketiga. Jakarta:FK UI; 2009.
12. Wijana. N, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Abadi Tegal, Jakarta,
282-311.
13. Radjamin. T, 1993, Strabismus, dalam Ilmu Penyakit Mata, Perhimpunan
Dokter Ahli Mata Indonesia, Airlangga University Press, 121-126.
14. James, Bruce, Chew, Chris., Bron, Anthony. Oftalmologi edisi kesembilan.
Jakarta :Erlangga; 2006
15. Perhimpunan dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata edisi kedua.
Jakarta:Sagung Seto; 2007

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 09 Desember 2013 – 11 Januari 2014
Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi, Bogor
Page 27

Anda mungkin juga menyukai