Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL SKRIPSI

Pemanfaatan Kuesioner ISAAC dalam Mengidentifikasi Hubungan Antara


Riwayat Alergi Susu Sapi Saat Balita dengan Timbulnya Gejala Asma Pada
Anak Usia 12-14 Tahun di Kota Surakarta

Fina Rahmatul Ummah


G0015088

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2018
Pemanfaatan Kuesioner ISAAC dalam Mengidentifikasi Hubungan Antara
Riwayat Alergi Susu Sapi Saat Balita dengan Timbulnya Gejala Asma Pada
Anak Usia 12-14 Tahun di Kota Surakarta

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Fina Rahmatul Ummah


G0015088

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2018
PERSETUJUAN

Pemanfaatan Kuesioner ISAAC dalam Mengidentifikasi Hubungan Antara


Riwayat Alergi Susu Sapi Saat Balita dengan Timbulnya Gejala Asma Pada
Anak Usia 12-14 Tahun di Kota Surakarta

Fina Rahmatul Ummah, NIM : G0015088, Tahun 2018

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Validasi Proposal Penelitian/Tim Ujian
Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Rabu, Tanggal 16 Januari 2019

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ismiranti Andarini, dr., Sp.A, M.Kes Joko Sudarsono, S.Farm, MPH, Apt
NIP. 19720428010012001 NIP. 1986121120130201

Penguji Utama

Annang Giri Mulyo, dr., Sp.A, M.Kes


NIP. 197304102005011001

i
PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan
disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 16 Januari 2019

Fina Rahmatul Ummah


NIM. G0015088

ii
PROPOSAL PENELITIAN

I. Nama Peneliti : Fina Rahmatul Ummah


NIM/Semester : G0015088/VI

II. Judul Penelitian : Pemanfaatan Kuesioner ISAAC dalam


Mengidentifikasi Hubungan Antara Riwayat Alergi
Susu Sapi Saat Balita dengan Timbulnya Gejala Asma
Pada Anak Usia 12-14 Tahun di Kota Surakarta

III. Bidang Ilmu : Ilmu Kesehatan Anak

IV. Latar Belakang Masalah


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2013) dalam Infodatin
menyampaikan bahwa “berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2018) di
seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun
2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja
lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed”.
Penyakit asma merupakan penyakit pernapasan yang menyerang 1-18%
populasi di berbagai negara (GINA, 2018). Apabila dilakukan pembandingan
antara grafik prevalensi asma secara nasional yang dilakukan riskesdas tahun
2007 dan tahun 2013 maka dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan prevalensi asma
sebesar 1%, namun perlu diketahui bahwa terdapat perbedaan dalam
mendiagnosis penyakit asma dalam riskesdas tahun 2007 dan 2013. Riskesdas
2007 melakukan diagnosis penyakit asma melalui wawancara berdasarkan
diagnosa oleh tenaga kesehatan atau dengan gejala sedangkan pada riskesdas

1
tahun 2013 diagnosis melalui wawancara semua umur berdasarkan gejala
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Asma pada anak dapat menimbulkan beberapa dampak negatif yaitu:
menurunkan kualitas hidup anak; membatasi aktivitas sehari-hari; mengganggu
tidur; meningkatkan angka absensi sekolah; dan menyebabkan prestasi akademik
di sekolah menurun. Oleh karena itu, penanganan asma yang baik diperlukan
meskipun asma tidak menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan
dan kematian (Munasir and Muktiarti, 2013; IDAI, 2016).
Dalam suatu artikel review disebutkan terdapat sebuah penelitian
observasional yang menunjukkan bahwa pemberian makanan yang terlalu cepat
pada bayi atau alergi makanan yang didapat pada tahun pertama setelah lahir
akan menjadi pencetus dari penyakit asma dan penyakit atopi (Caffarelli et al.,
2016). Pada umumnya, protein asing yang pertama kali diberikan kepada bayi
adalah protein yang berasal dari susu sapi. Oleh sebab itu, penyakit atopi
pertama pada seorang anak umumnya adalah alergi susu sapi (ASS) (Sjawitri p
and Munasir, 2006). ASS merupakan penyebab tersering dari alergi makanan
dimana prevalensinya di negara berkembang mencapai angka 2-3% pada anak
(Lifschitz and Szajewska, 2015).
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) menjadi
wadah untuk kolaborasi penelitian dalam skala internasional sehingga dihasilkan
metodelogi penelitian yang terstandardisasi dengan menggunakan kuesioner
ISAAC. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memaksimalkan hasil dari
penelitian epidemiologi yang terbatasi oleh perbedaan standard, ruang dan waktu
(ISAAC, 2012).
Berdasarkan data uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan timbulnya gejala asma pada anak usia 12-14 tahun dengan
riwayat alergi susu sapi saat balita dengan menggunakan kuesioner ISAAC di
Kota Surakarta.

2
V. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara riwayat alergi susu sapi saat balita dengan
timbulnya gejala asma pada anak usia 12-14 tahun di Surakarta dengan
memanfaatkan kuesioner ISAAC?

VI. Tujuan Penelitian


Mengidentifikasi adakah hubungan antara riwayat alergi susu sapi saat balita
dengan timbulnya gejala asma pada anak usia 12-14 tahun dengan
menggunakan kuesioner ISAAC.

VII. Manfaat Penelitian


A. Manfaat Teori/Ilmiah
Hasil penelitian diharapkan dapat mengidentifikasi hubungan antara riwayat
alergi susu sapi saat balita dengan timbulnya gejala asma pada anak usia 12-
14 tahun dengan memanfaatkan kuesioner ISAAC sehingga dapat memberi
sumbangan informasi.

B. Manfaat Aplikatif
Diharapakan kuesioner ISAAC dapat digunakan untuk mengetahui
hubungan riwayat alergi susu sapi saat usia balita dengan timbulnya gejala
asma pada anak usia 12-14 tahun.

VIII. Tinjauan Pustaka


A. Asma dan Alergi Susu Sapi
1. Definisi
Alergi merupakan reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh
mekanisme imunologi yang spesifik (Lifschitz and Szajewska, 2015).
Hipersensitivitas diakibatkan oleh reaksi yang berlebihan dan tidak

3
diinginkan yang disebabkan oleh terlalu sensitifnya respon imun yang
dihasilkan oleh sistem imun. Coombs dan Gell membagi
hipersensitivitas ke dalam 4 tipe golongan berdasarkan mekanisme
imunologi yang menyebabkan kerusakan jaringan. Alergi termasuk
kedalam golongan hipersensitivitas tipe 1 dimana mekanisme
terjadinya dipengaruhi oleh aktivasi sel mast (Janeway et al., 2001).
International Consensus on Pediatric Asthma yang diselenggarkan
oleh EAACI, AAAAI, ACAAI dan WAO pada tahun 2012
mendefinisikan asma “sebagai penyakit kronik yang ditandai dengan
episode mengi, batuk, sulit bernapas dan rasa sesak pada dada yang
biasanya berhubungan dengan obstruksi jalan napas dan
hiperresponsivitas bronkial (BHR atau AHR)” (Consensus and
Pediatric on Asthma, 2015). Asma merupakan suatu penyakit yang
pada umumnya berhubungan dengan hiperresponsivitas jalan napas
dan inflamasi pernapasan kronik yang gejala dan tingkat keparahan
asma berbeda berdasarkan pemicu atau penyebab timbulnya asma
(GINA, 2018).
2. Prevalensi
Alergi susu sapi merupakan penyakit yang umumnya terjadi pada
bayi dan anak-anak dimana paling banyak terjadi pada anak usia
kurang dari 3 tahun. Hal ini dibuktikan oleh kesimpulan dari
systematic review tahun 2010 bahwa di negara berkembang, anak-anak
yang memiliki diagnosis alergi susu sapi mencapai angka 2-3%
(Lifschitz and Szajewska, 2015; Koletzko, 2012). Studi meta-analisis
terhadap prevalensi alergi makanan menunjukan bahwa prevalensi
alergi susu sapi sebesar 0-3% (Munasir and Muktiarti, 2013).
Asma menyerang 1-18% populasi di dunia (GINA, 2018). Data
yang diperoleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia menunjukkan bahwa terdapat kenaikan prevalensi

4
asma dari tahun 2007 ke tahun 2013 sebesar 1%. Grafik prevalensi
asma berdasarkan usia tahun 2013 menunjukkan gambar bukit dengan
puncak bukit pada angka 5,7% diduduki oleh usia 25-34 tahun.
Prevalensi asma pada usia 5-14 tahun mendekati 4%, usia 1-4 tahun
lebih rendah sedikit dan pada usia kurag dari 1 tahun sebesar 1,5%
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Data lebih
spesifik yang menyajikan prevalensi asma diantara kelompok anak
child age group oleh Centers of Disease Control and Prevention
(CDC) (2018) dalam web nya menunjukkan bahwa prevalensi asma
yang paling tinggi adalah anak pada masa remaja muda (young teens)
dengan interval usia 12-14 tahun yang mana jika dipresentasikan
11,2%.
3. Patogenesis Asma dan Alergi Susu Sapi
Asma dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan tata laksana yang
paling tepat adalah mengetahui faktor yang memicu timbulnya
serangan asma (Holgate et al., 2010). Asma terjadi melalui mekanisme
imunologis yang menyebabkan inflamasi saluran respiratori,
hiperresponsivitas saluran napas dan remodeling saluran napas
(Consensus and Pediatric on Asthma, 2015; IDAI, 2016).
Perubahan yang terjadi saat terjadi remodeling saluran napas yaitu
metaplasia sel mukus epitel, hiperplasi dan hipersekresi kelenjar
mukus, hipertropi/hiperplasi otot polos, fibrosis subepitel dan
meningkatnya angiogenesis, dilatasi pembuluh darah. Hal tersebut
menyebabkan penyempitan saluran respiratori pada asma baik
diakibatkan oleh penebalan dinding saluran napas maupun obstruksi
kelenjar mukus (Bethesda, MD: National Heart, Lung, 2007; IDAI,
2016).
Mekanisme imunologis dalam tubuh saat menyerang patogen atau
benda asing yang masuk ke tubuh dibagi melalui 2 mekanisme yaitu

5
mekanisme imun didapat/adaptive dan mekanisme imun
bawaan/innate. Mekanisme imun yang pertamakali terjadi adalah
mekanisme imun bawaan sedangkan mekanisme kedua yang terjadi
adalah mekanisme imun adaptif. Mekanisme imun adaptif atau sistem
imun spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh terhadap antigen
tertentu (Chaplin, 2010).
Berkaitan dengan asma yang disebabkan oleh antigen tertentu, maka
mekanisme imun adaptif berperan lebih penting dalam sistem
imunologis. Sel yang berperan penting dalam mekanisme imun adaptif
adalah sel T helper yang mana sel ini dibagi lagi menjadi sel Th1 dan
sel Th2. Ketidakseimbangan antara Th1 dan Th2 akan menimbulkan
penyakit imunopatologi seperti asma (Berger, 2000). Sel Th2 berperan
penting dalam timbulnya asma karena menghasilkan sitokin-sitokin
seperti interleukin 3, 4, 5, 9, 13 dimana sitokin tersebut berhubungan
dengan patofisiologi penyakit alergi termasuk asma (Barnes, 2001).
Asma yang diakibatkan oleh alergi termasuk hipersensitivitas tipe 1.
Hipersensitvitas tipe 1 berkaitan dengan antibodi Ig-E. Proses
timbulnya reaksi hipersensivitas tipe 1 diawali saat antigen masuk
kedalam tubuh. Antigen yang menimbulkan reaksi alergi disebut
alergen. Antigen ini akan bertemu dengan Antigen Presenting Cell
(APC) (sel dendritik atau makrofag). APC akan menuju ke limponodi
untuk berikatan dengan Limfosit T naif atau Th0. Th0 dengan bantuan
IL-12 akan berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. IL-3, 4, 5, 9, 13 dan
GM-CSF akan disekresi oleh Th2. IL-4 dan IL-13 akan meningkatkan
sekresi IgE, IL-4 dan IL-9 meningkatkan pertumbuhan sel mast, IL-3
meningkatkan pertumbuhan basofil, dan IL-3, IL-9, GM-CSF bersama-
sama meningkatkan diferensiasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan
antigen akan memicu sel mast mengeluarkan mediator inflamasi
seperti histamin, prostaglandin dan leukotrien yang kemudian

6
menimbulkan hiperresponsitivitas bronkus dan obstruksi jalan napas
sehingga timbul gejala asma. Selain timbul gejala asma, mediator
inflamasi juga menyebabkan timbulnya perdarahan dalam kulit dan
rasa gatal. Peningkatan eosinofil berperan dalam airway remodeling.
(Fuleihan, 2011; IDAI, 2016; Ishmael, 2011).
Banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma, salah
satunya alergi (Caffarelli et al., 2016). Studi yang dilakukan oleh
Wang, Visness dan Sampson (2005) pada pasien asma dengan cara
dilakukan sensitisasi pada 5.004 sampel serum terhadap 6 alergen
makanan yaitu telur, susu, kedelai, kacang, tepung dan ikan
menyimpulkan bahwa alergi makanan merupakan penyebab terbesar
asma. Hasil studi Liu et al. (2010) juga menunjukkan bahwa alergi
makanan memiliki prevalensi yang banyak pada penderita asma. Hal
ini semakin dikuatkan oleh penelitian kohort yang dilakukan oleh
Schroeder et al. (2009) yang menunjukkan bahwa prevalensi anak
dengan alergi makanan baik pada anak usia kurang dari 6 tahun
maupun lebih dari 6 tahun lebih tinggi pada penderita asma
dibandingkan anak tanpa alergi makanan.
Asma pada anak usia sekolah dengan alergi makanan saat bayi
dipercaya memiliki hubungan tertentu meskipun mekanisme penyebab
nya belum diketahui secara jelas. Hal ini dibuktikan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Priftis et al. (2008) yang melakukan studi
populasi kasus kontrol dan ditemukan hasil bahwa bayi dengan alergi
telur dan ikan ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol (bayi
yang tidak memiliki alergi makanan) memiliki risiko tinggi timbul
gejala asma dan hiperreaktifitas saluran napas pada usia sekolah.
Penelitian yang lebih spesifik dilakukan oleh Host et al tahun 2002
dalam Kusunoki et al. (2009) yang melibatkan 1749 bayi. Penelitian
ini menunjukkan bahwa bayi dengan alergi susu yang dipengaruhi oleh

7
antibodi IgE secara signifikan meningkatkan risiko alergi susu
persisten, memiliki alergi terhadap alergen lain, asma dan
rinokonjungtivitis pada usia sekolah.
Alergi susu sapi dapat hilang seiring bertambahnya usia, namun hal
ini tidak menjadi penyebab menganggap remeh alergi susu sapi
(Lifschitz and Szajewska, 2015). Kerusakan jaringan yang diakibatkan
oleh inflamasi kronik saat mengalami alergi pada bayi dapat
menimbulkan atopic march (Jo et al., 2014). Atopic march atau
allergic march merujuk pada perjalanan penyakit yang berkaitan
dengan riwayat atopi seperti rangkaian alergi makanan yang
menimbulkan gejala klinis nya pada usia tertentu kemudian menetap
selama beberapa tahun dan kambuh pada usia lebih tua secara spontan
(Wahn, 2000). Atopic march umum nya merujuk pada bayi yang
memilki eksim dan alergi makanan yang kemudian berkembang
menjadi asma dan rinitis alergi pada usia yang lebih tua (Priftis et al.,
2008; Kusunoki et al., 2009). Paradigma atopic march muncul
berkaitan dengan observasi klinis yang menunjukkan adanya
perkembangan atopi pada beberapa anak, namun mekanisme terjadinya
atopic march masih belum diketahui secara jelas (Ker and Hartert,
2009). Hasil observasi klinis terkait atopi ditunjukkan oleh gambar 1
(Holgate, 2011).
Mekanisme inflamasi yang menyebabkan alergi susu sapi yang
berhubungan dengan timbulnya gejala asma pada usia sekolah yang
kemudian dikenal dengan atopic march adalah mekanisme inflamasi
yang dipengaruhi oleh Ig-E. Antibodi Ig-E akan mengingat alergen
pencetus reaksi inflamasi. Protein yang menginduksi terjadinya reaksi
alergi susu sapi atau merupakan alergen dari reaksi inflamasi ini adalah
kasein dan beta-lactoglobulin yang dimana pada umumnya bukan
merupakan zat yang berbahaya (Jo et al., 2014). Sumber lain

8
mengatakan bahwa alergen utama pada alergi susu sapi adalah protein
kasein yang terdiri dari αS1-, αS2-, β-, k-kasein dan protein whey yang
terdiri dari α-laktalbumin dan β-laktoglobulin (Lifschitz and
Szajewska, 2015). Kandungan kasien dalam susu sapi lebih banyak
daripada

B. ISAAC
ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood)
merupakan program penelitian epidemiologi mengenai asma, rinitis dan
eksim yang mulai didirikan tahun 1991 dan secara formal program ini
selesai diselenggarakan tahun 2012 (ISAAC, 2017).
Penelitian ISAAC dibagi menjadi empat fase. Fase pertama ISAAC
menggunakan kuesioner sederhana yang mana sampel dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelomok umur 7-8 tahun dan kelompok umur 13-14
tahun. Terdapat 156 pusat penelitian dan 56 negara yang bergabung
dalam penelitian kolaborasi ISAAC fase pertama. Tujuan dari fase
pertama ISAAC adalah: menjelaskan prevalensi dan tingkat keparahan
asma, rinitis dan eksim pada anak yang hidup di lingkungan pusat
penelitian dan negara yang bereda serta membandingkannya;
mendapatkan gambaran mengenai tren dari prevalensi dan tingkat
keparahan asma, rinitis dan eksim di masa depan; dan menyediakan data
awal untuk penelitian lebih lanjut dalam menemukan etiologi penyakit
asma, rinits dan eksim (ISAAC, 2017).
Tahun 1998 fase kedua dimulai dengan melibatkan 30 pusat penelitian
dan 22 negara. Fase kedua ini merupakan lanjutan dari fase pertama
dimana akan dicari etiologi dan faktor risiko dari penyakit asma, rinitis
dan eksim. Dalam modul fase kedua ISAAC dapat ditemukan panduan:
kuesioner utama; kuesioner tambahan; kuesioner pengelolaan penyakit;
pemeriksaan flexural dermatitis; skin prick test; responsifitas bronkial

9
terhadap larutan hipertonis; analisis sampling darah, serum IgE dan
genetik; dan kuesioner faktor risiko (ISAAC, 2017).
Fase ketiga ISAAC merupakan pengulangan dari fase pertama ISAAC
yang dilakukan minimal setelah 5 tahun penelitian fase pertama. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui perkembangan dari penyakit asma, rinitis
dan eksim berdasarkan waktu. Fase ketiga ISAAC melibatkan 237 pusat
penelitian dan 98 negara karena pada salah satu tujuan khusus penelitian
ini disebutkan untuk menjelaskan prevalensi dan tingkat keparahan asma
rhinitis alergi dan dermatitis atopi pada pusat penelitian dan negara yang
tidak berpartisipasi dalam fase pertama ISAAC. Oleh karena itu,
partisipan dalam ISAAC fase ketiga lebih banyak daripada fase pertama
(ISAAC, 2017).
Fase keempat merupakan perkembangan dan perluasan dari situs
ISAAC sebagai sumber penelitian kolaborasi terutama bagi negara
dengan pendapatan menengah ke bawah. Dalam fase ini juga terdapat
pedoman tatalaksana asma (ISAAC, 2017).
Sebuah studi meta-analisis yang mencari hubungan diantara penyakit
atopik pada anak dengan menggunakan data yang didapat dari kuesioner
ISAAC fase pertama berhasil mendapatkan angka prevalensi asma, eksim
dan rinitis alergi (Pols, 2014). Penelitian lain dengan metode penelitian
cross sectional yang dilakukan oleh Lukrafka et al (2010) menunjukkan
hasil bahwa gejala mengi yang ditanyakan pada kuesioner ISAAC
memiliki sensitifitas yang tinggi yaitu 80,6% dengan indeks Youden 0,55
namun memiliki positive posttest probability yang rendah. Pertanyaan
lain yang berkaitan dengan gejala asma selama 12 bulan ke belakang
memiliki sensitifitas yang rendah namun angka spesifisitas nya lebih dari
90%. Hal tersebut memberi kesimpulan bahwa pertanyaan mengenai
riwayat mengi dan munculnya gejala asma selama 12 bulan kebelakang
dalam kuesioner ISAAC merupakan strategi kombinasi pertanyaan yang

10
efektif dalam melakukan konfirmasi diagnosis asma dalam
mengidentifikasi prevalensi asma dalam komunitas.
Stewart et al (1997) dalam penelitian nya mencari tahu apakah terdapat
pengaruh antar musim saat dilakukan pengisian kuesioner ISAAC dalam
menegakkan diagnosis asma, eksim dan rintis alergi menggunakan
kuesioner ISAAC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik
tidak terdapat perubahan yang signifikan dalam kuesioner eksim dan
asma bagi anak usia 6-7 tahun dan terdapat perubahan yang signifikan
secara statistik pada kuesioner rinitis alergi dan satu pertanyaan di
kuesioner asma yaitu pada responden di musim dingin. Stewart et al
(2017) mengungkapkan bahwa hal tersebut dapat dikarenakan bias yang
terjadi saat mengingat kembali gejala rinitis yang timbul mirip dengan
gejala flu yang biasanya terjadi saat musim dingin.

IX. Kerangka Pemikiran

11
X. Hipotesis
Alergi susu saat balita mempengaruhi timbulnya gejala asma pada anak usia
12-14 tahun di Surakarta.

XI. Metode Penelitian


A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan ialah desain penelitian analitik dengan
studi kasus kontrol (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Penelitian ini
dilakukan untuk menelaah apakah ada hubungan antara efek tertentu (dalam
penelitian ini asma pada anak usia 12-14 tahun) dengan faktor risiko tertentu
(dalam penelitian ini alergi susu sapi pada anak usia kurang dari 3 tahun)
(Suradi et al, 2011).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di sekolah menengah pertama Kota Surakarta.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa usia 12-14 tahun di Kota
Surakarta.
2. Kriteria
a. Kriteria Inklusi
1) Anak usia 12-14 tahun yang memiliki gejala asma
b. Kriteria Eksklusi
1) Anak dengan riwayat alergi selain alergi susu sapi
2) Orang tua anak tidak bersedia mengikuti penelitian ini atau
memundurkan diri dari keikutsertaan penelitian ini.

12
D. Sampel Penelitian
1. Besar Sampel
Penentuan besar sampel untuk suatu penelitian ditentukan dengan
cara mengidentifikasi pertanyaan penelitian berdasarkan parameter
tertentu yaitu desain khusus-non desain khusus; deskriptif-analitis;
kategorik-numerik; serta berpasangan-tidak berpasangan. Berdasarkan
parameter tersebut, penelitian ini merupakan penelitian non desain
khusus analitis dengan variabel kategorik berpasangan. Penelitian
analitis karena bertujuan untuk mengetahui hubungan antarvariabel
sedangkan variable berpasangan disebabkan adanya proses matching
pada penelitian ini. Oleh karena itu, rumus besar sampel yang digunakan
yaitu (Dahlan, 2013)
[𝑧𝛼 + 𝑧𝛽 ]2 𝜋
𝑛1 = 𝑛2 =
(𝑃1 − 𝑃2 )2

Keterangan :
n1 = jumlah besar sampel kasus
n2 = jumlah besar sampel kontrol
𝑧𝛼 = kesalahan tipe I (ditetapkan)
𝑧𝛽 = power (ditetapkan)
π = besarnya diskordan (ketidaksesuaian)
P1 = proporsi pajanan pada kelompok kasus
P2 = proporsi pajanan pada kelompok kontrol

Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% (1,96) sedangkan kesalahan


tipe II 20% (0,84). P1 sebesar 17,1% (0,171) yang didapat dari penelitian
sebelumnya dengan nilai OR 2,68. Nilai P2 0,028 yang diperoleh dengan

13
𝑃1 (1−𝑃2 )
menggunakan rumus 𝑂𝑅 = . Besar π diperoleh dari rumus 𝜋 =
𝑃2 (1−𝑃1 )

𝑃1 (1 − 𝑃2 ) + 𝑃2 (1 − 𝑃1 ) dengan hasil 0,19. Maka apabila dihitung:


[1,96 + 0,84]2 0,19 7,84 × 0,19
𝑛1 = 𝑛2 = = = 72,844
(0,171 − 0,028)2 0,020449

Pada penelitian ini, jika hasil dari rumus dibulatkan maka didapatkan
besar sampel sejumlah 73.
2. Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik multi-stage cluster sampling
dimana sampel akan dipilih secara acak pada kelompok individu dalam
populasi tertentu (Sastroasmoro, 2011).
Teknik multi-stage cluster sampling dimulai dari menentukan
kecamatan. Terdapat lima kecamatan di Kota Surakarta yaitu Banjarsari,
Laweyan, Pasarkliwon, Jebres dan Serengan kemudian setelah
melakukan pengundian terpilih kecamatan Banjarsari. Tahap selanjutnya
yaitu menentukan sekolah untuk lokasi penelitian, masih dengan metode
pengundian dan terpilih SMP Negeri 3 Surakarta.
Apabila dalam proses pelaksanaan terdapat beberapa hambatan
seperti penelitian ditolak di sekolah tujuan atau besar sampel belum
sesuai dengan besar sampel minimal, maka akan dilakukan pemindahan
lokasi penelitian atau perluasan penelitian ke sekolah lain di Kecamatan
Banjarsari.

E. Rancangan Penelitian
Subjek penelitian terbagi atas kelompok kasus dan kelompok kontrol
dengan perbandingan 1:1 dimana penentuan kelompok kontrol yaitu dengan
melakukan matching yang mana akan dipilih karakteristik yang sama
dengan kasus dalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor

14
risiko kecuali variabel yang diteliti. Variabel yang dilakukan matching
adalah jenis kelamin dan pernah mengonsumsi susu (selain ASI) saat usia
kurang dari tiga tahun.

F. Identifikasi Variabel Penelitian


1. Variabel bebas adalah anak yang memiliki riwayat alergi susu sapi saat
usia kurang dari tiga tahun
2. Variabel terikat adalah gejala asma yang muncul pada anak usia 12-14
tahun
3. Variabel perancu adalah faktor risiko pencetus asma selain alergi susu
sapi

G. Definisi Operasional Variabel


1. Variable Bebas

15
Anak yang memiliki riwayat alergi susu sapi saat usia kurang dari tiga
tahun
a) Definisi Operasional
Anak yang memiliki riwayat alergi susu sapi saat usia kurang dari
tiga tahun baik alergi tersebut saat ini sudah tidak dimiliki atau
masih dimiliki. Alergi susu sapi adalah ketika timbulnya gejala
alergi setelah mengosumsi susu sapi atau makanan dan minuman
yang mengandung susu sapi (Lifschitz dan Szaweska, 2015).
b) Alat Ukur
Menggunakan kuesioner ISAAC yang diisi oleh orangtua.
c) Skala Pengukuran
Menggunakan skala pengukuran nominal dalam bentuk pilihan
jawaban kuesioner “ya” dan “tidak”; serta pilihan jawaban dalam
kuesioner yaitu “susu sapi, obat, udara dingin, makanan laut,
telur/kacang, tana sebab, lainnya”.
d) Hasil Pengukuran
1) Anak memiliki alergi riwayat susu sapi apabila pada kuesioner
faktor penyebab
i. nomor 9 memberi tanda centang pada pilihan “susu sapi”
ii. nomor 10 memberi tanda centang pada pilihan “ya”
2) Anak tidak memiliki alergi riwayat susu sapi apabila pada
kuesioner faktor penyebab
i. nomor 9 memberi tanda centang selain pada pilihan “susu
sapi”
ii. nomor 10 memberi tanda centang pada pilihan “tidak”

2. Variabel Terikat
Anak usia 12-14 tahun dengan gejala asma
a) Definisi Operasional

16
Anak usia 12-14 tahun yang memiliki gejala asma saat ini baik
dalam tahap terapi, diagnosis awal atau tahap munculnya gejala.
Gejala asma yang timbul biasanya berupa mengi, batuk, sulit
bernapas dan rasa sesak pada dada (GINA, 2018).
b) Alat Ukur
Menggunakan kuesioner ISAAC.
c) Skala Pengukuran
Menggunakan skala pengukuran nominal dalam bentuk pilihan
jawaban kuesioner ya dan tidak
d) Hasil Pengukuran
1) Anak memiliki gejala asma apabila pada kuesioner asma untuk
anak usia 12-14 tahun memberi tanda centang pada pilihan
“ya” di nomor 1,2,6.
2) Anak tidak memiliki gejala asma apabila pada kuesioner asma
untuk anak usia 12-14 tahun memberi tanda centang pada
pilihan “tidak” di nomor 1,2,6.

3. Variabel Perancu
Faktor risiko pencetus asma selain alergi susu sapi
a) Definisi Operasional
Selain alergi susu sapi, terdapat banyak alergen (zat yang
menyebabkan alergi) di lingkungan. Alergen tersebut dapat
bersumber dari makanan yang dimakan seperti kacang, telur, ikan;
masuk ke dalam tubuh melalui udara seperti debu, asap; atau
bersentuhan langsung degan kulit seperti karet.
b) Alat Ukur
Menggunakan kuesioner ISAAC yang diisi oleh orang tua
c) Skala Pengukuran

17
Menggunakan skala pengukuran nominal dalam bentuk pilihan
jawaban kuesioner “obat, udara dingin, makanan laut, telur/kacang,
tanpa sebab”.
d) Hasil Pengukuran
Memberi tanda centang pada salah satu atau beberapa pilihan
jawaban di kuesioner faktor penyebab nomor 9 selain pada pilihan
jawaban “susu sapi”.

H. Alat dan Bahan Penelitian


1. Lembar ethical clearance
2. Lembar informed consent (Lampiran 1)
3. Kuesioner lingkungan ISAAC untuk usia 13-14 tahun yang
diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dan telah dimodifikasi
(Lampiran 2)

I. Cara Kerja
1. Membuat permohonan ethical clearance
2. Melakukan uji validasi kuesioner
3. Meminta izin melakukan penelitian di sekolah yang telah ditentukan ke
dinas pendidikan setempat
4. Meminta izin kepada sekolah yang telah ditentukan untuk melakukan
penelitian
5. Menentukan jadwal penelitian
6. Menjelaskan maksud, tujuan, prosedur dan meminta persetujuan
keikutsertaan dalam penelitian agar disampaikan oleh subjek penelitian
kepada orang tua utuk mendapat izin mengikuti penelitian
7. Memberi kuesioner dan lembar informed consent yang harus diisi orang
tua dan siswa kepada subjek penelitian
8. Pengisian identitas responden serta pengisian kuesioner

18
9. Mengumpulkan kuesioner dari subjek penelitian
10. Melakukan analisis data

19
J. Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah analisis bivariat dengan uji fisher dan
kai-kuadrat (x2) karena memiliki satu variabel bebas dengan skala variabel
bebas dan terikat dalam bentuk nominal (Tumelaka et al, 2011).
Uji kai-kuadrat dapat dilakukan apabila jumlah subyek total lebih dari 40
tanpa mengikutsertakan nilai expected (nilai yang dihitung bila hipotesis 0
benar) atau apabila jumlah subyek total antara 20 hingga 40 dan semua nilai
expected semua sel leih dari lima (Tumelaka et al, 2011).
Apabila jumlah subyek kurang dari 20 atau jumlah subyek antara 20
hingga 40 namun nilai expected kurang dari lima maka harus dilakukan uji
fisher karena uji fisher dilakukan apabila subyek dalam hipotesis proporsi
dua kelompok memiliki jumlah yang sedikit (Tumelaka et al, 2011).
Dalam penelitian etiologi akan ditemukan adanya variabel perancu.
Variabel perancu akan memunculkan bias dan confusing maka harus
dikontrol. Cara untuk megontrol variabel perancu pada penelitian ini adalah
dengan melakukan analisis multivariat dengan regresi logistik karena
variabel yang digunakan dalam enelitian adalah variabel kategorik.
Kemudian untuk menemukan adanya hubungan diantara variabel bebas
dan terikat yang bertipe data nominal (kategorik) dilakukan uji koefisien
kontingensi (Dahlan, 2013).

20
XII. Jadwal Penelitian
Bulan
No. Kegiatan
8 9 10 11 12 1 2 3
1. Bimbingan dan Konsultasi
2. Proposal siap
3. Ujian Proposal
4. Pelaksanaan Penelitian dan
Pengumpulan Data
5. Penulisan Skripsi
6. Ujian Skripsi

21
XIII. Daftar Pustaka
Al-Hajjaj MS (2008). Bronchial asthma in developing countries: A major
social and economic burden. Ann Thorac Med. Online – Diakses
Desember 2018.
Barnes PJ (2001). Th2 cytokines and asthma: An introduction. Respiratory
Research, 2: 64-65.
Berger A (2000). Th1 and Th2 responses: What are they?. BMJ, 321: 424.
Bijanzadeh M, Mahesh PA, Ramachandra NB (2011). An understanding of
the genetic basis of asthma. Indian Journal Medical Research. 134(2):
149-161.
Busse W, Camargo C, Boushey H, Evans D, Foggs M, Janson S, Kelly H, et
al (2007). Definition, pathophysiology and pathogenesis of asthma, and
natural history of asthma. National Asthma Education and Prevention
Program: Expert panel report III: Guidelines for the diagnosis and
management of asthma, 2: 11-27.
Caffarelli C, Garrubba M, Greco C, Mastrorilli C, Dascola C (2016). Asthma
and food allergy in children: Is there a connection or interaction?.
Frontiers in Pediatrics, 34 (4): 1-7.
CDC (2018). Most Recent Asthma Data. Center for Disease Control and
Prevention. https://www.cdc.gov/asthma/most_recent_data.htm. Diakses
Desember 2018.
Chaplin DD (2010). Overview of the immune response. Journal of Allergy
and Clinical Immunology, 125 (2): S3-S4.
Dahlan MS (2013). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi ke-3.
Jakarta: Salemba Medika, pp. 60-62.
Forno E dan Celedon J (2009). Asthma and ethinc minorities: Sosioeconomic
status and beyond. Current Opinion in Allergy and Clinical Immunology,
9(2): 14-160.

22
Fuleihan R (2011). Imunologi. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Esensial. Edisi
ke-6. Saunders: Elsevier.
GINA (2018). Definition, description, and diagnosis of asthma. Global
Strategy for Asthma Management and Prevention 2018 Update, p. 14.
Holgate S, Church M, Broide D, Martinez F (2011). Allergy. Edisi ke-4.
Amsterdam: Elsevier.
Holgate ST, Arsyad HS, Roberts GC, Howarth PH, Thurner P, Davies DE
(2010). A new look at the pathogenesis of asthma. Clinical Science, 118:
439-450.
IDAI (2016a). Pendahuluan. Pedoman Nasional Asma Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, p: 1
IDAI (2016b). Patogenesis dan patofisiologi. Pedoman Nasional Asma Anak.
Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia,
pp: 15-21.
International Consensus On (ICON) (2015). International consensus on
pediatric asthma. Allergy, 67(8): 976–997.
ISAAC (2017). ISAAC Phases. The International Study of Asthma and
Allergies in Childhood, The University of Auckland.
http://isaac.auckland.ac.nz/phases/phases.html-Diakses 17 Januari 2019.
Ishmael FT (2011). The inflammatory response in the pathogenesis of asthma.
The Journal of the American Osteopathic Association, 111: S11-S17.
Janeway CA, et al (2001). Immunobiology, The Immune System in Health ad
Disease. Dalam : The immune system in health and disease. Edisi ke-5.
New York: Garland Science, pp : 563-565.
Jo J, Garssen J, Knippels L, Sandalova E (2014). Role of cellular immunity in
cow’s milk allergy: Pathogenesis, tolerance induction, and beyond.
Mediators of Inflammation, 2014: 1-5.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Info Datin Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. Departemen Kesehatan.

23
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin
-asma.pdf -Diakses Desember 2018.
Ker J. dan Hartert TV (2009). The atopic march: What’s the evidence?.
Annals of Allergy, Asthma and Immunology, 103 (4): 282-289.
Kusunoki T, Morimoto T, Nishikomori R, Heike T, Fuji T, Nakahata T
(2009). Allergic status of schoolchildren with food allergy to eggs, milk
or wheat in infancy. Pediatric Allergy and Immunology, 20(7): 642–647.
Lifschitz C dan Szajewska H (2015). Cow’s milk allergy: Evidence-based
diagnosis and management for the practitioner. European Journal of
Pediatrics, 174(2): 141–150.
Liu AH, Jaramillo R, Sicherer SH, Wood RA, Bock SA, Burks AW, Massing
M, et all (2010). National prevalence and risk factors for food allergy and
relationship to asthma: Results from the National Health and Nutrition
Examination Survey 2005-2006. Journal of Allergy and Clinical
Immunology, 126(4): 798-806.
Lukrafka LL, Fuchs SC, Moreira LB, Picon RV, Fischer GB, Fuchs FD
(2010). Performance of the ISAAC qustionnare to establish the
prevalence of asthma in adolescents: A population-based study. Journal
of Asthma, 47: 166-169.
Madiyono et al (2011). Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro, S dan
Ismael, S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4.
Jakarta : Sagung Seto, pp : 363-364.
Munasir Z. dan Muktiarti D (2013). The management of food allergy in
Indonesia. Asia Pacific allergy, 3: 23–28.
Pols DHJ, Wartna JB, Alphen EIV, Moed H, Rasenberg N, Bindels PJE,
Bohnen AM (2015). Internationalships between atopic disorders in
children: A meta-analysis based on ISAAC qustionnaires. PLoS One,
10(7): 1-15.

24
Priftis KN, Mermiri D, Papadopoulou A, Papadopoulu M, Fretzayas A,
Lagona E (2008). Asthma symptoms and bronchial reactivity in school
children sensitized to food allergens in infancy. Journal of Asthma, 45(7):
590–595.
Sastroasmoro (2011). Pemilihan Subyek Penelitian. Dalam : Sastroasmoro, S
dan Ismael, S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-
4. Jakarta : Sagung Seto, p : 98.
Sastroasmoro S dan Ismael S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian
klinis. Edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto.
Schroeder A, Kumar R, Pongracic JA, Sullivan CL, Caruso DM, Costello
J, Meyer KE, et al (2009). Food allergy is associated with an increased
risk of asthma. Clinical and experimental allergy : journal of the British
Society for Allergy and Clinical Immunology, 39 (2): 261-270.
Siregar PS dan Zakiudin M (2006). Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata
laksana Alergi Susu Sapi. Sari Pediatri, 7(4): 237–243.
Stewart AW, Asher MI, Clayton TO, Crane J, D’souza W, Ellwood PE, Ford
RP, et al (1997). The effect of season-of-response to ISAAC questions
about rhinitis and eczema in children. International Journal
Epidemiology, 26(1): 126-136.
Suradi et al (2011). Studi Kasus Kontrol. Dalam : Sastroasmoro, S dan Ismael,
S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta :
Sagung Seto, pp : 146-165.
Tumbelaka et al (2011). Pemilihan Uji Hipotesis. Dalam : Sastroasmoro, S
dan Ismael, S (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-
4. Jakarta : Sagung Seto, pp : 334-341.
Wahn U (2000). What drives the allergic march?. Allergy: European Journal
of Allergy and Clinical Immunology, 55 (7): 591-599.

25
Wang J, Visness CM, Sampson HA (2005). Food allergen sensitization in
inner-city children with asthma. Journal of Allergy and Clinical
Immunology, 115 (5): 1076-1080.

26
XIV. Tabel dan Gambar

Gambar 1. Prevalensi penyakit alergi dan atopi berdasarkan umur


(Holgate, 2011)
XV. Lampiran
Lampiran 1. Lembar Informed Consent

SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : __________________________________________
No. HP/WA : __________________________________________
Alamat Rumah : __________________________________________
Merupakan orang tua atau wali dari siswa:
Nama : ________________________________________
Usia : ____ tahun
Menyatakan bahwa
1. Saya telah mendapat penjelasan mengenai penelitian tentang
“PEMANFAATAN KUESIONER ISAAC DALAM MENGIDENTIFIKASI
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI SUSU SAAT BALITA
DENGAN TIMBULNYA GEJALA ASMA PADA ANAK USIA 12-14
TAHUN DI KOTA SURAKARTA”.
2. Setelah saya memahami penjelasan dan informasi tentang penelitian tersebut,
dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun saya mengizinkan
anak saya berpartisipasi dalam penelitian dan bersedia untuk berpartisipasi
apabila diperlukan dalam penelitian.

Surakarta,
Yang membuat pernyataan

( )
(lanjutan)

SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Siswa : __________________________________________
No. HP/WA : __________________________________________
Alamat Rumah : __________________________________________
Menyatakan bahwa
1. Saya telah mendapat penjelasan mengenai penelitian tentang
“PEMANFAATAN KUESIONER ISAAC DALAM MENGIDENTIFIKASI
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI SUSU SAAT BALITA
DENGAN TIMBULNYA GEJALA ASMA PADA ANAK USIA 12-14
TAHUN DI KOTA SURAKARTA”.
2. Setelah saya memahami penjelasan dan informasi tentang penelitian tersebut,
dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun saya bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian.

Surakarta,
Yang membuat pernyataan

( )
Lampiran 2. Kuesioner Lingkungan ISAAC untuk Usia 13-14 Tahun yang
Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dan telah Dimodifikasi

Lembar Cara Pengisian Kuesioner dan Pertanyaan Demografi

Lembar ini berisi pertanyaan tentang nama, sekolah dan tanggal lahir. Tulislah
jawaban pada tempat yang telah disediakan.

Semua pertanyaan yang membutuhkan jawaban pilihan diisi dengan memberi tanda
“v” pada kolom yang disediakan. Apabila anda salah memilih, beri tanda silang pada
jawaban yang salah kemudian beri tanda “v” pada jawaban yang paling sesuai. Beri
tanda “v” hanya pada satu kolom, kecuali jika ada instruksi lain.

Contoh untuk menjawab pertanyaan :


Usia
13
Tahun Ya Tidak
Jawaban dengan pilihan v

Nama sekolah

Tanggal Hari Ini


Hari Bulan Tahun
Nama Lengkap

Usia Kelas
Tahun
Tanggal Lahir

Hari Bulan Tahun


Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan
Suku/Etnis

Jawa Sunda Tiongkok

Batak Melayu Lainnya :


(Lanjutan)
Kuesioner Asma untuk Anak Usia 12-14 Tahun
1. Apakah kamu pernah mengalami mengi atau bunyi seperti bersiul di daerah
dada saat bernapas kapan pun di masa lalu?
Ya
Tidak
JIKA KAMU MENJAWAB “TIDAK” LANJUTKAN MENJAWAB KE NO. 6
2. Apakah kamu pernah mengalami mengi atau bunyi seperti bersiul di daerah dada
saat bernapas selama 12 bulan ke belakang?
Ya
Tidak
JIKA KAMU MENJAWAB “TIDAK” LANJUTKAN MENJAWAB KE NO. 6
3. Berapa kali serangan mengi terjadi selama 12 bulan ke belakang?
Tidak Pernah
1-3 kali
4-12 kali
Lebih dari 12 kali
4. Selama 12 bulan ke belakang, seberapa sering (rata-rata) tidur malam mu
terganggu akibat mengi?
Tidak pernah terbangun karena mengi
Kurang dari 1 kali per minggu
Lebih dari 1 kali per minggu
5. Selama 12 bulan ke belakang, apakah mengi yang terjadi cukup berat hingga
mengganggu kamu saat berbicara (hanya bisa megeluarkan satu atau dua kata
diantara dua napas)?
Ya
Tidak

6. Apakah kamu pernah menderita asma?


Ya
Tidak
7. Selama 12 bulan ke belakang, apakah di daerah dada terdengar bunyi bersiul saat
atau sesudah olahraga?
Ya
Tidak
8. Selama 12 bulan ke belakang, apakah kamu pernah mengalami batuk kering di
malam hari yang disebabkan oleh dingin atau infeksi pada saluran napas?
Ya
Tidak
(Lanjutan)
Kuesioner Faktor Penyebab

Awal Kelahiran
1. Berapa berat badan anak anda ketika lahir?
Kurang dari 1500 gram
1500 gram hingga 1999 gram
2000 gram hingga 2499 gram
2500 gram hingga 3499 gram
Lebih dari 3500 gram
Tidak tahu

2. Apakah anak anda lahir kurang lebih 3 minggu dari hari perkiraan lahir (HPL)?
Ya
Tidak, lebih dari 3 minggu dari HPL
Tidak, kurang dari 3 minggu HPL
Tidak tahu

3. Apakah anak anda mendapat ASI?


Ya
Tidak
Jika ya, berapa lama anak anda mendapat ASI?
Kurang dari 6 bulan
6-12 bulan
Lebih dari satu tahun
Jika ya, berapa lama anak anda mendapat ASI eksklusif (tidak mendapat
makanan tambahan atau jus)?
Kurang dari 2 bulan
2-4 bulan
5-6 bulan
Lebih dari 6 bulan

4. Apakah anak anda mengonsumsi susu selain ASI pada usia kurang dari 3 tahun?
Ya
Tidak
Jika ya, susu apa saja yang anak anda konsumsi saat berusia kurang dari 3 tahun?
Susu Formula
Susu Sapi
Susu Kedelai
Lainnya
Jika anda memberi centang pada kolom susu formula, merek susu formula apa
yang anak anda konsumsi?

Riwayat Penyakit dan Imunisasi


5. Apakah ibu pernah memiliki penyakit berikut?
Asma
Rinitis Alergi
Eksim
Tidak Pernah

6. Apakah ayah pernah memiliki penyakit berikut?


Asma
Rinitis Alergi
Eksim
Tidak Pernah

7. Apakah anak anda pernah diberi vaksin untuk penyakit berikut? (beri tanda “v”
pada beberapa kotak yang sesuai dengan riwayat anak anda)
Pertusis (Batuk Rejan) Ya Jika ya, saat usia berapa?
(tunggal atau kombinasi
Tidak ____ Tahun
dengan Difteri dan Tetanus)
Campak Ya Jika ya, saat usia berapa?
(tunggal atau kombinasi
Tidak ____ Tahun
dengan Gondok dan Rubella )
Tuberkulosis/BCG Ya Jika ya, saat usia berapa?
Tidak ____ Tahun

8. Apakah anak ada pernah mengalami penyakit berikut? (beri tanda “v” pada
beberapa kotak yang sesuai dengan riwayat anak anda)
Campak Ya Jika ya, saat usia berapa? ___tahun
Tidak
Batuk Rejan Ya Jika ya, saat usia berapa? ___tahun
Tidak
Tuberkulosis Ya Jika ya, saat usia berapa? ___tahun
Tidak
Infeksi Cacing Ya Jika ya, saat usia berapa? ___tahun
Tidak
9. Apakah terdapat anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama
dengan anak anda?
Pilek/bersin/hidung tersumbat
Alergi makanan
Alergi udara dingin
Alergi obat
Asthma
Eksim
Urtikaria (biduren)

10. Apakah anak anda pernah mengalami reaksi alergi


(gatal/diare/bengkak/kemerahan/sesak napas) disebabkan hal-hal di bawah ini?
Susu sapi
Obat
Udara dingin
Makanan laut
Telur/kacang
Tanpa sebab

11. Apakah anak anda pernah mengalami alergi susu sapi saat berusia kurang dari
tiga tahun? (alergi susu sapi merupakan keadaan dimana susu sapi baik itu
dalam bentuk murni susu sapi atau olahan seperti susu formula yang
mengandung susu sapi, keju dan lainnya dikonsumsi kemudian muncul reaksi
alergi baik segera setelah dikonsumsi maupun beberapa jam kemudian. Rekasi
alergi yang muncul dapat berupa muntah, diare, ruam dan gatal di kulit, pilek,
asma).
Ya
Tidak
Jika ya, apakah diagnosis alergi susu sapi tersebut disampaikan oleh dokter?
Ya
Tidak
Jika ya, apakah anak anda pernah menjalani pemeriksaan skin prick test (pada
lengan bagian bawah/punggung anak anda dilakukan tes alergi) untuk
menegakkan diagnosis alergi susu sapi?
Ya
Tidak

Rumah Anda
Sesi ini terdapat beberapa pertanyaan mengenai rumah yag dihuni oleh anak anda.
Setiap pertanyaan terdapat dua jawaban yaitu saat anak anda tinggal di rumah yang
sekarang dan saat anak anda tinggal di rumah yang dihuni saat anak anda usia 0-1
tahun. (Apabila anak anda pernah pindah rumah, maka pilih rumah yang paling lama
dihuni oleh anak anda). Harap anda pastikan mengisi kedua kolom!
12. Apakah anak anda berbagi ruang tidur dengan orang lain baik anak kecil atau
dewasa?
Sekarang Saat usia 0-1 tahun
Ya
Tidak

13. Manakah dari hewan-hewan berikut ini yang anda pelihara di dalam rumah yang
dihuni anak anda?
Sekarang Saat usia 0-1 tahun
Anjing
Kucing
Hewan peliharaan berbulu lainnya
Burung
Lainnya

14. Apakah anak anda berinterakasi setidaknya satu kali tiap minggu dengan hewan
berikut ini yang berada di luar rumah anda?
Sekarang Saat usia 0-1 tahun
Anjing
Kucing
Hewan perkebunan
Hewan lainnya
15. Apakah ibu merokok?
Sekarang Saat usia 0-1 tahun Selama hamil
Ya
Tidak

16. Saat ini adakah siapapun yang merokok di dalam rumah yang dihuni anak anda?
Ya
Tidak
Jika ya, berapa jumlah rokok per hari yang di konsumsi setiap hari nya di dalam
rumah? (contoh ibu merokok 4 batang + ayah 5 batang orang lain 3 batang = 12
batang)
Kurang dari 10 batang rokok
10-20 batang rokok
Lebih dari 20 batang rokok

17. Bahan bakar apa yang anda gunakan untuk memasak?


Sekarang Saat usia 0-1 tahun
Elektrik
Gas
Batu bara atau kayu
Lainnya

18. Apakah di rumah yang dihuni anak anda terdapat pendingin ruangan (AC)?
Sekarang Saat usia 0-1 tahun
Ya
Tidak

19. Jenis bantal apa yang digunakan anak anda?


Sekarang Saat usia 0-1 tahun

Busa
Serat buatan/dakron
Bulu
Lainnya
Tidak menggunakan bantal

20. Apakah anda pernah merenovasi atau mengubah beberapa hal di rumah karena
anak anda memiliki alergi atau asma? (tandai di beberapa kotak yang sesuai)
Tidak memiliki Ya Jika ya, saat usia anak berapa? ____tahun
hewan peliharaan
Tidak
Menngurangi atau Jika ya, saat usia anak berapa? ____tahun
Ya
berhenti merokok
Tidak
Jika ya, saat usia anak berapa? ____tahun
Mengganti bantal Ya
Tidak
Jika ya, saat usia anak berapa? ____tahun
Mengganti kasur Ya
Tidak
Mengganti penutup Jika ya, saat usia anak berapa? ____tahun
Ya
lantai/karpet
Tidak
Jika ya, saat usia anak berapa? ____tahun
Perubahan lainnya Ya
Tidak
21. Bagaimana anda menjelaskan lingkungan di sekitar rumah yang dihuni anak
anda?
Sekarang Saat usia 0-1 tahun
Pedesaan, dekat lapangan atau ladang
Pinggiran kota, banyak kebun dan taman
Pinggiran kota, sedikit kebun dan taman
Kota, tidak ada taman maupun kebun

22. Siapa yang mengisi kuesioner ini?


Ayah
Ibu
Orang lain

23. Kapan kuesioner ini diisi? ______/_______________/_______


Hari Bulan Tahun

Anda mungkin juga menyukai