Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain

DESAIN PENCAHAYAAN BUATAN PADA PROSES RELAKSASI


PENGGUNA PUSAT KEBUGARAN
Nama Mahasiswa: Azhar Ridwan Azis Nama Pembimbing: Bagus Handoko, S.Sn.,M.T.
Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB
Email: Azharrazis@Yahoo.com

Kata Kunci : Desain, Pencahayaan, Relaksasi, Pusat Kebugaran.

Abstrak

Tujuan dari analisis yang dilakukan ialah untuk memperdalam pengetahuan akan efek desain pencahayaan pada
manusia dalam suatu lingkup ruang, dan penerapannya yang dilakukan pada perencanaan sebuah pusat kebugaran yang
selama ini kurang diakomodir pada area sejenis di Indonesia. Hipotesa yang pertama ialah berbagai macam efek dari
tipe penerangan yang digunakan. Kedua ialah berbagai macam efek dari teknik penerangan yang diterapkan pada
interior. Dan yang ketiga ialah efek dari berbagai macam warna cahaya pada penggunanya. Hasilnya ialah tipe
pencahayaan aksen non-uniform, teknik pencahayaan tidak langsung wallwash. Dan juga warna dingin sebagai aspek
yang paling mempengaruhi dalam relaksasi mood sebuah pusat kebugaran.

Abstract
The purpose conducted from this analysis is to deepen the knowledge of lighting design influences on humans in a
spatial environment, and apply the conducted planning at a Wellness Centre which never really accomodated in similar
places in Indonesia nowadays. The first hipotesis is the various effect of the illumination type used. The second one is
the various effect of the illuminating technique used on an interior. And the third is the influence of the lighting color
used on it’s users. The results are the type of non-uniform accent illumination, indirect techniques wall wash, and also
cool color tones as the most influential aspect in particular relaxation mood at a wellness center.

1. Pendahuluan

SPA, Yoga Studio, dan fasilitas relaksasi dalam pusat kebugaran lainnya merupakan sedikit contoh tempat yang dapat
mewadahi penggunanya dalam rangka menyediakan sarana relaksasi dan pengobatan juga penanggulangan stress.
Fasilitas relaksasi dapat menaungi fasilitas pemulihan pikiran, fisikal, atau bahkan spiritual. Ketiga aspek tersebut
merupakan aspek yang dapat diolah lebih dalam sekaligus dalam sebuah kegiatan, yang secara keseluruhan dapat
ditemui atau disediakan oleh fasilitas relaksasi. Dengan begitu, target konsumen yang akan memenuhi tempat yang satu
ini sebagian adalah penderita stress yang memang ingin mencari ketenangan dan relaksasi juga pengobatan disaat
senggang mereka.

Desain dari sebuah fasilitas relaksasi sendiri sangatlah krusial bagi para penderita stress. Teori dari diagram Healing
Design pada buku Innovations in healthcare Design menjelaskan bahwa untuk mendapatkan aspek-aspek
penyembuhan pada diri manusia yang berupa gabungan antara unsur internal problem dan unsur physical seperti stress,
dan juga letih, bahkan hingga penyakit anemia, migraine, insomnia, dan sebagainya, perlu diawali dengan beberapa
unsur dari psycho-spiritual seperti self-healing intent, will to live, engaging inner healer, prayer, dan juga meditation
yang semuanya tersedia pada fasilitas-fasilitas relaksasi. Maka dari itu, akibat dari teori akan adanya komunikasi antara
sebuah interior dengan pengguna ruangnya, sebuah fasilitas relaksasi haruslah memiliki desain yang bersifat membantu
pemulihan dari tekanan para pengunjungnya.

Namun permasalahan yang ada di Indonesia ialah walaupun ada tempat sejenis sekalipun, belum ada tempat yang
khusus mempraktekkan suatu ilmu desain spesifik dengan tujuan relaksasi penggunanya sehingga semua efek relaksasi
yang diperuntukkan bagi para kostumer dititik beratkan pada servis yang disediakan oleh tempat tersebut, dan teori
‘ruang mempengaruhi pengguna’ pada desain interior yang relaksatif pun tidak dirasakan. Padahal, banyak sekali unsur
desain pada interior yang dapat dimanfaatkan dalam proses penciptaan ketenangan dan relaksasi , baik secara
konvensional, komplementar maupun alternatif demi mendapatkan kesehatan, selain dari servis fasilitas relaksasi itu
sendiri, namun belum tergali secara matang, dan salah satunya yaitu aspek pencahayaan buatan didalam interior.
Pencahayaan dalam sebuah interior memegang peranan yang sangat penting untuk mencapai titik relaksatif para
penggunanya. Menurut artikel dalam sebuah website berjudul arefianatelier.com oleh Arefian (2011:
www.arefianatelier.com/interior-light-effects-on-human-mood-and-social-behaviour) Belakangan ini, para ilmuan,
desainer, dan psikologmempercayai bahwa cahaya memiliki peranan yang amat penting pada mood seorang manusia
sikap sosial seseorang. Karena dijuluiki sebagai ‘animator utama ruang,’ maka dari itu cahaya merupakan sebuah
subjek dari pengaplikasian yang luas dalam disiplin ilmu desain lingkungan. Akhir-akhir ini pula para penelitipun
beranggapan bahwa cahaya sering kali diaplikasikan pada solusi desain interior sebagai tambahan fungsional dan tanpa
menganggapnya lebih dulu sebagai esensi elemen desain bersama dengan bentukan, warna, tekstur, dan lain-lain. Hal
ini menimbulkan pertanyaan akan bagaimana pendekatan para desainer, pendidik, dan pelajar dalam mendesain
pencahayaan bisa diperbaharui untuk menganggap cahaya sebagai kontributor komposisi spatial yang signifikan. Maka
dari itu,tidaklah heran bagaimana pencahayaan dapat menciptakan berbagai macam efek yang secara visual
berpengaruh sangat besar bagi keadaan pengguna ruang tertentu.

Dalam penggunaannya, banyak jenis dan juga teknik pencahayaan yang dapat diaplikasikan pada interior untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan. Akmal dalam bukunya Lighting (2006: 8) menjelaskan bahwa pengetahuan cahaya
dan tata cahaya yang baik akan membantu kita untuk dapat mengetahui sumber-sumber cahaya, memilih sumber cahaya
buatan yang sesuai dengan kebutuhan, dan akan lebih baik lagi bila kita dapat menerapkan sendiri teknik-teknik tata
cahaya. Dengan mengetahui sejak awal akan kebutuhan ruang yang ingin dituju, yang pada kasus ini yaitu relaksasi,
kita perlu menentukan beberapa teknik dan jenis tersebut sehingga dapat memenuhi kriteria ruang dan individu yang
menempatinya.

Berikut ini adalah beberapa tipe penerangan ruang dalam buku Lighting Styles oleh Rees (1999: 9) :

- Ambient Lighting: Pencahayaan yang satu ini merupakan sumber pencahayaan yang paling umum dalam
suatu area spatial. Pencahayaan merupakan dasar dari sebuah pencahayaan, dimana jenis ini menerangi sebuah
ruang interior secara umum dan menyeluruh.
- Task lighting: Jenis pencahayaan ini merupakan jenis pencahayaan yang tujuan utamanya adalah menerangi
dan membantu setiap proses kegiatan khusus atau tertentu yang dilakukan oleh pengguna ruang. beberapa
contohnya yaitu lampu yang diletakkan khusus diatas meja tulis, lemari pakaian, dan sebagainya.
- Accent Lighting: pencahayaan aksen merupakan jenis pencahayaan yang digunakan untuk mengekspos suatu
area atau benda tertentu dengan hanya sedikit atau tidak ada sama-sekali sisi fungsi yang ditujukan, atau
bersifat lebih kearah dekoratif. Contoh dari penggunaannya ialah untuk menyinari beberapa benda seperti
hiasan dalam atau lura ruang, tanaman, atau bagian dinding tertentu.
- Decorative lighting: dan yang terakhir adalah jenis pencahayaan dekoratif dimana pencahayaan ini tidak
memiliki unsur fungsional sama sekali dan hanya memiliki unsur estetik sebagai daya tarik utamanya. Contoh-
contohnya ialah, chandelier, lilin, perapian, dan lain-lain.

Selanjutnya, untuk mengetahui lebih baik lagi efek cahaya pada segi relaksasi manusia dan ruang, maka kita perlu
mengetahuin teknik dari penerangan buatan tersebut. Menurut buku panduan Lighting oleh Akmal (2006:34), ada
beberapa jenis teknik standar penerangan didalam ruang yang patut kita ketahui, diantaranya ialah:

- Direct lighting: Atau disebut juga pencahayaan langsung. Pencahayaan ini ditempatkan pada tempat-tempat
yang dimana pencahayaan tersebut dapat secara langsung menerangi ruangan melalui sumber cahaya yang
dikeluarkannya tanpa ada media lain yang dibutuhkan. Cahaya yang dikeluarkan sangatlah terang karena
fungsinya yang diumumkan atau tersamaratakan.

- Indirect lighting: Pencahayaan tidak langsung merupakan teknik pencahayaan yang ditempatkan pada area
dengan kriteria tidak terlihat langsung oleh mata pengguna ruang.. Cahaya yang dikeluarkan memiliki media
lain untuk penyampaiannya karena tidak dapat menerangi raungan secara langsung, seperti ceiling ataupun
dinding. Efek yang tercipta ialah suasana yang lebih bersih dan sederhana.

- Downlight: Penerangan dengan teknik menyinari ruangan dengan sumber cahaya diatas dan menerangi apa
yang ada dibawahnya. Cahaya yang dikeluarkan bersifat merata dan menyeluruh. Beberapa jenis downlight
memiliki intensitas cahaya yang cuukup tinggi sehingga sering digunakan sebagai pencahayaan umur suatu
ruang, namun seringkali juga menggunakan jenis pencahayaan yang penyebaran cahayanya kecil sehingga
dijadikan jenis accent lighting.

- Uplight: Teknik penerangan yang selanjutnya ialah tipe uplight, dimana cahaya bersumber dari arah bawah
dan diarahkan keatas. Biasanya digunakan dengan jenis penerangan indirect agar tidak mengganggu
pengelihatan pengguna ruang. Efek yang dihasilkan secara dominan ditujukan untuk kepentingan estetik, yang
mencitrakan kemegahan dan eksklusifitas pada ruang interior.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2


Azhar Ridwan Azis

- Sidelight: Berbeda dengan tipe sebelumnya, tipe sidelight digunakan dengan teknik menyamping, baik dari
kiri ke kanan, kanan ke kiri, ataupun keduanya. Biasanya digunakan untuk menerangi suatu objek tertentu atau
mengeksposnya sehingga tercipta titik fokus penerangan ataupun menonjolkan tekstur yang ada pada sisi yang
diterangi.

- Frontlight: frontlight merupakan penerangan dengan teknik yang hampir sama dengan sidelight, yaitu
memiliki sumber cahaya dengan arah penerangan horizontal. Penerangan biasa digunakan untuk menerangi
beberapa benda seni dua dimensional seperti lukisan untuk mendapatkan terang yang merata bagi benda
tersebut saja.
- Backlight: Berbeda dengan frontlight, backlight tidak menerangi sebuah benda untuk mendapatkan visualisasi
yang ingin diekpos, tetapi justru memanfaatkan kegelapan dari objek untuk menitik beratkan bentuk bayangan
atau siluet yang tercipta dari objek tersebut.

- Wall washer: Dan teknik penerangan yang terakhir merupakan teknik yang cukup unik, yaitu dengan
menerangi suatu bidang dinding atau bidan vertikal lainnya sehingga tercipta suatu bidang dengan efek yang
terang dan terkesan ‘bersinar’. Menurut Akmal (2006:47), Ada tiga cara untuk menciptakan tata wall washer
ini. Pertama dengan spot downlight. Lampu sorot dari atas atau langit-langit diarahkan ke sisi dinding shingga
menerangi sisi dinding tersebut. Biasanya di sisi atas dinding tercipta lengkungan-lengkungan bayangan lampu
sorot yang cantik. Kedua, wall washer bisa dibuat dengan spot uplight atau pengarahan lampu dari bawah atau
lantai keatas. Bias sinarnya mirip dengan menggunakan spot downlight. Ketiga, wall washer yang dibuat
dengan indirect lighting yang diarahkan ke dinding. Di sini dinding berfungsi sebagai reflector yang
memantulkan bias sinar lampu kea rah ruang secara keseluruhan.

Dan aspek selanjutnya dari pencahayaan yang tidak kalah pentingnya sebagai pelengkap interior yang dapat membantu
proses relaksasi ialah warna dan dinamisme dari cahaya yang dikeluarkan oleh sumber penerangan tersebut. Seperti
yang diterangkan dalam artikel The Influence of Lighting Color and Dynamics on Atmosphere Perception and
Relaxation oleh S. H. Wan, J. Ham, D. Lakens, J. Weda, dan R. Cuppen2 (2009:
www.experiencinglight.nl/doc/22.pdf), didalam beberapa penelitian, mereka mengemukakan bahwa dinamisme
pencahayaan dengan perubahan yang lambat namun jelas dapat berpengaruh pada perubahan persepsi atmosfir dan
relaksasi
Secara umum, sebuah lingkungan dapat menghilangkan tingkat stress yang ada didalamnya dan meningkatkan
keefektifitasan dalam memfasilitasi penanggulangan stress (Ulrich, 1991). ). Ulrich (1991) menyatakan bahwa
lingkungan fisik dapat mewadahi distraksi positif, layaknya sebuah music di rumah sakit, yang membawa perasaan
positif dan menangkap atensi dan keingintahuan tanpa menekan individu, dan selanjutnya dapat membendung dan
mengurangi kerisauan pikiran.

Bahkan selain itu, ada beberapa teknik kebugaran baru bernama Color therapy (juga dikenal sebagai chromotherapy),
dimana beberapa warna tertentu digunakan pada pasien untuk mencapai akibat tertentu yang diinginkan oleh pasien
tersebut. Ditambah lagi dengan adanya pendapat dari sebuah artikel mengenai warna dari pencahayaan yang
berhubungan dengan emosi dan perilaku pengguna ruang oleh Haryanto (2012: republika.rumah123.com/detil-berita-
properti/15855) dan (www.colourenergy.com/html/what-is) yang menyatakan bahwa ada beberapa spektrum warna
tertentu pada cahaya yang akan membawa pengguna ruang menuju kea rah mood tertentu, dan warna pencahayaan
seperti hijau dan biru akan membawa kesan yang relaksatif

2. Proses Studi Kreatif

Untuk penerapan dari penelitian yang akan dilakukan, maka akan digunakan proyek non-exixtence ‘Wellness Centre for
Male Executive’ yang merupakan tugas akhir dari mahasiswa sebagai media penyampaiannya.
Sekilas dari deskripsi proyek yang telah didesain, Wellness Centre ini dibangun berdasarkan dogma akan
berkembangnya tingkat stress dan tekanan kerja beberapa tahun belakangan ini bagi para pria eksekutif yang ada di
perkotaan. Maka dari itu, yang menjadi tujuan pertama dari Wellness Centre ini ialah agar bisa memfasilitasi proses
relaksasi dan juga pencegahan stress bagi para penggunanya dengan servis pengobatan alternatif dan komplementer
yang disediakan. Selain itu tujuan kedua dari adanya Wellness Centre ini ialah untuk menyediakan sebuah tempat bagi
para pria eksekutif tersebut untuk menjadikan sebuah kesehatan menjadi gaya hidup standar yang mereka miliki,
sehingga kebiasaan berkehidupan sehat dapat menjadi landasan keseharian para eksekutif metropolitan tersebut.
Dengan kata lain, tujuan utama dari Wellness Centre ini ialah menyediakan sebuah pusat kesehatan bagi pria eksekutif
di wilayah perkotaan.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3


1. Sebagai tahap pertama, untuk mempersempit dan menitik fokuskan percobaan yang akan dilakukan, maka
akan diambil beberapa pendapat mayoritas para ahli dalam jenis, teknik, dan juga warna dari pencahayaan
yang bersumber dari Artikel berjudul A Summary of Lighting Cues to Produce Specific Impressions oleh Flynn
(asherharder.weebly.com/uploads/3/4/3/0/3430992/flynn_impressions.pdf) dan How to Achieve Relaxation
with Lighting oleh Kbanks (2011: prescolite.com/blog/?p=501). Kesimpulan dari sumber tersebut ialah
sebagai berikut ini:

 Jenis Pencahayaan relaksasi : non-uniform,


 Teknik Pencahayaan relaksasi : Peripheral Wall Lighting atau teknik Wall wash.
 Warna Pencahayaan relaksasi : Biru, Hijau, dan Oranye.

2. Tahap berikutnya ialah dengan menentukan area yang akan digunakan sebagai visualisasi penelitian, yaitu
denah lobi utama dari pusat kebugaran sebagai area interior yang menggambarkan keseluruhan area pusat
kebugaran. Ruang ini juga tentunya harus menonjolkan image relaks yang kuat pada visual pencahayaannya.

Gambar 1. Denah Main Lobby Wellness Centre

3. Tahap ketiga yaitu menetapkan satu buah perspektif 3 dimensi dari ruangan yang akan menjadi visualisai
penelitian

Gambar 2. Perspektif 3D Main Lobby Wellness Centre

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4


Azhar Ridwan Azis

4. Tahap berikutnya ialah memberi visualisasi beragam tipe pencahayaan berdasarkan standar non-uniform
lighting dengan contoh penggunaan lampu downlight sebagai standar pencahayaan umum ruang. percobaan
dilakukan untuk mengetahui tipe non-niform lighting mana yang lebih menciptakan kesan rileks pada
penggunannya, secara direct atau indirect. Berikut adalah visual ruang yangt telah diberi percobaan
pencahayaan tersebut:

Gambar 3. Non-uniform direct downlight lighting + Ceiling lighting plan

Pada gambar 3, ruangan menggunakan penerangan berupa downlight non-uniform, atau downlight dengan titik
penerangan yang memiliki beberapa sumber saja (sekitar area dinding), tidak seperti general yang bersifat
menyeluruh dan bersifat formal. Sumber cahaya non-uniform menciptakan efek aksen pada daerah sekitar
lampu karena penyebaran terindividualisasi. Kesan yang diciptakan adalah efek visual yang menarik dan juga
tidak terciptanya keterlebihan pencahayaan yang dapat membuat mata pengguna berinteraksi secara intens.

Gambar 4. Non-uniform indirect downlight lighting + Ceiling lighting plan

Gambar 4, yang merupakan pencahayaan downlight dengan tipe indirect, menghasilkan tipe ruang yang lebih
menenangkan dibanding tipe direct non-uniform sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan oleh teknik
pencahayaan indirect yang memiliki sumber cahaya yang tidak terlihat dan biasanya menggunakan ‘cove’
yang merupakan sunken/recessed ceiling untuk penempatan sumber cahaya. Sedangkan tipe direct memiliki
sumber cahaya yang jelas terlihat oleh mata sehingga terjadi kontak langsung antara visualisasi pengguna
ruang dengan sumber dan arah cahaya yang datang.

5. Sebagai tahap selanjutnya, membandingkan teknik-teknik dari pencahayaan yang akan digunakan dilakukan
untuk membawa atmosfir ruang yang bersifat lebih relaksatif. Setelah sebelumnya telah diberi contoh
bagailmana tipe indirect downlight lebih cocok untuk visual mata pengunjung, berikutnya akan ada tampilan
bagaimana efek dari indirect lighting namun dengan teknik yang bukan berupa teknik downlight, yaitu teknik
uplight dan wall wash.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5


Gambar 5. Non-uniform indirect uplight lighting + Floor lighting plan

Untuk pencahayaan tipe uplight standar, pencahayaan ditempatkan pada beberapa area yang dibuat khusus
untk menempatkan sumber cahayanya. Biasanya cahaya tipe ini dibutuhkan pemikiran yang lebih matang dan
dimulai sejak dini karena menyangkut tubuh bangunan atau arsitektural sehingga didesain dan diwujudkan
bersamaan dengan pembangunan fisik ruang. salah satu contohnya dalah gambar diatas yang menempatkan
cahaya berupa LED stripes kedalam flooring atau disebut floor recessed uplight. Pencahayaan menerangi
beberapa sisi flooring, baik logo Wellness Centre yang berada pada ceiling dengan lapisan sandblast glass,
beberapa area dinding dan partisi, juga furniture berupa meja resepsionis.

Gambar 6. Non-uniform indirect wall wash lighting + Floor lighting plan

Untuk teknik wall wash seperti gambar diatas, pencahayaan di titikberatkan pada media dinding sebagai
perantara pencahayaan ruangan. Ruangan akan tetap terasa terang walaupun memiliki sedikit sumber general
lighting diakibatkan oleh teknik wall wash yang memiki media dinding sebagai perantara rambat cahaya dan
juga pantulan cahaya tersebut yang ikut menerangi ruangan. Walaupun begitu, sumber pencahayaan general
tetap dibutuhkan untuk menutupi sebagian besar ruang yang tidak terkena cahaya karena berjarak jauh
daripada dinding.

Sama seperti direct lighting, indirect lighting tipe uplight juga memiliki sisi yang merugikan dalam hal
visualisasi pengguna. Hal tersebut dikarenakan visual yang terganggu oleh arah sinar datang yang memiliki
kontak langsung dengan mata pengguna ruang. maka dari itu intensitas cahaya, lokasi, dan material yang
dipergunakan sebagai finishingnya pun harus dipikirkan secara matang. Bagi teknik wall wash, cahaya
difokuskan dengan lokasi dinding dan partisi sehingga dapat dikatakan lebih aman dibandingkan uplight biasa.
Selain itu pencahayaan yang non-uniform, namun dengan lokasi yang jelas (hanya bidang vertikal saja yang
tersinari) m,embawakan kesan yang lebih teratur dan simpel pada pencahayaan ruang. Untuk itu dapat
dikatakan bahwa teknik wall wash dapat dikatakan lebih cocok sebagai pencahayaan yang membawa ruang
kearah atmosfir relaksasi.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6


Azhar Ridwan Azis

6. Tahapan final dari proses penelitian yang dilakukan adalah dengan penjabaran teori pencahayaan dan relaksasi
yang terakhir, yaitu warna dari cahaya. Setelah mengetahui tipe, dan teknik dari cahaya yang cocok untuk
digunakan, berikutnya akan ditampilkan berbagai warna sebagai top notch tone dari cahaya yang ada didalam
ruang berupa warna biru, hijau, dan oranye, berdasarkan teori warna relaksasi dalam How to Achieve
Relaxation with Lighting oleh Kbanks (2011: prescolite.com/blog/?p=501).

Gambar 7. Non-uniform indirect wall wash lighting : biru

Gambar 8. Non-uniform indirect wall wash lighting : hijau

Gambar 9. Non-uniform indirect wall wash lighting : oranye

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7


Menurut artikel tersebut, warna dari cahaya yang memiliki efek relaksatif ialah warna dengan tone hangat. Selain dari
artikel tersebut pun banyak sekali komentar dari para ahli yang menyebutkan bahwa tone hangat memiliki efek yang
serupa, seperti kuotasi seorang tokoh Flynn dalam buku Interior Lighting for Designer oleh Gary Gordon (2003: 46)
yang menyatakan bahwa Flynn menjabarkan kategori impresi secara visual pencahayaan dengan tone hangat dan dingin
sebagai berikut : warna dingin (4100K) menstimulasi impresi kejelasan dalam ruang, sedangkan warna hangat (3000K)
menunjukan impresi kenyamanan, terutama disaat perasaan rileks sangat dibutuhkan. Jadi, warna yang hangat sangatlah
membantu seseorang didalam ruang untuk mencapai ketenangan dan relaksasi.

Didalam contoh gambar tersebut, ada 3 jenis warna, yaitu biru, hijau, dan oranye, dimana biru dan hijau tergolong
warna dengan tone dingin, sedangkan oranye tergolong warna dengan tone hangat. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa
interior dengan warna tone oranye lebih memiliki efek relaksasi dibandingkan kedua warna lainnya.

Akan tetapi beberapa pendapat membantah bahwa warna hangat membawa efek relaksasi. Beberapa beranggapan
bahwa warna biru pada cahaya memilik spektrum yang paling nyaman diterima oleh mata karena sama dengan warna
dari langit. Maka dari itu, dalam sebuah artikel berjudul Self-chosen Colored Light Induces Relaxation oleh A. Johnson,
& P. Toffanin (2012: experiencinglight.nl/doc/2.pdf) menjabarkan hasil penelitiannya, dimana beberapa individu dicoba
untuk menentukan cahaya mana yang dapat membuatnya merasa rileks. Secara dominan mengatakan biru atau hijau
sebagai warna yang membuat mereka rileks, akan tetapi sebagian lainnya menganggap merah muda, ungu, dan oranye
sebagai warna yang membuat mereka rileks. Maka dari itu mereka menyimpulkan bahwa efek relaksasi dari warna
tidak dipengaruhi oleh hangat atau dinginnya tone, akan tetapi lebih kepada warna yang dianggap nyaman oleh masing-
masing individu.

3. Hasil Studi dan Pembahasan

Gambar 10, 11, 12. Berbagai perspektif ruang sebagai hasil akhir penelitian dengan pencahayaan yang dituju.

Dengan Beberapa jenis, teknik, dan warna dari cahaya yang telah dicoba sebelumnya, maka kita akan mengetahui
dengan jelas jenis pencahayaan apa yang cocok untuk ditempatkan pada ruang demi menciptakan suasana yang dituju.
Gambar diatas menunjukan perspektif ruang lainnya yang diberi pencahayaan teknik uplight wall wash, seperti gambar
dikanan atas yang merupakan area yoga privat. Ruang memberikan perasaan menenangkan dan teduh karena tidak
terlalu banyak cahaya yang terpancar. Cahaya yang ditujukan sebagai sumber relaksasi menjadi aksen yang kental
didalam ruang. Hal tersebut berguna untuk membawa kesan khusyuk dan meningkatkan daya konsentrasi para yogis
yang melakukan yoga di studio tersebut. Kesan lain yang dibawa oleh tipe pencahayaan ini ialah efek eksklusif namun
dengan pembawaan yang simple dan berkelas.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 8


Azhar Ridwan Azis

Selain daripada ketiga unsur yang telah dibahas sebelumnya, masih banyak hal lainnya yang perlu dipertimbangakn
seorang desainer dalam menciptakan sebuah atmosfer relaksatif dalam ruang yang tepat pada sasarannya. Aspek lainnya
seperti lighting control, dinamisme, lux yang dibutuhkan, tipe reflektor dalam fixture, yang semuanya saling
berketerkaitan satu dengan yang lainnya. Dan hal lain yang perlu ditekankan selain atmosfer yang dibahas sebelumnya
ialah sebelum mempertimbangkan atmosfer yang ingin diciptakan, kita juga harus mengetahui berbagai jenis dan
teknik pencahayaan bersama dengan aspek-aspek lainnya yang telah disebutkan sehingga kita tahu fungsi utama dari
ruang yang menjadi esensi dari fasilitas interior. Karena sesempurna apapun atmosfer yang diciptakan, bila penerangan
tersebut tidak memenuhi kriteria penerangan yang dibutuhkan ruang sebagai fungsi utamanya, maka desain tersebut
dapat dikatakan gagal. Seperti yang disebutkan dalam buku Lighting Design for Urban Environment and Architecture :
Design with Shadow karya Mende (2010: 111), Tidak peduli seberapa bagusnya produksi skema pencahayaan tersebut
bisa tercipta, kehebatannya akan hilang apabila sang desainer gagal dalam berkemampuan untuk berintegrasikannya
dengan fungsi penerangan yang ada di sekitarnya.

4. Penutup / Simpulan
Dari beberapa proses studi kreatif yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini:

 Terdapat berbagai macam jenis pencahayaan yang ada, yang semuanya tergantung dari aspek-aspek seperti
jenis pencahayaannya, teknik penerangannya, warna yang dikeluarkan, dan beberapa hal lainnya yang
seluruhnya turut berperan serta dalam menentukan efek pada ruang dan para pengguna ruang.

 Sebagai tempat yang menjanjikan fasilitas relaksatif bagi para pengunjungnya, aspek interior dalam pusat
kebugaran pun turut mendukung tujuan akhir tersebut dengan caranya tersendiri, sebagaimana cahaya
mempengaruhi sebuah atmosfer dalam ruang yang juga dapat membawa kesan relaksasi bagi seorang individu

 Untuk jenis pencahayaan dengan hasil akhir yang berkesan relaksatif, sumber cahaya perlu ditempatkan secara
non-uniform untuk menghilangkan kesan formal pada ruang.

 Jenis pencahayaan juga lebih baik menggunakan tipe indirect untuk menghindari terlihatnya sumber cahaya
yang dapat meningkatkan tensi pada visual pengguna

 Dari segi teknik penerangan, tipe uplight juga sebaiknya dihindari untuk menghilangkan pantulan cahaya yang
mengganggu jarak pandang pengguna dari arah bawah, sehingga sebaiknya menggunakan tipe uplight yang
dipadukan dengan teknik wall-wash. Dengan cara tersebut, pencahayaan difokuskan pada hanya unsur vertical
ruang

 Dengan pencahayaan uplight wall wash, maka akan tercipta pencahayaan yang memungkinkan untuk
menciptakan kesan rileks, akan tetapi pencahayaan tersebut kurang memadai dari segi kesanggupan lampu
untuk memenuhi standar lux pada ruang. Maka dari itu penggunaan general lighting lainnya diperlukan untuk
memecahkan masalah tersebut.

 Selain dari jenis pencahayaan dan teknik penerangan, warna dari lampu pun turut menciptakan beberapa jenis
atmosfer pada ruang, dimana cahaya tertentu menimbulkan efek yang tergantung pada tiap individu yang
melihatnya.

 Dengan kombinasi pencahayaan nonformal, indirect wall wash, dan warna biru pada ruang, maka diharapkan
akan tercipta suasana ruang interior yang relaksatif dan cocok untuk pengguna pusat kebugaran yang
ditentukan.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 9


Ucapan Terimakasih
Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya / perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana
Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Bpk. Bagus Handoko,
S.Sn.,M.T.

Daftar Pustaka
Gordon, Gary. 2003. Interior Lighting for Designer : Fourth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.

Akmal, Imelda. 2006. Lighting. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rees, Sian. 1999. Lighting Styles. London: Octopus Publishing Group Limited.

Mende, Kaoru. 2006. Lighting Design for Urban Environment and Architecture: Design with Shadow. Jepang:
Rikuyosha Co., Ltd.

Lechner, Norbert. 2001. Heating, Cooling, Lighting: Metode Desain untuk Arsitektur Edisi Kedua.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 10

Anda mungkin juga menyukai