Anda di halaman 1dari 11

Bagassosis

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh

Disusun oleh:
Putri Chairunnisa 1607101030112
Thesa Ananda Prima 1607101030077
Usnatun Hasanah 1607101030071
Zainur Hafiz Yusa 1607101030102

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, tugas makalah ini telah dapat diselesaikan. Selanjutnya shalawat dan
salam penulis hanturkan kepangkuan alam Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Bagasossis”. Tugas ini diajukan sebagai salah satu
tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan . Kami tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari
dosen dan teman teman agar tercapai hasil yang lebih baik kelak.

Banda Aceh, Februari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Pajanan biologis di tempat kerja adalah organisme hidup yang dapat merupakan
allergen, iritan, toksin, dan penyebab infeksi. Organisme hidup ini mulai dari bakteri,
virus, jamur dan parasit. Bahaya potensial biologis banyak mengancam kesehatan pekerja
baik berasal dari proses kerja, lingkungan kerja langsung ataupun lingkungan sekitar
tempat kerja. Pekerja-pekerja yang rentan terhadap pajanan biologis adalah yang dalam
pekerjaan sehari-harinya mengalami kontak khususnya pekerja yang tidak diimunisasi,
dalam penyembuhan dari infeksi sistemik serius, gangguan kekebalan tubuh, status gizi
dan kesehatan yang buruk.

Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan
terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup
subur pada alas batang tebu.

Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993,


Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan
Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk
pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu
logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal
(bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergik

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan
apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit
yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan
terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup
subur pada alas batang tebu. Bagassosis termasuk ke dalam penyakit pneumonitis
hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh
yang terpapar.

Pneumonitis hipersensitif / hypersensitivity pneumonitis (HP), atau alveolitis


alergik ekstrinsik merupakan sekelompok penyakit paru yang dimediasi oleh proses
imunologi akibat paparan berulang dari antigen yang terdispersi saat inhalasi utamanya
oleh partikel organik atau bahan kimia bermolekul rendah yang selanjutnya
memprovokasi reaksi hipersensitivitas dengan inflamasi granulomatus di bronkiolus
distalis dan alveoli pada subyek yang peka. Penyakit ini merupakan akibat dari interaksi
antara antigen eksternal dengan sistem imun pejamu. HP merupakan penyakit alergi
sehingga peran faktor paparan merupakan hal yang paling penting. Faktor risiko
lingkungan, termasuk konsentrasi antigen, lamanya paparan, ukuran partikel, frekuensi
(atau kekerapan) paparan, kelarutan partikel, pemakaian perlindungan pernafasan akan
mempengaruhi prevalensi, beratnya, kelatenan dan perjalanan penyakit. Faktor-faktor
paparan tersebut sangat jelas.

Terjadinya bagassosis sangat erat dengan konsentrasi mikroorganisme di udara,


atau pada daerah dengan curah hujan tinggi sehingga memungkinkan proliferasi
mikroorganisme. Berbagai faktor mempengaruhi interaksi mendasar antara stimulus
antigen dan respon imun pejamu. Penderita yang sudah tersensitisasi antigen, manifestasi
klinik timbul setelah terpresipitasi oleh adanya tambahan inflamasi paru non-spesifik, ini
jelas terlihat pada penderita yang telah terpapar lama dan sering sudah bertahun-tahun
dimana penderita dalam keadaan keseimbangan dengan antigen dengan tanpa gejala.
2.2 Etiologi

Secara umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap
alergen harus terjadi secara terus menerus dan sering.Penyakit akut bisa terjadi dalam
waktu 4-6 jam setelah pemaparan, yaitu pada saat penderita keluar dari daerah tempat
ditemukannya alergen. Penyakit kronik disertai perubahan pada foto rontgen dada bisa
terjadi pada pemaparan jangka panjang. Penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya
fibrosis paru (pembentukan jaringan parut pada paru). Gangguan saluran pernafasan
akibat inhalasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

a. Faktor antigen itu sendiri

Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan
dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor- faktor yang
menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel,
konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu. Tingkat kelarutan debu pada
air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah
kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel
tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya
makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis debu dalam hal ini ada dua (2)
macam yaitu organik ( tebu/ kulit tebu), dan debu anorganik ( yang berasal dari mesin
penggilingan tebu).

b. Masa Kerja

Masa kerja menunjukkan suatu masa berlangsungnya kegiatan seseorang dalam


waktu tertentu. Seseorang yang bekerja di lingkungan industri yang menghasilkan debu
akan memiliki resiko gangguan kesehatan. Makin lama seseorang bekerja pada tempat
yang mengandung debu akan makin tinggi resiko terkena gangguan kesehatan, terutama
gangguan saluran pernafasan. Debu yang terhirup dalam konsentrasi dan jangka waktu
yang cukup lama akan membahayakan. Akibat penghirupan debu, yang langsung akan
kita rasakan adalah sesak, bersin, dan batuk karena adanya gangguan pada saluran
pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas
batas limit paparan menunjukkan efek toksik yang jelas.

c. Umur

Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap
gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat
memburuk dengan cepat. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan
gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur
dengan : potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat
imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi
perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung
seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam bekerja.
d. Alat pelindung diri

Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja
terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat
yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya
yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem
pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik
yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker,
baik yang terbuat dari kain atau kertas wol.

e. Riwayat merokok

Riwayat merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernapasan,


karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa
saluran napas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran
napas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur
jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan
struktur jalan nafas kecil bervariasi dari inflamasi ringan sampai penyempitan dan
obstruksi jalan nafas karena proses inflamasi, hiperplasia sel goblet dan penumpukan
sekret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya di hubungkan dengan
perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua
bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun
lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang rokok sehari.

f. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai pencetus


timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita seseorang akan
mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja. Apabila seseorang pernah atau
sementara menderita penyakit sistem pernafasan, maka akan meningkatkan resiko
timbulnya penyakit sistem pernapasan jika terpapar debu.
2.3 Patogenesis

Patogenesis dari bagassosis bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap
paparan antigen dan respon tubuh pejamu terhadap antigen. Cell- mediated immune
responses dan humoral tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Reaksi
yang paling dini (akut) ditandai dengan peningkatan lekosit polimorfonuklear (PMN) di
dalam alveoli dan saluran nafas kecil. Lesi dini ini diikuti oleh masuknya sel-sel
mononuklear ke dalam paru dan membentuk granuloma-granulama yang merupakan hasil
dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang klasik (T cell mediated) terhadap inhalasi
berulang antigen.

2.4 Gambaran Klinis

a. Akut
Gejala muncul 4-8 jam sesudah paparan pada individu yang sensitif, yaitu timbul
gejala seperti infeksi paru akut : batuk, sesak napas tanpa mengi, demam, menggigil,
berkeringat, malaise, mual dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal kedua paru. Gejala tersebut umumnya
menetap selama 12-18 jam dan menghilang secara spontan bila paparan terhenti. Pada
penyakit yang ringan gambaran foto toraks masih normal. Pada penyakit yang berat bisa
ditemukan dua bentuk gambaran radiologis. Bentuk pertama : tampak gambaran nodul-
nodul kecil terpencar di kedua lapangan paru dan agak kurang pada bagian apek dan
basal. Nodul-nodul tersebut ukurannya bervariasi dari satu sampai beberapa millimeter,
dengan batas tidak tegas. Bentuk kedua tampak bayangan berawan di interstitial kedua
paru. Bila paparan telah terhenti kelainan foto toraks dapat kembali normal dalam
beberapa minggu. Pada pasien periode akut yang tanpa gejala biasanya mempunyai faal
paru normal. Umumnya sesudah terjadi paparan bagi pasien yang sensitif akan terjadi
perubahan faal paru pada 8-12 jam kemudian. Perubahan yang terjadi adalah nilai KVP
dan VEP1 menurun, arus puncak ekspirasi (APE) paru menurun, rasio ventilasi/perfusi
terganggu, kapasitas difusi menurun dan hipoksemia.
b. Subakut/intermiten
Penderita secara bertahap mengalami batuk, dispneu, anoreksi, dan penurunan berat
badan yang berlangsung beberapa hari. sampai berminggu-minggu, serta adanya riwayat
serangan yang berulang sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sama seperti
pada bentuk akut tetapi kurang berat dan berlangsung lebih lama.
c. Kronik
Penderita biasanya jarang menyampaikan adanya serangan episode akut, gejala yang
muncul berupa batuk, dispneu progresif, fatique, dan penurunan berat badan. Biasanya
fatique dan penurunan berat badan merupakan hal yang prominen pada bentuk kronik.
Penghentian dari paparan memberikan hasil perbaikan klinis yang sedikit. Pada
pemeriksaan fisik penderita tampak kurus, takipneu, distress respirasi, ronkhi inspirasi
pada bagian paru bawah. Pada beberapa pasien menyerupai bronchitis kronis dan bila
paparan terus berlangsung akan mendatangkan kondisi penyakit menjadi irreversible
(fibrosis paru).

2.5 Tatalaksana
Tindakan yang paling efektif untuk tidak terkena penyakit adalah menghindari
paparan antigen. Bila tidak mungkin menghilangkan antigen maka pasien dipindahkan
tempat kerjanya ditempat yang tidak ada paparan antigen. Edukasi pada populasi yang
berisiko dapat membantu pengenalan dini gejala dan dapat dilakukan usaha-usaha
preventif. Pengobatan dengan kortikosteroid menunjukkan adanya perbaikan klinik yang
lebih cepat dalam hal fungsi paru. Prednison diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
selama 7-14 hari kemudian diturunkan perlahan selama 2-6 minggu
BAB III

KESIMPULAN

Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Bagassosis termasuk
ke dalam penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang
menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar. Patogenesis dari bagassosis
bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap paparan antigen dan respon
tubuh pejamu terhadap antigen. Cell-mediated immune responses dan humoral
tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Gambaran klinis bagassosis
diklasifikasi kedalam 3 bentuk yaitu akut, subakut, dan kronik. Tatalaksana untuk
bagassosis adalah menghindari paparan antigen dan penggunaan kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA

1.Sudoyo, Aru., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

2.Sharma S. Hypersensitivity pneumonitis.. Available from: URL: http//


www.emedicine.com/med/topic1103.htm.

3.Anonim. 2010. Pneumonitis-kimia,Asbestosis Berilliosis-beryllium-disease. [online].


http://id.wikipedia.org/wiki/ (31 Agustus 2012)

4. Kemenkes RI, Modul Kesehatan Kerja bagi Petugas Kesehatan, 2010

Anda mungkin juga menyukai