Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh
Disusun oleh:
Putri Chairunnisa 1607101030112
Thesa Ananda Prima 1607101030077
Usnatun Hasanah 1607101030071
Zainur Hafiz Yusa 1607101030102
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat
dan hidayah-Nya, tugas makalah ini telah dapat diselesaikan. Selanjutnya shalawat dan
salam penulis hanturkan kepangkuan alam Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Adapun judul tugas ini adalah “Bagasossis”. Tugas ini diajukan sebagai salah satu
tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan . Kami tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari
dosen dan teman teman agar tercapai hasil yang lebih baik kelak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pajanan biologis di tempat kerja adalah organisme hidup yang dapat merupakan
allergen, iritan, toksin, dan penyebab infeksi. Organisme hidup ini mulai dari bakteri,
virus, jamur dan parasit. Bahaya potensial biologis banyak mengancam kesehatan pekerja
baik berasal dari proses kerja, lingkungan kerja langsung ataupun lingkungan sekitar
tempat kerja. Pekerja-pekerja yang rentan terhadap pajanan biologis adalah yang dalam
pekerjaan sehari-harinya mengalami kontak khususnya pekerja yang tidak diimunisasi,
dalam penyembuhan dari infeksi sistemik serius, gangguan kekebalan tubuh, status gizi
dan kesehatan yang buruk.
Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan
terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup
subur pada alas batang tebu.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja,
bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan
apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit
yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Yang berperan
terhadap timbulnya penyakit ini adalah Thermophilic actinomycetes sacchari yang hidup
subur pada alas batang tebu. Bagassosis termasuk ke dalam penyakit pneumonitis
hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh
yang terpapar.
Secara umum, untuk terjadinya sensitivitas dan penyakit ini, pemaparan terhadap
alergen harus terjadi secara terus menerus dan sering.Penyakit akut bisa terjadi dalam
waktu 4-6 jam setelah pemaparan, yaitu pada saat penderita keluar dari daerah tempat
ditemukannya alergen. Penyakit kronik disertai perubahan pada foto rontgen dada bisa
terjadi pada pemaparan jangka panjang. Penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya
fibrosis paru (pembentukan jaringan parut pada paru). Gangguan saluran pernafasan
akibat inhalasi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:
Yaitu ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama perjalanan
dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan selain itu faktor- faktor yang
menyebabkan timbulnya gangguan paru dapat berupa jenis debu, ukuran partikel,
konsentrasi partikel, lama pajanan, dan kerentanan individu. Tingkat kelarutan debu pada
air, kalau debu larut dalam air, bahan dalam debu larut dan masuk pembuluh darah
kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel
tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Konsentrasi debu, makin tinggi konsentrasinya
makin besar kemungkinan menimbulkan keracunan. Jenis debu dalam hal ini ada dua (2)
macam yaitu organik ( tebu/ kulit tebu), dan debu anorganik ( yang berasal dari mesin
penggilingan tebu).
b. Masa Kerja
c. Umur
Umur merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi terhadap
gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat
memburuk dengan cepat. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan
gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur
dengan : potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat
imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi
perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung
seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam bekerja.
d. Alat pelindung diri
Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja
terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Alat
yang dipakai disini untuk melindungi sistem pernapasan dari partikel-partikel berbahaya
yang ada di udara yang dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem
pernapasan sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik
yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai adalah masker,
baik yang terbuat dari kain atau kertas wol.
e. Riwayat merokok
f. Riwayat penyakit
Patogenesis dari bagassosis bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap
paparan antigen dan respon tubuh pejamu terhadap antigen. Cell- mediated immune
responses dan humoral tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Reaksi
yang paling dini (akut) ditandai dengan peningkatan lekosit polimorfonuklear (PMN) di
dalam alveoli dan saluran nafas kecil. Lesi dini ini diikuti oleh masuknya sel-sel
mononuklear ke dalam paru dan membentuk granuloma-granulama yang merupakan hasil
dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang klasik (T cell mediated) terhadap inhalasi
berulang antigen.
a. Akut
Gejala muncul 4-8 jam sesudah paparan pada individu yang sensitif, yaitu timbul
gejala seperti infeksi paru akut : batuk, sesak napas tanpa mengi, demam, menggigil,
berkeringat, malaise, mual dan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
takikardia, takipnea, sianosis, ronki basah di basal kedua paru. Gejala tersebut umumnya
menetap selama 12-18 jam dan menghilang secara spontan bila paparan terhenti. Pada
penyakit yang ringan gambaran foto toraks masih normal. Pada penyakit yang berat bisa
ditemukan dua bentuk gambaran radiologis. Bentuk pertama : tampak gambaran nodul-
nodul kecil terpencar di kedua lapangan paru dan agak kurang pada bagian apek dan
basal. Nodul-nodul tersebut ukurannya bervariasi dari satu sampai beberapa millimeter,
dengan batas tidak tegas. Bentuk kedua tampak bayangan berawan di interstitial kedua
paru. Bila paparan telah terhenti kelainan foto toraks dapat kembali normal dalam
beberapa minggu. Pada pasien periode akut yang tanpa gejala biasanya mempunyai faal
paru normal. Umumnya sesudah terjadi paparan bagi pasien yang sensitif akan terjadi
perubahan faal paru pada 8-12 jam kemudian. Perubahan yang terjadi adalah nilai KVP
dan VEP1 menurun, arus puncak ekspirasi (APE) paru menurun, rasio ventilasi/perfusi
terganggu, kapasitas difusi menurun dan hipoksemia.
b. Subakut/intermiten
Penderita secara bertahap mengalami batuk, dispneu, anoreksi, dan penurunan berat
badan yang berlangsung beberapa hari. sampai berminggu-minggu, serta adanya riwayat
serangan yang berulang sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan sama seperti
pada bentuk akut tetapi kurang berat dan berlangsung lebih lama.
c. Kronik
Penderita biasanya jarang menyampaikan adanya serangan episode akut, gejala yang
muncul berupa batuk, dispneu progresif, fatique, dan penurunan berat badan. Biasanya
fatique dan penurunan berat badan merupakan hal yang prominen pada bentuk kronik.
Penghentian dari paparan memberikan hasil perbaikan klinis yang sedikit. Pada
pemeriksaan fisik penderita tampak kurus, takipneu, distress respirasi, ronkhi inspirasi
pada bagian paru bawah. Pada beberapa pasien menyerupai bronchitis kronis dan bila
paparan terus berlangsung akan mendatangkan kondisi penyakit menjadi irreversible
(fibrosis paru).
2.5 Tatalaksana
Tindakan yang paling efektif untuk tidak terkena penyakit adalah menghindari
paparan antigen. Bila tidak mungkin menghilangkan antigen maka pasien dipindahkan
tempat kerjanya ditempat yang tidak ada paparan antigen. Edukasi pada populasi yang
berisiko dapat membantu pengenalan dini gejala dan dapat dilakukan usaha-usaha
preventif. Pengobatan dengan kortikosteroid menunjukkan adanya perbaikan klinik yang
lebih cepat dalam hal fungsi paru. Prednison diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari
selama 7-14 hari kemudian diturunkan perlahan selama 2-6 minggu
BAB III
KESIMPULAN
Bagasossis adalah penyakit paru pada petani atau pekerja pabrik tebu atau pabrik
kertas yang mendapat paparan sisa atau debu batang tebu (bagasse). Bagassosis termasuk
ke dalam penyakit pneumonitis hipersensitif akibat inhalasi debu organis yang
menimbulkan reaksi sensitisasi pada tubuh yang terpapar. Patogenesis dari bagassosis
bergantung kepada intensitas, frekuensi dan durasi terhadap paparan antigen dan respon
tubuh pejamu terhadap antigen. Cell-mediated immune responses dan humoral
tampaknya berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Gambaran klinis bagassosis
diklasifikasi kedalam 3 bentuk yaitu akut, subakut, dan kronik. Tatalaksana untuk
bagassosis adalah menghindari paparan antigen dan penggunaan kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA
1.Sudoyo, Aru., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.