Makalah Secang
Makalah Secang
Disusun Oleh :
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga akhirnya saya dapat membuat
makalah Keperawatan Komunitas II.
Pada kesempatan yang baik ini, saya menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada saya dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :
1. Ibu Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Rekan satu kelas tutorial yang telah mendukung dalam menyelesaikan
makalah ini
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................... i
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
Beberapa alasan mengapa pasien menggunakan terapi alternatif dan komplementer
sebagai terapi pilihan selain terapi secara medis, menurut Vincent dan Furnham (1996
dalam Roulston, Wilkinson, Haynes dan Campbell, 2013) menyatakan bahwa pasien
meyakini terapi alternatif dan komplementer memiliki nilai positif terhadap kondisi
kesehatannya, pengalaman menggunakan terapi medis dan hasilnya kurang efektif,
untuk menghindari efek samping dari terapi medis seperti penggunaan obat-obatan, dan
jeleknya komunikasi dari para praktisi kesehatan. Sedangkan Astin (1998 dalam
Roulston, Wilkinson, Haynes dan Campbell, 2013) menjelaskan bahwa ada beberapa
alasan mengapa penggunaan terapi alternatif dan komplementer meningkat dari tahun ke
tahun yaitu ; ketidakpuasan dari hasil terapi medis secara konvensional, karena
keinginan secara pribadi untuk mengontrol proses pengobatan, dan karena pandangan
secara filofis. Lebih lanjut Ferrell, Coyle dan Paice (2015) mengidentifikasi beberapa
alasan pasien memilih terapi alternatif dan komplementer yaitu prognosis yang buruk,
fokus perawatan pada rasa nyaman bukan untuk mengobati, keinginan untuk lebih
aktif dalam memilih metode pelayanan secara pribadi, mengurangi efek samping
pengobatan, mengurangi komplikasi penyakit, keinginan untuk memenuhi semua pilihan
layanan, saran dari keluarga/orang terdekat untuk menggunakan terapi alternatif dan
komplementer, pandangan secara filosofis dan budaya, lebih murah dibandingkan
dengan pengobatan secara medis, akses yang lebih mudah, ketidakpuasan dan hilangnya
kepercayaan terhadap pengobatan medis, keinginan untuk melakukan perawatan
penyakit secara alamiah, harapan akan adanya perubahan perkembangan penyakit,
adanya perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan, meningkatkan sistem imun,
meningkatkan kesehatan secara umum, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Air Rebusan Kayu Secang
Dalam Penyembuhan Biang Keringat Pada Bayi di daerah Klaten Selatan Jawa
Tengah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
brasilin. Kandungan tanin dan brasilin yang berada pada batang kayu secang. Tanin
dapat bersifat sebagai antibakteri dan astringen sedangkan brazilin mempunyai
aktivitas sebagai antibakteri dan bakteriostatik. Peneliti lain mengungkapkan
bahwa brazilin diduga mempunyai efek anti-inflamasi (Grainne, 2014).
WHO (2006) juga telah memperbolehkan penggunaan tanaman mengalami
biang keringat dan menyebabkan bayi menjadi rewel.
Miliaria terjadi ketika saluran kelenjar keringat bisa terpasang karena sel-sel
kulit mati atau bakteri seperti Staphylococcus epidermidis , bakteri umum pada
kulit yang juga dikaitkan dengan jerawat . Staphylococcus epidermidis bercampur
keringat menyebabkan iritasi (menusuk-nusuk), gatal dan ruam lepuh yang sangat
kecil, biasanya di daerah lokal dari kulit.
Biang keringat biasanya timbul akibat keringat yang berlebihan tapi tidak
bisa keluar karena adanya penyumbatan pada saluran kelenjar keringat. Gejala yang
muncul kemudian adalah rasa gatal, pedih dan kulit jadi kemerahan, serta
munculnya gelembung-gelembung kecil atau lenting yang berisi air.
Biang keringat sering muncul di sekitar dahi dan leher, juga mengincar
bagian-bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti dada dan punggung, serta bagian
yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian. Bahkan beberapa kasus, timbul
pada kulit kepala.
4
II.4 Klasifikasi Biang Keringat
II.4.1 Miliaria kristalina. Sumbatan yang terjadi pada bagian atas dari
lapisan kulit.
II.4.2 Miliaria rubra. Sumbatan terjadi pada bagian tengah lapisan kulit.
II.4.3 Miliaria profunda. Sumbatan terjadi pada bagian dalam dari lapisan
kulit.
Asal usul tumbuhan ini tidak diketahui dengan pasti, namun sejak lama
dibudidayakan orang di wilayah India, Asia Tenggara, Malesia, hingga Pasifik,
terutama sebagai penghasil bahan pewarna dan juga bahan obat tradisional.
Salah satu spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional adalah secang (Caesalpinia sappan L.), tergolong tumbuhan herbal
yang tumbuh alami pada hutan-hutan sekunder. Secang mengandung senyawa
5
fenolik seperti flavonoid, mempunyai aktivitas antioksidan penangkap radikal
bebas (Panovska et al., 2005 dalam Rahmawati, 2011). Senyawa antioksidan dari
bahan alami atau tumbuhan memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan
sintetik karena residu yang dihasilkan lebih mudah terdegradasi (Wijayakusuma et
al.1996).
II.6. Khasiat Kayu Secang
Secang merupakan tumbuhan semak atau perdu yang kayunya dapat mulai
dipanen sejak umur 1-2 tahun. Pada tahun 1902, Chevreul telah mengisolasi zat
warna yang terdapat di dalam kayu Brazil dan diberi nama Brazilin. Ekstrak kayu
secang berkhasiat untuk mengobati diare, sifilis, darah kotor, berak darah, malaria,
dan tumor (Anariawati, 2009). Selanjutnya dapat digunakan sebagai penawar
racun, pengobatan sesudah persalinan, katarak, maag, masuk angin, dan kelelahan
(Rahmawati, 2011). Selain itu, ekstrak cair kayu secang dapat dibalurkan pada
bagian tubuh yang luka, serta dapat mengobati penyakit tulang keropos
(osteoporosis).
Mufidah et al. (2012) mengemukakan bahwa ekstrak etanol kayu secang
mampu menstimulasi sel osteoblast dan juga dapat menghambat pembentukan sel
osteoclast. Ekstrak kayu secang juga bersifat antibakteri, yaitu dapat menghambat
aktivitas bakteri dalam saluran pencernaan, karena diduga mengandung asam galat
di dalam ekstrak kayu secang (Fazri, 2009). Selanjutnya Sa’diah et al. (2013)
menyatakan bahwa ekstrak kayu secang yang mengandung brazilin > 200 mg/g
yang diformulasi menjadi krim, dapat digunakan sebagai obat anti jerawat.
Kandungan brazilin pada kayu secang dapat menghambat protein inhibitor
apoptosis survivin dan terlibat dalam aktivasi caspase 3 dan caspase 9, sehingga
dapat mengobati penyakit kanker (Zhong et al., 2009). Ekstrak metanol, n-butanol
serta kloroform dari kayu secang dapat membunuh sel kanker. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian Rahmi et al. (2010) bahwa ekstrak etanolik kayu secang
memiliki aktivitas antikanker dengan menurunkan viabilitas pada beberapa sel
kanker payudara, kanker kolon, kanker serviks, namun tetap selektif terhadap sel
normal. Ekstrak zat warna kayu secang hasil maserasi dengan pelarut air dan
alkohol dapat digunakan sebagai indikator alami dalam titrasi asam-basa
(Padmaningrum et al., 2012). Selain itu, senyawa-senyawa aktif lain yang
terkandung dalam kayu secang, seperti Sappanchalcone dan Caesalpin P, terbukti
memiliki khasiat untuk terapi antiinflamasi, diabetes dan gout secara in vitro
(Wicaksono et al., 2008 dalam Rahmawati, 2011)
6
BAB III
ANALISIS JURNAL
Kelompok N Mean SD
7
penyembuhan biang keringat bayi pada kelompok yang diberi tanpa
rebusan air secang (kelompok kontrol)
III.3 Pembahasan
Dari hasil uji deskriptif statistic dapat diketahui bahwa pada kelompok
perlakuan nilai rata-rata lama penyembuhan biang keringat bayi adalah 5.75 hari
dan nilai rata-rata pada lama penyembuhan biang keringat bayi pada kelompok
kontrol adalah 9.80 hari. Hal tersebut didukung dari hasil uji U Mann-Whitney
yang menunjukkan p value = 0.001, dimana p < 0.05 yang berarti ada perbedaan
yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, dimana waktu
(lamanya hari) yang dibutuhkan untuk penyembuhan biang keringat bayi pada
kelompok yang diberi air rebusan kayu secang (kelompok perlakuan) lebih cepat
dibanding waktu (lamanya hari) yang dibutuhkan untuk penyembuhan biang
keringat bayi pada kelompok yang diberi selain rebusan air secang (kelompok
kontrol).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sukria
1993 dalam Sundari et al, (1998) yang menyatakan bahwa kayu secang
mengandung zat Flavonoid. Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam
dari senyawa fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Fungsi flavonoid
dalam tubuh manusia adalah sebagai antioksidan. Antioksidan melindungi jaringan
terhadap kerusakan oksidatif akibat radikal bebas yang berasal dari proses-proses
dalam tubuh atau dari luar, dan memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C
(meningkatkan efektivitas vitamin C). Dalam banyak kasus, flavonoid dapat
berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari
mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Selain itu kayu secang juga mengandung
minyak atsiri. Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil),
minyak esensial, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang
berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga
memberikan aroma yang khas. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai
bahan astiseptik internal dan eksternal. Kandungan lain kayu secang adalah tanin
dan asam galat. Tanin dan Asam Galat adalah komponen zat organik yang sangat
komplek dan terdiri dari senyawa fenolik yang mempunyai berat molekul 500 –
3000, dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa komplek larut yang
tidak larut. Tanin bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau menciutkan
dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri. Kayu secang juga mengandung
8
brasilin/brazilin. Brasilin adalah golongan senyawa yang memberi warna merah
pada kayu secang dengan struktur C6H14O5 dalam bentuk kristal berwarna
kuning sulfur, larut air dan berasa manis, akan tetapi jika teroksidasi akan
menghasilkan senyawa brazilein yang berwarna merah kecoklatan. Brazilin
merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya.
Berdasarkan aktivitas antioksidanya, brazilin mempunyai efek melindungi tubuh
dari keracunan akibat radikal kimia. Brazilin juga mempunyai efek anti-inflamasi.
Kaitannya dengan biang keringat pada bayi, berdasarkan FKUI, (2000)
bayi yang menderita biang keringat (Miliaria) mengalami 3 kali lebih banyak
bakteri per satuan luas kulitnya dibanding bayi yang tidak mengalami biang
keringat. Biang keringat itu sendiri adalah suatu keadaan tertutupnya pori-pori
keringat sehingga menimbulkan tersumbatnya kelenjar keringat di bawah kulit dan
mengakibatkan timbulnya bintik-bintik merah. E.Sukardi dan Petrus Andrianto,
(1988) juga menyatakan bahwa biang keringat adalah dermatosis yang timbul
akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam
udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau 6
maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus
kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan
perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan
peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar. Oleh karena itu perlu
suatu tindakan yang berupa pencegahan maupun pengobatan untuk mengatasi biang
keringat pada bayi karena biang keringat menimbulkan rasa ketidaknyamanan
pada bayi bahkan jika tidak diatasi bisa menimbulkan komplikasi (infeksi) pada
kulit bayi. Air rebusan kayu secang mengandung flavonoid, minyak atsiri, tanin
dan asam galat serta brazilin yang berfungsi sebagai anti bakteri, anti inflamasi, dan
anti oksidan juga stringen ekstrak serutan kayu secang dapat berefek positif
menghambat pertumbuhan Strepto-coccus yang memiliki daya antibakteri terhadap
S. aureus dan E. coli sehingga air rebusan kayu secang dapat mengobati biang
keringat pada bayi.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa bayi yang menderita biang
keringat yang dimandikan dengan air rebusan kayu secang lebih cepat
kesembuhannya dibandingkan yang tidak menggunakan kayu secang.
9
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara lama penyembuhan biang keringat pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol, dimana waktu (lamanya hari) yang dibutuhkan untuk penyembuhan biang
keringat bayi pada kelompok yang diberi air rebusan kayu secang (kelompok
perlakuan) lebih cepat dibanding yang dibutuhkan untuk penyembuhan biang
keringat bayi pada kelompok yang diberi tanpa rebusan air secang Kelompok
kontrol).
VI.2. Saran
Saran penelitian ini diharapkan para ibu lebih aktif bertanya dan mencari
informasi tentang pencegahan dan pengobatan biang keringat secara medis maupun
herbal dan terutama dapat menerapkan pencegahan dan pengobatan biang keringat
dengan menggunakan air rebusan kayu secang dan para petugas kesehatan
khususnya Bidan dapat menerapkan pencegahan dan pengobatan biang keringat
pada bayi dengan menggunakan air rebusan kayu secang secara lebih luas
dimasyarakat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Boediardja, dkk, 2004, Perawatan Kulit Bayi dan Balita, EGC : Jakarta
Hoesin M, Dr, 2004, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI : Jakarta
Murti B. 2010. Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan
kualitatif dibidang kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press 2011. Validitas dan reliabilitas. Surakarta: Matrikulasi persiapan
pendidikan doktoral bidang kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Stillman MA, Hindson TC and Maibach HI, 1971 The Effect of Pretreatment of
Skin on Artificially Induced miliaria Rubra and Hypohidrosis: British
Journal of Dermatology, 1971,84(2),110
11
dysentriae serta bioautografinya. [Skripsi]. Fakultas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Farhana, H., Indra, T. M., dan Reza, A. K. 2015. Perbandingan pengaruh suhu dan
waktu perebusan terhadap kandungan brazilin pada kayu secang ( C a e s
alpinia s a p p a n Linn.) Prosiding Penelitian Sivitas Akademika UNISBA,
Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 2014 - 2015.
Padmaningrum, R. T., Siti, M., dan Antuni, W. 2012. Karakter ekstrak zat warna
kayu secang ( Caesalpinia sappan L.) sebagai indikator titrasi asam basa.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012.
12
Rahmi, K., Erlina, R., dan Ika, N. 2010. Kajian komprehensif ekstrak etanolik
kayu secang ( C a e s alpinia s a p p a n L.) sebagai agen kemopreventif
tertarget. Naskah Tidak Dipublikasikan.
Rina, O., Chandra, U. W., dan Ansori. 2012. Efektivitas ekstrak kayu secang ( C a
e s alpinia s a p p a n L.) sebagai bahan pengawet daging. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan, 12 (3) : 181 - 186.
Rusdi, U. D., W. Widowati, dan E. T. Marlina. 2005. Efek ekstrak kayu secang,
vitamin E dan vitamin C terhadap Status Antioksidan Total (SAT) pada
mencit yang terpapar aflatoksin. Media Kedokteran Hewan, 21 (2) : 66 - 68.
Sa’diah, S., Latifah, K. D., Wulan, T., dan Irmanida, B. 2013. Efektivitas krim anti
jerawat kayu secang ( C a e s alpinia s a p p a n ) terhadap Propionibacterium
acnes pada kulit kelinci. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 11 (2) : 175 -
181.
Sufiana dan Harlia. 2014. Uji aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas campuran
ekstrak metanol kayu sepang ( Caesalpinia s appan L.) dan kulit kayu manis (
Cinnamomum burmanii B.). JKK, 3 (2) : 50 - 55.
Widowati, W. 2011. Uji fitokimia dan potensi antioksidan ekstrak etanol kayu
secang ( Caesalpinia sappan L.). Jurnal Kedokteran Maranatha, 11 (1) : 23 –
31.
Wijayakusuma, H., Dalimartha, S., dan Wirian, A., 1996, Tanaman Berkhasiat
Obat di Indonesia. Jilid ke-4. Jakarta : Pustaka Kartini.
Zhong, X., Wu, B., pan, Y. J., and Zheng, S. 2009. Brazilein inhibits survivin
protein and mrna expression and induces apoptosis in hepatocellular
carcinoma HepG2 cells. Neoplasma, 56 (5) : 87 - 92.
https://id.wikipedia.org/wiki/Biang_keringat
13