Anda di halaman 1dari 3

KEADAAN RONGGA MULUT PADA ORANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 dari Departemen Kesehatan RI menunjukkan masih
tingginya penyakit gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia. Tercatat sebanyak 89% anak-anak di
bawah usia 12 tahun mengalami karies atau gigi berlubang, sedangkan masyarakat berusia 12 tahun ke
atas mempunyai karies aktif (karies yang belum tertangani) dan 67,2% memiliki pengalaman karies.
Indeks DMFT (Decay, Missing, Filling Teeth) penduduk Indonesia adalah sebesar 4,85.

Anak dengan kebutuhan khusus memiliki tingkat kesehatan dan kebersihan mulut yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan anak normal. Tingkat pengetahuan tentang menjaga kesehatan gigi dan mulut
yang rendah pada anak berkebutuhan khusus, Penderita tunanetra menunjukkan indeks debris, kalkulus
dan oral hygiene lebih tinggi dibandingkan anak normal. Gangguan penglihatan tidak secara langsung
mempengaruhi perawatan gigi atau kebersihan mulut.

Anak-anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan
sehingga membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain untuk mendapatkan dan memelihara
kesehatan, termasuk dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut mereka. (’’Quality Self Care And Home
Care’’ Solusi Kesehatan Gigi Dan Mulut Anak Tunanetra Di Sdlb A-Ykab Surakarta” Dian Agninti), Fauziah
Rachmawat), Riezky Arsita, Pamela Lolita Berti Program Studi Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Siapakah anak berkebutuhan khusus?

Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami:

Gangguan fungsi fisik dan motorik yang terdiri dari gangguan pada panca indera baik sebagian maupun
total dan pada anggota tubuh seperti tangan, kaki, kebutaan, tunarungu dll.

Gangguan mental antara lain sindrom Down (abnormalitas perkembangan kromosom),

Gangguan psiko sosial dan perilaku antara lain autism,

Apa penyebab OHI mereka rendah?


Kebersihan gigi dan mulut yang buruk pada tunanetra disebabkan beberapa hal yaitu, pengaruh presepsi
cahaya yang kurang sehingga mempengaruhi laju saliva yang akan secara langsung mempengaruhi
akumulasi PLAK dan jika tidak ada tindakan, akan menjadi kalkulus. Kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan gigi dan mulut pada tunanetra yang dikarenakan kurangnya edukasi tentang cara menjaga
kebersihan gigi dan mulut (Sheehy et al. 2004) Serta susunan geligi yang tidak beraturan merupakan
faktor predisposisi dari retensi plak dan mempersulit upaya menghilangkan plak yang berakibat
kebersihan gigi menjadi buruk (Mawardiyanti, 2012).

Masalah kesehatan gigi dan mulut apa saja yang sering dialami orang berkebutuhan khusus?

Gigi berlubang (karies gigi) disebabkan antara lain oleh kelainan bentuk dan struktur gigi (anomali), flow
saliva sedikit

Frekuensi muntah atau gastroesophangeal refluks yang akan mempengaruhi derajat keasaman pada
rongga mulut, dan akan mengakibatkan atrisi pada enamel gigi

Maloklusi terjadi karena adanya keterlambatan erupsi gigi, tidak ada benih gigi, gigi berlebih,

Bernafas melalui mulut (pernapasan mulut kronik) disebabkan oleh jalan nafas yang lebih sempit
sehingga anak berkebutuhan khusus cenderung bernafas melalui mulut. Kondisi ini akan mempengaruhi
fungsi bicara dan pengunyahan.

Visitasi masalah kesehatan gigi dan mulut pada orang berkebutuhan khusus

Penyandang tunanetra memiliki prevalensi karies lebih tinggi dibandingankan tunarungu yakni (92,6%)
berbanding (65%) (Singh et al. 2014).

Status kesehatan gingiva penyandang tunanetra menunjukan hasil yang lebih buruk yaitu (71,53%)
dibandingkan dengan tunarungu (49,65%) (Avasthi 3 et al. 2011)

Status kebersihan gigi dan mulut penyandang tunanetra yaitu 1,51 (sedang) dan pada tunarungu 1,15
(baik) (Reddy et al. 2014).

Indeks rata-rata perdarahan pada penyandang tunanetra lebih tinggi dibandingkan dengan cacat mental
maupun tunarungu

skor kalkulus tertinggi rata-rata pada peyandang tunanetra lebih tinggi dibandingkan dengan cacat
mental maupun tunarungu (Simon et al. 2009).
138 (92%) anak tunanetra memiliki karies gigi permanen, 99 (66%) tunanetra Memiliki karies pada gigi
sulung, 96 (65%) anak-anak tunarungu memiliki karies gigi permanen, 60 (40%) anak-anak tunarungu
“Oral health status of 6 to 15-year –old deaf and blind children of Sriganganagar (Dr. Navneet Singh)”

Kelarutan kalsium pada perendaman dengan saliva penderita tuna netra lebih besar karena pH saliva
penderita tuna netra setelah perendaman selam 24 jam lebih rendah (pH=6,163) dari saliva buatan
(pH=6,823). semakin kecil derajat keasaman maka semakin besarlah proses kelarutan kalsium email
(Rahardjo). Dikri dkk, menyatakan bahwa pH yang berkisar antara 4,5-6,5 dapat menyebabkan
demineralisasi (Hendri Jaya Permana: Kelarutan kalsium email pada saliva penderita tuna netra
ISSN:1412-8926)

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa umumnya status OHI-S anak autis di Kota Manado berada
pada kategori sedang dengan indeks OHI-S rata-rata yaitu 2,77. Usia 6-10 tahun merupakan kelompok
umur yang memiliki persentase status OHIS sedang terbanyak. (Sengkey, Pangemanan, Mintjelungan:
Status kebersihan gigi dan mulut pada anak autis)

Anda mungkin juga menyukai