pertambangan di Indonesia. Aliran uang ilegal ke luar negeri meningkat hampir dua
kali lipat selama kurun sepuluh tahun dari Rp141,82 triliun pada 2003 menjadi
Rp227,75 triliun pada tahun 2014. Peningkatan signifikan terutama terjadi pada
perusahaan yang tidak memiliki NPWP dan tidak melaporkan SPT Pajak bisa bebas
Kementerian ESDM dari 7.834 perusahaan yang didata oleh Direktorat Jenderal
Pajak, 24% di antaranya tidak memiliki NPWP, serta sekitar 35% tidak melaporkan
SPT.
Dalam soal aliran uang ilegal, Indonesia termasuk di antara lima negara
dengan perputaran uang ilegal terbesar di dunia. Keempat negara lainnya adalah
Cina, Rusia, India, dan Malaysia. Di sektor pertambangan (migas, mineral dan
batubara/bahan galian), persentase kenaikan aliran uang ilegal selama 2003 sampai
2014 mencapai 102,43% atau rata-rata naik 8,53% setiap tahunnya. Pada tahun 2003
Peneliti kebijakan ekonomi dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia,
oleh transaksi perdagangan dengan faktur palsu (trade mis-invoicing). Hal ini
Nilai ini sangat kecil jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang
mencapai Rp1.026 triliun. Maka, rasio penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio)
kejahatan keuangan (financial crime) dan kejahatan perpajakan (tax evasion dam
mencapai 102,43 persen atau rata-rata setiap tahun terjadi kenaikan aliran
uang ilegal sebesar 8,53 persen. Aliran uang ilegal di sektor pertambangan
(sp.beritasatu.com, 2015).
Tingginya potensi sektor pertambangan seharusnya menjadi potensi yang
pengamat pajak Wiko Saputra mengatakan, “ada 4 sektor yang saat ini dikuasai
oleh mafia pajak yakni sektor pertambangan, perkebunan, jasa keuangan, dan
keuangan hingga bermain dengan aparat pajak. Dalam jawapos.com Dirjen Pajak
(IUP), hanya 2 ribu perusahaan yang tercatat memiliki nomor pokok wajib pajak
(NPWP). Berarti ada 9 ribu perusahaan yang tidak memiliki nomor pokok wajib
pajak berarti tidak membayar pajaknya. Jadi, potensial loss (potensi kerugian
pajak ) dari tambang sangat besar. (Jawapos, 2014)
salah satunya yaitu terjadi pada PT. Bukit Asam (Persero) yang bersumber dari
dilakukan PT. Bukit Asam. Masalahnya adalah karena tentang kurang bayar Dana
perbedaan perhitungan antara KPPP dan PTBA, menurut data pembayaran yang
telah diselesaikan oleh PTBA ketetapan pajak yang sudah dibayarkan untuk tahun
2011 hanya dibayar sebesar Rp54.559.494.258. Tahun 2012 ketetapan nya sebesar
Penundaan pembayaran pajak yang dilakukan PT. Bukit Asam merupakan upaya
melakukan penghindaran pajak.