INDOSAT
Oleh : Naufaal Surya Dwimulya
Abstrak
A. Pendahuluan
1. Pengertian Pajak
Menurut Adam Smith (1898:302), pajak adalah “a contribution
from the citizen to support of the state”. Sedangkan Sommerfeld
(1983:1) mendefinisikan pajak sebagai “any nonpenal yet compulsory
transfer of resources from the private to public sector, levied on the basis
of predetermined criteria and without receipt of specific benefit of equal
value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social
objectives.” Dan Bastable (1993:263) menyatakan bahwa pajak adalah
“a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons
for service of the public powers.”
Dari kalangan dalam negeri, Rochmat Soemitro (1994:23) menyatakan
bahwa pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan
dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum.” Sementara menurut Djajaningrat, pajak
adalah “kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada
negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan umum”. Dari berbagai definisi tentang pajak di atas, dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa pajak memiliki beberapa aspek dasar:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
2. Sifatnya dapat dipaksakan
3. Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak;
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pemerintah pusat
maupun daerah; dan
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan
masyarakat umum.
2. Fungsi Pajak
Safri Nurmantu (2003: 30) menyatakan bahwa pajak memiliki dua
fungsi, yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Pajak berfungsi
budgeter, yaitu untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya
sesuai dengan undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, dan bila ada sisa
(surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah. Sedangkan fungsi
regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut digunakan
sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Meski demikian, dalam pandangan Richard Burton dan Wirawan
B. Ilyas terdapat pula fungsi lain dari pajak yang saat ini mengemuka,
yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi. Fungsi demokrasi
menyatakan bahwa pajak merupakan salah satu penjelmaan atau wujud
sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan
demi kemaslahatan manusia. Sebagai implementasinya, pajak memiliki
konsekuensi untuk memberikan hak-hak timbal-balik yang meskipun tidak
diterima langsung, tetapi diberikan kepada warga negara pembayar pajak.
Demikian selanjutnya, hingga pajak akan berfungsi redistribusi, yaitu
mengimplementasikan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
Bila pajak diterapkan dengan baik maka dapat dipastikan terjadi beberapa
dampak pajak terhadap perekonomian dan berbagai aspeknya.
Secara umum, struktur perekonomian (tanpa pajak) terdiri dari
Pendapatan Nasional, Konsumsi dan Tabungan. Bila seluruh tabungan
digunakan untuk investasi, maka tidak akan pernah terjadi inflasi maupun
deflasi. Tetapi, mungkin terjadi tidak semua tabungan digunakan untuk
investasi sehingga berakibat pada kelesuan ekonomi, deflasi dan
pengangguran. Atau sebaliknya, jumlah tabungan lebih rendah dari jumlah
investasi, yang berakibat pada kegairahan ekonomi dan inflasi.
Pajak merupakan sumber pendapatan bagi negara yang berfungsi
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Fungsi tersebut
disebut dengan fungsi budgetair. Dengan fungsi ini maka aparatur pajak
akan berusaha untuk meningkatkan penerimaan negara sebanyak-
banyaknya. Namun demikian penerimaan pajak tidak dapat mencapai
target yang telah ditentukan. Hal ini dapat disebabkan adanya tindakan
wajib pajak untuk meminimalkan pajak melalui berbagai cara salah
satunya adalah dengan penggelapan pajak (tax evasion).
Penggelapan pajak di Indonesia sudah menjamur luas. Setiap tahun
diperkirakan jumlah pajak yang dihindari sekitar Rp110 triliun yang
dilakukan baik oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan. Selama
tahun 2010-2014 jumlah kerugian negara dan mengalir secara ilegal ke
luar negeri mencapi Rp910 triliiun. Jumlah tersebut setara dengan 45%
pertambahan jumlah uang beredar dalam peride yang sama di Indoensia
yang jumlahnya Rp2.032 triliun (Himawan, 2017). Munculnya kasus-
kasus tersebut memunculkan pemikiran negatif tentang pajak. Salah
satunya dalam hal kepercayaan wajib pajak terhadap petugas pajak yang
mulai menurun yang disebabkan karena uang atas pembayaran pajak yang
dikeluarkan oleh wajib pajak ternyata disalahgunakan oleh petugas pajak
yaitu masuk ke tabungan pribadi petugas pajak. Hal ini merupakan salah
satu yang dapat mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai
penggelapan pajak (tax evasion).
B. Pembahasan
1. Profil
IM3 merupakan salah satu merk jual sebuah perusahaan penyedia
jasa dan jaringan telekomunikasi di Indonesia, yaitu PT Indosat Tbk.
Perusahaan ini menawarkan saluran komunikasi untuk pengguna telepon
genggam dengan pilihan pra bayar maupun pascabayar dan IM3
merupakan salah satu merk jual yang memiliki banyak pelanggan.
IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara
memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT
Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan
Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat
direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi
sebesar Rp 65,7 miliar. 750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak
membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir
secara berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen
berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan otoritas terkait dalam
melakukan penipuan akuntansi. Manajemen juga melakukan konspirasi
dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi
laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan
banyak pihak dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme
penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut.
Secara rinci berita yang dikutip dalam suatu media tertentu,
dijabarkan sebagai berikut :
a. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber
Daya Manusia Direktorat Jenderal Pajak, Djangkung
Sudjarwadi, menyatakan bahwa Ditjen Pajak akan mengusut
laporan adanya penggelapan pajak yang dilakukan PT Indosat
Multimedia (IM3). Menurut master hukum dari Harvard Law
School tersebut, adanya laporan dari Wakil Ketua Komisi VI
Dewan Perwakilan Rakyat, M Rosyid Hidayat, bahwa IM3 telah
menggelapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 174
miliar, merupakan informasi yang harus ditindaklanjuti aparat
Ditjen Pajak. Dalam pandangan Djangkung, informasi apapun
yang berkaitan tentang penyimpangan pajak, baik yang
dilakukan wajib pajak maupun aparat pajak sendiri akan
ditindaklanjuti secara serius oleh pihak Ditjen Pajak.
b. Adanya bantahan dari Direktur Utama IM3, Yudi Rulianto, kata
Djangkung, tidak menyebabkan permasalahan menjadi selesai.
Pengusutan tetap diperlukan untuk mencari tahu duduk
permasalahan yang sebenarnya dengan memeriksa wajib pajak
yang bersangkutan dan memeriksa kebenaran laporan atau
pengaduan yang diterima. Hal ini sesuai dengan amanah
Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan yang menyatakan bahwa Ditjen Pajak
berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban wajib pajak
c. Proses pengusutan tersebut, menurut Djangkung, saat ini sudah
dilimpahkan ke Kantor Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak.
Hal ini dikarenakan kantor pusat IM3 berada di wilayah kerja
Kanwil VII. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, M Rosyid
Hidayat mengungkapkan kecurigaan adanya dugaan korupsi
pajak atau penggelapan pajak yang dilakukan PT Indosat
Multimedia (IM3). Rosyid mengungkapkan, IM3 melakukan
penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN)
ke kantor Pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan
Desember 2002. Untuk SPT masa PPN 2001 yang dilaporkan ke
kantor pajak pada Februari 2002 dilaporkan bahwa total pajak
keluaran tahun 2001 sebesar Rp 846,43 juta. Sedangkan total
pajak masukan sebesar Rp 66,62 miliar sehingga selisih pajak
keluaran dan masukan sebesar Rp 65,77 miliar. Sesuai aturan,
jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka
selisihnya dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3
melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar.
d. Menurut Rasyid, selintas memang tidak terjadi kejanggalan dari
hal tersebut. Namun, jika lampiran pajak masukan dicermati,
IM3 menyebut adanya pajak masukan ke PT Indosat sebesar Rp
65,07 miliar. Namun setelah dicek ulang, dalam SPT Masa PPN
PT Indosat, ternyata tidak ditemukan angka pajak masukan yang
diklaim IM3. Padahal seharusnya angka Pajak Masukan IM3
tersebut muncul pada laporan pajak keluaran PT Indosat untuk
tahun buku yang sama. Bahkan, PT Indosat hanya melaporkan
pajak keluaran sebesar Rp 19,41 miliar yang sebagian besar
berasal dari transaksi dengan PT Telkom bukan dengan IM3.
e. Hal serupa juga dilakukan pada 2002, bahkan nilainya lebih
besar. Untuk SPT Masa PPN 2002 per Desember 2002, IM3
melaporkan kelebihan pajak masukan sebesar Rp 109 miliar.
Berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
nomor 00008/407/02/051/03 uang tersebut.
2. Penyebab Penggelapan Pajak
Penyebab/faktor pemicu pelanggaran dibedakan atas 3 hal yaitu :
a. Tekanan (Unshareable pressure/ incentive) yang merupakan
motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan
fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional
(iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai
(values).
b. Adanya kesempatan/peluang (Preceived Oppotrunity) yaitu
kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan
atau menutupi tindakan tidak jujur.
c. Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude), yang paling
banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset
yang dicuri.
Dalam kasus penggelapan pajak oleh IM3 dapat disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain:
a. Faktor kompetensi bukan menjadi penyebab utama terjadinya
kecurangan.
Para akuntan yang terlibat dalam kasus kecurangan di atas
tidak diragukan lagi kemampuannya karena akuntan di
perusahaan besar yang sudah go public. Kecurangan tersebut
terjadi karena akuntan tidak mampu mempertahankan
profesionalitasnya dan lebih memilih untuk melanggar etika
profesi. Alasannya bisa beragam, bisa karena faktor materi,
faktor tekanan dari pihak manajemen, maupun buruknya sistem
dan prosedur yang diterapkan
b. Dilema etika dapat menjadi faktor munculnya kecurangan dalam
pekerjaan.
Dilema etika yang dialami oleh akuntan publik muncul
dikarenakan adanya saling ketergantungan antara klien dan KAP
(klien yang membayar fee auditor). Begitu pula dilema etika
yang dihadapi akuntan internal perusahaan.
C. Kesimpulan
IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan Manajemen
juga melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam
melakukan manipulasi laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi. Jika
memang terbukti melakukan hal tersebut jelas IM3 telah melanggar prinsip-
prinsip Good Corporate Governence. Prinsip-prinsip yang dilanggar IM3 antara
lain: prinsip transaparasi, prinsip akuntabilitas, prinsip kemandirian, prinsip
responsibility (pertanggungjawaban).
DAFTAR PUSTAKA
Lukaswongso. 22 Desember 2011. “Pandangan Etika Terhadap Praktik Bisnis
yang Curang”. Sumber elektronik dari
http://lukaswongso.wordpress.com/2011/12/22/pandangan-
etikaterhadap-praktek-bisnis-yang-curang/
Tempo. 4 November 2003. “Ditjen Pajak Akan Usut Dugaan Penggelapan Pajak
IM3”. Sumber elektronik dari
http://www.tempo.co/read/news/2003/11/04/05627427/Ditjen-
PajakAkan-Usut-Dugaan-Penggelapan-Pajak-IM3
Ancok, Jamaluddin., “Mengapa Orang Kurang Antusias Membayar Pajak”,
Makalah Seminar Perpajakan di Padang, 8 Februari 1988.
Bird, Richard M., “Managing the Reform Process”, Draft paper for World Bank
course on Practical Issues of TaM Policy in Developing Countries,
April 28-May 1, 2003.
Dharmayanti, N. (2017) ‘Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Dan
Pemeriksaan Pajak Terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Etika
Penggelapan Pajak (Studi Kasus Pada Mahasiswa Universitas
Islam Syekh -Yusuf Tangerang)’, Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang.
Faradiza, S. A. (2018) ‘Persepsi Keadilan, Sistem Perpajakan dan Diskriminasi
Terhadap Etika Penggelapan Pajak’, Jurnal Ilmu Akuntansi, 11(1),
pp. 53–74. doi: 10.15408/akt.v11i1.8820.