Anda di halaman 1dari 8

BRONKIEKTASIS

PENGERTIAN

Dilatasi jalan napas yang ireversibel dan melibatkan paru – paru lokal atau difus,
dengan gambaran pelebaran alveoli dapat berupa silindris atau tubular, varicose, atau
kistik. Etiologi bronkiektasis pada banyak kasus tidak diketahui, kemungkinan
penyebabnya dapat dilihat di table 1 :1

Table 1. Etiologi Bronkiektasis

Keterlibatan Etiologi Lokasi Penanganan


paru - paru tersering
fokal Obstruksi Lapangan Rotgen toraks dan/atau
 Intrinsik : tumor didalam tengah CT scan toraks,
jalan napas, aspirasi benda paru bronkoskopi
asing, stenosis/jaringan
parut pada jalan napas,
atresia brokus akibat
perkembangan tidak
sempurna ( kongenital)
 Ekstrinsik : limfadenopati,
tumor parenkimal

Difus Infeksi : bakteri, mikobakterium Lapangan Kultur, pewarnaan


non tuberculosis tengah gram, BAL
[mycobacterium avium paru (bronchoalverolar
intracellulare complex (MAC)] lavage) jika tidak
ditemukan kuman
pathogen
Imunodefisiensi : Lapangan DPL, immunoglobulin,
Hipogamaglobulinemia, HIV, bawah tes HIV
bronkiolitis setelah transplantasi paru
paru

Genetik : cystic fibrosis, Pengukuran kadar


sindroma kartegener, klorida dalam keringat,
defisiensin a1 antitripsin. kadar a1 antitripsin,
atau biopsy/singkatan
saluran napas.

 Auto imun atau rematologi :


artritis rematoid, sindrom
Sjogren, inflammatory Daerah Pemeriksaan sendi,
bowel disease. sentral serologis (factor
 Penyakit terkait imun : paru rematoid).
allergic brochopulmonary
aspergillosis (ABPA)

Aspirasi berulang

Lapangan Tes fungsi menelan


bawah dan kekuatan
Lain-lain : yellow nail syndrome paru neuromuscular.
idiopatik (25-50%)
Kondisi klinis
singkirkan penyakit lain

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada pasien bronkiektasis dapat ditemukan riwayat batuk produktif persisten


dengan sputum yang purulent (jika ada infeksi sekunder) atau mucoid (jika tidak ada
infeksi sekunder) dengan jumlah banyak terutama pada pagi hari sesudah perubahan
posisi tidur. Bau mulut yang tidak sedap (fetor ex ore) ditemukan jika ada infeksi
sekunder. Batuk darah, sesak napas, demam berulang dapat dikeluhkan pasien. 1-3 pada
kasusu bronkiektasis harus dicari kemungkinan penyebab seperti kelainan kongenital,
aspirasi cairan lambung, riwayat infeksi saluran napas bawah yang disebabkan bakteri
atau virus pneumonia, pertussis, atau tuberculosis, kelainan imunitas seperti pada table
1. Pada orang dewasa jika tidak ditemukan penyebab bronkiektasis, riwayat asma harus
ditanyakan.4

Bronkiektasis harus dicurigai jika ada gejala : 4

 Batuk produktif persisten, terutama jika ada satu dari kriteria di bawah ini
o Usia muda
o Riwayat keluhan selama beberapa tahun
o Tidak ada riwayat merokok
o Jumlah sputum yang banyak dan purulent setiap hari
o Batuk darah
o Pada sputum ditemukan kolonisasi P. aeruginosa
 Batuk darah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya atau batuk tidak produktif
terjadi pula bronkiektasis, dan membutuhkan pemeriksaan lanjutan jika :
o Penyembuhan infeksi saluran napas bawah yang lambat
o Eksaserbasi rekure
o Tidak ada riwayat merokok

Pemeriksaan Fisikerah

Pada kasus bronkiektasis dapat ditemukan sianosis, retraksi dinding dada dan
berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena disertai pergeseran mediastinum
akibat bagian paru yang terkena luas, ronki, mengi, jari tabuh, serta dapat disertai
demam. 1 Pada kasus berat dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun
gagal jantung kanan.

Sindrom kartagener terdiri atas gejala : bronkiektasis kongenital, sering disertai


dengan silia bronkus imotil, situs invertus, sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya sinus
frontalis.

Pemeriksaan Penunjang 1,2,5

 Pemeriksaan sputum : kultur dan uji sensitivitas antibiotic. Untuk memperbesar


kemungkinan menemukan kuman H. Influenzae dan S. pneumonia, specimen
hendaknya diperiksa di laboratorium dalam waktu 3 jam setelah specimen
didapatkan.3
 Immunoglobulin serum (Ig G, Ig A, Ig M) dan elektroforesis serum : sesuai indikasi
 Ig E serum, tes skin prick : untuk mencari kemungkinan aspergilus
 Bronkoskopi dilakukan bila:4
o Pada kasus kelainan lokal : untuk menyingkirkan adanya obstruksi proksimal
o Pemeriksaan sputum negative dan tidak membaik dengan pengobatan
o Jika pada pemeariksaan HRCT (high-resolution CT scanning) dicurigai adanya
infeksi mikobakterium atipikal dan kultur sputum yang negatif.
o Bronkoskopi saluran napas bawah dengan pengambilan sampel, tidak dianjurkan
dilakukan decara rutin pada pasien dengan bronkiektasis.
 Pemeriksaan fungsi silia : 4
o Dilakukan jika ada riwayat kelainan kronik pada saluran napas atas, otitis media,
atau adanya riwayat otitis media kronik saat anak-anak, bronkiektasis di lobus
medius, infertilitas, atau dekstrokardia.
o Tes sakarin dan/atau NO ekspirasi dari hidung dapat digunakan untuk
menyingkirkan kelainan yang tidak membutuhkan pemeriksaan fungsi silia.
 Rotgen thoraks : dapat menunjukkan tram track yang menandakan adanya dilatasi
jalan napas, gambaran sarang lebah, kista-kista kecil dengan air fluid level (13%),
bercak-bercak pneumonia, fibrosis,kolaps, bahkan dapat menunjukkan gambaran
paru normal (7%).3
 Pemeriksaan Faal paru : 3
o Tergantung pada luas dan beratnya penyakit
o Bronkiektasis ringan : fungsi ventilasi masih normal
o Keadaan berat dan difus : VC (vital capacity) dan FEV1 (forced expiratory volume
in 1 s ) cenderung menurun karena obstruksi aliran udara pernapasan.
 CT scan toraks : lebih spesifik untuk bronkiektasis. Bronkiektasis pada CT scan toraks
dapat menunjukkan adanya dilatasi jalan napas (tram track atau signet ring yang
merupakan area cross sectional dengan diameter minimal 1,5 kali dari pembuluh
darah sekitarnya), tidak adanya bronchial tapering (termasuk adanya struktur tubular
1 cm dari permukaan pleura), penebalan dinding bronkus, the “tree-in-bud” pattern,
serta adanya kista yang berasal dari dinding bronkus (cystic bronchiectasis)

Table 2. jenis pemeriksaan fungsi paru yang harus dilakukan pada orang dewasa 4

Keadaan Jenis pemeriksaan Frekuensi pemeriksaan


Bronkiektasis FVC, FEV1, PEF (peak Secara rutin setiap control
expiratory flow) ke dokter

Defisiensi imun FVC, FEV1

PPOK/Emfisema Volume paru, gas 4 kali dalam setahun


transfer coefficient -

Sebelum dan setelah FVC, FEV1 -


antibiotik intravena

Antibiotik oral atau nebulisasi Spirometry dan volume -


paru

Pemeriksaan untuk menyingkirkan cystic fibrosis dilakukan terutama pada :4

 Usia > 40 tahun dan tidak ditemukan penyebabnya


 Ditemukannya S. aureus persisten pada sputum
 Adanya malabsorbsi
 Infertilitas primer pada laki-laki
 Bronkiektasis pada lotus atas
 Riwayat steatorrhoea pada anak-anak
 Penapisan (screening) mencakup pemeriksaan kadar klorida pada keringat dan
CFTR genetic mutation analysis.

Bronkiektasis karena infeksi mikobakterium non tuberkulosis1

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang yaitu:

 Pemeriksaan kultur sputum minimal 2 menunjukkan hasil positif dengan minimal 1


pemeriksaan BAL (bronchoalveolar lavage) cairan sampel positif pada kultur.
 Atau pemeriksaan kultur sputum atau cairan pleura minimal 1 hasil positif disertai
sampel biopsy histopatologik menunjukkan adanya mikobakterium non tuberculosis
(granuloma atau pewarnaan asam-basa psotif)

DIAGNOSIS BANDING3

 Bronchitis kronik
 Tuberculosis paru
 Abses paru
 Karsinoma paru, adenoma paru
 Fistula bronkopleural dengan empyema

TATALAKSANA1,2

 Mengontrol infeksi dan meningkatkan sekresi sputum dan higienitas bronkus untuk
menurunkan jumlah mikroba dalam jalan napas dan resiko infeksi berulang
 Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien.
o Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering
o Menghentikan merokok
o Mencegah/menghindari debu, asap
 Memperbaiki drainase secret bronkus dan menjaga higienitas bronkus3
o Drainase postural: dikerjakan 10-20 menit 2-4 kali setiap hari, atau sampai sputum
tidak keluar lagi, dibantu dengan memberikan tepukan pada punggung pasien
o Mencairkan sputum yang kental: hidrasi, mukolitik, inhalasi uap air panas/dingin
o Mengatur posisi tempat tidur pasien
o Nebulisasi dengan bronkodilator dan cairan hyperosmolar (saline hipertonik):
ketika nebulisasi dengan cairan saline hipertonik, sebelumnya diberikan
bronkodilator pada pasien yang mempunyai hipereaktivitas bronkus. Sebelum dan
5 menit setelah dilakukan nebulisasi, FEV1 atau PEF harus diperiksa untuk menilai
adanya bronkokontriksi.4-6
o Fisioterapi dada: drainase postural, ichest flapping, oscillatory positive expiratory
pressure flutter valve, atau high-frequency chest wall oscillation vest.
o Sebelum dilakukan fisioterapi dapat diberikan nebulisasi dengan β2 agonis untuk
meningkatkan pengeluaran sputum.
o Setiap 3 bulan harus dinilai keefektifan terapi.
 Latihan rehabilitasi paru
o Jika ada kesulitan bernapas ketika melakukan aktivitas sehari-hari
o Latihan kekuatan otot pernapasan.
 Antiinflamasi
o Glukokortikoid oral/sistemik: jika disebabkan ABPA, kondisi autoimun
o Glukokortikoid inhalasi: tidak dianjurkan secara rutin, kecuali pada pasien asma. 4-
6
 Anti jamur
o jika disebabkan ABPA : itraconazole
 Antibiotik
o Eksaserbasi akut: pathogen terduga paling sering adalah haemophillus influenzae
dan p. aeruginosa. Antibiotic diberikan selama 7-10 hari.
o Pada kasus infeksi MAC dan HIV negative: makrolid dengan rifampisin dan
etambutol.
o Kombinasi antibiotic tidak diberikan jika infeksi disebabkan H. influenzae,
Moraxella catarrhalis, staphylococcus aureus, dan streptococcus pneumonia.
o P. aeruginosa yang sensitive terhadap siprofloksasin dapat diberikan
siprofloksasin secara oral sebagai antibiotic lini pertama, dan diganti ke intravena
jika tidak membaik.
o Nebulisasi dengan antibiotic: jika eksaserbasi ≥ 3 kali setahun atau episode
eksaserbasi yang jarang tetapi diperkirakan menyebabkan morbiditas yang
signifikan. Antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur sensitivitas. 4
 Operasi : 3,4,6
o Tujuan : mengangkat/reseksi segmen atau lobus paru yang terkena
o Indikasi :
- Bronkiektasis terbatas dan dapat terdeteksi, yang tidak berespon terhadap
tindakan-tindakan konservatif yang adekuat
- Bronkiektasis terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
hemoptysis yang berasal dari daerah tersebut.
o Kontraindikasi:
- Bronkiektasis dengan PPOK ( penyakit paru obstruksi kronik)
- Bronkiektasis berat
- Bronkiektasis dengan komplikasi kor pulmonal kronik dekompensata
o Jenis operasi : elektif dan paliatif (pada keadaan gawat darurat dan tidak terdapat
kontraindikasi)
o Persiapan operasi:
- Pemeriksaan faal paru : spirometry, Analisa gas darah, bronkospirometri
- CT scan atau USG
- Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi
- Memperbaiki keadaan umum pasien
 Ventilasi non-invasif:
o Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gagal naps kronik akibat
Bronkiektasis
 Pada kasus refrakter :
o Operasi dengan reseksi bagian paru yang mengalami supurasi
o Transplantasi paru: sesuai indikasi
 Pada kasus eksaserbasi (3 episode dalam setahun)
o Antibiotic oral : siprofloksasin selama 1-2 minggu/bulan
o Merotasi jadwal pemberian antibiotic untuk menurunkan resiko resistensi
o Makrolid setiap hari atau 3 kali seminggu
o Inhalasi antibiotic: tobramycin inhalation solution (TOBI) dengan jadwal rotasi 30
hari pemakaian, 30 hari penghentian
o Antibiotic intravena intermiten: pada kasus Bronkiektasis berat dan/atau resistensi
kuman.

KOMPLIKASI

Perdarahan sampai hemoptysis massif karena kerusakan mukosa pembuluh


darah akibat infeksi berulang. Resistensi terhadap antibiotic karena infeks berat,
berulang, atau pemakaian antibiotic terlalu sering. Pneumonia dengan/atau tanpa
atelectasis, pleurtis, efusi pleura atau empyema, abses metastasis di otak, henoptidid,
sinusitis, kor pulmonal kronik, kegagalan pernapasan, amyloidosis.

PROGNOSIS

Prognosis tergatung etiologi penyebab dan frekuensi eksaserbasi. FEV1 menurun


50-55 ml/tahun, sedangkan pada orang sehat 20-30 ml/tahun. Risiko infeksi berulang
dapat diturunkan dengan memberikan vaksinasi pada kasus infeksi pernapasan kronik
(seperti influenza, pneumokokus). Pada kasus berat dan tidak diobati lama harapan hidup
<5-15 tahun. Penyebab kematian dikarenakan pneumonia, empyema, gagal jantung
kanan, hemoptysis.

UNIT YANG MENANGANI

 RS Pendidikan : Departemen ilmu penyakit dalam divisi pulmonology


 RS Non Pendidikan : Bagian ilmu penyakit dalam

UNIT TERKAIT

 RS Pendidikan : Departemen radiologi, bedah/toraks, departemen


Rehabilitasi medik
 RS Non Pendidikan : Bagian radiologi, bedah

REFERENSI

1. Baron R. bronchiectasis and lung abscess. In:fauci A, Kasper D, Longo D, Braunwald


E, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J, editors. Harrison’s principles of internal
medicine. 18th ed. United states of America; the mcgraw-hill companies,
2012.chapter 258.
2. Iseman M. bronchiectasis. In : Mason: murray & nadel;s textbook of respiratory
medicine, 4th ed. United states of America : saunders. 2005. Chapter 39.
3. Rahmatullah P. bronkiektasis. Dalam: Alwi I, Setiati S, setiyohadi B, simadibrata M,
Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam jili III edisi V. Jakarta: interna publishing:
2010: hal 2297-2304.
4. British thoracic society. BTS guideline for non-CF bronchiectasis A Quick reference
guide.2010. diunduh dari www.brit-thoracic.or.uk pada tanggal 30 mei 2012
5. O’Donnel A. bronchiectasis. Chest 2008; 134;815-823. Diunduh dari
http://chestjournal.chestpubs.org/content/134/4/815.full.html pada tanggal 30 mei
2012
6. Pranggono E. mikobakteriosis non-TB. Dalam : Amin Z, Dahlan Z, Yuwono A (eds).
Panduan tatalaksana/prosedur respirologi dan penyakit kritis paru.

Anda mungkin juga menyukai