190610094
KEL 8
MODUL 3
Infeksi / Inflamasi Sistem Respirasi Bagian Bawah
SKENARIO 3 : Batuk Berdarah
Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk berdahak sudah
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan tambahan yang dirasakan oleh pasien yaitu sesak napas yang
terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas, nyeri dada dijumpai. Dari anamnesis
juga didapatkan adanya riwayat batuk produktif persisten selama 5 bulan, hidung tersumbat, dan
sesak napas. Dari anamnesis juga diketahui bahwa pasien bukan perokok tanpa paparan
lingkungan yang signifikan.
Pemeriksaan fisik pada pasien dijumpai nadi 80 x/menit, respiratory rate 28x/menit. Pada
pemeriksaan auskultasi paru didapatkan crackles, tidak ada fase mengi atau ekspirasi
memanjang. Pemeriksaan makroskopis sputum didapatkan sputum 3 lapisan, yaitu mukoid,
mukopurulen dan viskosa. Dokter melakukan tatalaksana awal dan selanjutnya merujuk ke
poliklinik paru RS untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa bronchoscopy dan Ro
dada. Hasil pemeriksaan didapatkan adanya pelebaran saluran napas bawah dengan
penimbunan mucous seperti honeycombsappearance. Pemeriksaan spirometri menunjukkan
penurunan ratio FEV1/FVC. Dokter mencurigai adanya infeksi di saluran nafas bawah dan
berencana memberikan antibiotik sesuai dengan bakteri penyebabnya agar mencegah
komplikasi.
2. Apapenyebabbatukberdahak?
Penyebabumumbatukberdahakadalahinfeksioleh virus
ataubakteri.Ketikasaluranpernapasanterinfeksi, misalnyasaatsedang flu,
tubuhakanmemproduksilebihbanyaklendir.
Fungsinyaadalahuntukmenjebakdanmengeluarkanorganismepenyebabinfeksi.Batukbertuj
uanuntukmengeluarkanlendirtersebut.
Olehkarenaitu, orang yang mengalamibatukberdahakdisarankanuntukmembuangdahak,
bukanmenelannya.Menelannyajustruakanmemperlambatpenyembuhan.
3. Apasajajenisinfeksisalurannapasbawah?
1. Bronkiektasis, terjadiketikasaluranudara di paru-parurusak, melebar,
danmenebalsecarapermanensehinggabakteridanlendirmenumpuk, lalumenyatu di paru-
paru yang menyebabkanterjadinyapenyumbatandaninfeksisaluranudara.
2. Pneumonia, adalahinfeksidanperadangan yang terjadipadaparu-parubagiandalam,
tepatnya di kantungudaradanjaringansekitarnya. Sebagianbesarkasus pneumonia
disebabkanolehbakteri Streptococcus pneumonia.
3. Bronkitis, adalahperadanganbronkus yang disebabkanolehinfeksisaluranpernapasan.
Kondisiinimembuatsaluranudara di paru-parumenjadilebihkecil,
danmenghasilkanlebihbanyaklendirdaribiasanya.
4. Bronkiolitis, adalahinfeksi yang menyebabkansaluranudaraterkecil di paru-paru
(bronkiolus) meradangsehinggamengurangijumlahudara yang masuk.
Bronkiolitisdisebabkanoleh virus pernapasan syncytial (RSV) yang
menyebarmelaluitetesancairandaribatukataubersin orang yang terinfeksi.
5. Tuberkulosisatau TBC adalahinfeksimenular yang biasanyamenyerangparu-paru.
Bakteri yang menyebabkan TBC menyebardarisatu orang ke orang
lainmelaluibatukataubersin.
4. Apaindikasidilakukannyapemeriksaan bronchoscopy?
Indikasitindakanbronkoskopidenganmenggunakanbronkoskopikaku:
1. mengatasidanpenangananbatukdarahmasif
2. mengeluarkanbendaasingdarisaluranpernapasan
3. penanganan stenosis salurannapas
4. penanganansumbatansalurannapasakibatneoplasma
5. pemasangan stent bronkus
6. laser bronchoscopy
Indikasitindakan diagnostikpadabronkoskopiantara lain:
1. batuk
2. batukdarah
3. mengidan stridor
4. gambaranfotothoraks yang abnormal
5. Apa penyebabbarukproduktifpersistenselama 5bulandanhidungtersumbat?
Karena terjadinyaperubahansekresisel Goblet
dimanaproduksimukusmenjadiberlebihdanlebihkentalsehinggadapatmenyebabkanhidungt
ersumbatdan mucus
tersebuttelahmenganggusaluranpernafasansehinggatubuhmenkompensasiuntukmembersih
kansalurannafaskarenamukustadidenganbatuk.
Pada skenariodisebutkanbahwaterjadipelebaran di
saluranoernafasanbawah,halinimenyebabkanlebihbanyaklendirberkumpul di
sana,sehinggabronkuslebihrawanterkenainfeksi,akibatnyaterjadibatuk yang
persistenatauproduktif yang lebih lama.
6. Mengapaterjadipelebaransalurannafasbawahdenganpenimbunan mucus?
Terjadikerusakandindingbronkusdanmengalamiperadangankroniskehilanganketeganga
ndindingbronkus area yang terkenamenjadilebardanlemasmembentukkantong yang
menyerupaibalonkecil.
Bronkus yang mengalamipelebaranmembuatlebihbanyaklendir/mucus yang
berkumpulsehinggabronkusterkenainfeksilebihbanyakbronkus yang tekena mucus
yang terkumpulakanlebihbanyak.
PenambahanlendirKarenamenyebabkankumanberkembangbiak yang
seringmenyumbatbronkusdanmemicupenumpukansekresi yang terinfeksi.
7. Bagaimanahasilpemeriksaanfisikdanhasilpemeriksaanauskultasipadapasientersebut?
- Nadi : 80x / menit (normal)
- RR : 28x / menit (takipneu)
- Hemoptysis :nekrosismukosabronkus yang mengecil. pembuluhdarah>pendarahan
- Crackles :dihasilkanolehgelembunggelembungudara yang melaluisekret
jalannafas /jalannafastibatibaterbuka.
JUMP 4 : SKEMA
Infeksi Respiratorik
Akut pada Anak
Efusi Pleura
Pneumonia Abses Paru Bronkiolitis Bronkitis Akut
Manifestasi Klinis,
Pemeriksaan Fisik, dan
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana
Definisi
Infeksi daluran napas bawah merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, dan protozoa yang menyerang saluran napas bagian bawah, seperti bronkus,
bronkiolus, dan parenkim paru. Sebagian besar infeksi ini disebabkan oleh bakteri.7,8
Secara umum, semua bakteri patogen harus mempunyai kemampuan tertentu selaras
dengan patogenesis penyakit, yaitu masuk ke dalam pejamu, bertahan pada pintu
masuk sel pejamu, evasi atau sirkumvensi terhadap mekanisme pertahanan tubuh,
menimbulkan gejala klinis, dan keluar dari pejamu untuk melanjutkan siklus infeksi
berikutnya. Proses terjadinya penyakit infeksi merupakan resultan fungsi faktor
virulensi yang bersifat mosaik serta merupakan bagian integral dari respon tubuh
pejamu yang juga bersifat mosaik.7
Epidemiologi
Dari data SEAMIC Health Statistics 2001, influenza dan pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia,
nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand, dan nomor 3 di Vietnam.1
Laporan WHO tahun 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut, termasuk pneumonia
dan influenza. Insidens infeksi saluran napas bawah khususnya pneumonia komunitas
di Amerika Serikat adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun, dan merupakan
penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara tersebut.
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah sekitar 15%.1
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001 menyebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001, infeksi juga
merupakan penyakit paru utama. Lima puluh delapan persen di antara pasien rawat
jalan adalah kasus infeksi, dan 11.6% di antaranya kasus nontuberkulosis. Pada
pasien rawat inap, 58.8% kasus infeksi dan 14.6% di antaranya infeksi
nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan, 53.8% kasus infeksi dan 28.6% di
antaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr.Soetomo Surabaya didapatkan
sekitar 180 pneumonia komunitas dengan angka kematian antara 20-35%.1
Etiologi
Infeksi saluran napas bawah dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme, yaitu
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Namun penyebab yang paling sering adalah
bakteri, di antaranya adalah bakteri gram positif dan negatif.1
Hal yang mendasari perbedaan respon bakteri terhadap pewarnaan gram adalah
komponen dinding selnya. Bakteri gram positif mempunyai komponen dinding sel
yang meliputi lapisan peptidoglikan yang terdiri atas rangka N- asetilglukosamin dan
asam N-asetilmuramat yang sama pada setiap spesies, dan rantai samping tetrapeptida
yang bervariasi pada setiap spesies. Pada bakteri gram positif, rantai sampingnya
berupa L-lisin pada posisi 3 dan asam diaminofilik atau asam amino lainnya pada
posisi yang sama. 5,9
Komponen dinding sel lainnya yang terdapat pada bakteri gram positif adalah asam
teikoat dan teikuronat. Asam teikoat dan teikuronat merupakan polimer kapsuler yang
terdiri dari residu gliserofosfat atau ribitol fosfat. Polialkohol ini dihubungkan dengan
ikatan fosfodiester dan biasanya mempunyai gula lain yang terikat bersamanya.
Karena struktur tersebut bermuatan negatif, asam teikoat berperan dalam memberikan
muatan negatif pada permukaan bakteri. Struktur lainnya adalah polisakarida seperti
manosa, arabinosa, ramnosa, asam glukoronat, dll. 5,9
Bakteri gram positif penyebab infeksi saluran napas bawah antara lain Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella
pneumophila. Organisme-organisme ini merupakan penyebab infeksi saluran napas
bawah yang biasanya didapat dari komunitas seperti community acquired pneumonia
(CAP). 3
Bakteri Gram Negatif
Bakteri gram negatif mempunyai struktur yang sedikit berbeda dengan bakteri gram
positif. Perbedaan tersebut terletak pada ketebalan peptidoglikan dan struktur lain
yang hanya dimiliki oleh bakteri gram negatif seperti lipoprotein, membran luar, dan
lipopolisakarida.9
Membran luarnya terdiri atas lapisan lipid bilayer. Bagian dalamnya mempunyai
struktur yang sama dengan membran biologis lainnya, tetapi bagian luarnya
mempunyai struktur yang berbeda yang terdiri atas lipopolisakarida. Keunikan dari
membran luar ini adalah dapat mengeksklusi molekul dan dapat melindungi diri dari
substansi yang berbahaya bagi bakteri seperti garam empedu.5,9
Membran luar ini juga dapat mengeksklusi molekul hidrofilik dengan baik. Akan
tetapi, membran luar mempunyai kanal khusus yang terdiri atas molekul protein yang
disebut porin. Porin, protein yang dikode oleh gen tertentu, memungkinkan terjadinya
difusi pasif molekul hidrofilik yang memiliki berat molekul rendah seperti gula, asam
amino, dan ion-ion tertentu. Molekul antibiotik yang besar menembus membran luar
dengan lambat. Hal inilah yang menyebabkan banyak bakteri gram negatif yang
resisten terhadap beberapa antibiotik.5,9
Struktur lain yang melengkapi membran luar bakteri gram negatif adalah
lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida pada bakteri gram negatif terdiri atas
kompleks glikolipid yang disebut dengan lipid A. Lipid A tertanam pada membran
luar bagian luar. Lipopolisakarida berguna untuk menjalankan fungsi protein
membran luar lainnya. Lipopolisakarida disebut juga endotoksin dari bakteri gram
negatif karena ia terikat kuat pada permukaan sel dan akan dilepaskan hanya jika sel
tersebut mengalami lisis. Saat LPS terlepas menjadi lipid A dan polisakarida, semua
toksisitas berkaitan dengan bentuk awalnya.5
Molekul lain yang terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif adalah lipoprotein
yang berikatan silang dengan membran luar dan lapisan peptidoglikan. Fungsinya
adalah untuk menstabilisasi membran luar dan lapisan peptidoglikan.5
respiratorik akut atas dan infeksi respiratorik akut bawah. Saluran napas atas
meliputi jalan napas dari hidung sampai pita suara pada laring, termasuk sinus
paranasalis dan telinga tengah. Saluran napas bawah meliputi lanjutan jalan
peradangan pada satu atau kedua parenkim paru yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit atau dapat
juga disebabkan oleh bahan kimia korosif yang terhirup. Definisi lain IRA
bawah adalah suatu inflamasi pada alveolus dan bronkiolus terminal sebagai
respon akibat invasi oleh suatu mikroba yang masuk ke dalam paru melalui
Infiltrat alveolar terdapat pada IRA bawah viral dan bakterial. Pada gambaran
pada anak sulit mendapatkan spesimen atau sputum secara langsung dari
sekolah atau di atas 5 tahun, namun jarang pada anak usia prasekolah.
Patogenesis
paru yang terjadi karena adanya peradangan pada ruang alveolar dan
patologi utama yang fatal yaitu 1) bronkiolitis akut, dimana terjadi kerusakan
epitel bersilia yang superfisial dan reversibel disertai dengan infiltrasi sel
hialin.12,14
pada hari kedua dan ketiga, 3) Stadium hepatisasi abu-abu terjadi dua sampai
Faktor Risiko
bakar kayu untuk memasak. Sebagian besar anak berumur di bawah lima
Diagnosis
ronki, serta distress respirasi, namun prediktor yang baik adalah takipneu.
cuping hidung, takipnea, dan retraksi. Saturasi oksigen diukur dengan pulse
oksimetri.1 Pemeriksa akan lebih mudah mengamati usaha napas dan frekuensi
napas (RR) dalam semenit saat pasien tenang. Kriteria WHO untuk takipnea
adalah RR> 50x/menit untuk bayi kurang dari usia 12 bulan, RR>40x/menit
pada anak 1 sampai 5 tahun, dan RR>30x/menit pada anak >5 tahun. 5 Pada
bayi, pengamatan ini meliputi usaha napas saat diberi minum, kecuali pada
bayi dengan takipnea hebat. Bayi akan baik saat istirahat namun mengalami
sesak hebat saat diberi minum. Pada bayi dan anak, perkusi mungkin tidak
jelas bila kelainan hanya pada sebagian kecil paru. Pada anak yang lebih
besar, perkusi redup dan pada palpasi didapatkan stem fremitus yang
melemah, suara napas menurun. Bila kelainan paru jelas, dapat muncul
retraksi interkostal, suara friction rub karena keterlibatan pleura. Temuan fisik
yang lain meliputi wheezing fokal atau bunyi seperti bersiul dan menurunnya
suara napas pada satu lapangan paru. Infeksi paru yang difus akan
klinis dan epidemiologi, hasil foto dada, laboratorium darah lengkap, dan
IRA karena virus, antara lain digunakan untuk RSV, virus Parainfluenzae tipe
IgM atau peningkatan titer IgG menunjukkan infeksi oleh Mycoplasma dan
Chlamydia.39-40
Penatalaksanaan
epidemiologi. Tata laksana meliputi terapi suportif dan terapi etiologik. Terapi
serta koreksi asam basa dan elektrolit sesuai kebutuhan. Jika penyakitnya berat
dan
sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan terutama dalam 24-48
jam 39,41,42
pertama.
Secara ideal terapi diberikan pada anak dengan IRA sesuai dengan
disingkirkan.
Komplikasi
Komplikasi pneumonia antara lain efusi, abses paru, dan nekrosis paru.
bakterial dimana terjadi likuefaksi dan nekrosis jaringan paru yang disebabkan
oleh toksin dari organisme yang sangat virulen. Anak-anak yang mengalami
komplikasi ini pada umumnya tampak sakit berat. Kelainan ini dapat terlihat
Pencegahan
folat, zat besi, kalsium dan mikronutrien (seperti seng) pada anak.
A. Pneumonia
Definisi
berdasarkan gejala dan tanda klinis, ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam
(Anonimc, 2003).
spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Pneumonia merupakan penyakit yang sering
terjadi dan setiap tahunnya menyerang 1% dari seluruh penduduk di Amerika. Meskipun
telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, namun Pneumonia tetap merupakan
Pneumonia termasuk salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISPBA).
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang berupa
alveoli (kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya kemampuan
paru sebagai tempat pertukaran gas terutama oksigen (O 2) akan terganggu. Kekurangan
oksigen (O2) dalam sel-sel tubuh akan menganggu proses metabolisme tubuh. Bila
pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah (Efusi
pleura atau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis
(pneumothoraks). Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran infeksi melalui
darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian (Dahlan dan
Soemantri, 2001).
kerusakan pernafasan disertai salah satu tanda bahaya diatas atau mengalami retraksi
dinding dada bagian bawah kedalam. Biasanya keadaan ini disebabkan oleh masuknya
bakteri kedalam tubuh, sehingga diperlukan antibiotik dalam penanganannya dan harus
dirawat di rumah sakit. Jenis obat yang digunakan untuk kasus yang seperti ini adalah
Etiologi
Tanda serta gejala yang sering terjadi dan dijumpai pada kasus pneumonia adalah
demam yang cukup tinggi, batuk berdahak (lendir berwarna kehijauan atau nanah), nyeri
dada, sesak nafas, sakit kepala, nafsu makan berkurang, kekakuan sendi, kekakuan otot,
virus atau mikoplasma (bentuk pemeliharaan antara bakteri dan virus). Bakteri yang
Patofisiologi
untuk melindungi diri dari infeksi oleh bakteri atau mikroba lain. Partikel besar pertama
kali disaring di jalan nafas. Ketika partikel kecil terhirup, sensor sepanjang saluran nafas
terpicu adanya reflek bentuk atau bersin yang melawan partikel tersebut untuk keluar
lagi. Bakteri dan agen infeksi lain akan dilawan di kantung alveoli oleh sistem imun
tubuh, magrofag dan sel darah putih. Sistem pertahanan ini pada keadaan normal
menjaga paru-paru agar tetap steril, tetapi jika system ini lemah atau rusak, maka
bakteri, virus dan negatif lain penyebab pneumonia akan masuk, menginfeksi dan
Diagnosis
Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisik melalui pemeriksaan fisik
yang dilakukan oleh dokter, masih diperlukan pemeriksaan penunjang seperti rongent
dan labolatorium. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis apakah seseorang
bagian paru-paru. Kepadatan terjadi karena paru-paru dipenuhi sel radang dan cairan
yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman. Akibatnya fungsi
paru-paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernafas karena tidak ada oksigen
pada paru-paru (Misnadiarly, 2008).
mikroskopis ataupun kultur kuman yaitu pemeriksaan utama pra terapi dan untuk
Pada penderita pneumonia, jumlah leukosit (sel darah putih) dapat melebihi batas
sputum/ dahak untuk dikultur dan ditest resistensi kuman untuk dapat mengetahui
dengan cara yaitu dibatukkan atau didahului dengan proses perangsangan untuk
mengeluarkan dahak dengan menghirup NaCl 3% dan dahak dapat diperoleh dengan
menggunakan alat tertentu seperti protective brush (semacam sikat untuk mengambil
sputum pada saluran nafas bawah). Sputum yang telah diambil dimasukkan ke dalam
botol steril dan ditutup rapat, tidak boleh lebih dari 24 jam diperiksa ke labolatorium
(Misnadiarly, 2008).
Tatalaksana terapi
pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai secara empiris dengan
antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri patogen
patogen.
Terapi Pendukung
a) Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang menunjukkan tanda sesak,
hipoksemia.
d) Nutrisi
e) Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral
B. Abses paru
Definisi
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent
berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi.
Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses)
dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi
klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose
sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan
tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan
dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan
alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan
respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska
obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni
oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru.
Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti
golongan enterobacteriaceaeyang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi
perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob.
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti
penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih
efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan
sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan
prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada.
Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti
dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa
organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry
mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah
stapillococous aureus.
Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses
supurasi dan nekrosis.Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan
trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan
jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan
fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi
aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk,
bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema.
Patofisiologi
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut :
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor
predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses
nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria
masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen
(septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum)
misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas,
akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema
paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga
terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada
obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.
Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai
pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat
terbentuk abses.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis :
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada
umumnya yaitu:
a. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur >
400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan
bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-
75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75%
penderita abses paru.
d. Nyeri dada (± 50% kasus)
e. Batuk darah (± 25% kasus)
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang
meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
Gambaran Radiologis
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi
disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan
dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada
hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
Pemeriksaan laboratorium
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari
12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan
32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan
pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik
dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.
Diagnosa
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti
pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan :
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang
ringan, dan batuk yang produktif.
Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan
epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak
sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang
mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada
organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya,
adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas
tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosa Banding :
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan
tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis
didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
3. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit
konsolidasi.
4. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
5. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
6. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu
dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.
7. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah
berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
8. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau
arteriografi retrograd.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data
penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru.
Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru :
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka
tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan
Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif
anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan
penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin
dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita
dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita.
Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi
diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk
mempercepat proses resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu
dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
SUMBER : i-putu-juniartha-semara-putra-poltekkes-denpasar-jurusan-keperawatan
Episode pertama serangan, yang biasanya paling berat, terjadi paling sering pada bayi usia
2 sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan
episode berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan oleh virus yang sama.
PATOFISIOLOGI
Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan
virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang
disebabkan oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses patologis
yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Ventilasi yang
makin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.
DIAGNOSIS
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik dengan tiga
dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada,
hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi, sulit
makan, menyusu atau minum.
Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis bronkiolitis dan menilai derajat keparahan
berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan
radiologis tidak harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor risiko penyakit lain perlu
diperhatikan, seperti usia kurang dari
12 minggu, riwayat prematuritas, penyakit jantung-paru yang mendasari, serta
imunodefisiensi.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah asma. Kedua penyakit ini sulit
dibedakan pada episode pertama, namun adanya kejadian mengi berulang, tidak adanya
gejala prodromal infeksi virus, dan adanya riwayat keluarga dengan asma dan atopi dapat
membantu menegakkan diagnosis asma.
TATALAKSANA
Infeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting, sehingga pengobatan biasanya hanya
suportif.
Prinsip Pengobatan:
1. Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan distres pernapasan
berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan nasal prongs, kateter nasal, atau
kateter nasofaringeal dengan kadar oksigen 30 – 40%. Apabila tidak ada oksigen, anak
harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi, sebaiknya dengan
uap dingin (mist tent) untuk mencairkan sekret di tempat peradangan.Terapi oksigen
diteruskan sampai tanda hipoksia hilang. Penggunaan kateter nasal >2 L/menit dengan
maksimal 8-10 L/menit dapat menurunkan kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care
Unit (PICU).Penggunaan kateter nasal serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan
mengurangi kebutuhan obat sedasi.
2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik dan respiratorik yang
mungkin timbul dan mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan melalui mekanisme
penguapan tubuh (evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan kesulitan minum. Jika
tidak terjadi dehidrasi, dapat diberikan cairan rumatan, bisa melalui intravena maupun
nasogastrik. Pemberian cairan melalui lambung dapat menyebabkan aspirasi, dapat
memperberat sesak, akibat tekanan diafragma ke paru oleh lambung yang terisi cairan.
Pemberian cairan melalui jalur nasogastik atau intravena perlu pada anak bronkiolitis
yang tidak dapat dihidrasi oral.
Nebulisasi hypertonic saline dapat diberikan pada anak yang dirawat. Nebulisasi ini
bermanfaat meningkatkan kerja mukosilia saluran napas untuk membersihkan lendir dan
debris-debris seluler yang terdapat pada saluran pernapasan.
4. Antivirus
Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya masih kontroversial
baik efektivitas maupun keamanannya. The American Academy of Pediatrics
merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan yang diperkirakan akan menjadi
lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik,
penyakit paru kronik, imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur. Ribavirin dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita bronkiolitis dengan penyakit
jantung jika diberikan sejak awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer
aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 12-18 jam per hari selama 3- 7 hari.
5. Antibiotik
Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh virus, kecuali bila
dicurigai ada infeksi tambahan. Terapi antibiotik sering digunakan berlebihan karena
khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak terdeteksi, padahal hal ini justru akan
meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut;
sehingga penggunaannya diusahakan hanya berdasarkan indikasi. Pemberian antibiotik
dapat dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang membutuhkan intubasi dan
ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas. Antibiotik yang dipakai biasanya yang
berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma pneumoniae diatasi dengan eritromisin.
6. Fisioterapi
Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi ataupun perkusi atau teknik
pernapasan pasif tidak lebih baik selain pengurangan durasi pemberian terapi oksigen.
Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk meredakan sementara kongesti nasal atau
obstruksi saluran napas atas, namun sebuah studi retrospektif menyatakan deep
suctioning berhubungan dengan durasi rawat inap lebih lama pada anak usia 2 – 12 bulan.
PENCEGAHAN
Salah satu bentuk pencegahan terhadap RSV adalah higiene perorangan meliputi
desinfeksi tangan menggunakan alcohol based rubs atau dengan air dan sabun sebelum
dan sesudah kontak langsung dengan pasien atau objek tertentu yang berdekatan dengan
pasien. Perlindungan terhadap paparan asap rokok serta polusi udara serta pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan mencegah kejadian bronkiolitis. Perlu dilakukan edukasi
anggota keluarga mengenai diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan bronkiolitis sesuai
evidence-base.
PROGNOSIS
Beberapa studi telah mencatat peningkatan risiko asma bronkiale pada anak-anak yang
awalnya menderita bronkiolitis, meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau
faktor risiko lain seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor lingkungan seperti
asap rokok. Pada sebagian besar kasus, mengi biasanya disebabkan oleh virus. Riwayat
episode mengi berulang dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau
eksim membantu mendukung diagnosis asma. Beberapa bayi akan memiliki episode
berulang mengi selama masa kanak-kanak. Tatalaksana episode mengi yang dipicu virus
sama dengan asma bronkial.
B. Bronchitis akut
Definisi
Bronkitis akut adalah infeksi saluran pernapasan bawah yang melibatkan saluran
napas besar (bronkus) tanpa bukti pneumonia yang terjadi tanpa adanya penyakit
paru obstruktif kronik.
Bronkitis akut adalah diagnosis klinis yang ditandai oleh batuk akut, dengan atau
tanpa produksi sputum, dan tanda-tanda infeksi saluran pernapasan bawah tanpa
adanya penyakit paru-paru kronis, seperti penyakit paru obstruktif kronik, atau
penyebab yang dapat diidentifikasi, seperti pneumonia atau sinusitis
Epidemiologi
Batuk adalah alasan yang paling umum untuk kunjungan
Sekitar 5% orang dewasa melaporkan episode bronkitis akut setiap tahun,
dan hingga 90% dari mereka mencari konsultasi medis.
Virus sebagai menyebabkan 85% hingga 95% kasus bronkitis akut pada
orang dewasa.
Bakteri terisolasi biasanya commensals dari oropharynx.
Bronkitis akut adalah alasan paling umum kelima mengapa orang dewasa
berkunjung kedokter keluarga
Rata-rata, setiap serangan menghasilkan 2 hingga 3 hari libur kerja.
Faktor-faktor risiko
faktor risiko untuk bronkitis akut, yaitu :
Perokok : Jika Anda merokok atau hidup dengan perokok, anda memiliki
risiko lebih tinggi terkena bronkitis akut dan bronkitis kronis.
Sistem kekebalan tubuh yang melemah:
Orang lanjut usia, bayi berumur di bawah 12 bulan, dan anak-anak sangat
mudah terkena infeksi saluran pernapasan dikarenakan lemahnya sistem
kekebalan tubuh.
Terpapar oleh bahan kimia pada saat bekerja:
Risiko terkena bronkitis meningkat apabila Anda bekerja di area yang
tercemar seperti pabrik biji-bijian, pabrik tekstil, atau terpapar oleh uap zat
kimia.
Refluks pada perut:
Rasa mulas yang parah pada perut dan mengganggu tenggorokan Anda
akan membuat Anda mudah terkena bronkitis.
Usia: Orang yang berusia 50 tahun lebih
Etiologi
Bronkitis akut umumnya disebabkan oleh virus.
brokitis akut karena bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma
pneumoniae, Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheriae.
Diagnosis
Anamnesis ( Riwayat penyakit )
• Batuk adalah gejala utama dan bersifat akut
diagnosis yang paling mendekati dengan bronkitis akut adalah infeksi saluran
pernapasan atas (flu) dan pneumonia.
• Bronkitis akut dan flu biasa adalah penyakit self-limited yang tidak
memerlukan pengobatan antibiotik
• Pneumonia, terapi standarnya adalah antibiotik
• Gejala bronkitis akut yang lain
• produksi sputum,
• dyspnea,
• hidung tersumbat,
• sakit kepala, dan
• demam. ( demm > 37,8 C pertimbangkan influenza atau pneumonia.
• nyeri dada di dinding atau dada saat batuk
• Sputum purulen ( tidak berkolerasi dengan infeksi bakteri
Pemeriksaan fisik
• Pasien dengan bronkitis akut :
• Tampak sakit ringan
• Demam pada sepertiga pasien.
• Auskultasi paru:
• Biasanya suara napas normal
• kadang mengi, serta ronki yang biasanya membaik dengan batuk.
Diferensial diagnosis
1. Pneumonia
Penting untuk menyingkirkan pneumonia.
• Biasanya dgn demam tinggi;
• Tampak sakit sedang sampai berat;
• Hipoksia;
• Tanda-tanda konsolidasi paru-paru: ,
• bunyi napas bronkial,
• ronki, egofoni, dan
• peningkatan fremitus taktil
• Pneumonia tidak mungkin pada orang dewasa lanjut usia yang memiliki
tanda-tanda vital yang normal dan temuan pemeriksaan paru-paru normal.
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak diindikasikan dalam evaluasi
bronkitis akut.
leukositosis ditemukan pada sekitar 20% pasien;
• leukositosis lebih menunjukan adanya infeksi bakteri dibandingkan
dengan bronkitis.
• Pemeriksaan identifikasi untuk influenza dan pertusis ( kecurigaan tinggi)
• Biomarker :
• Pemeriksaan C-reaktif protein :
• untuk memandu penggunaan antibiotik pada pasien dengan infeksi saluran
pernafasan tidak dapat disimpulkan, meskipun peningkatan kadar protein C-
reaktif dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan pneumonia
• pneumonia dapat dikesampingkan pada pasien dengan tingkat protein C-
reaktif kurang dari 50 mcg per mL dan tidak ada dyspnea atau demam
• Pemeriksaan prokalsitonin:
• berguna dalam diferensiasi pneumonia dan bronkitis akut.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto torak
Terutama digunakan untuk menyingkirkan pneumonia.
Prognosis
Biasanya prognosis bronkitis akut baik jika ditatlaksanan dengan baik.
Komplikasi
• Bila infeksi tidak teratasi dapat berlanjut menjadi pneumonia
• Selain itu dapat terjasi
• Bronkitis kronis
• Bronkiektasis
SUMBER : http://paru.fk.unand.ac.id/
A.Efusi pleura
Efusi pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti ekstravasasi cairan
ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura yang berarti membran tipis yang
terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Sehingga dapat
disimpulkan efusi pleura merupakan ekstravasasi cairan yang terjadi diantara lapisan
viseralis dan parientalis. Efusi pleura dapat berupa cairan jernih, transudat, eksudat,
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
berfungsi sebagai pelumas agar paru-paru dapat bergerak dengan lancar saat bernapas.
Cairan yang melebihi normal akan menimbulkan gangguan jika tidak bisa diserap oleh
eksudat, tergantung dari mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut.
negatif intra pleura yang meningkat. Biasa terjadi pada penderita gagal jantung, sindroma
terdapat limposit dan mesotel tetapi tidak ada netrofil, protein <3%.
Eksudat ini terbentuk karena penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan
dengan peningkatan permaebilitas kapiler atau drainase limfatik yang kurang. Biasa
terjadi pada penderita pneumonia bakterialis, karsinoma, infark paru, dan pleuritis. Ciri-
ciri eksudat berat jenis>1.015, kadar protein>3%, rasio protein pleura berbanding LDH
3. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2001) penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah bertujuan
untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan dan
a. Thorakosentasis adalah drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dan lain-lain. Cairan dikeluarkan segera untuk mencegah
pleura dengan menyatukan lapisan visceral dan lapisan pariental pleura untuk mencegah
d. Tirah baring adalah pasien berbaring dalam jangka waktu yang lama (bed rest)
4. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus dengan jumlah cairan yang sedikit USG toraks sangat membantu
untuk memastikan cairan dan sekaligus sebagai penanda lokasi. Apabila tidak terlihat
pada foto toraks dapat dideteksi dengan CT-scan toraks. Langkah pertama dalam analisa
transudat atau eksudat kemudian dapat dilanjutkan pada pemeriksaan kultur mikrobiologi.
Tetapi pada stadium lanjut yang perlu dilakukan adalah biopsi dan aspirasi pleura untuk
pemeriksaan patologi anatomi. Diagnosa efusi pleura ganas adalah dengan penemuan sel
ganas pada cairan pleura atau jaringan pleura (Syahruddin et al, 2009).
Evaluasi cairan pleura ganas dapat dilakukan dengan pemeriksaan patologi anatomi
dengan metode pemeriksaan sitologi dan pemeriksaan histoblok sel. Pemeriksaan sitologi
adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari dan menilai setiap struktur sel yang
ditemukan untuk deteksi kanker serta kelainan genetik dan hormonal. Dilanjutkan dengan
pemeriksaan histologi bloksel dimana pada tehnik pemeriksaan ini menggunakan bahan
SUMBER : http://repository.unimus.ac.id