Pertemuan ke 15
Grup Konsultatif untuk Indonesia
40712
Jakarta, 14 Juni 2006
Cetakan Kedua
BOYOLALI
MAGELANG
KULON PROGO
BANTUL WONOGIRI
GUNUNG KIDUL
Pertemuan ke-15
Grup Konsultatif untuk Indonesia
Jakarta, 14 Juni 2006
PENDAHULUAN
Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Yogyakarta adalah pusat
kesenian dan kebudayaan tradisional Jawa, candi-candi kuno seperti Borobudur dan Prambanan, dan
merupakan rumah bagi satu keluarga kerajaan yang garis keturunannya berasal dari era Mataram pada abad ke
16. Yogyakarta juga merupakan daerah pusat pendidikan tinggi di Indonesia.
Gempa yang terjadi di awal pagi hari itu menewaskan 5.700 jiwa, mencederai lebih dari 40.000 sampai 60.000
orang, dan menghancurkan ratusan ribu rumah dan mata pencaharian mereka. Seakan-akan kehancuran yang
disebabkan oleh gempa bumi ini belum cukup, bencana pun masih belum selesai. Meningkatnya kegiatan
vulkanis Gunung Merapi, yang mulai terjadi pada bulan Maret 2006, terus menghasilkan aliran lava, gas-gas
beracun, dan awan debu, dan memaksa dilakukannya evakuasi atas puluhan ribu orang.
Laporan ini menyajikan penilaian awal terhadap kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi
tersebut. Penilaian ini menggunakan metode standar internasional untuk mengukur besarnya bencana, dan
memanfaatkan beberapa pakar terbaik dunia. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang
dampak dari bencana ini lepada Pemerintah dan masyarakat internacional, serta dapat menjadi dasar untuk
merancang program rekonstruksi dan pemulihan. Laporan ini dipersiapkan di bawah pimpinan BAPPENAS,
didukung oleh satu tim kuat yang terdiri dari para spesialis Indonesia dan spesialis internasional.
Analisis ini menemukan bahwa dampak dari gempa bumi ini jauh lebih parah daripada yang diperkirakan
semula. Walaupun kebanyakan infrastruktur utama tetap utuh, kerusakan dan kerugian yang terjadi pada rumah-
rumah dan bangunan lain yang dibangun tanpa penguatan yang benar (perusahaan-perusahaan kecil, sekolah,
klinik, dll) cukup mencengangkan. Dengan kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi yang diperkirakan
mencapai Rp 29,1 triliun (US$3.1 billion), bencana ini mengakibatkan kerugian yang lebih besar daripada
dampak tsunami di Sri Lanka pada tahun 2004, dan sama skalanya dengan gempa bumi Gujarat pada tahun
2001 dan gempa bumi yang baru-baru ini terjadi di Pakistan.
Bencana yang terjadi belakangan ini memberikan peringatan yang sangat jelas betapa tingginya tingkat risiko
bencana alam yang dihadapi Indonesia. Jelas dari penilaian ini bahwa teknik pembangunan yang buruk dan
bahan bangunan yang tidak berkualitas merupakan penyebab utama tewasnya sejumlah besar orang dan
tingginya tingkat kerusakan yang terjadi. Rehabilitasi, rekonstruksi dan rencana-rencana pembangunan untuk
masa depan perlu memperhatikan hal ini dan kemudian mengintegrasikan langkah-langkah proaktif dan
langkah-langkah pencegahan ke dalam program rehabilitasi dan rekonstruksi dan dalam strategi pembangunan
secara lebih luas. Sayangnya, di Indonesia, tidak ada yang dapat mengelak bahwa akan terjadi “yang berikut”,
dan mungkin akan datang lebih cepat daripada yang disangka.
Seperti yang terjadi di Aceh dan Nias, bencana yang menimpa Yogyakarta dan Jawa Tengah juga memberikan
contoh lain sehubungan dengan keuletan masyarakat Indonesia untuk melanjutkan dan membangun kembali
kehidupan mereka. Sekarang, sementara operasi pertolongan darurat telah berjalan dengan baik, Pemerintah
telah mengumumkan rencananya untuk segera memulai program rekonstruksi, di mana sumber daya akan
disediakan secara langsung bagi masyarakat yang terkena dampak, yang akan menggerakkan proses ini. Program
ini pantas mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat nasional dan internasional. Laporan ini bertujuan
untuk membantu memberikan informasi mengenai proses tersebut.
PENGHARGAAN
Laporan ini dipersiapkan oleh satu tim gabungan Pemerintah Indonesia yang dikoordinasi oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bekerja sama dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Jawa Tengah (BAPEDA) dan masyarakat internasional, termasuk Bank Dunia,
ADB, GTZ, JBIC, JICA, ILO, UNDP, IFRC, Asia Foundation, dan UN Habitat, dengan partisipasi
dan kontribusi yang signifikan oleh banyak lembaga pemerintah dan donor lainnya.
Tim BAPPENAS dipimpin oleh Luky Eko Wuryanto dan Suprayoga Hadi, dan termasuk juga para
koordinator sektor berikut ini: Nural Wajah (perumahan dan infrastruktur), Choesni (kegiatan
produktif), Taufik Hanafi (sektor sosial), Togu Pardede (lintas-sektor), dan Sumedi (analisis dampak).
Kontribusi yang signifikan juga diberikan oleh Agus Prabowo, Arifin Rudiyanto, Arum Atmawikarta,
Basah Hernowo, Deddy Koespramudyo, Donny Azdan, Gumilang Hardjakusuma, Ikhwanuddin
Mawardi, Sidqy Suyitno, Subandi, Syahrial Loetan, Taufik Hanafi, Tubagus Achmad Choesni,
Umiyatun Hayati Triastuti, Wahyuningsih Darajati, dan Yohandarwati. Tim BAPPENAS didukung
oleh bantuan-bantuan teknis dari direktorat BAPPENAS, khususnya Amil Alhumami, Anom
Parikesit, Benny Azwir, Destri H., Edy Darmono, Eka Chandra Buana, Erik Armundito, Hayu
Parasati, Hermani Wahab, Inti Wikanestri, Jadhie Aradajat, Jayadi, Dading Gunadi, Khairul, Subarja,
Kuswiyanto, May Hendarmini, Nurul Wajah Mujahid, Petrus Sumarsono, Pungkas B. Ali, Rachmi
Utami, Rahmi Utamisari, Rohmad Supriyadi, Rohmad, Rudi Hartono Pakpahan, Rudi Pakpahan,
Setio Utomo, Somantha Prakosa, Sumedi Andono Mulyo, Suryansyah Bachta, Suryansyah Bachta,
Sutiman, Taufiq Hidayat Putro, Togu Pardede, Vivi Andriani, Yukie, dan Yunus Gustanto. Dari
BAPPEDA Provinsi, pemberian dukungan dipimpin oleh Bayudono, Anung Hermantoro, Edi
Siswanto, Tavip dan Budi Setyana.
Tim masyarakat internasional dipimpin oleh Wolfgang Fengler bekerja sama dengan Stefan Nachuk
(Bank Dunia) dan Almud Weitz (ADB). Tim inti ini mencakup para koordinator sektor berikut ini:
Bambang Suharnoko (Bank Dunia) untuk analisis data, Roberto Jovel dan Margaret Arnold (Bank
Dunia) untuk metodologi, Thakoor Persaud (Bank Dunia) dan Rehan Kausar (ADB) untuk
perumahan, Sarosh Khan (Universitas Colorado) dan David Hawes (Ausaid-TAMF) untuk
infrastruktur, Ramesh Subramanium (ADB) dan Guenther Kohl (GTZ) untuk sektor produktif, Lisa
Kulp (ADB) untuk sektor-sektor sosial, Sanny Ramos Jegillos dan Toshihiro Nakamura (UNDP)
untuk lintas-sektoral, serta Menno Pradhan dan Javier Arze Del Granado (Bank Dunia) untuk analisis
dampak dan ekonomi. Tim inti ini juga mencakup Amanah Abdulkadir, Farsidah Lubis, Farzana
Ahmed, Hari Purnomo, Indah Setyawati, James Darmawan Tunggono, Rehan Kausar, Robert
Valkovic, Sutarum Wiryono (ADB), Aurélien Kruse (Asia Foundation), Bridgitte Podborny, Herriet
Ellwein (GTZ), Cynthia Burton (IFRC), Diah Widarti, Kee Beom Kim, Peter Rademaker (ILO),
Agus Setiawan, Isamu Gunji, Ken Yamamoto, Kimihiro Maeta, Nobutaka Komai, Shigeru
Yamamura, Takaji Wakabayashi, Yuji Ide (JBIC), Aoki Toshimichi, Iwai Nobuo, Kanda Yumi,
Nagami Kozo, Ueda Daisuke (JICA), Bruno Dercon (UN Habitat), Hugh Evans, Tim Walsh
(UNDP), Reiko Niimi (UN), Andre Bald, Ahmad Zaki Fahmi, Bastian Zaini, Chairani Triasdewi, Cut
Dian Rahmi, Doddy Prima, Elif Yavuz, Kutlu Kazanci, Ilham Abla, Indra Irnawan, Ioana Kruse, Jed
Friedman, Joe Leitmann, Megawati Sulistyo, P.S. Srinivas, Paramita Dewi, Peter Milne, Peter
Heywood, Piet Buys, Puti Marzoeki, Risyana Sukarma, Susiana Iskandar, Vivi Alatas, Vincent da
Cruz, Yoko Doi dan Yulia Herawati (Bank Dunia).
Kelompok multi-lembaga yang lebih besar memberi kontribusi yang berharga berupa input dan
arahan untuk laporan ini, dan tim inti mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaannya.
Kelompok ini mencakup para kolega dari organisasi-organisasi berikut ini:
iii
ADB: Andi Swastika, Ayun Sundari, Deddy Herdiansjah, Endang Pipin Tachyan, Kemal Taruc,
Romzy Alkaterie, Sahat Richard Hutapea, Shodan Purba, Siti Hasanah
AusAID: Philipp Power, Robin Davies
Pusat Studi Kebijakan Ekonomi dan Publik
Pusat Studi Penduduk dan Kebijakan
GTZ: Effendi Syarif, Heinz-Josef Heile
IMF: Steven Schwartz
PLN: Muljo Adji
UN Habitat: Muamar Vebry, Raphael Anindito
UNDP: Dora Cheok, Ewa Wojkowska, Irene Widjaya, Robin Willison
UNESCO: Alisher Umarov, Arya Gunawan, Himachuli Curung, Jan Steffen
UNICEF: David Hipgrave, Douglas Booth, Eric Bentzen
USAID: Richard Hough
Bank Dunia: Hongjoo Hahm, George Soraya, Indira Dharmapatni, Jehan Arulpragasam, Mesra Eza,
Michael S. Kubzansky, Prabha Chandran, Joel Hellman, Migara Jayawerdana, Sentot Satria, Sylvia
Njotomihardjo and Steven Charles Burgess
Pusat Media Yogyakarta: Amiarsi Harwani, Nursatwiko
Tim ini juga mendapat manfaat dari wawasan sejumlah staf dari berbagai kementerian lini lainnya:
Kamaruzzaman (Biroren Departemen Kesehatan), Bambang P. (Departemen Pemuda dan Olahraga),
Makbullah Ruri (Departemen Dalam Negeri), Ari Sumarsono (Departemen Pendidikan Nasional), J.
Lubis, Rido M. Ichwan (Departemen Pekerjaan Umum), Bambang Sugianto, Titon Asung KW
(Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum), Baskoro Indrarto, Sugeng Sentosa (DJCK,
Departemen Pekerjaan Umum), A. Soewarno, Sugiarto (Biroren DDN), Hartono, Restu, Yola D.
(Departemen Sosial), Noviensi Makalam, Purbakala Jateng (Departemen Pariwisata dan Budaya),
Bachrul Chairi (Departemen Perdagangan), Pribudiarti (Departemen Pemberdayaan Kaum
Perempuan), Gandung Sijianto (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Budi (Bappeda
Jawa Tengah), Poernomo, S. Suhral (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah), Muslim, Ngestiono
(Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah), Bambang R., Faiq AN (Badan Urusan Pemukiman dan
Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah), Abu K., Asmuni, Bambang, Husni, N. Sumandi, Tri Pura W.
(Bappeda D.I. Yogyakarta), Birowo (Bappeda Kabupaten Gunung Kidul), Adum Widodo, Danto,
Elin (Bappeda Kabupaten Kulon Progo), Kunto, Rusliyanto (Bappeda Kabupaten Sleman), Achmad
Kasujani, Asikin CH, Bambang Dwi (Dinas Pertanian Provinsi D.I. Yogyakarta), Bambang (Dinas
Pendidikan Provinsi D.I. Yogyakarta), Syahbenal, Tauhid (Dinas Industri, Perdagangan dan Koperasi
Provinsi D.I. Yogyakarta), S. Munawaroh (Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta), Parjiya
(Kantor Wilayah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Provinsi D.I Yogyakarta),
Khairuddin, Widyana (Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul), Eko Suryo, Hono
Cahyono (Dinas Provinsi Urusan Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Jawa Tengah), Isna, Y.
Sudanasuni (Dinas Urusan Sosial Provinsi D.I. Yogyakarta), Setyanto (Dinas Provinsi Urusan
Pemukiman dan Infrastruktur Daerah Kabupaten Sleman), Djoko Handoyo, Suyanto, Yuni
(Kabupaten Sleman), Djunaedi, Koesman, Oni W. and Rosihan.
Foto-foto yang digunakan dalam publikasi ini diambil oleh Tim Penilai Gabungan kecuali dinyatakan
lain.
Tim ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada para pemberi
kontribusi ini. Semua pertanyaan tindak-lanjut, atau permintaan untuk informasi tambahan dapat
dialamatkan kepada Suprayoga Hadi (suprayoga@bappenas.go.id) atau Wolfgang Fengler
(wfengler@worldbank.org).
iv Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
DAFTAR ISI
Pendahuluan ..................................................................................................................................................... i
Penghargaan..................................................................................................................................................... ii
Daftar Isi ......................................................................................................................................................... iv
Ringkasan Eksekutif ...................................................................................................................................... ix
Daftar Tabel
Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional................................................................................ x
Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah ............................ 3
Tabel 3: Ikhtisar Kependudukan Provinsi dan Kabupaten........................................................................... 8
Tabel 4. PDB dan PDB per Kapita ................................................................................................................. 9
Tabel 5: Struktur Ekonomi Yogyakarta tahun 2004....................................................................................... 9
Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten di Provinsi Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah ....... 10
Tabel 7: Indikator Kemiskinan di Yogyakarta dan Jawa Tengah .............................................................. 11
Tabel 8: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian ................................................................................................... 14
Tabel 9: Distribusi Geografis Efek Bencana ................................................................................................. 16
Tabel 10: Keseluruhan Kerusakan Fisik ........................................................................................................ 20
Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan .......................................................... 21
Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah – Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan Biaya ......... 21
Tabel 13: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Infrastruktur .......................................................................... 22
Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi................................................ 24
Tabel 15: Kerusakan dan Kerugian Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten......................................... 30
Tabel 16: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial ................................................................................... 35
Tabel 17: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Pendidikan .......................................................................... 36
Tabel 18: Tabel Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan ................................................................ 39
Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Lemah .................................................. 42
Tabel 20: Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan ................................................................ 44
Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak ............................................. 45
Tabel 22: Kerusakan dan Kerugian di Sektor Profuktif .............................................................................. 48
Tabel 23: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Irigasi ..................................................................... 51
Tabel 24: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Struktur Sungai......................................................................51
Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah ............... 52
Tabel 26: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian Lintas Sektor ......................................................................... 63
Tabel 27: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Administrasi Publik............................................. 68
Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah ............................... 72
Tabel 29: LKNB di Provinsi DIY, Operasi dan Kerugian.......................................................................... 73
Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP nominal kawasan terkena dampak bencana ....................... 79
Tabel 31: Dampak potensial ekonomi terhadap kawasan terkena dampak per sektor produksi .......... 79
Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 ............................................................... 80
Tabel 33: Lapangan kerja pra-gempa bumi dan perkiraan hilangnya pekerjaan menurut sektor .......... 82
Tabel 34: Perkiraan hilanganya lapangan kerja menurut gender ................................................................ 82
Tabel 35: Komposisi Pendapatan untuk Kabupaten-Kabupaten Terkena Dampak ............................. 83
Tabel 36: Distribusi indikator pilihan lintas rumah tangga menurut parahnya kerusakan ..................... 84
Tabel 37: Perkiraan dampak terhadap kemiskinan menurut kabupaten ................................................... 85
Daftar Peta
Peta 1: Distribusi Kerusakan secara Geografis ............................................................................................. xii
Peta 2: Distribusi Kerugian akibat Gempa Bumi Secara Geografis............................................................. 4
Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan ............. 18
vi Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Daftar Gambar
Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian ............................................................................... x
Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91 persen swasta........................................................... xi
Gambar 3: Lokasi Rawan Bencana di Indonesia: Risiko Kematian............................................................. 6
Gambar 4: Lokasi Rawan Bencana di Indonesai: PDB ................................................................................. 7
Gambar 5: Jaringan Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten ....................................................................... 29
Gambar 6: Kerusakan dan Kerugian Perusahaan ......................................................................................... 55
Daftar Kotak
Kotak 1: Mengukur Kerusakan dan Kerugian – Metodologi ECLAC...................................................... 15
vii
DAFTAR ISTILAH
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pada tanggal 27 Mei, gempa bumi mengguncang bagian tengah wilayah Indonesia,
dekat kota sejarah, Yogyakarta. Berpusat di Samudera Hindia pada jarak sekitar 33
kilometer di selatan kabupaten Bantul, gempa ini mencapai kekuatan 5,9 pada Skala Richter
dan berlangsung selama 52 detik. Karena gempa berasal dari kedalaman yang relatif dangkal
yaitu 33 kilometer di bawah tanah, guncangan di permukaan lebih dahsyat daripada gempa
yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam dengan kekuatan gempa yang sama, maka terjadi
kehancuran besar, khususnya di kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di
Provinsi Jawa Tengah.
Gempa bumi ini adalah bencana besar ketiga yang menimpa Indonesia dalam 18
bulan terakhir. Pada bulan Desember 2004, gempa bumi yang dahsyat diikuti dengan
gelombang tsunami menghancurkan sebagian besar Aceh dan pulau Nias di Sumatera Utara,
dan pada bulan Maret 2005, gempa bumi kembali mengguncang pulau Nias. Dengan lebih
dari 18.000 kepulauan Indonesia yang berada di sepanjang “cincin api” Pasifik yang berisi
banyak gunung berapi aktif dan patahan tektonik, bencana yang belakangan terjadi ini
merupakan peringatan akan besarnya risiko alam yang dihadapi negara ini.
16000
14000
12000
Rp Billion
10000
8000
6000
4000
2000
0
Perumahan Sektor Produktif Sektor Sosial Infrastruktur Lintas Sektor
Kerusakan Kerugian
Aceh dan di Nias dengan jumlah biaya sekitar 15% lebih tinggi daripada perkiraan
kerusakan dan kerugian yang diakibatkan tsunami.
Lebih dari 650.000 orang bekerja di sektor-sektor yang terkena dampak
gempa bumi, dengan hampir 90% kerusakan terpusat pada usaha kecil dan
menengah. 30.000 usaha terkena dampak langsung maupun melalui rantai suplai dan
gangguan lainnya dalam perantaraan. Kemungkinan besar tingkat pengangguran akan
melonjak naik. Pemulihan mata pencaharian tentu merupakan prioritas utama.
Sektor sosial juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Sektor kesehatan
dan pendidikan sama-sama rusak parah dengan jumlah kerusakan dan kerugian yang
berjumlah lebih dari Rp 1,5 triliun. Fasilitas kesehatan di sektor swasta (yang pada
umumnya tidak diasuransikan) menderita lebih banyak daripada sektor publik.
Sebagian besar infrastruktur pedesaan dan perkotaan tetap utuh dan hanya
mengalami kerusakan kecil. Kerusakan dan kerugian di sektor transportasi dan
komunikasi, energi dan air bersih serta sanitasi diperkirakan berjumlah Rp 551 milyar.
Pada tingkat kerusakan seperti ini, diharapkan agar infrastruktur dapat dipulihkan ke
kondisinya sebelum bencana dengan cukup cepat melalui lembaga-lembaga
Pemerintah yang ada.
Kerusakan dan kerugian paling besar terjadi di sektor swasta (lihat gambar 2). Ini
adalah akibat kerusakan yang sangat terpusat pada perumahan swasta dan usaha kecil. Ini
membuat gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah unik jika dibandingkan dengan
bencana-bencana lain dan membawa implikasi penting terhadap strategi pembangunan
kembali dan kompensasi.
9%
91%
Private Public
parah, khususnya dalam hal perumahan; Bantul menderita kerusakan dan kerugian yang
parah pada sektor produktif maupun kerusakan perumahan .
Peta 1: Distribusi Kerusakan Secara Geografis
JAWA TENGAH
Sleman
Klaten
3,203
10,303
Yogyakarta
1,626
Kulon Progo
1,361
Bantul
10,271
Gunung Kidul
2,149
Damage and Losses
(Adjusted Total, Rp Billion) JAWA TIMUR
Above 10,000
3,000 to 10,000
2,000 to 3,000
1,000 to 2,000
Below 1,000 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
kerusakan. Banyak bangunan publik juga runtuh karena buruknya standar bangunan,
khususnya sekolah, dan banyak di antaranya dibangun pada tahun 1970-an dan tahun 1980
dengan dana hibah khusus (INPRES) dari pemerintah. Terlihat dengan jelas bahwa standar
bangunan tidak diterapkan dengan baik.
Mengingat banyaknya industri berbasis rumah tangga, kerugian ekonomis yang
disebabkan oleh rusak atau hancurnya rumah luar biasa besar. Banyak pembuat
perabot, keramik dan kerajinan tangan melihat mata pencaharian mereka hancur bersama
dengan rumah mereka. Hancurnya aset-aset pribadi yang tidak diasuransikan secara
substansial menambah kerugian yang diperkirakan.
Mengingat kerusakan berskala-besar, patut disyukuri bahwa korban jiwa tidak lebih
banyak. Fakta bahwa gempa bumi menghantam pada hari Sabtu pagi sekitar jam 6, pada
waktu sebagian besar orang sudah terbangun dan sibuk dengan pekerjaan rutin pagi hari di
luar rumah, membatasi korban jiwa yang telah cukup besar. Andai kata gempa bumi terjadi
selama jam sekolah atau jam kerja, jumlah korban jiwa pasti akan lebih besar lagi. Akan
tetapi, jumlah yang terluka diperkirakan di antara 40.000 sampai 50.000 orang karena banyak
rumah dengan konstruksi di bawah standar runtuh menimpa penghuninya.
Dampak
Kemiskinan – yang telah melampaui rata-rata nasional di kawasan ini - akan
diperparah oleh gempa bumi ini. Hampir 880.000 orang miskin tinggal di kawasan-
kawasan yang terkena dampak. Diperkirakan bahwa 66.000 orang lagi mungkin akan jatuh ke
dalam kemiskinan dan 130.000 mungkin kehilangan pekerjaan mereka sebagai akibat gempa
bumi tersebut. Dampak terhadap hilangnya pekerjaan khususnya parah di bidang jasa
maupun manufaktur berskala kecil. Perkiraan awal mengisyaratkan bahwa produk domestik
bruto daerah ini bisa jatuh 5%, dengan penyusutan ekonomi 18% di kabupaten-kabupaten
yang paling menderita dampaknya.
Perumahan dan pelayanan transisi akan terkonsentrasi terutama pada lokasi-lokasi
rumah yang sudah ada. Suatu survei kilat memperlihatkan bahwa 74% dari keluarga-
keluarga yang rumahnya hancur total tinggal di dalam tenda-tenda di atas tanah sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, sangat mendesak untuk memastikan adanya pemulihan cepat
untuk kebutuhan dasar berupa air dan sanitasi di kawasan-kawasan yang terkena dampak.
Beberapa desa melaporkan bahwa mutu dan rasa air telah merosot meskipun persediaan air
bersih masih utuh. Kaum perempuan dewasa dan anak perempuan terus mengeluhkan
kebutuhan akan pakaian dalam, pembalut, alat pembersih dan peralatan masak.
Trauma psikologis akibat bencana ini seharusnya tidak diremehkan. Laporan-laporan
kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma memang tinggi di kawasan-kawasan yang
terkena dampak parah. Stres secara signifikan diperparah oleh ancaman letusan di Gunung
Merapi. Meskipun masyarakat cepat bergerak untuk memastikan adaya pemondokan darurat
yang memadai, mungkin perlu beberapa waktu sebelum keluarga-keluarga tersebut siap
untuk terlibat dalam kegiatan perencanaan.
xiv Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
corbis/epa
Bagian I.
Terjadinya Bencana
2 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Gempa bumi mengguncang pulau Jawa pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 05:53 waktu
setempat, dan berkekuatan 5,9 skala Richter.1 Pusat dari gempa itu terletak di Samudera
Hindia sekitar 33 kilometer sebelah selatan kabupatan Bantul, Provinsi Yogyakarta.
Guncangannya berlangsung selama 52 detik. Lebih dari 750 gempa susulan telah dilaporkan,
dengan intensitas terkuatnya mencapai 5,2 skala Richter. Gempa bumi itu terjadi pada
kedalaman rendah di lempeng Sunda di atas zona lempeng Australia. Gerakan tektonik di
Jawa didominasi oleh gerakan lempeng Australia ke arah timur laut di bawah lempeng Sunda
dengan kecepatan relatif sekitar 6 cm/tahun.2
Gempa bumi itu berdampak langsung terhadap Provinsi Yogyakarta dan Provinsi
Jawa Tengah. Di Yogyakarta, peristiwa itu berdampak terhadap kelima kabupatennya -
1
Badan Metereologi dan Geofisika Indonesia. The United States Geological Survey mengatakan 6,3 skala
Richter.
2
United States Geological Survey,
http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/recenteqsww/Quakes/usneb6.php#summary
Bagian I. Terjadinya Bencana 3
Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman dan Kota Yogyakarta. Di sebelah Barat dan
Utara Yogyakarta, enam kabupaten Jawa Tengah terkena dampak – Boyolali, Klaten,
Magelang, Purworejo, Sukoharjo dan Wonogiri. Dua kabupaten yang paling parah terkena
bencana itu adalah Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah.
KORBAN JIWA
Gempa bumi itu menewaskan lebih dari 5.700 orang, melukai puluhan ribu orang
dan membuat ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Karena terjadi pada dini
hari, gempa bumi itu membuat banyak orang terperangkap di dalam rumah. Berdasarkan
informasi terbaru yang diterima, gempa bumi itu telah mengakibatkan lebih dari 5.700
korban jiwa. Penderita luka-luka diperkirakan berkisar antara 37.000 dan 50,000 orang dan
ratusan ribu orang lainnya kehilangan tempat tinggal (lihat tabel 2).
Tabel 2: Korban Jiwa dan Jumlah Luka-luka Gempa Bumi Yogyakarta-Jawa Tengah
Provinsi dan Kabupaten Korban Jiwa Korban Luka-luka
Yogyakarta 4.659 19.401
Bantul 4.121 12.026
Sleman 240 3.792
Kota Yogyakarta 195 318
Kulon Progo 22 2.179
Gunung Kidul 81 1.086
Jawa Tengah 1.057 18.526
Klaten 1.041 18.127
Magelang 10 24
Boyolali 4 300
Sukoharjo 1 67
Wonogiri - 4
Purworejo 1 4
Total 5.716 37.927
Sumber: Yogyakarta Media Center, 7 Juni 2006
Letusan Gunung Merapi yang terjadi terus-menerus berlokasi tidak jauh dari situ
memperparah kesulitan pengiriman bantuan kemanusiaan dan pemulihan. Empat
belas hari sebelum gempa bumi itu terjadi, Pusat Penanggulangan Bahaya Vulkanologi dan
Geologi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menaikkan status siaga Merapi
ke tingkat 4, yang berarti bahwa letusan besar segera terjadi. Sejak gempa bumi itu, letusan-
letusan kecil telah menghasilkan badai awan panas dan benda vulkanis, seraya kubah lava di
puncaknya kian membesar. Pada tanggal 8 Juni, aliran lava pijar mencapai jarak 4 km ke arah
Krasak dan Sungai Boyong dan mencapai jarak maksimum 4,5 km dari hulu Sungai Gendol.
Aktivitas Merapi tetap pada tingkat 4 dikarenakan risiko adanya aliran lava pijar, dan puluhan
ribu orang telah dievakuasi. Meskipun peristiwa gempa bumi kedalaman rendah di dekat
4 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
gunung berapi adalah hal yang wajar, data yang ada belum bisa menjelaskan apakah ada
kaitan langsung antara gempa bumi itu dan letusan terus-menerus Gunung Merapi.3
JAWA TENGAH
Boyolali
Kota Magelang
Magelang
Purworejo Sukoharjo
Wonogiri
Casualties
JAWA TIMUR
(No of person; Source: Media Center)
Above 400
200 to 400
50 to 200
10 to 50
Below 10 DAERAH ISTIMEW A YOGYAKARTA
No casualties
TANGGAPAN
Tanggapan Pemerintah
Pemerintah Indonesia menanggapi bencana itu dalam waktu beberapa jam
kemudian dan telah mengalokasikan Rp 5 triliun bantuan kemanusiaan. Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono tiba di Yogyakarta beberapa jam setelah bencana itu dan
memindahkan kantornya ke sana dari tanggal 27 hingga 31 Mei untuk memonitor sendiri
upaya pengiriman bantuan kemanusiaan. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana (BAKORNAS), yang dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah melaksanakan
koordinasi awal pengiriman bantuan dan upaya penyelamatan. Tanggapan itu dilakukan
3
United States Geological Survey,
http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/2006/usneb6/#summary.
Bagian I. Terjadinya Bencana 5
Tanggapan Internasional
Masyarakat internasional bertindak dengan cepat mengingat banyak organisasi
internasional masih ada di Aceh. Banyak organisasi juga telah mempersiapkan diri untuk
menghadapi kemungkinan letusan Gunung Merapi beberapa pekan sebelum gempa bumi
terjadi. Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, berbagai organisasi
PBB, dan paling sedikit 35 LSM internasional telah mengumpulkan bantuan berupa
kebutuhan pokok, selain personil medis dan penanggulangan bencana. PBB telah mendirikan
pusat koordinasi utama di Yogyakarta dan kantor penghubung di Klaten. Tim Evaluasi dan
Koordinasi Bencana PBB dikirim pada tanggal 30 Mei 2006 untuk mendukung berbagai
operasi di Bantul dan Yogyakarta.
6 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Indonesia adalah salah satu negeri paling rawan bencana di dunia. Karena berlokasi
di penghubung tiga lempeng tektonik, Indonesia sangat rentan terhadap aktivitas
seismik. Dengan hampir 200 gunung berapinya, dimana lebih dari 70 di antaranya
digolongkan ”sangat aktif”, negeri ini memiliki jumlah tertinggi gunung berapi aktif di dunia.
Selain itu, Indonesia sering mengalami tanah longsor, banjir, dan gempa bumi. Resiko
terbesar adalah banjir apabila ditimbang secara proporsional terhadap PDB dan angka
kematian. Kebakaran hutan juga merupakan resiko yang harus diperhatikan, sebagaimana
diperlihatkan oleh kebakaran hutan tahun 1998 yang terjadi selama peristiwa El Niño.
Gambar 3 dan 4 memperlihatkan distribusi geografis dari resiko enam bencana utama (angin
topan, kekeringan, gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan gunung berapi) di Indonesia.
Tingkat kerawanan terhadap bencana-bencana ini di estimasi dari angka kematian yang
disebabkan oleh bencana tertentu dan tingkat kerugian ekonomi untuk wilayah yang dicakup
oleh Bank Dunia dan tingkatan kekayaan negara, yang dihitung dari data kerugian historis
selama 20 tahun. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan bahwa untuk Indonesia – Pulau
Jawa, yang berada pada decile teratas untuk resiko angka kematian untuk semau jenis bencana
– menghadapi resiko terbesar dalam hal korban jiwa dari bencana alam, sementara Pulau
Sumatera dan Jawa menghadapi resiko terbesar dalam hal kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh bencana alam.
Gempa bumi tanggal 27 Mei melanda 11 kabupaten, yang ditinggali oleh lebih dari
8,3 juta orang. Enam kabupaten yang sangat terkena dampak, termasuk lima kabupaten di
Provinsi Yogyakarta (Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kulon Progo) dan Klaten
di Jawa Tengah. Dengan 4,5 juta penduduk, keenam kabupaten tersebut memiliki populasi
yang padat.
Kebanyakan orang yang tinggal di daerah yang terkena dampak memang miskin,
tetapi tidak terlalu parah. Dengan pengecualian Kota Yogyakarta dan Kabupaten Slemen,
tingkat pendapatan tahunan mereka mencapai sekitar Rp 5 juta atau setengah dari rata-rata
nasional. Angka kemiskinan di semua daerah yang terkena dampak lainnya juga berada di
atas rata-rata nasional tetapi dalam taraf yang lebih rendah. Kombinasi antara pendapatan
rendah dan angka kemiskinan menengah menghasilkan distribusi pendapatan yang setara.
Sebagian besar orang di daerah yang terkena dampak juga memiliki karakteristik dan keadaan
hidup yang serupa.
sedangkan kepadatan di Kota Yogyakarta berada di urutan ketiga dibanding semua kota
kabupaten (kira-kira 12.000 penduduk per km2).
Tabel 3: Ringkasan Informasi Kependudukan Provinsi dan Kabupaten
Provinsi dan Jumlah % di % di Luas km2: Rata-rata Kepadatan per
Kabupaten Penduduk Provinsi Indonesia kabupaten nasional km2 (urutan
(1000) 4.564 1=tertinggi)*
Provinsi Yogyakarta 3.280,2 100 1,5 3.133 1.047 (2)**
Bantul 823,4 25 0,4 508 1.620 (9)
Sleman 955,2 29 0,5 575 1.662 (8)
Gunung Kidul 695,7 21 0,3 1.431 486 (82)
Kota Yogyakarta 419,2 13 0,2 33 12,897 (3)
Kulon Progo 386,8 12 0,2 586 660 (63)
Provinsi Jawa Tengah 32.900 100 15,5 32.800 1.003 (4)**
Klaten 1.139.2 3 0,5 656 1.736 (6)
Magelang 1.158.1 0,4 0,1 1085,74 1077 (24)
Boyolali 941,7 2,89 0,5 1015,1 927 (33)
Sukoharjo 838,3 2,58 0,4 466,66 1796 (4)
Wonogiri 1.010,6 3,11 0,5 1793,4 563 (74)
Purworejo 712,1 2,19 0,3 1034,49 688 (56)
Indonesia 212.000 100 100 1.981,122 107
Sumber: Data BPS dan Informasi Kemiskinan (2004), komputasi oleh tim Evaluasi Bersama, * Urutan dari 86 kota
kabupaten untuk Kota Yogyakarta dan 348 untuk desa kabupaten. ** Urutan di antara 30 provinsi
4
Lihat Tabel A.1 dalam lampiran teknis untuk distribusi nominal per sektor, Tabel A.2 untuk setiap ukuran
relatif sektor, dan Gambar A.1 untuk distribusi gabungan sektor-sektor PDBD.
Bagian I. Terjadinya Bencana 9
Kawasan yang terkena dampak menghasilkan pendapatan yang sangat kecil, dan
seperti kabupaten miskin lainnya di Indonesia, sangat bergantung pada Dana
Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah pusat.5 Di Bantul dan Klaten, sumber
pendapatan asli daerah hanya menghasilkan 6% dari total pendapatan. Pendapatan dari dana
bagi hasil bukan pajak (dari sumber daya alam) pada umumnya sangat kecil di semua
kabupaten (kurang dari 0,1% dari seluruh pendapatan) dan pendapatan dari dana bagi hasil
5
Misalnya, DAU meliputi 93% dari seluruh pendapatan kabupaten Gunung Kidul (tabel 6).
10 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
pajak hanya menghasilkan kurang dari 4% dari seluruh pendapatan di kebanyakan kabupaten
yang terkena dampak (kecuali Kota Yogyakarta dan Sleman).
Tabel 6: Komposisi Pendapatan Kabupaten dan Kota yang Terkena Bencana di Provinsi
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, Realisasi APBD Tahun 2004 (Rp Miliar)
Pendapatan % Bagi Hasil Bukan % Bagi % Dana Alokasi % Total
Asli Pajak (Sumber Hasil Umum DAU)
Daerah Daya Alam) Pajak
Provinsi Yogyakarta
Kulon Progo 20 5.3 0.4 0.1 12 3.3 344 91 377
Gunung Kidul 20 4.2 0.4 0.1 15 3.1 433 93 467
Sleman 60 10 0.4 0.1 37 6.3 485 83 583
Bantul 31 5.9 0.4 0.1 19 3.7 471 90 521
Kota Yogyakarta 80 18 0.4 0.1 38 8.7 317 73 435
Provinsi Jawa Tengah
Klaten 27 3.9 0.6 0.1 24 3.5 635 93 687
Magelang 44 7.7 0.6 0.1 21 3.7 503 89 568
Boyolali 37 6.8 0.6 0.1 18 3.3 492 90 548
Sukoharjo 22 4.6 0.6 0.1 24 5.0 421 90 467
Wonogiri 25 4.5 0.6 0.1 19 3.3 523 92 568
Purworejo 26 7.7 0.7 0.1 20 3.7 432 89 479
Total (11 kabupaten 391 -- 5.7 -- 246 -- 5,057 -- 5,701
terkena dampak)
Sumber: Data Departemen Keuangan, hasil perhitungan Tim Penilaian Gabungan 1/ D.I Yogyakarta 2/ di Provinsi Jawa
Tengah
Kemiskinan
Sebanyak 880.000 orang miskin tinggal di daerah yang terkena dampak gempa bumi.
Dua dari lima kabupaten di Yogyakarta (33% dari populasi provinsi) sangat miskin
dibandingkan kabupaten lainnya di Indonesia.6 Kabupaten Klaten, Gunung Kidul dan
Kulon Progo adalah kabupaten termiskin dengan tingkat kemiskinan sekitar 25% (berada di
kelompok ke-3 kabupaten termiskin di Indonesia jika seluruh kabupaten dan kota dibagi
menjadi 10 kelompok berdasarkan tingkat kemiskinan) tetapi persentase kemiskinan lebih
rendah di Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Di tingkat provinsi, persentasi
kemiskinan di Yogyakarta sekitar 19%, berada di urutan kelima dari sepuluh provinsi
termiskin di Indonesia. Tetapi, persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah sedikit lebih
tinggi daripada di Yogyakarta.
6
Tabel 7 melaporkan persentase populasi miskin di tiap kabupaten di Yogyakarta dan sepuluh kabupaten
termiskin di Indonesia.
Bagian I. Terjadinya Bencana 11
corbis/Mast Irham
Bagian II.
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian
14 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Jumlah total kerusakan dan kerugian akibat gempa bumi diperkirakan mencapai Rp
29,1 triliun (US$ 3,1 miliar). Jumlah total kerusahan diperkirakan mencapai Rp 22,75 triliun
(78% dari jumlah total) dan jumlah total kerugian ekonomi mencapai Rp 6,40 triliun (22%).
Angka kerusakan mewakili jumlah pembiayaan, termasuk sumbangan oleh korban, yang akan
dibutuhkan untuk rekonstruksi. Angka kerugian mewakili pengurangan kegiatan ekonomi
dan pendapatan pribadi dan keluarga yang akan timbul dalam bulan-bulan berikut akibat
bencana gempa bumi (Lihat tabel 8).
Dampak bencana di tiap sektor tidak sama, karena kerusakan dan kerugian
infrastruktur sangat sedikit. Sebaliknya, efek bencana terkonsentrasi di sektor perumahan,
sosial, dan produktif. Kerusakan dan kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 15
(52% dari jumlah total). Sektor produktif mengalami kerugian sebanyak Rp 9 triliun (31%),
dan sektor sosial, terutama pendidikan dan kesehatan, mengalami kerusakan sebanyak Rp 4
triliun (14%). Bencana tersebut menghasilkan dampak sosial yang besar karena gempa bumi
tersebut berdampak terhadap kondisi kehidupan dan pendapatan para pekerja usaha kecil
dan menengah.
Rumah tangga dan perusahaan swasta paling terkena dampak bencana. Jumlah total
kerusakan dan kerugian sektor swasta diperkirakan mencapai Rp 26.4 triliun (90% dari
jumlah total), sedangkan kerusakan dan kerugian sektor pemerintah Rp 2.8 triliun (10%).
Tetapi, sumbangan sumber daya pemerintah terhadap rekonstruksi akan sangat besar, karena
tidak banyak rumah tangga atau usaha kecil yang memiliki asuransi.
Untuk mengukur kerusakan dan kerugian, tim gabungan yang terdiri dari BAPPENAS,
pemerintah provinsi dan kabupaten, serta mitra internasional menggunakan metodologi
yang dikembangkan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin dan Karibia
(ECLAC). Metodologi ECLAC pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970-an
dan telah dimodifikasi dan ditingkatkan melalui aplikasi selama lebih dari tiga dekade
dalam konteks pasca-bencana di seluas dunia.
Metodologi ini menghasilkan perkiraan pendahuluan terhadap dampak atas aset fisik
yang harus diperbaiki dan diganti, serta terhadap aliran-aliran yang tidak akan diproduksi
sampai asset diperbaiki dan dibangun.
Perkiraan itu menganalisis tiga aspek utama:
Kerusakan (dampak langsung) memaksudkan dampak atas aset, saham, properti,
yang dinilai dengan harga unit penggantian (bukan rekonstruksi) yang disepakati.
Perkiraan itu harus memperhitungkan tingkat kerusakan (apakah aset masih bisa
dipulihkan/diperbaiki, atau sudah sama sekali hancur).
Kerugian (dampak tidak langsung) memaksudkan aliran-aliran yang akan terkena
dampak, seperti pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah, dll
selama periode waktu hingga aset dipulihkan. Semua itu akan dijumlah
berdasarkan nilai sekarang. Penentuan periode waktu sangat penting. Jika
pemulihan berlangsung lebih lama daripada yang diharapkan, seperti dalam kasus
Aceh, kerugian bisa meningkat secara signifikan.
Efek ekonomi (kadang-kadang disebut dampak sekunder) mencakup dampak
fiskal, dampak pertumbuhan PDB, dll. Analisis ini juga bisa diterapkan pada
tingkat sub-nasional.
Rata-rata kerusakan dan kerugian per kapita juga tidak seimbang. Bantul adalah
kabupaten yang paling terkena dampak dengan efek per kapita mencapai Rp 12,3 juta.
Dampak terhadap Klaten juga besar, mencapai Rp 6,5 juta. Kabupaten-kabupaten lain yang
terkena dampak parah memiliki kisaran angka yang sama, dengan efek per kapitanya Rp 3-4
juta (lihat tabel 9).
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 17
Perumahan
Ikhtisar
Membangun kembali dan merehabilitasi rumah-rumah akan menjadi hal yang
terpenting dalam upaya rekonstruksi Yogyakarta-Jawa Tengah. Kerusakan dan
kerugian di sektor perumahan mencapai Rp 15,3 triliun, atau lebih daripada setengah jumlah
total. Diperkirakan, 157.000 rumah hancur dan 202.000 lainnya rusak. Antara 600.000
samapai satu juta orang telah kehilangan tempat tinggal. Skala kehancuran perumahan lebih
besar daripada di Aceh, terutama karena padatnya populasi di daerah yang terkena dampak
gempa bumi dan standar konstruksi bangunan rumah yang berkualitas rendah. Sejumlah 4.1
juta kubik meter gabungan puing menumpuk di semua lokasi rumah yang runtuh itu. Tetapi,
pembangunan kembali seharusnya akan lebih mudah dan cepat daripada di Aceh karena
sebagian besar infrastruktur masih berdiri kokoh. Pembuangan puing dan penyediaan tenda
penampungan korban adalah tantangan yang harus segera diatasi dalam pekan-pekan
mendatang.
berat terjadi di kedua kabupaten tersebut. Gunung Kidul, Sleman, dan Yogyakarta cukup
parah terkena dampak, sedangkan daerah-daerah yang jauh dari situ seperti Magelang,
Purworejo, dan Wonogiri hanya menderita sedikit kerusakan rumah. Klaten memiliki jumlah
rumah hancur terbesar (66.000) diikuti oleh Bantul (47.000).
Peta 3: Pembagian Geografis Jumlah Total Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan
(Rp Miliar)
Rumah-rumah kami roboh Rumah-rumah yang terbuat dari kayu atau bambu
karena kami kekurangan uang ketimbang bata/beton lebih tahan terhadap
untuk membangun rumah yang guncangan gempa bumi. Meski rumah bambu tradisional
layak. Siapa yang tahu akan terlihat bisa lebih tahan gempa, tidaklah demikian halnya
terjadi gempa bumi seperti ini.” apabila rumah tersebut memiliki genteng yang berat dan
(Seorang penduduk lansia dibangun di atas tanah liat serta tidak memiliki struktur
di Bantul) penopang atap yang cukup.
Pada umumnya, orang-orang bisa membuat tempat
tinggal sementara di lokasi rumah mereka yang hancur dengan menggunakan tenda,
terpal, dan bahan-bahan yang bisa diselamatkan. Sebuah survei singkat mendapati
bahwa 74% dari keluarga yang rumahnya hancur sama sekali tinggal di dalam sebuah tenda di
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 19
depan rumah mereka. Hal itu memungkinkan masyarakat untuk berkumpul bersama
ketimbang tercerai berai dalam lokasi-lokasi tempat tinggal sementara. Hal itu juga
memungkinkan para penduduk melindungi harta benda mereka dalam lingkungan sendiri.
Dalam banyak kasus, penduduk telah mulai menyelamatkan barang-barang berharga serta
bahan bangunan, yang bisa digunakan kembali untuk membangun rumah mereka. Terpal
juga digunakan untuk melindungi harga benda dari angin dan hujan. Karena kekurangan
terpal, beberapa organisasi telah mendapati bahwa empat atau lima keluarga tinggal di bawah
satu terpal.
Penyebab utama kerusakan adalah kurangnya struktur anti-gempa di banyak rumah.
Sebuah evaluasi singkat terhadap perumahan yang terkena dampak harus dilaksanakan
dengan segera melalui masukan dari para insinyur seismik, guna menemukan sumber-sumber
utama masalah (aturan bangunan yang tidak memadai, sitting yang tidak layak, atau
pemantauan dan penegakan standar). Selain itu, sangat penting untuk menyebarluaskan
informasi dasar tentang bangunan yang aman secepat mungkin, karena orang-orang akan
segera membangun rumah mereka dan menghadapi risiko membangun rumah yang sama
lemahnya.
Perkiraan kerusakan perumahan dimulai tidak lama setelah gempa bumi melalui
Departemen Pekerjaan Umum, dan dikoordinasikan dengan BAPPENAS dan
organisasi nasional dan daerah. Prosesnya bersifat dari bawah ke atas (bottom-up):
penduduk menyediakan informasi tentang tingkat kerusakan kepada kepala desa, yang
kemudian ditinjau oleh Satkorlak dan berbagai kementerian yang terkait. Tim untuk laporan
ini mengadakan sejumlah kunjungan lapangan untuk memverifikasi data. Angka yang
ditampilkan dalam laporan itu menggunakan data yang disediakan oleh Yogyakarta
Earthquake Media Center sejak tanggal 6 Juni 2006, dengan penyesuaian 10% untuk
mencerminkan temuan-temuan dari kunjungan lapangan.
20 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
7 Tim Evaluasi Gabungan menyesuaikan kategori awal: 70% dari rumah yang ”rusak parah” digolongkan ulang
menjadi hancur. Ke-30% sisanya digolongkan ulang menjadi hanya ”rusak”. Lihat tabel lampiran untuk
perincian semua asumsi, penyesuaian, dan sumber data.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 21
Tabel 11: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Bidang Perumahan (Miliar Rp)
Kerusakan Kerugian Total Pribadi Pemerintah
Provinsi Yogyakarta 7.420,7 732,9 8.153,5 8.153,5 0,0
Bantul 3.419,3 332,6 3.751,9 3.751.9
Sleman 1.723,5 175,0 1.898,4 1.898,4
Gunung Kidul 1.299,0 128,6 1.427,6 1.427,6
Kota Yogyakarta 357,8 34,9 392,7 392,7
Kulon Progo 621,1 61,8 682,9 682,9
Provinsi Jawa Tengah 6.493,9 648,7 7.142,7 7.142,7 0,0
Klaten 6.277,9 627,4 6.905,3 6.905,3
Sukoharjo 77,2 7,4 84,6 84,6
Magelang 46,6 4,6 51,3 51,3
Purworejo 28,3 3,0 31,2 31,2
Boyolali 60,9 6,0 66,9 66,9
Wonogiri 3,1 0,3 3,4 3,4
Jumlah Total Sektor Perumahan 13.914,6 1.381,6 15.296,2 15.296,2 0,0
% Total Kerusakan dan Kerugian Semua Sektor 61 22 53 58 0
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Tabel 12: Aceh versus Yogyakarta/Jawa Tengah – Jumlah Perumahan, Kerusakan, dan
Biaya
Kategori Aceh Yogyakarta –Jawa Yogyakarta –Jawa
Tengah (11 Tengah (6
kabupaten) kabupaten paling
terkena dampak)
Perumahan sebelum Bencana 832.208 2.117.375* 984.058
Rumah Hancur % Hancur 127.325 15,3% 156.662 7,4 % 154.098 15,7%
Rumah Rusak % Rusak 151,653 18,2% 202,031 9,5 % 199,160 20,2%
Total Rusak & Kerugian Rp 13,4 triliun Rp 15.3 triliun Rp 15,1 triliun
Rata-rata Biaya Rekonstruksi Rumah Baru Rp 1,4 ~ 1,6 juta/m² Rp 1.0 ~ 1.2 juta/m² Rp 1,0 ~ 1,2 juta/m²
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Rekomendasi Awal
Identifikasi bangunan berbahaya yang berisiko roboh guna menghindari korban jiwa
dan cedera lebih banyak. Banyak orang masih mencari perteduhan sementara di
bangunan demikian dan tidak mengetahui bahayanya.
Libatkan komunitas yang terkena dampak dalam program rekonstruksi. Korban
harus digugah untuk membayar lebih banyak demi kualitas guna menghindari
banyaknya korban jiwa di masa depan.
Standar perumahan dan kompensasi sejauh mungkin harus sama rata di seluruh
lapisan masyarakat guna menghindari ketegangan di antara kabupaten-kabupaten dan
desa-desa.
Fasilitasi persediaan bahan bangunan yang cukup melalui rantai pengadaan sangat
penting agar korban bisa memperoleh rumah baru dalam batas waktu yang sesingkat
mungkin guna membangun kembali mata pencaharian mereka.
22 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Infrastruktur
Dampak gempa bumi terhadap infrastruktur pemerintah dan swasta relatif terbatas,
dengan nilai kerusakan dan kerugian diperkirakan masing-masing sebesar Rp 397
miliar dan Rp 153,8 miliar. Sektor yang paling parah terkena dampak adalah energi, dengan
nilai kerusakan transmisi listrik dan fasilitas distribusi diperkirakan mencapai sejumlah total
Rp 225 miliar dan kerugian mencapai Rp 150 miliar akibat kerusakan fisik.
Dalam sektor transportasi, terdapat kerusakan jalan yang tersebar di berbagai
tempat tetapi tidak berat, serta kerusakan di bandara Yogyakarta, dan kerusakan jalur
kereta api utama dan infrastruktur yang terkait dengannya. Jumlah total kerusakan
diperkirakan mencapai Rp 90.2 miliar. Kebanyakan kerusakan jalan (80%) terjadi di jalan
provinsi dan kabupaten dan dua pertiga kerusakan terjadi di Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul.
Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor persediaan air dan sanitasi
diperkirakan mencapai Rp 85.6 miliar, terutama karena rusaknya sumur-sumur dangkal,
sumber utama air bagi 70-95% desa di Provinsi Yogyakarta maupun Provinsi Jawa Tengah.
Jasa pos dan telekomunikasi menderita sangat sedikit kerusakan, terutama kerusakan
pada base station telepon seluler dan nirkabel dan beberapa bangunan. Jumlah total
kerusakan diperkirakan tidak melebihi Rp 7 miliar.
Ikhtisar
Jumlah total kerusakan dan kerugian di sektor pasokan air dan sanitasi diperkirakan
mencapai Rp 85,6 miliar, agak lebih sedikit dibandingkan dengan sektor lainnya.
Kebanyakan kerusakan tampaknya terjadi pada fasilitas pasokan air ketimbang fasilitas
sanitasi. Tidak ada jaringan pasokan air pipa yang mengalami kerusakan parah. Di daerah-
daerah terkena bencana yang kebanyakan tidak memiliki air pipa, pembersihan puing secara
segera dan biaya perbaikan sumur dapat mencapai Rp 75,5 miliar. Pada tahap ini, informasi
tentang infrastruktur sanitasi bawah tanah masih terbatas.
8
Data PODES 2005 yang dikumpulkan oleh BPS
24 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Di Kabupaten Bantul, pasokan air terdiri dari 12 unit, satu untuk kota Bantul dan 11
untuk saluran-saluran daerah kecamatan di wilayah tersebut. Hanya sekitar 10% dari
seluruh penduduk kabupaten yang dilayani oleh PDAM Bantul, 82% lainnya mengandalkan
sumur dangkal (93%), mata air (5%), pompa tangan (1%), tadah hujan (0,4%), dan cara-cara
lain. Jumlah total kapasitas produksi adalah 235 l/s, dan air yang tidak terhitung/hilang
dilaporkan mencapai 22%. Sistem sanitasi tidak ada, dan hanya sekitar 13% dari produksi
sampah harian yang diambil oleh petugas pengambilan sampah kabupaten.
Di Kabupaten Klaten, jangkauan persediaan air sebelum gempa bumi mencapai 56%
untuk kota dan 14% untuk kabupaten secara keseluruhan. PDAM menjangkau kota
Klaten, dan enam sistem pasokan air kecamatan tersebar di seluruh kabupaten; empat di
antaranya bergantung pada sumur dalam dan dua di antaranya mata air. Saluran pipa
melayani 22.537 sambungan rumah, yang di antaranya sekitar 13.000 berada di daerah kota
Klaten. Sumur-sumur galian umum digunakan sebagai sumber air rumah tangga.
Tabel 14: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian pada sektor Air dan Sanitasi
Efek (Milyar Rp) Kepemilikan
Total Kerusakan Kerugian Swasta Pemerintah
Air dan Sanitasi 85,6 81,9 3,7 75,5 10,1
Pasokan air 84,2 80,5 3,7 75,5 8,7
Pasokan Air PDAM 8,7 5,0 3.7 0,0 0,0
Unit Produksi (sumur, pompa) 0,0 1,8 0.0 0,0 0,0
Jaringan dan Sambungan Pipa 0,0 3,2 0,0 0,0 0,0
Truk Air 0,0 0,0 0.0 0,0 0,0
Pendapatan yang Hilang 0,0 0,0 2,5 0,0 0,0
Biaya Operasional Tambahan 0,0 0,0 1,2 0,0 0,0
Pasokan Air di Pedesaan 75,5 75,5 0,0 75,5 0,0
Sumur Galian yang Perlu Dibersihkan 0,0 33,5 0,0 33,5 0,0
Sumur Galian yang Perlu Direhabilitasi 0,0 41,9 0,0 0,0 0,0
Sanitasi 1,4 1,4 0,0 0,0 1,4
Fasilitas Pengolahan Air 0,0 1,4 0,0 0,0 0,0
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Pasokan air pipa di daerah perkotaan terganggu selama beberapa hari terutama
karena matinya aliran listrik, karena 90% air bersumber dari sumur dalam yang di
pompa. Di Yogyakarta, tidak satu pun dari bangunan, pompa, dan sumur PDAM rusak
berat akibat gempa bumi, dan perbaikan secara cepat telah dilakukan guna menjaga pasokan
air. Tetapi, jaringan distribusi air rusak akibat semakin banyaknya kebocoran fisik di kota,
terutama di kecamatan-kecamatan yang paling terkena dampak, yakni Umbulharjo,
Mergangsan, Kota Gede dan Mantri Jero. Perbaikan sementara lebih dari 200 titik kebocoran
sedang dilakukan. Tidak ada laporan tentang kerusakan jaringan limbah. Meski telah
dilaporkan ada kerusakan kecil di fasilitas pengolahan limbah, fasilitas itu masih beroperasi.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 25
Kerusakan kecil juga ditemukan di lokasi penampungan sampah daerah di Piyungan, yang
melayani daerah Yogyakarta dan sekitarnya, berupa kebocoran pada kolam penyaringan yang
bisa mencemari sungai di dekatnya.
Di Bantul, dua dari 12 sumur dalam dilaporkan rusak, dan dua jembatan pipa
transmisi telah roboh. Di Klaten, hanya sekitar 50 sambungan rumah tangga yang
terganggu. Kedua kabupatan itu pada umumnya berisi wilayah semi-perkotaan dan pedesaan,
yang hanya mempunyai sedikit sambungan pipa, sehingga hanya terdapat sedikit kerusakan
pada sambungan tersebut. Sebaliknya, karena sumur dan toilet sangat umum, kerusakan per
individu banyak terjadi. Tetapi, tampaknya, bahkan di tempat-tempat yang tingkat
kehancuran rumahnya tinggi, struktur sumur-sumur itu tetap kuat, meski sudah terisi dengan
puing. Maka, biaya pembersihan yang dilakukan dengan segera bisa jadi tinggi, tetapi biaya
penggantian dan rekonstruksi rendah. Untuk sementara, rumah tangga yang berada di daerah
yang terkena dampak parah telah menggunakan fasilitas air dan sanitasi umum yang
disediakan para tetangga, yang telah dibersihkan dari puing, dan PDAM sedang menyalurkan
air melalui truk dan penampungan air umum di tenda-tenda evakuasi.
Informasi tentang kerusakan tangki penampung tinja belum tersedia dan mungkin
akan berdampak pada mutu air apabila tangki-tangki itu dibangun dekat sumur. Tetapi,
penting untuk dicatat bahwa kebocoran tangki penampung tinja ke sumur-sumur didekatnya
sudah menjadi masalah umum bahkan sebelum adanya gempa bumi.
Semua PDAM di kabupatan-kabupaten yang terkena dampak kemungkinan besar
akan mengalami peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan akibat pekerjaan
perbaikan yang harus segera dilakukan. Di Bantul, pekerjaan perbaikan dan rehabilitasi
terhalang oleh berkurangnya kapasitas staf, karena sekitar 80% rumah staf PDAM roboh
atau rusak berat.
26 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
ENERGI
Ikhtisar
Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang signifikan pada substasiun tegangan
ekstra tinggi di Pedan (Kabupaten Klaten), kerusakan kecil pada sebelas substasiun
tegangan tinggi, dan kerusakan di berbagai jaringan dan sambungan rumah tangga
tegangan menengah dan tinggi. Pasokan listrik daerah perkotaan Yogyakarta terputus
secara singkat, dan perkembangan bagus telah dibuat sejak saat itu dalam mengembalikan
sambungan listrik kepada para pelanggan di daerah pedesaan yang bangunannya masih bisa
digunakan. Tidak ada laporan mengenai kerusakan instalasi minyak dan gas. Ada beberapa
laporan tentang kerusakan tempat-tempat pengisian bensin pinggir jalan. Jumlah total
kerusakan dan kerugian diperkirakan mencapai masing-masing Rp 325 miliar dan Rp 150
miliar.
9
PLN memiliki sebuah unit pembangkit listrik tenaga air kecil berukuran 260kW di daerah itu. Tidak
dilaporkan adanya kerusakan pada fasilitas itu. Sejumlah perusahaan memiliki ’pembangkit’ sendiri yang
menyediakan listrik untuk keperluan utama atau cadangan. Menurut laporan, ada sekitar 140 unit di Provinsi
Jawa Tengah/Provinsi Yogyakarta dengan total kapasitas terpasang sekitar 87MW. Unit-unit itu merupakan
bagian dari sektor produktif.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 27
Yogyakarta menderita kerusakan kecil pada bangunan dan perlengkapannya.10 Tidak ada
menara transmisi yang rusak. Jumlah total biaya untuk perbaikan diperkirakan mencapai Rp
135 miliar11 oleh PLN.
Aliran 500 KV Pedan-Unggaran diberi tenaga kembali pada tanggal 31 Mei,
memungkinkan listrik dari Tambok Lorok disalurkan pada tegangan 500KV. Aliran
500KV Pedan-Kediri diberi tenaga kembali pada tanggal 6 Juni, sehingga bisa mengalirkan
listrik dari pembangkit listrik tenaga batubara Paiton.12 Pekerjaan sisanya di Pedan dan di 11
stasiun 150KV direncanakan akan selesai pada tanggal 30 Juni.
Unit usaha Jawa Tengah melaporkan kerusakan pada lebih dari 140.000 sambungan
pelanggan (seluruhnya sekitar 6,7 juta), dan pada kurang lebih 880km jalur distribusi
tegangan menengah (30KV dan 20KV) dan 820km jalur distribusi tegangan rendah.
Hanya segmen-segmen pendek dari jaringan tersebut yang menderita kerusakan parah. Pada
awalnya, sekitar 1.800 trafo distribusi tidak berfungsi dan sekarang diperkirakan bahwa
sekitar 180 rusak. PLN merencanakan untuk memfungsikan seluruh jaringan pada akhir Juni,
meskipun konektivitas akhir akan bergantung pada kecepatan rekonstruksi rumah-rumah
yang rusak. Jumlah total biaya perbaikan jaringan distribusi dan bangunan diperkirakan oleh
PLN mencapai Rp 90 miliar.
Biaya pembangkitan listrik PLN naik dengan tinggi karena PLN harus memasok
listrik ke daerah dari stasiun-stasiun berbahan bakar minyak dan bukannya
berbahan bakar batubara selama periode 27 Mei sampai 6 Juni. Konsumsi BBM
diperkirakan meningkat hingga 3.000 kiloliter per hari, sehingga biaya pembangkitan listrik
harian meningkat menjadi Rp 15 milyar.13 Jumlah total kerugian selama 10 hari tidak
beroperasinya aliran Pedan-Kediri diperkirakan oleh PLN mencapai Rp 150 miliar.
Unit distribusi Jawa Tengah telah melaporkan bahwa mereka mengantisipasi
berkurangnya penjualan listrik selama enam bulan ke depan.14 Kerugian ini tidak
dihitung karena: (a) sebagian besar pelanggan yang terkena dampak mendapatkan tarif R1
yang disubsidi tinggi, yang nilainya hanya sedikit di atas biaya pasokan jangka pendek yang
dapat dihindari dan (b) sebagian besar pelanggan rumah kecil menggunakan listrik selama
periode puncak malam hari (antara pukul 17.00 dan 22.00) ketika PLN sedang kesulitan
untuk memenuhi permintaan.15
10
Bantul, Wirobrajan, Medari, Godean, Gejayan, Kentungan, Semanu, Solo Baru, Wates, Purwoajo, dan
Klaten.
11
Informasi terbaru diperoleh dari PLN setelah tabel yang dirujuk di naskah ini selesai dibuat. Kerusakan di
Pedan sekarang diperkirakan mencapai Rp 92 miliar. Perkiraan oleh PLN tidak diverifikasi secara independen
sebelum perlengkapan diperbaiki.
12
Jadwal ini bisa terealisasi karena P3B bisa ’meminjam’ perlengkapan untuk Pedan dari substasiun Grati, yang
sekarang sedang dibangun.
13
Angka harus divalidasi oleh data aliran beban dan biaya energi.
14
PLN sedang mempertimbangkan apakah pelanggan yang bangunannya rusak total akan ditagih untuk
penggunaan listrik mereka untuk bulan Mei.
15
PLN sedang berupaya menekan kebutuhan periode puncak dengan mengenakan tarif periode puncak yang
tinggi untuk pelanggan industri besar dan bisnis (satu-satunya dengan pengukuran meter berdasarkan waktu).
Pada akhir tahun 2005, PLN juga memperkenalkan kebjakan disinsentif sementara (Dayamax) untuk pelanggan
28 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Ikhtisar
Gempa bumi mengakibatkan kerusakan yang relatif kecil pada jaringan jalan umum,
infrastruktur kereta api, bandara Yogyakarta, dan instalasi telepon serta kantor pos.
Tidak ada pelabuhan laut atau sungai di daerah yang terkena dampak.
JALAN
Kondisi Sebelum Bencana
Jaringan jalan digolongkan berdasarkan tanggung jawab administratif menjadi
penghubung nasional, provinsi, kabupaten, dan kota. Penggolongan ini secara umum
mencerminkan fungsi jalan. Di pusat, tanggung jawab terhadap infrastruktur jalan dipegang
oleh Departemen Pekerjaan Umum (Dep-PU) dan ditangani oleh Direktorat Jenderal Jalan
Raya. Dep-PU bertanggung jawab secara langsung untuk pembangunan dan perawatan
jaringan nasional dan untuk menetapkan kebijakan dan standar untuk mengelola jaringan
subnasional. Dinas pekerjaan umum provinsi dan Kabupaten/Kota bertanggung jawab
untuk pembangunan dan perawatan jaringan mereka masing-masing.
Jaringan nasional di Provinsi Yogyakarta memiliki panjang total sejauh 169km (2004)
dan terdiri dari jalan lingkar Yogyakarta ditambah empat penghubung radial.
Panjang jaringan provinsi, distrik, dan kota adalah 690km (2006), 3.834km (2000), dan
210km (2000), masing-masing. Selain itu, ada 2.000km jalan desa. Data serupa untuk Klaten
belum tersedia.
bisnis dan industri guna semakin menekan konsumsi periode puncak. Meskipun demikian, PLN selama ini
telah beberapa kali terpaksa melepaskan beban.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 29
KERETA API
Kondisi Sebelum Bencana
Infrastruktur Jalan Kereta Api dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan dikelola oleh
Direktorat Jenderal Kereta Api di Departemen Perhubungan. Jalan kereta api
dioperasikan dan pelihara oleh perusahaan kereta api milik negara, PT Kereta Api Indonesia
(KAI), yang mengoperasikan pengangkutan penumpang dan pengangkutan barang. Kereta
api lintas Jawa umumnya melayani penumpang dan jalur utama selatan menjalankan lalu
lintas jarak jauh antara Jakarta dan Surabaya, serta pelayanan lokal ke bagian timur dan barat
Yogyakarta. Yogyakarta adalah salah satu stasiun penumpang yang sangat penting dan juga
merupakan bengkel bagi lokomotif diesel satu-satunya di Indonesia.
16
Angka terbaru disedikan oleh dinas pekerjaan umum provinsi setelah tabel ini selesai dibuat. Jumlah total
kerusakan dan kerugian jalan naik mencapai Rp 68.7 miliar. Tetapi, tidak ada perincian pendukung dalam data
tersebut.
17
Jalur kereta api dari Yogyakarta ke Bantul ditutup.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 31
PENERBANGAN SIPIL
Keadaan Sebelum Bencana
Bandara Adi Sucipto di Yogyakarta dimiliki dan dikelola oleh perusahaan negara PT
Angkasa Pura I (AP-I) dan dilayani oleh Garuda serta beberapa perusahaan lain.
Perusahaan-perusahaan penerbangan itu mengoperasikan jalur-jalur langsung ke kota-kota
besar lainnya di Indonesia, termasuk Jakarta, Surabaya, Denpasar, Bandung, Banjarmasin,
Balikpapan dan Makassar, dan ke Singapura. Panjang landasannya, 2.200 meter, sehingga
737 dan pesawat sejenis bisa dioperasikan.
Gempa bumi mengakibatkan keretakan melintang pada landas pacu di tiga lokasi
dan keretakan memanjang di satu lokasi. Keretakan terjadi selebar 3cm dan umumnya
sedalam 5cm. Instalasi listrik dan alat bantu penglihatan pada umumnya tidak terkena
dampak tetapi terdapat kerusakan kecil pada menara kendali, dan bangunan dan jalan
operasional. Dengan dilakukannya penambalan, operasi landas pacu bisa dipulihkan dengan
cepat tetapi pekerjaan perbaikan bandara yang memakan waktu lebih lama, termasuk
pengaspalan landas pacu, perbaikan bangunan, jalan, dan perlengkapan operasional
diperkirakan memakan biaya Rp 13,8 miliar.
Lobi keberangkatan domestik, yang luasnya mencapai 1.200m2 dan dibangun pada
tahun 1984, runtuh dan membutuhkan penggantian total.18 Tempat check-in domestik
dan daerah lobi mengalami keretakan, dan Sistem Data Informasi Penerbangan rusak.
Jumlah total biaya rekonstruksi dan perbaikan diperkirakan mencapai Rp 5,4 miliar.
Perkiraan hilangnya pendapatan dari ongkos pelayanan penumpang, parkir, dan
penanganan barang mencapai Rp 150 juta selama penutupan dilakukan. Biaya-biaya
itu mungkin sudah lebih dari tertutupi dengan meningkatnya pendapatan di Solo, dan
meningkatnya volume penumpang dan barang secara signifikan akibat gempa bumi.
Kerusakan instalasi pos dan telekomunikasi tidak banyak terjadi dan pelayanan
telepon beroperasi kembali hampir secara normal di sebagian besar daerah hanya dalam
waktu beberapa jam kemudian.
Menurut laporan, kerusakan fisik pada fasilitas telekomunikasi sangat sedikit.
Pelayanan surat dioperasikan oleh perusahaan negara PT Pos, yang melaporkan kerusakan
kepada kantor pos wilayah Yogyakarta dan kantor sortir pusat, dan ke sejumlah kantor
cabang dan subcabang serta perumahan staf. Menurut laporan PT Pos, sejumlah Rp 7 miliar
telah disediakan untuk perbaikan.
Rekomendasi Awal
Kerusakan pada infrastruktur relatif rendah. Bagian yang paling terkena dampak
adalah sektor energi. Tetapi, banyak dari kerusakan perlengkapan sudah diperbaiki dalam
waktu kurang lebih sepuluh hari. Secara keseluruhan, tampaknya pelayanan air dan sanitasi,
penerbangan, dan telekomunikasi hanya terkena dampak sementara. Sebagian besar
kerusakan jalan terjadi pada jalan provinsi dan kabupaten.
Perkiraan kerusakan ini sebagian besar didasarkan atas inspeksi visual. Suatu
perkiraan saksama terhadap kemungkinan kerusakan bawah tanah pada pipa, saluran limbah,
dan tangki pembuangan tinja; kualitas air, keutuhan struktur jembatan, dan rel kereta api
18
Penumpang yang akan berangkat sekarang menunggu di ruangan lain, tanpa menimbulkan banyak
ketidaknyamanan.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 33
harus dilakukan. Mengingat kemungkinan terjadinya gempa susulan, hal ini bisa jadi sangat
penting demi keamanan operasional.
Untuk ke depan, rekomendasi awal mencakup:
Memobilisasi pendekatan padat karya untuk membersihkan dan merehabilitasi sumur
dan toilet;
Memastikan bahwa air bawah tanah dan infrastruktur sanitasi diikutkan dalam
mempersiapkan lokasi, dengan jarak yang cukup jauh dari tangki penampung tinja
guna mencegah pencemaran lebih jauh; PLN harus siap memperluas sambungan ke
rumah-rumah.
Memulai program skala provinsi untuk meningkatkan akses ke pasokan air yang
bermutu dan pelayanan sanitasi. Hal itu mencakup program ekspansi PDAM
tahunan, serta sistem-sistem berbasis masyarakat.
Merehabilitasi jalan dan jembatan kabupaten dengan cepat guna menghindari
kerusakan lebih lanjut selama musim hujan.
34 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Sektor Sosial
Tabel 16: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Sosial (miliar Rp)
Sektor Sosial Efek Pemilik
Kerusakan Kerugian Total Swasta Pemerintah
Pendidikan 1,683 0,56 1,739 585 1.154
Kesehatan dan Keluarga Berencana 1,525 0,21 1,546 996 550
Fasilitas untuk Orang Miskin dan Rentan 44 0,1 44 34 10
Agama dan Kebudayaan19 654 0,0 654 498 156
Jumlah 3,906 0,77 3,982 2.113 1.870
% dari jumlah Kerusakan dan Kerugian 17 1,2 14
Seluruh Sektor
Sumber: Perkiraan Tim Gabungan
PENDIDIKAN
Ikhtisar
Jumlah kerusakan dan kerugian di bidang pendidikan kedua provinsi, Yogyakarta
dan Jawa Tengah, diperkirakan mencapai Rp 1,74 triliun. Jumlah kerusakan di Provinsi
Yogyakarta diperkirakan mencapai Rp 1,3 triliun untuk bangunan dan Rp 58,8 miliar untuk
peralatan pendidikan. Jumlah bangunan dan fasilitas yang rusak sekitar Rp 320 miliar di Jawa
Tengah, yang 60%-nya terjadi di Kabupaten Klaten. Perkiraan kerugian mencakup biaya
fasilitas sekolah sementara, perekrutan dan pelatihan guru baru, pembayaran guru sementara
untuk menggantikan guru yang luka-luka, biaya pembersihan, dan biaya konseling. Jumlah
kerugian di Yogyakarta dan Jawa Tengah diperkirakan mencapai sekitar Rp 55,8 miliar.
19
Kerusakan dan kerugian di bidang pariwisata dimasukkan ke dalam Sektor Produktif.
20
Angka ini mencakup sekolah negeri dan swasta, sekolah kejuruan, dan sekolah yang disupervisi oleh
Departeman Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.
21
Angka partisipasi bersih di Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta 77,7, Jawa Tengah 67,8, dan Indonesia
65,2.
22
7.8 anak perempuan dan 6,1 anak lelaki. Di Jawa Tengah, partisipasi dalam pendidian tertiari dilakukan lebih
banyak orang anak laki-laki.
36 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
penting untuk meraih angka partisipasi yang tinggi. Pada tahun 2005, 70% dari semua desa di
Yogyakarta memiliki sekolah menengah pertama, dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan
di seluruh negeri yang hanya mencapai 30%.
Sektor swasta memainkan peran yang besar dalam memberikan pelayanan
pendidikan. Sektor swasta mencakup 22% dari semua fasilitas pendidikan dasar, 51% dari
semua sekolah menengah pertama, dan 60% dari semua fasilitas sekolah menengah atas di
kedua provinsi itu. Karena fasilitasnya cenderung lebih luas, pemerintah memberikan layanan
pendidikan kepada lebih banyak siswa daripada sektor swasta. Pada saat yang sama, dan
berbeda dengan pengalaman di negeri-negeri lain, fasilitas pendidikan swasta cenderung
menarik lebih banyak orang miskin yang anaknya tidak berhasil dalam ujian masuk ke
sekolah negeri atau yang tidak bisa membayar biaya seragam dan buku yang diharuskan di
sekolah negeri.
Isu-Isu Kunci
Tindakan cepat harus dilakukan guna menghindari kerusakan yang lebih besar,
yang kemudian akan meningkatkan kerugian, dan juga guna memastikan keamanan
siswa. Observasi lapangan mengindikasikan bahwa beberapa sekolah, meskipun tampaknya
aman, telah mengalami kerusakan parah yang tidak terlihat yang bisa berbahaya bagi anak-
anak sekolah. Karena banyak dari sekolah itu sudah berumur 35 tahun dan tidak memenuhi
standar keamanan terhadap gempa bumi, rekonstruksi menyeluruh harus diprioritaskan di
atas perbaikan dan rehabilitasi.
Mengingat besarnya kerugian, rekonstruksi harus dilakukan dalam fase-fase
sedemikian rupa sehingga semua siswa mendapat akses ke fasilitas sekolah secara bersamaan.
Rekomendasi Awal
Penilaian teknis terhadap bangunan sekolah yang masih ada harus segera
dilakukan untuk menentukan fasilitas mana yang aman digunakan. Sementera
itu, sekolah-sekolah sementara harus dibuat bagi sekolah yang hancur dan yang rusak
sampai semuanya bisa dibuktikan aman untuk digunakan.
Pendekatan kemasyarakatan harus dilakukan untuk merekonstruksi fasilitas
pendidikan berdasarkan program pembangunan sekolah berbasis-masyarakat
dari Depdiknas yang pembangunannya dilakukan oleh masyarakat. Tetapi,
kepatuhan pada standar tahan gempa dan standar keamanan lainnya harus dipantau
dan ditegakkan secara ketat.
Pembangunan kembali merupakan kesempatan untuk mendistribusikan
kembali sekolah-sekolah. Perubahan demografis dan mengecilnya ukuran keluarga
mengubah pola demografis dan, dengan demikian, sejumlah besar sekolah tidak
memiliki banyak siswa. Demikian pula, distribusi guru tidak seimbang, karena
beberapa sekolah memiliki rasio guru-murid yang lebih tinggi daripada standarnya.
Pola-pola demikian harus dipertimbangkan pada waktu menentukan pembangunan
kembali sekolah tertentu, dan perekrutan guru pengganti.
Ikhtisar
Jumlah kerusakan dan kerugian di sektor kesehatan dan keluarga di Provinsi
Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah bersifat signifikan. Jumlah kerusakan
diperkirakan mencapai sekitar Rp 1,5 triliun, sementara jumlah kerugian diperkirakan
mencapai sekitar Rp 21 miliar. Praktek dokter dan rumah sakit adalah yang paling terkena
dampak, dengan kerusakan dan kerugian mencapai hampir Rp 1 triliun, atau 65% dari
kerusakan dan kerugian.
38 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
23
35 Puskesmas di Klaten,134 Puskesmas di Yogyakarta.
24
Diperkirakan sebagai proporsi kerusakan terhadap jumlah rumah.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 39
hancur, 35 rusak berat, dan 42 rusak ringan. Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, delapan
Pustu hancur, 25 rusak berat, dan 19 rusak ringan; di Kabupaten Sukoharjo, empat Pustu
hancur dan satu rusak ringan. Tiga Polindes hancur di Yogyakarta. Kerusakan unit pelayanan
kesehatan utama untuk umum (puskesmas, pustu, polindes, dan asrama personil kesehatan)
paling parah terdapat di Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Sleman, Klaten, dan Sukoharjo.
Di sana ditemukan unit-unit yang rusak berat atau hancur. Kantor-kantor keluarga berencana
di Yogyakarta juga mengalami kerusakan tetapi hal itu tidak dicatat dalam laporan ini.
Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Gunung Kidul rusak dan harus
direkonstruksi. Pusat pelatihan kesehatan provinsi rusak ringan dan membutuhkan sedikit
renovasi. Terdapat konsentrasi tinggi praktek dokter pribadi dan apotek di Provinsi
Yogyakarta dan juga di Kabupaten Purworejo, Magelang, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo di
Jawa Tengah. Karena praktek-praktek dokter dan apotek-apotek umumnya berada di
perumahan, kerusakan dinilai proporsional dengan angka kerusakan perumahan, sehingga
memberikan angka perkiraan rusak maupun hancur.
Tabel 18: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian di Sektor Kesehatan (Miliar Rp)
Kabupaten Kerusakan Kerugian Jumlah
Provinsi D.I. Yogyakarta 1408,059 14,636 1422,695
Sleman 198,237 1,487 199,724
Bantul 418,380 4,449 422,829
Gunung Kidul 169,115 1,147 170,262
Yogykarta 604,400 7,420 611,820
Kulon Progo 17,927 0,133 18,060
Provinsi Jawa Tengah 101,969 6,004 107,973
Klaten 15,291 0,403 15,694
Kabupaten lain 86,678 5,601 92,279
Jumlah 1510,028 20,640 1530,668
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Isu-isu Kunci
Jelas, bahwa bencana seperti ini berdampak cepat dan signifikan terhadap kesehatan
penduduk, khususnya di daerah yang paling terkena dampak. Perhatian awal
dipusatkan pada luka-luka akibat gempa bumi, pencegahan wabah penyakit, dan penyediaan
pelayanan kesehatan dasar.
Masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar yang bisa terjadi adalah perawatan
cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya yang diderita lansia.
40 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Penyembuhannya akan memakan waktu lama atau mungkin tidak akan pernah tercapai,
sehingga mereka akan cacat permanen dan tidak bisa beranjak dari tempat tidur, sehingga
menambah beban anggota keluarga lainnya.
Bantuan kemanusiaan disediakan oleh pemerintah dan organisasi bantuan
kemanusiaan berupa rumah sakit lapangan, obat-obatan, dan staf perawat. Bantuan
kemanusiaan di sektor kesehatan dikoordinasi oleh pusat dan provinsi. Tetapi, mengingat
banyaknya cedera tulang yang terjadi, dibutuhkan banyak ahli bedah tulang.
Upaya bantuan kemanusiaan juga dipusatkan pada langkah-langkah untuk
mencegah wabah penyakit dan mendeteksinya. Suatu sistem pemantauan penyakit dasar
di daerah Yogyakarta dan sekitarnya telah diterapkan, melengkapi upaya pemerintah provinsi
untuk memperkuat kinerja pemantauan penyakit. Hingga hari ini, tidak dilaporkan adanya
wabah penyakit yang signifikan.
Jumlah air minum yang cukup dan bersih juga harus segera disediakan. Sejumlah
organisasi sedang mengupayakan hal ini dan perkembangan bagus telah dihasilkan dalam
banyak bidang. Tetapi, sanitasi dan pembuangan limbah masin menjadi masalah utama.
Jumlah staf yang memadai untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar juga
penting dalam tahap pemulihan ini. Untunglah, tidak banyak personil kesehatan yang
menjadi korban bencana, sehingga pemulihan pelayanan secara keseluruhan bisa dilakukan
dengan cepat untuk menanggapi bencana. Tanggapan tersebut dilakukan secara bersama-
sama oleh para penyedia pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, ditambah dengan staf
dari organisasi-organisasi bantuan kemanusiaan.
Rekomendasi Awal
Pendanaan di bidang kesehatan akan dibutuhkan untuk menghadapi kebutuhan
perawatan kesehatan jangka menengah dan panjang yang ditimbulkan oleh adanya
bencana.
Fasilitas-fasilitas perawatan jangka-panjang dibutuhkan untuk mengurus orang-orang
yang cacat akibat cedera tulang belakang dan tulang lainnya, khususnya kaum lansia,
kerena keluarga mereka tidak siap untuk melakukan perawatan jangka-panjang
demikian.
Rumah-rumah yang direkonstruksi harus mengikuti standar kesehatan dan
mempertimbangkan hal-hal seperti ventilasi yang cukup, selain standar keamanan
minimum.
Kerusakan fasilitas di Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya mencapai Rp 35.4 miliar, atau
lebih dari 81% dari jumlah total kerusakan dan kerugian.
25
Sisanya mencakup 18 pusat rehabilitasi kaum papa, tiga pusat rehabilitasi narkoba, dan satu pusat rehabilitasi
PSK.
26
Sekolah-sekolah seperti pesantren sering kali berfungsi sebagai panti asuhan untuk anak miskin. Tetapi,
sekolah seperti ini dicakup di dalam perkiraan untuk fasilitas pendidikan.
27
Sensus penduduk terbaru yang dilakukan secara simultan dengan pendaftaran pemilih pada tahun 2003.
42 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 19: Kerusakan dan Kerugian Fasilitas Orang Miskin dan Rentan (Milyar Rp)
Efek Pemilik
Kerusakan Kerugian Jumlah Swasta Pemerintah
Provinsi Yogyakarta 35,4 0,1 35,5 26,1 9,4
Kabupaten Klaten 8,1 0,04 8,1 7,4 0,7
Jumlah 43,5 0,14 43,6 33,5 10,1
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Isu-Isu Kunci
Karakteristik istimewa yang dimiliki oleh fasilitas-fasilitas perlindungan sosial di
daerah-daerah yang terkena dampak adalah bahwa sebagian besar fasilitas dimiliki
oleh yayasan swasta. Hal itu berarti bahwa masyarakat dan individu memainkan peranan
besar dalam menyediakan perlindungan sosial bagi kaum miskin dan lemah. Yayasan-yayasan
swasta tersebut bergantung pada dukungan para individu dan masyarakat agar bisa
menjalankan fasilitas mereka dan menyediakan kebutuhan dasar kliennya. Dalam situasi yang
normal, dukungan demikian mungkin tidak sulit didapat. Tetapi, dalam situasi bencana yang
berdampak terhadap hampir semua orang di masyarakat, dukungan demikian bisa jadi sukar
diperoleh. Dalam situasi seperti ini, para klien dari fasilitas-fasilitas itu bisa jadi terancam
tidak memperoleh perawatan dasar. Kemungkinan besar, hal itu merupakan kesulitan besar
yang akan dihadapi oleh fasilitas-fasilitas yang menyediakan pelayanan dan pernaungan bagi
penyandang cacat mental dan fisik, dan kaum lansia.
Mengingat besarnya jumlah korban bencana, kemungkinan besar jumlah klien pada
fasilitas demikian akan meningkat. Oleh karena itu, pada saat fasilitas-fasilitas itu
mendapat tekanan keuangan yang sangat berat, mereka dituntut untuk menyediakan
pelayanan yang lebih besar daripada sebelum terjadinya gempa bumi.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 43
Rekomendasi Awal
Penting agar pemerintah menyediakan bantuan tepat waktu agar rehabilitasi
dan rekonstruksi fasilitas yang rusak berat atau hancur bisa segera
dilaksanakan. Sebelum situasi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kembali
normal, bantuan juga dibutuhkan untuk menyediakan kebutuhan dasar klien.
Mekanisme pembiayaan dibutuhkan untuk merehabilitasi dan membangun
kembali fasilitas swasta karena fasilitas swasta mencakup 80% fasilitas yang
ada.
Pemerintah daerah dan dinas yang terkait harus mengantisipasi bahwa akan
ada peningkatan permintaan terhadap fasilitas-fasilitas demikian untuk
melayani orang miskin dan lemah. Antisipasi demikian akan menghindari
menumpuknya klien di fasilitas-fasilitas demikian dan akan mengurangi tekanan yang
dialami oleh fasilitas-fasilitas demikian yang sudah dilemahkan oleh bencana.
Tabel 20: Ikhtisar Kerusakan dan Kerugian terhadap Aset Keagamaan (miliar Rp)
Efek Pemilik
Kerusakan Kerugian Jumlah Swasta Pemerintah
Masjid dan Musala 479,1 0 479,1 479,1 0
Kantor Urusan Agama (KUA) 5,0 0 5,0 0 5,0
Gereja/Kapel, Katolik maupun Protestan 17,1 0 17,1 17,1 0
Pura (Kuil Hindu) 0,9 0 0,9 0,9 0
Vihara (Kuil Buddha) 1,0 0 1,0 1,0 0
Kantor Departemen Agama Propinsi 9,1 0 9,1 0 9,1
Rumah Dinas 1,8 0 1,8 0 1,8
Asrama Haji 0,03 0 0,03 0 0,03
Jumlah 514,0 0 514,0 498,1 15,9
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
28
Berdasarkan upah minimum tahun 2005, yaitu Rp 400.000 per bulan di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 45
kerusakan dihitung kasar dan perkiraan yang lebih tepat akan tersedia setelah perkiraan yang
lebih terperinci dilakukan. Lampiran teknis berisi ikhtisar informasi untuk setiap situs.
Kerugian. Kerugian terutama berkaitan dengan pendapatan dari pariwisata dan telah
dimasukkan secara terpisah ke sektor produktif.
Isu-isu Kunci
Rekonstruksi tempat-tempat ibadah akan menghadapi kesulitan jika tidak ada
pendanaan eksternal. Sejumlah besar tempat ibadah rusak dan biaya pembangunan
awalnya berasal dari beberapa generasi.
Perlindungan terhadap situs arkeologis dan historis yang rusak harus dilakukan.
Kerusakan demikian bisa terjadi akibat cuaca maupun aktivitas manusia. Perlindungan,
konservasi, dan pengelolaan situs harus segera dilakukan.
Penutupan situs untuk pekerjaan pemulihan akan mengakibatkan dampak ekonomi
yang berat terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar situs. Suatu program khusus
harus dibuat untuk melindungi masyarakat sekitar dari dampak buruk dan untuk
memaksimalkan partisipasi mereka dalam pemulihan dan perlindungan situs.
Tabel 21: Kerusakan Situs Kebudayaan di Daerah yang Terkena dampak (miliar Rp)
Situs Efek
Kerusakan
Subtotal Provinsi Jawa Tengah 89,6
Prambanan 78,1
Candi Plaosan Lor 1,9
Candi Plaosan Kidul 0,4
Candi Sewu 2,0
Candi Sojiwan 5,0
Candi Lumbung 0,2
Kompleks Makam Sunan Bayat 0,1
Kompleks Masjid Golo 0,2
Kantor Direktorat Arkeologi Provinsi 1,8
Subtotal Provinsi Yogyakarta 50,1
Keraton Yogyakarta 0,1
Taman Sari dan Panggung Krapyak 12,6
Makam Imogiri 31,1
Pusat Kerajinan Perak Kota Gede 6,3
Jumlah 139,7
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
46 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Rekomendasi Awal
Bantuan harus diberikan kepada masyarakat untuk membangun kembali
tempat ibadah dan memulihkan identitas masyarakat. Meskipun hal itu tidak
harus secara sepenuhnya dibiayai oleh pihak luar, biaya awal tetap dibutuhkan.
Untuk situs arkeologis dan historis, perkiraan kerusakan secara terperinci
oleh pakarnya sangatlah penting guna menentukan apakah ada kerusakan
struktur, memperkirakan biaya rekonstruksi, dan mengidentifikasi langkah-
langkah awal untuk menstabilkan situs dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
Terutama, situs harus segera diamankan dari pencurian.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 47
Sektor-Sektor Produktif
Prinsip Kunci: Faktor yang perlu diperhatikan dalam sektor-sektor produktif adalah
ukuran relatif kerusakan dan perkiraan kerugian di masa depan, jika kerusakan tidak
ditangani dalam kurun waktu yang masuk akal. Di sinilah letak pesan pentingnya:
rehabilitasi dan rekonstruksi segera prasarana yang rusak akan memulihkan air untuk
pertanian dan menghindarkan banjir di kemudian hari; dan pemberian likuiditas kepada
UKM yang terkena gempa akan mengurangi (aliran) tidak langsung kerugian karena
bencana, dengan membantu melanjutkan kegiatan perekonomian dengan segera.
29
Akibatnya, sektor finansial juga akan cukup terkena dampaknya. Masalah ini akan diulas di bagian lintas
sektor pada laporan ini.
30
Telah diupayakan agar tidak terjadi penghitungan ganda dengan tidak menyertakan beberapa kategori di sini.
48 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Segmen-segmen yang terkena dampak pada sektor-sektor “Rumah saya adalah ruang pamer usaha saya.
Saya tadinya menjual keramik senilai sekitar Rp
produktif saat ini mempekerjakan 650.000 orang. Oleh 10 juta per bulan di pasar setempat dan mengirim
karena itu, pengangguran kemungkinan besar akan meningkat kontainer-kontainer sebesar sekitar Rp 30 juta ke
secara signifikan. Kesempatan kerja harus segera disediakan bagi AS dan Eropa. Sekarang rumah saya hancur
yang menjadi tuna wisma dan yang mata pencahariannya sama sekali, persediaan barang saya hancur; saya
terpengaruh. Prinsip-prinsip yang dapat diikuti dalam rehabilitasi punya pesanan yang belum saya penuhi, dan
pembeli saya bisa beralih ke Vietnam dan
dan rekonstruksi mencakup: Kamboja. Musim pembelian kami adalah April
Memanfaatkan hubungan masyarakat yang erat di Yogya sampai Oktober. Jika saya tidak kembali
berusaha sepenuhnya pada bulan September, saya
dan Jateng untuk membangun kembali perumahan dan kehilangan satu tahun – itulah trauma saya yang
bangunan lain, guna menyediakan kesempatan kerja. sesungguhnya yang akan saya hadapi. Saya sudah
Membangkitkan UKM – khususnya yang bergerak di menjadi nasabah bank yang baik selama
bidang manufaktur, kepariwisataan, dan industri bertahun-tahun. Saya ingin bank menjadwal
sekunder lain – melalui program-program yang ulang utang saya – jadi saya bisa bernapas lega
selama 6 bulan. Saya juga ingin mendapat
menyediakan dukungan likuiditas. Kebanyakan UKM pinjaman baru sebesar Rp 5 juta hanya supaya
tidak bekerberatan untuk mengadakan kontrak usaha saya bisa saya mulai lagi. Begitu usaha saya
pinjaman, daripada menunggu bantuan hibah. jalan lagi, saya bisa menghidupi diri saya dan
Membangun kembali sektor perdaganan dan sektor jasa keluarga. Saya tidak perlu bantuan amal, saya
di daerah-daerah bencana. hanya perlu likuiditas – segera.” Pak. Timbul
Rahardjo, pemilik toko keramik,
Kasongan, Bantul
31
Kerugian bangunan yang dialami 22.700 unit usaha mikro dan kecil yang terdiri dari industri rumahan (sekitar
Rp 765 miliar) kemungkinan juga menjadi bagian dari kerusakan sektor perumahan
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 49
Daerah Klaten, Jawa Tengah: Sebelum bencana, sekitar 5.670 ha tanah digunakan
untuk sawah, dan sekitar 360 ha di antaranya tampaknya mengalami dampak
sedang. Untuk fasilitas pergudangan dan penyimpanan, 14.873 unit berdiri sebelum gempa
bumi, dan 9.911 unit di antaranya diperkirakan rusak.32
Skema Irigasi: Ada kira-kira 476 skema irigasi meliputi area total 63.800 ha di
Yogyakarta, dan 409 skema irigasi meliputi area total 29.190 ha di daerah Klaten,
provinsi Jawa Tengah. Empat belas skema irigasi yang meliputi daerah seluas 36.124 ha di
Yogyakarta, dan 3.154 ha di Klaten telah terkena dampak bencana. Sebelum gempa bumi,
skema-skema irigasi di Yogyakarta itu menghasilkan sekitar 393.800 ton gabah/tahun (senilai
Rp 474 miliar berdasarkan harga petani) dan sekitar 153.700 ton palawija (jagung, kacang
tanah, singkong, dll.) per tahun (diperkirakan senilai Rp134 miliar). Dan di daerah Klaten,
36.300 ton beras per tahun (Rp43 miliar) serta 12.200 ton palawija (Rp7 miliar).
Berdasarkan penilaian awal oleh Departemen Pekerjaan Umum, struktur-struktur
irigasi di Kabupaten Klaten, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten
Sleman, dan Kotamadya Yogyakarta telah mengalami kerusakan parah. Di provinsi
DIY, sekitar 65% daerah yang digarap, atau 23.000 ha, bergantung pada irigasi dan telah
terkena dampak (kerugian sekitar Rp27 miliar), dan 82%, atau 1180 ha, di Klaten (kerugian
diperkirakan Rp1,4 miliar). Lampiran teknis untuk sektor-sektor produktif menyajikan
perincian lebih jauh.
Dengan asumsi curah hujan tetap tetapi tanpa rehabilitasi dalam tahun pertama,
panen akan anjlok sebesar kira-kira 347.630 ton, senilai dengan Rp 387 miliar pada
harga produsen yang merupakan 10.5% sektor pertanian di provinsi Yogyakarta. Di
Klaten, panenan akan anjlok sebanyak kira-kira 16.285 ton, senilai dengan Rp 18 miliar, yaitu
2% PDRB sektor pertanian di kabupaten ini.
32
Angka ini juga mencakup fasilitas dan bangunan irigasi.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 51
Pengendali Banjir dan Struktur Sungai: Ada tiga jaringan sungai utama yang terdiri dari
banyak anak sungai - Progo, Oyo, dan Solo Atas – yang mengalir melalui provinsi DIY dan
Kabupaten Klaten. Karena air di jaringan sistem sungai utama ini sebagian besar berasal dari
G. Merapi, endapan dari G. Merapi kemungkinan besar mempengaruhi aliran sungai-sungai
ini dan tanpa struktur sungai yang berfungsi dengan baik, bisa terjadi kerusakan akibat banjir
selama musim penghujan.
Dilaporkan ada sejumlah kerusakan fisik struktur sungai – seperti retakan dan
runtuhnya tanggul dan dinding tepian – karena gempa bumi di Bantul, Kulon Progo,
Kodya Yogyakarta, Sleman, dan Klaten. Kerusakan yang dilaporkan sehubungan dengan
struktur sungai sekitar Rp 19,1 miliar. Walaupun diperlukan penelitian yang lebih terperinci
dan diperlukan prioritisasi pekerjaan rehabilitasi untuk mencegah kemungkinan kerusakan
karena banjir, sebanyak 7.795 orang, 2.100 rumah, dan 3.720 ha lahan pertanian (senilai
dengan kerugian Rp 22 miliar) dapat terkena dampak banjir jika tidak ada rehabilitasi yang
layak dalam kurun waktu 6-12 bulan.
Ikhtisar
Jawa Tengah dan Yogyakarta selama ini adalah pusat-pusat penghasil meubel,
keramik, kerajinan, dan lain-lain. Kawasan yang terkena dampak bencana memiliki
sampai 100.000 UKM. Gempa bumi telah berdampak langsung pada ribuan perusahaan ini
maupun pada jaringan pemasok dan gangguan lain pada jaringan perantara. Diperkirakan
sekitar 30.000 UKM langsung terkena dampak. Tabel 4 menyajikan besarnya dampak
tersebut. Sekitar 650.000 pekerja akan terkena dampak dengan satu atau lain cara, sementara
sekitar 2,5 juta orang yang bergantung pada usaha tersebut akan terkena dampak secara tidak
langsung karena hilangnya penghasilan sementara atau permanen.
Tabel 25: Dampak Bencana Gempa Bumi terhadap UKM di Yogyakarta dan Jawa Tengah
Nama Jumlah Unit yang Terkena Pekerja di UKM Yang Total
Kabupaten UKM Formal Informal Total Formal Informal Terkait Yang
yang Kena (pra-bencana) dengan Terkena
Bencana UKM
Formal
Bantul 21.306 9.588 5.040 14.628 335.570 20.160 1.342.278 1.362.438
Klaten 25.000 4.500 3.360 7.860 157.500 13.440 630.000 643.440
Kodya Yogya 8.619 776 1.680 2.456 27.150 6.720 108.599 115.319
Sleman 18.558 1.113 1.120 2.233 38.972 4.480 155.887 160.367
Gunung Kidul 21.659 650 560 1.210 22.742 2.240 90.968 93.208
Kulon Progo 22.418 673 560 1.233 23.539 2.240 94.156 96.396
Total 117.560 17.299 12.320 29.619 605.472 49.280 2.421.888 2.471.168
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 53
Dukungan keuangan langsung akan mencakup (i) penjadwalan ulang utang di bank,
(ii) pinjaman baru untuk modal kerja dan (iii) tempat sementara untuk bekerja. Dua
hal pertama itu dapat dilakukan melalui peraturan-peraturan BI - dan inisiatif dari bank lokal
yang beroperasi dengan Pemerintah atau bantuan donor, jika perlu.
Gempa bumi tidak berdampak besar pada jumlah dan ketersediaan tenaga kerja, dan
selain kerusakan pada jalan-jalan penghubung ke sub-desa di kabupaten Bantul,
tidak dilaporkan adanya kerusakan parah lainnya pada jalan, sehingga diharapkan
pengiriman barang berjalan normal. Karena banyak pekerja dan orang yang bergantung
pada penghasilan mereka, ada potensi yang signifikan untuk memanfaatkan tenaga kerja
sementara yang tercipta karena bencana segera dengan menggunakan mereka selama proses
rehabilitasi dan rekonstruksi. Hal ini akan membuat mereka yang terkena dampak segera
memiliki uang tunai di tangan dan membantu kebangkitan perekonomian.
5000
Billions of Rupiah
4000
3000
2000
1000
0
Medium Small Units Micro Units Total
Enterprises
Isu-Isu Kunci
Dalam jangka pendek: (i) pemberian fasilitas likuiditas sementara dan (ii) hilangnya
rumah (yang juga menjadi tempat usaha) harus segera diperhatikan agar
perusahaan-perusahaan dapat beroperasi kembali. Usaha-usaha perlu menjadwal ulang
utang yang ada dan mendapatkan akses ke dana pinjaman segar yang cepat dan terbatas.
Tetapi, bank mengklaim bahwa mereka tidak dapat memberikan pinjaman baru tanpa
penyelesaian pinjaman sebelumnya. Karena kebanyakan industri beroperasi di rumah-rumah
penduduk, persoalan tentang tempat kerja adalah bagian dari program rehabilitasi perumahan
secara keseluruhan. Guna menghindari kerugian di masa depan karena para pembeli beralih
ke produsen lain, pesanan-pesanan yang sudah masuk hendaknya diupayakan untuk dipenuhi
tepat waktu. Sudah jelas perlunya tindakan intervensi yang segera: dampak psikologis akan
semakin buruk jika penduduk menganggur dan masa depan mereka tidak jelas. Perusahaan-
perusahaan yang lebih besar melaporkan bahwa bahkan pekerja mereka yang kehilangan
rumah dan keluarga memilih untuk masuk kerja.
Dalam jangka menengah, peran sektor asuransi yang lemah dalam menyediakan
penyelesaian risiko dan mekanisme pengalihan risiko untuk perusahaan-perusahaan
perlu diperhatikan. Sementara banyak UKM di daerah ini memiliki akses dan pengetahuan
terhadap produk-produk keuangan pada masa sebelum bencana, hanya sebagian kecil saja
yang dicakup asuransi. Kebanyakan di antara mereka yang sudah dicakup, tidak memiliki
penggantian karena bencana alam, karena perusahaan-perusahaan asuransi enggan
menyediakan penggantian sejak tsunami tahun 2004 di Aceh.
Rekomendasi Awal
Pemulihan mata pencaharian penting untuk tahap rekonstruksi – dan akses ke
likuiditas dan penyediaan tempat kerja merupakan alat mencapainya bagi mayoritas
perusahaan yang terkena bencana.
Manfaatkan tenaga kerja sementara, dan penggunaan nilai lokal “nrimo”( menerima
dan terus maju); dan “gotong royong” – akan mempercepat proses rekonstruksi.
PERDAGANGAN
Ikhtisar
Kerusakan yang dialami pasar publik dan fasilitasnya serta pasar modern
diperkirakan sekitar Rp 168 miliar. Kerugian diperkirakan Rp 100 miliar, sehingga seluruh
kerusakan dan kerugian sebesar Rp 269 miliar.33 Selain itu, sektor-sektor jasa – termasuk
restoran dan jasa non-permerintah – kemungkinan besar telah menderita kerusakan dan
kerugian sebesar Rp 218 miliar.34 Jadi, keseluruhan kerusakan dan kerugian diperkirakan
sebesar 2% PDRB agregat di enam kabupaten yang mengalami dampak terparah.
Bantul dan Yogyakarta mengalami dampak terparah, sementara Klaten dan Gunung
Kidul mengalami kerusakan dan kerugian yang besar. Yogyakarta, karena
ketergantungannya pada restoran dan jasa yang terkait dengan pariwisata, akan menghadapi
tantangan kecuali dukungan rehabilitasi yang cukup telah dikerahakan. Perdagangan di
Bantul dan Klaten terkena pukulan terparah. Banyak pasar tradisional rusak atau hancur.
Fasilitas-fasilitas yang lebih baru seperti pusat perbelanjaan, mal, dan supermarket
kerugiannya tidak separah pasar tradisional. Harga-harga banyak komoditas sempat
melambung, dalam beberapa kasus sampai sepuluh kali lipat, tetapi sekarang sudah turun
lagi.
33
Angka yang telah direvisi yang diperoleh tim, setelah data kerusakan dan kerugian dikompilasi, menunjukkan
bahwa kerusakan bisa lebih besar yaitu sebesar Rp 222 miliar dan kerugian sebesar Rp 146 miliar.
34
Karena kerusakan di sektor jasa ini kemungkinan besar juga telah tercakup dalam data perusahaan kecil,
mereka tidak disertakan di bawah sektor “Perdagangan” untuk tujuan penilaian secara keseluruhan.
35
Di pasar tradisional, transaksi dicatat secara manual atau tidak dicatat sama sekali, para pembeli adalah orang
perorangan atau pedagang kecil, produk yang mereka jual kebanyakan adalah kebutuhan sehari-hari dan
pakaian, dan bangunan mereka dikelola dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Pengembangan usaha dan
dukungan lain untuk pasar tradisional disediakan oleh Dinas perindustrian, perdagangan, dan koperasi
(Dinasperindagkop)-di bawah Departemen Perdagangan tetapi para pedagang di pasar tradisional dan pasar
modern serta waralaba melaporkan transaksi mereka ke kantor pajak – di bawah Departemen Keuangan.
58 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
sama. Selain itu, beberapa pasar tradisional telah direnovasi. Di provinsi DIY, beberapa pasar
tradisional berupa bangunan semi-permanen/permanen atau terdapat di tempat terbuka.
Pasar lapak di 400 desa di provinsi Jawa Tengah dan provinsi DIY buka dua atau tiga hari
dalam sepekan. Usaha lain yang baru dan berkembang cepat adalah waralaba pasar swalayan
kecil (minimarket). Pada tahun 2005, terdapat 28.075 pedagang berizin, kebanyakan di
antaranya pedagang kecil. Secara keseluruhan, lebih dari 300.000 orang atau 10% penduduk
di daerah yang terkena dampak bencana terlibat langsung dengan sektor perdagangan di
provinsi DIY, belum termasuk orang yang menyediakan jasa transportasi pulang pergi ke
pasar, para kuli, dan orang-orang lain yang pekerjaan dan usahanya terkait dengan
beroperasinya pasar. Banyak pekerja di kota Yogyakarta tinggal di Bantul dan daerah-daerah
lain yang terkena dampak bencana.
Pedagang kecil di pasar tradisional juga adalah eksportir. Data ekspor/impor yang
dibagi menurut golongan pedagang tidak tersedia, tetapi total ekspor dan impor dari provinsi
DIY pada tahun 2005 menunjukkan tren yang meningkat.
Pasar Tradisional
Gabungan kerusakan dan kerugian yang dialami pasar-pasar tradisional di Provinsi
DIY dan Kabupaten Klaten diperkirakan sejumlah Rp 245 miliar.36 Kerusakan dan
kerugian tertinggi di Bantul dan Klaten, diikuti kota Yogyakarta dan kabupaten Gunung
Kidul. Banyak pasar yang sama sekali tidak terkena dampak, seperti Pasar Bantul – pasar
tradisional terbesar di Bantul. Sedangkan bagian-bagian pasar Niten, pasar Imogiri, pasar
Plered, dan pasar Piyungan, yang juga berlokasi di Bantul hancur sama sekali. Sekitar 10
pasar lain di Klaten dan satu pasar di Yogyakarta juga rusak parah. Di pasar yang ditutup atau
rusak parah, banyak pedagang memindahkan usaha mereka ke tempat-tempat perdagangan
sementara di emperan bangunan-bangunan atau di lokasi di dekatnya yang masih kosong.
Sekitar 2.820 pedagang di Klaten dan sekitar 16.300 pedagang lain di Yogyakarta dilaporkan
pindah sementara. Secara keseluruhan, dari penutupan sementara banyak pasar tradisional di
Yogyakarta dan Klaten, pendapatan total yang hilang kemungkinan besar sekitar Rp 80 miliar
lebih, termasuk pajak yang hilang.
Beberapa pasar ditutup sampai ada inspeksi lebih lanjut atau sampai dibangun
kembali, sementara yang lainnya beroperasi kembali beberapa hari kemudian. Di
banyak lokasi, nilai transaksi harian merosot – misalnya di Beringharjo, pasar terbesar di
Yogyakarta, transaksi turun dari Rp 1,2 miliar prabencana menjadi Rp 0,8 miliar setelah
bencana. Di beberapa pasar lainnya, kerusakannya tidak signifikan tetapi properti atau
keluarga karyawan mereka terkena dampak sehingga mereka tidak bisa bekerja untuk
sementara. Para pedagang di pasar-pasar tradisional tidak mengasuransikan aset mereka dan
36
Seperti dikemukakan di paragraf pertama di bagian perdagangan dan jasa, data yang direvisi pada tahap
penyelesaian laporan ini menunjukkan angka kerusakan dan kerugian yang lebih besar sampai Rp 370 miliar.
Angka yang direvisi akan terlihat di penilaian kerusakan dan kerugian tahap berikutnya.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 59
tidak menggunakan gudang sehingga aset mereka sebagian besar tidak bisa dipulihkan ketika
bangunan rusak.
Ada kerugian-kerugian lain, selain pendapatan yang hilang. Ketika beberapa pasar
berhenti beroperasi dan produksi maupun pengiriman beberapa komoditas terhambat selama
beberapa hari, terjadilah kekurangan kebutuhan sehari-hari dan harga-harga melambung dan
hal ini berpotensi mengurangi daya beli orang yang memiliki penghasilan tetap – ini kerugian
yang tidak dapat secara akurat dicatat dalam penilaian.
Pasar Modern
Total kerusakan dan kerugian pasar modern diperkirakan kurang dari 30% jika
dibandingkan dengan pasar tradisional. Hal ini sebagian besar adalah karena bangunan-
bangunan mereka lebih besar dan tidak rawan kerusakan karena gempa bumi. Berdasarkan
informasi terbatas yang tersedia, tampaknya Bantul yang paling besar kerugiannya, disusul
oleh Yogyakarta dan Klaten. Kerugian usaha karena struktur yang rusak paling sedikit
diimbangi oleh penjualan kepada orang-orang yang biasanya berbelanja di pasar tradisional,
maupun penjualan ke pihak yang memberikan bantuan kemanusiaan. Berapa banyak
perdagangan dan tenaga kerja yang diserap dari pasar tradisional oleh pasar yang lebih
modern adalah suatu fenomena yang perlu diteliti. Dalam waktu dekat, ada kemungkinan
hilangnya pasar luar negeri karena sebagian ekspor tidak dapat dikirimkan sesuai dengan
jadwal dan ada kebutuhan akan tambahan pengeluaran oleh para pengusaha untuk
mendapatkan karyawan baru sebagai ganti karyawan mereka yang sudah tidak ada lagi.
Restoran
Sementara restoran-restoran di bangunan yang rusak mengalami kerusakan dan
kerugian yang signifikan, banyak restoran lain yang kemungkinan besar mendapat
manfaat dari kegiatan yang meningkat. Meskipun data tidak tersedia, perkiraan
kerusakan dan kerugian berdasarkan bukti kasar adalah sekitar Rp150 miliar.37 Potensi
kerugian terhadap perekonomian secara keseluruhan kemungkinan besar diimbangi oleh para
konsumen yang memilih untuk makan di restoran terbuka atau warung.
Jasa Non-Pemerintah
Kerusakan dan kerugian pada sub-segmen ini kemungkin besar tidak banyak.
Meskipun tidak ada data yang andal hingga saat ini, perkiraannya adalah Rp 60 miliar.
Kebanyakan jasa berlokasi di kotamadya Yogyakarta dan kabupaten Sleman, tetapi dampak
gempa bumi tampaknya lebih besar di Yogyakarta.
37
Seperti dikemukakan sebelumnya, ini tidak tercakup dalam perkiraan sektor perdagangan dan jasa
keseluruhan, karena kemungkinan besar akan tercakup dalam data persudahaan.
60 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Meskipun dampaknya terhadap orang lebih sulit untuk diperkirakan, banyak yang
bekerja di sektor-sektor ini menderita kesulitan. Karena para pedagang wiraswasta di
pasar tradisional jarang mengasuransikan barang dagangan mereka ataupun menggunakan
gudang, banyak yang telah kehilangan aset karena bangunan runtuh. Yang lain-lain tidak bisa
melanjutkan usaha karena kehilangan, kerusakan, atau trauma dalam keluarga mereka sendiri
atau terhadap rumah mereka. Menurunnya pariwisata yang pasti terjadi tentu akan
merugikan restoran dan banyak perusahaan lain di sektor jasa yang memberikan pelayanan
makanan bagi para wisatawan. Para karyawan di tempat-tempat ini dan tempat-tempat yang
rusak atau ditutup paling sedikit kehilangan gaji selama beberapa waktu atau bahkan
kehilangan pekerjaan mereka.
Prioritas pertama adalah membantu orang yang kehilangan pekerjaan, penghasilan,
atau aset di sektor-sektor ini. Perlu upaya untuk mengorganisasi program-program padat
karya untuk membersihkan, memperbaiki, dan membangun kembali fasilitas-fasilitas umum.
Dana hendaknya dialokasikan untuk memberikan paket kompensasi bagi pihak-pihak yang
usahanya mengalami kerusakan tempat usaha dan peralatan atau kehilangan penghasilan
dari perdagangan. LSM-LSM dan organisasi-organisasi lain yang ahli dalam kredit mikro
hendaknya dikerahkan untuk memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, bisa melalui
pinjaman kelompok.
Selain itu, dana hendaknya dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun
kembali pasar tradisional. Sementara ini, pemerintah daerah hendaknya mengalokasikan
tempat untuk pasar sementara, menunda pembukaan kembali atau membangun kembali
fasilitas-fasilitas yang rusak. Tempat sementara ini bisa berupa taman atau alun-alun atau
lahan umum yang tidak digunakan, tetapi lokasi-lokasi ini hendaknya dekat dengan pasar
yang digantikannya, dan mudah dijangkau oleh calon pelanggan.
PARIWISATA
Ikhtisar
Perkiraan awal menunjukkan kerugian sebesar Rp 36 miliar dan hilangnya
penghasilan sebesar kira-kira Rp 18 miliar. Tempat-tempat wisata yang terkena dampak
gempa bumi berlokasi di kodya Yogyakarta, kabupaten Sleman, dan kabupaten Bantul
(provinsi DIY) serta Klaten (Jawa Tengah). Tempat wisata di kabupaten lain seperti Boyolali
atau Sukoharjo (Jateng) tidak terkena dampak. Walaupun ada kerusakan di sejumlah tempat
wisata, para pengelola tempat itu yang diwawancarai optimis bahwa pariwisata tidak akan
terkena dampak secara signifikan
terhadap perekonomian daerah tidak terlalu besar. Candi Prambanan yang bersejarah (di
kabupaten Sleman) dan Kraton adalah tempat tujuan wisata terpenting di provinsi DIY.
Candi Prambanan menarik hampir 1 juta wisatawan pada tahun 2005, dan Kraton menarik
sekitar 400.000 wisatawan. Di Yogyakarta ada 34 hotel dan 1.106 losmen. Di Klaten terdapat
42 hotel dan losmen.
Akomodasi
Saat ini 6 di antara 34 hotel bermutu tinggi (716 kamar) ditutup. Tahap rekonstruksi
akan berlangsung selama 3 bulan (Novotel, 202 kamar) hingga 12 bulan (Sheraton, 241
kamar). Hotel-hotel lain seperti Ina Garuda atau Melia Purosani tetap buka, tetapi beberapa
kamarnya harus direkonstruksi.38 Di Klaten 16 dari 42 hotel/akomodasi rusak, kebanyakan
di antaranya di daerah Prambanan.
Fasilitas Kantor
Kantor Dinas Pariwisata di Kabupaten Bantul rusak ringan. Saat ini kantor itu
digunakan untuk keperluan darurat. Kantor Dinas Pariwisata di Kodya Yogyakarta juga
mengalami kerusakan sedang, tetapi tetap beroperasi. Dari 4 kantor pariwisata Yogyakarta
hanya satu kantor yang terdapat di Bandara yang rusak sedikit. Yang rusak parah adalah Balai
Kota dan Taman Budaya. Di Klaten hanya Dinas Pariwisata di kota Klaten yang tidak rusak,
tiga badan lainnya (satu di antaranya bersifat nasional: BP3) rusak. Kerugian lembaga-
lembaga umum ini tidak dapat dihitung, karena mereka pun tidak memiliki penghasilan.
38
Kerusakan hotel-hotel berbintang diperhitungkan menurut rata-rata biaya rekonstruksi/kamar untuk berbagai
kategori hotel berbintang. Kerugiannya dihitung berdasarkan kamar yang sekarang tersedia, tarif kamar rata-rata
– berdasarkan tingkat hunian 52%. Tingkat hunian tidak dibuat lebih rendah daripada situasi sebelum bencana.
Pada saat ini hotel penuh dengan pekerja pemberi bantuan dll. Kemudian akan ada tahap rekonstruksi yang juga
menjanjikan adanya lebih banyak orang yang menginap. Diperkirakan bahwa jumlah wisatawan domestik tidak
akan menurun, karena akan ada kegiatan-kegiatan rutin (Ramadhan, Hari Raya, musim Haji, Natal, dll .).
62 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
LANGKAH SELANJUTNYA
Lintas Sektor
Walaupun tidak ada efek yang luas terhadap sruktur fisik, kerugian di kemudian hari
bisa signifikan jika tidak ada tindakan yang segera diambil, khususnya di sektor
perbankan dan keuangan. Sementara kerusakan saat ini pada sektor tersebut relatif
ringan, potensi kerugian di masa depan bisa mencapai Rp 2 triliun, karena diperkirakan
sampai 58.000 peminjam saat ini mungkin tidak dapat mengembalikan pinjaman mereka.
Untuk meminimalisasi kerugian di masa depan, pemulihan sektor keuangan harus
didukung dan pinjaman harus bisa dikembalikan sesegera mungkin. Kebijakan-
kebijakan memprioritaskan penyelesaian nyata terhadap masalah-masalah ini sangatlah
dibutuhkan, melalui restrukturisasi pinjaman yang belum dibayar, skema jaminan kredit yang
memungkinkan UKM peminjam yang potensial untuk mengakses pinjaman tanpa jaminan,
64 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
dan skema peminjaman yang potensial dan tepat sasaran. Semua tindakan ini memungkinkan
pemulihan perekonomian yang lebih cepat.
Pada sektor lingkungan hidup, langkah-langkah kunci yang diambil sekarang dapat
mengurangi kemungkinan kerugian di masa depan. Khususnya, perlu dilakukan
penilaian yang cermat terhadap rencana pembuangan puing, manajemen limbah berbahaya,
dan mengembangkan rencana kerja, serta merancang dan menetapkan standar bangunan
tahan gempa untuk bangunan baru berlantai satu serta menyesuaikan kembali bangunan
yang rusak.
LINGKUNGAN HIDUP
Ikhtisar
Dampak gempa terhadap lingkungan secara garis besar bisa dibagi dalam empat
bidang: a) manajemen limbah; b) dampak rekonstruksi; c) prasarana lingkungan; dan d) efek
terhadap ekosisten/pelayanan lingkungan. Tidak ada kerusakan yang signifikan pada
ekosistem alami (hutan, terumbu karang, pohon bakau, dll.), demikian juga dengan kapasitas
manajemen lingkungan pemerintah daerah..
lingkungan yang terpenting di daerah bencana adalah sumber daya air. Banyak simpanan air
pada lapisan kars terletak di selatan Yogyakarta dan di sebagian besar daerah Gunung Kidul.
Kerugian besar yang kedua adalah menurunnya fungsi pelayanan lingkungan hidup,
khususnya air tanah. Badan Pengelola Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) di
Yogyakarta melaporkan peningkatan gejolak air tanah di sumur-sumur tertentu dan sistem
pipa air ledeng. Struktur air tanah juga tampaknya terkena dampak gempa bumi dan gempa-
gempa susulan; hal ini terlihat dari adanya laporan bahwa sejumlah sumur mengering. Hal ini
khususnya bisa terjadi di daerah-daerah kars dan gua, dimana perubahan aliran air bawah
tanah bisa mempengaruhi sumur dan sumber air.
Kerugian besar yang ketiga adalah biaya tambahan untuk penilaian lingkungan yang
dibutuhkan oleh proses rekonstruksi. Rekonstruksi akan memberikan tambahan
permintaan akan kapasitas kelembagaan daerah dalam bidang manajemen lingkungan. Biaya
administratif yang lebih besar akan timbul untuk menilai dampak lingkungan karena adanya
investasi baru, penegakan standar-standar lingkungan hidup dan pengawasan tindakan-
tindakan perbaikan.
Yang terakhir, kerugian lain adalah rawan tanah longsor yang disebabkan oleh
gempa bumi. Kementerian Lingkungan Hidup melaporkan paling sedikit ada enam tempat
baru yang rawan, yang mengalami beberapa kali tanah longsor setelah gempa utama. Tanah
longsor ini dapat dan telah menyebabkan kerusakan yang semakin parah pada jalan, rumah,
dan prasarana karena gerakan tanah, banjir, dan tumbukan bebatuan.
Tidak adanya kerugian terhadap manajemen sampah dan pembuangan puing telah
diantisipasi, kecuali volume sampah yang harus dibuang meningkatkan kebutuhan akan
perlunya tambahan kapasitas pembuangan sampah atau lahan yang digunakan untuk tempat
pembuangan puing adalah lahan produktif.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 67
Masalah Utama
Masalah-masalah utama yang terkait dengan manajemen puing dan sampah antara lain
ialah: a) diteruskannya pelayanan pengangkutan sampah di Bantul, yang terhenti karena
gempa bumi; b) dampak potensial terhadap sanitasi di desa-desa karena bertambahnya
permintaan akan pembuangan sampah setelah mendapatkan bantuan; c) keamanan
penduduk desa dan pekerja-pekerja yang terlibat dalam pekerjaan pembongkaran; d) dampak
potensial terhadap lingkungan karena pembuangan puing di tempat pembuangan sampah
darurat yang tidak layak; dan e) risiko-risiko yang bisa terjadi karena limbah yang berbahaya
(misalnya: semakin banyaknya volume limbah medis dari fasilitas-fasilitas perawatan yang
sudah ada maupun yang baru dan dari industri-industri yang memiliki sarana pengolahan
limbah yang rusak). Untuk rekonstruksi, masalah yang tercakup: a) memaksimumkan
pemulihan sumber daya untuk membangun kembali guna menurunkan biaya dan
menurunkan dampak terhadap lingkungan; b) memastikan bahwa standar bangunan yang
tahan bencana dikembangkan dan ditegakkan sebagai bagian dari upaya rekonstruksi; dan c)
menerapkan prinsip-prinsip perancangan yang ramah lingkungan selama rekonstruksi
(misalnya: untuk perencanaan ruang, konstruksi bangunan, penyediaan energi, air, dan
sanitasi).
Rekomendasi Awal
Rekomendasi awal untuk dimensi lingkungan dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi
mencakup:
Penilaian yang lebih mendalam terhadap daerah-daerah kunci yang terkena dampak
terbesar. Untuk puing, ini mencakup: memperbarui perkiraan puing yang harus
dibuang, evaluasi lingkungan terhadap puing di tempat-tempat pembuangan di setiap
kecamatan, perlu dipercepatnya perencanaan fasilitas baru dan penilaian opsi untuk
daur ulang/pemrosesan puing gempa bumi lebih lanjut dan menerapkan program-
program untuk meminimumkan sampah yang harus dibuang.
Melakukan penilaian terhadap manajemen limbah berbahaya dan mengembangkan
rencana kerja untuk manajemen limbah secara lebih umum.
Mengembangkan dan menerapkan pedoman-pedoman pembangunan kembali yang
“hijau” demi proses rekonstruksi yang meminimalisasi dampak lingkungan minimal
dan penggunaan sumber daya alami yang langka. Pedoman-pedoman ini
dikembangkan oleh WWF untuk proses pemulihan di Aceh dan Nias.
Merancang dan menegakkan standar bangunan tahan gempa untuk tempat tinggal
baru berlantai satu serta untuk memperbaiki struktur-struktur yang rusak.
Mempertimbangkan mekanisme untuk fasilitasi penggunaan bahan-bahan bangunan
yang terbarukan, seperti konsep yang diajukan oleh GTZ di Aceh untuk
menyediakan fasilitas yang mendistribusikan bahan-bahan bangunan yang ramah
lingkungan beserta peralatan, sarana transportasi dan bantuan teknis mengenai
konstruksi tahan gempa.
Menilai dampak gempa bumi terhadap pelayanan lingkungan hidup, khususnya
sistem air tanah.
68 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
ADMINISTRASI PUBLIK
Ikhtisar
Total kerusakan dan kerugian terhadap struktur kepemerintahan dan administrasi
publik di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai Rp 137,0
miliar. Angka ini berdasarkan atas pengamatan awal di 10 kabupaten dan mencerminkan
perkiraan kerusakan dan kerugian pada bangunan, peralatan, personel, dan arsip masyarakat.
Tantangan yang langsung dihadapi adalah cara untuk memulihkan fungsi-fungsi dasar
administrasi publik, memperkuat kapasitas pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan
kecamatan) untuk menangani erupsi gunung berapi yang bisa terjadi dan untuk
mengorganisasi bantuan kemanusiaan dan kegiatan rekonstruksi.
Prasarana yang rusak dan keterlibatan langsung staf dalam upaya bantuan
kemanusiaan mempengaruhi berjalannya administrasi publik di Yogyakarta dan
Jawa Tengah. Akan tetapi, hukum dan ketertiban dapat dipulihkan dengan cepat.
Kehadiran polisi terlihat di lapangan dan hirarki komando pulih secara bertahap. Pelayanan
penyidikan, penuntutan dan pengadilan dihentikan untuk sementara hingga jangka waktu
yang bervariasi, tergantung pada tingkat kerusakan prasarana tersebut.
Kelompok masyarakat terum menderita dari buruknya akses ke pejabat kabupaten
dan kecamatan (untuk melakukan penilaian kebutuhan dan kerusakan atau memperoleh
informasi tentang status intervensi pemerintah untuk pemulihan dan rehabilitasi). LSM-LSM
dan kelompok-kelompok amal menyediakan bantuan kemanusiaan dan informasi dasar.
Pelayanan utama pemerintah seperti penyediaan air, saluran air, dan listrik tetap berfungsi
meski ada masalah-masalah di pusat daerah bencana.
Rekomendasi Awal
Berdasarkan penilaian awal dan parsial ini, rekomendasi yang dapat diberikan:
Memulihkan fungsi-fungsi ketertiban dan keamanan masyarakat kembali ke kondisi
pra-gempa.
merampungkan penghitungan yang cermat mengenai kerusakan dan perkiraan biaya
“saat itu”.
Merancang rencana darurat yang efektif untuk menghadapi kemungkinan letusan
gunung berapi (hindari kekeliruan seperti di Aceh dan setelah gempa bumi).
Melanjutkan fungsi-fungsi inti kepemerintahan di bangunan-bangunan yang bisa
digunakan.
Mengorganisasi pengumpulan dokumen-dokumen penting pemerintah yang masih
belum tersimpan dengan baik.
Memastikan bahwa skema pemberian kompensasi oleh pemerintah dipahami dengan
baik.
Membuat mekanisme yang transparan untuk mengelola dana yang terkait dengan
bantuan kemanusiaan.
Mengkoordinasi upaya bantuan kemanusiaan dari donor-donor besar dan fasilitasi
pengalokasian dana-dana tersebut di berbagai jenjang kepemerintahan.
70 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
SEKTOR KEUANGAN
Ikhtisar
Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di
Yogyakarta dan Jawa Tengah telah terkena dampak yang parah tetapi bencana ini
kemungkinan besar tidak berdampak signifikan terhadap sektor perbankan di
tingkat nasional. Hampir setengah pinjaman BPD Yogyakarta – atau sekitar Rp465 miliar –
bisa tidak tertagih dan rasio kecukupan modal (CAR) BPD bisa berkurang hingga minus
115%. Enam puluh dari 65 BPR provinsi DIY telah melaporkan kerugian dari pinjaman dan
memerlukan dukungan likuiditas, yang habis untuk pembayaran kembali pinjaman dan upaya
para deposan menarik dana mereka.
Pasar kredit berperan penting dalam proses rehabilitasi dan restrukturisasi. Bank-
bank hendaknya mengulurkan dukungan untuk membangkitkan kembali kegiatan ekonomi di
daerah bencana. Bank Indonesia (BI), pemerintah, dan bank-bank harus berupaya memenuhi
kebutuhan yang timbul tanpa harus menghapus regulasi dan operasi perbankan yang tepat.
Kerusakan yang diderita oleh Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) akan
mempengaruhi kebangkitan perusahaan tetapi kecil peran absolutnya. Peranan
LKNB di daerah bencana kecil. Aset gabungan modal ventura, pegadaian, dan koperasi
adalah Rp2,3 triliun, atau sekitar 16% aset sistem keuangan regional.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 71
39
Untuk menghindari pencatatan ganda, jumlah total kerugian sektor perbankan dan keuangan tidak akan
disertakan dalam jumlah total kerugian daerah bencana.
72 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 28: Kerusakan dan Kerugian Sektor Keuangan di Yogyakarta-Jawa Tengah (dalam
Miliar Rp)
Provinsi
Total
Yogyakarta Klaten
Perbankan 1.250 316 1.566
Prasarana (bangunan, dll.) 37 10 47
Kerugian Pinjaman 1.213 306 1.519
LKNB 196 41 237
Prasarana (bangunan, dll.) 6 3 9
Kerugian Pinjaman/Aset 190 38 228
Sektor Asuransi
Kerugian 147 48 195
Dampak Total 1.593 405 1.998
Kerusakan 48
Kerugian 1.958
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
Dalam waktu tiga hari setelah bencana, kegiatan perbankan telah kembali normal.
Sebuah cabang Bank BTN (bank perumahan rakyat yang dimiliki negara) kembali beroperasi
setelah satu minggu, dan beberapa bank melaporkan sebagian kecil ATMnya masih belum
berfungsi karena padamnya listrik.
Bencana ini akan menurunkan kesanggupan para debitor untuk mengembalikan
utang, dan karena itu akan berdampak buruk pada tingkat non-performing loans
(NPL) bank. BI memperkirakan kerugian potensial bisa mencapai Rp 1,2 triliun atau 18%
total pinjaman di Yogyakarta dan Rp 300 miliar atau 30% pinjaman di Klaten karena 58.500
peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman
Perkiraan kerugian potensial pinjaman mereka. NPL di Yogyakarta akan meningkat
bisa memburuk jika sektor riil daerah dari 2% menjadi 6%. Namun, karena jumlah
bencana tidak pulih dan jika lembaga pinjaman ini tergolong kecil dalam portfolio
keuangan terus mendapat kesulitan pinjaman nasional, dampak bencana ini
untuk mendapat pembayaran pinjaman terhadap kinerja sektor perbankan secara
dari perusahaan yang terkenan bencana keseluruhan dan bank-bank nasional
dan debitor lain. Satu faktor yang diperkirakan minimal. Selain itu, bank-bank
penting adalah tanggapan perusahaan yang terkena dampak tampaknya telah
asuransi terhadap klaim asuransi membuat pengaturan dalam neraca mereka
sejumlah kecil perusahaan: kebanyakan untuk mengantisipasi kerugian pinjaman.
penjamin kemungkinan besar akan
menggolongkan gempa bumi sebagai Beberapa bank lokal akan menderita,
force majeure dan mungkin akan khususnya bank yang dimiliki daerah dan
menolak mengganti kerugian. beroperasi di daerah seperti BPD dan BPR.
Kerugian potensial terbesar akan dipikul oleh
BPD, yang menurut estimasi menunjukkan akan ada Rp 464 miliar NPL baru. Bank BRI
telah memperkirakan jumlah potensial kerugian pinjaman adalah sebesar Rp 175 miliar. Di
antara bank-bank komersial swasta, Bank Bukopin melaporkan kerugian potensial yang
terbesar, sekitar Rp127 miliar. Selain itu, 60 di antara 65 BPR telah melaporkan peningkatan
gabungan dalam NPL sebesar Rp133 miliar, atau 16% portfolio pinjaman total mereka.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 73
40
Tidak seperti daerah yang terkena Tsunami.
74 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Rekomendasi Awal
Langkah Selanjutnya, Penyaluran Keuangan dan Pengerahan Sumber Saya
(Financial Intermediation and Resource Mobilization/FIRM) penting untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegagalan atau penundaan disisi sistem finansial sebagai
penyalur yang efektif yang dapat berperan untuk kebangkitan ekonomi bisa meningkatkan
kerugian secara signifikan. Pada waktu yang sama, pasar kredit hendaknya tidak terdistorsi,
yang disebabkan oleh kurangnya semangat untuk mengejar NPL atau dengan memicu moral
hazard sebelum waktunya. Pemerintah bisa mempertimbangkan berbagai skema yang
berkisar dari sekadar menjadi penengah sampai menyediakan program pinjaman baru
dengan unsur-unsur subsidi demi menjaga agar biaya penyaluran keuangan tetap rendah.
Rekomendasi yang spesifik meliputi:
Mendukung pemulihan sektor riil dan penyelesaian masalah NPL: NPL
potensial hendaknya diperlakukan sebagai masalah komersial, dan perlu dicari solusi
yang realistis untuk menghindari moral hazard, tanpa memperparah kendala yang
dihadapi sektor swasta.
Menerapkan kebijakan dan regulasi yang akomodatif: Regulasi mengenai NPL
bisa diperlunak, agar pinjaman-pinjaman bisa direstrukturisasi dan memungkinkan
para peminjam dan bank-bank bernapas lega dalam proses pemulihan.
Dukungan tidak langsung melalui penggantian jaminan: Penggantian jaminan
atau skema jaminan kredit bisa meringankan kendala pasar kredit yang dihadapi oleh
41
Walaupun datanya terbatas dan tidak konsisten.
Bagian II. Perkiraan Kerusakan dan Kerugian 75
UKM yang tidak dapat menyediakan jaminan, dan pada waktu yang sama,
memungkinkan bank berfungsi dengan cara yang bijak.
Memperkuat lembaga keuangan non-bank: Lembaga modal ventura lokal,
perusahaan leasing, dan lembaga keuangan mikro lainnya perlu diperkuat dan
didukung agar mereka bisa memenuhi kesenjangan pendanaan.
76 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 77
corbis/Mast Irham
Bagian III.
Dampak Ekonomi dan Sosial
78 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Bab ini membahas dampak gempa bumi yang luas terhadap mata pencaharian
masyarakat di sekitar daerah Yogyakarta. Bab ini menganalisis dampak gempa bumi
terhadap perekonomian daerah, keuangan pemerintah daerah, dan lapangan kerja, demikian
juga akibatnya bagi kemiskinan dan kehidupan masyarakat yang terkena dampak langsung
gempa bumi.
Dari sudut pandang nasional, kerugian kegiatan ekonomi di daerah terkena dampak
mungkin hanya memiliki efek yang kecil. Sebelum gempa bumi ke-11 kabupaten/kota
yang terkena dampak menyumbangkan sekitar 2.2% kepada PDB nasional dan, dari
semuanya lima mengalami kerusakan dan kerugian yang rendah. Dua kabupaten yang terkena
dampak paling parah adalah kabupaten Bantul dan Klaten, menyumbang sekitar 0.4% dari
PDB nasional. Dampak utama terhadap perekonomian nasional kemungkinan berasal dari
biaya upaya rekonstruksi dan implikasinya terhadap keuangan Pemerintah pusat.
Perkiraan kerugian nilai tambah di daerah terkena dampak sebesar 5.6% dari
keseluruhan PDRB mereka. Dengan angka pertumbuhan yang diramalkan sebesar 5.5%,
pertumbuhan perekonomian netto di daerah terkena dampak diharapkan turun sekitar 1.3%
pada tahun 2006 dan 4.2% pada tahun 2007 (perubahan relatif dengan proyeksi PDRB
sebelum gempa sebesar -4.2% untuk tahun 2006 dan -1.3% untuk tahun 2007). Berdasarkan
perkiraan laporan kerugian ekonomi, PDRB yang diperkirakan untuk tahun fiskal 2006 di
daerah tersebut (Rp 51 triliun) diperkirakan turun menjadi Rp 2.1 triliun. Hal ini tidak
signifikan pada tingkat nasional (penurunan yang diperkirakan adalah 0.1% dari PDB).
Seandainya pemulihan berjalan normal maka diperkirakan 75% kerugian total nilai tambah
akan berdampak pada tahun 2006 (kira-kira 4% dari PDRB) sementara sisa 25% akan diserap
pada tahun 2007 (kira-kira 1% dari PDRB)42 (Tabel 30).
Kinerja sektor produktif yang terkena dampak paling parah meliputi industri
manufaktur, energi, air dan sanitasi, serta jasa. Diperkirakan masing-masing turun 20%,
5%, dan 2% (tabel 31). Sektor-sektor lain berjalan lebih baik dengan perkiraan penurunan
kurang dari satu persen untuk dua tahun ke depan.
Perekonomian kabupaten Bantul diperkirakan terkena dampak gempa bumi yang
paling parah diikuti oleh Klaten dan Kulon Progo. (PDRB diperkirakan turun masing-
masing 23%, 9% dan 7% pada tahun 2006 dibandingkan dengan proyeksi sebelum gempa
42
Estimasi kerugian nilai tambah berdasarkan estimasi kerugian ekonomi (seperti dilaporkan oleh masing-
masing sektor terpisah) disusun berdasarkan faktor nilai tambah sektor khusus yang dihitung dari sebuah
matriks input-output (data terakhir tahun 2000). Kerugian ekonomi dalam sektor jasa dimasukkan dengan
memasukkan bagian sektor ini di PDRB daerah yamg terkena dampak ke dalam perkiraan kerugian sektor
perumahan.
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 79
bumi).43 Penurunan PDRB di seluruh Yogyakarta tahun 2006 diperkirakan sekitar 6.7%,
sedangkan dampak di Jawa Tengah hanya 0.24% (Tabel 32).
Tabel 30: Proyeksi 2006 dan 2007 GRDP Nominal Kawasan Terkena Dampak Pra and Pasca
Bencana menurut Sektor (Miliar Rp)
2006 2007
Proyeksi PDRB * Proyeksi PDRB Proyeksi Proyeksi
dikurangi kerugian PDRB * PDRB
dikurangi
kerugian
Pertanian 12,556 12,369 13,246 13,184
Konstruksi 3,242 3,242 3,420 3,420
Listrik, Gas & Persediaan Air 608 575 642 631
Jasa Keuangan 3,636 3,636 3,836 3,836
Manufaktur & Jasa 8,520 6,826 8,989 8,424
Jasa-jasa 8,197 8,038 8,648 8,595
Perdagangan, Restoran & Hotel 10,199 10,125 10,760 10,735
Transportasi & Komunikasi 3,729 3,729 3,934 3,934
Total 51,200 49,055 54,016 53,301
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan.
* Proyeksi GRDP untuk tahun 2006 dan 2007 didasarkan atas perkiraan-perkiraan pertumbuhan nasional sebesar 5,5
persen.
Tabel 31: Dampak Potensial Ekonomi terhadap Kawasan Terkena Dampak per Sektor
Produksi (Miliar Rp)
Sektor-sektor yang terkena Bagian Kerugian Perkiraan Koefisien Penurunan Penurunan
dampak Sektor Ekonomi Kerugian Input- Persen TA Persen TA
atas dalam Output 2006 2007
Seluruh Nilai
% PDRB Tambah
Pertanian 15.8 640 2489 0.39 -1.5 -0.5
Listrik, Gas & Persediaan Air 1.5 154 44 0.28 -5.4 -1.7
Manufaktur 26.3 3,899 2,258 0.58 -19.9 -6.3
Jasa-jasa 9.3 298 212 0.71 -1.9 -0.61
Perdagangan, Restoran & Hotel 17.7 138 98 0.71 -0.7 -0.23
Transportasi & Komunikasi 6.2 0.2 0.1 0.55 0.00 0.00
Total 5,128.3 2,861.80 -- -4.2 -1.3
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan.
43 Pertumbuhan ekonomi netto relatif pada tahun 2005 di Bantul, Klaten and Kulon Progo, dengan asumsi
angka pertumbuhan sebesar 5.5% ( masing-masing-17.7%, -3.5%, -1.5% ). Lihat Tabel tambahan untuk rincian
mengenai metodologi yang digunakan untuk menghitung penyebaran kerugian di seluruh kabupaten.
80 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 32: Kerugian Ekonomi per Kabupaten TA 2006 & 2007 (Miliar Rp)
Kerugian 2006 2007
Ekonomi PDRB yang Proyeksi % PDRB Proyeksi %
(2006 & Diproyeksikan PDRB Perubahan yang PDRB Perubahan
2007) dikurangi Diproyek dikurangi
kerugian sikan kerugian
Bantul 1,439 4,652 3,572 -23.2 4,912 4,552 -7.3
Gunung Kidul 97 3,766 3,693 -1.9 3,977 3,953 -0.6
Kulon Progo 179 2,047 1,913 -6.5 2,162 2,117 -2.1
Sleman 340 7,404 7,149 -3.4 7,819 7,733 -1.1
Yogyakarta 122 6,552 6,461 -1.4 6,919 6,889 -0.4
Provinsi Yogyakarta 1,908 24,363 22,730 -6.7 25,727 25,183 -2.1
Klaten 684 5,715 5,202 -9.0 6,035 5,864 -2.8
Provinsi Jawa Tengah 599 215,710 215,197 -0.24 227,789 227,405 -0.17
Sumber: Komputasi yang didasarkan atas perkiraan Kerusakan dan Kerugian oleh Tim Penilai Gabungan
angka pengangguran diperkirakan meningkat dari 7% menjadi sekitar 11% (Tabel 33).44
Sektor jasa terkena dampak paling parah dan menyebabkan sebagian besar pekerjanya
kehilangan lapangan kerja (55%). Sektor jasa meliputi pekerja di bidang perdagangan, baik
wiraswasta atau mewakili usaha kecil dan menengah. Hampir 70.000 orang kehilangan
sumber pendapatan utama mereka. Sektor pertanian yang menyerap lebih dari 45% tenaga
kerja akan kehilangan sekitar 1,1% (17.000 pekerjaan) sebagai akibat gempa bumi. Kerusakan
sawah dan tanaman pertanian relatif sedikit. Sejumlah 730.000 orang bekerja di berbagai
industri ( terdiri dari konstruksi, pabrik, utilitas dan pertambangan) di daerah yang terkena
dampak. Di kabupaten Bantul sendiri hampir 30% pekerja yang bekerja di perusahaan
memiliki ijin menempati sektor kerajinan tangan dan sektor terkait. Karena mayoritas
perusahaan tersebut merupakan usaha kecil dan juga berfungsi sebagai rumah, maka kerugian
di sub sektor ini diperkirakan merupakan bagian besar dari kerugian yang disebabkan oleh
hilangnya lapangan kerja disektor manufaktur.
Kehilangan lapangan kerja telah berdampak pada perempuan dan laki-laki secara
merata. Sejumlah 47% dari pekerjaan yang hilang sebelumnya dipegang oleh kaum
perempuan.45 Meskipun demikian, dampak negatif dari bencana terhadap perempuan juga
termasuk peningkatan siginifikan dalam kegiatan di rumah yang tidak dibayar.
Keadaan lapangan kerja di masa yang akan datang tergantung pada evolusi upaya
rekonstruksi. Dalam jangka pendek, angka partisipasi wanita dewasa diperkirakan
meningkat karena banyak perempuan akan melakukan jenis pekerjaan apapun untuk
bertahan hidup. Program Kerja-untuk-Dana Tunai (Cash-for-Work) adalah satu cara yang
berguna untuk menciptakan pekerjaan sementara dengan cepat, menyediakan dana tunai
kepada masyarakat, dan merangsang perekonomian lokal. Pembangunan kembali prasarana
dasar dan situs-situs peninggalan budaya melalui program Kerja-untuk-Uang melalui
keterlibatan intensif buruh adalah salah satu pilihan. Perhatian tertentu harus diberikan pada
pembangunan kembali pasar-pasar dan prasarana pendukung pasar sebagai bagian penting
yang dibutuhkan masyarakat untuk memperoleh mata pencaharian dari perdagangan dan
jasa. Kontraktor lokal dengan pengetahuan yang baik mengenai buruh lokal harus dilibatkan
karena peranannya yang penting dalam kegiatan rekonstruksi. Rehabilitasi yang cepat pada
prasarana yang digunakan oleh sektor pertanian akan dijamin karena sektor tersebut
mempekerjakan bagian terbesar penduduk di yang daerah terkena dampak. Dengan
bertambahnya konstruksi perumahan maka tenaga kerja di sektor konstruksi akan meningkat
dan dengan demikian kebutuhan tindakan kompensasi jangka pendek akan berkurang.
44 Kehilangan lapangan kerja diperkirakan dengan menilai share lapangan kerja pada masing-masing kategori
pertanian, industri dan jasa di daerah terkena dampak dengan menggunakan data dari Dinas Tenaga Kerja
Transmigrasi Provinsi D.I. Yogyakarta dan BPS. Data dasar kemudian dikalikan dengan share dari daerah
terkena dampak dan angka kerusakan sektor lapangan kerja yang disusun berdasarkan laporan dari lembaga
pemerintah, pegawai di lapangan dan media. Share dari daerah terkena dampak bervasiasi dari yang rendah 0.1%
Magelang sampai yang tinggi 70% Bantul. Angka kehilangan lapanagan kerja 5%, 20%, 25% digunakan masing-
masing untuk pertanian, pabrik dan jasa.
45
Tabel ini dihitung dengan memasukkan data angkatan kerja gender tertentu dan menganggap bahwa
pekerjaan yang hilang dalam sektor-sektor tersebut tidak berkaitan dengan gender
82 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
Tabel 33: Lapangan Kerja Pra-gempa bumi dan Perkiraan Hilangnya Pekerjaan menurut
Sektor
Total Tenaga Total Lapangan Kerja /
Kerja / Perkiraan Perkiraan Persen Pekerjaan Yang Hilang Lost
Total # Hilangnya Total Lapangan Pertanian Industri Jasa
Pekerjaan Kerja
Provinsi Yogyakarta 1,648,624 1,504,342 706,172 326,442 471,727
% perkiraan hilangnya pekerjaan 60,698 4.0% 1.8% 5.4% 6.4%
Yogyakarta 233,662 201,998 3,410 52,228 146,360
4,721 2.3% 0.5% 2.0% 2.5%
Sleman 387,624 346,186 171,368 72,813 102,005
34,043 9.8% 3.5% 14.0% 17.5%
Bantul 414,794 376,740 143,668 117,878 115,194
5,956 1.6% 0.5% 2.0% 2.5%
Kulon Progo 288,623 272,591 212,478 29,779 30,334
12,082 4.4% 2.5% 10.0% 12.5%
Gunung Kidul 323,921 306,826 175,248 53,744 77,834
3,897 1.3% 0.5% 2.0% 2.5%
Provinsi Jawa Tengah 2,043,515 1,919,877 849,167 404,087 666,623
% perkiraan hilangnya pekerjaan 67,764 3.5% 0.6% 5.8% 5.9%
Purowejo 345,720 335,226 171,744 57,616 105,866
47 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Magelang 631,918 593,522 318,114 80,818 194,590
81 0.0% 0.0% 0.0% 0.0%
Boyolali 495,790 464,810 223,570 100,004 141,236
332 0.1% 0.0% 0.1% 0.1%
Klaten 570,087 526,319 135,739 165,649 224,931
67,305 12.8% 3.5% 14.0% 17.5%
Total 3,692,139 3,424,219 1,555,339 730,529 1,138,350
% perkiraan hilangnya pekerjaan 128,462 3.8% 1.1% 5.6% 6.1%
Sumber: Data Sakornas dan Kalkulasi oleh ILO, Jakarta
Dari segi keuangan, kawasan-kawasan terkena dampak tergolong miskin dan sangat
tergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat; oleh karena itu
penurunan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperkirakan tidak berdampak
signifikan.46 Di kabupaten-kabupaten yang terkena dampak paling parah yaitu kabupaten
Bantul dan Klaten, PAD hanya 6% dan 4% persen dari total masing-masing pendapatan
mereka. Bagi hasil diluar pajak (dari sumber daya alam) merupakan bagian yang paling
diabaikan di semua kabupaen (kurang dari 0.1% dari total pendapatan), sementara bagi hasil
pajak menunjukkan 4% dari total pendapatan di sebagian besar daerah yang terkena dampak
(dengan pengecualian Yogyakarta dan Sleman). Jika pendapatan turun sebanding dengan
PDRB maka kabupaten-kabupaten yang terkena dampak akan mengalami penurunan
pendapatan sekitar Rp 16 triliun pada tahun 2006 dan Rp 4 triliun pada tahun 2007.
Table 35: Perkiraan Kerugian Pendapatan Publik Untuk Kabupaten/Kota Yang Terkena
Bencana di Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah (Miliar Rp)
Kabupaten/Kota 2006 2007
Proyeksi Simulasi % Proyeksi Simulasi %
PAD dan penurunan Perubahan PAD dan penurunan Perubahan
Bagi Hasil pendapatan Bagi Hasil pendapatan
Pajak Pajak
Kulon Progo 35 -2.3 -6.5 37 -0.7 -2.1
Gunung Kidul 38 -0.7 -1.9 40 -0.2 -0.6
Sleman 107 -3.7 -3.4 112 -1.2 -1.1
Bantul 55 -12.8 -23 58 -4.0 -7.3
Yogyakarta 130 -1.8 -1.4 136 -0.6 -0.4
Klaten 28 -2.5 9.0 30 -0.8 2.8
Total (6 districts) 393 -24 -6.1 413 -7.5 -1.8
Sumber: data Depkeu, komputasi Tim Penilai Gabungan
Laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma tinggi di daerah yang terkena
dampak parah. Anak-anak menunjukkan reaksi stres yang kuat; masalah dengan tidur,
perasaan takut, gampang menangis, dan menderita demam. Orang dewasa mengeluh sakit
kepala dan perut, flu, dan pilek biasa. Stres meningkat karena aktivitas gunung Merapi.
Sementara kelompok masyarakat tertentu melakukan pembersihan yang teratur terhadap
puing-puing, dll, di tempat lain banyak orang takut untuk mulai memperbaiki rumah mereka
atau pergi bekerja, khususnya di lahan pertanian. Walaupun semua yang terlibat di daerah
46
Untuk ilustrasi, transfer Dana Alokasi Umum (DAU) sebanyak 93 persen dari total pendapatan G. Kidul
(tabel 4).
84 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
terkena dampak setuju akan perlunya rencana rekonstruksi berbasis masyarakat, namun
dibutuhkan beberapa waktu sebelum penduduk siap terlibat dalam kegiatan perencanaan.
Walaupun angka kerusakan perumahan tinggi namun masyarakat cenderung untuk
tinggal di dekat rumah mereka. Survei kilat menemukan bahwa 74% keluarga yang
rumahnya hancur total, tinggal di tenda di depan rumah mereka. Dalam keadaan seperti ini,
menjamin pemulihan air dan sanitasi sederhana dengan cepat di daerah terkena dampak
adalah kebutuhan yang mutlak. Beberapa desa melaporkan bahwa kualitas air telah menurun
meskipun persediaan air masih utuh. Kebutuhan perempuan dewasa dan anak-anak
perempuan akan pakaian dalam, pembalut, dan peralatan memasak terus meningkat. Fasilitas
dasar untuk menjamin privasi merupakan perhatian khusus bagi kaum perempuan terutama
bagi yang sedang menstruasi. Beberapa LSM telah menunjukkan kepedulian mereka terhadap
risiko pelecehan anak-anak yang tidak diawasi. Contohnya seorang anak laki-laki
menunjukkan ”rasa bangga mampu mengumpulkan Rp 100.000 hanya di sepanjang jalan” ,
sebuah situasi yang rawan baginya.
Terbukti bahwa gempa bumi telah menghantam kaum miskin lebih keras. Di sebuah
survei kilat 42% keluarga yang dipimpin oleh seseorang yang hanya berpendidikan sekolah
dasar melaporkan rumah yang hancur. Untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi sekitar
31%. Akan tetapi tidak ada hubungan antara penerimaan Bantuan Langsung Tunai (BLT)
dan kerusakan rumah. Banyak orang miskin hidup di rumah bambu atau kayu daripada di
rumah beton, yang lebih tahan terhadap gerakan gempa bumi. Sementara itu 40% dari
rumah-rumah dengan dinding beton dilaporkan hancur total dan hanya 16% rumah dari
bambu dan kayu dilaporkan rusak.
Gempa bumi diperkirakan telah memiskinkan 67.000 keluarga dan meningkatkan
angka kemiskinan sebesar 1,6% di daerah terkena dampak. Untuk menilai dampak
terhadap kemiskinan maka digunakan data dasar kemiskinan dan data kerusakan perumahan
dan kehidupan di tingkat kecamatan
Tabel 36: Distribusi Indikator Pilihan lintas Rumah Tangga menurut Parahnya Kerusakan
Tdk Ada Sedikit Rusak Hancur Jumlah
Kerusakan Rusak Berat (%) (%)
(%) (%) (%)
BLT Diterima
Transfer Tunai Diterima (439 rumah tangga) 5.2 32.4 26.2 36.2 100
Transfer Tunai Tidak Diterima (1125 rumah tangga) 8.1 28.3 28.4 34.7 100
Pendidikan Kepala Rumah Tangga
Sekolah Dasar atau kurang (814 rumah tangga) 6 28.3 23.0 42.6 100
SMP (284 rumah tangga) 9.9 26.4 30.3 32.8 100
SMA atau lebih (542 rumah tangga) 9.6 28.4 31.6 30.7 100
Total 7.8 28.6 26.7 36.5 100
Sumber: Tabulasi dari survei yang diadakan oleh UGM pada tanggal 6 Juni 2006
Bagian III. Dampak Ekonomi dan Sosial 85
Diperlukan adanya intervensi awal yang berfokus pada dukungan mata pencaharian
dan rekonstruksi perumahan dalam rangka mengurangi peningkatan kemiskinan
dan kerawanan terhadap bencana. Banyak rumah tangga miskin yang telah kehilangan
sumber pendapatan utama ketika usaha mereka, yang sering memanfaatkan rumah mereka
sendiri, hancur. Tidak hanya tingkat kerawanan jangka pendek yang meningkat, tapi juga
sangat tidak mungkin bagi mereka untuk membangun kembali perumahan yang aman tanpa
dukungan serius. Survei awal tentang masyarakat yang dilakukan oleh LSM menunjukkan
bahwa anggota masyarakat tidak mampu membeli bahan bangunan berkualitas atau tidak
memiliki keahlian profesional untuk membangun perumahan yang tahan gempa. Mendorong
mulainya rekonstruksi perumahan, yang dikombinasikan dengan program penyediaan dana
tunai bagi rumah tangga yang terkena dampak bencana (melalui program Kerja-untuk-Dana
Tunai /Cash-for-Work, atau pemberian dana tunai/cash transfers), dapat memberi rumah tangga
kemampuan berjuang untuk hidup, sehingga dapat berfokus untuk membangun kembali
mata pencaharian mereka.
86 Penilaian Awal Kerusakan dan Kerugian
87
corbis/Mast Irham
Lampiran
ANNEX: DATA DAN METODOLOGI1
Perumahan
Data:
• Data yang digunakan untuk semua tabel disediakan oleh Yogyakarta media centre per 6 Juni
2006 pukul 18.00. Data ini dikurangi 10% berdasarkan pemantauan kunjungan lapangan,
diskusi dengan pegawai di lapangan dan pihak-pihak penerima bantuan
• Data sensus terakhir termasuk data perumahan merupakan hasil Survei Podes tahun 2003.
• Semua data yang berkaitan dengan ukuran, harga rumah dan yang lainnya berdasarkan
wawancara di lapangan dan diskusi dengan pemerintah daerah dan pejabat provinsi.
• Jumlah keluarga dan rumah di Sukaharjo dan Wonogiri diperkirakan hanya dengan memakai
data kependudukan karena tidak ada data yang tersedia dari Podes-2003.
Asumsi:
• Rata-rata ukuran rumah sekitar 9 x 6 m (54 meter persegi (m2)) memiliki 3 sampai 4 ruangan,
1 ruang keluarga, 1 toilet dan 1 dapur. Tipe rumah berlantai tanah atau atap seng/bambu,
batu bata, 8-9 mm balok baja, lantai semen, toilet sederhana dengan jamban.
• Biaya pembangunan berdasarkan biaya konstruksi di Indonesia saat ini, biaya tersebut
dihitung sekitar Rp 1,2 juta/m2, kurang 15% untuk bahan daur ulang.
• Peralatan rumah tangga terdiri dari TV, alat memasak nasi, tape recorder, blender, alat setrika
dan kulkas kecil. Unit yang rusak total, 60% diperkirakan hilang karena gempa bumi; untuk
unit yang rusak sebagian, 35% diangggap hilang.
• Biaya mebel terdiri dari kamar tidur sederhana dengan tempat tidur, lemari pakaian dan meja
kecil ditambah sofa ruang keluarga, meja dan lemari. Semuanya diperkirakan sebesar Rp
4.320.000 dengan pembagian kerugian seperti tertera diatas.
• Kerugian pakaian dan dan persediaan bahan makanan diperkirakan Rp 333.000 dengan
pembagian kerugian seperti tertera di atas.
• Bahan dan buruh untuk pemasangan tempat tinggal sementara ditambah penyelamatan
bahan diperkirakan sebesar Rp 225.000.
• Biaya rehabilitasi/perbaikan diperkirakan 50% dari biaya pembangunan kembali atau Rp
500.000 m2.
1
Kurs Tukar 1 US$ = Rp 9.300.-
Tabel A.1: Ringkasan Kerusakan dan Kerugian Perumahan
Catatan
[1] Sumber: Data Sensus Nasional (Podes 2003)
[2] [3] [4] Laporan Pusat Media Yogyakarta, 7 Juni 2006
[5] Asumsi 70% dari unit-unit yang rusak parah perlu diruntuhkan dan kemudian dibangun kembali
[6] Asumsi 30% dari unit-unit yang rusak parah dapat direhabilitasi dan/atau diperbaiki.
[7] Adalah rasio antara kolom [5] dan [1].
[8] Adalah rasio antara [6] dan [1].
[9] Asumsi rata-rata ukuran rumah adalah 54 m2. dan biaya pembangunan kembali mencapai sekitar Rp 54 juta/rumah.
[10] Asumsi 60 % dari aset yang ada sebelum gempa (alat-alat rumah tangga, peralatan dapur, pakaian, perabotan, dan bahan makanan) dan biaya pernaungan sementara, hilang.
[11] Asumsi rata-rata ukuran rumah adalah 54 m2 dan biaya perbaikannya mencapai sekitar Rp 27 juta/rumah.
[12] Asumsi 35 % dari aset yang ada sebelum gempa (alat-alat rumah tangga, peralatan dapur, pakaian, perabotan, dan bahan makanan) dan biaya pernaungan sementara, hilang
Prasarana
TRANSPORTASI DAN TELEKOMUNIKASI
Data
Perkiraan kerusakan jalan (nasional, provinsi dan kabupaten) di provinsi Yogyakarta dilakukan oleh
Kimpraswil DI Yogya dan disetujui saat rapat di kantor Bappeda provinsi Yogyakarta pada hari
Selasa malam, 6 Juni 2006. Informasi pembiayaan yang terperinci dan foto-foto pendukung yang
lengkap juga disediakan. Perkiraan kerusakan jalan di Jawa Tengah dilaksanakan oleh Kimpraswil
Jawa Tengah dan diberikan kepada Bappeda Provinsi Yogyakarta pada hari Rabu tanggal 7 Juni.
Kumpulan data ini digunakan untuk mempersiapkan tabel utama dan tabel pendukung dari laporan
ini.
Untuk rel kereta api, perkiraan biaya kerusakan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kereta Api
dan Wilayah Operasi VI PT KAI pada tanggal 6 dan 7 Juni, 2006.
Untuk sektor penerbangan data disediakan oleh PT Angkasa Pura I / Direktorat Jenderal
Penerbangan Sipil pada tanggal 7 Juni.
Untuk telekomunikasi, provisi awal sejumlah Rp 7 triliun dibuat oleh tim penilai berdasarkan sebuah
laporan tentang kerusakan pos dan telekomunikasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi
dan Teknologi Informasi di mana tidak berisi perkiraan biaya.
Asumsi
Perkiraan biaya dilakukan berdasarkan inspeksi lokasi kerusakan secara terpisah dan biaya unit
standar yang digunakan oleh badan-badan kementerian pekerjaan umum
Tabel A.2: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Jalan Raya
Item Penilaian Dampak
Kerusakan Langsung (Miliar Rp)
Total Rehabilitasi Rekonstruksi Kerugian
JALAN 44.975 37.3 7.645 Dapat diabaikan
Table A.3. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Rel Kereta Api
Item Penilaian (Juta Rp)
Kerusakan & Kerugian
Total Kerusakan Kerugian
Jalur
Bagian Srowot-Branbanan 4,795 4,795 0
Bagian Maguwo-Lempuyangan 398 398 0
Bagian Wates-Sentolo 5,970 5,970 0
Listrik (Listrik, Tanda, Telekomunikasi)
Stasiun Srowoto-Branbanan 750 750 0
Sipil (Jembatan) 2,100 2,100 0
Bangunan
Stasiun (12 stasiun) 1,175 1,175 0
Bangunan Lainnya 3,682 3,682 0
Fasilitas Pendukung (Pagar Beton) 1,064 1,064 0
Total 19,934 19,934 0
Table A.4. Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Penerbangan
Item Penilaian (Rp. Juta)
Kerusakan & Kerugian
Total Kerusakan Kerugian
Infrastruktur Bandara 0 0 0
Fasilitas Sisi Udara
Perataan Landasan 12,000 12,000 0
Perbaikan Retakan pada Landasan 300 300 0
Jalan/Jembatan Operasi 250 250 0
Peralatan NAV/COM/AFL 360 360 0
Fasilitas Sisi Darat
Terminal Keberangkatan 5,440 5,440 0
Menara Kendali 40 40 0
Pemeriksaan Bangunan 100 100 0
Fasilitas Lainnya 285 285 0
Kerugian dalam Pendapatan Bandara
Biaya Pelayanan Penumpang (PSC) 85 0 85
Biaya Parkir Penumpang 1 0 1
Biaya Penanganan Muatan 65 0 65
Total 18,926 18,775 151
Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan
ENERGI
Data
Data perkiraan kerusakan disampaikan oleh PLN pada Rapat Koordinasi tanggal 2 Juni 2006. Ada
laporan sejumlah kerusakan pada 6 sisi jalan pompa bensin yang tidak dikonfirmasikan. Tidak
terdapat rincian lebih lanjut.
Pusat Pengaturan dan Pendistribusian Beban (P3B) PLN memberikan perkiraan biaya yang
terperinci untuk perbaikan sub stasiun pada tanggal 9 Juni 2006. Laporan terperinci mengenai
jaringan distribusi dan perkiraan biaya perbaikan kerusakan gedung konsumen juga diterima dari
Kantor Pusat PLN. Tidak ada perkiraan terbaru dari kerugian yang disebabkan oleh biaya
pembangkit listrik yang meningkat. Kepala P3B telah memberikan biaya energi terbaru untuk
pembangkit tenaga batubara dan tenaga diesel masing-masing Rp 200 dan Rp 1800/KWH tetapi
perkiraan penjualan MWH belum diperoleh.
Perkiraan kerugian cabang transmisi yang telah direvisi harus dibuat berdasarkan informasi aliran
muatan normal dan “bencana” serta biaya energi unit indikatif untuk pembangkit tenaga batu bara
dan tenaga turbin.
AIR DAN SANITASI
Data
Informasi dikumpulkan dari Kementerian Pekerjaan Umum (MPW), Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), Asosiasi Perusahaan Penyedia Air Minum Indonesia (PERPAMSI), Bank Pembangunan
Daerah, Bank Dunia, UNICEF dan donor lain serta lembaga-lembaga bantuan yang mendukung
upaya pertolongan. Tersedia informasi yang sangat terbatas mengenai persediaan air desa khususnya
kerusakan-kerusakan fisik dan dampak dari bencana gempa. Tim penilai melakukan kunjungan
lapangan untuk memeriksa kerusakan di daerah tertentu.
Asumsi
Kerusakan PDAM: Data pada aset yang ada (kapasitas unit produksi, tangki air, jaringan pipa dan
penghubung) tidak lengkap. Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan).
Biaya-biaya unit berdasarkan standar MPW dilengkapi oleh asumsi yang dibuat oleh tim penilaian.
Kerugian PDAM: Penghitungan kemungkinan kerugian untuk PDAM berdasarkan informasi yang
sangat awal dan data yang tidak lengkap. Diperkirakan bahwa 20% dari pendapatan akan hilang
untuk enam bulan pertama, pendapatan akan kembali ke tingkat sebelum bencana setelah 12 bulan.
Hal yang sama berlaku untuk biaya pelaksanaan tambahan yang diakibatkan dari tambahan biaya
bahan bakar dan bahan kimia serta upah lembur pegawai. Biaya tambahan untuk tangki pelayanan air
keliling yang dijalankan oleh lembaga–lembaga bantuan dan tentara tidak dimasukkan sehubungan
dengan kurangnya data.
Persediaan Air Daerah: Biaya untuk sanitasi di lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah
perkotaan dan pedesaan telah dihitung secara terpisah di bawah analisis Sektor Perumahan. Biaya-
biaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai.
Persediaan air individu diperkirakan sebagian dari sumur gali dangkal. Data Podes digunakan untuk
memperkirakan persentasi desa yang memakai sumur. Survei lapangan awal dilaksanakan oleh tim
penilai menyatakan bahwa 80% dari sumur-sumur tersebut berisi puing-puing dan perlu
pembersihan dan 20% mengalami kerusakan ringan. Biaya perbaikan sumur-sumur yang rusak
diperkirakan 50% dari biaya total sebuah sumur. Untuk memperkirakan biaya pembersihan 4 hari
kerja buruh sejumlah 10% dari biaya total sumur yang diperkirakan di dalam analisis tersebut. Jumlah
total sumur yang terkena dampak diperkirakan berdasarkan jumlah rumah yang hancur sebagaimana
dinilai oleh tim penilai perumahan.
Sanitasi Kota: Informasi mengenai kerusakan sanitasi kota dan pengelolaan sampah padat sangat
jarang. Penilaian kerusakan sanitasi kota di Yogyakarta terbatas pada informasi tambahan yang
diperoleh dari lembaga-lembaga pemerintah seperti Sekretariat Gabungan Kartamantul dan Dinas
Pekerjaan Umum. Sarana sanitasi masyarakat (MCK) tidak dimasukkan karena kurangnya data.
Kerusakan gedung-gedung kantor dicakup oleh sektor lain (perumahan). Biaya untuk sanitasi di
lapangan (tangki kotoran, lubang kakus) di daerah kota dan desa akan dicakup oleh bidang
perumahan. Biaya-biaya unit berdasarkan asumsi yang dibuat oleh tim penilai air dan sanitasi.
Tabel A.5: Kerusakan pada Persediaan Air PDAM
Kabupaten/ Kapasitas produksi, L/s Truk tangki air Jaringan Pipa, km termasuk
Kota sambungan
Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Sebelum Tingkat Setelah Biaya Biaya Biaya
kerusakan unit kerusakan kerusakan per kerusakan kerusakan per kerusakan kerus
(%) per (%) unit (%) km akan
L/s Total
Provinsi Jawa 0 0 0 75 0
Tengah
Purworejo 0 0 0 75 0
Magelang 0 0 0 75 0
Boyolali 0 0 0 75 0
Klaten 296.5 0 296.5 75 0
Kota 0 0 0 75 0
Magelang
Provinsi 1,674 1,877 1,786 16 16 0 840 812 3,220
Yogyakarta
Hanya yang 1,099 1,005
terkena
dampak
Kulon Progo 130 0 130 19 0 2 0% 2 200 0 0 0% 0 115 0 0
Bantul 235 40 141 19 1,786 3 0% 3 200 0 40 30% 28 115 1,380 3,166
Gunung Kidul 446 0 446 19 0 4 0% 4 200 0 0 0% 0 115 0 0
Sleman 281 0 281 19 0 2 0% 2 200 0 0 0% 0 115 0 0
Kota 583 0 583 19 0 5 0% 5 200 0 800 2% 784 115 1,840 1,840
Yogyakarta
Catatan: Biaya produksi per unit didasarkan atas rata-rata biaya investasi sumur di PDAM
Asumsi:
TK/RA/Diniyah: 4 ruang kelas @ 48m2 + 1 ruang pelayanan@ 48m2
SD/MI: rata-rata 25 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 6,26
1 ruang kelas = 56m2; ditambah 3 ruang pelayanan
SMP/MTs : 30 siswa/kelas, jumlah ruang kelas/sekolah = 10,7
1 ruang kelas = 63m2; ditambah ruang pelayanan & laboratorium
SMA/MA/SMK : 35 siswa/kelas; jumlah ruang kelas/sekolah = 10.3126984
1 kelas = 72m2
SLB : 150 - 200 m2
Data ‘Sesudah’ untuk rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan puskesmas
pembantu dikumpulkan oleh tim dari Kementerian Kesehatan (Balitbangdes) Jawa Tengah dan
Provinsi Yogyakarta dan Dinas Kesehatan Wilayah yang terkait, Bank Dunia dan Bank
Pembangunan Asia. Survei dilakukan antara 29 Mei dan 7 Juni 2006. Tim mengunjungi semua 6
kabupaten di Yogyakarta dan 5 kabupaten di Jawa Tengah yang terkena gempa. Di masing-masing
kabupaten mereka mengumpulkan informasi mengenai variabel-variabel berikut ini di tingkat
kabupaten yang terkait dan tingkat provinsi. dari pegawai kesehatan dan informan lainnya
Asumsi:
Kerugian diperkirakan sebagai biaya marjinal program-program dan kegiatan yang biasanya akan
terjadi seandainya tidak terjadi gempa bumi. Program nyata yang dimasukkan berdasarkan laporan
kegiatan kesehatan masyarakat yang ada saat ini di provinsi tersebut.
Biaya unit baik untuk kerusakan maupun kerugian diperkirakan dengan menggunakan informasi dari
Departemen Kesehatan dan pengalaman di poyek-proyek dan sektor pekerjaan. Asumsi yang
mendasari perkiraan-perkiraan yang beraneka ragam dicatat di tabel-tabel yang relevan dan dibuat
kembali di bawah ini:
• Dianggap semua klinik kesehatan sementara yang beroperasi dijamin oleh para donor
• Dianggap semua rumah sakit spesialis swasta umum dan swasta sebagai rumah sakit swasta
dengan 100 tempat tidur
• Ini berarti bahwa jumlah sarana yang terkena dampak = jumlah total sarana * persentase
daerah yang terkena dampak gempa bumi, dari bagian yang diperkirakan rusak ini, rusak
berat dan rusak ringan setara dengan kerusakan pada stok perumahan modern (44% hancur,
28% rusak sedang, 28% rusak ringan)
• Dianggap bahwa biaya rekonstruksi ringan adalah 12% dari total rekonstruksi; biaya
rekonstruksi besar 55% dari total rekonstruksi.
• Biaya kesehatan masyarakat diperkirakan di samping pembelanjaan untuk pengamatan,
pengawasan vector, kampanye imunisasi dan gizi, serta program-program lainnya. Belum
dihitung.
• Tidak ada laporan kerusakan praktek-praktek swasta.
• Biaya poliklinik dinilai sama seperti biaya Pustu.
• Biaya kerusakan untuk praktek swasta merupakan biaya dasar rata-rata untuk dokter,
perawat dan praktek bidan, belum dihitung.
• Nilai tukar Rp/$ = 9300Rp/$1, berlaku per awal Juni 2006.
• Dianggap 10% dari obat yang dibeli oleh Kementerian Kesehatan diimpor, anggap 80% dari
biaya persediaan yang diganti untuk obat-obatan..
• Dianggap bahwa 50% dari peralatan diimpor.
• Memperbaharui perkiraan biaya asli Jan 2005 sampai dengan Mei 2006 dengan menggunakan
deflator BPS.
• Biaya obat dan peralatan masih perlu diperbaharui dikarenakan adanya inflasi.
• Perumahan Pegawai Kesehatan dianggap sama seperti biaya Pustu.
• Biaya UPT dianggap sama dengan biaya Puskesmas.
• Kampanye kesehatan masyarakat dan mitigasi trauma tidak dihitung.
Tabel A.10: Kerusakan dan Kerugian Sektor Kesehatan
Meter Persegi Fasilitas Rumah Sakit Klinik kesehatan Sub-klinik Publik dan Rumah Sakit Fasilitas swasta Kerusakan Program Penggantian Pembersihan Perawatan Kerugian
(M2) Kerusakan Umum Umum Umum Kesehatan Admin. Lain- Swasta Lainnya Kesehatan Personil Fasilitas Kesehatan
di sektor swasta Umum lain Umum Tambahan
Rumah Lainnya
Sakit
Kota Yogyakarta 11405 8 29 79,289,050,436 7,162,772,276 1,289,663,323 12,993,624,951 388,791,126,192 114,873,282,784 604,399,519,962 0 1,236,761,225 1,284,118,957 4,899,493,216 7,420,373,397
Bantul 6838 1 144 9,911,131,305 35,566,869,230 6,403,845,465 64,520,068,724 233,104,228,049 68,873,608,740 418,379,751,514 0 741,514,534 769,908,411 2,937,547,971 4,448,970,915
Kulon Progo 205 0 12 0 2,963,905,769 533,653,789 5,376,672,394 6,988,354,307 2,064,798,156 17,927,384,415 0 22,230,254 23,081,489 88,066,296 133,378,040
Gunung Kidul 1763 1 110 9,911,131,305 27,169,136,218 4,891,826,397 49,286,163,609 60,099,847,039 17,757,264,143 169,115,368,710 0 191,180,188 198,500,808 757,370,148 1,147,051,144
Sleman 2285 4 78 39,644,525,218 19,265,387,500 3,468,749,627 34,948,370,559 77,894,583,371 23,014,945,301 198,236,561,577 0 247,786,006 257,274,162 981,617,010 1,486,677,178
Yogyakarta 22496 14 373 138,755,838,263 92,128,070,993 16,587,738,601 167,124,900,238 766,878,138,957 226,583,899,125 1,408,058,586,177 0 2,439,472,207 2,532,883,827 9,664,094,641 14,636,450,674
PERLINDUNGAN SOSIAL
Asumsi:
Tiga sarana umum yang terkena dampak di kota Yogyakarta adalah pusat pelatihan pekerja sosial dan
kantor koordinasi.
Biaya kerusakan dihitung dari biaya rekonstruksi perumahan/gedung per m2 ditambah biaya
peralatan pendukung di dalamnya.
Dianggap biaya penggantian sarana sama dengan biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan biaya
unit sebesar Rp 1,6 juta/m2.
Ini merupakan perkiraan kasar yang diberikan oleh seorang kontraktor yang bekerja di kantor dinas
sosial provinsi Yogyakarta bersama dengan pegawai kantor dinas.
Dianggap bahwa biaya untuk kerusakan parah sebesar 65% dan kerusakan ringan sebesar 20% dari
biaya rekonstruksi sebuah rumah dengan peralatan pendukungnya.
Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar Rp. 5.000/m2 untuk gedung yang hancur.
Dianggap bahwa biaya pembersihan sebesar 20% dan untuk kerusakan parah sebesar 65% dari
biaya pembersihan sebuah gedung yang hancur.
Kerusakan Taman Makam Pahlawan(TMP) dilaporkan oleh kantor dinas sosial Klaten namun belum
dihitung dan tidak dimasukkan ke dalam penilaian kerusakan.
Tabel A.13: Kerusakan dan Kerugian pada Sektor Perlindungan Sosial per Kabupaten (Juta Rp)
Kerusakan Kerugian Total Total Total Swasta Publik
Swasta Publik
Provinsi Yogyakarta 35,418.33 85.07 35,503 26,131 9,373 51 16
Kota Yogyakarta 9,365.55 7.68 9,373 7,142 2,232 16 5
Kabupaten Gunung Kidul 5,020.98 2.87 5,024 3,768 1,256 6 2
Kabupaten Kulon Progo 2,580.99 1.36 2,582 2,582 0 4 0
Kabupaten Bantul 4,419.15 64.51 4,484 3,139 1,345 7 3
Kabupaten Sleman 11,602.95 8.65 11,612 9,500 2,111 18 4
Fasilitas pelatihan pekerja sosial 2,428.71 2,429 - 2,429 2
Provinsi Jawa Tengah -
Kabupaten Klaten 8,084.07 4.27 8,088 7,414 674 11 1
Jumlah total 43,502 89.34 43,592 33,545 10,047 62 17
Asumsi mengenai biaya rehabilitasi: Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara
Sembahyang Protestan Katolik (Candi (Candi
(Surau/Langgar) Hindu) Buddha)
Asumsi ukuran fasilitas (M2) 200 100 200 200 200 200
Asumsi biaya/M2 menurut jenis kerusakan
- Hancur 1,000,000 800,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000
- Rusak parah 600,000 400,000 600,000 600,000 600,000 600,000
- Rusak ringan 300,000 200,000 300,000 300,000 300,000 300,000
Jumlah fasilitas yang ada dikalikan dengan proporsi fasilitas yang rusak, dengan ukuran yang diasumsikan, dan dengan biaya rekonstruksi
Tabel A.15: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Yogyakarta (Juta Rp)
Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara Total
Sembahyang Protestan Katolik (Candi (Candi
(Surau/Langgar) Hindu) Buddha)
Data Sebelum 6243 4835 274 177 19 22 11570
Bencana (Jumlah
Bangunan)
Kerusakan Ringan 22980 4040 1320 600 120 60 29120
Kerusakan Parah 100920 24480 4680 2400 480 240 133200
Hancur 262000 109360 6400 4200 600 0 382560
Total 385900 137880 12400 7200 1200 300 556450
Tabel A.16: Penilaian Kerusakan Tempat-Tempat Ibadah di Provinsi Jawa Tengah (Juta Rp)
Masjid Tempat Gereja Gereja Pura Wihara Total
Sembahyang Protestan Katolik (Candi (Candi
(Surau/Langgar) Hindu) Buddha)
Data Sebelum 2396 1827 132 52 56 7 4470
Bencana (Jumlah
Bangunan)
Kerusakan Ringan 2100 520 120 60 60 0 2860
Kerusakan Parah 41640 10600 2280 960 960 120 56560
Hancur 3400 1040 200 0 0 0 4640
Total 47140 12160 2600 1020 1020 120 52490
Sektor Produktif
PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERIKANAN
Gambaran terperinci dari asumsi dapat ditemukan di teks utama.
PERDAGANGAN
Tabel A.17: Kontribusi untuk PDRB, Provinsi Yogyakarta , 2000-2003
Kabupaten 2000 % 2001 % 2002 % 2003 %
Bantul
Perdagangan, Hotel dan Restoran 385,772 17.1 427,972 17.1 475,791 17.1 533,481 17.3
Perdagangan dan Restoran 380,267 16.8 421,772 16.8 469,396 16.9 526,327 17.1
Perdagangan 182,145 8.1 202,189 8.1 224,937 8.1 252,153 8.2
Hotel 5,505 0.2 6,200 0.3 6,395 0.2 7,154 0.2
Restoran 198,122 8.8 219,583 8.8 244,459 8.8 274,174 8.9
Yogyakarta
Perdagangan, Hotel dan Restoran 796,074 23.8 912,551 23.9 1,050,965 24.0 1,194,180 24.4
Perdagangan dan Restoran 687,083 20.5 789,272 20.7 905,713 20.7 1,027,035 21.0
Perdagangan 196,085 5.9 228,206 6.0 260,966 6.0 301,008 6.2
Hotel 108,991 3.3 123,279 3.2 145,252 3.3 167,145 3.4
Restoran 490,998 14.7 561,066 14.7 644,747 14.7 726,027 14.6
Tabel A.19: Pasar di Yogyakarta dan Wilayah Bagian Provinsi Jawa Tengah, 2005
Kabupaten Desa-desa Desa-desa yang Memiliki Pasar-pasar yang Tidak Supermarket Restoran
yang Memiliki Bangunan-bangunan Memiliki Bangunan Unit Unit
Toko Permanen dan Semi Permanen yang Permanen
Desa Desa Unit
Magelang 42 65 39 10 95
Boyolali 65 80 30 24 116
Klaten 97 84 46 44 373
Kota Magelang 10 8 7 6 31
Kulon Progo 24 42 13 12 40
Bantul 41 40 7 71 23
Gunung Kidul 35 73 31 18 119
Sleman 63 57 9 143 509
Yogyakarta 35 25 15 62 331
Sumber: PODES 2005
Tabel A.20: Jumlah Pasar Modern dan Tradisional di Provinsi Yogyakarta, 2003 – 2005
Kebupaten 2003 2004 2005
Tradisional Modern Waralaba Tradisional Modern Waralaba Tradisional Modern Waralaba
Bantul 44 6 47 12 30 12
Sleman 51 47 36 57 36 53
Kulon Progo 34 4 36 10 36 10
Gunung Kidul 37 7 36 9 28 8
Yogyakarta 31 36 26 37 57 26 31 50 26
Total 197 100 26 192 145 26 161 133 26
Sumber: Dinas Deperindagkop, Yogyakarta, 2006
Sektor Informal
• Data dasar 79.000 (untuk Yogyakarta) berasal dari survei terakhir tahun 2001 sebagaimana
diinformasikan oleh APIKRI--asosiasi kecil kerajinan tangan
• Data termasuk petani dengan porsi 50%, sehingga dianggap 40.000 adalah usaha kecil
• Tidak ada informasi mengenai penyebaran secara geografis, dianggap penyebaran yang
proporsional masing-masing 8000, tidak ada informasi mengenai Klaten, dianggap sama saja
• Dianggap 70% industri yang terkena dampak merupakan sebagian besar wirausaha yang
bertindak sebagai pendukung industri dengan tingkat kerusakan yang sama seperti di sektor
formal di setiap daerah
• Menyesuaikan dengan informasi sektor perbankan, asumsi unit kerugian seharusnya sesuai
(atau bahkan sedikit lebih rendah) di mana bank memperkirakan kemungkinan NPL dari
37.482 debitur dan BPR memperkirakan 21.008 debitur.
• Jumlah Total Debitur penunggak di Yogyakarta sendiri sejumlah 58,490. beberapa debitur
mungkin memilki sejumlah hutang dari bank-bank lain.
Pekerja
• Rata-rata pekerja di sektor formal
• 50% memiliki 50 pekerja
• 50% memiliki 20 pekerja
• Batas antara 5 sampai 500
• Sebuah perusahaan mungkin hanya mempunyai 20 pekerja permanen namun bisa mencapai
140 pekerja sementara
• Usaha informal mempunyai 4 anggota
• Perbandingan: 60% usaha kecil, 40% usaha menengah, usaha kecil sama dengan sektor
informal
Kerugian yang dilaporkan dari perusahaan besar: hanya 3 perusahaan yang melaporkan kerusakan ke Dinas yaitu Sari Husada
(makanan), PT. ASA (kulit) and PT. Budi Makmur (kulit)
PT ASA 5.700.000.000
PT Budi Makmur 3.000.000.000
PT Sari Husada pada saat jumpa pers melaporkan kerusakan di 2 pabriknya dan kerugian inventaris sebesar Rp 175 Milyar, ditambah
perkiraan Rp 70 Milyar kerugian pendapatan
Perusahaan tutup dan diharapkan memulai produksi kembali dalam waktu 2 sampai 3 bulan.
Penilaian kerusakan dan kerugian total untuk usaha mikro, kecil dan besar adalah 7.961.959.200.000
PARIWISATA
Tabel A.24: Ikhtisar Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah Yogyakarta
ITEM PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp) PENILAIAN KERUGIAN
Jumlah TINGKAT KERUSAKAN Jumlah Penghasilan/ Penghasilan/ Asumsi
Sebelum RUSAK PARAH RUSAK SEDANG RUSAK RINGAN yang Bulan Bulan
Bencana Jumlah Biaya / Unit Jumlah Biaya / Unit Jumlah Biaya / Unit Tidak Sebelum Setelah
Rusak Bencana Bencana
1. Fasilitas 31 2 450 4 603 3 400 22 1,744 1,322
Bangunan 4 11 9
Aset
Karyawan
Pengunjung
2. Hotel 34 5 21.494 13 9,697 3 120 13 372 268 tingkat unian 52%
Bangunan
Aset
Karyawan 275 220
Pengunjung 800,000
3. Motel/ 1,106 50 70 180 50 66 20 810 415 256 tingkat unian 50%
Hoster/
Losmen/
Wisma
Bangunan
Aset
Karyawan
Pengunjung
4. Kantor 12
Bangunan 12 2 350 3 285 2 105 5
Aset
Karyawan
Pengunjung
Tabel A.25: Ringkasan Penilaian Kerusakan dan Kerugian sub sektor Pariwisata di wilayah
Klaten/Jateng
ITEM PENILAIAN KERUSAKAN (Juta Rp) PENILAIAN KERUGIAN (Juta Rp) KOMENTAR
Jumlah TINGKAT KERUSAKAN Jumlah Penghasilan Penghasilan Asumsi
sebelum RUSAK PARAH RUSAK SEDANG RUSAK RINGAN yang /Bulan /Bulan
bencana Jumlah Biaya/ Unit Jumlah Biaya/Unit Jumlah Biaya/ Unit Tidak Sebelum Setelah
Rusak Sencana Bencana
1. Fasilitas 14 1 100 4 132 9 350 350 Penghasilan >Fasilitas
dan kerugian Prambanan di
dihitung kabupaten
secara kasar Klaten
berdasarkan mencapai
penghasilan 1.070 juta
kabupaten rupiah.
(pajak, >Kerugian
biaya-biaya, Prambanan
dsb.) pada daftar
Bangunan 2 10 9 Yogya;
Aset Catatan:
Karyawan kerusakan pada
Pengunjung 800,000 550,000 Jumlah daerah Paling
pengunjung Parah adalah
diperkirakan sebuah
menurun gerbang rusak
sebanyak kl. (maka nilainya
30% untuk lebih kecil
tahun depan daripada
Kerusakan
Sedng)
2. Hotel Semua
Bangunan akomodasi di
Aset kabupaten
Karyawan Klaten
Pengunjung merupakan
hotel tak
berbintang
3. Motel/ 42 10 270 6 120 32 750 550 Diasumsikan Panti pijat
Hostel/ bahwa termasuk
Losmen/ tingkat dalam kategori
Wisma penghunian ini
Bangunan 42 menurun
Aset 30%
Karyawan 275 220
Pengunjung
4. Kantor 4 Kerugian
Bangunan 4 1 500 2 100 1 dalam natura
Aset (tidak ada
Karyawan penghasilan
Pengunjung karena hanya
informasi)
karena lembaga
ini
menyediakan
informasi
Lintas Sektor
TATA PEMERINTAHAN DAN PEMERINTAHAN
Asumsi:
Kerusakan gedung:
Gedung tanpa rancangan yang tepat (kerusakan total) 80-100%
Gedung yang dirancang dan dibangun dengan buruk (rusak sedang dan parah) 30-80%
Gedung dengan rancangan yang kuat (sedikit rusak namun dapat diperbaiki) 0-30%
Bila tersedia laporan, perkiraan dasar permukaan dibuat berdasarkan rata-rata dan sebaliknya bila
tidak ada laporan akan diperkirakan berdasarkan wilayah yang sama dengan skala intensitas yang
sama.
Biaya unit resmi dari pemerintah per meter persegi sekitar Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak
ringan dan Rp. 1,0 juta untuk gedung yang rusak berat sampai yang rusak total.
Pegawai:
Jumlah pegawai korban gempa diperkirakan dalam sebuah rasio dari populasi umum (yakni: jumlah
yang tewas, hilang, terluka dalam perbandingan dengan jumlah penduduk secara umum)
Biaya berdasarkan (3 bulan) gaji (Rp. 2.0 juta), perekrutan dan pelatihan dan “masa tidak aktif”
selama masa pertolongan krisis
Dokumen:
Biaya yang diperkirakan sebesar Rp. 50.000 per dokumen dengan 5 dokumen yang berbeda per
rumah tangga. Diperkirakan 10% dari total dokumen rusak.
Pilar
Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total
Umum 10%
Provinsi - - 800,000,000 600,000,000 1,400,000,000 140,000,000 1,540,000,000
Yogyakarta
Yogyakarta 31,112,245,380 471,397,657 157,132,552 1,080,024,410 32,820,800,000 3,282,080,000 36,102,880,000
Bantul 1,861,722,457 - 232,715,307 1,948,602,839 4,043,040,603 404,304,060 4,447,344,663
Kulon Progo 362,752,242 - 310,930,493 250,817,265 924,500,000 92,450,000 1,016,950,000
Gunung Kidul 4,209,565,011 - 169,512,685 966,222,304 5,345,300,000 534,530,000 5,879,830,000
Sleman 440,425,605 - 377,507,661 425,325,298 1,243,258,564 124,325,856 1,367,584,421
Provinsi Jawa - - 150,000,000 25,000,000 175,000,000 17,500,000 192,500,000
Tengah
Klaten 68,055,161,544 - 153,277,391 1,889,399,305 70,097,838,240 7,009,783,824 77,107,622,064
Boyolali 665,563,995 - 313,206,586 352,879,420 1,331,650,000 133,165,000 1,464,815,000
Magelang - - 395,877,743 446,022,257 841,900,000 84,190,000 926,090,000
Wonogiri 6,293,750,000 - - - 6,293,750,000 629,375,000 6,923,125,000
Total 113,001,186,234 471,397,657 3,060,160,419 7,984,293,098 124,517,037,407 12,451,703,741 136,968,741,148
Bangunan
Pillar
Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total
Umum 10%
Provinsi - - 800,000,000 600,000,000 1,400,000,000 140,000,000 1,540,000,000
Yogyakarta
Yogyakarta 29,700,000,000 450,000,000 150,000,000 1,031,000,000 31,331,000,000 3,133,100,000 34,464,100,000
Bantul 1,200,000,000 - 150,000,000 1,256,000,000 2,606,000,000 260,600,000 2,866,600,000
Kulon Progo 175,000,000 - 150,000,000 121,000,000 446,000,000 44,600,000 490,600,000
Gunung Kidul 3,725,000,000 - 150,000,000 855,000,000 4,730,000,000 473,000,000 5,203,000,000
Sleman 175,000,000 - 150,000,000 169,000,000 494,000,000 49,400,000 543,400,000
Provinsi Jawa - - 150,000,000 25,000,000 175,000,000 17,500,000 192,500,000
Tengah
Klaten 66,600,000,000 - 150,000,000 1,849,000,000 68,599,000,000 6,859,900,000 75,458,900,000
Boyolali 318,750,000 - 150,000,000 169,000,000 637,750,000 63,775,000 701,525,000
Magelang - - 150,000,000 169,000,000 319,000,000 31,900,000 350,900,000
Wonogiri 6,293,750,000 - - - 6,293,750,000 629,375,000 6,923,125,000
Total 108,187,500,000 450,000,000 2,150,000,000 6,244,000,000 117,031,500,000 11,703,150,000 128,734,650,000
Perlengkapan
Pilar
Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total
Umum 10%
Provinsi - - - - - - -
Yogyakarta
Yogyakarta 1,400,870,065 21,225,304 7,075,101 48,629,530 1,477,800,000 147,780,000 1,625,580,000
Bantul 319,109,747 - 39,888,718 334,001,535 693,000,000 69,300,000 762,300,000
Kulon Progo 185,397,982 - 158,912,556 128,189,462 472,500,000 47,250,000 519,750,000
Gunung Kidul 479,839,852 - 19,322,410 110,137,738 609,300,000 60,930,000 670,230,000
Sleman 256,654,858 - 219,989,879 247,855,263 724,500,000 72,450,000 796,950,000
Provinsi Jawa - - - - - - -
Tengah
Klaten 577,564,396 - 1,300,821 16,034,783 594,900,000 59,490,000 654,390,000
Boyolali 346,813,995 - 163,206,586 183,879,420 693,900,000 69,390,000 763,290,000
Magelang - - 245,877,743 277,022,257 522,900,000 52,290,000 575,190,000
Wonogiri - - - - - - -
Personil
Pilar
Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total
Umum 10%
Provinsi - - - - - - -
Yogyakarta
Yogyakarta 11,375,315 172,353 57,451 394,880 12,000,000 1,200,000 13,200,000
Bantul 26,965,742 - 3,370,718 28,224,143 58,560,603 5,856,060 64,416,663
Kulon Progo 2,354,260 - 2,017,937 1,627,803 6,000,000 600,000 6,600,000
Gunung Kidul 4,725,159 - 190,275 6,000,000 600,000 6,600,000
1,084,567
Sleman 8,770,746 - 24,758,564 2,475,856 27,234,421
7,517,783 8,470,035
Provinsi Jawa - - - - - - -
Tengah
Klaten 14,811,182 - 33,359 411,199 15,255,740 1,525,574 16,781,314
Boyolali - - - - - - -
Magelang - - - - - - -
Wonogiri - - - - - - -
Dokumen
Pilar
Pemerintahan Kehakiman Parlemen Kepolisian Subtotal Tak Terduga Total
Umum 10%
Provinsi - - - - - - -
Yogyakarta
Yogyakarta - - - - - - -
Bantul 315,646,969 - 39,455,871 330,377,160 685,480,000 68,548,000 754,028,000
Kulon Progo - - - - - - -
Gunung Kidul - - - - - - -
Sleman - - - - - - -
Provinsi Jawa - - - - - - -
Tengah
Klaten 862,785,966 - 1,943,212 23,953,322 888,682,500 88,868,250 977,550,750
Boyolali - - - - - - -
Magelang - - - - - - -
Wonogiri - - - - - - -
PERBANKAN DAN KEUANGAN
Tabel A.27: Potret Sektor Perbankan Yogyakarta, Sebelum Bencana, Akhir Maret 2006
Jumlah Bank yang menjalankan bisnis di Yogyakarta Provinsi Yogyakarta Indonesia %
Bank Komersial: 25 131 19
- Bank Pemerintah 4 5 100
- Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) 20 100 20
- Bank Daerah (BPD) 1 26
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 65 1,906 3
Jumlah Kantor/Cabang Bank Provinsi Yogyakarta Indonesia
Bank Komersial: 41
- Bank Pemerintah (tidak termasuk unit BRI) 11 1,755 0.6
- Bank Swasta (termasuk asing & Usaha Patungan) 24 3,925 0.6
- Bank Daerah (BPD) 6 709 0.8
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 65 1,906 3.4
Jumlah Aset Bank 13,611 1,465,300 0.9
Jumlah Deposito Bank 12,385 1,146,230 1.1
Jumlah Pinjaman Bank (Komersial dan BPR) 6,780 687,528 1.0
1. Pinjaman Bank Komersial 5,951 674,698 0.9
- Pinjaman Modal Kerja 2,320 340,887 0.7
- Pinjaman Investasi 842 129,399 0.7
- Pinjaman Konsumsi 2,789 204,411 1.4
NPL (%) 4.11% 9.40%
2. Pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 829 12,830 6.5
NPL (%) 8.96
Sumber: Bank Indonesia
Semua dinilai dalam Miliar Rp kecuali dinyatakan lain
Tabel A.28: Kredit Perbankan Komersial per Sektor dan Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp)
Sebelum Bencana Akhir Maret 2006
Distribusi Sektoral PDRB dan Kredit Provinsi Kabupaten-kabupaten di Yogyakarta (Kredit Bank
Sektor Bank Yogyakarta Komersial)
% % Bantul Gunung Kulon Sleman Kota
dalam dalam Kidul Progo Yogyakarta
PDRB Kredit
Bank
Pertanian 18.7 3.0 65 10 19 32 68
Pertambangan 0.7 0.4 - 1 - 19 1
Pabrik (industri) 14.5 9.8 14 3 2 63 489
Utilitas (Listrik, Gas dan Air) 0.9 0.0 - - - - 2
Konstruksi 8.3 3.1 1 1 2 117 64
Perdagangan, Restoran, dan Hotel 20.8 23.7 104 102 56 210 957
Transportasi dan pergudangan 9.9 1.5 1 1 12 1 67
Keuangan dan Jasa-jasa 26.3 10.5 36 10 2 62 507
Lainnya – Termasuk Pinjaman Konsumen 48.0 190 168 179 380 1,934
Total 5,952 411 296 272 884 4,089
Total (%) 100.0 100.0 6.9 5.0 4.6 14.9 68.7
Sumber: Bank Indonesia
Tabel A.29: Kredit Perbankan per Kabupaten di Yogyakarta (Miliar Rp) Sebelum Bencana Akhir Maret
2006
Kabupaten-Kabupaten di Yogyakarta
Provinsi Provinsi Bantul Gunung Kulon Sleman Yogyakarta
Yogyakarta Yogyakarta Kidul Progo
A. Kredit menurut Jenis Bank dan Penggunaannya 6,780 586 325 369 1,354 4,146
1. Bank Komersial 100 5,951 410 295 273 884 4,089
- Pinjaman Modal Kerja 39 2,320 183 95 83 394 1,563
- Pinjaman Investasi 14 842 48 33 29 127 606
- Pinjaman Konsumsi 47 2,789 179 167 161 363 1,920
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 829 176 30 96 470 57
B. Bagian Kredit yang disediakan oleh BPR
1. Bank Komersial 88 70 91 74 65 99
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 12 30 9 26 35 1
C. NPL Kredit menurut Daerah
1. Bank Komersial 4.11 2.26 1.61 2.94 2.47 4.91
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 8.69 17.95 3.42 7.25 6.60 6.48
Sumber: Bank Indonesia
Tabel A.30: Dampak Gempa bumi--Perkiraan Potensial Kerugian Pinjaman (Juta Rp)
Provinsi Yogyakarta
Asumsi:
Pergerakan truk @ 4m3/rit: 561,728
@ 50% diasumsikan sebagai bahan urukan di lokasi: 280,864
200*6 truk/hari 120 Provinsi Yogyakarta & 80 Jawa Tengah: 234.05
@20000000/truk/bulan & 1/2 63000000/front loader/bulan = 51500000* Rp. 109,579,487,109
@9200: US$ 11,910,814
Buruh 5*20000*12 1,200,000
Biaya buruh untuk yang hancur & rusak parah: Rp. 229,830,480,000
DAMPAK SOSIAL DAN EKONOMI
Tabel A.32: Penyebaran Kerugian di daerah terkena dampak
2006 2007
Bagian Nilai Bagian Nilai Gabungan Taksiran Nilai Nilai PDRB Proyeksi Proyeksi Antisipasi Proyeksi Proyeksi Antisipasi
Kerugian Tambah Kerugian Tambah Kerugian Keseluruhan Tambah Tambah 2004 PDRB PDRB Penurunan PDRB PDRB Penurunan
UKM % Kerugian Pertanian Kerugian Nilai Kerugian tahun tahun yang PDRB yang PDRB
(1) UKM % Pertanian Tambah Nilai 2006 2007 direvisi % direvisi %
(2) (3) (4) (2) + (4) Tambah*
Provinsi 1,670 238 1,908 2,177 1,633 544 21,848 24,363 22,730 -6.7 25,727 25,183 -2.1
Yogyakarta
Bantul 55 1,244 7 18 1,261 1,439 1,079 360 4,171 4,652 3,572 -23.2 4,912 4,552 -7.3
Gunung Kidul 4 85 0 - 85 97 73 24 3,378 3,766 3,693 -1.9 3,977 3,953 -0.6
Kulon Progo 4 88 27 68 157 179 134 45 1,836 2,047 1,913 -6.5 2,162 2,117 -2.1
Sleman 7 147 61 151 298 340 255 85 6,640 7,404 7,149 -3.4 7,819 7,733 -1.1
Yogyakarta 5 106 0 0 106 122 91 30 5,876 6,552 6,461 -1.4 6,919 6,889 -0.4
Provinsi Jawa 588 11 599 684 513 385 193,438 215,710 215,197 -0.24 227,789 227,405 -0.17
Tengah
Klaten 26 588 5 11 599 684 513 171 5,125 5,715 5,202 -9.0 6,035 5,864 -2.8
Metodologi: Penilaian khusus daerah atas kerugian pabrik dan sektor pertanian, laporan 90% kerugian total terdapat di seluruh daerah
terkena dampak. Sisa 10% dari total kerugian tersebar di seluruh kabupaten berdasarkan masing-masing jumlah kerugian dalam dua sektor
ini. Nilai tambah dihitung berdasarkan faktor pemasukan dan pengeluaran sektor tertentu yang dilaporkan di bagian dampak ekonomi.
Indikator Ekonomi Terpilih
Tabel A.33: Struktur Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi Tahun Fiskal 2004 (dalam Milyar Rp)
Pertanian Konstruksi Listrik, Gas, Jasa Manufaktur Pertambangan, Jasa-jasa Perdagangan, Transportasi, Total
Persediaan Air Keuangan Penggalian Restoran, Komunikasi
Hotel
Provinsi Yogyakarta 3,637.00 1,744.00 268.10 2,199.00 3,219.00 182.50 4,290.00 4,171.00 2,137.00 21,847.60
Bantul 967.38 350.27 49.82 277.58 854.04 46.01 610.76 738.74 276.79 4,171.38
Gunung Kidul 1,212.58 247.58 23.27 156.96 412.80 80.44 549.62 475.99 218.29 3,377.53
Kulon Progo 463.37 88.79 14.98 111.06 285.76 16.44 375.38 297.98 182.08 1,835.82
Sleman 1,029.82 630.36 75.89 730.98 1,075.61 28.11 1,307.56 1,391.73 369.46 6,639.51
Yogyakarta 29.79 376.54 103.67 903.57 678.29 0.49 1,404.94 1,337.47 1,041.13 5,875.89
Provinsi Jawa Tengah 38,490.00 10,900.00 2,362.00 7,141.00 63,140.00 1,855.00 19,650.00 38,940.00 10,960.00 193,438.00
Klaten 1,161.53 423.88 67.49 241.40 1,012.46 28.32 734.68 1,305.25 149.90 5,124.91
Magelang 1,342.22 209.24 30.64 114.11 769.42 93.05 688.29 676.03 225.26 4,148.25
Boyolali 1,496.60 100.48 39.85 268.07 751.05 31.68 313.62 1,128.22 117.69 4,247.27
Sukoharjo 968.63 203.97 80.18 160.19 1,381.92 43.64 408.32 927.84 245.20 4,419.90
Wonogiri 1,605.51 107.28 29.81 136.81 142.52 21.92 395.74 401.63 324.63 3,165.87
Purworejo 1,342.22 209.24 30.64 114.11 769.42 93.05 688.29 676.03 225.26 4,148.25
Indonesia 347,600.00 116,000.00 31,970.00 190,500.00 578,900.00 206,800.00 205,200.00 390,300.00 135,600.00 2,202,870.00
Table A.34: Struktur Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, Tahun Fiskal 2004 (persentase)
Total Total Total Total Jasa Total Total Jasa-jasa Total Total Total
Pertanian Konstruksi Listrik, Gas Keuangan Manufaktur Pertambangan Perdagangan, Transportasi
& dan Restoran & dan Komunikasi
Persediaan Penggalian Hotel
Air
% % % % % % % % % % % % % % % % % % % %
baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom baris kolom
Provinsi 16.6 100 8.0 100 1.2 100 10.1 100 14.7 100.0 0.8 100 19.6 100 19.1 100 9.8 100 100 100
Yogyakarta
Bantul 23.2 26.6 8.4 20.1 1.2 18.6 6.7 12.6 20.5 26.5 1.1 25.2 14.6 14.2 17.7 17.7 6.6 13.0 100 19.1
Gn. Kidul 35.9 33.3 7.3 14.2 0.7 8.7 4.6 7.1 12.2 12.8 2.4 44.1 16.3 12.8 14.1 11.4 6.5 10.2 100 15.5
Kulon Progo 25.2 12.7 4.8 5.1 0.8 5.6 6.0 5.1 15.6 8.9 0.9 9.0 20.4 8.8 16.2 7.1 9.9 8.5 100 8.4
Sleman 15.5 28.3 9.5 36.1 1.1 28.3 11.0 33.2 16.2 33.4 0.4 15.4 19.7 30.5 21.0 33.4 5.6 17.3 100 30.4
Yogyakarta 0.5 0.8 6.4 21.6 1.8 38.7 15.4 41.1 11.5 21.1 0.0 0.3 23.9 32.7 22.8 32.1 17.7 48.7 100 26.9
Provinsi Jawa 19.9 100 5.6 100 1.2 100 3.7 100 32.6 100 1.0 100 10.2 100 20.1 100 5.7 100 100 100
Tengah
Klaten 22.7 3.0 8.3 3.9 1.3 2.9 4.7 3.4 19.8 1.6 0.6 1.5 14.3 3.7 25.5 3.4 2.9 1.4 100 2.6
Magelang 32.4 3.5 5.0 1.9 0.7 1.3 2.8 1.6 18.5 1.2 2.2 5.0 16.6 3.5 16.3 1.7 5.4 2.1 100 2.1
Boyolali 35.2 3.9 2.4 0.9 0.9 1.7 6.3 3.8 17.7 1.2 0.7 1.7 7.4 1.6 26.6 2.9 2.8 1.1 100 2.2
Sukoharjo 21.9 2.5 4.6 1.9 1.8 3.4 3.6 2.2 31.3 2.2 1.0 2.4 9.2 2.1 21.0 2.4 5.5 2.2 100 2.3
Wonogiri 50.7 4.2 3.4 1.0 0.9 1.3 4.3 1.9 4.5 0.2 0.7 1.2 12.5 2.0 12.7 1.0 10.3 3.0 100 1.6
Purworejo 33.6 2.6 5.8 1.6 1.0 1.3 5.5 2.3 9.6 0.4 2.4 3.8 19.3 2.9 16.0 1.2 6.7 1.8 100 1.5
Indonesia 15.8 26.6 5.3 20.1 1.5 18.6 8.6 12.6 26.3 26.5 9.4 25.2 9.3 14.2 17.7 17.7 6.2
Gambar A.1 Sebaran Sektor Ekonomi per Kabupaten dan Provinsi, TA 2004
100%
80%
60%
n
ul
ta
an
tu
ah
a
te
og
Total Konstruksi
rt
si
d
ar
an
em
ng
la
ka
ki
ne
pr
ak
K
B
ng
ya
Te
Sl
do
g
gy
.
.
on
ab
ab
og
.
In
a
ab
un
Yo
Total Pertanian
aw
ul
K
.Y
K
G
.J
ov
ot
.
.
ab
ab
ov
K
Pr
K
Pr
Tabel A.35: PDRB Riil dan pertumbuhan PDRB (dalam triliun Rp pada harga tetap tahun 2000 dan
persentase)
PDRB Tingkat Pertumbuhan Riil
Tahunan
2000 2001 2002 2003 2004 00/01 01/02 02/03 03/04
Provinsi Yogyakarta 117.4 127.8 140.5 152.4 165.4 4.3 4.5 4.6 5.1
Bantul 2.58 2.68 2.80 2.93 3.08 3.74 4.46 4.69 5.04
Gunung Kidul 2.29 2.37 2.44 2.53 2.61 3.38 3.26 3.36 3.43
Kulon Progo 1.19 1.23 1.28 1.34 1.40 3.66 4.12 4.19 4.52
Sleman 3.99 4.17 4.37 4.60 4.84 4.67 4.86 5.08 5.25
Yogyakarta 3.51 3.65 3.81 3.99 4.20 3.95 4.49 4.76 5.05
Provinsi Jawa Tengah 114.7 118.8 123.0 129.2 135.8 3.6 3.5 5.0 5.1
Klaten 3.14 3.27 3.39 3.56 3.74 4.14 3.91 4.91 4.95
Indonesia 1,359 1,407 1,470 1,536 1,607 3.5 4.5 4.5 4.6