D12wts PDF
D12wts PDF
SKRIPSI
WELI TRIS SETIAWAN
ii
ABSTRACT
Menyetujui,
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan pada Fakkultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Penulis tertarik pada penelitian burung merpati karena burung merpati
merupakan salah satu ternak di Indonesia yang harus dijaga kelestariannya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang profil darah burung
merpati yang dilatih terbang. Informasi profil darah burung merpati diperlukan
karena berhubungan dengan aktivitas terbang dan profil darah berkaitan dengan
transportasi oksigen yang ada dalam tubuh merpati yaitu dalam proses transportasi
oksigen yang dipengaruhi oleh konsentrasi Hb yang merupakan bagian dari profil
darah. Burung merpati di Indonesia umumnya digunakan untuk hewan kesenangan
atau hobi yaitu menerbangkan burung dan dikenal sebagai burung balap.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan para penggemar burung merpati tinggi pada khususnya, selain itu tulisan ini
merupakan sumbangsih untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan peternakan
Indonesia. Akhir kata, penulis menyadari kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan
skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN …………………………………………………………….. i
ABSTRACT ………………………………………………………………. iii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………. iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. v
RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………... xi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xii
PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1
Latar Belakang ……………………………………………………. 1
Tujuan Penelitian …………………………………………………. 1
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Profil Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum
dan Sesudah Dilatih Terbang ....................................................... 17
2. Profil Hematokrit Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum
dan Sesudah Dilatih Terbang .................................................. 19
3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan Sebelum dan
Sesudah Dilatih Terbang .............................................................. 22
4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Betina Sebelum dan
Sesudah Dilatih Terbang .............................................................. 25
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurungan Merpati (A), dan Kandang Merpati (B) ..................... 9
2. Timbangan Pakan Digital (A), dan Penimbangan Bobot Badan
(C) ................................................................................................ 12
Nomor Halaman
1. Uji t Berpasangan Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit
(PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Burung
Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah Dilatih
Terbang Menggunakan Minitab 14 .............................................. 37
2. Uji t Dua Sampel Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit
(PCV%), Butir Darah Merah, Butir Darah Putih Berpasangan
Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan Sesudah
Dilatih Terbang Menggunakan Minitab 14 ................................. 40
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran profil darah burung
merpati yang dilatih terbang meliputi nilai hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah sel
darah merah, dan jumlah sel darah putih.
TINJAUAN PUSTAKA
Burung Merpati
3
diidentifikasi dengan tepat karena berasal dari bangsa yang bercampur baur dan tidak
dapat dikenal asal-usulnya.
Kandungan zat gizi daging burung merpati cukup tinggi bahkan dalam
beberapa hal lebih tinggi dari hasil unggas lain yaitu pada puyuh protein sebesar
21,1% sedangkan lemaknya 0,7% dengan bobot karkas 66,5%. Kandungan protein
burung merpati sekitar 35,8% dan lemak 5,9% (Djanah dan Sulistyani, 1986). Bobot
karkas yang dapat dikonsumsi adalah 60,0%-70,0% (Rasyaf dan Amrullah, 1982).
Postur Tubuh
Postur tubuh burung merpati balap memiliki keterkaitan dengan ciri-ciri
morfologi (bentuk dan struktur luar mahkluk) dan anatomi. Karakteristik tersebut
dapat dikaitkan dengan kecepatan dan gaya menukik landas terbang merpati yang
dijadikan merpati balap (Tanubrata dan Syamkhard, 2004).
Tanubrata dan Syamkhard (2004) menyatakan burung merpati merupakan
spesies yang paling terkenal dalam keluarga Columbidae. Postur tubuh burung
merpati lokal performing breed yang memiliki ketangkasan tumbler (akrobat di
udara) adalah merpati jantan, walaupun tidak menutup kemungkinan betina juga ada
(Darwati, 2003).
4
memerlukan energi seperti lepas landas, meluncur, melonjak, mendarat dan
mengepakkan sayapnya untuk melayang di atas langit.
Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter hematologi burung dan
mamalia merespon kebutuhan lingkungan dan energi, seperti hipoksia pada
ketinggian tempat yang tinggi untuk kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.
Hematokrit kapiler dan ukuran sel darah merah mungkin dipengaruhi oleh
kebutuhan energi pada saat dilakukan penerbangan. Parameter hematologi harus
bervariasi dengan parameter morfologi yang dapat menentukan kapasitas difusi
oksigen.
Pengaruh pernapasan anterior dan pertukaran panas pada waktu istirahat lebih
efisien dibandingkan pada saat dilakukan penerbangan, hal tersebut terlihat ketika
burung merpati saat beristirahat. Suhu udara dan kehilangan air yang rendah
memungkinkan energi untuk terbang akan pulih kembali. Adapun kehilangan air
akibat evaporasi meningkat pada saat dilakukan penerbangan (Canals et al., 2007)
Pada burung-burung migran, saat terbang membutuhkan banyak oksigen
(Lasiewksi, 1972; Berstien et al., 1973). Hal tersebut diikuti oleh peningkatan
hematokrit, hemoglobin, dan jumlah sel eritrosit (Viscor et al., 1985)
Michaeli dan Pinshow (2001) menyatakan bahwa burung merpati memiliki
arus balik lebih efisien saat pertukaran panas pada pernapasan anterior ketika
beristirahat dibandingkan pada saat penerbangan, pada waktu istirahat burung
merpati akan pulih tenaganya. Ritchison (2008) menyatakan bahwa aktifitas burung
saat terbang yaitu mulai dari meluncur, melonjak untuk penerbangan dan mengepak
untuk melayang. Jenis aktifitas paling sederhana saat penerbangan adalah meluncur.
Darah
Darah dianggap sebagai jaringan khusus yang menjalani sirkulasi, terdiri dari
sel-sel yang terendam dalam plasma darah. Berbeda dengan jaringan lain, sel-selnya
tidak menempati ruang tetap satu dengan yang lain, tetapi bergerak terus dari suatu
satu ke tempat lain. Aliran darah dalam seluruh tubuh menjamin lingkungan yang
tetap, agar semua sel serta jaringan mampu melaksanakan fungsinya. Jadi fungsi
utama darah adalah mempertahankan homeostasis. Berbagai bentuk sel darah berasal
dari sel induk (stem cells) dalam sumsum tulang dan memasuki aliran darah untuk
memenuhi kebutuhan tertentu pada hewan (Dellman dan Brown, 1988).
5
Darah terdiri dari sel-sel yang terendam di dalam cairan yang disebut plasma.
Sebagian besar sel-sel darah berada di dalam pembuluh-pembuluh, akan tetapi
leukosit dapat bermigrasi melintasi dinding pembuluh darah guna melawan infeksi
(Frandson, 1992).
Frandson (1992) selanjutnya menyatakan bahwa darah memiliki beberapa
fungsi yaitu: membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju
ke jaringan tubuh; membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan; membawa
karbondioksida dari jaringan di paru-paru; membawa produk buangan dari berbagai
jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan; mengandung faktor-faktor penting
untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.
Bagian-Bagian Darah
Hoffbrand dan Pettit (1987) menyatakan bahwa darah adalah jaringan yang
terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan yang disebut plasma dan di
dalamnya terdapat unsur-unsur padat yaitu sel darah. Darah terdiri dari tiga jenis
unsur sel yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit yang terendam dalam cairan
kompleks plasma.
Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein utama dalam sel darah merah matang. Sebuah
molekul hemoglobin terdiri dari empat rantai globin. Setiap rantai globin terikat
dengan besi heme yang mengandung zat besi. Dua dari rantai α-globin berasal dari
lokus globin yang terdapat pada kromosom 16 dan sisanya dua rantai globin yang
berasal dari lokus β-globin yang terdapat pada kromosom 11 (Schmaier dan
Petruzzelli, 2003). Afinitas oksigen (daya ikat) yaitu kemampuan hemoglobin untuk
mengubah afinitas oksigen sehingga memungkinkan seseorang atau hewan
beradaptasi dengan berbagai lingkungan, situasi phsyiological atau patologis (Cotter,
2001).
Hematokrit (PCV%)
Nilai hematokrit atau volume sel packed adalah suatu istilah yang artinya
peresentase (berdasarkan volume) dari darah yang terdiri dari sel-sel darah merah.
Penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang
diberi zat agar tidak menggumpal kemudian dilakukan sentrifusi sampai sel-sel
menggumpul di bagian dasar. Nilai hematokritnya kemudian dapat diketahui secara
langsung atau pun secara tak langsung dari tabung tersebut (Frandson, 1992)
7
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan
burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan
profil darah dan pengukurannya dilakukan di Laboratorium Anatomi Fisiologi dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Materi
Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 pasang burung
merpati dewasa berumur 9-12 bulan dengan kisaran bobot badan 200-405 g. Burung
merpati tersebut berasal dari peternakan rakyat di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa
Barat.
Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu: timbangan digital dengan
ketelitian 1 g, kandang untuk memelihara burung merpati, tempat pakan, dan
minum, kertas koran, spuit, spektrofotometer, mikroskop serta preparat kaca. Bahan
yang digunakan yaitu kertas koran, larutan koagulan Ethylene Diamine Tetra Acid
(EDTA), alkohol 70%, larutan methanol, larutan giemsa, cuvet.
Prosedur
Burung merpati yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari peternak
dan pedagang di sekitar wilayah Bogor barat. Masa adaptasi burung merpati
sebelum digunakan dalam penelitian meliputi tiga tahap yaitu (1). Adaptasi kandang
pada hari pertama pada saat merpati datang, (2). Adaptasi lingkungan pada hari
kedua, dan ketiga, (3). Burung merpati mulai bisa dilatih terbang. Latihan terbang
dilakukan pada jarak 50, 100, 150, dan 200 meter dengan 2 kali pengulangan.
Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama (saat burung merpati datang dan
pada hari ke-14 setelah dilatih terbang). Burung merpati yang dilatih terbang adalah
burung merpati jantan sedangkan burung merpati betina hanya digunakan sebagai
pemancing burung merpati jantan dengan cara diklepek (memanggil burung merpati
pejantan dengan cara menggunakan burung merpati betina dengan cara mengayun-
ayunkan burung merpati betina).
Pemeliharaan
Burung merpati dipelihara secara intensif. Burung merpati tersebut
dikandangkan pada saat sore hari (menjelang malam) sebanyak 2 ekor per kandang
(Gambar 1B). Burung merpati juga di lepas di dalam kurungan pada saat pagi hari
hingga sore hari (Gambar 1A).
(A) (B)
9
.
A B
(A) (B)
Gambar 3. Pengambilan Sampel Darah Burung Merpati (A) dan Sampel Darah (B)
10
Perhitungan Jumlah Hemoglobin
Perhitungan jumlah hemoglobin merujuk pada Sastradipradja et al. (1989).
Metoda ini banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik dan untuk
penelitian hematologi, karena cukup akurat. Prinsip yang digunakan dalam metoda
ini yaitu darah ditambahkan ke dalam suatu larutan yang mengandung kalium sianida
dan kalium ferisianida (reagen drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari
hemoglobin yang bervalensi dua (++ : ferro) menjadi bervalensi tiga (+++ : ferri)
sehingga terbentuk methemoglobin yang kemudian berikatan dengan kalium sianida
membentuk pigmen yang stabil ialah sianmethemoglobin.
Intensitas warna campuran ini diukur dengan alat spektofotometer, pada
panjang gelombang 540 nm, atau menggunakan filter hijau kekuningan. Optical
Density (O.D) larutan sebanding dengan konsentrasi hemoglobinnya. Semua bentuk-
bentuk hemoglobin diukur dengan metoda ini, kecuali sulfhemoglobin.
Pipet larutan Reagen Drabkins 5,0 ml, kemudian masukan kedalam tabung
reaksi 1 dan 2. Tambahkan 0,02 ml darah ke dalam tabung reaksi ke 2, dengan
menggunakan pipet sahli atau pipet lainnya yang bervolume 0,02 ml, kemudian bilas
pipet yang sudah digunakan, agar tidak ada darah yang tertinggal di dalam pipet,
dengan cara menghisap dan meniupkan cairan yang ada dalam tabung reaksi ke 2
tersebut.
Campur dengan baik larutan di dalam tabung, kemudian dibiarkan selama paling
sedikit 10 menit pada suhu kamar, agar terbentuk sianmthemoglobin dengan baik.
Selanjutnya dilakukan pembacaan dengan transmittance (Optical Density) larutan
tersebut dengan menggunakan alat kolorimeter atau spektofotometer pada panjang
gelombang 540 nm (menggunakan filter hijau kekuningan).
13
Rancangan dan Analisis Data
Data konsumsi pakan dianalisa secara deskriptif. Uji t digunakan untuk
membandingkan profil darah burung merpati jantan dan betina serta rataan bobot
badan burung merpati. Analisa data merujuk pada Walpole (1982) dengan formula
sebagai berikut
Peubah
Peubah yang diamati adalah persentase hemoglobin, hematokrit, sel darah
merah dan sel darah putih sebelum dan setelah dilatih terbang. Selain itu dilengkapi
data bobot badan dan konsumsi pakan.
Sp 2 = (n1 - 1) S1 2 + (n2 - 1) ) S2 2
n 1 + n2 - 2
Keterangan :
t = Nilai Hitung
= Nilai Rataan Kelompok Ke-1
= Nilai Rataan Kelompok Ke-2
Sp = Simpangan Baku
Sp 2 = Kuadrat Simpangan Baku
n1 = Jumlah Sampel Ke-1
n2 = Jumlah Sampel Ke-2
Data profil darah burung merpati yang dilatih dan tidak dilatih terbang
dianalisa dengan menggunakan uji t berpasangan. Uji t berpasangan merujuk pada
Walpole (1982), yaitu
14
v = n-1
Keterangan :
Sd = Standar Deviasi
n = Jumlah Sampel
d1 2 = Kuadrat Selisih dari Pengukuran Ke-1 dan Ke-2
= Rataan Sampel
V = Derajat Bebas
t = Nilai t Hitung
Keterangan :
= nilai rataan
n = jumlah ternak
Xi = peubah sifat kuantitatif yang diukur, dimulai dari individu ke - i, i = 1, 2, …, n
15
Keterangan :
sb = simpangan baku
X = peubah sifat kuantitatif yang diukur
n = jumlah ternak
Keterangan :
KK = koefisien keragaman
sb = simpangan baku
= nilai rataan
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hemoglobin
Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih
Terbang
Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih
terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 1.
Rataan hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang
masing-masing adalah 14,844 g/dl ± 2,807 g/dl (KK=18,9%), 15,206 g/dl ± 2,071
g/dl (KK=13,6%) (Tabel 1). Menurut Mitruka dan Rawnsley (1977) kadar
hemoglobin burung merpati berkisar antara 10,7- 14,9 g%, itik 9,0 – 21 g%, kalkun
8,8 – 13,4 g%, dan puyuh 10,7 – 14,3 g%. Kadar hemoglobin pada burung beo
menurut Archawaranon (2005) yaitu (13,59 – 14,32 g/dl). Berarti nilai hemoglobin
pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan burung merpati dan unggas lain yang
dilaporkan oleh Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Archawaranon (2005).
18
lebih tinggi yaitu 18,9% dibandingkan dengan betina sebelum dilatih terbang yaitu
13,6%.
Koefisien keragaman pada jantan sesudah dilatih terbang tidak beragam
karena pada merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan
pada betina sebesar 14,6% berarti masih beragam. Nilai koefisien keragaman yang
tinggi terdapat pada betina dibandingkan jantan sesudah dilatih terbang atau jantan
lebih seragam dibandingkan betina. Nilai koefisien keragaman pada jantan sesudah
dilatih terbang tidak beragam karena pada merpati jantan yang sudah dilatih terbang
diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu 9,9% sedangkan pada jantan yang belum
dilatih terbang adalah sebesar 18,9% berati masih beragam berarti bisa dilakukan
seleksi. Nilai koefisien keragaman burung merpati jantan sebelum dilatih terbang
lebih beragam dibandingkan sesudah dilatih terbang. Adanya keragaman pada nilai
hematologi pada burung yang dilatih menmungkinkan untuk memilih burung yang
memiliki nilai hamatologi yang dibutuhakan untuk burungi merpati agar dapat dilatih
terbang.
Hematokrit (PCV %)
Hematokrit (PCV%) Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah
Dilatih Terbang
Hematokrit (PCV%) burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah
dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 2.
19
(Tabel 2) Hasil penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan
jumlah hematokrit pada burung merpati berkisar antara 39,3% - 59,4%, itik 32,6% -
47,5%, kalkun 30,4% - 45,6% dan puyuh 30,0% - 45,1%. Berarti nilai hematokrit
pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan merpati yang dilaporkan oleh Mitruka
dan Rawnsley (1977).
Rataan hematokrit betina sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibanding
dengan jantan sama akan tetapi berbeda dengan penelitian Campbell dan Dein
(1984); Sturkie (1986) bahwa secara umum jumlah hematokrit lebih tinggi jantan
dibandingkan betina.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit
(PCV%) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-
masing adalah diperoleh yaitu 46,61 % ± 3,47 (KK=7,43%)1 39,93 % ± 9,84 %
(KK=24,6%)2. (Tabel 2) Hasil ini menunjukan bahwa nilai hematokrit jantan dan
betina sesudah terbang berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka
dan Rawnsley (1977) yang menyatakan bahwa rataan hematokrit burung merpati
adalah 49%, dengan demikian pada penelitian ini mempunyai nilai hematokrit yang
lebih rendah.
Meningkatnya hematokrit yang diperoleh setelah burung dilatih terbang
dalam penelitian ini disamping perbedaan jenis kelamin juga pengaruh aktifitas
latihan terbang. Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973) menyatakan bahwa
pada burung migran saat terbang memerlukan banyak oksigen sehingga terjadi
peningkatan hematokrit dalam darah Viscor et al. (1985) menyatakan bahwa aktifitas
terbang diikuti dengan peningkatan hematokrit.
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa Rataan dan simpangan baku hematokrit
(PCV%) burung merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang diperoleh rataan
44,30% ± 8,26% (KK=18,6%) dan 46,61 ± 3,47 (KK=7,43%).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa nilai hematokrit burung merpati
jantan sebelum dan sesudah terbang tidak berbeda (sama), hal ini menunjukkan
bahwa aktifitas dilatih terbang dan tidak dilatih terbang tidak mempengaruhi nilai
hematokrit pada burung merpati. Canals et al. (2007) menyatakan bahwa parameter
hematologi burung dan mamalia tampaknya merespon kebutuhan lingkungan, seperti
hipoksia pada ketinggian tinggi dan kebutuhan energi penggerak dan penerbangan.
20
Burung yang terbang dan tidak terbang serta mamalia membutuhkan kebutuhan
energi berbeda, adapun hematokrit kapiler tidak berbeda pada setiap takson.
Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), maka nilai
hematokrit (PCV%) merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang Pada
penelitian ini lebih rendah.
Rataan Hematokrit burung merpati jantan yang sudah dilatih terbang lebih
tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang hal ini disebabkan pada aktifitas
terbang banyak membutuhkan oksigen yang dapat mempengaruhi meningkatnya
hematokrit sebagaimana dikemukakan Lasiewksi (1972) dan Berstien et al. (1973).
Pada burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen begitu
juga dengan pendapat (Viscor et al 1985) yang menyatakan bahwa aktiftas
penerbangan burung dapat mempengaruhi peningkatan jumlah hematokrit.
Rataan dan simpangan baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina
sebelum dilatih terbang dan sesudah diltaih terbang adalah 46,77% ± 4,74%
(KK=10,1)a dan 39,93% ± 9,84% (KK=24,6)b. Kondisi ini menunjukkan bahwa nilai
baku hematokrit (PCV%) burung merpati betina sebelum dilatih terbang berbeda.
Berarti apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977)
pada penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai hematokrit
(PCV%) sebelum dilatih terbang.
Koefisien keragaman pada jantan maupun betina sebelum dilatih terbang
pada penelitian ini beragam, hal ini berarti masih bisa dilakukan seleksi. Nilai
koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 18,6% sedangkan betina
sebesar 10,1%.
Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dilatih terbang beragam
karena nilai yang diperoleh pada jantan sebelum dilatih terbang yaitu 18,6% . Berarti
masih bisa dilakukan seleksi sedangkan pada betina nilai koefisien keragamannya
diperoleh yaitu 7,43% (berarti seragam).
Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang tidak
beragam karena pada burung merpati jantan diperoleh nilai kurang dari 10% yaitu
7,43% dan pada betina sebesar 24,6%. Adapun nilai koefisien keragaman betina
lebih tinggi dibandingkan pada jantan.
21
Nilai koefisien keragaman pada jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang
beragam, hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang diperoleh
jantan sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 18,6 % sedangkan sesudah dilatih
terbang yaitu sebesar 7,43 %.
Koefisien keragaman pada betina sebelum dan sesudah dilatih terbang
beragam, sehingga hal ini dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman yang
diperoleh betina sebelum dilatih terbang diperoleh sebesar 10,1% sedangkan sesudah
dilatih terbang yaitu 24,6 %. Nilai koefisien keragaman betina sesudah dilatih
terbang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dilatih terbang.
Pada penelitian ini menunjukan masih ada keragaman nilai hemtokrit pada
jantan setelah dilatih terbang. Selanjutnya dapat dipilih burung merpati yang
memiliki nilai hematokrit yang dapat memenuhi aktifitas terbang.
Butir darah merah burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah
dilatih terbang selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Rataan dan simpangan
baku butir darah merah (eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sebelum
dilatih terbang masing-masing adalah 2,691 x 106/mm3 ± 1,938 x 106/mm3 (KK=72,0
%)a 3,158 x 106/mm3 ± 1,753 x 106/mm3 (KK=55,5 %)b. Nilai butir darah merah
(eritrosit) burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda
(P<0,05).
Tabel 3. Profil Butir Darah Merah Burung Merpati Jantan dan Betina
22
Mitruka dan Rawnsley (1977) bahwa menyatakan bahwa burung merpati
mempunyai butir darah merah (2,13 - 4,20) x 106/mm3. Adapun hasil penelitian
Fowler (1978) menunjukkan bahwa elang mempunyai butir darah merah (2,30 –
3,25) x 106/mm3. Apabila dibandingkan dengan butir darah merah burung lain yang
dilaporkan Suzana (2007) pada Beo Kalimantan memiliki jumlah eritrosit terbesar
(2,63 x 106/mm3), kemudian diikuti Beo Flores (2,40 x 106/mm3), Beo Medan (2,20 x
106/mm3) dan Beo Nias (2,17 x 106/mm3), maka rataan butir darah merah merpati
pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan jenis burung lainnya.
Pada penelitian ini diperoleh nilai rataan butir darah merah (eritrosit) lebih
tinggi burung merpati betina dibandingkan dengan burung merpati jantan, hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nirman & Robinson (1972) bahwa nilai
butir darah merah jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina. Peningkatan butir
darah merah pada burung jantan karena androgen dan efek balik dari estrogen.
peneliti lain berpendapat bahwa jumlah eritrosit pada burung jantan
umumnya lebih tinggi dibandingkan burung betina (Santosa et al., 2003).
Pengaruh perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi nilai butir darah
merah (eritrosit) hal tersebut sesuai dengan pendapat (Strurkie, 1976; Schalm et al.,
1986) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin pada burung merpati juga
mempengaruhi jumlah nilai eritrosit. Begitu pula seperti yang dinyatakan (Santosa et
al., 2003) bahwa hormon seks memiliki peran penting dalam produksi eritrosit.
Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah merah
(eritrosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang masing-
masing adalah 3,712 x 106/mm3 ± 1,124 x 106/mm3 (KK=30,2%) 2,715 x 106/mm3 ±
2,101 x 106/mm3(KK=77,3%). Ini menunjukkan bahwa nilai rataan merpati jantan
dan betina sesudah dilatih terbang tidak beda. Apabila dibandingkan dengan
penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977), butir darah merah merpati pada penelitian
ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah
sebelum dilatih terbang. .
Selanjutnya Brown (1988) menyatakan bahwa jenis hewan yang memiliki
ukuran eritrosit kecil, jumlahnya lebih banyak, sebaliknya yang ukurannya lebih
besar jumlahnya akan lebih sedikit, untuk unit volume tertentu. Jumlah eritrosit
23
berbeda tidak hanya untuk tiap jenis hewan saja. Perbedaan trah (breed), kondisi
nutrisi, aktifitas fisik, dan umur dapat memberikan perbedaan dalam jumlah eritrosit.
Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) burung merpati
jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah 2,691x106/mm3 ±
1,938x106/mm3(KK=72,0%), dan 3,712 x106/mm3 ± 1,124 x106/mm3 (KK=30,2%)
(Tabel 3). Berarti nilai butir darah merah merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih
terbang tidak berbeda. Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka dan
Rawnsley (1977) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya
nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang.
Faktor yang mempengaruhi nilai sel darah merah (eritrosit) dipengaruhi oleh
aktifitas fisik seperti penerbangan burung merpati yang berkaitan dengan
pengeluaran energi. Diduga jarak penerbangan yang pendek sehingga hasilnya
berbeda. Akan tetapi nilai butir darah merah burung merpati jantan sesudah dilatih
terbang lebih tinggi dibanding yang tidak dilatih terbang.
Rataan dan simpangan baku butir darah merah (eritrosit) antara burung
merpati betina sebelum dilatih terbang diperoleh hasil berkisar 3,158 x 106/mm3 ±
1,753 x 106/mm3 (KK=55,5%) 2,715 x 106/mm3 ± 2,101 x 106/mm3 (KK=77,3%).
Apabila dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) pada
penelitian ini mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah
merah sebelum dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai butir darah merah
burung merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.
Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh aktifitas terbang burung merpati yang
membutuhkan oksigen sehingga mempengaruhi peningkatan jumlah eritrosit. Pada
burung-burung migran, saat terbang akan membutuhkan banyak oksigen (Lasiewksi
1972;Berstien et al., 1973) dan hal ini diikuti oleh peningkatan dan jumlah sel
eritrosit (Viscor et al., 1985).
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Nilai koefisien keragaman yang
diperoleh jantan yaitu 72,0% sedangkan pada betina diperoleh nilai sebesar 55,5%,
akan tetapi pada jantan nilai koefisien keragamannya lebih tinggi.
Koefisien keragaman pada jantan dan betina sesudah dilatih terbang beragam
hal tersebut dapat dilakukan seleksi. Nilai koefisien keragaman jantan sesudah dilatih
24
terbang diperoleh nilai sebesar 30,2% sedangkan betina diperoleh nilai yaitu 77,3%.
Nilai koefisien keragaman yang tinggi diperoleh pada betina sesudah dilatih terbang.
Koefisien keragaman butir darah merah yang diperoleh dari hasil penelitian
ini beragam baik jantan sebelum dan sesudah dilatih terbang. Nilai koefisien
keragaman yang diperoleh jantan sebelum dilatih terbang adalah 72,0% sedangkan
sesudah dilatih terbang yaitu 30,2%.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam pada
betina sebelum dan sesudah dilatih terbang, hal ini masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada betina sebelum dilatih terbang
sebesar 55,5% sedangkan pada betina sesudah dilatih terbang yaitu 77,3%. Nilai
koefisien keragaman pada betina sesudah dilatih terbang tinggi dibandingkan dengan
jantan. Adanya keragaman butir darah merah pada burung merpati yang dilatih pada
penelitian ini, selanjutnya bisa dipilih burung merpati yang memiliki butir darah
merah yang dapat mendukung aktifitas terbang.
Tabel 4. Profil Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan Betina Sebelum dan
Sesudah Dilatih Terbang
Rataan dan simpangan baku butir darah putih (leukosit) adalah burung
merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang masing-masing 6,62 x 103/mm3 ±
4,35 x 103/mm3 (KK=65,7%) 9,62 x 103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3(KK=51,4%) (Tabel
4). Hasil penelitian lain yaitu Mitruka dan Rawnsley (1977) menyatakan bahwa pada
25
penelitian beberapa jenis burung lain, kisaran jumlah leukosit bervariasi. Merpati
3 3
mempunyai jumlah leukosit berkisar antara (10,0 - 30,0) x 10 /mm , itik (13,4 –
33,2) x 103/mm3, kalkun (16,0 - 25,5) x 103/mm3, dan puyuh (12,5 - 24,6) x
103/mm3.
Adapun penelitian Sturkie (1965) bahwa leukosit pada burung berkisar 15-
30x103/mm3 baik untuk burung jantan maupun betina. Berarti leukosit pada
penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977)
dan Sturkie (1965) mempunyai nilai butir darah putih yang rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai butir darah putih (leukosit)
burung merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Dari
hasil penelitian Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1965) pun berbeda nilai
leukosit yang diperoleh dari merpati dan jenis unggas lainnya, hasilnya tidak
mempunyai nilai yang tinggi. Archawaranon (2005) menyatakan bahwa leukosit
yang tinggi kemungkinan memiliki resiko terserang penyakit yang lebih tinggi. Pada
beo Thailand betina mempunyai leukosit yang tinggi dibandingkan beo jantan
(Archawaranon, 2005) seperti halnya ditemui pada ayam (Lucas dan Jamroz, 1961)
dan burung puyuh (Nirmalan dan Robinson, 1972).
Rataan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan nilai butir darah putih
lebih tinggi betina dibandingkan dengan jantan. Hal tersebut disebabkan adanya
pengaruh jenis kelamin seperti pernyataaan (Brown 1989; Sturkie 1976) bahwa
leukosit yang berfungsi sebagai unit mobil dari sistem pertahanan tubuh, umumnya
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pengaruh berbagai keadaan, seperti stress,
aktivitas fisiologi yang tinggi, gizi, dan berbagai faktor lainnya seperti lingkungan,
efek hormon, obat-obatan, dan sinar x. Selain itu pemberian estrogen akan
meningkatkan leukosit pada burung-burung puyuh jantan (Nirmalan dan Robinson,
1972). Burung muda memiliki leukosit yang lebih tinggi daripada dewasa.
Sel darah putih atau leukosit sangat berbeda dari eritrosit, karena adanya
nukleus dan memiliki kemampuan gerak yang independen. Masa hidup sel-sel darah
putih sangat bervariasi, mulai dari beberapa jam untuk granulosit, sampai bulanan
untuk monosit, dan bahkan tahunan untuk limfosit. Di dalam aliran darah
kebanyakan sel-sel darah putih bersifat non fungsional dan hanya diangkut ke
jaringan tertentu saat dibutuhkan (Fradson,1992).
26
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah
putih (leukosit) antara burung merpati jantan dan betina sesudah dilatih terbang
diperoleh hasil nilai jantan berkisar 4,344 x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%)a
sedangkan pada burung merpati betina 5,937x103/mm3 ± 3,310) x103/mm3
(KK=55,7%)b. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung
merpati jantan dan betina sebelum dilatih terbang berbeda (P<0,05). Apabila
dibandingkan dengan penelitian lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie
(1986) pada penelitian ini mempunyai nilai yang rendah seperti halnya nilai butir
darah putih sebelum dilatih terbang.
Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah putih
(leukosit) burung merpati jantan sebelum dilatih terbang masing-masing adalah
diperoleh hasil nilai berkisar 6,62 x103/mm3 ± 4,35 x103/mm3 (KK=65,7%)
sedangkan pada burung jantan yang sudah dilatih terbang diperoleh hasil 4,344
x103/mm3 ± 2,038 x103/mm3 (KK=46,9%). Apabila dibandingkan dengan penelitian
lain Mitruka dan Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986) pada penelitian ini mempunyai
nilai yang rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum dilatih terbang. Ini
menunjukan bahwa nilai darah putih (leukosit) betina burung merpati jantan sebelum
dilatih terbang tidak berbeda.
Nilai butir darah putih yang dihasilkan dari penelitian ini diperoleh nilai
burung merpati jantan sebelum dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sesudah
terbang, pada saat terbang butir darah putih normal yang mempengaruhi vitalitas saat
malakukan aktifitas terbang (sehat). Sturkie (1986) menyatakan bahwa leukosit yang
tinggi kemungkinan memiliki resiko penyakit yang lebih tinggi.
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa rataan dan simpangan baku butir darah
putih (leukosit) burung merpati betina sebelum dilatih terbang masing-masing adalah
9,62 x103/mm3 ± 4,95 x 103/mm3 (KK=51,4%)b 5,937 x 103/mm3 ± 3,310 x 103/mm3
(KK=55,7%). Apabila dibandingkan dengan penelitian Mitruka Mitruka dan
Rawnsley (1977) dan Sturkie (1986), maka butir darah putih pada penelitian ini
mempunyai nilai yang lebih rendah seperti halnya nilai butir darah merah sebelum
dilatih terbang. Ini menunjukkan bahwa nilai darah putih (leukosit) burung merpati
betina sebelum dan sesudah dilatih terbang tidak berbeda.
27
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun betina sebelum dilatih terbang. Hal ini masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh jantan adalah 65,7% dan pada betina yaitu
51,4%. Nilai koefisien keragaman jantan cenderung lebih tinggi dibandingkan betina.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun betina sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan yaitu 46,9% sedangkan pada
betina sebesar 55,7%. Berarti nilai koefisien keragaman betina lebih tinggi
dibandingkan dengan jantan.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam baik
jantan maupun jantan sesudah dilatih terbang. Berarti masih bisa dilakukan seleksi.
Nilai koefisien keragaman yang diperoleh pada jantan diperoleh nilai sebesar 65,7%
sedangkan pada betina yaitu 46,9%. Nilai koefisien keragaman jantan lebih tinggi
dibandingkan betina.
Koefisien keragaman yang diperoleh dari hasil penelitian ini beragam betina
sebelum dilatih terbang, berarti hal ini masih bisa dilakukan seleksi. Nilai koefisien
keragaman betina sebelum dilatih terbang adalah sebesar 51,4% sedangkan betina
yang sesudah dilatih terbang yaitu 55,7%. Nilai koefisien keragaman betina sesudah
dilatih terbang lebih tinggi dibandingkan sebelum dilatih terbang.
Pada penelitian ini masih ada keragaman nilai butir darah putih pada burung
merpati yang dilatih terbang. Sebaiknya dipilih burung merpati yang memiliki nilai
butir darah putih yang jumlahnya memenuhi untuk dilatih terbang.
Bobot Badan
Bobot badan merpati jantan dan merpati betina dalam penelitian ini sangat
nyata (P<0,05). Rataan bobot badan merpati jantan sebelum dan sesudah dilatih
terbang masing-masing 339,8 ± 25,49 serta g 334,8 ± 23,74 g. Rataan bobot badan
merpati betina sebelum dan sesudah dilatih terbang masing-masing adalah 303,1 ±
36,10 g selanjutnya rataan bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang yaitu
305,7 ± 32,34 g.
Bobot badan merpati jantan sebelum dilatih terbang memiliki koefisien
keragaman sebesar 7,50% selanjutnya koefisien keragaman bobot badan merpati
jantan sesudah dilatih terbang sebesar 7,09%. Bobot badan merpati betina sebelum
28
dilatih terbang memiliki koefisien keragaman sebesar 11,91% selanjutnya koefisien
keragaman bobot badan merpati betina sesudah dilatih terbang sebesar 10,58%, hal
tersebut menunjukkan bahwa bobot badan merpati betina lebih beragam
dibandingkan dengan merpati jantan.
Merpati jantan memiliki rataan bobot badan lebih besar dibandingkan merpati
betina, namun dalam penelitian ini ditemukan merpati jantan yang memiliki bobot
badan yang lebih rendah dibandingkan bobot badan merpati betina. Bobot badan
merpati jantan terendah dalam penelitian ini yaitu 280 g, sedangkan bobot badan
merpati betina tertinggi yaitu 360 g. Perbedaan bobot badan ini menunjukkan bahwa
bobot badan merpati lokal masih beragam.
Konsumsi Pakan
Merpati merupakan jenis unggas yang menyukai makanan berupa biji-bijian,
seperti jagung yang dijadikan pakan dalam penelitian ini. Rataan konsumsi pakan
jagung dalam penelitian ini yaitu 38,69 ± 8,91 g/pasang/hari dengan koefisien
keragaman 23,03%, hal tersebut menunjukkan konsumsi pakan merpati pada
penelitian ini masih beragam, karena konsumsi pakan tertinggi dalam penelitian ini
yaitu 61,43 g/pasang/hari dan konsumsi pakan terendah yaitu 25,29 g/pasang/hari.
Pakan yang dikonsumsi tergantung dari bangsa merpati, cuaca, nafsu makan, besar
badan, serta jumlah dan besar anak (Blakely dan Bade, 1998).
29
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih
sama. Hematokrit, butir darah merah dan butir darah putih pada jantan lebih rendah
dibandingkan dengan betina.
Rataan hemoglobin, hematokrit dan butir darah merah pada jantan
meningkat sedangkan butir darah putih menurun setelah dilatih terbang. Hemoglobin
pada burung merpati betina sebelum dan sesudah terbang mempunyai nilai rataan
sama sedangkan hematokrit dan butir darah merah menurun, serta butir darah putih
meningkat setelah dilatih terbang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
dengan judul “ Profil Darah Burung Merpati (Columba livia) yang Dilatih Terbang”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri
Darwati, M.Si sebagai dosen pembimbing utama dan Ibu Maria Ulfah, S.Pt.,
M.Sc.Agr. sebagai dosen pembimbing kedua yang keduanya telah banyak membantu
dengan tulus, baik dan sabar dalam pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian di
lapangan hingga penyelesaian skripsi ini. Untuk ibu Rini Harianti Mulyono, S.Pt,
M.Si atas dukungan dan bimbinganya terima kasih.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ayah Aminudin, AMd dan ibu
Komariah tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik moral, spiritual,
material, nasihat, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
kewajiban belajar selama ini. Kakakku Hendri Hermawan, SP, Deni Ferdian, SPd
dan Adikku Fitri Ameilia, Am.Keb yang penulis banggakan, terima kasih buat doa
dan dukungannya selama Penulis menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi
ini. Spesial Teruntuk Meli Nurfarida, SP terimakasih yang sedalam-dalamnya atas
cinta, dukungan, motivasi serta doa, kesabaran dan kasih sayangnya yang sangat
berharga dan juga penyemangat dalam hidup bagi Penulis, penulis tidak akan pernah
melupakan kebaikan dan kesetianmu selamanya. Untuk bapak Sarda Sunara dan ibu
Robiah terima kasih buat motivasi, doa, nasehat cinta dan kasih sayangnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan
Alif, Ricky, Bedi, Pak Rio, Pak udin, Pak Jodi, Pak Warim Menix dan Riki buat
kerjasamanya. Tidak lupa juga untuk pak Ilyas dan pak Dadang yang sudah
membantu penelitian ini.
Terakhir Penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan pegawai di
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Allen, W. H. Jr. 1980. How To Raise and Train Pigeons. Oack Tree Press Co. Ltd,
London and Sydney.
Angela M. B. & A. Biewner. 2010. Wing and body kinematics of takeoff and
landing flight in the pigeon (Columba livia). J. Eks. Bio. 213: 1651-1658.
Hoffbrand, A.V. & J.E. Pettit, 1987. Haemotologi. Alih Bahasa : Iyan Darmawan,
EGC Black Well, Philadelphia.
Blakely, J. & D.H. Bade. 1985. Ilmu Peternakan. Terjemahan: Gajah Mada
University Press, Jakarta.
Blakely, J. & D.A. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi Ke-4. Terjemahan: B.
Srigandono dan Soedarsono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Barbara, A.B. 1980. Hematology. Principles And Procedures. 3rd ed. Lea and
Febriger, Philadelphia
Berstein, M. H., S. P. Thomas, & K. S. Nielsen. 1973. Power input during flight of
the first crow Corvus ossifragus. J. Exp. Biol. 58:401-401.
Brown, G. & J.A. Ramaley. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Edisi Ke-8 Terjemahan :
W. Gunarso. Institut Pertanian Bogor. Penerbit Erlangga, Jakarta
Campbell, T.W. & F.J. Dein. 1984. Avian hematology : The Basics. Vet. Clin.
North Am. Prac., 14: 223-248.
Michaeli. G. & B. Pinshow. 2001. Respiratory water loss in free flying pigeons. J.
Eks. Bio. 204,:3803-3814.
33
Rasyaf, M. & I.K. Amrullah. 1982. Beternak Burung Dara. PT Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sturkie, P. D. 1986. Body Fluids: Blood. In: Sturkie PD (Ed). Avian Physiology. 4th
ed. Springer-Berlag. Berlin. p: 102-120.
Sturkie, P. D. 1976. Avian Physiology. 3rd ed. Comstock Publishing Associates A
Devision of Cornell University Press Ithaca. New York.
Sturkie, P. D. 1965. Avian Physiologi. 2nd ed. Cornell Univ. Press, Itacha, New York
34
Walpole, 1982. Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT. Gramedia. Pustaka Utama,
Jakarta.
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji t Berpasangan Untuk Peubah Hemoglobin, Hematokrit (PCV%),
Butir Darah Merah dan Butir Darah Putih Burung Merpati Jantan dan
Betina Menggunakan Mnitab 14
Rentang Variabel
Hb ♂ (sebelum) 8,840
Hb ♂ (sesudah ) 5,600
Rentang Variabel
Hb ♀ (sebelum) 8,910
Hb ♀ (sesudah) 7,870
37
Uji t berpasangan: PCV ♂ (sebelum); PCV ♂ (sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
PCV ♂ (sebelum) 10 44,3000 8,2629 2,6129
PCV ♂ (sesudah) 10 46,6100 3,4651 1,0958
Perbedaan 10 -2,31000 10,41393 3,29317
T-Value = -0,70 P-Value = 0,501
Rentang Variabel
PCV ♂ (sebelum) 27,25
PCV♂ (sesudah) 12,35
Rentang Variabel
PCV ♀ (sebelum) 19,25
PCV ♀ (sesudah) 25,50
38
Uji t berpasangan: BDM ♂ (sebelum); BDM ♂ (sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDM ♂ (sebelum) 18 2690,98 1937,80 456,74
BDM ♂ (sesudah) 18 3712,18 1123,63 264,84
Perbedaan 18 -1021,20 2045,18 482,05
T-Value = -2,12 P-Value = 0,049
Rentang Variabel
BDM ♂ (sebelum) 5158
BDM ♂ (sesudah) 5246
Rentang Variabel
BDM ♀ (sebelum) 6358
BDM ♀ (sesudah) 6212
39
Uji t Berpasangan untuk BDP ♀ (Sebelum); BDP ♀ (Sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
BDP ♀ (Sebelum) 19 9,62105 4,94633 1,13477
BDP ♀ (Sesudah) 19 5,93684 3,30995 0,75936
Perbedaan 19 3,68421 4,60353 1,05612
T-Value = 3,49 P-Value = 0,003
Rentang Variabel
BDP ♀ (Sebelum) 17,60
BDP ♀ (Sesudah) 14,600
Rentang Variabel
Hb ♂ (Sebelum) 15,600
Hb ♀ (Sebelum) 15,490
40
Uji t Dua Sampel: Hb ♂ (Sesudah) vs Hb ♀ (Sesudah)
Jumlah Rata-Rata Standar Deviasi SE Rataan
Hb ♂ (Sesudah) 18 15,69 1,57 0,37
Hb ♀ (Sesudah) 19 15,17 2,22 0,51
T-Value = 0,82 P-Value = 0,418 DF = 32
Rentang Variabel
Hb ♂ (Sesudah) 15,950
Hb ♀ (Sesudah) 15,300
Rentang Variabel
PCV ♂ (Sebelum) 45,25
PCV ♀ (Sebelum ) 47,13
41
Rentang Variabel
PCV ♂ (Sesudah) 47,50
PCV ♀ ( Sesudah) 44,50
Rentang Variabel
BDM ♂ (sebelum) 3590
BDM ♀ (sebelum) 3655
Rentang Variabel
BDM ♂ (sesudah) 3975
BDM ♀ (sesudah) 3640
42
Deskriptif statistik: BDM ♂ (sesudah); BDM ♀ (sesudah)
Variabel Rataan Rataan Standar KK Jumlah Minimum Maksimum
SE Deviasi
BDP ♂ (sebelum) 6,62 1,03 4,35 65,74 119,20 1,40 18,60
BDP ♀ (sebelum) 9,62 1,13 4,95 51,41 182,80 2,60 20,20
Rentang Variabel
BDP ♂ (sebelum) 5,70
BDP ♀ (sebelum) 10,20
Rentang Variabel
BDP ♂ (sesudah) 3,400
BDP ♀ (sesudah) 5,200
43