MAKALAH Cairan Pencuci Luka
MAKALAH Cairan Pencuci Luka
WOUND CARE
“Cairan Pencuci Luka”
DISUSUN OLEH:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Cairan
Pencuci Luka” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Wound Care. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
dibutuhkan pembersihan luka, larutan yang seharusnya digunakan adalah
normal saline hangat. Larutan salin hangat dipilih karena apabila luka
dalam kondisi dingin, proses mitosis sel terhambat dan secara otomatis
akan menunda penyembuhan.
Selain normal salin, ada juga beberapa larutan yang dapat
digunakan untuk membersihkan luka, seperti povidone-iodine,
klorheksidin, kalium permanganat dan hidrogen peroksida (H2O2).
Larutan-larutan tersebut sebaiknya tidak digunakan secara rutin untuk
membersihkan luka. Apabila terdapat resiko infeksi maka larutan tersebut
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
a. Mengetahui jenis cairan pencuci luka.
b. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari cairan pencuci luka.
c. Mengetahui metode yang digunankan dari tiap cairan pencuci luka.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
remodeling. Biasanya fase koagulasi dan inflamasi biasanya berjalan
bersamaan. Berikut adalah fase penyembuhan luka :
a. Fase Koagulasi dan Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah
dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi
kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk
dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu
hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Di bawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel
membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah
masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati.
Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan
dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya
daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah
lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel
debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan
AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21
setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang
7
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan.
Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan
dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu
itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin.
Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah.
Jaringan ini disebutgranulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin
dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi
kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Pembersihan luka merupakan salah satu komponen penting dalam
manajemen luka. Walaupun beberapa penelitian lebih terfokus pada
pembalutan luka, pemilihan cairan dan teknik pembersihan luka
seharusnya juga diperhatikan. Penggunaan cairan yang tidak tepat
akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemilihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
Teknik pembersihan luka juga penting dalam proses manajemen luka.
Cara tradisional dengan mengusap luka untuk mneghilangkan eksudat
menyebabkan penundaan dari waktu penyembuhan luka. Irigasi luka
merupakan cara yang saat ini digunakan secara luas untuk
membersihkan luka karena irigasi mampu menghilangkan bakteri
dan debris tanpa membuat pasien merasa terganggu.
8
2.4 CAIRAN PENCUUCI LUKA
a. Normal salin (NaCl)
b. Povidone-iodine
c. Klorheksidin
d. Potassium permanganate (kalium permanganat / pk)
e. Hidrogen peroksida (H2O2)
f. Etil alkohol/ethanol 70%
g. Etakridinlaktat (rivanol)
9
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
natrium sebanyak 154 mEq/L, Cl- 154 mEq/ L serta memiliki pH 6,0.
Normal salin tidak mengandung surfaktan seperti pada larutan pembersih
lainnya. Surfaktan berfungsi untuk menghilangkan bakteri dan debris pada luka.
Normal salin juga tidak mengandung antimikroba sehingga tidak dapat mecegah
pertumbuhan mikroba.
Cairan NaCl 0,9% sangat baik digunakan pada fase inflamatori
dalam proses penyembuhan luka karena pada keadaan lembab, invasi neutrofil
yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih
dini. Suasana lembab yang diciptakan oleh kompres NaCl 0,9% juga membantu
dalam mempercepat terbentuknya stratum korneum dan angiogenesis untuk
proses penyembuhan luka. Pada fase proliferatif dalam fisiologi penyembuhan
luka, cairan NaCl 0,9% yang digunakan sangat membantu melindungi jaringan
granulasi agar tetap lembab sehingga jaringan granulasi tidak kering dan
mempercepat penyembuhan. Kejadian infeksi pada perawatan luka yang lembab
relatif lebih kecil dibandingkan dengan perawatan kering.
Indikasi, NaCl digunakan untuk persiapan luka sebelum injeksi, pengencer
cairan nebuliser, kekurangan natrium, ketidakseimbangan elektrolit,
membersihkan mata dan daerah mulut. Normal salin tersedia dalam bentuk
larutan misalnya sodium chloride 0,9%.
NaCl lebih dipilih sebagai pembersih luka karena merupakan
larutan fisiologis dan hampir selalu aman untuk digunakan walaupun larutan
normal salin tidak dapat membersihkan luka yang kotor dengan baik. Penelitian
menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dalam waktu 24 jam setelah
dibersihkan dengan sali.
10
3.2 POVIDONE-IODINE
Iodine/iodium merupakan zat non metalik berwarna ungu gelap memiliki
peranan dalam metabolisme manusia. Iodium berperan dalam pembentukan
hormon tiroid. Bentuk iodium adalah berupa ion iodida, biasanya ditemukan
dalam air laut, ikan, rumput laut, dan tiram. Selain itu, iodium dapat ditemukan
dalam sayur-sayuran dan produk peternakan seperti sapi, kerbau, dll. Iodium
merupakan salah satu antiseptik kuat yang tersedia.
Efek antimikrobial dari iodium pertama kali ditemukan oleh Davaine
pada tahun 1882. Sejak pertengahan abad ke-19, preparat iodium juga
memiliki peranan penting untuk mencegah infeksi pada area
operasi/pembedahan. Povidone-iodine saat ini digunakan sebagai antiseptik
untuk mempersiapkan kulit pasien sebelum dioperasi, selain itu digunakan
sebagai pencuci tangan sebelum operasi.
Iodofor mulai berkembang pada tahun 1950 untuk mengatasi efek
samping dari iodium seperti nyeri, iritasi dan noda pada kulit. Ikatan iodium
dengan molekul lain membuat iodium menjadi kurang toksik. Iodofor berikatan
dengan iodium untuk melarutkan molekul iodium. Komplek iodium-iodofor
merupakan kompleks yang larut dalam air sehingga susah dilepaskan ketika
kontak dengan eksudat.
Iodium digunakan sebagai salah satu bahan penyembuhan luka tetapi
pemakaiannya masih kontroversi karena toksisitasnya, efek sistemik seperti
asidosis metabolik, hipernatremia dan kerusakan fungsi ginjal serta dapat
menunda penyembuhan luka. Iodium diduga memiliki efek negatif pada sel yang
terlibat dalam proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, keamanan dari iodium
itu masih dipertanyakan.
Efek antimikrobial dari iodium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
diduga ada kaitannya dengan kemampuan iodium untuk menembus dinding sel
mikroorganisme secara cepat. Schreier dkk. menemukan bahwa iodium
menyebabkan kerusakan dari struktur dan fungsi sel bakteri dengan cara
11
menghalangi ikatan hidrogen dan mengubah struktur membran. Aksi ini
mempercepat kematian mikroba dan mencegah adanya resistensi bakteri.
Povidone-iodine dalam konsentrasi 10% yang biasanya digunakan pada
luka, membran mukosa dan kulit sebelum operasi, dapat membunuh bakteri gram
positif dan gram negatif (termasuk organisme yang resisten terhadap antibiotik),
jamur/ragi, virus dan protozoa.
Indikasi, iodium digunakan untuk disinfeksi kulit. Konsensus
internasional mengenai manajemen luka merekomendasikan penggunaan
antiseptik dan pembalutan dengan antiseptik sebagai salah satu bagian dari
seluruh proses manajemen luka. Antiseptik digunakan untuk mencegah infeksi
pada luka dan mencegah infeksi berulang pada pasien dengan resiko tinggi.
Selain itu, antiseptik digunakan untuk mengobati infeksi lokal dan infeksi yang
menyebar.
Kontraindikasi, iodium harus digunakan di bawah pengawasa. Pada
umumnya,iodium dapat diterima tubuh dengan baik walaupun kadang-kadang
dapat menimbulkan rangsangan lokal atau reaksi alergi. Pada penggunaan untuk
mukosa dan daerah luka yang cukup luas, povidone-iodine terabsorbsi dan dapat
menimbulkan bahaya efek sistemik (misalnya kerusakan ginjal pada pasien
dengan luka bakar yang hebat. Iodium sebaiknya tidak digunakan pada pasien
dengan penyakit tiroid (hipertiroidisme, struma nodusa), pasien yang menerima
terapi litium, pasien dengan hipersensitivitas iodium, kehamilan, menyusui, bayi
baru lahir dan bayi yang kurang dari 6 bulan.
Iodium tersedia dalam berbagai bentuk antara lain dry powder
spray betadine, povidone-iodine 2,5%), salep (betadine, povidone-iodine 10%,
dalam water-miscible basis), tingtur (videne, povidone-iodine 10%) dan larutan
3.3 KLORHEKSIDIN
Klorheksidin merupakan zat tidak berwana, mudah larut dalam air, tidak
merangsang kulit dan mukosa dan baunya tidak menusuk hidung. Klorheksidin
merupakan antimikroba spektrum luas yang bersifat bakterisidal, berfungsi
12
sebagai pembunuh bakteri dan virus. Klorhexidin berikatan kuat dengan
permukaan sel bakteri sehingga menimbulkan perubahan dan kerusakan pada
permukaan sel. Kerusakan yang terjadi menyebabkan ketidakseimbangan
osmotik sehingga lama-kelamaan sel mikrooranisme tersebut mati. Efek
antimikroba dari klorheksidin bertahan > 12 jam.
Klorheksidin merupakan bahan antiseptik yang aman dan lebih
menguntungkan daripada antibiotik karena tidak menyebabkan resistensi. Oleh
karena itu, klorheksidin dapat digunakan berulang-ulang dan dalam jangka waktu
yang lama. Klorheksidin merupakan cairan irigasi untuk membersihkan luka.
Klorheksidin digunakan untuk membersihkan luka memar, terpotong,
lecet, tergores, khitan, tali pusat, post-operasi serta sebagai antiseptik pencuci
tangan. Irigasi kandung kemih dan larutan untuk fiksasi kateter.
Pada penggunaan klorheksidin sebaiknya dihiindari kontak dengan mata,
otak, meninges dan telinga tengah dan tidak digunakan untuk tubuh bagian
dalam. Hindari pada pasien dengan hipersentivitas terhadap penggunaan topikal.
Klorheksidin memiliki efek samping, reaksi iritasi atau alergi.
Klorheksidine tersedia dalam berbagai bentuk antara lain :
a. Chlorhexidine 0,05%: larutan 2000, pink, Chlorhexidine acetate 0,05%,
digunakan untuk membersihkan dan disinfeksi luka dan luka bakar.
b. Cepton: lotion, biru, Chlorhexidine 0,1%, untuk disinfeksi kulit pada
jerawat.
c. Hibiscrub: larutan pembersih, merah, Chlorhexidine gluconate 4%,
parfum, dalam larutan surfaktan, digunakan dalam sabun untuk cuci
tangan pre-operasi dan disinfeksi kulit dan tangan.
d. Hibitane obstetric: krim, Chlorhexidine gluconate 0,5%, digunakan dalam
bidang obsgyn sebagai antiseptik dan lubrikan.
13
didapatkan konsentrasi yang diinginkan. Kristal kering dan larutan PK dalam
konsentrasi tinggi menyebabkan kemerahan, nyeri, rasa terbakar dan perubahan
warna kulit menjadi cokelat. Penggunaan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan iritasi dan dermatitis.
Kalium permanganat merupakan disinfektan lemah yang bekerja dengan
cara membuat bakteri, virus dan protozoa menjadi tidak aktif. Larutan PK juga
digunakan untuk membersihkan luka atau reaksi eksematosa yang bernanah.
Untuk kompres basah atau mandi biasanya digunakan larutan 0,01% .
Keuntungannya adalah pemakaian dan penyimpanannya mudah.
Kekurangannya adalah toksik dan dapat mengiritasi kulit dan mukosa
membran.
14
3.6 ETIL ALKOHOL/ETHANOL 70%
Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan
mudah diperoleh serta murah. Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme
di kulit. Juga efektif terhadap virus hepatitis dan HIV, jangan dipakai untuk
selaput lendir (misalnya di vagina), karena alkohol mengeringkan dan mengiritasi
selaput lendir dan kemudian merangsang pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling
aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang
pada konsentrasi lebih tinggi, lebih murah dari yang konsentrasi lebih tinggi.
Karena pengeringan pada kulit kurang, etil alkohol lebih sering digunakan pada
kulit.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu : fase koagulasi,
inflamatori, proliferasi dan maturasi. Dalam manajemen luka ada beberapa tahap
yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan mencuci luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan.
Pembersihan luka merupakan salah satu bagian penting dari manajemen luka.
Pemilihan bahan untuk membersihkan luka sangat penting, dengan
mempertimbangkan efektifitas dan keamanan luka. Bahan yang biasanya
digunakan untuk membersihkan luka adalah normal salin (NaCl 0,9%), povidone-
iodine, klorheksidin, kalium permanganat, dan hidrogen peroksida. Bahan yang
yang direkomendasikan untuk membersihkan luka adalah normal salin (NaCl
0,9%) lebih disarankan karena aman, serta lebih baik dalam membantu proses
penyembuhan luka. Walaupun tidak memiliki efek antimikroba seperti bahan
lainnya, normal salin tidak memiliki efek samping yang berarti serta tidak
memiliki kontraindikasi dalam penggunaannya. Normal salin juga mudah
didapatkan dengan harga yang cukup terjangkau.
4.2 SARAN
Dengan mengetahui jenis-jenis cairan pencucui luka diharapkan
mahasiswa mampu memilih mana cairan pencuci luka yang lebih tepat digunakan
sesuai jenis luka yang dimiiliki.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
18