Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

WOUND CARE
“Cairan Pencuci Luka”

DISUSUN OLEH:

Arif Dwi Kurniawan Nurvina Taurimasari


Gootama Catur Wicaksono Rizki Ana Andriani
Mariana Kehi Triyono
Nilsa Prih Utami

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA
BLITAR
2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Cairan
Pencuci Luka” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Wound Care. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Blitar, Maret 2016

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................2


DAFTAR ISI ......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG ..............................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH .........................................................................5
1.3 TUJUAN ..................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................6
2.1 Penyembuhan luka ....................................................................................6

2.2 Prinsip penyembuhan luka .......................................................................6

2.3 Fase penyembuhan luka............................................................................6

2.4 Cairan pencuuci luka .................................................................................9

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................................10


3.1 Normal salin (NaCl) ......................................................................... 10
3.2 Povidone-iodine .......................................................................................11
3.3 Klorheksidin .............................................................................................12
3.4 Potassium permanganate (kalium permanganat / pk)..............................13
3.5 Hidrogen peroksida (H2O2) .....................................................................14
3.6 Etil alkohol/ethanol 70% ..........................................................................15
3.7 Etakridinlaktat (rivanol) ...........................................................................15
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................16
4.1 KESIMPULAN ........................................................................................16
4.2 SARAN ....................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka
merupakan kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lainnya. Menurut sumber lainnya luka adalah rusaknya
struktur dan fungsi kulit normal akibat proses patologis yang berasal

dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu.


Dalam manajemen luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu :
a) evaluasi luka yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik, b)
tindakan antiseptik untuk mencuci luka, c) penjahitan luka, d) penutupan

luka, e) pembalutan, f) pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan.


Pembersihan luka (wound cleansing) merupakan salah satu dari
manajemen luka akut. Pembersihan luka bertujuan untuk
menghilangkan eksudat, debris dan bahan-bahan kontaminan yang lain
sehingga tercipta kondisi yang optimal untuk penyembuhan luka dan
menghindari terjadinya infeksi. Setiap luka harus dipikirkan sebagai luka
yang terkontaminasi sehingga membersihkan luka merupakan salah satu
cara untuk mencegah infeksi.
Hampir seluruh penelitian mengenai pembersihan luka membahas
mengenai cara menghilangkan bakteri dari luka. Pada luka kronis, flora
normal kulit berkoloni untuk membunuh bakteri. Untuk luka dengan
eksudat, sebaiknya tidak perlu dilakukan pembersihan luka karena
esksudat tersebut sesungguhnya bermanfaat untuk luka. Eksudat
mengandung faktor pertumbuhan dan nutrisi yang membantuproses
penyembuhan luka.
Pemilihan bahan untuk pembersihan luka masih

kontroversial terutama penggunaan antiseptik4. Pada suatu kasus dimana

4
dibutuhkan pembersihan luka, larutan yang seharusnya digunakan adalah
normal saline hangat. Larutan salin hangat dipilih karena apabila luka
dalam kondisi dingin, proses mitosis sel terhambat dan secara otomatis
akan menunda penyembuhan.
Selain normal salin, ada juga beberapa larutan yang dapat
digunakan untuk membersihkan luka, seperti povidone-iodine,
klorheksidin, kalium permanganat dan hidrogen peroksida (H2O2).
Larutan-larutan tersebut sebaiknya tidak digunakan secara rutin untuk
membersihkan luka. Apabila terdapat resiko infeksi maka larutan tersebut

dapat dipakai tapi harus di bawah pengawasan.


Berdasarkan uraian di atas, maka pembahasan kami lebih
ditekankan pada perawatan luka dengan menggunakan normal salin
dibandingkan dengan larutan povidone-iodine, klorheksidin, kalium
permanganat dan hidrogen peroksida (H2O2).

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa saja jenis cairan pencuci luka ?
b. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari masing-masing cairan pencuci
luka ?
c. Metode apa yang digunakan untuk tiap-tiap penggunaan cairan pencuci
luka ?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
a. Mengetahui jenis cairan pencuci luka.
b. Mengetahui kekurangan dan kelebihan dari cairan pencuci luka.
c. Mengetahui metode yang digunankan dari tiap cairan pencuci luka.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENYEMBUHAN LUKA


Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari
proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,
walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan.

2.2 PRINSIP PENYEMBUHAN LUKA


Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka yaitu:
a. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi
oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
b. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
c. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
d. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
e. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme
f. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri.

2.3 FASE PENYEMBUHAN LUKA


Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini
juga berhubungan dengan regenerasi jaringan secara umum penyembuyhan
luka terdiri dari empat fase yaitu, koagulasi, inflamasi, proliferasi dan

6
remodeling. Biasanya fase koagulasi dan inflamasi biasanya berjalan
bersamaan. Berikut adalah fase penyembuhan luka :
a. Fase Koagulasi dan Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah
dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi
kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk
dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu
hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Di bawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel
membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah
masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler
digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati.
Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan
dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya
daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah
lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel
debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan
AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21
setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang

7
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan.
Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan
dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu
itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin.
Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah.
Jaringan ini disebutgranulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin
dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi
kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Pembersihan luka merupakan salah satu komponen penting dalam
manajemen luka. Walaupun beberapa penelitian lebih terfokus pada
pembalutan luka, pemilihan cairan dan teknik pembersihan luka
seharusnya juga diperhatikan. Penggunaan cairan yang tidak tepat
akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama
waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemilihan cairan
dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
Teknik pembersihan luka juga penting dalam proses manajemen luka.
Cara tradisional dengan mengusap luka untuk mneghilangkan eksudat
menyebabkan penundaan dari waktu penyembuhan luka. Irigasi luka
merupakan cara yang saat ini digunakan secara luas untuk
membersihkan luka karena irigasi mampu menghilangkan bakteri
dan debris tanpa membuat pasien merasa terganggu.

8
2.4 CAIRAN PENCUUCI LUKA
a. Normal salin (NaCl)
b. Povidone-iodine
c. Klorheksidin
d. Potassium permanganate (kalium permanganat / pk)
e. Hidrogen peroksida (H2O2)
f. Etil alkohol/ethanol 70%
g. Etakridinlaktat (rivanol)

9
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 NORMAL SALIN (NaCl)


Normal salin/NaCl merupakan larutan isotonik yang mengandung
elektrolit di dalamnya. Kandungan elektrolit dalam NaCl 0,9% antara lain

natrium sebanyak 154 mEq/L, Cl- 154 mEq/ L serta memiliki pH 6,0.
Normal salin tidak mengandung surfaktan seperti pada larutan pembersih
lainnya. Surfaktan berfungsi untuk menghilangkan bakteri dan debris pada luka.
Normal salin juga tidak mengandung antimikroba sehingga tidak dapat mecegah
pertumbuhan mikroba.
Cairan NaCl 0,9% sangat baik digunakan pada fase inflamatori
dalam proses penyembuhan luka karena pada keadaan lembab, invasi neutrofil
yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih
dini. Suasana lembab yang diciptakan oleh kompres NaCl 0,9% juga membantu
dalam mempercepat terbentuknya stratum korneum dan angiogenesis untuk
proses penyembuhan luka. Pada fase proliferatif dalam fisiologi penyembuhan
luka, cairan NaCl 0,9% yang digunakan sangat membantu melindungi jaringan
granulasi agar tetap lembab sehingga jaringan granulasi tidak kering dan
mempercepat penyembuhan. Kejadian infeksi pada perawatan luka yang lembab
relatif lebih kecil dibandingkan dengan perawatan kering.
Indikasi, NaCl digunakan untuk persiapan luka sebelum injeksi, pengencer
cairan nebuliser, kekurangan natrium, ketidakseimbangan elektrolit,
membersihkan mata dan daerah mulut. Normal salin tersedia dalam bentuk
larutan misalnya sodium chloride 0,9%.
NaCl lebih dipilih sebagai pembersih luka karena merupakan
larutan fisiologis dan hampir selalu aman untuk digunakan walaupun larutan
normal salin tidak dapat membersihkan luka yang kotor dengan baik. Penelitian
menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dalam waktu 24 jam setelah
dibersihkan dengan sali.
10
3.2 POVIDONE-IODINE
Iodine/iodium merupakan zat non metalik berwarna ungu gelap memiliki
peranan dalam metabolisme manusia. Iodium berperan dalam pembentukan
hormon tiroid. Bentuk iodium adalah berupa ion iodida, biasanya ditemukan
dalam air laut, ikan, rumput laut, dan tiram. Selain itu, iodium dapat ditemukan
dalam sayur-sayuran dan produk peternakan seperti sapi, kerbau, dll. Iodium
merupakan salah satu antiseptik kuat yang tersedia.
Efek antimikrobial dari iodium pertama kali ditemukan oleh Davaine
pada tahun 1882. Sejak pertengahan abad ke-19, preparat iodium juga
memiliki peranan penting untuk mencegah infeksi pada area
operasi/pembedahan. Povidone-iodine saat ini digunakan sebagai antiseptik
untuk mempersiapkan kulit pasien sebelum dioperasi, selain itu digunakan
sebagai pencuci tangan sebelum operasi.
Iodofor mulai berkembang pada tahun 1950 untuk mengatasi efek
samping dari iodium seperti nyeri, iritasi dan noda pada kulit. Ikatan iodium
dengan molekul lain membuat iodium menjadi kurang toksik. Iodofor berikatan
dengan iodium untuk melarutkan molekul iodium. Komplek iodium-iodofor
merupakan kompleks yang larut dalam air sehingga susah dilepaskan ketika
kontak dengan eksudat.
Iodium digunakan sebagai salah satu bahan penyembuhan luka tetapi
pemakaiannya masih kontroversi karena toksisitasnya, efek sistemik seperti
asidosis metabolik, hipernatremia dan kerusakan fungsi ginjal serta dapat
menunda penyembuhan luka. Iodium diduga memiliki efek negatif pada sel yang
terlibat dalam proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, keamanan dari iodium
itu masih dipertanyakan.
Efek antimikrobial dari iodium belum sepenuhnya dimengerti, tetapi
diduga ada kaitannya dengan kemampuan iodium untuk menembus dinding sel
mikroorganisme secara cepat. Schreier dkk. menemukan bahwa iodium
menyebabkan kerusakan dari struktur dan fungsi sel bakteri dengan cara

11
menghalangi ikatan hidrogen dan mengubah struktur membran. Aksi ini
mempercepat kematian mikroba dan mencegah adanya resistensi bakteri.
Povidone-iodine dalam konsentrasi 10% yang biasanya digunakan pada
luka, membran mukosa dan kulit sebelum operasi, dapat membunuh bakteri gram
positif dan gram negatif (termasuk organisme yang resisten terhadap antibiotik),
jamur/ragi, virus dan protozoa.
Indikasi, iodium digunakan untuk disinfeksi kulit. Konsensus
internasional mengenai manajemen luka merekomendasikan penggunaan
antiseptik dan pembalutan dengan antiseptik sebagai salah satu bagian dari
seluruh proses manajemen luka. Antiseptik digunakan untuk mencegah infeksi
pada luka dan mencegah infeksi berulang pada pasien dengan resiko tinggi.
Selain itu, antiseptik digunakan untuk mengobati infeksi lokal dan infeksi yang
menyebar.
Kontraindikasi, iodium harus digunakan di bawah pengawasa. Pada
umumnya,iodium dapat diterima tubuh dengan baik walaupun kadang-kadang
dapat menimbulkan rangsangan lokal atau reaksi alergi. Pada penggunaan untuk
mukosa dan daerah luka yang cukup luas, povidone-iodine terabsorbsi dan dapat
menimbulkan bahaya efek sistemik (misalnya kerusakan ginjal pada pasien
dengan luka bakar yang hebat. Iodium sebaiknya tidak digunakan pada pasien
dengan penyakit tiroid (hipertiroidisme, struma nodusa), pasien yang menerima
terapi litium, pasien dengan hipersensitivitas iodium, kehamilan, menyusui, bayi
baru lahir dan bayi yang kurang dari 6 bulan.
Iodium tersedia dalam berbagai bentuk antara lain dry powder
spray betadine, povidone-iodine 2,5%), salep (betadine, povidone-iodine 10%,
dalam water-miscible basis), tingtur (videne, povidone-iodine 10%) dan larutan

antiseptik (videne, povidone-iodine 10%)9.

3.3 KLORHEKSIDIN
Klorheksidin merupakan zat tidak berwana, mudah larut dalam air, tidak
merangsang kulit dan mukosa dan baunya tidak menusuk hidung. Klorheksidin
merupakan antimikroba spektrum luas yang bersifat bakterisidal, berfungsi
12
sebagai pembunuh bakteri dan virus. Klorhexidin berikatan kuat dengan
permukaan sel bakteri sehingga menimbulkan perubahan dan kerusakan pada
permukaan sel. Kerusakan yang terjadi menyebabkan ketidakseimbangan
osmotik sehingga lama-kelamaan sel mikrooranisme tersebut mati. Efek
antimikroba dari klorheksidin bertahan > 12 jam.
Klorheksidin merupakan bahan antiseptik yang aman dan lebih
menguntungkan daripada antibiotik karena tidak menyebabkan resistensi. Oleh
karena itu, klorheksidin dapat digunakan berulang-ulang dan dalam jangka waktu
yang lama. Klorheksidin merupakan cairan irigasi untuk membersihkan luka.
Klorheksidin digunakan untuk membersihkan luka memar, terpotong,
lecet, tergores, khitan, tali pusat, post-operasi serta sebagai antiseptik pencuci
tangan. Irigasi kandung kemih dan larutan untuk fiksasi kateter.
Pada penggunaan klorheksidin sebaiknya dihiindari kontak dengan mata,
otak, meninges dan telinga tengah dan tidak digunakan untuk tubuh bagian
dalam. Hindari pada pasien dengan hipersentivitas terhadap penggunaan topikal.
Klorheksidin memiliki efek samping, reaksi iritasi atau alergi.
Klorheksidine tersedia dalam berbagai bentuk antara lain :
a. Chlorhexidine 0,05%: larutan 2000, pink, Chlorhexidine acetate 0,05%,
digunakan untuk membersihkan dan disinfeksi luka dan luka bakar.
b. Cepton: lotion, biru, Chlorhexidine 0,1%, untuk disinfeksi kulit pada
jerawat.
c. Hibiscrub: larutan pembersih, merah, Chlorhexidine gluconate 4%,
parfum, dalam larutan surfaktan, digunakan dalam sabun untuk cuci
tangan pre-operasi dan disinfeksi kulit dan tangan.
d. Hibitane obstetric: krim, Chlorhexidine gluconate 0,5%, digunakan dalam
bidang obsgyn sebagai antiseptik dan lubrikan.

3.4 POTASSIUM PERMANGANATE (KALIUM PERMANGANAT / PK)


Kalium permanganat (KMnO4) atau yang biasa disebut serbuk PK
merupakan kristal berwarna ungu kehitaman, tidak berbau dan kelarutannya 7 gr
dalam 100 gr air. PK digunakan dengan cara dilarutkan dalam air sampai

13
didapatkan konsentrasi yang diinginkan. Kristal kering dan larutan PK dalam
konsentrasi tinggi menyebabkan kemerahan, nyeri, rasa terbakar dan perubahan
warna kulit menjadi cokelat. Penggunaan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan iritasi dan dermatitis.
Kalium permanganat merupakan disinfektan lemah yang bekerja dengan
cara membuat bakteri, virus dan protozoa menjadi tidak aktif. Larutan PK juga
digunakan untuk membersihkan luka atau reaksi eksematosa yang bernanah.
Untuk kompres basah atau mandi biasanya digunakan larutan 0,01% .
Keuntungannya adalah pemakaian dan penyimpanannya mudah.
Kekurangannya adalah toksik dan dapat mengiritasi kulit dan mukosa
membran.

3.5 HIDROGEN PEROKSIDA (H2O2)


Hidrogen Peroksida dengan rumus kimia H2O2 merupakan
bahan anorganik yang sangat mudah larut dalam air dan memiliki sifat oksidator
yang kuat. Hidrogen Peroksida tidak berwarna dan berbau menyengat. Hidrogen
Peroksida merupakan pengoksidasi yang kuat, mudah terurai membentuk air dan
oksigen. Adanya ion-ion logam dalam sitoplasma sel mikroorganisme dapat
menyababkan terbentuknya radikal superoksida yang akan bereaksi dengan
gugus bermuatan negatif dalam protein dan akan menginaktifkan sistem enzim
sehingga dapat berfungsi sebagai disinfektan.
Hidrogen Peroksida (H2O2) memiliki efek sitotoksik pada sel yang
sehat dan jaringan granulasi. H2O2 kurang efektif untuk membunuh bakteri.
H2O2 digunakan untuk disinfeksi kulit, membersihkan luka dan ulkus. H2O2
jangan digunakan pada luka yang dalam dan luas, hindari terkena mata dan kulit
yang sehat.
Hidrogen Peroksida tersedia dalam berbagai bentuk antara lain :
a. CrystacidE: krim, hydrogen peroxide 1%, untuk infeksi kulit superfisial
b. Hydrogen peroxide solution: larutan 6%, untuk disinfeksi kulit terutama
membersihkan dan mengharumkan luka dan ulkus.

14
3.6 ETIL ALKOHOL/ETHANOL 70%
Etil dan isopropil alkohol 60-90% merupakan antiseptik yang baik dan
mudah diperoleh serta murah. Sangat efektif dalam mengurangi mikroorganisme
di kulit. Juga efektif terhadap virus hepatitis dan HIV, jangan dipakai untuk
selaput lendir (misalnya di vagina), karena alkohol mengeringkan dan mengiritasi
selaput lendir dan kemudian merangsang pertumbuhan mikroorganisme.
Menurut Larson (1995) alkohol merupakan salah satu antiseptik paling
aman. Etil atau isopropil alkohol 60-70% efektif dan pengeringan kulit kurang
pada konsentrasi lebih tinggi, lebih murah dari yang konsentrasi lebih tinggi.
Karena pengeringan pada kulit kurang, etil alkohol lebih sering digunakan pada
kulit.

3.7 ETAKRIDINLAKTAT (RIVANOL)


Manfaat, Rivanol adalah zat kimia (etakridinlaktat) yang mempunyai sifat
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan kuman). Biasanya lebih efektif pada
kuman gram positif daripada gram negatif. Sifatnya tidak terlalu menimbulkan
iritasi dibandingkan dengan povidon iodin (yodium). Antiseptik tersebut sering
digunakan untuk membersihkan luka. Rivanol lebih bagus untuk mengompres
luka atau mengompres bisul, sedangkan povidon iodin lebih bagus untuk
mencegah infeksi. Kegunaan antiseptik ini untuk membersihkan luka borok dan
bernanah. Rivanol digunakan bila luka tidak terlalu kotor, dengan menggunakan
kassa tutup luka tersebut. Jika luka sangat kotor, sebaiknya bersihkan dulu dengan
air mengalir, dan pemilihan penggunaan antiseptik adalah dengan povidon iodin.
Indikasi, Sebagai obat cuci luka, obat kompres luka dan obat kulit.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu : fase koagulasi,
inflamatori, proliferasi dan maturasi. Dalam manajemen luka ada beberapa tahap
yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan mencuci luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antibiotik dan pengangkatan jahitan.
Pembersihan luka merupakan salah satu bagian penting dari manajemen luka.
Pemilihan bahan untuk membersihkan luka sangat penting, dengan
mempertimbangkan efektifitas dan keamanan luka. Bahan yang biasanya
digunakan untuk membersihkan luka adalah normal salin (NaCl 0,9%), povidone-
iodine, klorheksidin, kalium permanganat, dan hidrogen peroksida. Bahan yang
yang direkomendasikan untuk membersihkan luka adalah normal salin (NaCl
0,9%) lebih disarankan karena aman, serta lebih baik dalam membantu proses
penyembuhan luka. Walaupun tidak memiliki efek antimikroba seperti bahan
lainnya, normal salin tidak memiliki efek samping yang berarti serta tidak
memiliki kontraindikasi dalam penggunaannya. Normal salin juga mudah
didapatkan dengan harga yang cukup terjangkau.

4.2 SARAN
Dengan mengetahui jenis-jenis cairan pencucui luka diharapkan
mahasiswa mampu memilih mana cairan pencuci luka yang lebih tepat digunakan
sesuai jenis luka yang dimiiliki.

16
DAFTAR PUSTAKA

Desember 2012]. Available at : http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/7-2-


1.pdf. accessed on 31Desember 2012Perry & Potter. 2006. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC..
Desember 2012]. Available at : http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/7-2-
1.pdf. accessed on 31Desember 2012Wound Cleansing. Tissue Viability
Society. Vol. 16. No 4 November 2006.
Fernandez, R., R, Griffiths, Wound Cleansing : Which Solution What Tecnique
Primary Intention of Wound Management. Vol. 9, No. 2, May 2001. pp. 51-58.
Sibbald, RG, DJ, Leaper, D, Queen. Iodine Made Easy, Wounds International,
vol. 2, issue 2, Mei 2011.
Wrobel, M., Marco Werth. 2007. Pokok-Pokok Anaestesi. Jakarta: EGC. 54.
Yunanto, Ari, Edi Hartoyo, Lia Yulia Budiarti. Peran Alkohol 70%, Povidon-
Iodine 10% dan Kasa Kering Steril dalam Pencegahan Infeksi pada
Perawatan Tali Pusat. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005.

17
18

Anda mungkin juga menyukai