Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

“BATU SALURAN KEMIH”

Pembimbing:
dr. Ramlan, Sp. U
Disusun oleh:
Muhammad Fadlan Pulungan (100100001)
Siti Rahmah (100100014)
Restu (100100039)
Gitavani Silfiyah (100100055)
Hazwani Fadhillah Nasution (100100228)
Desi Sugesti (940100032)
Habibah Novitasari Lubis (090100031)
Erina Fitriyananda Lubis (090100042)
Dyan Friska Yanti Lubis (090100235)
Ummi Rizki Hadiyati (090100236)
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
2015
BAB 1
PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih adalah penyebab nyeri ketiga tersering pada saluran
kemih setelah infeksi dan gangguan patologis pada prostat. Penyakit ini
merupakan penyakit umum yang sering ditemukan baik pada hewan maupun
manusia. Penamaan yang menyangkut penyakit batu saluran kemih dipengaruhi
oleh berbagai disiplin ilmu.1
Batu saluran kemih adalah bentuk agregat polycrystalline yang dibentuk
oleh berbagai macam kristaloid dan matriks organik. Terdapat beberapa jenis batu
saluran kemih yang utama berdasarkan komponen pembentuknya yaitu: batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat, batu struvit, batu asam urat, dan batu sistin.
Batu saluran kemih dapat berada dimanapun dalam saluran kemih seperti di
ginjal, ureter dan kandung kencing.1
Diperkirakan 10% pria dan 5% wanita di Amerika Serikat akan mengalami
penyakit batu saluran kemih dalam hidupnya. Prevalensi kejadian penyakit ini
telah bertambah dua kali lipat dari periode 1964 sampai 1972 dan cenderung stabil
sejak tahun 1990an.1
Pada tahun 2000, insiden kejadian batu saluran kemih di Amerika Serikat
dilaporkan 116 individu per 100.000 populasi. Populasi tersebut berusia 18-64
tahun dari 2 perusahaan asuransi terbesar. Insiden ini cenderung meningkat secara
signifikan dari studi yang dilakukan sebelumnya.2
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar
dari jumlah pasien di klinik urologi. Dari data yang pernah dipublikasi didapatkan
peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-
Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997
menjadi 847 pasien pada tahun 2002. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan
mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif Extracorporeal Shock
Wave Lithotripsy (ESWL) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan
bidang urologi.2
Terdapat beberapa cara dalam penatalaksanaan batu saluran kemih. Hal ini
bergantung pada ukuran, bentuk, dan lokasi batu serta ada tidaknya edema pada
ureter. Batu dengan ukuran 45 mm memiliki kemungkinan 40-50% untuk dapat
keluar secara spontan, sementara batu dengan ukuran diatas 6 mm
kemungkinannya dibawah 5% untuk dapat keluar secara spontan. Modalitas lain
yang dapat dilakukan seperti penggunaan obat yang dapat melarutkan batu,dan
tindakan seperti ESWL, PCNL dan URS.1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Traktus Urinarius

Sistem saluran kemih merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang
tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air
kemih) (Speakman,2008).Susunan sistem saluran kemih terdiri dari : a) dua ginjal
yang mmenghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika
urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan,dan d)
satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010)
2.1.1 Anatomi Ginjal (Renal)
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal sepert biji
kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus
hepatis dextra yang besar. Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksik atau racun, mempertahankan suasana keseimbangan
cairan dan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat kortek renalis di bagian luar, yang berwarnna coklat gelap, medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan kortek.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramida renalis, puncak kerucut
tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang di sebut papila
renalis (Panahi, 2010).
Hilus adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Struktur halus ginjal terdiri
dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1
juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proximal,
ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010).
Tahap pembentukan urin :
a.Proses filtrasi
b.Proses reabsorbsi
c.Proses sekresi
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteri renalis, arteri renalis becabang menjadi arteri interlobularis
kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis bercabang menjadi arteriole
aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus.Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 2011).
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor).saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Barry, 2011).
2.1.2 Anatomi Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya lebih kurang 25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter
sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga
pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri
dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
2.1.3 Anatomi Vesika urinaria (Kandung Kemih)
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti
buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.
2.1.4 Anatomi Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13.7-16.2 cm,
terdiri dari :
a.Uretra pars prostatika
b.Uretra pars membranosa
c.Uretra pars spongiosa
Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3.7-6.2 cm sphincter uretra terletak di
sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina ) dan uretra disini hanya sebagai
saluran ekskresi (Panahi, 2010).

2.2 Fisiologi Traktus Urinarius


Proses berkemih merupakan gabungan aktivitas refleks maupun volunter. Ketika
seseorang yang normal ingin berkemih, awalnya akan muncul relaksasi volunter
dari perineum, diikuti peningkatan tekanan dinding abdomen, kontraksi perlahan
otot detrusor, terbukanya sfingter internus, dan yang terakhir adalah relaksasi dari
sfingter eksternus. Akan membantu jika kita berpikir kontraksi detrusor sebagai
refleks regangan spinal (spinal stretch reflex), yang bergantung pada fasilitasi dan
inhibisi dari pusat yang lebih tinggi. Penutupan sfingter eksternus secara volunter
dan kontraksi otot-otot perineum menyebabkan kontraksi detrusor berhenti. Otot-
otot abdomen tidak memiliki kekuatan untuk memulai miksi kecuali jika otot
detrusor tidak berfungsi dengan baik.
Berkemih terdiri dari 2 fase : fase pengisian dan fase pengosongan. Fase
pengisian terjadi saat seseorang sedang tidak ingin berkemih. Fase pengosongan
terjadi saat seseorang mencoba berkemih. Selama fase pengisian, tekanan
kandung kemih hanya saat sedikit meningkat. Seiring pengisian berlanjut, tekanan
intravesikal yang rendah di jaga oleh peningkatan secara bertahap stimulasi
simpatik beta reseptor yang terdapat pada badan dari kandung kemih yang
mengakibatkan relaksasi, selain itu terjadi stimulasi pada alpa reseptor yang
terdapat pada dasar kandung kemih dan urethra yang menyebabkan kontraksi.
Stimulasi simpatik juga menghambat tercetusnya transmisi ganglionik
parasimpatik dimana hal ini membantu menekan kontraksi kandung kemih.
Selama fase pengisian, terdapat peningkatan progresif aktivitas EMG pada
sfingter urethra. Aktivitas sfingter urethra yang meningkat secara refleks juga
menghambat kontraksi kandung kemih. Saat kandung kemih penuh dan memiliki
komplians yang normal, tekanan intravesikal berada diantara 0 dan 6 cmH2O dan
tidak boleh meningkat sampai lebih dari 15 cmH2O. Proses pengisian berlanjut
sampai batas viskoelastisitas kandung kemih yang menyebabkan peningkatan
tekanan intravesikal secara bertahap. Bagian kurva pengisian ini biasanya tidak
terlihat pada orang dengan fungsi ginjal yang normal, karena distensi sebesar ini
akan menimbulkan rasa tidak nyaman dan tidak dapat ditoleransi.
Ketika pasien diminta untuk berkemih (fase pengosongan), akan terdapat
penurunan aktivitas sfingter urethra pada EMG serta penurunan tekanan sfingter
urethra dan leher kandung kemih akan membentuk terowongan. Refleks inhibisi
ke pusat berkemih di sakral yang berasal dari mekanisme sfingter akan
menghilang. Hal ini diikuti dengan kontraksi detrusor. Sfingter urethra harus tetap
terbuka dan tidak terdapat peningkatan tekanan intraabdominal selama berkemih.
Pada individu yang lebih muda, tidak terdapat residu pasca berkemih, walaupun
residu pasca berkemih akan meningkat seiring pertambahan usia.

2.2.1 Mekanisme Pembentukan Urin


Ada dua ginjal yang berbentuk kacang dan sekitar 10 cm panjang, lebar
5.5 cm dan tebal 3cm. Setiap ginjal beratnya sekitar 150 g dan memiliki
lekukan ditandai medial – hilus - dimana arteri ginjal dan saraf ginjal masuk
dan vena renalis dan menimggalkan ureter. Antara mereka, ginjal membuat
sekitar 30 ml atau lebih air seni setiap jam (Marieb, 2003).Sekitar 25% dari
output jantung pergi ke ginjal (Mc Laren, 1996) dimana produk sampah
organik dibuang di juta atau sehingga nefron disetiap ginjal. Produksi urin
normal,oleh karena itu, tergantung pada aliran darah ke ginjal yang normal.
Nefron adalah unit fungsional dari ginjal. Nefron mengizinkan bagian dari
beberapa zat keluar dari tubuh tetapi membatasi perjalanan orang lain,
misalnya sel-sel darah dan protein yang besar.
Saat darah mengalir melalui glomerulus (jaringan kapiler yang
merupakan bagian dari nefron), banyak cairan dan produksi limbah dalam
darah dipaksa keluar melalui dinding kapiler, disaring, dan kemudian mengalir
ke dalam Kapsul Bowman. Kapsul Bowman adalah secangkir berdinding
ganda endotel yang mengelilingi glomerulus. Filtrat glomerular ini (sekitar
125 ml per menit) terdiri dari air, glukosa, limbah garam seperti natrium dan
kalium, dan urea. Urea adalah produksi limbah yang paling berlimpah
diekskresikan oleh ginjal dan dibentuk dari amoniak, zat yang sangat
beracun.Amoniak terbentuk dalam hati dari pemecahan asam amino.
Banyak dari filtrat glomurus, termasuk sebagian air, diserap ke dalam
kapiler yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal berbelit-belit, lengkung
henle dan tubulus pengumpul. Semua glukosa akan diserap kecuali kadar
glukosa darah yang tinggi – lebih dari 8.9 mmol/l atau 160 mg/dl –dalam hal
ini glukosa beberapa akan akan di ekskresikan dalam urin. Natrium juga
diserap tetapi jumlah bervariasi,tergantung pada seberapa banyak tubuh
membutuhkan untuk mempertahankan konsentrasi konstan dari dari ion
natrium dalam darah.
Pengeluaran adalah tahap terakhir pembentukan urin, dan terjadi pada
tubulus distal dan pengumpul. Zat baik menyebar atau secara aktif diangkut
keluar dari kapiler dan ke dalam tubulus pengumpul untuk dibuang dalam
urin.Ion hidrogen, ion kalium, amonia dan beberapa obat semua diekskresikan
pada tahap ini dan ginjal memainkan peranan penting dalam menjaga
keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Komposisi terakhir dari urin adalah hasil dari penyaringan, penyerapan
dan sekresi oleh nefron. Ginjal menghasilkan, rata-rata satu setengah liter air
seni setiap hari – ini sebagian besar terdiri dari air, berwarna jerami,dan
memiliki gravitasi spesifik 1.005- 1,030.Urea, asam urat, kreatinin,natrium
klorida dan ion kalium semua konsisten normal urin. Darah keton dan glukosa
tidak, dan kehadiran mereka dapat mengindikasikan penyakit
2.3Definisi Batu Saluran Kemih
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.3
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung
kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan
dapat terbentuk pada :
1. Ginjal (Nefrolithiasis)
2. Ureter (Ureterolithiasis)
3. Vesica urinaria (Vesicolithiasis)
4. Uretra (Urethrolithiasis).3

2.4. Etiologi Batu Saluran Kemih


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).1
2.4.1. Faktor intrinsik
1. Herediter (keturunan)
Studi menunjukkan bahwa penyakit batu diwariskan. Untuk jenis batu
umum penyakit, individu dengan riwayat keluarga penyakit batu memiliki
risiko dua kali lipat lebih tinggi menjadi batu bekas. Ini risiko yang lebih
tinggi mungkin karena kombinasi dari predisposisi genetik dan eksposur
lingkungan yang sama (misalnya, diet). Meskipun beberapa faktor genetik
telah jelas berhubungan dengan bentuk yang jarang dari nefrolisiasis,
(misalnya, cystinuria), informasi masih terbatas pada gen yang berkontribusi
terhadap risiko bentuk umum dari penyakit batu.4
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. Untuk
pria, insiden mulai meningkat setelah usia 20, puncak antara 40 dan 60 tahun.
Untuk wanita, tingkat insiden tampaknya lebih tinggi pada akhir 20-an pada
usia 50, sisa yang relatif konstan selama beberapa dekade berikutnya.1,4
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
2.4.2. Faktor Ekstrinsik
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone
belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan
kurang aktifitas atau sedentary life.

2.5. Klasifikasi Batu Saluran Kemih


Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium fosfat (MAP), xantin,dan
sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat yang
terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan
timbulnya batu residif.1
a. Batu Kalsium
Batu Kalsium ini jenis batu yang banyak dijumpai dan merupakan
tampilan ion yang besar dalam kristal kemih. Hanya 50% dari kalsium plasma
yang terionisasi dan tersedia untuk difiltrasi di glomerulus. Lebih dari 95%
kalsium difiltrasi di glomerulus kemudian di reabsorbsi kembali di kedua tubulus
proksimal dan distal tubulus dan jumlahnya terbatas di tubulus pengumpul.1
b. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih.Di
antara 75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat.Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-
pasien penyakit gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
antikanker, dan yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinipirazone, thiazide, dan salisilat.Kegemukan, peminum alkohol, dan diet
tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan penyakit
ini.1
c. Batu Struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea.Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.Batu
ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Di urin kristal batu
struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn
dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dan ginjal hal
ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten.1
d. Batu Sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum, berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih
tampak seperti plat segi enam,sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak
karena mengandung sulfur.1
e. Batu Xantin
Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin
oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang
berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin menjadi
xantin dan dari xantin kemudian diproses menjadi asam urat. Gambaran batunya
biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning.1
2.6 Patofisiologi Batu Saluran Kemih
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu
terbentuk ketika konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan
asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu.
Seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta status
cairan pasien.5,6
Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat dan perubahan
metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo matosa
(sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan penyebab dari
hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam urat dapat
dijumpai pada penyakit Gout.5
Batu struvit mengacu pada batu infeksi, terbentuk dalam urine kaya
ammonia alkalin persisten akibat uti kronik. Batu urinarius dapat terjadi pada
inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi pada pasien yang mengalami
penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia) turunan.5

2.7 Penegakan Diagnosis Batu Saluran Kemih


1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu digali dalam anamnesis adalah usia, ukuran batu, jumlah
batu, ginjal yang dipengaruhi oleh batu, batu keluar spontan atau dilakukan
intervensi, infeksi terkait, gejala yang terjadi, penyakit penyerta Chrohn’s disease,
colectomy, sarcoidosis, hyperparathyroidism, hyperthyroidism, gout, riwayat
keluarga yang mengalami batu saluran kemih, riwayat pemakaian obat
Acetazolamide, asam askorbat, kortikosteroid, antasida yang mengandung
kalsium, triamterene, acyclovir, indinavir. Juga perlu ditanyakan pekerjaan dan
gaya hidup.7
2. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik antara lain:8,9
a. Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
b. Nyeri tekan/ketok pada pinggang.
c. Batu uretra anterior bisa di raba.
d.Pada keadaan akut paling sering ditemukan adalah ketegangan oto
kelembutan dipinggul (flank tenderness), ini disebabkan oleh
hidronefrosis akibat obstruksi sementara yaitu saat batu melewati ureter
menuju kandung kemih.
3. Laboratorium
Pada urin biasanya dijumpai hematuria dan kadang-kadang kristaluria.
Hematuria biasanya terlihat secara mikroskopis, dan derajat hematuria bukan
merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan lewatnya
suatu batu. Tidak adanya hematuria dapat menyokong adanya suatu obstruksi
komplit, dan ketiadaan ini juga biasanya berhubungan dengan penyakit batu yang
tidak aktif. Pada pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat
memberi petunjuk jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu
asam urat, sedangkan bila terjadi peningkatan pH (≥7) menyokong adanya
organisme pemecah urea seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Pseudomonas spdan
batu struvit.1,6
3. Radiologis
Ada beberapa jenis pemeriksaan radiologis yaitu:1,6
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu
radiopaque. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat
radiopaque dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu
asam urat bersifat radiolusen.
b. Intravenous Pyelography (IVP)
IVP dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu yang
Radiolusen dan untuk melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi
adanya batu semi opaque ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat
oleh foto polos abdomen.
c. CT Scan
CT Scan (Computerized Tomography) adalah tipe diagnosis sinar X yang
dapat membedakan batu dari tulang atau bahan radiopaque lain.
d. Retrograde Pielography
(RPG) Dilakukan bila pada kasus-kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat
kontras, dan IVP tidak mungkin dilakukan.
e. Ultrasonografi (USG)
USG dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu
pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun dan pada wanita yang sedang hamil. USG ginjal merupakan
pencitraan yang lebih peka untuk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen
daripada foto polos abdomen. Cara terbaik untuk mendeteksi BSK ialah
dengan kombinasi USG dan foto polos abdomen. USG dapat melihat
bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam kandung kemih dan adanya
tanda-tanda obstruksi urin.
f. Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya
sumbatan pada gagal ginjal.

2.8 Diagnosis Banding Batu Saluran Kemih


Gejala batu saluran kemih bisa mirip dengan kelainan retroperitoneal dan
peritoneal lainnya. Yang termasuk diagnosis banding dari batu saluran kemih
adalah :
- Apendisitis Akut
- Kehamilan Ektopik Terganggu
- Kelainan Ovarium
- Diverticular Disease
- Bowel Obstruction
- Batu Empedu dengan / tanpa obstruksi
- Ulkus Peptikum
- Acute Renal Artery Embolism
- Aneurisma Aorta Abdominal
2.9 Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk
melakukan tindakan/terapi pada BSK adalah apabila batu telah menimbulkan
obstruksi, infeksi atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.1
BSK dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan
ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparoskopi ataupun pembedahan
terbuka.1
2.9.1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk BSK dengan ukuran kurang dari
5mm karena diharapkan batu dapat keluar spontan, terutama batu pada ureter.
Batu pada ureter dengan ukuran 4-5mm memiliki kemungkinan sekitar 40-
50% untuk keluar spontan. Sedangkan batu ureter dengan ukuran lebih dari
6mm memiliki kemungkinan sekiar 15% untuk keluar spontan. Terapi
medikamentosa atau biasa disebut Medical Expulsive Therapy (MET) ini
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, memperlancar aliran urin untuk
membantu batu keluar spontan. Obat-obatan yang biasa diberikan berupa
alpha-blocker, obat anti inflamasi non-steroid (OAINS), agen diuretikum dan
steroid dosis rendah.1,8
2.9.2. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah alat pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh
Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter
proksimal atau batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa
pembiusan. Melalui gelombang kejut, batu dipecah menjadi fragmen-fragmen
kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Namun tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan rasa nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.1
2.9.3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu dan kemudian
mengeluarkannya melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran
kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan insersi laser.
Beberapa tindakan endourologi tersebut, antara lain :1,8
a. PCNL (Percutaneous Nephro Lithotomy) yaitu usaha pengeluarkan batu yang
berada di ginjal dan ureter proksimal dengan memasukkan alat endoskopi
kedalam sistem kalises melalui insisi pada kulit. PCNL biasanya dilakukan
pada BSK dengan ukuran lebih dari 2,5cm, BSK yang resisten terhadap
ESWL, batu kaliks inferior dengan bentuk infundibulum yang sempit dan
panjang serta adanya tanda-tanda obstruksi.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
melalui evakuator Ellik.
c. Ureteroskopi atau Uretero-renoskopi adalah memasukkan alat ureteroskopi
per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pelviokaliks ginjal.
Dengan menggunakan energi tertentu, batu dalam ureter atau sistem
pelviokaliks ginjal dapat dipecah.
2.9.4. Bedah Terbuka
Di rumah sakit yang belum memiliki fasilitas untuk melakukan tindakan
endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan
melalui tindakan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka meliputi
pielolitotomi atau nefrotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
nefrektomi atau pengangkatan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi
dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami
pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi menahun.1
2.10 Komplikasi dan Prognosis Batu Saluran Kemih
2.10.1 Komplikasi
a. Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal, kondisi ini terjadi karena tekanan dan
aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu
lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak
bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang,
teraba benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal
ginjal.9
b. Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara
assenden ke ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul
panas yang tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan
nyeri ketok kosta vertebra.9
c. Gagal ginjal
Ini adalah akibat hidronefrosis yang terjadi karena batu saluran kemih
dimana bisa mangganggu ginjal secara fungsi dan struktur.9
d. Hematuria atau kencing darah
e. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu
f. Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal
menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual
muntah, sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat
berbau urine.
2.10.2 Prognosis
Semakin cepat penanganan maka semakin bagus prognosisnya,
dibandingkan dengan batu saluran kemih yang dibiarkan berlama-lama dan
meningkatkan luas obstruksi maka kemungkinan untuk menyebabkan infeksi
dan gagal ginjal semakin tinggi maka disertai juga prognosis semakin buruk.
semakin tidak ada komplikasi maka semakin baik prognosis.
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Eduard Ferdinand Karo-karo
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 38 tahun
No. Rekam Medik : 00.63.80.24
Ruangan : RB2B
Tanggal masuk : 23 Agustus 2015

ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada pinggang kanan
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 4 tahun yang lalu. Nyeri
dirasakan secara tiba-tiba, pada saat istirahat, nyeri sangat hebat dan bersifat terus
menerus. Penjalaran nyeri tidak dijumpai. Nyeri juga dirasakan pada saat buang
air kecil. Riwayat kencing berdarah dijumpai, pasien berobat sendiri
menkonsumsi obat dan setelah itu keluar batu. Demam, mual muntah tidak
dijumpai. Riwayat buang air kecil keruh atau berpasir tidak dijumpai. Riwayat
sering mengkonsumsi makanan laut dan makanan berlemak dijumpai. Riwayat
jarang minum air putih dijumpai. Riwayat penyakit asam urat dijumpai, dialami
10 tahun ini. Riwayat keluarga menderita penyakit yang sama dengan pasien
disangkal. Riwayat hipertensi dijumpai, 3 bulan ini, tekanan darah tertinggi
180/100mmHg. Sebelumnya pasien telah didiagnosis batu ginjal dan telah
dilakukan tindakan URS (L) pada Mei 2015 di RS Sari Mutiara dan dipasang
stent.
RPT : Batu ginjal kanan, hipertensi, asam urat
RPO : allopurinol, adalat oros

STATUS PRESENS
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5⁰C

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata : pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva
palpebra inferior pucat (-/-).
Telinga/ hidung/ mulut: dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Toraks
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri, kesan normal
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler pada kedua lapangan paru
Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Urologi
Flank Area
Kanan :
Inspeksi : bulging (-), bekas luka operasi di sebelah kiri (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok (+), ballotement (-)
Kiri :
Inspeksi : bulging (-), bekas luka operasi di sebelah kiri (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), ballotement (-)
Suprapubik Area
Inspeksi : bulging (-)
Palpasi : buli kesan kosong, nyeri tekan (-)
Genetalia Eksterna : jenis kelamin laki-laki
DRE : tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
23 Agustus 2015
JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG) g% 14,3 13,2 – 17,3
Eritrosit (RBC) 105/mm3 4,99 4,20 – 4,87
Leukosit (WBC) 103/mm3 20,99 4,5 – 11,0
Hematokrit % 42,8 43 – 49
Trombosit (PLT) 103/mm 283 150 – 450
MCV Fl 85,80 85 – 95
MCH Pg 28,70 28 – 32
MCHC g% 33,40 33 – 35
RDW % 13,70 11,6 – 14,8
MPV Fl 9,30 7,0 – 10,2
PCT % 0,26
PDW fL 10,8
Hitung jenis
 Neutrofil % 91,5 37 – 80
 Limfosit % 5,10 20 – 40
 Monosit % 3,40 2–8
 Eosinofil % 0,00 1–6
 Basofil % 0,00 0–1
 Neutrofil Absolut 103/µl 19,2 2.7 – 6.5
 Limfosit Absyolut 103/µl 1,07 1,5 – 3,7
 Monosit Absolut 103/µl 0,71 0,2-0,4
 Eosinofil Absolut 103/µl 0,00 0 – 0,10
 Basofil Absolut 103/µl 0,01 0 – 0,1
FAAL HEMOSTASIS
PT Detik 11,5 13,7
APTT Detik 27,2 33,3
TT Detik 12,0 14,0
INR 0,84
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) mg/ dL 129,7 <200
GINJAL
Ureum mg/ dL 23,90 <50
Kreatinin mg/ dL 1,37 0,70 – 1,20
Asam urat mg / dL 8,1 <7,0
ELEKTROLIT
Natrium (Na) mEq/L 143 135 – 155
Kalium (K) mEq/L 3,8 3,6 – 5,5
Klorida (Cl) mEq/L 105 96 – 106
Pemeriksaan Radiologi: BNO

Hasil: Psoas line smooth dan simetris. Kontur kedua ginjal baik. Tidak tampak
batu opaque proyeksi tractus urinarius. Distribusi udara usus sampai ke distal.
Tampak fekal mass prominent. Tulang-tulang intak.
Kesimpulan: Tidak tampak batu yang radioopak di sepanjang traktus urinarius.
Saran dilakukan USG ginjal buli
Pemeriksaan USG Ginjal

Hasil: Ginjal (R) accoustic shadow (-), hidronefrosis (+)


Ginjal (L) accoustic shadow (-), hidronefrosis (+)
UU: Stent (+), Massa (-), Accoustic shadow (-)
Kesimpulan: Batu ginjal (R) + Hidronefrosis ringan bilateral + DJ Stent in situ
bilateral

DIAGNOSA KERJA
Batu pyelum (R) + DJ Stent Bilateral

PENATALAKSANAAN
Cabut DJ Stent Bilateral + PCNL (R)
BAB 4
KESIMPULAN

Laki-laki, 38 tahun, datang dengan keluhan nyeri pinggang kanan yang


dirasakan secara tiba-tiba pada saat istirahat dan bersifat terus menerus. Nyeri
juga dirasakan pada saat buang air kecil. Riwayat kencing berdarah dijumpai.
Riwayat sering mengkonsumsi makanan laut dan jarang minum air putih
dijumpai. Riwayat penyakit asam urat dijumpai, dialami 10 tahun ini. Riwayat
hipertensi dijumpai, 3 bulan ini, tekanan darah tertinggi 180/100 mmHg. Pasien
pernah didiagnosis dengan batu asam urat bilateral dan dilakukan tindakan URS
(L) dan pemasangan stent bilateral pada Mei 2015. Saat ini pasien didiagnosis
dengan Batu Pyelum kanan dan telah dilakukan PCNL (R) dan pencabutan DJ
Stent Bilateral.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, BB, 2003. Dasar-Dasar Urologi. Penerbit CV Sagung Seto,


Jakarta.
2. Depkes RI, 2005. Distribusi Penyakit Sistem Kemih Kelamin Pasien
Rawat Inap Menurut Golongan Sebab Sakit Indonesia Tahun 2004.
Available from: http://www.yanmedik-depkes.net/statistik_rs_2005
3. Hassan, Rusepno. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.
Jakarta: Penerbit UI, 1985. 840-843.
4. Pearle, S, Margaret. 2009. Urolithiasis Medical and Surgical
Management. USA Informa healthcare, 2009. 1-6.
5. Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N. 1995. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC
6. Sjamsuhidayat, R., dan Jong W. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. (Edisi
Kedua). Jakarta : EGC
7. Penn Clinical Manual of Urology. 2008. Urinary Stone Disease. Pahira, J
dan Pevzner, M;8:24
8. Stoller, ML. 2013. Urinary Stone Disease. In: Smith & Tanagho's General
Urologi. 18th Ed. USA: Mc Graw Hill,
9. Lingga, Suparlan. 2001. Karakteristik Penderita Batu Saluran Kemih di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan. USU

Anda mungkin juga menyukai