Anda di halaman 1dari 7

KEADAAN VOC PASCA PERJANJIAN GIYANTI

Berdirinya Kesultanan Yogyakarta sekaligus mengakhiri perang suksesi Jawa III diantara para trah
(keturunan) Mataram Islam yang saling berebut tahta Kerajaan Mataram. Lahir dari sebuah kesepakatan atau
perjanjian, maka kedaulatan dan kekuasaan pemerintahannya diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian atau
kontrak politik yang telah ditandatangani. Adapun pihak yang berkuasa atas kontrak politik tersebut dan sekaligus
pembuat segala aturan yang berlaku adalah VOC. VOC mengambil pengawasan dan kekuasaannya atas
Kesultanan Yogyakarta, Hal ini ditandai degan perjanjian giyanti, yang menuntut para sultan tidak boleh
mengangkat dan memberhentikan putra mahkota dan patih tanpa persetujuan dari pihak VOC.

POLITIK

Setelah tercapai tujuan dan maksud dalam berbagai intervensi politik di kerajaan di Mataram, maka VOC
mendapatkan pengakuan, sebagai tempat untuk “berlindung” dari segala macam gangguan. Tujuan dan motif
utama monopoli perdagangan VOC di Mataram adalah menghancurkan saingan utama VOC dalam perdagangan
internasional.

EKONOMI

Terbaginya mataram menjadi dua memudahkan VOC memonopoli sistem ekonomi dan perdagangan di
jawa dengan isi pasal yang mengharuskan Sultan hanya menjual bahan pangan dan komoditas perdagangan
lainnya kepada VOC dengan harga yang nantinya sudah disepakati. Dengan begitu ekonomi VOC pun meningkat
pesat dalam kurun waktu hanya beberapa tahun.

POLITIK PERDAGANGAN VOC

Dalam dunia perdagangan politik perdagangan atau dalam istilah ekonomi disebut proteksi memang
sudah hal yang biasa terjadi dalam dunia perdagangan, baik dalam skala lokal domestik maupun internasional.
Pada masa penjajahan Indonesia oleh Belanda, Belanda pun dalam melancarkan aksinya menggunakan strategi
politik perdagangan. Dalam hal ini VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) sebagai peran dalam
menjalankan politik perdagangannya di Indonesia. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang
saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang
istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa
dikatakan VOC adalah negara dalam negara.

Dalam menjalankan kegiatannya di Indonesia, VOC menghadapi suatu dunia perdagangan internasional dengan
sistem terbuka. Objek utama dalam politik perdagangannya di Indonesia adalah rempah-rempah, akan tetapi tidak
terpisah juga dengan perdagangan beras, sagu, kain, dan komoditi lainnya. Perdagangan bangsa Belanda di
Indonesia dan di Asia pada umumnya tidak berbeda dari perdagangan bangsa-bangsa lainnya. VOC merupakan
kongsi dagang di antara kongsi dagang lain milik bangsa Gujarat, Iran, Turki, Tionghoa, dan Indonesia sendiri.
Dinamika perdagangan di Indonesia pada waktu itu memang rumit, Indonesia yang kaya akan rempah-rempah
dan beraneka ragam komoditi lainnya menjadi sorotan bagi bangsa Barat. Selain itu bangsa Gujarat dan Benggali
juga ikut serta dalam arus perdagangan. Pedagang dari Gujarat dan Benggali mendatangkan bahan kain. Hal ini
terjadi sebelum kedatangan bangsa Barat. Kemudian dengan adanya keadaan tersebut sebagian fungsi jatuh
ketangan Portugis.

Garis Malaka-Maluku menjadi dua basis pemusatan perdagangan dan pelayaran yang mempunyai fungsi yag
sangat strategis. Garis Malaka-Maluku secara struktural merupakan sistem yang berfungsi secara optimal. Maka
kemudian tumbuhlah subsistem-subsistem dengan pusat-pusat kecil sebagai pendukung dan komplemen dalam
sistem tersebut. Dalam menghadapi sistem tersebut, maka VOC dalam usahanya menguasai perdagangan
rempah-rempah, menduduki kedua basis tersebut, Maluku dahulu serta Malaka kemudian. Dalam melancarkan
usahanya tersebut VOC juga menentukan alternatif lain sebagai pengganti Malaka, yaitu Batavia.

Dalam usahananya, VOC menghadapi kesulitan menerobos sistem perdagangan yang berlaku. Dengan kontrak-
kontrak hendak diperoleh monopoli, namun selama tidak ada dukungan kekuatan politik maka tidak akan berjalan
pelaksanaannya. Di kalangan VOC sendiri banyak yang menentang penggunaan kekerasan. Namun pada
kenyataannya VOC memang menjalankan politik dagang secara kejam yang merugikan rakyat Indonesia. Selain
itu VOC juga ingin mengeksploitasi segala komoditi yang ada, khususnya rempah-rempah.

Dengan adanya kesulitan tersebut, jalan radikal untuk merebut monopoli ialah melarang semua pengangkutan
barang dagangan Portugis dengan kapal pribumi, kemudian semua ekspor rempah-rempah dihentikan, bahkan
yang lebih drastis lagi yaitu pohon-pohon pala dan cengkeh ditebangi. Selain itu juga ada saran untuk mengikuti
jejak Portugis yaitu menukar rampah-rempah dengan bahan pakaian dan bahan makanan. Selain itu juga ada
politik radikal lain yang dipertimbangkan, yaitu untuk membatasi dan mengendalikan pedagangan Asia seperti
yang telah dijalankan bangsa-bangsa Asia dan Portugis sejak lama. Namun hal tersebut terbentur dengan
kelemahan angkutan VOC yang serba kekurangan awak kapal, amunisi, dan kapal sehingga tidak dapat
mengawasi dan memberlakukan sanksinya.

VOC memang menjalankan politik dagang secara kejam. Mereka juga memerangi (membunuh) para pendatang
Portugis, Spanyol, dan Inggris yang mencoba mencari rempah-rempah. Kapal-kapal mereka ditenggelamkan di
laut dan menghukum secara keras para penyelundup yang mencoba melakukan perdagangan rempah-rempah
secara tidak resmi dengan pihak di luar VOC.

Pembelian rempah-rempah dengan mata uang logam ternyata merugikan VOC. Rakyat menabung hasil
penjualannya, dan dengan mata uang tabungan mereka membeli bahan pakaian dari Portugis atau edagang bangsa
lain. Karena keuntungan VOC dari penjualan bahan pakaian tesebut, maka politik itu akan memukul dirinya
sendiri, karena rakyat lebih memilih membeli bahan pakain ke Portugis. Untuk mengatasi hal tersebut kemudian
diboronglah bahah tersebut lebih dulu dari Inggris dan Portugis.

Akan tetapi hal tersebut juga tidak menguntungkan karena persediaan remah-rempah yag menunggu
pengangkutan masih banyak. Langkah lain untuk mengatasi hal ini adalan dengan memblokir Selat Malaka dan
perdagangan Portugis. Dengan adanya keadaan tersebut maka akan menguntungkan bangsa Barat lainnya,
pedagang Jawa, Gujarat yang bebas dari persaingan Portugis dan mereka dapat bergerak secara leluasa.

Penggunaan kekerasan dalam politiknya mulai terlihat pada prakteknya di kepulauan Banda. Sewaktu diketahui
bahwa kontrak rakyat Banda dengan VOC tidak diindahkan dan masih melakukan perdagangan dengan pedagang
Asia. Para direktur VOC menganjurkan agar rakyat Banda dimusnahkan dan pulau Banda tersebut kemudian
ditempati oleh penduduk lain. Selain itu ketetapan harga juga ditentukan sepihak oleh VOC, hal tersebut
bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku yaitu tawar-menawar.

Untuk melancarkan anjuran para direktur VOC, kemudian pada waktu mau memonopoli rempah-rempah di
kawasan Timur Indonesia mereka menjalankan praktek politik dagang dengan cara membuang, mengusir, dan
membantai seluruh penduduk Pulau Banda pada tahun 1620. Pulau itu kemudian kosong sehingga isinya cuma
kebun-kebun cengkeh, pohon-pohon pala, dan tanaman-tanaman yang menjadi komiditas dagang orang-orang
Belanda di pasaran Eropa. Penduduknya kemudian diganti oleh orang-orang Belanda pendatang yang
mempekerjakan para budak sebagai buruh kasar perkebunan.

Politik monopoli VOC ternyata tidak menjamin adanya keuntungan yang besar, pada waktu itu kondisi
perdagangan di Eropa menunjukkan pasaran rempah-rempah yang membanjir, sehingga merosotkan harga
penjualan disana. Menghadapi keadaan tersebut maka VOC berusaha mengalihkan kegiatan perdagangannya ke
perdagangan komoditi di Asia. Selain itu VOC juga mencoba menarik perdagangan pribumi dan bangsa Asia ke
pusat-pusat yang dikuasainya, seperti Batavia dan Ambon, dengan tujuan menarik pajak dan keuntungan lainnya.

Penetrasi VOC dalam jaringan perdagangan di Indonesia memang membawa konflik-konflik dengan pusat-pusat
perdagangan yang memegang peranan penting dalam stasiun tengah jalan antara Maluku dan Malaka. Salah satu
urat nadi dalam sistem itu ialah perdagangan beras dan bahan makanan yang terutama dipegang oleh pedagang
Jawa, khususnya pada abad XVII dari Gresik-Jaratan dan surabaya. Dengan adanya keadaan tersebut maka
kemudian VOC memiliki pandangan bahwa dominasi pedagang Jawa itu perlu dipatahkan.

Perdagangan di Indonesia kemudian menimbulkan hubungan yang erat dalam proses Islamisasi daerah. Yang erat
hubungannya dalam hal ini adalah perlawanan terhadap penetrasi bangsa Barat, yang dibarengi ooleh proses
Kristianisasi. Kegiatan politik perdagangan VOC di Indonesia melibatkan beberapa daerah, seperti Maluku,
Banda, Gresik, Jaratan, Surabaya, Ambon, Makassar, Jambi, Jepara, Batavia (Jakarta), dan Banten. Daerah-
daerah tersebut merupakan daerah yang menyimpan banyak komoditi.

Penetrasi VOC dalam jaringan perdagangan Indonesia dalam bagian pertama abad XVII menghadapi juga
persaingan. Yaitu perlawanan dari pedagang Asia non Indonesia, seperti Gujarat, Keling, Benggali, dan Cina.
Komoditi yang mereka kuasai ternyata mempunyai nilai tukar tinggi di Indonesia maka haalhandel ternyata
sangat menguntungkan, sering melebihi perdagagan rempah-rempahnya. Kedua jenis perdagangan tersebut
terjalin erat satu sama lain sehingga politik monopoli VOC dalam rempah-rempah mau tak mau diperluas
mencakup komoditi-komoditi dari perdagangan Asia.
Sejajar dengan perluasan perdagangannya, VOC beroperasi dengan angkatam kapal dagang yang bertambah
besar. Diantara angkatan kapal tersebut ada kapal-kapal yang berhenti di Batavia sambil menunggu
keberangkatannya ke Nederland. Namun dibandingkan dengan tonage angkatan kapal lainnya, perkapalan VOC
tidak terlalu besar volume angkatannya.

Monopoli Perdagangan

Persaingan perdagangan yang terjadi antar bangsa Eropa di Indonesia sangat merugikan Belanda. Oleh karena
itu, timbul pemikiran pada orang-orang Belanda agar perusahaan-perusahaan yang bersaing itu menggabungkan
diri dalam satu organisasi. Akhirnya mereka membentuk Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) artinya
Perserikatan Maskapai Hindia Timur. VOC terbentuk pada tanggal 20 Maret 1602 Di Indonesia VOC memiliki
wewenang dan tujuan pembentukan VOC sebenarnya tidak hanya untuk menghindari persaingan di antara
pedagang Belanda, tetapi juga:

a. Menyaingi kongsi dagang Inggris di India, yaitu EIC (East India Company),

b. Menguasai pelabuhan-pelabuhan penting dan kerajaan-kerajaan, serta

c. Melaksanakan monopoli perdagangan rempah-rempah.

Di Indonesia, VOC berusaha mengisi kas keuangannya yang kosong. VOC menerapkan aturan baru
yaitu Verplichte Leverantie atau penyerahan wajib. Tiap daerah diwajibkan menyerahkan hasil bumi kepada
VOC menurut harga yang telah ditentukan.

Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa VOC diberi hak-hak istimewa oleh pemerintah Belanda :

1. Memonopoli perdagangan

2. Mencetak dan mengedarkan uang

3. Mengangkat dan memperhentikan pegawai

4. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja

5. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri

6. Mendirikan benteng

7. Menyatakan perang dan damai

8. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.

Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli perdagangan antara lain :

a. Verplichte Laverantie

Yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yg telah ditetapkan oleh VOC,dan melarang rakyat menjual
hasil buminya selain kepada VOC.
b. Contingenten

Yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.

c. Peraturan tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam.

d. Ekstirpasi

Yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi over produksi yg dapat menyebabkan
harga rempah-rempah merosot.

e. Pelayaran Hongi

Yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan
VOC dan menindak pelanggarnya.

Hasil bumi yang wajib diserahkan yaitu lada, kayu manis, beras, ternak, nila, gula, dan kapas. Selain itu, VOC
juga menerapkan Prianger stelsel, yaitu aturan yang mewajibkan rakyat Priangan menanam kopi dan
menyerahkan hasilnya kepada VOC.

Gubernur jenderal VOC yang pertama adalah Pieter Both (1610-1619). Pada mulanya Ambon di pilih sebagai
pusat kegiatan VOC. Pada periode berikutnya Jayakarta dipilih sebagai pusat kegiatan VOC.

Orang-orang VOC mulai menampakkan sifatnya yang congkak, kejam, dan ingin menang sendiri. VOC ingin
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya melalui monopoli perdagangan. VOC mulai ikut campur dalam berbagai
konflik antara penguasa yang satu dengan penguasa yang lain. Beberapa kerajaan di yang Perubahan sikap VOC
itu telah menimbulkan kekecewaan bagi rakyat dan penguasa di Indonesia. Perubahan sikap itu terutama sekali
terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC yang kedua yaitu Jan Pieterzoon Coen.

Dengan dibangunnya benteng-benteng dan loji-loji sebagai pusat kegiatan VOC, maka jalur-jalur perdagangan
di kepulauan Nusantara telah dikendalikan oleh VOC. Untuk mengendalikan kegiatan monopoli perdagangan
rempah-rempah di Indonesia bagian timur, khususnya Maluku, diadakan Pelayaran Hongi

Untuk mengisi kasnya yang kosong, VOC menerapkan sejumlah kebijakan seperti hak monopoli, penyerahan
wajib, penanaman wajib, dan tenaga kerja wajib yang sebenarnya telah menjadi bagian dari struktur dan kultur
yang telah ada sebelumnya. Penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) mewajibkan rakyat Indonesia di tiaptiap
daerah untuk menyerahkan hasil bumi berupa lada, kayu, beras, kapas, kapas, nila, dan gula kepada VOC.

Untuk semakin memperbesar kekuasaanya di Indonesia, VOC melakukan cara-cara politik devide et impera atau
politik adu domba, dan tipu muslihat. Misalnya kalau ada persengketaan antara kerajaan yang satu dengan
kerajaan yang lain, mereka mencoba membantu salah satu pihak.

Kejayaan VOC ternyata tidak bertahan lama. Dalam perkembangannya VOC mengalami masalah yang besar,
yakni kebangkrutan.

VOC MENUJU KEBANGKRUTAN DAN PEMBUBARAN


Banyak pendapat yang menyatakan bahwa sebab yang menyebabkan VOC runtuh adalah lantaran korupsi
yang terjadi di tubuh VOC itu sendiri. Namun tokoh – tokoh berwibawa seperti J.C. van Leur dan W. Coolhaas
secara meyakinkan mengemukakan bahwa korupsi bukanlah faktor utama dalam kemunduran dan keruntuhan
VOC (Boxer, 1983 : 107). Penaklukan tiga daerah seperti Malaka, Srilangka dan Makassar hanya dapat
diselesaikan sesudah pertempuran – pertempuran sengit terhadap lawan – lawan yang gigih, sementara
peperangan yang terjadi di Jawa Tengah memperlihatkan kelemahan –kelemahan yang mencolok dari organisasi
dan personil militer VOC. Perang Perebutan Mahkota III (1749 – 1755) berakhir tanpa memberikan penyelesaian
yang jelas, tetapi hasilnya seri segi tiga antara VOC, Susuhunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta. Hal tersebut
memperlihatkan lemahnya organisasi dan militer VOC. Namun Van leur berpendapat bahwa kelemahan angkatan
laut merupakan faktor utama dalam kejatuhan VOC, walaupun dia melangkah terlalu jauh dengan menyatakan
bahwa inilah sesungguhnya yang merupakan satu – satunya sebab keruntuhan VOC. VOC banyak kekurangan
tengaga pelaut yang terampil sehingga banyak digunakan tenaga pelaut yang lemah fisik dan kadang – kadang
sakit. Kemerosotan dalam mutu awak kapal VOC mungkin ada hubungannya dengan jumlah kapal karam,
terutama dalam kalangan kapal Hindia. Perang tahun 1780 – 1783 memperlihatkan kelamahan maritim VOC
demikian jelasnya, hingga Heeren XVII terpaksa meminta bantuan angkatan laut dari Staten Generaal (Ibid, hal
: 140).

Keadaan VOC yang merosot di Asia menjadi bahan pembahasan di negeri Belanda, mengenai apa yang harus
atau dapat dilakukan untuk memperbaiki keadaan ini. Para pembela kompeni mengatakan bahwa hutangnya yang
berjumlah Fl.21.543.644 telah berkurang menjadi Fl.8.506.567 dalam tahun 1799. Mereka menyatakan bahwa
hutang ini seluruhnya dapat dihapuskan, kalau tidak karena keterlibatannya dalam Perang Belanda – Inggris yang
membawa bencana dalam tahun 1780 – 1783, yang sama sekali tidak dikehendakinya. Pada akhirnya karena
banyaknya hutang – hutang VOC serta terjadinya banyak korupsi di tubuh VOC itu sendiri, pihak negeri Belanda
melayangkan mosi tidak percaya terhadap Heeren XVII dan membubarkannya. Dengan demikian VOC pun
dibubarkan pada 31 Desember 1799.

Selain itu banyak sebab- sebab lain dari berbagai pakar. Berikut ini adalah sebagian pendapat mereka :

Pada pertengahan abad ke 18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab. Kemunduran ini
mengakibatkan dibubarkannya VOC. Di antara beberapa penyebabnya adalah:

1. Banyak pegawai VOC yang curang dan korupsi.


2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa.
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak.
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC
kekurangan.
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis.
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal
menganjurkan perdagangan bebas.
7. Akhirnya VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta gulden dan kekayaan yang
ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Sejak tahun 1780-an terjadi peningkatan biaya dan menurunnya hasil penjualan, yang menyebabkan kerugian
perusahaan dagang tersebut. Hal ini disebabkan oleh korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh para
pegawai VOC di Asia Tenggara, dari pejabat rendah hingga pejabat tinggi, termasuk para residen. Misalnya
beberapa residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi kepada mereka dengan harga yang
sangat rendah, dan kemudian dijual lagi kepada VOC melalui kenalan atau kerabatnya yang menjadi pejabat VOC
dengan harga yang sangat tinggi.

Karena korupsi, lemahnya pengawasan administrasi dan kemudian konflik dengan pemerintah Belanda
sehubungan dengan makin berkurangnya keuntungan yang ditransfer ke Belanda karena dikorupsi oleh para
pegawai VOC di berbagai wilayah, maka kontrak VOC yang jatuh tempo pada 31 Desember 1979 tidak
diperpanjang lagi dan secara resmi dibubarkan tahun 1799. Setelah dibubarkan, plesetan VOC menjadi Vergaan
Onder Corruptie (Hancur karena korupsi).

Setelah VOC dibubarkan, daerah-daerah yang telah menjadi kekuasaan VOC, diambil alih –termasuk utang VOC
sebesar 134 juta gulden- oleh Pemerintah Belanda, sehingga dengan demikian politik kolonial resmi ditangani
sendiri oleh Pemerintah Belanda. Yang menjalankan politik imperialisme secara sistematis, dengan tujuan
menguasai seluruh wilayah, yang kemudian dijadikan sebagai daerah otonomi yang dinamakan India-Belanda
(Nederlands-Indië) di bawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.

Gubernur Jenderal VOC terakhir, Pieter Gerardus van Overstraten (1797 – 1799), menjadi Gubernur Jenderal
Pemerintah India-Belanda pertama (1800 – 1801).

Dari berbagai pendapat dapat kita simpulkan bahwa sebab keruntuha VOC itu adalah

1. Korupsi merajalela di kalangan pegawai pejabat dan hampir semua lini pemerintahan VOC di Nusantara.
2. Banyaknya pengeluaran yang terjadi pada masa itu. Ini adalah dampak dari peperangan melawan Iggris.
3. Adanya saingan baru di daerah Nusantara seperti Inggris dan Perancis
4. Perubahan politik di Belanda juga menyebabkan keruntuhannya.
5. Hutang VOC sangatlah besar.
6. Lemahnya pasukan militer atau perang VOC
7. Mulai tumbuhnya rasa Nasionalisme di daerah Nusantara

Anda mungkin juga menyukai